4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Jelaskan kelebihan konstitusi di Australia

Show

Kitab yang menggambarkan perang saudara antara Kurawa dengan Pandawa yang masing - masing merupakan keturunan Barata adalah kitaba. Baratawajab. Kresn … ayana c. Bharatayudad. Lubdaka​

Seorang ulama besar yang terkenal dari Kesultanan Banjar adalah a. Nuruddin al-Raniry b. Muhammad Arsyad ibn Abdullah al-Banjari c. Dayah Shoiq Allah … Banjar d. Hamzah Fansuri ibn Meunasah ar-Rangkang​

Efektifkah kebijakan Pakjun 1983 dan Pakto 1988 untuk meningkatkan perekonomian Indonesia?​

Hallo boleh minta saran untuk nama TEMA KEGIATAN HUT RI KE-77 Terimakasih

Jelaskan contoh contoh referendum yang sukses atau gagal yang dilakukan oleh Australia

Jelaskan kedatangan bangsa kulit Putih Dan bangsa kulit hitam

Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 1959, maka kondisi hukum di Indonesia sangat jamak/plural, yang mana pluralisme hukum itu tidak jarang dapat be … rujung pada konflik. Namun pluralisme hukum masih atau tetap dibutuhkan dan negara justru tidak hendak melakukan unifikasi terhadap bidang-bidang hukum tertentu. Pertanyaan : Mengapa masih ada atau tetap dibutuhkannya pluralisme dalam sistem hukum nasional Indonesia?. Berikan argumentasi anda dan anda dapat menggunakan hukum waris sebagai contoh objek kajian. READY ALL MAKUL 085773615722

apa Perbandingan Reformasi indonesia mulai tahun 1998 dengan 100 tahun reformasi jepang ?

Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan a. Pendidikan b. Keagamaanc. Perdagangan d. Pernikahan__________________________________Notes … :• No copas (copas dari Google di hapus) • Gunakan bahasa sendiri• Pakai penjelasan​

Perang Yunani-Persia (disebut juga Perang Persia) adalah serangkaian konflik selang Kekaisaran Persia Akhemeniyah melawan negara kota di Yunani kuno. Perang ini bersumber pada tahun 499 SM dan hasilnya pada tahun 449 SM. Bentrokan selang dunia Yunani yang secara politik terpecah-pecah melawan Kekaisaran Persia yang sangat akbar sudah dimulai saat Koresh yang Luhur menaklukkan Ionia pada tahun 547 SM. Berusaha untuk mengendalikan kota-kota di Ionia, Persia menunjuk tiran untuk berkuasa di sana. Ini kesudahan terbukti menjadi sumber persoalan untuk Yunani dan Persia.

Pada tahun 499 SM, tiran di Miletos, adalah Aristagoras, mulai melaksanakan ekspedisi untuk menaklukkan Pulau Naxos, dengan dukungan Persia;[2] Namun, ekspedisi itu hasilnya dengan kegagalan dan Aristagoras pun hasilnya dipecat. Aristagoras lalu menghasut kota-kota Yunani di Asia Kecil untuk memberontak melawan Persia. Ini adalah awal dari Pemberontakan Ionia, yang berlanjut mencapai tahun 493 SM, dan dalam perkembangannya menyeret lebih banyak daerah di Asia Kecil ke dalam konflik. Aristagoras mendapat pertolongan militer dari Athena dan Eretria. Pada tahun 498 SM, pasukan Athena dan Eretria membakar ibu kota regional Persia di Asia Kecil, adalah Kota Sardis. Kaisar Persia, Darius yang Luhur marah dan bersumpah akan membalas Athena dan Eretria atas aksi mereka. Pemberontakan terus berlanjut, dan kedua belah pihak menemui perlintasan buntu sepanjang 497–495 SM. Pada tahun 494 SM, Persia menyerang pusat pemberontakan di Miletos. Pada Pertempuran Lade, pasukan Ionia merasakan kekalahan telak dan pemberontakan pun hasilnya, dan sisa-sisanya dibasmi pada tahun berikutnya.

Berusaha mengamankan kekaisarannya dari ancaman pemberontakan lainnya, dan juga dari campur tangan Yunani daratan, Darius hasilnya melancarkan serangan ke Yunani, untuk menghukum Athena dan Eretria atas pembakaran Sardis. Invasi pertama Persia ke Yunani dimulai pada tahun 492 SM, dengan Jenderal Persia, Mardonios, menaklukkan Thrakia dan Makedonia sebelum hasilnya pasukan Persia merasakan bencana dan terpaksa mengakhiri kampanyenya. Pada tahun 490 SM, pasukan kedua dikirim ke Yunani, kali ini melalui Laut Aigea, di bawah komando Datis dan Artaphernes. Ekspedisi ini sukses menundukkan Kyklades, sebelum kesudahan mengepung, menaklukkan, dan menghancurkan Eretria. Akan tetapi, saat berusaha menyerang Athena, pasukan Persia dikalahkan secara telak oleh pasukan Athena pada Pertempuran Marathon, yang sekaligus menghentikan invasi pertama Persia. Darius kesudahan menyusun rencana untuk kembali menyerang Yunani, namun dia terlebih dahulu meninggal pada tahun 486 SM, dan tanggung jawab penaklukan beralih kepada putranya, Xerxes I. Pada tahun 480 SM, Xerxes secara langsung memimpin invasi kedua Persia ke Yunani dengan pasukan yang sangat banyak. Kemenangan melawan 'Persekutuan' negara kota Yunani (dipimpin oleh Sparta dan Athena) pada Pertempuran Thermopylae menciptakan Persia dapat merebut sebagian akbar Yunani. Akan tetapi, saat berusaha menghancurkan armada laut Yunani, Persia malah merasakan kekalahan berat pada Pertempuran Salamis. Pada tahun berikutnya, persekutuan negara kota Yunani melancarkan serangan dan mengalahkan pasukan Persia pada Pertempuran Plataia, sekaligus mengakhiri invasi Persia di Yunani.

Persekutuan Yunani menindaklanjuti kesuksesan mereka dengan menghancurkan sisa-sisa armada Persia pada Pertempuran Mykale, sebelum kesudahan mengusir garnisun Persia dari Sestos (479 SM) dan Byzantion (478 SM). Aksi Jenderal Pausanias pada Pengepungan Byzantion menjauhkan banyak negara kota Yunani dari pihak Sparta, dan persekutuan anti-Persia kesudahan diwujudkan kembali dengan dipimpin oleh Athena, dalam persatuan yang dikata Liga Delos. Liga Delos terus melaksanakan kampanye melawan Persia selama tiga dekade berikutnya, dimulai dengan pengusiran sisa-sisa garnisun Persia dari Eropa. Dalam Pertempuran Eurymedon pada tahun 466 SM, Liga Delos meraih kemenangan ganda yang pada hasilnya menciptakan kota-kota di Ionia dapat merdeka. Akan tetapi, keterlibatan Liga Delos dalam pemberontakan Mesir (dari 460–454 SM) berujung pada kekalahan telak dan kampanye yang lebih lanjut harus ditunda. Liga Delos mengirim pasukan ke Siprus pada tahun 451 SM, dan setelah menariknya kembali, Perang Yunani-Persia pun benar-benar hasilnya. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa kesudahan bentrokan ditandai dengan akad damai selang Athena dan Persia, adalah pada Perdamaian Kallias.

Sumber

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung kepala Herodotos. Naskah kuno karya Herodotos adalah sumber utama untuk konflik Yunani-Persia.

Hampir semua sumber utama untuk Perang Yunani-Persia bersumber dari Yunani; tidak benar naskah sejarah yang tersisa dari pihak Persia. Sumber utama untuk Perang Yunani-Persia adalah naskah karya sejarawan Yunani, Herodotos. Herodotos, yang dikata "Bapak Sejarah",[3] dilahirkan pada tahun 484 SM di Halikarnassos, Asia Kecil (ketika itu bidang dari Kekaisaran Persia). Dia menulis catatan sejarahnya, yang berjudul Historia, sekitar tahun 440–430 SM, berusaha untuk melacak asal mula Perang Yunani-Persia, yang saat itu belum lama usai.[4] Pendekatan Herodotos adalah novel dan setidaknya di warga Barat, dia menciptakan 'sejarah' sebagai suatu disiplin ilmu.[4] Holland berpendapat mengenai Herodotos:[4]

Untuk pertama kalinya, seorang penulis kronik menciptakan dirinya melacak asal mula konflik tidak ke masa yang sangat jauh demi terlihat luar biasa, tidak demi harapan dan harapan beberapa dewa, tidak juga demi klaim orang-orang untuk mewujudkan takdir, tetapi demi penjelasan yang dapat dia verifikasi secara langsung.

—Holland, hlm. xvi–xvii.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung Thukydides. Narasi Herodotos dilanjutkan oleh Thukydides.

Beberapa sejarawan kuno berikutnya, dimulai dari Thukydides, mengkritik Herodotos.[5][6] Walaupun demikian, Thukydides memilih untuk memulai sejarahnya pada masa di mana Herdotos mengakhiri kisahnya (pada Pengepungan Sestos) dan merasa bahwa sejarah Herodotos cukup akurat sehingga tidak perlu ditulis ulang atau dikoreksi.[6] Plutarkhos mengkritik Herodotos dalam esainya "Tentang Kejahatan Herodotos", menggambarkan Herodotos sebagai "Philobarbaros" (pencinta orang barbar) sebab Herodotos dianggap tidak cukup pro-Yunani, yang mengindikasikan bahwa Herodotos sebenarnya mungkin telah melaksanakan penulisan yang benar secara wajar.[7] Pandangan negatif terhadap Herodotos berlanjut di Eropa masa Renaisans, meski karya-karyanya tetap banyak dibaca. Namun, semenjak masa zaman ke-19 reputasinya secara dramatis terangkat oleh temuan arkeologi yang membenarkan keterangannya.[8] Pandangan modern terhadap Herodotos adalah bahwa dia telah menuliskan catatan yang luar biasa dalam Historia, namun beberapa rincian spesifiknya (khusunya mengenai jumlah prajurit dan tanggal peristiwa) harus dilihat secara skeptis.[8] Walaupun demikian, masih banyak sejarawan yang meyakini bahwa Herodotos hanya mengarang sebagian akbar catatannya.[9]

Sayangnya, sejarah militer Yunani selang kesudahan invasi kedua Persia ke Yunani dan Perang Peloponnesos (479–431 SM) tidak banyak dikemukakan dalam sumber kuno. Periode ini, kadang dikata pentekontaitia oleh para sejarawan kuno, adalah seuatu periode perdamaian dan kemakmuran di Yunani.[10][11] Sumber terlengkap mengenai periode ini, dan sekaligus yang sangat sezaman adalah naskah karya Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, yang oleh para sejarawan modern secara umum dianggap sebagai sumber primer yang terpercaya.[12][13][14] Thukydides hanya menyebut periode ini dalam suatu penyimpangan dalam meningkatnya kekuasaan Athena menuju Perang Peoponnesos, dan naskahnya sendiri pendek, probabilitas sangat selektif serta kekurangan tanggal kejadian.[15][16] Walaupun demikian, naskah Thukydides dapat, dan memang, digunakan oleh para sejarawan untuk mereka-reka kronologi pada periode ini, yang juga ditambah dari temuan arkeologi dan catatan dari penulis lain.[15]

Rincian yang lebih banyak mengenai semuanya periode ini disiapkan oleh Plutarkhos dalam karyanya biografi Themistokles, Aristides dan khususnya Kimon. Plutarkhos menulis beberapa ratus tahun setelah kejadian sehingga naskahnya adalah sumber sekunder, yang menciptakan peryatannya perlu verifikasi lebih lanjut.[17] Dalam biografinya, dia mengambil sumber langsung dari banyak naskah sejarah kuno yang pada masa modern sudah hilang, dan dengan demikian dia telah mencatat rincian periode yang tidak diistilahkan adun oleh Herodotos maupun Thukydides. Sumber penting terakhir untuk periode ini adalah sejarah universal (Bibliotheke historika) karya penulis asal Sisilia masa zaman ke-1 SM, Diodoros Sikolos. Banyak dari tulisan Diodoros mengenai periode ini diambil dari sejarawan Yunani yang lebih awal, adalah Ephoros, yang juga menulis sejarah universal.[18] Karya Diodoros juga adalah sumber sekunder dan seringkali dikritik oleh para sejarawan sebab gaya dan ketidakakuratannya, namun karya tersebut menyimpan banyak rincian periode kuno yang tidak ditemukan di sumber mana pun.[19]

Rincian lainnya tersebar dan dapat ditemukan dalam Hellados Periegesis karya Pausanias, sementara kamus Suda dari Bizantium masa zaman ke-10 M mencantumkan beberapa anekdot yang tidak ditemukan di sumber mana pun. Sumber minor untuk periode ini mencakup karya-karya Pompeius Trogus (diepitomisasi oleh Justinus), Cornelius Nepos, dan Ktesias dari Knidos (diepitomisasi oleh Photios), yang tidak lagi berada pada bentuk teks aslinya. Karya-karya ini kurang dipercaya (khususnya Ktesias) oleh para sejarawan dan tidak secara khusus benar faedahnya pada rekonstruksi sejarah periode ini.[20][21]

Asal mula

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kota-kota Yunani di Asia Kecil, kota-kota Ionia berwarna biru, kota-kota Aiolia berwarna kuning, dan kota-kota Doria berwarna merah.

Orang Yunani pada periode klasik percaya bahwa, pada zaman kegelapan yang terjadi setelah runtuhnya peradaban Mykenai, sejumlah akbar orang Yunani beralih ke Asia Kecil dan bermukim di sana.[22][23] Pada umumnya para sejarawan modern menerima migrasi ini sebagai suatu kejadian sejarah (tapi migrasi ini berbeda dari kolonisasi yang terjadi pada masa berikutnya di Mediterania oleh orang Yunani).[24][25] Namun, benar yang percaya bahwa migrasi Ionia tidak dapat diterangkan sesederhana yang telah diklaim oleh orang Yunani kuno.[26] Para pemukim itu bersumber dari tiga himpunan suku terbesar di Yunani, adalah suku Aiolia, suku Doria, dan suku Ionia.[22] Suku Ionia bermukim di sekitar pesisir Lydia dan Karia, dan mendirikan dua belas kota yang membentuk Ionia.[22] Kota-kota itu di selangnya adalah Miletos, Myos, dan Priene di Karia; Ephesos, Kolophon, Lebedos, Teos, Klazomenae, Phokaia, dan Erythrai di Lydia; serta Pulau Samos dan Khios.[27] Walaupun kota-kota Ionia masing-masing berdaulat sendiri-sendiri, tetapi mereka mengakui bahwa mereka mewarisi hukum budaya istiadat dan peradaban yang sama. Mereka diperkirakan memiliki satu kuil utama dan tempat pertemuan tetap, dikata Panionion.ii[›] Mereka dengan demikian telah membentuk 'perkumpulan kebudayaan', yang tidak boleh dikuti oleh kota-kota lainnya, bahkan oleh suku Ionia lainnya.[28][29]

Kota-kota Ionia merdeka mencapai mereka ditaklukkan oleh Bangsa Lydia dari Asia Kecil bidang timur. Raja Lydia Alyattes II, menyerang Miletos, dan konflik tersebut hasilnya dengan akad persekutuan selang Miletos dan Lydia, yang berarti bahwa Miletos bebas sama sekali mengurusi urusan dalam negeri tetapi harus menurut pada Lydia dalam persoalan luar negeri.[30] Pada saat itu, Lydia juga masih bertempur dengan Kekaisaran Media, dan Kota Miletos mengirim pasukan untuk menolong Lydia dalam konflik itu. Pada hasilnya perjajian damai diambil keputusan selang Media dan Lydia, dengan Sungai Halys menjadi pembatas selang kedua kerajaan itu.[31] Raja Lydia yang terkenal, Kroisos, menggantikan ayahnya, Alyattes, sekitar tahun 560 SM dan berencana menaklukkan kota-kota Yunani lainnya di Asia Kecil.[32]

Pangeran Persia, Koresh memimpin suatu pemberontakan melawan Raja Media terakhir, Astyages, pada tahun 553 SM. Koresh adalah cucu Astyages dan didukung oleh sebagian aristokrat Media.[33] Pada tahun 550 SM, pemberontakan hasilnya, dan Koresh meraih kemenangan, mendirikan Kekaisaran Persia Akhemeniyah untuk menggantikan Kekaisaran Media.[33] Kroisos melihat kekacauan di Kekaisaran Media dan Persia sebagai suatu kesempatan untuk memperluas kekuasaannya. Dia terlebih dahulu berdiskusi pada orakel Delphi mengenai apakah dia harus menyerang Persia atau tidak. Sang orakel memberikan jawaban ambigu yang kesudahan menjadi terkenal, adalah bahwa "jika Kroisos menyeberangi Halys, karenanya dia akan menghancurkan satu kerajaan akbar."[34] Dibutakan oleh keambiguan ramalan itu, Kroisos pun menyerang Persia, dan hasilnya dia dikalahkan. Lydia kesudahan jatuh ke tangan Koresh.[35]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kekaisaran Persia pada tahun 490 SM.

Saat masih bertempur melawan Lydia, Koresh mengirim pesan kepada kota-kota Yunani di Ionia. Dia menanti mereka untuk memberontak terhadap kekuasaan Lydia. Permintaannya ditampik oleh orang-orang Ionia.[36] Setelah Koresh beres menaklukkan Lydia, kota-kota Ionia sekarang menawarkan diri untuk berada di bawah kekuasaan Persia dengan kesepakatan yang sama seperti saat diduduki oleh Kroisos dari Lydia.[36] Koresh menolak dan mengungkit-ungkit keengganan bangsa Ionia saat dulu mereka tidak bersedia menolongnya. Bangsa Ionia dengan demikian bersiap-siap untuk mempertahankan diri, dan Koresh mengirim Jenderal Media, Harpagos, untuk menaklukkan mereka.[37] Dia pertama-tama menyerang Phokaia; orang-orang Phokaia memutuskan untuk meninggalkan kota mereka dan berlayar menyelamatkan diri ke Sisilia, daripada harus tunduk di bawah kekuasaan Persia (meskipun kesudahan banyak pula yang kembali).[38] Beberapa orang Teos juga memilih untuk bermigrasi saat Harpagos menyerang kota mereka, tetapi bangsa Ionia di kota-kota lainnya tetap bertahan, dan satu demi satu kota-kota Ionia ditaklukkan oleh Persia.[39]

Setahun setelah penaklukan itu, Persia mendapati bahwa orang Ionia sulit diatur. Di wilayah lainnya di kekaisaran, Koresh menggunakan himpunan elite masyarakat pribumi untuk menolongnya mengatur daerah taklukan barunya, misalnya himpunan kependetaan Yudea.[40] Himpunan seperti itu tidak benar di kota-kota Yunani pada masa itu; meski biasanya benar aristokrasi, hal ini pada hasilnya berujung pada golongan-golongan yang saling bermusuhan.[40] Persia kesudahan menempatkan seorang tiran di tiap kota di Ionia, walaupun ini menyeret mereka ke dalam konflik internal Ionia. Selain itu, tiran tertentu probabilitas mengembangkan gagasan untuk merdeka dan harus diganti.[40] Para tiran itu sendiri menghadapi tugas yang sulit, mereka harus mengalihkan kebencian terburuk warganya terhadap Persia, sambil tetap mengabdi kepada Persia.[40] Di masa lalu, kota-kota Yunani sering diperintah oleh tiran, tetapi bentuk pemerintahan semacam itu sudah berlalu.[41] Para tiran pada masa lalu juga cenderung dan harus adalah sosok pemimpin yang tangguh dan cakap, sementara para tiran yang ditunjuk oleh Persia adalah orang-orang yang kurang berbakat memimpin. Sebab didukung oleh kuatnya militer Persia, para tiran ini tidak membutuhkan dukungan masyarakat lokal, dan dengan demikian mereka dapat memerintah secara mutlak.[41] Menjelang Perang Yunani-Persia, benar probabilitas bahwa masyarakat Ionia merasa tidak puas dan sudah siap untuk memberontak.[42] Ionia, tidak seperti banyak daerah lainnya di Kekaisaran Persia, tidak memberontak pada masa perang saudara selang masa pemerintahan Koresh dan Darius I, dan karenanya dari itu benar probabilitas bahwa orang Ionia sebenarnya tidak terlalu merasa tidak puas terhadap kekuasaan Persia.

Peperangan di Mediterania kuno

Dalam Perang Yunani-Persia, kedua belah pihak menggunakan infanteri bersenjatakan tombak dan pasukan misil ringan. Pasukan Yunani mengutamakan infanteri berat, sedangkan Persia lebih menyukai pasukan infanteri ringan.[43][44]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Pasukan Tidak berkesudahan Persia dalam letak menyerang.

Persia

Militer Persia terdiri dari beragam prajurit yang didatangkan dari seluruh wilayah kekaisaran. Namun, menurut Herodotos, setidaknya benar kecocokan dalam persenjataan dan gaya bertempur.[43] Prajurit Persia biasanya dipersenjatai dengan busur dan anak panah, tombak pendek dan pedang (akinaka) atau kapak (sagaris), serta perisai tipis. Mereka mengenakan baju zirah dari kulit,[43][45] namun prajurit tingkat tinggi mengenakan baju zirah dari logam yang memiliki mutu lebih adun. Persia biasanya menggunakan panah untuk mengurangi jumlah prajurit musuh, lalu mendekat dan melancarkan serangan dengan tombak dan pedang.[43] Barisan pertama dalam formasi infanteri Persia, dikata 'sparabara', tidak memiliki panah, membawa perisai yang lebih akbar, dan kadang-kadang membawa tombak yang lebih panjang. Tugas mereka adalah melindungi barisan di belakang mereka.[46] Persia juga memiliki pasukan elite yang oleh Herodotos dikata sebagai Pasukan Tidak berkesudahan. Pasukan tersebut adalah pasukan infanteri khusus yang jumlahnya selalu tetap 10.000 prajurit. Sementara kavaleri Persia probabilitas bertempur sebagai kavaleri misil ringan.[43][47]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Hoplites Yunani dalam letak menyerang, dengan tusukan bawah dan tusukan atas.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kapal trireme yang digunakan oleh Yunani.

Yunani

Gaya peperangan di negara kota di Yunani, yang bersumber sekitar tahun 650 SM (berdasarkan penanggalan dari 'Guci Chigi'), dipusatkan pada phalanx hoplites yang didukung oleh pasukan misil.[44][48] Hoplites adalah prajurit pejalan kaki yang biasanya bersumber dari kelas sosial menengah (di Athena dikata zeugites), yang dapat membeli perlengkapan yang diperlukan untuk bertempur sebagai hoplites.[49] Perlengkapan pelindungnya biasanya mencakup pelindung dada atau linothorax, grev (pelindung kaki), helm, dan suatu perisai bulat cekung yang akbar dan dikata hoplon atau aspis.[44] Hoplites dipersenjatai dengan tombak panjang, dikata dory, yang lebih panjang daripada tombak Persia. Prajurit Yunani juga membawa senjata pendukung berupa sebilah pedang yang dikata xiphos.[44] Baju zirah dan perisai yang kuat serta tombak yang lebih panjang menjadikan pasukan Yunani lebih superior dalam pertarungan jarak tidak jauh[44] dan memberi perlindungan yang akbar dari serangan jarak jauh.[44] Penskirmis bersenjata ringan, dikata psiloi, juga terdapat dalam pasukan Yunani dan semakin lama semakin penting seiring berlanjutnya konflik melawan Persia; pada Pertempuran Plataia, misalnya, mereka probabilitas mencakup setengah dari pasukan Yunani.[50] Tidak diistilahkan benarnya penggunakan kavaleri oleh pihak Yunani dalam Perang Yunani-Persia.

Peperangan laut

Pada masa awal konflik, semua armada laut di daerah Mediterania timur memakai trireme, kapal perang yang digerakkan oleh tiga baris dayung. Siasat perang laut yang sangat umum pada periode itu adalah menubrukkan haluan kapal ke kapal musuh, sebab bidang depan trireme dilengkapi dengan senjata pendobrak. Siasat lainnya adalah dengan memasukkan prajurit ke kapal musuh.[51] Armada laut yang lebih berpengalaman pada masa itu juga mulai menggunakan manuver yang dikata diekplous. Tidak dikenal secara jelas siasat jenis apa ini, tetapi probabilitas strategi ini melibatkan berlayar ke celah di selang kapal-kapal musuh dan kesudahan menabrak kapal musuh di bidang pinggirnya.[51]

Armada laut Persia disiapkan terutama oleh bangsa Fenisia, bangsa Mesir kuno, bangsa Kilikia, dan bangsa Siprus.[52][53] Daerah pesisir lainnya di Kekaisaran Persia turut mengirimkan kapal selama peperangan berlanjut.[52]

Pemberontakan Ionia (499–493 SM)

Pemberontakan Ionia

 

Naxos – Sardis – Ephesos – Siprus – Pertempuran Marsyas – Labraunda – Pedasos – Lade – Miletos – Khios – Malene

Pemberontakan Ionia dan pemberontakan terkait di Aiolis, Doris, Siprus, dan Karia adalah pemberontakan militer yang dimainkan oleh beberapa daerah di Asia Kecil untuk menentang kekuasaan Persia, dan berlanjut dari tahun 499 SM mencapai 493 SM. Penyebab pemberontakan ini terjadi sebab kota-kota Yunani di Asia Kecil merasa tidak puas terhadap para tiran yang ditunjuk oleh Persia untuk memerintah mereka. Para pemberontak juga menentang aksi individual yang dimainkan oleh dua tiran di Miletos, Histiaios dan Aristagoras.[40][54] Pada tahun 499 SM, tiran Miletos saat iru, Aristagoras, melancarkan ekspedisi gabungan bersama seorang satrap Persia, Artaphernes, untuk menaklukkan Naxos, dengan tujuan meningkatkan letaknya di Miletos (baik secara finansial maupun wibawa).[54][55] Misi itu hasilnya dengan kegagalan,[56] dan dampaknya Aristagoras dipecat dari letak tiran. Dia kesudahan memilih untuk menghasut kota-kota di Ionia untuk memberontak terhadap kaisar Persia, Darius yang Agung.[42]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pemberontakan Ionia.

Pada tahun 498 SM, dengan pertolongan dari Athena dan Eretria, kota-kota Ionia menyerang, menaklukkan, dan membakar Kota Sardis.[57] Namun, dalam perjalanan pulang mereka menuju Ionia, mereka diiringi oleh pasukan Persia dan secara telak dikalahkan pada Pertempuran Ephesos.[58] Kampanye ini adalah satu-satunya aksi ofensif yang dimainkan oleh orang Ionia, yang selanjutnya malah menjadi aksi defensif. Persia menanggapi pada tahun 597 SM dengan serangan bercabang tiga yang diarahkan untuk menaklukkan daerah-daerah di sekitar wilayah pemberontak,[59] tetapi pemberontakan menyebar ke Karia, sehingga pasukan terbesar Persia, dipimpin oleh Darius, beralih ke sana.[60] Walaupun pada awal mulanya meraih kesukssesan pada awal kampanye di Karia, pasukan ini kesudahan disapu mandek dalam suatu penyergapan pada Pertempuran Pedasos.[61] Hal ini berakibat terjadinya kebuntuan untuk kedua belah pihak selama sisa 496 dan 495 SM.[62]

Pada tahun 494 SM pasukan darat dan armada laut Persia dikumpulkan kembali, dan mereka menyerang langsung menuju pusat pemberontakan di Miletos.[63] Armada laut Ionia berusaha mempertahankan Miletos di laut, tetapi dikalahkan secara telak pada Pertempuran Lade, setelah orang-orang Samos berkhianat dan belakang mendukung Persia.[64] Miletos lalu dikepung, ditaklukkan, dan masyarakatnya menjadi budak.[65] Kekalahan ganda ini secara efektif mengakhiri pemberontakan, dan pada hasilnya orang-orang Karia pun menyerah kepada Persia.[66] Pasukan Persia menghabiskan tahun 493 SM untuk membasmi sisa-sisa pemberontakan di kota-kota di sepanjang pesisi Asia Kecil yang masih berusaha menentang Persia,[67] sebelum hasilnya menetapkan kesepakatan damai di Ionia yang dianggap cukup benar.[68]

Pemberontakan Ionia menjadi konflik akbar pertama selang Yunani dan Kekaisaran Persia Akhemeniyah dan adalah fase pertama dari Perang Yunani-Persia. Asia Kecil sukses diduduki kembali oleh Persia, namun Darius bersumpah untuk menghukum Athena dan Eretria atas pertolongan mereka pada para pemberontak.[68] Selain itu, Darius melihat bahwa situasi politik di Yunani dapat membawa ancaman terhadap kestabilan kekaisaran, karenanya dia pun berencana menaklukkan seluruh Yunani.[68]

Invasi pertama ke Yunani (492–490 SM)

Setelah menaklukkan Ionia, Persia memulai merencanakan gerakan mereka selanjutnya, adalah memusnahkan ancaman dari Yunani terhadap kekaisaran dan menghukum Athena serta Eretria.[69] Hal ini berujung pada invasi pertama Persia ke Yunani, yang terdiri dari dua kampanye utama[69]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta fase pertama Perang Yunani-Persia.

492 SM: Kampanye Mardonios

Kampanye pertama, pada tahun 492 SM, dipimpin oleh menantu Darius, Mardonios,[70] yang kembali merebut Thrakia, yang menjadi bidang dari Kekaisaran Persia semenjak tahun 513 SM.[71] Mardonios sukses memaksa Makedonia untuk menjadi kerajaan klien Persia. Sebelumnya Makedonia sudah menjadi sekutu Persia tetapi sebagai negara merdeka.[72] Akan tetapi, perkembangan lebih lanjut dalam kampanye ini terhalangi saat armada laut Mardonus dihancurkan oleh badai di pesisir Gunung Athos. Mardonios sendiri terluka dalam suatu serangan ke perkemahannya oleh satu suku Thrakia. Setelah itu, Mardonios bersama sisa-sisa pasukannya kembali ke Asia.[72][73]

Setahun kesudahan, setelah menyusun rencana secara cermat, Darius mengirim utusan ke semua negara kota di Yunani dan menanti mereka untuk menyerah pada Persia.[74] Hampir semua negara kota Yunani tunduk pada Darius, kecuali Athena dan Sparta. Kedua negara kota itu bahkan membunuh utusan Darius.[74] Sebab Athena masih menentangnya, dan sekarang Sparta juga menyatakan perang melawannya, karenanya Darius memerintahkan diterapkannya kampanye militer lagi setahun kesudahan.[75]

490 SM: Kampanye Datis dan Artaphernes

Pada tahun 490 SM, Datis dan Artaphernes (putra satrap Artaphernes) diberikan komando untuk memimpin serangan invasi amfibi, dan mereka pun berlayar dari Kilikia.[75] Dari Kilikia, pasukan Persia pertama-tama berlayar menuju Pulau Rhodos, tempat Kronik Kuil Lindos mencatat bahwa Datis mengepung Kota Lindos, tetapi tidak sukses.[76] Armada Persia kesudahan mengadakan kampanye ke Naxos, untuk menghukum orang-orang Naxos atas perlawanan mereka terhadap ekspedisi Persia yang gagal satu dekade sebelumnya.[77] Banyak warganya yang kabur ke pegunungan, sedangkan masyarakat yang tertangkap menjadi budak.[78] Pasukan Persia lalu membakar kota dan kuil di Naxos.[78] Armada Persia kesudahan menyeberangi Laut Aigea untuk menuju Eretria. Dalam perjalanannya, pasukan Persia mengambil sandera dan pasukan dari tiap pulau yang mereka singgahi.[77]

Pasukan Persia berlayar ke Euboia, dan mengadakan kampanye menuju target utama mereka yang pertama, Eretria.[79] Orang Eretria tidak berusaha untuk mencegah pasukan Persia berlabuh dan berarak menuju kota mereka, Dampaknya pasukan Persia dapat mengepung Eretria.[80] Selama enam hari, pasukan Persia menyerang dinding pertahanan Eretria dan kerugian dialami oleh kedua belah pihak;[80] Namun, pada hari ketujuh, dua orang Eretria yang terkemuka membuka gerbang. Mereka berkhianat dan menyerahkan kota kepada pasukan Persia.[80] Kota itu dihancurkan, dan kuil serta suaka suci dijarah dan dibakar. Selain itu, sesuai perintah Darius, semua masyarakat kota menjadi budak.[80]

Pertempuran Marathon

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Sayap pasukan Yunani mengepung pasukan Persia pada Pertempuran Marathon.

Selanjutnya armada Persia mengadakan kampanye ke selatan menuju Pesisir Attika. Mereka berlabuh di Pantai Marathon, sekitar 25 mil (40 km) dari Kota Athena.[81] Di bawah panduan Miltiades, seorang jenderal yang punya banyak pengalaman bertempur melawan orang Persia, pasukan Athena mengadakan kampanye untuk menghalangi dua jalur keluar dari daratan Marathon. Kebuntuan berlanjut selama lima hari, sebelum hasilnya pasukan Athena (untuk gagasan yang tidak diketahui) memutuskan untuk menyerang pasukan Persia.[82] Walaupun pasukan Persia memiliki prajurit yang jauh lebih banyak, namun hoplites Yunani terbukti efektif melawan infanteri ringan Persia. Pasukan Yunani memukul mundur kedua sayap pasukan Persia sebelum kesudahan megacak-acak bidang tengahnya. Sisa-sisa pasukan Persia kabur ke kapal mereka dan meninggalkan pertempuran.[83] Herodotos mencatat bahwa sekitar 6.400 mayat prajurit Persia ditemukan di tempat pertempuran, sedangkan pasukan Athena hanya kehilangan 192 pprajurit.[84]

Segera setelah pasukan Persia yang selamat mengadakan kampanye ke laut, pasukan Athena dengan cepat berlanjut kembali ke kota Athena.[85] Pasukan Athena tiba akurat waktu untuk mencegah Artaphernes berlabuh di Kota Athena. Menyadari bahwa kesempatannya sudah hilang, Artaphernes pun mengakhiri kampanye ini dan kembali ke Asia.[86]

Pertempuran Marathon adalah titik belakang pada Perang Yunani-Persia, dan menunjukkan bahwa pasukan Persia dapat dikalahkan. Kejadian itu juga menunjukkan keunggulan hoplites Yunani, yang bersenjata lebih berat, dan memperlihatkan bahwa hoplites sangat potensial jika digunakan secara akurat.[83] Pertempuran Marathon barangkali sekarang lebih terkenal sebagai asal usul untuk balapan Marathon.iii[›]

Masa jeda (490–480 SM)

Persia

Setelah gagal pada invasi pertamanya, Darius mulai mendirikan pasukan yang lebih akbar untuk benar-benar menaklukkan Yunani; namun pada tahun 486 SM Mesir melaksanakan pemberontakan terhadap Persia sehingga ekspedisi ke Yunani harus ditunda.[87] Darius meninggal saat masih bersedia untuk mengadakan kampanye ke Mesir, dan takhta Persia beralih kepada putranya Xerxes I.[88] Xerxes menumpas pemberontakan Mesir, dan dengan cepat mempersiapkan kembali pasukan untuk menyerang Yunani lagi.[89] Sebab ini adalah invasi berskala akbar, karenanya dibutuhkan perencanaan, pengumpulan perbekalan, dan persiapan prajurit yang cukup lama. Xerxes memutuskan bahwa Hellespontos akan menjadi jalur untuk pasukannya untuk menyeberang ke Eropa, dan kanal harus digali menyeberangi tanah genting di Gunung Athos (armada Persia pernah dihancurkan pada tahun 492 SM saat berusaha memutari garis pantai ini). Rencana Xerxes adalah proyek luar biasa yang belum pernah dimainkan siapapun pada masanya.[90] Namun, kampanye harus tertunda selama satu tahun sebab terjadi pemberontakan lagi di Mesir dan Babilonia.[91]

Persia bersimpati kepada beberapa negara kota Yunani, termasuk Argos, yang berjanji akan memihak Persia begitu pasukan Persia mencapai perbasatan mereka.[92] Keluarga Aleuadai, yang memerintah kota Larissa di Thessalia, melihat invasi ini sebagai suatu kesempatan untuk memperluas kekuasaan mereka.[93] Sementara Thebes, walaupun tidak secara terang-terangan bersekutu dengan Persia, diduga bersedia menolong pasukan Persia begitu invasi tiba.[94][95]

Pada tahun 481 SM, setelah sekitar empat tahun persiapan, Xerxes mulai mengumpulkan pasukannya untuk menyerang Eropa. Herodotos memberikan daftar nama 46 bangsa yang prajuritnya menjadi bidang dalam pasukan Xerxes.[96] Pasukan Persia berkumpul di Asia Kecil pada musim panas dan musim gugur tahun 481 SM. Pasukan dari kesatrapan timur berkumpul di Kritala, Kappadokia dan dipimpin oleh Xerxes ke Sardis. Di sana mereka menghabiskan musim dingin.[97] Pada awal musim semi, pasukan mengadakan kampanye ke Abydos, dan mereka bergabung dengan pasukan dari kesatrapan barat.[98] Lalu pasukan yang telah dikumpulkan oleh Xerxes itu berarak menuju Eropa, menyeberangi Hellespontos melalui dua jembatan ponton.[99]

Jumlah Pasukan Persia

Jumlah prajurit yang dikumpulkan oleh Xerxes pada invasi kedua ke Yunani telah menjadi tema perdebatan yang tiada kesudahan. Sebagian akbar sejarawan modern menolak jumlah 2,5 juta prajurit yang ditulis oleh Herodotos serta para penulis kuno lainnya, sebab jumlah tersebut tidak realistis, selain itu pihak pemenang sangat mungkin telah melaksanakan miskalkulasi dan membesar-besarkan jumlah pasukan musuh. Topik ini banyak diperdebatkan, tetapi kesepakatan para sejarawan berkisar sekitar 200.000 prajurit.[100]

Jumlah armada laut Persia juga dipertentangkan, meski tidak sesering pasukan daratnya. Para penulis kuno lainnya setuju dengan angka yang diberikan oleh Herodotos, adalah 1.207 kapal. Jumlah ini menurut standar kuno cukup konsisten, dan dapat ditafsirkan bahwa jumlahnya sekitar 1.200 kapal. Di selang para sejarawan modern, beberapa benar yang menerima jumlah ini, walaupun tetap berpendapat bahwa jumlahnya lebih sedikit pada Pertempuran Salamis.[101][102][103] Karya-karya terkini lainnya mengenai Perang Yunani-Persia menolak angka ini, dan melihat bahwa 1.207 adalah peniruan dari jumlah kapal armada gabungan Yunani dalam Iliad. Karya-karya itu secara umum mengklaim bahwa Persia mengirimkan tidak lebih dari 600 kapal perang menyeberangi Laut Aigea.[103][104][105]

Yunani

Athena

Setahun setelah kejadian di Marathon, pahlawan Athena, Miltiades, terluka dalam suatu pertempuran kecil. Mengambil kesempatan dari hal ini, keluarga Alkmaionidai yang berpengaruh, menyusun rencana supaya dia dihukum.[106] Miltiades diberikan denda yang akbar atas kejahatan 'menipu rakyat Athena', tetapi dia meninggal seminggu kesudahan sebab lukanya.[106]

Politisi Themistokles, yang landasan kekuasaannya secara kuat tertanam di kalangan orang miskin, mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh Miltiades, dan pada dekade berikutnya dia menjadi politisi sangat berpengaruh di Athena.[106] Pada periode ini, Themistokles terus berupaya supaya Athena mengembangkan daya lautnya.[106] Rakyat Athena sadar selama masa itu bahwa Persia masih akan menguasai Yunani,[89] dan kebijakan laut Themistokles probabilitas dilihat dalam ancaman potensial dari Persia.[106] Aristides, lawan politik Themistokles, dan orang yang terkemuka dari zeugites (kelas sosial atas atau kelas hoplites) dengan keras menentang kebijakan Themistokles.[107]

Pada tahun 483 SM, lapisan perak yang akbar ditemukan di pertambangan Athena di Laurion.[108] Themistokles mengusulkan supaya perak itu digunakan untuk mendirikan armada kapal trireme baru. Supaya usulannya diterima, Themistokles berbohong dan menyebut bahwa Athena membutuhkan armada tambahan untuk mendukung peperangan melawan Aigina.[109] Plutarkhos berpendapat bahwa Themistokles secara berahti-hati tidak menyebut-nyebut Persia sebab ancaman dari Persia masih terlalu jauh dari Athena untuk ditanggapi, tetapi Themistokles memang memaksudkan armada tambahan itu untuk menghadapi Persia.[108] Fine berpendapat bahwa banyak orang Athena yang mengakui bahwa armada laut tambahan memang dibutuhkan untuk menahan Persia, yang persiapan kampanye militernya belum dikenal.[110] Usulan Themistokles dengan mudah disetujui, walaupun mendapat tentangan keras dari Aristides. Lolosnya usulan itu probabilitas sebab banyaknya orang Athena yang akan mendapat bayaran dengan menjadi pendayung kapal.[110] Tidak dikenal dari sumber kuno apakah 100 atau 200 kapal yang pada awal mulanya disetujui; adun Fine maupun Holland berpendapat bahwa pada awal mulanya 100 kapal disetujui lalu jumlah ini bertambah mencapai seperti yang benar pada invasi kedua.[109][110] Aristides bertali-tali menetang kebijakan Themistokles, dan ketegangan di selang kedunya terus meningkat, sah ostrakisme pada tahun 482 SM menjadi kontes langsung selang Themistokles dan Aristides.[109] Dalam apa yang Holland sebut sebagai, pada landasannya, referendum pertama di dunia, Aristides diostrakisasi, dan kebijakan Themistokles disahkan.[109] Dan memang, sebab semakin menyadari persiapan Persia untuk melaksanakan invasi kedua, rakyat Athena memilih untuk menciptakan kapal lebih banyak daripada permintaan Themistokles.[109] Dengan demikian, menjelang invasi Persia, Themistokles telah menjadi politisi terkemuka di Athena.[111]

Sparta

Raja Sparta Demaratos dijatuhkan dari takhtanya pada tahun 492 SM, dan digantikan oleh sepupunya Leotykhides. Setelah tahun 490 SM, Demaratos yang merasa sakit hati kesudahan memilih mengasingkan diri. Dia mencapai di istana Darius di Susa.[87] Semenjak itu Demaratos menjadi penasihat Darius untuk urusan Yunani. Saat Xerxes naik takhta, Demaratos terus bekerja sebagai pensihat. Dia bahkan turut menemani Xerxes pada invasi kedua Persia.[112] Pada kesudahan buku 7 Herodotos, benar suatu anekdot yang bersesuaian dengan invasi kedua, dikemukakan Demaratos mengirimkan lembaran kayu memakai ikat lilin kosong ke Sparta. Saat lilinnya dihapuskan, suatu pesan terlihat. Pesan tersebut diukir pada kayu yang dilapisi lilin itu dan isinya adalah memperingatkan Sparta mengenai rencana Xerxes.[113] Akan tetapi, banyak sejarawan percaya bahwa bab ini diisikan ke dalam tulisan Herodotos oleh penulis pada masa selanjutnya, probabilitas untuk mengisi kekosongan selang kesudahan buku 7 dan awal buku 8. Kebenaran kisah tersebut dengan demikian tidak dikenal secara pasti.[114]

Persekutuan Yunani

Pada tahun 481 SM, Xerxes mengirim utusan ke seluruh Yunani untuk menanti tanah dan cairan sebagai lambang penyerahan diri, tetapi utusan-utusannya secara sengaja tidak datang ke Athena dan Sparta.[115] Dengan demikian dukungan mulai diberikan kepada dua negara ini. Kongres negara kota disediakan di Korinthos pada kesudahan musim gugur pada tahun 481 SM, dan aliansi konfederasi negara kota Yunani diwujudkan.[116] Konfederasi ini memiliki kekuasaan untuk mengirim utusan untuk menanti pertolongan dan untuk menarik pasukan dari tiap negara anggotanya demi membentuk pasukan gabungan. Herodotos tidak menyebut nama persekutuan itu tetapi hanya menyebutnya "οἱ Ἕλληνες" (bangsa Yunani) dan "orang Yunani yang bersekutu" (terjemahan Godley) atau "orang Yunani yang bersatu" (terjemahan Rawlinson).[117] Setelah itu, mereka dikata sebagai 'Sekutu'. Sparta dan Athena berperan penting dalam kongres tersebut tetapi minat negara kota lainnya juga turut menentukan dalam mewujudkan strategi pertahanan.[118] Hanya sedikit yang dikenal tentang pekerjaan internal mengenai diskusi kongres dalam pertemuannya. Hanya 70 dari sekitar 700 negara kota Yunani yang mengirim perwakilan. Walaupun demikian, persatuan ini sangat penting untuk dunia Yunani yang terpecah-pecah, khususnya sebab banyak negara kota Yunani yang pada saat itu masih saling bertempur satu sama lain.[119]

Invasi kedua ke Yunani (480–479 SM)

Awal 480 SM: Thrakia, Makedonia, dan Thessalia

Setelah menyeberang ke Eropa pada bulan April 480 SM, pasukan Persia mulai memasuki Yunani, dan memakan waktu tiga bulan untuk berlanjut tanpa faktor yang menghalangi dari Hellespontos ke Therme. Mereka selesai sejenak di Doriskos, di sana mereka bergabung dengan armada laut. Xerxes mereorganisasi pasukan menjadi unit-unit taktis menggantikan formasi nasional yang sebelumnya digunakan untuk berlanjut dari Persia.[120]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Persitiwa penting pada invasi kedua ke Yunani.

Persekutuan Yunani kembali melaksanakan pertemuan pada musim semi tahun 480 SM dan setuju untuk mempertahankan Lembah Tempe di perbatasan Thessalia dan menghalangi gerak maju Xerxes.[121] Akan tetapi, begitu tiba di sana, mereka diperingatkan oleh Alexandros I dari Makedonia bahwa lembah tersebut dapat dijadikan terlewat oleh pasukan Persia dan bahwa pasukan Xerxes terlalu akbar, sehingga pasukan Yunani pun mundur.[122] Tidak lama setelah itu, mereka mendapat berita bahwa Xerxes telah menyeberangi Hellespontos.[122] Pada titik ini, strategi kedua diusulkan oleh Themistokles kepada persekutuan Yunani. Rute menuju Yunani selatan (Boiotia, Attika, dan Peloponnesos) menciptakan Xerxes harus berlanjut melalui celah sempit di Thermopylae. Celah tersebut dapat dengan mudah ditutupi oleh hoplites Yunani, walaupun pasukan Persia jauh lebih banyak. Selain itu, arti mencegah pasukan Persia lewat melalui jalur lainnya, karenanya armada laut Athena dan sekutu akan menjaga Selat Artemision. Strategi ganda ini diterima oleh persekutuan Yunani.[123] Namun, kota-kota Peloponnesos menciptakan rencana gerak-mundur untuk mempertahankan Tanah genting Korinthos jika diperlukan, sementara wanita dan anak-anak Athena dievakuasi ke Kota Troezen di Peloponnesos.[124]

Agustus 480 SM: Pertempuran Thermopylae dan Artemision

Perkiraaan waktu kedatangan Xerxes bertepatan dengan waktu Olimpiade dan festival Karneia. Untuk rakyat Sparta, perang tidak boleh dimainkan pada periode tersebut.[125] Walaupun waktunya tidak akurat, rakyat Sparta merasa bahwa ancaman Persia begitu akbar sehingga mereka mengirimkan raja mereka Leonidas I bersama pengwal pribadinya (Hippeis) yang terdiri dari 300 prajurit. Prajurit muda dalam pasukan itu digantikan oleh veteran yang sudah memiliki anak. Dengan demikian, kalau mereka mati pada pertempuran nanti, garis keturunan mereka tetap dapat berlanjut.[125] Leonidas dibantu oleh kontingen dari kota-kota sekutu di Peloponnesos dan juga dari kota-kota sekutu yang disinggahi dalam perjalanan ke Thermopylae.[125] Pasukan Yunani tiba di celah itu, mendirikan kembali tembok yang pernah dibangun oleh orang Phokis di titik tersempit di celah itu, lalu menanti kedatangan pasukan Xerxes.[126]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Celah Thermopylae.

Saat pasukan Persia tiba di Thermopylae pada menengah Agustus, selama tiga hari mereka menunggu pasukan Yunani untuk meniadakan diri. Saat Xerxes sadar bahwa pasukan Yunani memang berniat mempertahankan celah itu, dia kesudahan mengirimkan pasukannya.[127] Namun, letak pasukan Yunani sangat ideal untuk peperangan hoplites. Kontingen Persia dipaksa untuk menyerang phalanx Yunani.[128] Pasukan Yunani bertahan selama dua hari penuh menghadapi serangan Persia, termasuk serangan dari pasukan elite Persia, Pasukan Tidak berkesudahan. Menjelang kesudahan hari kedua, pasukan Yunani dikhianati oleh seorang masyarakat lokal bernama Ephialtes, yang memberitahu Xerxes tentang perlintasan gunung yang terletak di belakang pasukan Yunani. Pengintai Yunani melihat bahwa pasukan Persia akan mengepung pasukan Yunani, karenanya dari itu Leonidas memerintahkan sebagian akbar prajurit untuk mundur, sedangkan sisanya, sekitar 2.000 orang, dengan dipimpin olehnya, akan terus mempertahankan celah. Pada hari terakhir, sisa-sisa pasukan Yunani mencoba membunuh sejumlah mungkin prajurit Persia namun pada hasilnya mereka semua dibunuh atau ditangkap.[129] Perlawanan terakhir pasukan Yunani di bawah pimpinan Leonidas itu menjadi salah satu perlawanan terakhir sangat terkenal dalam sejarah.

Bersamaan dengan Pertempuran di Thermopylae, armada laut Yunani yang terdiri dari 271 trireme, berusaha mempertahankan Selat Artemision melawan Persia, sekaligus melindungi pasukan Yunani di Thermopylae.[130] Di sini, armada laut Yunani menahan Persia selama tiga hari. Pada petang hari ketiga, armada laut Yunani menerima kabar tentang kekalahan Leonidas dan pasukannya di Thermopylae. Sebab armada laut Yunani sudah merasakan banyak kerusakan, dan sebab Thermopylae sudah tidak perlu lagi dilindungi, karenanya armada laut Yunani hasilnya mundur dari Artemision ke Pulau Salamis.[131]

September 480 SM: Pertempuran Salamis

Kekalahan Yunani di Thermopylae menciptakan Boiotia jatuh ke tangan Xerxes; dan menciptakan Attika membuka lebar untuk diserang. Sisa masyarakat Athena dievakuasi, dengan pertolongan armada Yunani, ke Salamis.[132] Pasukan Yunani di Peloponnesos mulai bersedia untuk mempertahankan garis pertahanan di Tanah Genting Korinthos, mendirikan dinding dan menghancurkan perlintasan dari Megara, membiarkan Kota Athena dikuti pasukan Persia.[133] Dengan demikian Athena jatuh ke tangan Persia; sekelompok kecil orang Athena berusaha melindungi Akropolis dan pada hasilnya dikalahkan. Xerxes lalu memerintahkan supaya Athena dihancurkan dan Akropolis dibakar.[134]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pertempuran Salamis (1868) oleh Wilhelm von Kaulbach.

Persia sekarang menguasai sebagian akbar Yunani, tetapi Xerxes barangkali tidak menduga akan mendapat perlawanan sekeras itu; prioritasnya sekarang adalah menyelesaikan perang secepat mungkin.[135] Jika Xerxes dapat memusnahkan tingkatan laut Yunani, karenanya dia akan berada pada letak yang kuat untuk memaksa Yunani menyerah;[136] Di pihak Yunani, Themistokles berkeinginan, dengan menghancurkan tingkatan laut Persia, karenanya penaklukan total oleh Persia dapat dicegah.[137] Armada laut Yunani dengan demikian tetap berada di bebas pantai Salamis hingga September, walaupun Persia akan segera datang. Bahkan setelah Athena jatuh, sisa-sisa armada laut Yunani tetap bertahan di Salamis, mencoba memancing armada Persia untuk bertempur.[138] Sebagian sebab ditipu oleh Thmistokles, armada Persia memasuki Selat Salamis.[139] Di selat yang sempit itu, kapal Persia yang terlalu banyak justru menjadi rintangan, sebab kapal-kapal mereka menjadi sulit bermanuver dan tidak terorganisir.[140] Melihat kesempatan ini, armada laut Yunani menyerang dan meraih kemenangan telak atas Persia. Mereka menenggelamkan atau menangkap setidaknya 200 kapal. Dengan demikian, Peloponessos tetap terlindung.[141]

Sesuai Herodotos, setelah kekalahan itu Xerxes sempat berupaya mendirikan perlintasan melalui kanal untuk menyerang para pengungsi Athena di Salamis, tetapi proyek ini dengan segera dihentikan. Dengan hilangnya daya laut Persia, Xerxes merasa takut bahwa pasukan Yunani akan berlayar ke Hellepontos dan menghancurkan jembatan pontonnya. Jika jembatan itu dihancurkan, karenanya pasukan darat Persia akan terjebak di Yunani.[142] Jenderalnya, Mardonios, bersedia tetap tinggal di Yunani dan menyelesaikan sisa penaklukan dengan sekumpulan pasukan yang dipilihnya sendiri, sementara Xerxes kembali ke Asia bersama sebagian akbar pasukannya.[143] Mardonios melalui musim dingin di Boiotia dan Thessalia; dengan demikian, rakyat Athena dapat kembali ke kota mereka, yang sudah dibakar, pada musim dingin.[135]

Juni 479 SM: Pertempuran Plataia dan Mykale

Seusai musim dingin, muncul ketegangan di pihak Yunani. Khususnya, orang Athena, yang tidak dilindungi oleh tanah genting, padahal armada laut Athena adalah kunci dilindunginya Peloponessos. Merasa tidak puas, Athena menolak turut serta dalam armada laut Yunani pada musim semi.[144] Mardonios bertahan di Thessalia, sebab dia tahu bahwa tidak benar artinya menyerang tanah genting. Di lain pihak, pasukan Yunani juga tidak bersedia mengirim tentara keluar dari Peloponnesos, sehingga terjadilah kebuntuan.[144] Mardonios mengadakan kampanye untuk memecah kebuntuan, dengan menawarkan perdamaian kepada Athena, menggunakan Alexandros I dari Makedonia sebagai penengah.[145] Rakyat Athena memastikan bahwa delegasi Sparta mendengar tawaran itu, lalu kesudahan menolaknya.[145] Dengan demikian, Athena lagi-lagi harus dievakuasi, dan pasukan Persia mengadakan kampanye ke selatan lalu kembali menguasai Athena. Mardonios sekarang kembali menawarkan perdamaian kepada para pengungsi Athena di Salamis. Athena, bersama Megara dan Plataia, mengirim utusan ke Sparta untuk menanti pertolongan, dan mengancam akan menerima tawaran Persia jika Sparta tidak bersedia menolong.[146] Sebagai tanggapannya, Sparta mengirim sejumlah akbar pasukan dari kota-kota Peloponnesos dan mengadakan kampanye menuju pasukan Persia.[147]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pertempuran Plataia, gerak mundur pasukan Yunani menjadi serampangan dan pasukan Persia menyeberangi sungai Asopos untuk menyerang pasukan Yunani.

Saat Mardonius mengetahui bahwa pasukan persekutuan Yunani sudah mengadakan kampanye, dia pun mundur ke Boiotia, di tidak jauh Plataia, dan berusaha memancing pasukan Yunani ke daerah membuka supaya dia dapat menggunakan kavalerinya.[148] Pasukan Yunani, di bawah komando Pausanias, bertahan di dataran tinggi di atas Plataia supaya mereka tidak terjebak oleh strategi Persia.[149] Setelah beberapa hari terjadi kebuntuan, Pausanis memerintahkan pasukan Yunani untuk mundur ke letak asalnya pada malam hari.[149] Gerakan mundur ini terjadi secara serampangan, dan menciptakan pasukan Athena, Sparta, serta Tegea terjebak di bukit tertutup, sementara kontingen-kontingen lainnya tersebar terpisah-pisah di tidak jauh Plataia.[149] Melihat keadaan ini, pasukan Persia merasa bahwa ini adalah saat yang akurat untuk menyerang. Mardonios memerintahkan seluruh pasukannya untuk maju.[150] Namun, infanteri Persia terbukti tidak dapat menandingi hoplites Yunani yang bersenjata berat,[151] dan pasukan Sparta sukses mendobrak barisan pengawal Mardonios lalu membunuhnya.[152] Setelah itu, pasukan Persia menjadi panik dan kocar-kacir; 40.000 prajurit sukses menyelamatkan diri melalui perlintasan ke Thessalia,[153] tetapi sisanya kabur ke ke perkemahan Persia dan di sana mereka dikepung lalu dibantai oleh pasukan Yunani. Kejadian ini sekaligus memastikan kemenangan Yunani.[154][155]

Herodotos menceritakan bahwa, pada sore hari dalam Pertempuran Plataia, rumor mengenai kemenangan Yunani didengar oleh armada laut Yunani, yang saat itu masih berada di bebas pantai Gunung Mykale di Ionia.[156] Semangat mereka langsung meningkat, dan armada laut Yunani maju untuk melawan armada Persia di sana. Dalam Pertempuran Mykale itu, yang berlanjut pada hari yang sama dengan Pertempuran Plataia, pasukan Yunani meraih kemenangan dan menghancurkan sisa-sisa tingkatan laut Persia, sekaligus melumpuhkan daya laut Xerxes, dan menandai kebangkitan tingkatan laut Yunani.[157] Sementara para sejarawan modern meragukan apakah kejadian di Mykale benar-benar terjadi pada hari yang sama dengan kejadian di Plataia, namun Pertempuran Mykale hanya dapat terjadi setelah armada laut Yunani menerima berita dari Plataia.[158]

Serangan belakang Yunani (479–478 SM)

 

Mykale – Sestos – Siprus – Byzantion

Mykale dan Ionia

Kejadian di Mykale menjadi awal dari fase baru dalam konflik Yunani-Persia, yang mana pihak Yunani mulai melaksanakan ofensif terhadap Persia.[159] Kemenangan Yunani di Mykale menyebabkan kota-kota Yunani di Asia kecil kembali memberontak. Orang Samos dan orang Miletos telah secara aktif bertempur melawan Persia di Mykale, dan secara membuka menyatakan pemberontakan mereka, yang kesudahan diiringi pula oleh kota-kota lainnya.[160][161]

Sestos

Tidak lama setelah kejadian di Mykale, pasukan Yunani berlayar ke Hellespontos untuk menghancurkan jembatan ponton, tetapi mereka mendapati bahwa jembatan itu ternyata sudah tidak benar.[162] Armada Peloponnesos lalu berlayar kembali ke Yunani, tetapi pasukan Athena tetap berada di sana untuk menyerang Khersonesos, yang masih diduduki oleh Persia.[162] Pasukan Persia dan sekutu mereka berjaga di Sestos, kota terkuat di daerah itu. Di selang mereka adalah Oiobazos dari Kardia, yang memiliki tali dan beragam perlengkapan lainnya kesan dari jembatan ponton Persia.[163] Gubernur Persia di sana, adalah Artayktes, tidak pernah bersedia untuk menghadapi suatu pengepungan, sebab dia percaya bahwa pasukan Yunani tidak akan menyerang.[164] Dengan demikian, pasukan Athena dapat melaksanakan pengepungan terhadap Kota Sestos.[162] Pengepungan itu berlanjut selama beberapa bulan, dan menyebabkan banyak ketegangan serta ketidakpuasan bahkan di kalangan pasukan Athena sendiri,[165] tetapi pada hasilnya kota itu kehabisan makanan dan pasukan Persia yang benar di sana melarikan diri pada malam hari melalui tempat yang penjagaannya kurang.[166] Dengan demikian, Athena dapat menguasai kota itu keesokan hari.[166]

Sebagian akbar prajurit Athena dikirim untuk mengejar pasukan Persia yang kabur.[166] Himpunan Oiobazos ditangkap oleh satu suku Thrakia, dan Oiobazos sendiri dikorbankan untuk dewa Plistoros.[167] Sementara itu pasukan Athena sukses menangkap Artayktes, dan membunuh beberapa prajurit Persia yang benar bersamanya, tetapi pasukan Athena menawan sebagian akbar dari mereka, termasuk Artayktes.[167] Artayktes disalibkan atas permintaan warga Elaios, suatu kota yang pernah dijarah oleh Artayktes.[168] Setelah tidak benar lagi urusan di Sestos, pasukan Athena pun berlayar pulang, dan tidak tidak teringat mereka membawa tali dari jembatan ponton Persia sebagai trofi kemenangan atas Persia.[169]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Citra satelit yang menunjukkan pulau Siprus.

Siprus

Pada tahun 478 SM, akad persekutuan di Yunani masih berlanjut, dan mereka mengirim suatu armada yang terdiri dari 20 kapal dari Peloponnesos serta 30 kapal Athena, dengan tujuan mendukung kota-kota sekutu yang jumlahnya tidak dikenal. Armada itu dipimpin oleh Pausanias. Menurut Thukydides, armada ini berlayar ke Siprus dan "menduduki sebagian akbar pulau tersebut".[170] Tidak dikenal secara pasti apa maksud Thukydides. Sealey berpendapat bahwa ini pada landasannya adalah penyerangan untuk menjarah sejumlah mungkin harta dari garnisun Persia di Siprus.[171] Benar dugaan bahwa pasukan Yunani berniat untuk menguasai pulau tersebut, dan tidak lama setelah itu, mereka berlayar ke Byzantion.[170] Yang jelas, fakta bahwa Liga Delos berulang kali melaksanakan kampanye militer di Siprus menunjukkan bahwa di pulau itu tidak didirikan garnisun oleh Yunani pada tahun 478 SM, dan jikapun benar garnisun Yunani, karenanya probabilitas akbar garnisun itu dengan cepat diusir.

Byzantion

Armada Yunani berlayar ke Byzantion, yang kesudahan mereka kepung, dan pada hasilnya mereka kuasai.[170] Kendali atas Sestos dan Byzantion menjadikan pasukan Yunani memiliki kuasa atas selat selang Eropa dan Asia (yang penah dilalui oleh Persia), dan memungkinkan mereka mengakses jalur perdagangan di Laut Hitam.[172]

Dampak dari pengepungan itu terbukti membawa persoalan untuk Pausanias. Tidak dikenal secara jelas apa yang terjadi; Thukydides memberi sedikit rincian, walaupun penulis pada masa berikutnya menambahkan banyak tuduhan mengerikan.[172] Melalui arogansi dan aksinya yang semena-mena (Thukydides menyebutnya "kekejaman"), Pausanias sukses mengucilkan banyak kontingen pasukan Yunani, khusunya yang baru saja bebas sama sekali dari kekuasaan Persia.[171][172][173] Orang-orang Ionia dan beberapa lainnya menanti Athena untuk mengambil alih kepemimpinan kampanye, dan Athena menyetujui hal ini.[173] Sparta, setelah mengetahui perilaku Pausanias, segera memanggilnya dan mengadilinya atas tuduhan bekerja sama dengan musuh. Walaupun Pausanias dimerdekakan, tetapi reputasinya sudah rusak dan dia tidak lagi diizinkan memimpin pasukan Yunani.[173]

Pausanias kembali ke Byzantion sebagai warga negara pada tahun 477 SM, dan menguasai kota itu mencapai dia diusir oleh orang Athena. Dia lalu menyeberangi Bosporus dan bermukim di Kolonai di Troad, mencapai kesudahan dia lagi-lagi dituduh bekerja sama dengan Persia. Dia dipanggil lagi ke Sparta dan kembali diadili. Setelah itu, dia menciptakan dirinya kelaparan mencapai mati.[174] Waktu kejadiannya tidak jelas, tetapi Pausanias mungkin menguasai Byzantion mencapai tahun 470 SM.[174]

Peperangan Liga Delos (477–449 SM)

Peperangan Liga Delos

 

Eion – Skyros – Karystos – Naxos ketiga – Eurymedon – Thasos – Khersonesos – Pampremis – Memphis – Prosopitis – Mendision – Kition – Salamis di Siprus

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Athena dan "kekaisaran"nya pada tahun 431 SM. Kekaisaran Athena adalah keturunan langsung dari Liga Delos.

Liga Delos

Setelah kejadian Byzantion, Sparta diduga sangat akan mengehentikan keterlibatan mereka dalam perang. Sparta berpendapat bahwa dengan dimerdekakannya Yunani daratan dan kota-kota Yunani di Asia Kecil, karenanya tujuan perang sudah tercapai. Selain itu, Sparta juga probabilitas merasa bahwa tidak mungkin memberi keamanan jangka panjang untuk kota-kota Yunani di Asia.[175] Setelah kejadian di Mykale, Raja Sparta Leotykhides sudah mengusulkan untuk memindahkan seluruh orang Yunani dari Asia Kecil ke Eropa sebagai satu-satunya metode yang permanen untuk membebaskan mereka dari ancaman Persia. Xanthippos, komandan Athena di Mykale, secara keras menolak usulan ini. Kota-kota Ionia pada awal mulanya adalah koloni Athena, dan menurutnya, orang Athenalah yang akan melindungi kota-kota Ionia.[175] Pada saat inilah, kepemimpinan pasukan Yunani mulai secara efektif beralih kepada Athena.[175] Dengan mundurnya Sparta dari Byzantion, kepemimpinan Athena atas pasukan Yunani semakin terlihat jelas.

Persekutuan negara kota Yunani yang longgar yang telah bertempur melawan invasi Xerxes, dulu didominasi oleh Sparta bersama Liga Peloponnesosnya. Sekarang dengan penarikan mundur Sparta dan sekutu-sekutunya, kongres negara kota kembali diselengarakan di Pulau Delos yang suci untuk membentuk suatu persekutuan baru untuk melanjutkan perlawanan terhadap Persia. Persekutuan baru ini mencakup banyak negara kota di Aigea dan secara formal didirikan sebagai 'Persekutuan Athena Pertama', lebih dikenal sebagai Liga Delos. Menurut Thukydides, tujuan resmi liga ini adalah untuk "membalas penderitaan dengan metode menghancurkan wilayah kaisar [Persia]".[176] Pada kenyataannya, tujuan ini dibagi menjadi tiga usaha utama—mempersiapkan invasi pada masa depan, memberi pembalasan kepada Persia, dan mengatur pembagian harta rampasan perang. Tiap anggotanya boleh memilih untuk menyediakan pasukan bersenjata atau membayar pajak, yang disimpan sebagai kas bersama; sebagian akbar negara kota memilih untuk membayar pajak.[176]

Kampanye melawan Persia

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta yang menunjukkan lokasi pertempuran yang dimainkan oleh Liga Delos, 477–449 SM

Sepanjang tahun 470-an SM, Liga Delos melaksanakan kampanye militer di Thrakia dan Aigea untuk menumpas sisa-sisa garnisun Persia dari daerah itu, terutama di bawah komando politisi Athena, Kimon.[177] Pada awal dekade berikutnya, Kimon mulai melaksanakan kampanye militer di Asia Kecil, berupaya untuk menguatkan letak Yunani di sana.[178] Pada Pertempuran Eurymedon di Pamphylia, pasukan Athena dan armada sekutunya meraih kemenangan ganda yang sangat telak, mereka menghancurkan armada laut Persia dan kesudahan melabuhkan pasukan daratnya, yang juga sukses mengalahkan pasukan darat Persia. Setelah pertempuran ini, pihak Persia pada landasannya bertindak lebih pasif dan defensif, mereka berusaha tidak terlalu mengambil risiko dalam pertempuran.[179]

Menjelang kesudahan tahun 460-an SM, Athena menutuskan untuk menjalankan keputusan yang sangat ambisius, adalah mendukung pemberontakan di kesatrapan Mesir di Kekaisaran Persia. Walaupun pasukan Yunani pada awal mulanya meraih kesuksesan, namun mereka tidak dapat menguasai garnisun Persia di Memphis, walaupun mereka telah mengepungnya selama tiga tahun.[180] Pasukan Persia lalu melancarkan serangan belakang, dan kali ini giliran pasukan Athena yang dikepung selama 18 bulan, sebelum kesudahan disapu mandek.[181] Kegagalan ini, ditambah dengan peperangan yang masih berlanjut melawan Sparta di Yunani, menciptakan Athena terpaksa menghentikan perseteruannya dengan Persia.[182] Akan tetapi, pada tahun 451 SM, suatu akad damai disepakati di Yunani, sehingga Kimon dapat memimpin suatu ekspedisi ke Siprus. Namun, saat masih mengepung Kota Kition, Kimon meninggal dan pasukan Athena terpaksa harus mundur, memenangkan kemenangan ganda lainnya pada Pertempuran Salamis-di-Siprus dengan tujuan menyelesaikan konflik ini.[183] Kampanye ini menandai kesudahan peperangan selang Liga Delos dan Persia, dan sekaligus mengakhiri Perang Yunani-Persia.[184]

Kesepakatan damai

Setelah Pertempuran Salamis-di-Siprus, Thukydides tidak lagi menyebutkan konflik dengan Persia, dia hanya menuliskan bahwa pasukan Yunani pulang.[183] Diodoros, di lain pihak, mengklaim bahwa setelah kejadian di Salamis, suatu akad damai ("Perdamaian Kallias") disepakati oleh pihak Yunani dan Persia.[185] Diodoros barangkali mengikuti sejarah yang ditulis oleh Ephoros, yang diduga dipengaruhi oleh gurunya. Isokrates—yang darinya dipercaya benar rujukan tertua mengenai perdamaian tersebut, pada tahun 380 SM.[18] Bahkan pada masa zaman ke-4 SM, gagasan mengenai akad itu cukup kontroversial, dan dua penulis dari periode itu, yakni Kallisthenes dan Theopompos, terlihat menolak terjadinya akad itu.[186]

Benar probabilitas, sebelumnya pihak Athena sudah pernah berupaya bernegosiasi dengan Persia. Plutarkhos berpendapat bahwa setelah kejadian di Eurymedon, Artaxerxes setuju untuk menyelenggarakan kesepakatan damai dengan Yunani, bahkan akad itu dinamai dari nama utusan dari Athena, adalah Kallias, yang terlibat dalam akad tersebut. Akan tetapi, seperti yang diakui oleh Plutarkhos, Kallisthenes menolak bahwa akad jenis itu disepakati pada titik ini (sek. 466 SM).[179] Herodotos juga menyebutkan bahwa Athena diwakili oleh kallias, yang dikirim ke Susa untuk bernegosiasi dengan Artaxerxes.[187] Utusan ini mencakup beberapa perwakilan Argos dan dengan demikian barangkali terjadi sekitar 461 SM (setelah Athena bersekutu dengan Argos).[18] Utusan ini mungkin telah berusaha untuk mencapai semacam kesepakatan damai, dan bahkan diduga bahwa kegagalan dari negosiasi ini berujung pada keputusan Athena untuk mendukung pemberontakan di Mesir.[188] Dengan demikian, sumber-sumber kuno pada umumnya saling berbeda argumen mengenai apakah benar-benar pernah terjadi kesepakatan damai. Dan jika memang terjadi, tanggal pastinyaa juga masih diperdebatkan.

Para sejarawan modern juga berbeda pendapat; misalnya, Fine menerima konsep Perdamaian Kallias,[18] sedangkan Sealey menolaknya.[189] Holland menerima bahwa semacam diskusi terjadi selang Yunani dan Persia tetapi tidak pernah terjadi kesepakatan damai.[190] Fine berpendapat bahwa argumen Kallisthenes, yang menyangkal bahwa akad damai dibuat setelah kejadian Eurymedon, tidak menutupi probabilitas diterapkannya akad damai pada waktu lainnya. Lebih jauh lagi, Fine berpendapat bahwa Theopompos sebenarnya merujuk pada akad damai yang diduga telah ditawarkan dengan Persia pada tahun 432 SM.[18] Jika argumen ini berlaku, karenanya akan menghilangkan satu faktor yang menghalangi akbar terhadap penerimaan terjadinya akad damai. Bukti lainnya yang mendukung benarnya akad damai adalah penarikan mundur Athena yang tiba-tiba dari Siprus pada tahun 449 SM, yang menurut Fine cukup masuk cara melakukan sesuatu jika dimainkan sebab benarnya akad damai.[191] Di lain pihak, jika memang benar akad damai, adalah sangat aneh Thukydides tidak menyebutkannya. Dalam digresinya tentang pentekontaitia, tujuannya adalah menjelaskan kebangkitan kekuasaan Athena. Dan dalam narasinya, Thukydides tidak tidak teringat menguraikan keterlibatan para sekutu dari Liga Delos dalam perkembangan itu, sah jika benar akad damai, tentu akan menjadi salah satu tahap penting dalam sejarah perkembangan Athena.[192] Benar pula yang berpendapat bahwa benar bagian-bagian dalam tulisan Thukydides yang merujuk pada akad damai.[18] Namun hingga sekarang tidak benar kesepakatan di selang para sejarawan mengenai akad damai tersebut.

Jika akad itu benar-benar terjadi, isinya sangatlah memalukan untuk Persia, Naskah kuno yang memberi rincian akad itu cukup konsisten dalam menjabarkan ketentuan-ketentuan dalam akad terssebut, selang lain:[18][185][186]

  • Semua kota Yunani di Asia merdeka dari kekuasaan Persia
  • Satrap Persia (dan mungkin pasukan daratnya) tidak boleh melaksanakan perjalanan ke bidang barat dari Sungai Halys (menurut Isokrates) atau melaksanakan perjalanan lebih pendek dari sehari dengan mengguanakan kuda ke Laut Aigea (menurut Kallisthenes) atau melaksanakan perjalanan lebih pendek dari tiga hari dengan berlanjut kaki ke ke Laut Aigea (menurut Ephorus dan Diodoros).
  • Kapal perang Persia tidak boleh berlayar ke bidang barat Phaselis (di pesisir selatan Asia Kecil), atau ke bidang barat Tebing Kyanaia (kemungkinan di ujung selatan Bosporus, di pesisir utara Asia Kecil).
  • Jika semua syarat di atas dipatuhi oleh Persia, karenanya Athena tidak akan mengirim pasukan ke tanah yang diduduki oleh Persia.

Dampak dan konflik selanjutnya

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Fase-fase pada Perang Peoponnesos.

Menjelang kesudahan konflik Yunani-Persia, ronde yang mana Liga Delos menjadi Kekaisaran Athena sudah semakin terlihat.[190] Walaupun Yunani sudah tidak lagi bertempur dengan Persia, namun sekutu-sekutu Athena tetap diharuskan untuk mengirim kapal atau membayar uang kepada Athena.[192] Di Yunani, Perang Peloponnesos Pertama selang Athena dan Sparta, yang berlanjut semenjak tahun 460 SM dengan beberapa kali jeda, hasilnya akhir-akhirnya pada tahun 445 SM, dengan akad gencatan senjata untuk tiga puluh tahun berikutnya.[193] Namun, perseturuan selang Sparta dan Athena tidak hasilnya dan mereka kembali bertempur 14 tahun kesudahan, bahkan sebelum gencatan senjata beres, dan ini menandai dimulainya Perang Peloponnesos Kedua.[194] Konflik yang menghancurkan ini, yang berlanjut selama 27 tahun, pada hasilnya berujung pada musnahnya kekuasaan Athena dan bubarnya Kekaisaran Athena. Ini juga menjadi awal dari hegemoni Sparta atas Yunani.[195] Akan tetapi, bukan hanya Athena yang menderita dampak perang ini, sebab konflik ini secara signifikan telah melemahkan seluruh Yunani.[196]

Berulang kali dikalahkan dalam pertempuran oleh Yunani, dan direpotkan oleh banyak pemberontakan dalam negeri yang mengganggu kemampuan Persia melawan Yunani, hasilnya setelah tahun 449 SM, Kaisar Artaxerxes I dan para penerusnya menggunakan metode yang berbeda, adalah politik adu domba.[196] Persia tidak lagi secara langsung menyerang Yunani, melainkan berusaha menciptakan Athena bertempur melawan Sparta. Persia secara rutin menyuap para politisi di Yunani untuk mencapai tujuan mereka. Dengan metode ini, orang-orang Yunani sibuk bertempur satu sama lain dan tidak lagi menaruh perhatian untuk menyerang Persia.[196] Tidak benar konflik membuka selang Yunani dan Persia mencapai tahun 396 SM, saat Raja Sparta Agesilaos menginvasi Asia Kecil, itu pun tidak lama. Seperti ditulis oleh Plutarkhos, orang Yunani terlalu sibuk melihat hancurnya daya mereka sendiri dan tidak dapat menyerang "orang barbar".[184]

Peperangan Liga Delos telah menciptakan beralihnya keseimbangan daya selang Yunani dan Persia, sehingga Yunani menjadi pihak yang lebih kuat. Tetapi selama setengah masa zaman berikutnya, konflik di Yunani telah menciptakan keseimbangan daya kembali beralih pada Persia. Persia memasuki Perang Peloponnesos pada tahun 411 SM, membentuk pakta pertahanan bersama dengan Sparta dan menggabungkan tingkatan laut mereka untuk melawan Athena. Sebagai balasan atas pertolongannya, Persia kembali mendapat kendali atas Ionia.[197] Pada tahun 404 SM, saat Koresh Muda berusaha merebut takhta Persia, dia merekrut 13.000 tentara bayaran Yunani dari seluruh dunia Yunani, dan Sparta sendiri mengirim 700–800 prajurit, percaya bahwa mereka mengikuti akad dan tidak menyadari tujuan utama pasukan itu.[198] Setelah Koresh gagal, Persia kembali mencoba untuk menguasai kota-kota Ionia, yang memberontak selama Persia sibuk melawan Koresh. Kota-kota Ionia menolak menyerah dan menanti pertolongan kepada Sparta, dan Sparta memberi pertolongan pada tahun 396–395 SM.[199] Namun, Athena memihak Persia, sehingga dimulai lagi konflik berskala akbar di Yunani, adalah Perang Korinthos. Menjelang kesudahan konflik ini, pada tahun 387 SM, Sparta menanti pertolongan Persia untuk mendukung letaknya. Melalui "Perdamaian Kaisar", yang mengakhiri perang itu, Kaisar Artaxerxes II sukses mendapat kembali kota-kota Yunani di Asia Kecil dari pihak Sparta, sebagai balasan yang mana Persia mengancam akan menyatakan perang kepada kota Yunani manapun yang tidak bersedia berbaik.[200] Akad ini memalukan untuk Yunani, dan juga menciptakan Yunani kehilangan hampir semua yang telah diraih pada seabad sebelumnya. Dengan akad ini, Sparta menyerahkan kota-kota Yunani di Asia Kecil kepada Persia supaya Sparta tetap dapat menjaga hegemoninya di Yunani.[201] Setelah akad inilah, orang-orang Yunani mulai menyebut-nyebut tentang Perdamaian Kallias (entah fiktif atau bukan). Pada titik ini, Perdamaian Kallias menjadi kebalikan dari Perdamaian Kaisar. Perdamaian Kallias dikata sebagai contoh yang menyenangkan pada "masa lalu yang jaya" saat Yunani sukses membebaskan Aigea dari kekuasaan Persia melalui Liga Delos.[18] Konfrontasi terakhir selang dunia Yunani melawan Kekaisaran Persia Akhemeniyah terjadi hanya 53 tahun kesudahan, saat pasukan Aleksander Luhur menyeberang ke Asia, menandai dimulainya apa yang kelak akan hasilnya dengan penghancuran Persepolis dan kejatuhan Kekaisaran Persia Akhemeniyah.

Lihat pula

  • Sejarah Yunani
  • Sejarah Iran

Catatan kaki

^ i: Jangka waktu terjadinya "Perang Yunani-Persia" berbeda-beda menurut beberapa argumen, dan penggunaan istilah "Perang Yunani-Persia" juga bervariasi di selang para akademisi sejarah; Pemberontakan Ionia dan Peperangan Liga Delos kadang-kadang tidak diikutsertakan. Artikel ini mencakup jangkauan maksimum dari Perang Yunani-Persia.
^ ii: Bukti arkeologi untuk Panionion sebelum masa zaman ke-6 SM adalah kurang kuat, dan probabilitas kuil ini adalah perkembangan pada masa berikutnya.[202]
^ iii: Walaupun secara historis kurang akurat, tetapi legenda tentang seorang pembawa pesan Yunani yang berlari ke Athena untuk menyampaikan berita kemenangan, menjadi inspirasi untuk aktivitas yang dipekerjakan olahraga, yang diperkenalkan pada Olimpiade Athena 1896, dan pada awal mulanya balapan dimainkan dari Marathon ke Athena.[203]

Pustaka

  1. ^ Encyclopaedia Britannica: Greco-Persian Wars
  2. ^ Ehrenberg, Victor (2011). From Solon to Socrates: Greek History and Civilization During the 6th and 5th Centuries BC (ed. 3). Abingdon, England: Routledge. hlm. 99–100. ISBN 978-0-41558487-6. 
  3. ^ Cicero, Mengenai Hukum I, 5
  4. ^ a b c Holland, hlm. xvi–xvii.
  5. ^ Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, e.g.I, 22
  6. ^ a b Finley, hlm. 15.
  7. ^ Holland, hlm. xxiv.
  8. ^ a b Holland, hlm. 377
  9. ^ Fehling, hlm. 1–277.
  10. ^ Finley, hlm. 16.
  11. ^ Kagan, hlm. 77.
  12. ^ Sealey, hlm. 264.
  13. ^ Fine, hlm. 336.
  14. ^ Finley, hlm. 29–30.
  15. ^ a b Sealey, hlm. 248.
  16. ^ Fine, hlm. 343
  17. ^ misalnya Themistokles bab 25 memiliki rujukan ;langsung kepada Thukydides I, 137
  18. ^ a b c d e f g h Fine, hlm. 360.
  19. ^ Green, Greek History 480–431 BC, hlm. 1–13.
  20. ^ Roebuck, hlm. 2
  21. ^ Traver, hlm. 115–116.
  22. ^ a b c Herodotos I, 42–151
  23. ^ Thukydides I, 12
  24. ^ Snodgrass, hlm. 373–376
  25. ^ Thomas & Contant, hlm. 72–73
  26. ^ Osborne, hlm. 35–37
  27. ^ Herodotos I, 142
  28. ^ Herodotos I, 143
  29. ^ Herodotos I, 148
  30. ^ Herodotos I, 22
  31. ^ Herodotos I, 74–75
  32. ^ Herodotos I, 26
  33. ^ a b Holland, hlm. 9–12.
  34. ^ Herodotos I, 53
  35. ^ Holland, hlm. 13–14.
  36. ^ a b Herodotos I, 141
  37. ^ Herodotos I, 163
  38. ^ Herodotos I, 164
  39. ^ Herodotos I, 169
  40. ^ a b c d e Holland, hlm. 147–151.
  41. ^ a b Fine, hlm. 269–277.
  42. ^ a b Holland, hlm. 155–157.
  43. ^ a b c d e Lazenby, pp23–29
  44. ^ a b c d e f Lazenby, hlm. 256
  45. ^ Holland, hlm196
  46. ^ Farrokh, hlm. 76
  47. ^ Lazenby, hlm232
  48. ^ Holland, pp69–72
  49. ^ Holland, hlm. 217
  50. ^ Lazenby, hlm. 227–228
  51. ^ a b Lazenby, hlm34–37
  52. ^ a b Herodotos VII, 89
  53. ^ Herodotos VI, 9
  54. ^ a b Holland, hlm. 153–154.
  55. ^ Herodotos V, 31
  56. ^ Herodotos V, 33
  57. ^ Herodotos V, 100–101
  58. ^ Herodotos V, 102
  59. ^ Herodotos V, 116
  60. ^ Herodotos V, 117
  61. ^ Herodotos V, 121
  62. ^ Boardman et al, hlm. 481–490.
  63. ^ Herodotos VI, 6
  64. ^ Herodotos VI, 8–16
  65. ^ Herodotos lhttp://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.19 VI, 19]
  66. ^ Herodotos VI, 25
  67. ^ Herodotos VI, 31–33
  68. ^ a b c Holland, hlm. 175–177.
  69. ^ a b Holland, hlm. 177–178.
  70. ^ Herodotos VI, 43
  71. ^ Holland, hlm. 153.
  72. ^ a b Herodotos VI, 44
  73. ^ Herodotos VI, 45
  74. ^ a b Herodotos VI 48
  75. ^ a b Holland, hlm. 181–183.
  76. ^ Lind. Chron. D 1-59 in Higbie (2003)
  77. ^ a b Holland, hlm. 183–186.
  78. ^ a b Herodotos VI, 96
  79. ^ Herodotos VI, 100
  80. ^ a b c d Herodots VI, 101
  81. ^ Herodotos [httpo//www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.102 VI, 102]
  82. ^ Lazenby, hlm. 59–62.
  83. ^ a b Holland, hlm. 195–197.
  84. ^ Herodotos VI, 117
  85. ^ Herodotos VI, 115
  86. ^ Herodotos VI, 116
  87. ^ a b Holland, hlm. 202–203.
  88. ^ Holland, hlm. 206–208.
  89. ^ a b Holland, hlm. 208–211.
  90. ^ Holland, hlm. 213–214.
  91. ^ Herodotos VII, 7
  92. ^ Herodotos VII, 150
  93. ^ Herodotos VII,6
  94. ^ Holland, hlm. 225.
  95. ^ Holland, hlm. 263.
  96. ^ Herodotos VII, 62-80
  97. ^ Herodotos VII, 26
  98. ^ Herodotos VII, 37
  99. ^ Herodotos VII, 35
  100. ^ de Souza, hlm. 41.
  101. ^ Köster (1934)
  102. ^ Holland, hlm. 320.
  103. ^ a b Lazenby, hlm. 93–94.
  104. ^ Green, hlm. 61.
  105. ^ Burn, hlm. 331.
  106. ^ a b c d e Holland, hlm. 214–217.
  107. ^ Holland, hlm. 217–219.
  108. ^ a b Plutarkhos, Themistokles, 4
  109. ^ a b c d e Holland, hlm. 219–222.
  110. ^ a b c Fine, hlm. 292
  111. ^ Plutarkhos, Themistokles, 5
  112. ^ Holland, hlm. 223–224.
  113. ^ Herodotos VII, 239
  114. ^ How & Wells, catatan untuk Herodotos VII, 239
  115. ^ Herodotos VII, 32
  116. ^ Herodoto VII, 145
  117. ^ Herodotos, VII, 148
  118. ^ Herodotos VII, 160
  119. ^ Holland, hlm. 226.
  120. ^ Herodotos VII, 100
  121. ^ Holland, hlm. 248–249.
  122. ^ a b Herodotos VII, 173
  123. ^ Holland hlm. 255–257.
  124. ^ Herodotos VIII, 40
  125. ^ a b c Holland, hlm. 257–259.
  126. ^ Holland, hlm. 262–264.
  127. ^ Herodotos VII, 210
  128. ^ Holland, hlm. 274.
  129. ^ Herodotos VII, 223
  130. ^ Herodotos VIII, 2
  131. ^ Herodotos VIII, 21
  132. ^ Herodotos VIII, 41
  133. ^ Holland, hlm. 300.
  134. ^ Holland, hlm. 305–306
  135. ^ a b Holland, hlm. 327–329.
  136. ^ Holland, hlm. 308–309
  137. ^ Holland, hlm. 303.
  138. ^ Herodotos VIII, 63
  139. ^ Holland, hlm. 310–315
  140. ^ Herodotos VIII, 89
  141. ^ Holland, hlm. 320–326.
  142. ^ Herodotos VIII, 97
  143. ^ Herodotos VIII, 100
  144. ^ a b Holland, hlm. 333–335.
  145. ^ a b Holland, hlm. 336–338.
  146. ^ Herodotos IX, 7
  147. ^ Herodotos IX, 10
  148. ^ Holland, hlm. 339.
  149. ^ a b c Holland, hlm. 342–349.
  150. ^ Herodotos IX, 59
  151. ^ Herodotos IX, 62
  152. ^ Herodotos IX, 63
  153. ^ Herodotos IX, 66
  154. ^ Herodotos IX, 65
  155. ^ Holland, hlm. 350–355.
  156. ^ Herodotos IX, 100
  157. ^ Holland, hlm. 357–358.
  158. ^ Dandamaev, hlm. 223
  159. ^ Lazenby, hlm. 247.
  160. ^ Herodotos IX, 104
  161. ^ Thukydides I, 89
  162. ^ a b c Herodotos IX, 114
  163. ^ Herodotos IX, 115
  164. ^ Herodotos IX, 116
  165. ^ Herodotos IX, 117
  166. ^ a b c Herodotos +9.118 IX, 118
  167. ^ a b Herodotos IX, 119
  168. ^ Herodotos IX, 120
  169. ^ Herodotos IX, 121
  170. ^ a b c Thukydides I, 94
  171. ^ a b Sealey, hlm. 242
  172. ^ a b c Fine, hlm. 331.
  173. ^ a b c Thukydides I, 95
  174. ^ a b Fine, hlm. 338–339.
  175. ^ a b c Holland, hlm. 362.
  176. ^ a b Thukydides I, 96
  177. ^ Sealey, hlm. 250.
  178. ^ Plutarkhos, Kimon, 12
  179. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 13
  180. ^ Thukydides I, 104
  181. ^ ThukydidesI, 109
  182. ^ Sealey, hlm. 271–273.
  183. ^ a b Thukydides http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Thuc.+1.112 I, 112]
  184. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 19
  185. ^ a b Diodoros XII, 4
  186. ^ a b Sealey, hlm. 280.
  187. ^ Herodotos VII, 151
  188. ^ Kagan, hlm. 84.
  189. ^ Sealey, hlm. 281.
  190. ^ a b Holland, hlm. 366.
  191. ^ Fine, hlm. 363.
  192. ^ a b Sealey, phlm 282.
  193. ^ Kagan, hlm. 128.
  194. ^ Holland, hlm. 371.
  195. ^ Xenophon, Hellenika II, 2
  196. ^ a b c Dandamaev, hlm. 256.
  197. ^ Rung, hlm. 36.
  198. ^ Xenophon, Hellenika III, 1
  199. ^ Xenophon, Hellenika III, 2–4
  200. ^ Xenophon, Hellenika V, I
  201. ^ Dandamaev, hlm. 294
  202. ^ Hall, hlm. 68
  203. ^ Holland, hlm. 198.

Sumber

Sumber kuno

  • Herodotos, Historia (terjemahan Godley, 1920)
    • Uraian: W.W. How, J. Wells (1990). A commentary on Herodotus. Oxford University Press. ISBN 0198721390. 
  • Thukydides, Sejarah Perang peloponnesos
  • Xenophon, Anabasis, Hellenika
  • Plutarkhos, Kehidupan Paralel; Themistokles, Aristides, Perikles, Kimon
  • Diodoros Sikolos, Bibliotheke historika
  • Cornelius Nepos, Kehidupan Komandan Hebat; Miltiades, Themistokles

Sumber modern

  • Boardman J, Bury JB, Cook SA, Adcock FA, Hammond NGL, Charlesworth MP, Lewis DM, Baynes NH, Ostwald M & Seltman CT (1988). The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Burn, A.R. (1985). "Persia and the Greeks". In Ilya Gershevitch, ed. The Cambridge History of Iran, Volume 2: The Median and Achaemenid Periods The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Dandamaev, M. A. (1989). A political history of the Achaemenid empire (translated by Willem Vogelsang). BRILL. ISBN 9004091726. 
  • de Souza, Philip (2003). The Greek and Persian Wars, 499-386 BC. Osprey Publishing, (ISBN 1-84176-358-6)
  • Farrokh, Keveh (2007). Shadows in the Desert: Ancient Persia at War. Osprey Publishing. ISBN 1846031087. 
  • Fine, John Van Antwerp (1983). The ancient Greeks: a critical history. Harvard University Press. ISBN 0674033140. 
  • Finley, Moses (1972). "Introduction". Thucydides – History of the Peloponnesian War (translated by Rex Warner). Penguin. ISBN 0140440399. 
  • Green, Peter (2006). Diodorus Siculus – Greek history 480–431 BC: the alternative version (translated by Peter Green). University of Texas Press. ISBN 0292712774. 
  • Green, Peter (1996). The Greco-Persian Wars. University of California Press. ISBN 0520205731. 
  • Hall, Jonathon (2002). Hellenicity: between ethnicity and culture. University of Chicago Press. ISBN 0226313298. 
  • Higbie, Carolyn (2003). The Lindian Chronicle and the Greek Creation of their Past. Oxford University Press. ISBN 0-19-924191-0. 
  • Holland, Tom (2006). Persian Fire: The First World Empire and the Battle for the West. Abacus. ISBN 0385513119. 
  • Kagan, Donald (1989). The Outbreak of the Peloponnesian War. Cornell University Press. ISBN 0801495563. 
  • Köster, A.J. (1934). "Studien zur Geschichte des Antikes Seewesens". Klio Belheft 32. 
  • Lazenby, JF (1993). The Defence of Greece 490–479 BC. Aris & Phillips Ltd. ISBN 0856685917. 
  • Osborne, Robin (1996). Greece in the making, 1200-479 BC. Routledge. ISBN 041503583 . 
  • Roebuck, R (1987). Cornelius Nepos – Three Lives. Bolchazy-Carducci Publishers. ISBN 0865162077. 
  • Rung, Eduard (2008). "Diplomacy in Graeco-Persian relations". In de Souza, P & France, J. War and peace in ancient and medieval history. University of California Press. ISBN 052181703X. 
  • Sealey, Raphael (1976). A history of the Greek city states, ca. 700-338 B.C. University of California Press. ISBN 0520031776. 
  • Snodgrass, Anthony (1971). The dark age of Greece: an archaeological survey of the eleventh to the eighth centuries BC. Routledge. ISBN 041593635 . 
  • Carol G. Thomas, Craig Conant (2003). Citadel to City-State: The Transformation of Greece, 1200-700 B.C.E. Indiana University Press. ISBN 0253216028. 
  • Traver, Andrew (2002). From polis to empire, the ancient world, c. 800 B.C.-A.D. 500: a biographical dictionary. Greenwood Publishing Group. ISBN 0313309426. 

Tautan luar

Wikidata: Greco–Persian Wars


edunitas.com


Page 2

Perang Yunani-Persia (disebut juga Perang Persia) yaitu serangkaian konflik selang Kekaisaran Persia Akhemeniyah melawan negara kota di Yunani kuno. Perang ini bermula pada tahun 499 SM dan yang belakang sekalinya pada tahun 449 SM. Bentrokan selang dunia Yunani yang secara politik terpecah-pecah melawan Kekaisaran Persia yang sangat akbar telah dimulai ketika Koresh yang Luhur menaklukkan Ionia pada tahun 547 SM. Berupaya bagi mengendalikan kota-kota di Ionia, Persia menunjuk tiran bagi berkuasa di sana. Ini belakang terbukti menjadi sumber persoalan bagi Yunani dan Persia.

Pada tahun 499 SM, tiran di Miletos, yaitu Aristagoras, mulai memainkan ekspedisi bagi menaklukkan Pulau Naxos, dengan dukungan Persia;[2] Namun, ekspedisi itu yang belakang sekalinya dengan kegagalan dan Aristagoras pun yang belakang sekalinya dipecat. Aristagoras lalu menghasut kota-kota Yunani di Asia Kecil bagi memberontak melawan Persia. Ini yaitu awal dari Pemberontakan Ionia, yang berjalan sampai tahun 493 SM, dan dalam perkembangannya menyeret banyakan daerah di Asia Kecil ke dalam konflik. Aristagoras mendapat bantuan militer dari Athena dan Eretria. Pada tahun 498 SM, pasukan Athena dan Eretria membakar ibu kota regional Persia di Asia Kecil, yaitu Kota Sardis. Kaisar Persia, Darius yang Luhur marah dan bersumpah akan membalas Athena dan Eretria atas sikap yang dibuat mereka. Pemberontakan terus berlanjut, dan kedua belah pihak menemui perlintasan buntu sepanjang 497–495 SM. Pada tahun 494 SM, Persia menyerang pusat pemberontakan di Miletos. Pada Pertempuran Lade, pasukan Ionia merasakan kekalahan telak dan pemberontakan pun yang belakang sekalinya, dan sisa-sisanya dibasmi pada tahun selanjutnya.

Berupaya mengamankan kekaisarannya dari ancaman pemberontakan lainnya, dan juga dari campur tangan Yunani daratan, Darius yang belakang sekalinya melancarkan serangan ke Yunani, bagi menghukum Athena dan Eretria atas pembakaran Sardis. Invasi pertama Persia ke Yunani dimulai pada tahun 492 SM, dengan Jenderal Persia, Mardonios, menaklukkan Thrakia dan Makedonia sebelum yang belakang sekalinya pasukan Persia merasakan bencana dan terpaksa mengakhiri kampanyenya. Pada tahun 490 SM, pasukan kedua dikirim ke Yunani, kali ini melewati Laut Aigea, di bawah komando Datis dan Artaphernes. Ekspedisi ini berhasil menundukkan Kyklades, sebelum belakang mengepung, menaklukkan, dan menghancurkan Eretria. Akan tetapi, ketika berupaya menyerang Athena, pasukan Persia dikalahkan secara telak oleh pasukan Athena pada Pertempuran Marathon, yang sekaligus membubarkan invasi pertama Persia. Darius belakang menyusun rencana bagi kembali menyerang Yunani, namun dia terlebih dahulu meninggal pada tahun 486 SM, dan tanggung jawab penaklukan beralih kepada putranya, Xerxes I. Pada tahun 480 SM, Xerxes secara langsung memimpin invasi kedua Persia ke Yunani dengan pasukan yang sangat banyak. Kemenangan melawan 'Persekutuan' negara kota Yunani (dipimpin oleh Sparta dan Athena) pada Pertempuran Thermopylae membikin Persia dapat menduduki sebagian akbar Yunani. Akan tetapi, ketika berupaya menghancurkan armada laut Yunani, Persia malah merasakan kekalahan berat pada Pertempuran Salamis. Pada tahun selanjutnya, persekutuan negara kota Yunani melancarkan serangan dan mengalahkan pasukan Persia pada Pertempuran Plataia, sekaligus mengakhiri invasi Persia di Yunani.

Persekutuan Yunani menindaklanjuti kesuksesan mereka dengan menghancurkan sisa-sisa armada Persia pada Pertempuran Mykale, sebelum belakang mengusir garnisun Persia dari Sestos (479 SM) dan Byzantion (478 SM). Sikap yang dibuat Jenderal Pausanias pada Pengepungan Byzantion menjauhkan banyak negara kota Yunani dari pihak Sparta, dan persekutuan anti-Persia belakang dibuat kembali dengan dipimpin oleh Athena, dalam persatuan yang disebut Liga Delos. Liga Delos terus memainkan kampanye melawan Persia selama tiga dekade selanjutnya, dimulai dengan pengusiran sisa-sisa garnisun Persia dari Eropa. Dalam Pertempuran Eurymedon pada tahun 466 SM, Liga Delos meraih kemenangan ganda yang pada yang belakang sekalinya membikin kota-kota di Ionia dapat merdeka. Akan tetapi, keterlibatan Liga Delos dalam pemberontakan Mesir (dari 460–454 SM) berujung pada kekalahan telak dan kampanye yang semakin lanjut harus ditunda. Liga Delos mengirim pasukan ke Siprus pada tahun 451 SM, dan setelah menariknya kembali, Perang Yunani-Persia pun benar-benar yang belakang sekalinya. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa yang belakang sekali bentrokan ditandai dengan kontrak damai selang Athena dan Persia, yaitu pada Perdamaian Kallias.

Sumber

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung kepala Herodotos. Naskah kuno karya Herodotos yaitu sumber utama bagi konflik Yunani-Persia.

Hampir semua sumber utama bagi Perang Yunani-Persia bersumber dari Yunani; tidak mempunyai naskah sejarah yang tersisa dari pihak Persia. Sumber utama bagi Perang Yunani-Persia yaitu naskah karya sejarawan Yunani, Herodotos. Herodotos, yang disebut "Bapak Sejarah",[3] dilahirkan pada tahun 484 SM di Halikarnassos, Asia Kecil (ketika itu bidang dari Kekaisaran Persia). Dia menulis catatan sejarahnya, yang berjudul Historia, sekitar tahun 440–430 SM, berupaya bagi melacak asal mula Perang Yunani-Persia, yang ketika itu belum lama bubar.[4] Pendekatan Herodotos yaitu novel dan setidaknya di masyarakat Barat, dia membikin 'sejarah' sebagai sebuah disiplin pengetahuan.[4] Holland berpendapat mengenai Herodotos:[4]

Bagi pertama kalinya, seorang penulis kronik membikin dirinya melacak asal mula konflik tidak ke masa yang sangat jauh demi tampak luar biasa, tidak demi kehendak dan keinginan beberapa dewa, tidak juga demi klaim orang-orang bagi mewujudkan takdir, tetapi demi penjelasan yang dapat dia verifikasi secara langsung.

—Holland, hlm. xvi–xvii.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung Thukydides. Narasi Herodotos dilanjutkan oleh Thukydides.

Beberapa sejarawan kuno selanjutnya, dimulai dari Thukydides, mengkritik Herodotos.[5][6] Meskipun demikian, Thukydides memilih bagi memulai sejarahnya pada masa di mana Herdotos mengakhiri kisahnya (pada Pengepungan Sestos) dan merasa bahwa sejarah Herodotos cukup tepat sehingga tidak perlu ditulis ulang atau dikoreksi.[6] Plutarkhos mengkritik Herodotos dalam esainya "Tentang Kejahatan Herodotos", menggambarkan Herodotos sebagai "Philobarbaros" (pencinta orang barbar) karena Herodotos dianggap tidak cukup pro-Yunani, yang mengindikasikan bahwa Herodotos sebenarnya mungkin telah memainkan penulisan yang berpihak kepada yang aci secara wajar.[7] Pandangan negatif terhadap Herodotos berlanjut di Eropa masa Renaisans, meski karya-karyanya tetap banyak dibaca. Namun, sejak ratus tahun ke-19 reputasinya secara dramatis terangkat oleh temuan arkeologi yang membenarkan keterangannya.[8] Pandangan modern terhadap Herodotos yaitu bahwa dia telah menuliskan catatan yang luar biasa dalam Historia, namun beberapa rincian spesifiknya (khusunya mengenai banyak prajurit dan tanggal peristiwa) harus diamati secara skeptis.[8] Meskipun demikian, sedang banyak sejarawan yang meyakini bahwa Herodotos hanya mengarang sebagian akbar catatannya.[9]

Sayangnya, sejarah militer Yunani selang yang belakang sekali invasi kedua Persia ke Yunani dan Perang Peloponnesos (479–431 SM) tidak banyak diucapkan dalam sumber kuno. Periode ini, kadang disebut pentekontaitia oleh para sejarawan kuno, yaitu seuatu periode perdamaian dan kemakmuran di Yunani.[10][11] Sumber terlengkap mengenai periode ini, dan sekaligus yang paling sezaman yaitu naskah karya Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, yang oleh para sejarawan modern secara umum dianggap sebagai sumber primer yang terpercaya.[12][13][14] Thukydides hanya menyebut periode ini dalam sebuah kelainan dalam meningkatnya kekuasaan Athena menuju Perang Peoponnesos, dan naskahnya sendiri pendek, probabilitas sangat selektif serta kekurangan tanggal perihal berlakunya.[15][16] Meskipun demikian, naskah Thukydides dapat, dan memang, digunakan oleh para sejarawan bagi mereka-reka kronologi pada periode ini, yang juga ditambah dari temuan arkeologi dan catatan dari penulis lain.[15]

Rincian yang banyakan mengenai keseluruhan periode ini diadakan oleh Plutarkhos dalam karyanya biografi Themistokles, Aristides dan khususnya Kimon. Plutarkhos menulis beberapa ratus tahun setelah perihal berlakunya sehingga naskahnya yaitu sumber sekunder, yang membikin peryatannya perlu verifikasi semakin lanjut.[17] Dalam biografinya, dia mengambil sumber langsung dari banyak naskah sejarah kuno yang pada masa modern telah lenyap, dan dengan demikian dia telah mencatat rincian periode yang tidak disebutkan adil oleh Herodotos maupun Thukydides. Sumber penting terakhir bagi periode ini yaitu sejarah universal (Bibliotheke historika) karya penulis asal Sisilia ratus tahun ke-1 SM, Diodoros Sikolos. Banyak dari tulisan Diodoros mengenai periode ini diambil dari sejarawan Yunani yang semakin awal, yaitu Ephoros, yang juga menulis sejarah universal.[18] Karya Diodoros juga yaitu sumber sekunder dan seringkali dikritik oleh para sejarawan karena gaya dan ketidakakuratannya, namun karya tersebut menyimpan banyak rincian periode kuno yang tidak ditemukan di sumber mana pun.[19]

Rincian lainnya tersebar dan dapat ditemukan dalam Hellados Periegesis karya Pausanias, sementara kamus Suda dari Bizantium ratus tahun ke-10 M mencantumkan beberapa anekdot yang tidak ditemukan di sumber mana pun. Sumber minor bagi periode ini mencakup karya-karya Pompeius Trogus (diepitomisasi oleh Justinus), Cornelius Nepos, dan Ktesias dari Knidos (diepitomisasi oleh Photios), yang tidak lagi berada pada bentuk teks aslinya. Karya-karya ini kurang dipercaya (khususnya Ktesias) oleh para sejarawan dan tidak secara khusus bermanfaat pada rekonstruksi sejarah periode ini.[20][21]

Asal mula

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kota-kota Yunani di Asia Kecil, kota-kota Ionia berwarna biru, kota-kota Aiolia berwarna kuning, dan kota-kota Doria berwarna merah.

Orang Yunani pada periode klasik percaya bahwa, pada zaman kegelapan yang terjadi setelah runtuhnya peradaban Mykenai, sejumlah akbar orang Yunani beralih ke Asia Kecil dan bermukim di sana.[22][23] Pada umumnya para sejarawan modern menerima migrasi ini sebagai sebuah peristiwa sejarah (tapi migrasi ini lain dari kolonisasi yang terjadi pada masa selanjutnya di Mediterania oleh orang Yunani).[24][25] Namun, mempunyai yang percaya bahwa migrasi Ionia tidak dapat dijelaskan sesederhana yang telah diklaim oleh orang Yunani kuno.[26] Para pemukim itu bersumber dari tiga kelompok suku paling akbar di Yunani, yaitu suku Aiolia, suku Doria, dan suku Ionia.[22] Suku Ionia bermukim di sekitar pesisir Lydia dan Karia, dan mendirikan dua belas kota yang membentuk Ionia.[22] Kota-kota itu di selangnya yaitu Miletos, Myos, dan Priene di Karia; Ephesos, Kolophon, Lebedos, Teos, Klazomenae, Phokaia, dan Erythrai di Lydia; serta Pulau Samos dan Khios.[27] Meskipun kota-kota Ionia masing-masing berdaulat sendiri-sendiri, tetapi mereka mengakui bahwa mereka mewarisi kebudayaan dan peradaban yang sama. Mereka diperkirakan mempunyai satu kuil utama dan lokasi pertemuan tetap, disebut Panionion.ii[›] Mereka dengan demikian telah membentuk 'perkumpulan kebudayaan', yang tidak boleh dimasuki oleh kota-kota lainnya, bahkan oleh suku Ionia lainnya.[28][29]

Kota-kota Ionia merdeka sampai mereka ditaklukkan oleh Bangsa Lydia dari Asia Kecil bidang timur. Raja Lydia Alyattes II, menyerang Miletos, dan konflik tersebut yang belakang sekalinya dengan kontrak persekutuan selang Miletos dan Lydia, yang bermanfaat bahwa Miletos lepas sama sekali mengurusi urusan dalam negeri tetapi harus menurut pada Lydia dalam persoalan luar negeri.[30] Pada masa itu, Lydia juga sedang berperang dengan Kekaisaran Media, dan Kota Miletos mengirim pasukan bagi menolong Lydia dalam konflik itu. Pada yang belakang sekalinya perjajian damai dipastikan selang Media dan Lydia, dengan Sungai Halys menjadi pembatas selang kedua kerajaan itu.[31] Raja Lydia yang terkenal, Kroisos, menggantikan ayahnya, Alyattes, sekitar tahun 560 SM dan berencana menaklukkan kota-kota Yunani lainnya di Asia Kecil.[32]

Pangeran Persia, Koresh memimpin sebuah pemberontakan melawan Raja Media terakhir, Astyages, pada tahun 553 SM. Koresh yaitu cucu Astyages dan didukung oleh sebagian aristokrat Media.[33] Pada tahun 550 SM, pemberontakan yang belakang sekalinya, dan Koresh meraih kemenangan, mendirikan Kekaisaran Persia Akhemeniyah bagi menggantikan Kekaisaran Media.[33] Kroisos melihat kekacauan di Kekaisaran Media dan Persia sebagai sebuah kesempatan bagi meluaskan kekuasaannya. Dia terlebih dahulu meminta keterangan pada orakel Delphi mengenai apakah dia harus menyerang Persia atau tidak. Sang orakel memberikan jawaban ambigu yang belakang menjadi terkenal, yaitu bahwa "jika Kroisos menyeberangi Halys, maka dia akan menghancurkan satu kerajaan akbar."[34] Dibutakan oleh keambiguan ramalan itu, Kroisos pun menyerang Persia, dan yang belakang sekalinya dia dikalahkan. Lydia belakang jatuh ke tangan Koresh.[35]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kekaisaran Persia pada tahun 490 SM.

Ketika sedang berperang melawan Lydia, Koresh mengirim pesan kepada kota-kota Yunani di Ionia. Dia menanti mereka bagi memberontak terhadap kekuasaan Lydia. Permintaannya didorong oleh orang-orang Ionia.[36] Setelah Koresh beres menaklukkan Lydia, kota-kota Ionia kini menegosiasikan diri bagi berada di bawah kekuasaan Persia dengan kesepakatan yang sama seperti ketika diduduki oleh Kroisos dari Lydia.[36] Koresh menolak dan mengungkit-ungkit keengganan bangsa Ionia ketika dulu mereka tidak bersedia menolongnya. Bangsa Ionia dengan demikian berhati-hati bagi mempertahankan diri, dan Koresh mengirim Jenderal Media, Harpagos, bagi menaklukkan mereka.[37] Dia pertama-tama menyerang Phokaia; orang-orang Phokaia memutuskan bagi meninggalkan kota mereka dan berlayar menyelamatkan diri ke Sisilia, daripada harus tunduk di bawah kekuasaan Persia (meskipun belakang banyak pula yang kembali).[38] Beberapa orang Teos juga memilih bagi bermigrasi ketika Harpagos menyerang kota mereka, tetapi bangsa Ionia di kota-kota lainnya tetap bertahan, dan satu demi satu kota-kota Ionia ditaklukkan oleh Persia.[39]

Setahun setelah penaklukan itu, Persia mendapati bahwa orang Ionia sulit diatur. Di wilayah lainnya di kekaisaran, Koresh memanfaatkan kelompok elite masyarakat pribumi bagi menolongnya mengatur daerah yang dijajah barunya, misalnya kelompok kependetaan Yudea.[40] Kelompok seperti itu tidak mempunyai di kota-kota Yunani pada masa itu; meski kebanyakan mempunyai aristokrasi, hal ini pada yang belakang sekalinya berujung pada golongan-golongan yang saling bermusuhan.[40] Persia belakang menaruh seorang tiran di tiap kota di Ionia, meskipun ini menyeret mereka ke dalam konflik internal Ionia. Selain itu, tiran tertentu probabilitas mengembangkan gagasan bagi merdeka dan harus diwakili.[40] Para tiran itu sendiri menghadapi tugas yang sulit, mereka mesti mengalihkan kebencian terburuk masyarakatnya terhadap Persia, sambil tetap mengabdi kepada Persia.[40] Di masa lalu, kota-kota Yunani sering diperintah oleh tiran, tetapi bentuk pemerintahan semacam itu telah berlalu.[41] Para tiran pada masa lalu juga cenderung dan harus yaitu sosok pemimpin yang tangguh dan cakap, sementara para tiran yang ditunjuk oleh Persia yaitu orang-orang yang kurang pandai memimpin. Karena didukung oleh kuatnya militer Persia, para tiran ini tidak membutuhkan dukungan masyarakat lokal, dan dengan demikian mereka dapat memerintah secara mutlak.[41] Menjelang Perang Yunani-Persia, mempunyai probabilitas bahwa masyarakat Ionia merasa tidak puas dan telah siap bagi memberontak.[42] Ionia, tidak seperti banyak daerah lainnya di Kekaisaran Persia, tidak memberontak pada masa perang saudara selang masa pemerintahan Koresh dan Darius I, dan maka dari itu mempunyai probabilitas bahwa orang Ionia sebenarnya tidak terlalu merasa tidak puas terhadap kekuasaan Persia.

Peperangan di Mediterania kuno

Dalam Perang Yunani-Persia, kedua belah pihak memakai infanteri bersenjatakan tombak dan pasukan misil ringan. Pasukan Yunani mengutamakan infanteri berat, sedangkan Persia semakin menyukai pasukan infanteri ringan.[43][44]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Pasukan Tidak berkesudahan Persia dalam jabatan menyerang.

Persia

Militer Persia terdiri dari beragam prajurit yang didatangkan dari semua wilayah kekaisaran. Namun, menurut Herodotos, setidaknya mempunyai kesamaan dalam persenjataan dan gaya berperang.[43] Prajurit Persia kebanyakan dipersenjatai dengan busur dan anak panah, tombak pendek dan pedang (akinaka) atau kapak (sagaris), serta perisai tipis. Mereka mengenakan baju zirah dari kulit,[43][45] namun prajurit tingkat tinggi mengenakan baju zirah dari logam yang mempunyai mutu semakin adil. Persia kebanyakan memakai panah bagi mengurangi banyak prajurit musuh, lalu mendekat dan melancarkan serangan dengan tombak dan pedang.[43] Barisan pertama dalam formasi infanteri Persia, disebut 'sparabara', tidak mempunyai panah, membawa perisai yang semakin akbar, dan kadang-kadang membawa tombak yang semakin panjang. Tugas mereka yaitu melindungi barisan di belakangan mereka.[46] Persia juga mempunyai pasukan elite yang oleh Herodotos disebut sebagai Pasukan Tidak berkesudahan. Pasukan tersebut yaitu pasukan infanteri khusus yang banyaknya selalu tetap 10.000 prajurit. Sementara kavaleri Persia probabilitas berperang sebagai kavaleri misil ringan.[43][47]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Hoplites Yunani dalam jabatan menyerang, dengan tusukan bawah dan tusukan atas.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kapal trireme yang digunakan oleh Yunani.

Yunani

Gaya peperangan di negara kota di Yunani, yang bersumber sekitar tahun 650 SM (berdasarkan penanggalan dari 'Guci Chigi'), dipusatkan pada phalanx hoplites yang didukung oleh pasukan misil.[44][48] Hoplites yaitu prajurit pejalan kaki yang kebanyakan bersumber dari kelas sosial pertengahan (di Athena disebut zeugites), yang mampu melakukan pembelian perlengkapan yang dibutuhkan bagi berperang sebagai hoplites.[49] Perlengkapan pelindungnya kebanyakan mencakup pelindung dada atau linothorax, grev (pelindung kaki), helm, dan sebuah perisai bulat cekung yang akbar dan disebut hoplon atau aspis.[44] Hoplites dipersenjatai dengan tombak panjang, disebut dory, yang semakin panjang daripada tombak Persia. Prajurit Yunani juga membawa senjata pendukung berupa sebilah pedang yang disebut xiphos.[44] Baju zirah dan perisai yang kuat serta tombak yang semakin panjang menjadikan pasukan Yunani semakin superior dalam pertarungan jarak tidak jauh[44] dan memberi perlindungan yang akbar dari serangan jarak jauh.[44] Penskirmis bersenjata ringan, disebut psiloi, juga mempunyai dalam pasukan Yunani dan semakin lama semakin penting seiring berjalannya konflik melawan Persia; pada Pertempuran Plataia, misalnya, mereka probabilitas mencakup setengah dari pasukan Yunani.[50] Tidak disebutkan keadaan penggunakan kavaleri oleh pihak Yunani dalam Perang Yunani-Persia.

Peperangan laut

Pada masa awal konflik, semua armada laut di daerah Mediterania timur memakai trireme, kapal perang yang digerakkan oleh tiga baris dayung. Siasat perang laut yang paling umum pada periode itu yaitu menubrukkan haluan kapal ke kapal musuh, karena bidang hadapan trireme dilengkapi dengan senjata pendobrak. Siasat lainnya yaitu dengan memasukkan prajurit ke kapal musuh.[51] Armada laut yang semakin berpengalaman pada masa itu juga mulai memakai manuver yang disebut diekplous. Tidak diketahui secara jelas siasat macam apa ini, tetapi probabilitas strategi ini melibatkan berlayar ke celah di selang kapal-kapal musuh dan belakang menabrak kapal musuh di bidang pinggirnya.[51]

Armada laut Persia diadakan terutama oleh bangsa Fenisia, bangsa Mesir kuno, bangsa Kilikia, dan bangsa Siprus.[52][53] Daerah pesisir lainnya di Kekaisaran Persia ikut mengirimkan kapal selama peperangan berjalan.[52]

Pemberontakan Ionia (499–493 SM)

Pemberontakan Ionia

 

Naxos – Sardis – Ephesos – Siprus – Pertempuran Marsyas – Labraunda – Pedasos – Lade – Miletos – Khios – Malene

Pemberontakan Ionia dan pemberontakan terkait di Aiolis, Doris, Siprus, dan Karia yaitu pemberontakan militer yang dimainkan oleh beberapa daerah di Asia Kecil bagi menentang kekuasaan Persia, dan berjalan dari tahun 499 SM sampai 493 SM. Penyebab pemberontakan ini terjadi karena kota-kota Yunani di Asia Kecil merasa tidak puas terhadap para tiran yang ditunjuk oleh Persia bagi memerintah mereka. Para pemberontak juga menentang sikap yang dibuat individual yang dimainkan oleh dua tiran di Miletos, Histiaios dan Aristagoras.[40][54] Pada tahun 499 SM, tiran Miletos masa iru, Aristagoras, melancarkan ekspedisi gabungan bersama seorang satrap Persia, Artaphernes, bagi menaklukkan Naxos, dengan tujuan meningkatkan jabatannya di Miletos (baik secara finansial maupun wibawa).[54][55] Misi itu yang belakang sekalinya dengan kegagalan,[56] dan dampaknya Aristagoras dipecat dari letak tiran. Dia belakang memilih bagi menghasut kota-kota di Ionia bagi memberontak terhadap kaisar Persia, Darius yang Agung.[42]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pemberontakan Ionia.

Pada tahun 498 SM, dengan bantuan dari Athena dan Eretria, kota-kota Ionia menyerang, menaklukkan, dan membakar Kota Sardis.[57] Namun, dalam perjalanan pulang mereka menuju Ionia, mereka disertai oleh pasukan Persia dan secara telak dikalahkan pada Pertempuran Ephesos.[58] Kampanye ini yaitu satu-satunya sikap yang dibuat ofensif yang dimainkan oleh orang Ionia, yang selanjutnya malah menjadi sikap yang dibuat defensif. Persia menanggapi pada tahun 597 SM dengan serangan bercabang tiga yang diarahkan bagi menaklukkan daerah-daerah di sekitar wilayah pemberontak,[59] tetapi pemberontakan menyebar ke Karia, sehingga pasukan paling akbar Persia, dipimpin oleh Darius, beralih ke sana.[60] Meskipun pada awalnya meraih kesukssesan pada awal kampanye di Karia, pasukan ini belakang disapu beres dalam sebuah penyergapan pada Pertempuran Pedasos.[61] Hal ini mengakibatkan terjadinya kebuntuan bagi kedua belah pihak selama sisa 496 dan 495 SM.[62]

Pada tahun 494 SM pasukan darat dan armada laut Persia dikumpulkan kembali, dan mereka menyerang langsung menuju pusat pemberontakan di Miletos.[63] Armada laut Ionia berupaya mempertahankan Miletos di laut, tetapi dikalahkan secara telak pada Pertempuran Lade, setelah orang-orang Samos berkhianat dan balik mendukung Persia.[64] Miletos lalu dikepung, ditaklukkan, dan masyarakatnya menjadi budak.[65] Kekalahan ganda ini secara efektif mengakhiri pemberontakan, dan pada yang belakang sekalinya orang-orang Karia pun menyerah kepada Persia.[66] Pasukan Persia menghabiskan tahun 493 SM bagi membasmi sisa-sisa pemberontakan di kota-kota di sepanjang pesisi Asia Kecil yang sedang berupaya menentang Persia,[67] sebelum yang belakang sekalinya menetapkan kesepakatan damai di Ionia yang dianggap cukup berpihak kepada yang aci.[68]

Pemberontakan Ionia menjadi konflik akbar pertama selang Yunani dan Kekaisaran Persia Akhemeniyah dan yaitu fase pertama dari Perang Yunani-Persia. Asia Kecil berhasil diduduki kembali oleh Persia, namun Darius bersumpah bagi menghukum Athena dan Eretria atas bantuan mereka pada para pemberontak.[68] Selain itu, Darius melihat bahwa keadaan politik di Yunani dapat membawa ancaman terhadap kestabilan kekaisaran, maka dia pun berencana menaklukkan semua Yunani.[68]

Invasi pertama ke Yunani (492–490 SM)

Setelah menaklukkan Ionia, Persia memulai merencanakan gerakan mereka selanjutnya, yaitu memusnahkan ancaman dari Yunani terhadap kekaisaran dan menghukum Athena serta Eretria.[69] Hal ini berujung pada invasi pertama Persia ke Yunani, yang terdiri dari dua kampanye utama[69]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta fase pertama Perang Yunani-Persia.

492 SM: Kampanye Mardonios

Kampanye pertama, pada tahun 492 SM, dipimpin oleh menantu Darius, Mardonios,[70] yang kembali menduduki Thrakia, yang menjadi bidang dari Kekaisaran Persia sejak tahun 513 SM.[71] Mardonios berhasil memaksa Makedonia bagi menjadi kerajaan klien Persia. Sebelumnya Makedonia telah menjadi sekutu Persia tetapi sebagai negara merdeka.[72] Akan tetapi, perkembangan semakin lanjut dalam kampanye ini terhalangi ketika armada laut Mardonus dihancurkan oleh badai di pesisir Gunung Athos. Mardonios sendiri terluka dalam sebuah serangan ke perkemahannya oleh satu suku Thrakia. Setelah itu, Mardonios bersama sisa-sisa pasukannya kembali ke Asia.[72][73]

Setahun belakang, setelah menyusun rencana secara cermat, Darius mengirim utusan ke semua negara kota di Yunani dan menanti mereka bagi menyerah pada Persia.[74] Hampir semua negara kota Yunani tunduk pada Darius, kecuali Athena dan Sparta. Kedua negara kota itu bahkan membunuh utusan Darius.[74] Karena Athena sedang menentangnya, dan kini Sparta juga menyatakan perang melawannya, maka Darius memerintahkan dimainkannya kampanye militer lagi setahun belakang.[75]

490 SM: Kampanye Datis dan Artaphernes

Pada tahun 490 SM, Datis dan Artaphernes (putra satrap Artaphernes) diberikan komando bagi memimpin serangan invasi amfibi, dan mereka pun berlayar dari Kilikia.[75] Dari Kilikia, pasukan Persia pertama-tama berlayar menuju Pulau Rhodos, lokasi Kronik Kuil Lindos mencatat bahwa Datis mengepung Kota Lindos, tetapi tidak berhasil.[76] Armada Persia belakang bangung ke Naxos, bagi menghukum orang-orang Naxos atas perlawanan mereka terhadap ekspedisi Persia yang gagal satu dekade sebelumnya.[77] Banyak masyarakatnya yang kabur ke pegunungan, sedangkan masyarakat yang tertangkap menjadi budak.[78] Pasukan Persia lalu membakar kota dan kuil di Naxos.[78] Armada Persia belakang menyeberangi Laut Aigea bagi menuju Eretria. Dalam perjalanannya, pasukan Persia mengambil sandera dan pasukan dari tiap pulau yang mereka singgahi.[77]

Pasukan Persia berlayar ke Euboia, dan bangung menuju target utama mereka yang pertama, Eretria.[79] Orang Eretria tidak berupaya bagi mencegah pasukan Persia berlabuh dan berarak menuju kota mereka, Dampaknya pasukan Persia dapat mengepung Eretria.[80] Selama enam hari, pasukan Persia menyerang dinding pertahanan Eretria dan kerugian dialami oleh kedua belah pihak;[80] Namun, pada hari ketujuh, dua orang Eretria yang terkemuka membuka gerbang. Mereka berkhianat dan menyerahkan kota kepada pasukan Persia.[80] Kota itu dihancurkan, dan kuil serta suaka suci dijarah dan dibakar. Selain itu, sesuai perintah Darius, semua masyarakat kota menjadi budak.[80]

Pertempuran Marathon

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Sayap pasukan Yunani mengepung pasukan Persia pada Pertempuran Marathon.

Selanjutnya armada Persia bangung ke selatan menuju Pesisir Attika. Mereka berlabuh di Pantai Marathon, sekitar 25 mil (40 km) dari Kota Athena.[81] Di bawah panduan Miltiades, seorang jenderal yang punya banyak pengalaman berperang melawan orang Persia, pasukan Athena bangung bagi menghalangi dua jalur keluar dari daratan Marathon. Kebuntuan berjalan selama lima hari, sebelum yang belakang sekalinya pasukan Athena (untuk gagasan yang tidak diketahui) memutuskan bagi menyerang pasukan Persia.[82] Meskipun pasukan Persia mempunyai prajurit yang jauh banyakan, namun hoplites Yunani terbukti efektif melawan infanteri ringan Persia. Pasukan Yunani memukul mundur kedua sayap pasukan Persia sebelum belakang megacak-acak bidang tengahnya. Sisa-sisa pasukan Persia kabur ke kapal mereka dan meninggalkan pertempuran.[83] Herodotos mencatat bahwa sekitar 6.400 mayat prajurit Persia ditemukan di lokasi pertempuran, sedangkan pasukan Athena hanya kehilangan 192 pprajurit.[84]

Segera setelah pasukan Persia yang selamat bangung ke laut, pasukan Athena dengan cepat berlanjut kembali ke kota Athena.[85] Pasukan Athena tiba tepat waktu bagi mencegah Artaphernes berlabuh di Kota Athena. Menyadari bahwa kesempatannya telah lenyap, Artaphernes pun mengakhiri kampanye ini dan kembali ke Asia.[86]

Pertempuran Marathon yaitu titik balik pada Perang Yunani-Persia, dan menunjukkan bahwa pasukan Persia dapat dikalahkan. Peristiwa itu juga menunjukkan keunggulan hoplites Yunani, yang bersenjata semakin berat, dan memperlihatkan bahwa hoplites sangat potensial jika digunakan secara tepat.[83] Pertempuran Marathon barangkali sekarang semakin terkenal sebagai asal usul bagi balapan Marathon.iii[›]

Masa jeda (490–480 SM)

Persia

Setelah gagal pada invasi pertamanya, Darius mulai mendirikan pasukan yang semakin akbar bagi benar-benar menaklukkan Yunani; namun pada tahun 486 SM Mesir memainkan pemberontakan terhadap Persia sehingga ekspedisi ke Yunani harus ditunda.[87] Darius meninggal ketika sedang bersedia bagi bangung ke Mesir, dan takhta Persia beralih kepada putranya Xerxes I.[88] Xerxes menumpas pemberontakan Mesir, dan dengan cepat mempersiapkan kembali pasukan bagi menyerang Yunani lagi.[89] Karena ini yaitu invasi berskala akbar, maka dibutuhkan perencanaan, pengumpulan perbekalan, dan persiapan prajurit yang cukup lama. Xerxes memutuskan bahwa Hellespontos akan menjadi jalur bagi pasukannya bagi menyeberang ke Eropa, dan kanal harus digali menyeberangi tanah genting di Gunung Athos (armada Persia pernah dihancurkan pada tahun 492 SM ketika berupaya memutari garis pantai ini). Rencana Xerxes yaitu proyek luar biasa yang belum pernah dimainkan siapapun pada masanya.[90] Namun, kampanye harus tertunda selama satu tahun karena terjadi pemberontakan lagi di Mesir dan Babilonia.[91]

Persia bersimpati kepada beberapa negara kota Yunani, termasuk Argos, yang berjanji akan memihak Persia begitu pasukan Persia sampai perbasatan mereka.[92] Keluarga Aleuadai, yang memerintah kota Larissa di Thessalia, melihat invasi ini sebagai sebuah kesempatan bagi meluaskan kekuasaan mereka.[93] Sementara Thebes, meskipun tidak secara terang-terangan bersekutu dengan Persia, diduga bersedia menolong pasukan Persia begitu invasi tiba.[94][95]

Pada tahun 481 SM, setelah sekitar empat tahun persiapan, Xerxes mulai mengumpulkan pasukannya bagi menyerang Eropa. Herodotos memberikan daftar nama 46 bangsa yang prajuritnya menjadi bidang dalam pasukan Xerxes.[96] Pasukan Persia bersama-sama menjadi satu kelompokan di Asia Kecil pada musim panas dan musim gugur tahun 481 SM. Pasukan dari kesatrapan timur bersama-sama menjadi satu kelompokan di Kritala, Kappadokia dan dipimpin oleh Xerxes ke Sardis. Di sana mereka menghabiskan musim dingin.[97] Pada awal musim semi, pasukan bangung ke Abydos, dan mereka bergabung dengan pasukan dari kesatrapan barat.[98] Lalu pasukan yang telah dikumpulkan oleh Xerxes itu berarak menuju Eropa, menyeberangi Hellespontos melewati dua jembatan ponton.[99]

Banyak Pasukan Persia

Banyak prajurit yang dikumpulkan oleh Xerxes pada invasi kedua ke Yunani telah menjadi tema perdebatan yang tiada yang belakang sekali. Sebagian akbar sejarawan modern menolak banyak 2,5 juta prajurit yang ditulis oleh Herodotos serta para penulis kuno lainnya, karena banyak tersebut tidak realistis, selain itu pihak pemenang sangat mungkin telah memainkan miskalkulasi dan membesar-besarkan banyak pasukan musuh. Topik ini banyak diperdebatkan, tetapi kesepakatan para sejarawan berkisar sekitar 200.000 prajurit.[100]

Banyak armada laut Persia juga dipertentangkan, meski tidak sesering pasukan daratnya. Para penulis kuno lainnya setuju dengan angka yang diberikan oleh Herodotos, yaitu 1.207 kapal. Banyak ini menurut standar kuno cukup konsisten, dan dapat ditafsirkan bahwa banyaknya sekitar 1.200 kapal. Di selang para sejarawan modern, beberapa mempunyai yang menerima banyak ini, meskipun tetap berpendapat bahwa banyaknya semakin sedikit pada Pertempuran Salamis.[101][102][103] Karya-karya terkini lainnya mengenai Perang Yunani-Persia menolak angka ini, dan melihat bahwa 1.207 yaitu peniruan dari banyak kapal armada gabungan Yunani dalam Iliad. Karya-karya itu secara umum mengklaim bahwa Persia mengirimkan tidak semakin dari 600 kapal perang menyeberangi Laut Aigea.[103][104][105]

Yunani

Athena

Setahun setelah peristiwa di Marathon, pahlawan Athena, Miltiades, terluka dalam sebuah pertempuran kecil. Mengambil kesempatan dari hal ini, keluarga Alkmaionidai yang berpengaruh, menyusun rencana supaya dia dihukum.[106] Miltiades diberikan denda yang akbar atas kejahatan 'menipu rakyat Athena', tetapi dia meninggal seminggu belakang karena lukanya.[106]

Politisi Themistokles, yang dasar kekuasaannya secara kuat tertanam di kalangan orang miskin, mengisi kekosongan yang dibebaskan oleh Miltiades, dan pada dekade selanjutnya dia menjadi politisi paling berpengaruh di Athena.[106] Pada periode ini, Themistokles terus berupaya supaya Athena mengembangkan daya lautnya.[106] Rakyat Athena sadar selama masa itu bahwa Persia sedang mau menduduki Yunani,[89] dan kebijakan laut Themistokles probabilitas diamati dalam ancaman potensial dari Persia.[106] Aristides, lawan politik Themistokles, dan orang yang terkemuka dari zeugites (kelas sosial atas atau kelas hoplites) dengan keras menentang kebijakan Themistokles.[107]

Pada tahun 483 SM, lapisan perak yang akbar ditemukan di pertambangan Athena di Laurion.[108] Themistokles mengusulkan supaya perak itu digunakan bagi mendirikan armada kapal trireme baru. Supaya usulannya diterima, Themistokles berbohong dan mengatakan bahwa Athena membutuhkan armada tambahan bagi mendukung peperangan melawan Aigina.[109] Plutarkhos berpendapat bahwa Themistokles secara berahti-hati tidak menyebut-nyebut Persia karena ancaman dari Persia sedang terlalu jauh dari Athena bagi ditanggapi, tetapi Themistokles memang memaksudkan armada tambahan itu bagi menghadapi Persia.[108] Fine berpendapat bahwa banyak orang Athena yang mengakui bahwa armada laut tambahan memang dibutuhkan bagi menahan Persia, yang persiapan kampanye militernya belum diketahui.[110] Usulan Themistokles dengan gampang disetujui, meskipun mendapat tentangan keras dari Aristides. Lolosnya usulan itu probabilitas karena banyaknya orang Athena yang mau mendapat bayaran dengan menjadi pendayung kapal.[110] Tidak diketahui dari sumber kuno apakah 100 atau 200 kapal yang pada awalnya disetujui; adil Fine maupun Holland berpendapat bahwa pada awalnya 100 kapal disetujui lalu banyak ini bertambah sampai seperti yang mempunyai pada invasi kedua.[109][110] Aristides berbelit-belit menetang kebijakan Themistokles, dan ketegangan di selang kedunya terus meningkat, berlaku ostrakisme pada tahun 482 SM menjadi kontes langsung selang Themistokles dan Aristides.[109] Dalam apa yang Holland sebut sebagai, pada dasarnya, referendum pertama di dunia, Aristides diostrakisasi, dan kebijakan Themistokles disahkan.[109] Dan memang, karena semakin menyadari persiapan Persia bagi memainkan invasi kedua, rakyat Athena memilih bagi membikin kapal banyakan daripada permintaan Themistokles.[109] Dengan demikian, menjelang invasi Persia, Themistokles telah menjadi politisi terkemuka di Athena.[111]

Sparta

Raja Sparta Demaratos dijatuhkan dari takhtanya pada tahun 492 SM, dan ditukarkan oleh sepupunya Leotykhides. Setelah tahun 490 SM, Demaratos yang merasa sakit hati belakang memilih mengasingkan diri. Dia sampai di istana Darius di Susa.[87] Sejak itu Demaratos menjadi penasihat Darius bagi urusan Yunani. Ketika Xerxes naik takhta, Demaratos terus menjalankan tugas sebagai pensihat. Dia bahkan ikut menemani Xerxes pada invasi kedua Persia.[112] Pada yang belakang sekali buku 7 Herodotos, mempunyai sebuah anekdot yang berpadanan dengan invasi kedua, diucapkan Demaratos mengirimkan lembaran kayu memakai ikat lilin kosong ke Sparta. Ketika lilinnya dibubarkan, sebuah pesan tampak. Pesan tersebut diukir pada kayu yang dilapisi lilin itu dan intinya yaitu memperingatkan Sparta mengenai rencana Xerxes.[113] Akan tetapi, banyak sejarawan percaya bahwa bab ini diisikan ke dalam tulisan Herodotos oleh penulis pada masa selanjutnya, probabilitas bagi mengisi kekosongan selang yang belakang sekali buku 7 dan awal buku 8. Kebenaran kisah tersebut dengan demikian tidak diketahui secara pasti.[114]

Persekutuan Yunani

Pada tahun 481 SM, Xerxes mengirim utusan ke semua Yunani bagi menanti tanah dan cairan sebagai lambang penyerahan diri, tetapi utusan-utusannya secara sengaja tidak datang ke Athena dan Sparta.[115] Dengan demikian dukungan mulai diberikan kepada dua negara ini. Kongres negara kota diadakan di Korinthos pada yang belakang sekali musim gugur pada tahun 481 SM, dan aliansi konfederasi negara kota Yunani dibuat.[116] Konfederasi ini mempunyai kekuasaan bagi mengirim utusan bagi menanti bantuan dan bagi menarik pasukan dari tiap negara anggotanya demi membentuk pasukan gabungan. Herodotos tidak menyebut nama persekutuan itu tetapi hanya menyebutnya "οἱ Ἕλληνες" (bangsa Yunani) dan "orang Yunani yang bersekutu" (terjemahan Godley) atau "orang Yunani yang bersatu" (terjemahan Rawlinson).[117] Setelah itu, mereka disebut sebagai 'Sekutu'. Sparta dan Athena berperan penting dalam kongres tersebut tetapi minat negara kota lainnya juga ikut memilihkan dalam mewujudkan strategi pertahanan.[118] Hanya sedikit yang diketahui tentang pekerjaan internal mengenai diskusi kongres dalam pertemuannya. Hanya 70 dari sekitar 700 negara kota Yunani yang mengirim perwakilan. Meskipun demikian, persatuan ini sangat penting bagi dunia Yunani yang terpecah-pecah, khususnya karena banyak negara kota Yunani yang pada masa itu sedang saling berperang satu sama lain.[119]

Invasi kedua ke Yunani (480–479 SM)

Awal 480 SM: Thrakia, Makedonia, dan Thessalia

Setelah menyeberang ke Eropa pada bulan April 480 SM, pasukan Persia mulai memasuki Yunani, dan memakan waktu tiga bulan bagi berlanjut tanpa faktor yang menghalangi dari Hellespontos ke Therme. Mereka bubar sejenak di Doriskos, di sana mereka bergabung dengan armada laut. Xerxes mereorganisasi pasukan menjadi unit-unit taktis menggantikan formasi nasional yang sebelumnya digunakan bagi berlanjut dari Persia.[120]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Persitiwa penting pada invasi kedua ke Yunani.

Persekutuan Yunani kembali memainkan pertemuan pada musim semi tahun 480 SM dan setuju bagi mempertahankan Lembah Tempe di perbatasan Thessalia dan menghalangi gerak maju Xerxes.[121] Akan tetapi, begitu tiba di sana, mereka diperingatkan oleh Alexandros I dari Makedonia bahwa lembah tersebut dapat dijadikan terlewat oleh pasukan Persia dan bahwa pasukan Xerxes terlalu akbar, sehingga pasukan Yunani pun mundur.[122] Tidak lama setelah itu, mereka mendapat berita bahwa Xerxes telah menyeberangi Hellespontos.[122] Pada titik ini, strategi kedua diusulkan oleh Themistokles kepada persekutuan Yunani. Rute menuju Yunani selatan (Boiotia, Attika, dan Peloponnesos) membikin Xerxes harus berlanjut melewati celah ketat di Thermopylae. Celah tersebut dapat dengan gampang ditutupi oleh hoplites Yunani, meskipun pasukan Persia jauh banyakan. Selain itu, guna mencegah pasukan Persia lewat melewati jalur lainnya, maka armada laut Athena dan sekutu akan menjaga Selat Artemision. Strategi ganda ini diterima oleh persekutuan Yunani.[123] Namun, kota-kota Peloponnesos membikin rencana gerak-mundur bagi mempertahankan Tanah genting Korinthos jika dibutuhkan, sementara wanita dan anak-anak Athena dievakuasi ke Kota Troezen di Peloponnesos.[124]

Agustus 480 SM: Pertempuran Thermopylae dan Artemision

Perkiraaan waktu kedatangan Xerxes bertepatan dengan waktu Olimpiade dan festival Karneia. Bagi rakyat Sparta, perang tidak boleh dimainkan pada periode tersebut.[125] Meskipun waktunya tidak tepat, rakyat Sparta merasa bahwa ancaman Persia begitu akbar sehingga mereka mengirimkan raja mereka Leonidas I bersama pengwal pribadinya (Hippeis) yang terdiri dari 300 prajurit. Prajurit muda dalam pasukan itu ditukarkan oleh veteran yang telah mempunyai anak. Dengan demikian, kalau mereka mati pada pertempuran nanti, garis keturunan mereka tetap dapat berlanjut.[125] Leonidas dibantu oleh kontingen dari kota-kota sekutu di Peloponnesos dan juga dari kota-kota sekutu yang disinggahi dalam perjalanan ke Thermopylae.[125] Pasukan Yunani tiba di celah itu, mendirikan kembali tembok yang pernah dibangun oleh orang Phokis di titik tersempit di celah itu, lalu menanti kedatangan pasukan Xerxes.[126]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Celah Thermopylae.

Ketika pasukan Persia tiba di Thermopylae pada pertengahan Agustus, selama tiga hari mereka menunggu pasukan Yunani bagi membubarkan diri. Ketika Xerxes sadar bahwa pasukan Yunani memang berniat mempertahankan celah itu, dia belakang mengirimkan pasukannya.[127] Namun, jabatan pasukan Yunani sangat ideal bagi peperangan hoplites. Kontingen Persia dipaksa bagi menyerang phalanx Yunani.[128] Pasukan Yunani bertahan selama dua hari penuh menghadapi serangan Persia, termasuk serangan dari pasukan elite Persia, Pasukan Tidak berkesudahan. Menjelang yang belakang sekali hari kedua, pasukan Yunani dikhianati oleh seorang masyarakat lokal bernama Ephialtes, yang memberitahu Xerxes tentang perlintasan gunung yang terletak di belakangan pasukan Yunani. Pengintai Yunani melihat bahwa pasukan Persia mau mengepung pasukan Yunani, maka dari itu Leonidas memerintahkan sebagian akbar prajurit bagi mundur, sedangkan sisanya, sekitar 2.000 orang, dengan dipimpin olehnya, akan terus mempertahankan celah. Pada hari terakhir, sisa-sisa pasukan Yunani mencoba membunuh sebanyak mungkin prajurit Persia namun pada yang belakang sekalinya mereka semua dibunuh atau ditangkap.[129] Perlawanan terakhir pasukan Yunani di bawah pimpinan Leonidas itu menjadi salah satu perlawanan terakhir paling terkenal dalam sejarah.

Bersamaan dengan Pertempuran di Thermopylae, armada laut Yunani yang terdiri dari 271 trireme, berupaya mempertahankan Selat Artemision melawan Persia, sekaligus melindungi pasukan Yunani di Thermopylae.[130] Di sini, armada laut Yunani menahan Persia selama tiga hari. Pada petang hari ketiga, armada laut Yunani menerima kabar tentang kekalahan Leonidas dan pasukannya di Thermopylae. Karena armada laut Yunani telah merasakan banyak kerusakan, dan karena Thermopylae telah tidak perlu lagi dilindungi, maka armada laut Yunani yang belakang sekalinya mundur dari Artemision ke Pulau Salamis.[131]

September 480 SM: Pertempuran Salamis

Kekalahan Yunani di Thermopylae membikin Boiotia jatuh ke tangan Xerxes; dan membikin Attika buka luas bagi diserang. Sisa masyarakat Athena dievakuasi, dengan bantuan armada Yunani, ke Salamis.[132] Pasukan Yunani di Peloponnesos mulai bersedia bagi mempertahankan garis pertahanan di Tanah Genting Korinthos, mendirikan dinding dan menghancurkan perlintasan dari Megara, membiarkan Kota Athena dimasuki pasukan Persia.[133] Dengan demikian Athena jatuh ke tangan Persia; sekelompok kecil orang Athena berupaya melindungi Akropolis dan pada yang belakang sekalinya dikalahkan. Xerxes lalu memerintahkan supaya Athena dihancurkan dan Akropolis dibakar.[134]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pertempuran Salamis (1868) oleh Wilhelm von Kaulbach.

Persia kini menduduki sebagian akbar Yunani, tetapi Xerxes barangkali tidak menduga akan mendapat perlawanan sekeras itu; prioritasnya kini yaitu menyelesaikan perang secepat mungkin.[135] Jika Xerxes dapat memusnahkan tingkatan laut Yunani, maka dia akan berada pada jabatan yang kuat bagi memaksa Yunani menyerah;[136] Di pihak Yunani, Themistokles berkeinginan, dengan menghancurkan tingkatan laut Persia, maka penaklukan total oleh Persia dapat dicegah.[137] Armada laut Yunani dengan demikian tetap berada di lepas sama sekali pantai Salamis sampai September, meskipun Persia akan segera datang. Bahkan setelah Athena jatuh, sisa-sisa armada laut Yunani tetap bertahan di Salamis, mencoba memancing armada Persia bagi berperang.[138] Sebagian karena ditipu oleh Thmistokles, armada Persia memasuki Selat Salamis.[139] Di selat yang ketat itu, kapal Persia yang terlalu banyak justru menjadi kendala, karena kapal-kapal mereka menjadi sulit bermanuver dan tidak terorganisir.[140] Melihat kesempatan ini, armada laut Yunani menyerang dan meraih kemenangan telak atas Persia. Mereka menenggelamkan atau menangkap setidaknya 200 kapal. Dengan demikian, Peloponessos tetap terjamin.[141]

Berdasarkan Herodotos, setelah kekalahan itu Xerxes sempat berupaya mendirikan perlintasan melalui kanal bagi menyerang para pengungsi Athena di Salamis, tetapi proyek ini dengan segera dibubarkan. Dengan lenyapnya daya laut Persia, Xerxes merasa takut bahwa pasukan Yunani akan berlayar ke Hellepontos dan menghancurkan jembatan pontonnya. Jika jembatan itu dihancurkan, maka pasukan darat Persia akan terjebak di Yunani.[142] Jenderalnya, Mardonios, bersedia tetap tinggal di Yunani dan menyelesaikan sisa penaklukan dengan sekumpulan pasukan yang dipilihnya sendiri, sementara Xerxes kembali ke Asia bersama sebagian akbar pasukannya.[143] Mardonios melewati musim dingin di Boiotia dan Thessalia; dengan demikian, rakyat Athena dapat kembali ke kota mereka, yang telah dibakar, pada musim dingin.[135]

Juni 479 SM: Pertempuran Plataia dan Mykale

Seusai musim dingin, muncul ketegangan di pihak Yunani. Khususnya, orang Athena, yang tidak dilindungi oleh tanah genting, padahal armada laut Athena yaitu kunci diamankannya Peloponessos. Merasa tidak puas, Athena menolak ikut serta dalam armada laut Yunani pada musim semi.[144] Mardonios bertahan di Thessalia, karena dia tahu bahwa tidak mempunyai gunanya menyerang tanah genting. Di lain pihak, pasukan Yunani juga tidak bersedia mengirim tentara keluar dari Peloponnesos, sehingga terjadilah kebuntuan.[144] Mardonios bangung bagi memecah kebuntuan, dengan menegosiasikan perdamaian kepada Athena, memakai Alexandros I dari Makedonia sebagai penengah.[145] Rakyat Athena memastikan bahwa delegasi Sparta mendengar tawaran itu, lalu belakang menolaknya.[145] Dengan demikian, Athena lagi-lagi harus dievakuasi, dan pasukan Persia bangung ke selatan lalu kembali menduduki Athena. Mardonios kini kembali menegosiasikan perdamaian kepada para pengungsi Athena di Salamis. Athena, bersama Megara dan Plataia, mengirim utusan ke Sparta bagi menanti bantuan, dan mengancam akan menerima tawaran Persia jika Sparta tidak bersedia menolong.[146] Sebagai tanggapannya, Sparta mengirim sejumlah akbar pasukan dari kota-kota Peloponnesos dan bangung menuju pasukan Persia.[147]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pertempuran Plataia, gerak mundur pasukan Yunani menjadi tidak teratur dan pasukan Persia menyeberangi sungai Asopos bagi menyerang pasukan Yunani.

Ketika Mardonius mengetahui bahwa pasukan persekutuan Yunani telah bangung, dia pun mundur ke Boiotia, di tidak jauh Plataia, dan berupaya memancing pasukan Yunani ke daerah buka supaya dia dapat memakai kavalerinya.[148] Pasukan Yunani, di bawah komando Pausanias, bertahan di dataran tinggi di atas Plataia supaya mereka tidak terjebak oleh strategi Persia.[149] Setelah beberapa hari terjadi kebuntuan, Pausanis memerintahkan pasukan Yunani bagi mundur ke jabatan asalnya pada malam hari.[149] Gerakan mundur ini terjadi secara tidak teratur, dan membikin pasukan Athena, Sparta, serta Tegea terjebak di bukit tertutup, sementara kontingen-kontingen lainnya tersebar terpisah-pisah di tidak jauh Plataia.[149] Melihat keadaan ini, pasukan Persia merasa bahwa ini yaitu masa yang tepat bagi menyerang. Mardonios memerintahkan semua pasukannya bagi maju.[150] Namun, infanteri Persia terbukti tidak dapat menandingi hoplites Yunani yang bersenjata berat,[151] dan pasukan Sparta berhasil mendobrak barisan pengawal Mardonios lalu membunuhnya.[152] Setelah itu, pasukan Persia menjadi panik dan kocar-kacir; 40.000 prajurit berhasil menyelamatkan diri melewati perlintasan ke Thessalia,[153] tetapi sisanya kabur ke ke perkemahan Persia dan di sana mereka dikepung lalu dibantai oleh pasukan Yunani. Peristiwa ini sekaligus memastikan kemenangan Yunani.[154][155]

Herodotos menceritakan bahwa, pada sore hari dalam Pertempuran Plataia, rumor mengenai kemenangan Yunani didengar oleh armada laut Yunani, yang ketika itu sedang berada di lepas sama sekali pantai Gunung Mykale di Ionia.[156] Semangat mereka langsung meningkat, dan armada laut Yunani maju bagi melawan armada Persia di sana. Dalam Pertempuran Mykale itu, yang berjalan pada hari yang sama dengan Pertempuran Plataia, pasukan Yunani meraih kemenangan dan menghancurkan sisa-sisa tingkatan laut Persia, sekaligus melumpuhkan daya laut Xerxes, dan menandai kebangkitan tingkatan laut Yunani.[157] Sementara para sejarawan modern meragukan apakah peristiwa di Mykale benar-benar terjadi pada hari yang sama dengan peristiwa di Plataia, namun Pertempuran Mykale hanya dapat terjadi setelah armada laut Yunani menerima berita dari Plataia.[158]

Serangan balik Yunani (479–478 SM)

 

Mykale – Sestos – Siprus – Byzantion

Mykale dan Ionia

Peristiwa di Mykale menjadi awal dari fase baru dalam konflik Yunani-Persia, yang mana pihak Yunani mulai memainkan ofensif terhadap Persia.[159] Kemenangan Yunani di Mykale menyebabkan kota-kota Yunani di Asia kecil kembali memberontak. Orang Samos dan orang Miletos telah secara aktif berperang melawan Persia di Mykale, dan secara buka menyatakan pemberontakan mereka, yang belakang disertai pula oleh kota-kota lainnya.[160][161]

Sestos

Tidak lama setelah peristiwa di Mykale, pasukan Yunani berlayar ke Hellespontos bagi menghancurkan jembatan ponton, tetapi mereka mendapati bahwa jembatan itu ternyata telah tidak mempunyai.[162] Armada Peloponnesos lalu berlayar kembali ke Yunani, tetapi pasukan Athena tetap berada di sana bagi menyerang Khersonesos, yang sedang diduduki oleh Persia.[162] Pasukan Persia dan sekutu mereka berjaga di Sestos, kota terkuat di daerah itu. Di selang mereka yaitu Oiobazos dari Kardia, yang mempunyai tali dan berbagai perlengkapan lainnya kesan dari jembatan ponton Persia.[163] Gubernur Persia di sana, yaitu Artayktes, tidak pernah bersedia bagi menghadapi sebuah pengepungan, karena dia percaya bahwa pasukan Yunani tidak akan menyerang.[164] Dengan demikian, pasukan Athena dapat memainkan pengepungan terhadap Kota Sestos.[162] Pengepungan itu berjalan selama beberapa bulan, dan menyebabkan banyak ketegangan serta ketidakpuasan bahkan di kalangan pasukan Athena sendiri,[165] tetapi pada yang belakang sekalinya kota itu kehabisan makanan dan pasukan Persia yang mempunyai di sana melarikan diri pada malam hari melewati lokasi yang penjagaannya kurang.[166] Dengan demikian, Athena dapat menduduki kota itu keesokan hari.[166]

Sebagian akbar prajurit Athena dikirim bagi mengejar pasukan Persia yang kabur.[166] Kelompok Oiobazos ditangkap oleh satu suku Thrakia, dan Oiobazos sendiri dikorbankan bagi dewa Plistoros.[167] Sementara itu pasukan Athena berhasil menangkap Artayktes, dan membunuh beberapa prajurit Persia yang mempunyai bersamanya, tetapi pasukan Athena menawan sebagian akbar dari mereka, termasuk Artayktes.[167] Artayktes disalibkan atas permintaan masyarakat Elaios, sebuah kota yang pernah dijarah oleh Artayktes.[168] Setelah tidak mempunyai lagi urusan di Sestos, pasukan Athena pun berlayar pulang, dan tidak tidak mengindahkan mereka membawa tali dari jembatan ponton Persia sebagai trofi kemenangan atas Persia.[169]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Citra satelit yang menunjukkan pulau Siprus.

Siprus

Pada tahun 478 SM, kontrak persekutuan di Yunani sedang berjalan, dan mereka mengirim sebuah armada yang terdiri dari 20 kapal dari Peloponnesos serta 30 kapal Athena, dengan tujuan mendukung kota-kota sekutu yang banyaknya tidak diketahui. Armada itu dipimpin oleh Pausanias. Menurut Thukydides, armada ini berlayar ke Siprus dan "menduduki sebagian akbar pulau tersebut".[170] Tidak diketahui secara pasti apa maksud Thukydides. Sealey berpendapat bahwa ini pada dasarnya yaitu penyerangan bagi menjarah sebanyak mungkin harta dari garnisun Persia di Siprus.[171] Mempunyai dugaan bahwa pasukan Yunani berniat bagi menduduki pulau tersebut, dan tidak lama setelah itu, mereka berlayar ke Byzantion.[170] Yang jelas, fakta bahwa Liga Delos berulang kali memainkan kampanye militer di Siprus menunjukkan bahwa di pulau itu tidak dibangun garnisun oleh Yunani pada tahun 478 SM, dan jikapun mempunyai garnisun Yunani, maka probabilitas akbar garnisun itu dengan cepat ditolak.

Byzantion

Armada Yunani berlayar ke Byzantion, yang belakang mereka kepung, dan pada yang belakang sekalinya mereka kuasai.[170] Kendali atas Sestos dan Byzantion menjadikan pasukan Yunani mempunyai kuasa atas selat selang Eropa dan Asia (yang penah dilalui oleh Persia), dan memungkinkan mereka mengakses jalur perdagangan di Laut Hitam.[172]

Kesudahan suatu peristiwa dari pengepungan itu terbukti membawa persoalan bagi Pausanias. Tidak diketahui secara jelas apa yang terjadi; Thukydides memberi sedikit rincian, meskipun penulis pada masa selanjutnya menambahkan banyak tuduhan mengerikan.[172] Melewati arogansi dan sikap yang dibuatnya yang semena-mena (Thukydides menyebutnya "kekejaman"), Pausanias berhasil mengucilkan banyak kontingen pasukan Yunani, khusunya yang baru saja lepas sama sekali dari kekuasaan Persia.[171][172][173] Orang-orang Ionia dan beberapa lainnya menanti Athena bagi mengambil alih kepemimpinan kampanye, dan Athena menyetujui hal ini.[173] Sparta, setelah mengetahui perilaku Pausanias, segera memanggilnya dan mengadilinya atas tuduhan memainkan pekerjaan sama dengan musuh. Meskipun Pausanias dimerdekakan, tetapi reputasinya telah rusak dan dia tidak lagi diizinkan memimpin pasukan Yunani.[173]

Pausanias kembali ke Byzantion sebagai masyarakat negara pada tahun 477 SM, dan menduduki kota itu sampai dia ditolak oleh orang Athena. Dia lalu menyeberangi Bosporus dan bermukim di Kolonai di Troad, sampai belakang dia lagi-lagi dituduh memainkan pekerjaan sama dengan Persia. Dia dipanggil lagi ke Sparta dan kembali diadili. Setelah itu, dia membikin dirinya kelaparan sampai mati.[174] Waktu perihal jadinyanya tidak jelas, tetapi Pausanias mungkin menduduki Byzantion sampai tahun 470 SM.[174]

Peperangan Liga Delos (477–449 SM)

Peperangan Liga Delos

 

Eion – Skyros – Karystos – Naxos ketiga – Eurymedon – Thasos – Khersonesos – Pampremis – Memphis – Prosopitis – Mendision – Kition – Salamis di Siprus

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Athena dan "kekaisaran"nya pada tahun 431 SM. Kekaisaran Athena yaitu keturunan langsung dari Liga Delos.

Liga Delos

Setelah peristiwa Byzantion, Sparta diduga sangat mau mengehentikan keterlibatan mereka dalam perang. Sparta berpendapat bahwa dengan dimerdekakannya Yunani daratan dan kota-kota Yunani di Asia Kecil, maka tujuan perang telah tercapai. Selain itu, Sparta juga probabilitas merasa bahwa tidak mungkin memberi keamanan jangka panjang bagi kota-kota Yunani di Asia.[175] Setelah peristiwa di Mykale, Raja Sparta Leotykhides telah mengusulkan bagi memindahkan semua orang Yunani dari Asia Kecil ke Eropa sebagai satu-satunya metode yang permanen bagi memerdekakan mereka dari ancaman Persia. Xanthippos, komandan Athena di Mykale, secara keras menolak usulan ini. Kota-kota Ionia pada awalnya yaitu koloni Athena, dan menurutnya, orang Athenalah yang akan melindungi kota-kota Ionia.[175] Pada masa inilah, kepemimpinan pasukan Yunani mulai secara efektif beralih kepada Athena.[175] Dengan mundurnya Sparta dari Byzantion, kepemimpinan Athena atas pasukan Yunani semakin tampak jelas.

Persekutuan negara kota Yunani yang longgar yang telah berperang melawan invasi Xerxes, dulu didominasi oleh Sparta bersama Liga Peloponnesosnya. Kini dengan penarikan mundur Sparta dan sekutu-sekutunya, kongres negara kota kembali diselengarakan di Pulau Delos yang suci bagi membentuk sebuah persekutuan baru bagi melanjutkan perlawanan terhadap Persia. Persekutuan baru ini mencakup banyak negara kota di Aigea dan secara formal dibangun sebagai 'Persekutuan Athena Pertama', semakin diketahui sebagai Liga Delos. Menurut Thukydides, tujuan resmi liga ini yaitu bagi "membalas penderitaan dengan metode menghancurkan wilayah kaisar [Persia]".[176] Pada kenyataannya, tujuan ini dibagi menjadi tiga usaha utama—mempersiapkan invasi pada masa hadapan, memberi pembalasan kepada Persia, dan mengatur pembagian harta rampasan perang. Tiap anggotanya boleh memilih bagi menyediakan pasukan bersenjata atau membayar pajak, yang disimpan sebagai kas bersama; sebagian akbar negara kota memilih bagi membayar pajak.[176]

Kampanye melawan Persia

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta yang menunjukkan lokasi pertempuran yang dimainkan oleh Liga Delos, 477–449 SM

Sepanjang tahun 470-an SM, Liga Delos memainkan kampanye militer di Thrakia dan Aigea bagi menumpas sisa-sisa garnisun Persia dari daerah itu, terutama di bawah komando politisi Athena, Kimon.[177] Pada awal dekade selanjutnya, Kimon mulai memainkan kampanye militer di Asia Kecil, berupaya bagi menguatkan jabatan Yunani di sana.[178] Pada Pertempuran Eurymedon di Pamphylia, pasukan Athena dan armada sekutunya meraih kemenangan ganda yang sangat telak, mereka menghancurkan armada laut Persia dan belakang melabuhkan pasukan daratnya, yang juga berhasil mengalahkan pasukan darat Persia. Setelah pertempuran ini, pihak Persia pada dasarnya berperan semakin pasif dan defensif, mereka berupaya tidak terlalu mengambil risiko dalam pertempuran.[179]

Menjelang yang belakang sekali tahun 460-an SM, Athena menutuskan bagi menjalankan keputusan yang sangat ambisius, yaitu mendukung pemberontakan di kesatrapan Mesir di Kekaisaran Persia. Meskipun pasukan Yunani pada awalnya meraih kesuksesan, namun mereka tidak mampu menduduki garnisun Persia di Memphis, meskipun mereka telah mengepungnya selama tiga tahun.[180] Pasukan Persia lalu melancarkan serangan balik, dan kali ini giliran pasukan Athena yang dikepung selama 18 bulan, sebelum belakang disapu beres.[181] Kegagalan ini, ditambah dengan peperangan yang sedang berjalan melawan Sparta di Yunani, membikin Athena terpaksa membubarkan perseteruannya dengan Persia.[182] Akan tetapi, pada tahun 451 SM, sebuah kontrak damai disepakati di Yunani, sehingga Kimon dapat memimpin sebuah ekspedisi ke Siprus. Namun, ketika sedang mengepung Kota Kition, Kimon meninggal dan pasukan Athena terpaksa harus mundur, memenangkan kemenangan ganda lainnya pada Pertempuran Salamis-di-Siprus dengan tujuan menyelesaikan konflik ini.[183] Kampanye ini menandai yang belakang sekali peperangan selang Liga Delos dan Persia, dan sekaligus mengakhiri Perang Yunani-Persia.[184]

Kesepakatan damai

Setelah Pertempuran Salamis-di-Siprus, Thukydides tidak lagi menyebutkan konflik dengan Persia, dia hanya menuliskan bahwa pasukan Yunani pulang.[183] Diodoros, di lain pihak, mengklaim bahwa setelah peristiwa di Salamis, sebuah kontrak damai ("Perdamaian Kallias") disepakati oleh pihak Yunani dan Persia.[185] Diodoros barangkali mengikuti sejarah yang ditulis oleh Ephoros, yang diduga dipengaruhi oleh gurunya. Isokrates—yang darinya dipercaya mempunyai rujukan tertua mengenai perdamaian tersebut, pada tahun 380 SM.[18] Bahkan pada ratus tahun ke-4 SM, gagasan mengenai kontrak itu cukup kontroversial, dan dua penulis dari periode itu, yakni Kallisthenes dan Theopompos, tampak menolak terjadinya kontrak itu.[186]

Mempunyai probabilitas, sebelumnya pihak Athena telah pernah berupaya bernegosiasi dengan Persia. Plutarkhos berpendapat bahwa setelah peristiwa di Eurymedon, Artaxerxes setuju bagi menyelenggarakan kesepakatan damai dengan Yunani, bahkan kontrak itu dinamai dari nama utusan dari Athena, yaitu Kallias, yang terlibat dalam kontrak tersebut. Akan tetapi, seperti yang diakui oleh Plutarkhos, Kallisthenes menolak bahwa kontrak macam itu disepakati pada titik ini (sek. 466 SM).[179] Herodotos juga menyebutkan bahwa Athena diwakili oleh kallias, yang dikirim ke Susa bagi bernegosiasi dengan Artaxerxes.[187] Utusan ini mencakup beberapa perwakilan Argos dan dengan demikian barangkali terjadi sekitar 461 SM (setelah Athena bersekutu dengan Argos).[18] Utusan ini mungkin telah berupaya bagi sampai semacam kesepakatan damai, dan bahkan diduga bahwa kegagalan dari negosiasi ini berujung pada keputusan Athena bagi mendukung pemberontakan di Mesir.[188] Dengan demikian, sumber-sumber kuno pada umumnya saling lain argumen mengenai apakah benar-benar pernah terjadi kesepakatan damai. Dan jika memang terjadi, tanggal pastinyaa juga sedang diperdebatkan.

Para sejarawan modern juga lain pendapat; misalnya, Fine menerima pemikiran Perdamaian Kallias,[18] sedangkan Sealey menolaknya.[189] Holland menerima bahwa semacam diskusi terjadi selang Yunani dan Persia tetapi tidak pernah terjadi kesepakatan damai.[190] Fine berpendapat bahwa argumen Kallisthenes, yang menyangkal bahwa kontrak damai diciptakan setelah peristiwa Eurymedon, tidak menutupi probabilitas dimainkannya kontrak damai pada waktu lainnya. Semakin jauh lagi, Fine berpendapat bahwa Theopompos sebenarnya merujuk pada kontrak damai yang diduga telah ditawarkan dengan Persia pada tahun 432 SM.[18] Jika argumen ini aci, maka akan menghilangkan satu faktor yang menghalangi akbar terhadap penerimaan terjadinya kontrak damai. Bukti lainnya yang mendukung keadaan kontrak damai yaitu penarikan mundur Athena yang tiba-tiba dari Siprus pada tahun 449 SM, yang menurut Fine cukup masuk tipu daya jika dimainkan karena keadaan kontrak damai.[191] Di lain pihak, jika memang mempunyai kontrak damai, yaitu sangat aneh Thukydides tidak menyebutkannya. Dalam digresinya tentang pentekontaitia, tujuannya yaitu menjelaskan kebangkitan kekuasaan Athena. Dan dalam narasinya, Thukydides tidak tidak mengindahkan menguraikan keterlibatan para sekutu dari Liga Delos dalam perkembangan itu, berlaku jika mempunyai kontrak damai, tentu akan menjadi salah satu tahap penting dalam sejarah perkembangan Athena.[192] Mempunyai pula yang berpendapat bahwa mempunyai bagian-bagian dalam tulisan Thukydides yang merujuk pada kontrak damai.[18] Namun sampai kini tidak mempunyai kesepakatan di selang para sejarawan mengenai kontrak damai tersebut.

Jika kontrak itu benar-benar terjadi, intinya sangatlah memalukan bagi Persia, Naskah kuno yang memberi rincian kontrak itu cukup konsisten dalam menjabarkan ketentuan-ketentuan dalam kontrak terssebut, selang lain:[18][185][186]

  • Semua kota Yunani di Asia merdeka dari kekuasaan Persia
  • Satrap Persia (dan mungkin pasukan daratnya) tidak boleh memainkan perjalanan ke bidang barat dari Sungai Halys (menurut Isokrates) atau memainkan perjalanan semakin pendek dari sehari dengan mengguanakan kuda ke Laut Aigea (menurut Kallisthenes) atau memainkan perjalanan semakin pendek dari tiga hari dengan berlanjut kaki ke ke Laut Aigea (menurut Ephorus dan Diodoros).
  • Kapal perang Persia tidak boleh berlayar ke bidang barat Phaselis (di pesisir selatan Asia Kecil), atau ke bidang barat Tebing Kyanaia (kemungkinan di ujung selatan Bosporus, di pesisir utara Asia Kecil).
  • Jika semua syarat di atas dipatuhi oleh Persia, maka Athena tidak akan mengirim pasukan ke tanah yang diduduki oleh Persia.

Kesudahan suatu peristiwa dan konflik selanjutnya

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Fase-fase pada Perang Peoponnesos.

Menjelang yang belakang sekali konflik Yunani-Persia, babak yang mana Liga Delos menjadi Kekaisaran Athena telah semakin tampak.[190] Meskipun Yunani telah tidak lagi berperang dengan Persia, namun sekutu-sekutu Athena tetap diharuskan bagi mengirim kapal atau membayar uang kepada Athena.[192] Di Yunani, Perang Peloponnesos Pertama selang Athena dan Sparta, yang berjalan sejak tahun 460 SM dengan beberapa kali jeda, yang belakang sekalinya kesudahan suatu peristiwanya pada tahun 445 SM, dengan kontrak gencatan senjata bagi tiga puluh tahun selanjutnya.[193] Namun, perseturuan selang Sparta dan Athena tidak yang belakang sekalinya dan mereka kembali berperang 14 tahun belakang, bahkan sebelum gencatan senjata beres, dan ini menandai dimulainya Perang Peloponnesos Kedua.[194] Konflik yang menghancurkan ini, yang berjalan selama 27 tahun, pada yang belakang sekalinya berujung pada musnahnya kekuasaan Athena dan bubarnya Kekaisaran Athena. Ini juga menjadi awal dari hegemoni Sparta atas Yunani.[195] Akan tetapi, bukan hanya Athena yang menderita kesudahan suatu peristiwa perang ini, karena konflik ini secara signifikan telah melemahkan semua Yunani.[196]

Berulang kali dikalahkan dalam pertempuran oleh Yunani, dan direpotkan oleh banyak pemberontakan dalam negeri yang mengganggu kemampuan Persia melawan Yunani, yang belakang sekalinya setelah tahun 449 SM, Kaisar Artaxerxes I dan para penerusnya memakai metode yang lain, yaitu politik adu domba.[196] Persia tidak lagi secara langsung menyerang Yunani, melainkan berupaya membikin Athena berperang melawan Sparta. Persia secara rutin menyuap para politisi di Yunani bagi sampai tujuan mereka. Dengan metode ini, orang-orang Yunani sibuk berperang satu sama lain dan tidak lagi menaruh perhatian bagi menyerang Persia.[196] Tidak mempunyai konflik buka selang Yunani dan Persia sampai tahun 396 SM, ketika Raja Sparta Agesilaos menginvasi Asia Kecil, itu pun tidak lama. Seperti ditulis oleh Plutarkhos, orang Yunani terlalu sibuk melihat hancurnya daya mereka sendiri dan tidak mampu menyerang "orang barbar".[184]

Peperangan Liga Delos telah membikin beralihnya keseimbangan daya selang Yunani dan Persia, sehingga Yunani menjadi pihak yang semakin kuat. Tetapi selama setengah ratus tahun selanjutnya, konflik di Yunani telah membikin keseimbangan daya kembali beralih pada Persia. Persia memasuki Perang Peloponnesos pada tahun 411 SM, membentuk pakta pertahanan bersama dengan Sparta dan menggabungkan tingkatan laut mereka bagi melawan Athena. Sebagai balasan atas bantuannya, Persia kembali mendapat kendali atas Ionia.[197] Pada tahun 404 SM, ketika Koresh Muda berupaya menduduki takhta Persia, dia merekrut 13.000 tentara bayaran Yunani dari semua dunia Yunani, dan Sparta sendiri mengirim 700–800 prajurit, percaya bahwa mereka mengikuti kontrak dan tidak menyadari tujuan utama pasukan itu.[198] Setelah Koresh gagal, Persia kembali mencoba bagi menduduki kota-kota Ionia, yang memberontak selama Persia sibuk melawan Koresh. Kota-kota Ionia menolak menyerah dan menanti bantuan kepada Sparta, dan Sparta memberi bantuan pada tahun 396–395 SM.[199] Namun, Athena memihak Persia, sehingga dimulai lagi konflik berskala akbar di Yunani, yaitu Perang Korinthos. Menjelang yang belakang sekali konflik ini, pada tahun 387 SM, Sparta menanti bantuan Persia bagi mendukung jabatannya. Melewati "Perdamaian Kaisar", yang mengakhiri perang itu, Kaisar Artaxerxes II berhasil mendapat kembali kota-kota Yunani di Asia Kecil dari pihak Sparta, sebagai balasan yang mana Persia mengancam akan menyatakan perang kepada kota Yunani manapun yang tidak bersedia berbaik.[200] Kontrak ini memalukan bagi Yunani, dan juga membikin Yunani kehilangan hampir semua yang telah diraih pada seabad sebelumnya. Dengan kontrak ini, Sparta menyerahkan kota-kota Yunani di Asia Kecil kepada Persia supaya Sparta tetap dapat menjaga hegemoninya di Yunani.[201] Setelah kontrak inilah, orang-orang Yunani mulai menyebut-nyebut tentang Perdamaian Kallias (entah fiktif atau bukan). Pada titik ini, Perdamaian Kallias menjadi kebalikan dari Perdamaian Kaisar. Perdamaian Kallias disebut sebagai contoh yang menyenangkan pada "masa lalu yang jaya" ketika Yunani berhasil memerdekakan Aigea dari kekuasaan Persia melewati Liga Delos.[18] Konfrontasi terakhir selang dunia Yunani melawan Kekaisaran Persia Akhemeniyah terjadi hanya 53 tahun belakang, ketika pasukan Aleksander Luhur menyeberang ke Asia, menandai dimulainya apa yang kelak akan yang belakang sekalinya dengan penghancuran Persepolis dan kejatuhan Kekaisaran Persia Akhemeniyah.

Lihat pula

  • Sejarah Yunani
  • Sejarah Iran

Catatan kaki

^ i: Jangka waktu terjadinya "Perang Yunani-Persia" berbeda-beda menurut beberapa argumen, dan penggunaan istilah "Perang Yunani-Persia" juga bervariasi di selang para akademisi sejarah; Pemberontakan Ionia dan Peperangan Liga Delos kadang-kadang tidak diikutsertakan. Artikel ini mencakup jangkauan maksimum dari Perang Yunani-Persia.
^ ii: Bukti arkeologi bagi Panionion sebelum ratus tahun ke-6 SM yaitu kurang kuat, dan probabilitas kuil ini yaitu perkembangan pada masa selanjutnya.[202]
^ iii: Meskipun secara historis kurang tepat, tetapi legenda tentang seorang pembawa pesan Yunani yang berlari ke Athena bagi menyampaikan berita kemenangan, menjadi inspirasi bagi keaktifan olahraga, yang diperkenalkan pada Olimpiade Athena 1896, dan pada awalnya balapan dimainkan dari Marathon ke Athena.[203]

Referensi

  1. ^ Encyclopaedia Britannica: Greco-Persian Wars
  2. ^ Ehrenberg, Victor (2011). From Solon to Socrates: Greek History and Civilization During the 6th and 5th Centuries BC (ed. 3). Abingdon, England: Routledge. hlm. 99–100. ISBN 978-0-41558487-6. 
  3. ^ Cicero, Mengenai Hukum I, 5
  4. ^ a b c Holland, hlm. xvi–xvii.
  5. ^ Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, e.g.I, 22
  6. ^ a b Finley, hlm. 15.
  7. ^ Holland, hlm. xxiv.
  8. ^ a b Holland, hlm. 377
  9. ^ Fehling, hlm. 1–277.
  10. ^ Finley, hlm. 16.
  11. ^ Kagan, hlm. 77.
  12. ^ Sealey, hlm. 264.
  13. ^ Fine, hlm. 336.
  14. ^ Finley, hlm. 29–30.
  15. ^ a b Sealey, hlm. 248.
  16. ^ Fine, hlm. 343
  17. ^ misalnya Themistokles bab 25 mempunyai rujukan ;langsung kepada Thukydides I, 137
  18. ^ a b c d e f g h Fine, hlm. 360.
  19. ^ Green, Greek History 480–431 BC, hlm. 1–13.
  20. ^ Roebuck, hlm. 2
  21. ^ Traver, hlm. 115–116.
  22. ^ a b c Herodotos I, 42–151
  23. ^ Thukydides I, 12
  24. ^ Snodgrass, hlm. 373–376
  25. ^ Thomas & Contant, hlm. 72–73
  26. ^ Osborne, hlm. 35–37
  27. ^ Herodotos I, 142
  28. ^ Herodotos I, 143
  29. ^ Herodotos I, 148
  30. ^ Herodotos I, 22
  31. ^ Herodotos I, 74–75
  32. ^ Herodotos I, 26
  33. ^ a b Holland, hlm. 9–12.
  34. ^ Herodotos I, 53
  35. ^ Holland, hlm. 13–14.
  36. ^ a b Herodotos I, 141
  37. ^ Herodotos I, 163
  38. ^ Herodotos I, 164
  39. ^ Herodotos I, 169
  40. ^ a b c d e Holland, hlm. 147–151.
  41. ^ a b Fine, hlm. 269–277.
  42. ^ a b Holland, hlm. 155–157.
  43. ^ a b c d e Lazenby, pp23–29
  44. ^ a b c d e f Lazenby, hlm. 256
  45. ^ Holland, hlm196
  46. ^ Farrokh, hlm. 76
  47. ^ Lazenby, hlm232
  48. ^ Holland, pp69–72
  49. ^ Holland, hlm. 217
  50. ^ Lazenby, hlm. 227–228
  51. ^ a b Lazenby, hlm34–37
  52. ^ a b Herodotos VII, 89
  53. ^ Herodotos VI, 9
  54. ^ a b Holland, hlm. 153–154.
  55. ^ Herodotos V, 31
  56. ^ Herodotos V, 33
  57. ^ Herodotos V, 100–101
  58. ^ Herodotos V, 102
  59. ^ Herodotos V, 116
  60. ^ Herodotos V, 117
  61. ^ Herodotos V, 121
  62. ^ Boardman et al, hlm. 481–490.
  63. ^ Herodotos VI, 6
  64. ^ Herodotos VI, 8–16
  65. ^ Herodotos lhttp://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.19 VI, 19]
  66. ^ Herodotos VI, 25
  67. ^ Herodotos VI, 31–33
  68. ^ a b c Holland, hlm. 175–177.
  69. ^ a b Holland, hlm. 177–178.
  70. ^ Herodotos VI, 43
  71. ^ Holland, hlm. 153.
  72. ^ a b Herodotos VI, 44
  73. ^ Herodotos VI, 45
  74. ^ a b Herodotos VI 48
  75. ^ a b Holland, hlm. 181–183.
  76. ^ Lind. Chron. D 1-59 in Higbie (2003)
  77. ^ a b Holland, hlm. 183–186.
  78. ^ a b Herodotos VI, 96
  79. ^ Herodotos VI, 100
  80. ^ a b c d Herodots VI, 101
  81. ^ Herodotos [httpo//www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.102 VI, 102]
  82. ^ Lazenby, hlm. 59–62.
  83. ^ a b Holland, hlm. 195–197.
  84. ^ Herodotos VI, 117
  85. ^ Herodotos VI, 115
  86. ^ Herodotos VI, 116
  87. ^ a b Holland, hlm. 202–203.
  88. ^ Holland, hlm. 206–208.
  89. ^ a b Holland, hlm. 208–211.
  90. ^ Holland, hlm. 213–214.
  91. ^ Herodotos VII, 7
  92. ^ Herodotos VII, 150
  93. ^ Herodotos VII,6
  94. ^ Holland, hlm. 225.
  95. ^ Holland, hlm. 263.
  96. ^ Herodotos VII, 62-80
  97. ^ Herodotos VII, 26
  98. ^ Herodotos VII, 37
  99. ^ Herodotos VII, 35
  100. ^ de Souza, hlm. 41.
  101. ^ Köster (1934)
  102. ^ Holland, hlm. 320.
  103. ^ a b Lazenby, hlm. 93–94.
  104. ^ Green, hlm. 61.
  105. ^ Burn, hlm. 331.
  106. ^ a b c d e Holland, hlm. 214–217.
  107. ^ Holland, hlm. 217–219.
  108. ^ a b Plutarkhos, Themistokles, 4
  109. ^ a b c d e Holland, hlm. 219–222.
  110. ^ a b c Fine, hlm. 292
  111. ^ Plutarkhos, Themistokles, 5
  112. ^ Holland, hlm. 223–224.
  113. ^ Herodotos VII, 239
  114. ^ How & Wells, catatan bagi Herodotos VII, 239
  115. ^ Herodotos VII, 32
  116. ^ Herodoto VII, 145
  117. ^ Herodotos, VII, 148
  118. ^ Herodotos VII, 160
  119. ^ Holland, hlm. 226.
  120. ^ Herodotos VII, 100
  121. ^ Holland, hlm. 248–249.
  122. ^ a b Herodotos VII, 173
  123. ^ Holland hlm. 255–257.
  124. ^ Herodotos VIII, 40
  125. ^ a b c Holland, hlm. 257–259.
  126. ^ Holland, hlm. 262–264.
  127. ^ Herodotos VII, 210
  128. ^ Holland, hlm. 274.
  129. ^ Herodotos VII, 223
  130. ^ Herodotos VIII, 2
  131. ^ Herodotos VIII, 21
  132. ^ Herodotos VIII, 41
  133. ^ Holland, hlm. 300.
  134. ^ Holland, hlm. 305–306
  135. ^ a b Holland, hlm. 327–329.
  136. ^ Holland, hlm. 308–309
  137. ^ Holland, hlm. 303.
  138. ^ Herodotos VIII, 63
  139. ^ Holland, hlm. 310–315
  140. ^ Herodotos VIII, 89
  141. ^ Holland, hlm. 320–326.
  142. ^ Herodotos VIII, 97
  143. ^ Herodotos VIII, 100
  144. ^ a b Holland, hlm. 333–335.
  145. ^ a b Holland, hlm. 336–338.
  146. ^ Herodotos IX, 7
  147. ^ Herodotos IX, 10
  148. ^ Holland, hlm. 339.
  149. ^ a b c Holland, hlm. 342–349.
  150. ^ Herodotos IX, 59
  151. ^ Herodotos IX, 62
  152. ^ Herodotos IX, 63
  153. ^ Herodotos IX, 66
  154. ^ Herodotos IX, 65
  155. ^ Holland, hlm. 350–355.
  156. ^ Herodotos IX, 100
  157. ^ Holland, hlm. 357–358.
  158. ^ Dandamaev, hlm. 223
  159. ^ Lazenby, hlm. 247.
  160. ^ Herodotos IX, 104
  161. ^ Thukydides I, 89
  162. ^ a b c Herodotos IX, 114
  163. ^ Herodotos IX, 115
  164. ^ Herodotos IX, 116
  165. ^ Herodotos IX, 117
  166. ^ a b c Herodotos +9.118 IX, 118
  167. ^ a b Herodotos IX, 119
  168. ^ Herodotos IX, 120
  169. ^ Herodotos IX, 121
  170. ^ a b c Thukydides I, 94
  171. ^ a b Sealey, hlm. 242
  172. ^ a b c Fine, hlm. 331.
  173. ^ a b c Thukydides I, 95
  174. ^ a b Fine, hlm. 338–339.
  175. ^ a b c Holland, hlm. 362.
  176. ^ a b Thukydides I, 96
  177. ^ Sealey, hlm. 250.
  178. ^ Plutarkhos, Kimon, 12
  179. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 13
  180. ^ Thukydides I, 104
  181. ^ ThukydidesI, 109
  182. ^ Sealey, hlm. 271–273.
  183. ^ a b Thukydides http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Thuc.+1.112 I, 112]
  184. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 19
  185. ^ a b Diodoros XII, 4
  186. ^ a b Sealey, hlm. 280.
  187. ^ Herodotos VII, 151
  188. ^ Kagan, hlm. 84.
  189. ^ Sealey, hlm. 281.
  190. ^ a b Holland, hlm. 366.
  191. ^ Fine, hlm. 363.
  192. ^ a b Sealey, phlm 282.
  193. ^ Kagan, hlm. 128.
  194. ^ Holland, hlm. 371.
  195. ^ Xenophon, Hellenika II, 2
  196. ^ a b c Dandamaev, hlm. 256.
  197. ^ Rung, hlm. 36.
  198. ^ Xenophon, Hellenika III, 1
  199. ^ Xenophon, Hellenika III, 2–4
  200. ^ Xenophon, Hellenika V, I
  201. ^ Dandamaev, hlm. 294
  202. ^ Hall, hlm. 68
  203. ^ Holland, hlm. 198.

Sumber

Sumber kuno

  • Herodotos, Historia (terjemahan Godley, 1920)
    • Uraian: W.W. How, J. Wells (1990). A commentary on Herodotus. Oxford University Press. ISBN 0198721390. 
  • Thukydides, Sejarah Perang peloponnesos
  • Xenophon, Anabasis, Hellenika
  • Plutarkhos, Kehidupan Paralel; Themistokles, Aristides, Perikles, Kimon
  • Diodoros Sikolos, Bibliotheke historika
  • Cornelius Nepos, Kehidupan Komandan Hebat; Miltiades, Themistokles

Sumber modern

  • Boardman J, Bury JB, Cook SA, Adcock FA, Hammond NGL, Charlesworth MP, Lewis DM, Baynes NH, Ostwald M & Seltman CT (1988). The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Burn, A.R. (1985). "Persia and the Greeks". In Ilya Gershevitch, ed. The Cambridge History of Iran, Volume 2: The Median and Achaemenid Periods The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Dandamaev, M. A. (1989). A political history of the Achaemenid empire (translated by Willem Vogelsang). BRILL. ISBN 9004091726. 
  • de Souza, Philip (2003). The Greek and Persian Wars, 499-386 BC. Osprey Publishing, (ISBN 1-84176-358-6)
  • Farrokh, Keveh (2007). Shadows in the Desert: Ancient Persia at War. Osprey Publishing. ISBN 1846031087. 
  • Fine, John Van Antwerp (1983). The ancient Greeks: a critical history. Harvard University Press. ISBN 0674033140. 
  • Finley, Moses (1972). "Introduction". Thucydides – History of the Peloponnesian War (translated by Rex Warner). Penguin. ISBN 0140440399. 
  • Green, Peter (2006). Diodorus Siculus – Greek history 480–431 BC: the alternative version (translated by Peter Green). University of Texas Press. ISBN 0292712774. 
  • Green, Peter (1996). The Greco-Persian Wars. University of California Press. ISBN 0520205731. 
  • Hall, Jonathon (2002). Hellenicity: between ethnicity and culture. University of Chicago Press. ISBN 0226313298. 
  • Higbie, Carolyn (2003). The Lindian Chronicle and the Greek Creation of their Past. Oxford University Press. ISBN 0-19-924191-0. 
  • Holland, Tom (2006). Persian Fire: The First World Empire and the Battle for the West. Abacus. ISBN 0385513119. 
  • Kagan, Donald (1989). The Outbreak of the Peloponnesian War. Cornell University Press. ISBN 0801495563. 
  • Köster, A.J. (1934). "Studien zur Geschichte des Antikes Seewesens". Klio Belheft 32. 
  • Lazenby, JF (1993). The Defence of Greece 490–479 BC. Aris & Phillips Ltd. ISBN 0856685917. 
  • Osborne, Robin (1996). Greece in the making, 1200-479 BC. Routledge. ISBN 041503583 . 
  • Roebuck, R (1987). Cornelius Nepos – Three Lives. Bolchazy-Carducci Publishers. ISBN 0865162077. 
  • Rung, Eduard (2008). "Diplomacy in Graeco-Persian relations". In de Souza, P & France, J. War and peace in ancient and medieval history. University of California Press. ISBN 052181703X. 
  • Sealey, Raphael (1976). A history of the Greek city states, ca. 700-338 B.C. University of California Press. ISBN 0520031776. 
  • Snodgrass, Anthony (1971). The dark age of Greece: an archaeological survey of the eleventh to the eighth centuries BC. Routledge. ISBN 041593635 . 
  • Carol G. Thomas, Craig Conant (2003). Citadel to City-State: The Transformation of Greece, 1200-700 B.C.E. Indiana University Press. ISBN 0253216028. 
  • Traver, Andrew (2002). From polis to empire, the ancient world, c. 800 B.C.-A.D. 500: a biographical dictionary. Greenwood Publishing Group. ISBN 0313309426. 

Pranala luar

Wikidata: Greco–Persian Wars


edunitas.com


Page 3

Perang Yunani-Persia (disebut juga Perang Persia) yaitu serangkaian konflik selang Kekaisaran Persia Akhemeniyah melawan negara kota di Yunani kuno. Perang ini bermula pada tahun 499 SM dan yang belakang sekalinya pada tahun 449 SM. Bentrokan selang dunia Yunani yang secara politik terpecah-pecah melawan Kekaisaran Persia yang sangat akbar telah dimulai ketika Koresh yang Luhur menaklukkan Ionia pada tahun 547 SM. Berupaya bagi mengendalikan kota-kota di Ionia, Persia menunjuk tiran bagi berkuasa di sana. Ini belakang terbukti menjadi sumber persoalan bagi Yunani dan Persia.

Pada tahun 499 SM, tiran di Miletos, yaitu Aristagoras, mulai memainkan ekspedisi bagi menaklukkan Pulau Naxos, dengan dukungan Persia;[2] Namun, ekspedisi itu yang belakang sekalinya dengan kegagalan dan Aristagoras pun yang belakang sekalinya dipecat. Aristagoras lalu menghasut kota-kota Yunani di Asia Kecil bagi memberontak melawan Persia. Ini yaitu awal dari Pemberontakan Ionia, yang berjalan sampai tahun 493 SM, dan dalam perkembangannya menyeret banyakan daerah di Asia Kecil ke dalam konflik. Aristagoras mendapat bantuan militer dari Athena dan Eretria. Pada tahun 498 SM, pasukan Athena dan Eretria membakar ibu kota regional Persia di Asia Kecil, yaitu Kota Sardis. Kaisar Persia, Darius yang Luhur marah dan bersumpah akan membalas Athena dan Eretria atas sikap yang dibuat mereka. Pemberontakan terus berlanjut, dan kedua belah pihak menemui perlintasan buntu sepanjang 497–495 SM. Pada tahun 494 SM, Persia menyerang pusat pemberontakan di Miletos. Pada Pertempuran Lade, pasukan Ionia merasakan kekalahan telak dan pemberontakan pun yang belakang sekalinya, dan sisa-sisanya dibasmi pada tahun selanjutnya.

Berupaya mengamankan kekaisarannya dari ancaman pemberontakan lainnya, dan juga dari campur tangan Yunani daratan, Darius yang belakang sekalinya melancarkan serangan ke Yunani, bagi menghukum Athena dan Eretria atas pembakaran Sardis. Invasi pertama Persia ke Yunani dimulai pada tahun 492 SM, dengan Jenderal Persia, Mardonios, menaklukkan Thrakia dan Makedonia sebelum yang belakang sekalinya pasukan Persia merasakan bencana dan terpaksa mengakhiri kampanyenya. Pada tahun 490 SM, pasukan kedua dikirim ke Yunani, kali ini melewati Laut Aigea, di bawah komando Datis dan Artaphernes. Ekspedisi ini berhasil menundukkan Kyklades, sebelum belakang mengepung, menaklukkan, dan menghancurkan Eretria. Akan tetapi, ketika berupaya menyerang Athena, pasukan Persia dikalahkan secara telak oleh pasukan Athena pada Pertempuran Marathon, yang sekaligus membubarkan invasi pertama Persia. Darius belakang menyusun rencana bagi kembali menyerang Yunani, namun dia terlebih dahulu meninggal pada tahun 486 SM, dan tanggung jawab penaklukan beralih kepada putranya, Xerxes I. Pada tahun 480 SM, Xerxes secara langsung memimpin invasi kedua Persia ke Yunani dengan pasukan yang sangat banyak. Kemenangan melawan 'Persekutuan' negara kota Yunani (dipimpin oleh Sparta dan Athena) pada Pertempuran Thermopylae membikin Persia dapat menduduki sebagian akbar Yunani. Akan tetapi, ketika berupaya menghancurkan armada laut Yunani, Persia malah merasakan kekalahan berat pada Pertempuran Salamis. Pada tahun selanjutnya, persekutuan negara kota Yunani melancarkan serangan dan mengalahkan pasukan Persia pada Pertempuran Plataia, sekaligus mengakhiri invasi Persia di Yunani.

Persekutuan Yunani menindaklanjuti kesuksesan mereka dengan menghancurkan sisa-sisa armada Persia pada Pertempuran Mykale, sebelum belakang mengusir garnisun Persia dari Sestos (479 SM) dan Byzantion (478 SM). Sikap yang dibuat Jenderal Pausanias pada Pengepungan Byzantion menjauhkan banyak negara kota Yunani dari pihak Sparta, dan persekutuan anti-Persia belakang dibuat kembali dengan dipimpin oleh Athena, dalam persatuan yang disebut Liga Delos. Liga Delos terus memainkan kampanye melawan Persia selama tiga dekade selanjutnya, dimulai dengan pengusiran sisa-sisa garnisun Persia dari Eropa. Dalam Pertempuran Eurymedon pada tahun 466 SM, Liga Delos meraih kemenangan ganda yang pada yang belakang sekalinya membikin kota-kota di Ionia dapat merdeka. Akan tetapi, keterlibatan Liga Delos dalam pemberontakan Mesir (dari 460–454 SM) berujung pada kekalahan telak dan kampanye yang lebih lanjut wajib ditunda. Liga Delos mengirim pasukan ke Siprus pada tahun 451 SM, dan setelah menariknya kembali, Perang Yunani-Persia pun benar-benar yang belakang sekalinya. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa yang belakang sekali bentrokan ditandai dengan kontrak damai selang Athena dan Persia, yaitu pada Perdamaian Kallias.

Sumber

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung kepala Herodotos. Naskah kuno karya Herodotos yaitu sumber utama bagi konflik Yunani-Persia.

Hampir semua sumber utama bagi Perang Yunani-Persia bersumber dari Yunani; tidak mempunyai naskah sejarah yang tersisa dari pihak Persia. Sumber utama bagi Perang Yunani-Persia yaitu naskah karya sejarawan Yunani, Herodotos. Herodotos, yang disebut "Bapak Sejarah",[3] dilahirkan pada tahun 484 SM di Halikarnassos, Asia Kecil (ketika itu bidang dari Kekaisaran Persia). Dia menulis catatan sejarahnya, yang berjudul Historia, sekitar tahun 440–430 SM, berupaya bagi melacak asal mula Perang Yunani-Persia, yang ketika itu belum lama usai.[4] Pendekatan Herodotos yaitu novel dan setidaknya di masyarakat Barat, dia membikin 'sejarah' sebagai sebuah disiplin pengetahuan.[4] Holland berpendapat tentang Herodotos:[4]

Bagi pertama kalinya, seorang penulis kronik membikin dirinya melacak asal mula konflik tidak ke masa yang sangat jauh demi tampak luar biasa, tidak demi kehendak dan keinginan beberapa dewa, tidak juga demi klaim orang-orang bagi mewujudkan takdir, tetapi demi penjelasan yang dapat dia verifikasi secara langsung.

—Holland, hlm. xvi–xvii.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung Thukydides. Narasi Herodotos dilanjutkan oleh Thukydides.

Beberapa sejarawan kuno selanjutnya, dimulai dari Thukydides, mengkritik Herodotos.[5][6] Meskipun demikian, Thukydides memilih bagi memulai sejarahnya pada masa di mana Herdotos mengakhiri kisahnya (pada Pengepungan Sestos) dan merasa bahwa sejarah Herodotos cukup tepat sehingga tidak perlu ditulis ulang atau dikoreksi.[6] Plutarkhos mengkritik Herodotos dalam esainya "Tentang Kejahatan Herodotos", menggambarkan Herodotos sebagai "Philobarbaros" (pencinta orang barbar) karena Herodotos dianggap tidak cukup pro-Yunani, yang mengindikasikan bahwa Herodotos sebenarnya mungkin telah memainkan penulisan yang berpihak kepada yang aci secara wajar.[7] Pandangan negatif terhadap Herodotos berlanjut di Eropa masa Renaisans, meski karya-karyanya tetap banyak dibaca. Namun, sejak ratus tahun ke-19 reputasinya secara dramatis terangkat oleh temuan arkeologi yang membenarkan keterangannya.[8] Pandangan modern terhadap Herodotos yaitu bahwa dia telah menuliskan catatan yang luar biasa dalam Historia, namun beberapa rincian spesifiknya (khusunya tentang banyak prajurit dan tanggal peristiwa) wajib diamati secara skeptis.[8] Meskipun demikian, sedang banyak sejarawan yang meyakini bahwa Herodotos hanya mengarang sebagian akbar catatannya.[9]

Sayangnya, sejarah militer Yunani selang yang belakang sekali invasi kedua Persia ke Yunani dan Perang Peloponnesos (479–431 SM) tidak banyak diucapkan dalam sumber kuno. Periode ini, kadang disebut pentekontaitia oleh para sejarawan kuno, yaitu seuatu periode perdamaian dan kemakmuran di Yunani.[10][11] Sumber terlengkap tentang periode ini, dan sekaligus yang paling sezaman yaitu naskah karya Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, yang oleh para sejarawan modern secara umum dianggap sebagai sumber primer yang terpercaya.[12][13][14] Thukydides hanya menyebut periode ini dalam sebuah kelainan dalam meningkatnya kekuasaan Athena menuju Perang Peoponnesos, dan naskahnya sendiri pendek, probabilitas sangat selektif serta kekurangan tanggal perihal berlakunya.[15][16] Meskipun demikian, naskah Thukydides dapat, dan memang, digunakan oleh para sejarawan bagi mereka-reka kronologi pada periode ini, yang juga ditambah dari temuan arkeologi dan catatan dari penulis lain.[15]

Rincian yang banyakan tentang keseluruhan periode ini diadakan oleh Plutarkhos dalam karyanya biografi Themistokles, Aristides dan khususnya Kimon. Plutarkhos menulis beberapa ratus tahun setelah perihal berlakunya sehingga naskahnya yaitu sumber sekunder, yang membikin peryatannya perlu verifikasi lebih lanjut.[17] Dalam biografinya, dia mengambil sumber langsung dari banyak naskah sejarah kuno yang pada masa modern telah lenyap, dan dengan demikian dia telah mencatat rincian periode yang tidak disebutkan adil oleh Herodotos maupun Thukydides. Sumber penting terakhir bagi periode ini yaitu sejarah universal (Bibliotheke historika) karya penulis asal Sisilia ratus tahun ke-1 SM, Diodoros Sikolos. Banyak dari tulisan Diodoros tentang periode ini diambil dari sejarawan Yunani yang lebih awal, yaitu Ephoros, yang juga menulis sejarah universal.[18] Karya Diodoros juga yaitu sumber sekunder dan seringkali dikritik oleh para sejarawan karena gaya dan ketidakakuratannya, namun karya tersebut menyimpan banyak rincian periode kuno yang tidak ditemukan di sumber mana pun.[19]

Rincian lainnya tersebar dan dapat ditemukan dalam Hellados Periegesis karya Pausanias, sementara kamus Suda dari Bizantium ratus tahun ke-10 M mencantumkan beberapa anekdot yang tidak ditemukan di sumber mana pun. Sumber minor bagi periode ini mencakup karya-karya Pompeius Trogus (diepitomisasi oleh Justinus), Cornelius Nepos, dan Ktesias dari Knidos (diepitomisasi oleh Photios), yang tidak lagi berada pada bentuk teks aslinya. Karya-karya ini kurang dipercaya (khususnya Ktesias) oleh para sejarawan dan tidak secara khusus bermanfaat pada rekonstruksi sejarah periode ini.[20][21]

Asal mula

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kota-kota Yunani di Asia Kecil, kota-kota Ionia berwarna biru, kota-kota Aiolia berwarna kuning, dan kota-kota Doria berwarna merah.

Orang Yunani pada periode klasik percaya bahwa, pada zaman kegelapan yang terjadi setelah runtuhnya peradaban Mykenai, sejumlah akbar orang Yunani beralih ke Asia Kecil dan bermukim di sana.[22][23] Pada umumnya para sejarawan modern menerima migrasi ini sebagai sebuah peristiwa sejarah (tapi migrasi ini lain dari kolonisasi yang terjadi pada masa selanjutnya di Mediterania oleh orang Yunani).[24][25] Namun, mempunyai yang percaya bahwa migrasi Ionia tidak dapat dijelaskan sesederhana yang telah diklaim oleh orang Yunani kuno.[26] Para pemukim itu bersumber dari tiga kelompok suku paling akbar di Yunani, yaitu suku Aiolia, suku Doria, dan suku Ionia.[22] Suku Ionia bermukim di sekitar pesisir Lydia dan Karia, dan mendirikan dua belas kota yang membentuk Ionia.[22] Kota-kota itu di selangnya yaitu Miletos, Myos, dan Priene di Karia; Ephesos, Kolophon, Lebedos, Teos, Klazomenae, Phokaia, dan Erythrai di Lydia; serta Pulau Samos dan Khios.[27] Meskipun kota-kota Ionia masing-masing berdaulat sendiri-sendiri, tetapi mereka mengakui bahwa mereka mewarisi kebudayaan dan peradaban yang sama. Mereka diperkirakan mempunyai satu kuil utama dan lokasi pertemuan tetap, disebut Panionion.ii[›] Mereka dengan demikian telah membentuk 'perkumpulan kebudayaan', yang tidak boleh dimasuki oleh kota-kota lainnya, bahkan oleh suku Ionia lainnya.[28][29]

Kota-kota Ionia merdeka sampai mereka ditaklukkan oleh Bangsa Lydia dari Asia Kecil bidang timur. Raja Lydia Alyattes II, menyerang Miletos, dan konflik tersebut yang belakang sekalinya dengan kontrak persekutuan selang Miletos dan Lydia, yang berjasa bahwa Miletos lepas sama sekali mengurusi urusan dalam negeri tetapi wajib menurut pada Lydia dalam persoalan luar negeri.[30] Pada masa itu, Lydia juga sedang berperang dengan Kekaisaran Media, dan Kota Miletos mengirim pasukan bagi menolong Lydia dalam konflik itu. Pada yang belakang sekalinya perjajian damai dipastikan selang Media dan Lydia, dengan Sungai Halys menjadi pembatas selang kedua kerajaan itu.[31] Raja Lydia yang terkenal, Kroisos, menggantikan ayahnya, Alyattes, sekitar tahun 560 SM dan berencana menaklukkan kota-kota Yunani lainnya di Asia Kecil.[32]

Pangeran Persia, Koresh memimpin sebuah pemberontakan melawan Raja Media terakhir, Astyages, pada tahun 553 SM. Koresh yaitu cucu Astyages dan didukung oleh sebagian aristokrat Media.[33] Pada tahun 550 SM, pemberontakan yang belakang sekalinya, dan Koresh meraih kemenangan, mendirikan Kekaisaran Persia Akhemeniyah bagi menggantikan Kekaisaran Media.[33] Kroisos melihat kekacauan di Kekaisaran Media dan Persia sebagai sebuah kesempatan bagi memperluas kekuasaannya. Dia terlebih dahulu meminta keterangan pada orakel Delphi tentang apakah dia wajib menyerang Persia atau tidak. Sang orakel memberikan jawaban ambigu yang belakang menjadi terkenal, yaitu bahwa "jika Kroisos menyeberangi Halys, maka dia akan menghancurkan satu kerajaan akbar."[34] Dibutakan oleh keambiguan ramalan itu, Kroisos pun menyerang Persia, dan yang belakang sekalinya dia dikalahkan. Lydia belakang jatuh ke tangan Koresh.[35]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kekaisaran Persia pada tahun 490 SM.

Ketika sedang berperang melawan Lydia, Koresh mengirim pesan kepada kota-kota Yunani di Ionia. Dia menanti mereka bagi memberontak terhadap kekuasaan Lydia. Permintaannya didorong oleh orang-orang Ionia.[36] Setelah Koresh beres menaklukkan Lydia, kota-kota Ionia kini menawarkan diri bagi berada di bawah kekuasaan Persia dengan kesepakatan yang sama seperti ketika dikuasai oleh Kroisos dari Lydia.[36] Koresh menolak dan mengungkit-ungkit keengganan bangsa Ionia ketika dulu mereka tidak bersedia menolongnya. Bangsa Ionia dengan demikian berhati-hati bagi mempertahankan diri, dan Koresh mengirim Jenderal Media, Harpagos, bagi menaklukkan mereka.[37] Dia pertama-tama menyerang Phokaia; orang-orang Phokaia memutuskan bagi meninggalkan kota mereka dan berlayar menyelamatkan diri ke Sisilia, daripada wajib tunduk di bawah kekuasaan Persia (meskipun belakang banyak pula yang kembali).[38] Beberapa orang Teos juga memilih bagi bermigrasi ketika Harpagos menyerang kota mereka, tetapi bangsa Ionia di kota-kota lainnya tetap bertahan, dan satu demi satu kota-kota Ionia ditaklukkan oleh Persia.[39]

Setahun setelah penaklukan itu, Persia mendapati bahwa orang Ionia sulit diatur. Di wilayah lainnya di kekaisaran, Koresh memanfaatkan kelompok elite masyarakat pribumi bagi menolongnya mengatur daerah jajahan barunya, misalnya kelompok kependetaan Yudea.[40] Kelompok seperti itu tidak mempunyai di kota-kota Yunani pada masa itu; meski biasanya mempunyai aristokrasi, hal ini pada yang belakang sekalinya berujung pada golongan-golongan yang saling bermusuhan.[40] Persia belakang menempatkan seorang tiran di tiap kota di Ionia, meskipun ini menyeret mereka ke dalam konflik internal Ionia. Selain itu, tiran tertentu probabilitas mengembangkan gagasan bagi merdeka dan wajib diganti.[40] Para tiran itu sendiri menghadapi tugas yang sulit, mereka mesti mengalihkan kebencian terburuk masyarakatnya terhadap Persia, sambil tetap mengabdi kepada Persia.[40] Di masa lalu, kota-kota Yunani sering diperintah oleh tiran, tetapi bentuk pemerintahan semacam itu telah berlalu.[41] Para tiran pada masa lalu juga cenderung dan wajib yaitu sosok pemimpin yang tangguh dan cakap, sementara para tiran yang ditunjuk oleh Persia yaitu orang-orang yang kurang pandai memimpin. Karena didukung oleh kuatnya militer Persia, para tiran ini tidak membutuhkan dukungan masyarakat lokal, dan dengan demikian mereka dapat memerintah secara mutlak.[41] Menjelang Perang Yunani-Persia, mempunyai probabilitas bahwa masyarakat Ionia merasa tidak puas dan telah siap bagi memberontak.[42] Ionia, tidak seperti banyak daerah lainnya di Kekaisaran Persia, tidak memberontak pada masa perang saudara selang masa pemerintahan Koresh dan Darius I, dan maka dari itu mempunyai probabilitas bahwa orang Ionia sebenarnya tidak terlalu merasa tidak puas terhadap kekuasaan Persia.

Peperangan di Mediterania kuno

Dalam Perang Yunani-Persia, kedua belah pihak memakai infanteri bersenjatakan tombak dan pasukan misil ringan. Pasukan Yunani mengutamakan infanteri berat, sedangkan Persia lebih menyukai pasukan infanteri ringan.[43][44]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Pasukan Tidak berkesudahan Persia dalam jabatan menyerang.

Persia

Militer Persia terdiri dari beragam prajurit yang didatangkan dari semua wilayah kekaisaran. Namun, menurut Herodotos, setidaknya mempunyai kesamaan dalam persenjataan dan gaya berperang.[43] Prajurit Persia biasanya dipersenjatai dengan busur dan anak panah, tombak pendek dan pedang (akinaka) atau kapak (sagaris), serta perisai tipis. Mereka mengenakan baju zirah dari kulit,[43][45] namun prajurit tingkat tinggi mengenakan baju zirah dari logam yang mempunyai mutu lebih adil. Persia biasanya memakai panah bagi mengurangi banyak prajurit musuh, lalu mendekat dan melancarkan serangan dengan tombak dan pedang.[43] Barisan pertama dalam formasi infanteri Persia, disebut 'sparabara', tidak mempunyai panah, membawa perisai yang lebih akbar, dan kadang-kadang membawa tombak yang lebih panjang. Tugas mereka yaitu melindungi barisan di belakangan mereka.[46] Persia juga mempunyai pasukan elite yang oleh Herodotos disebut sebagai Pasukan Tidak berkesudahan. Pasukan tersebut yaitu pasukan infanteri khusus yang banyaknya selalu tetap 10.000 prajurit. Sementara kavaleri Persia probabilitas berperang sebagai kavaleri misil ringan.[43][47]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Hoplites Yunani dalam jabatan menyerang, dengan tusukan bawah dan tusukan atas.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kapal trireme yang digunakan oleh Yunani.

Yunani

Gaya peperangan di negara kota di Yunani, yang bersumber sekitar tahun 650 SM (berdasarkan penanggalan dari 'Guci Chigi'), dipusatkan pada phalanx hoplites yang didukung oleh pasukan misil.[44][48] Hoplites yaitu prajurit pejalan kaki yang biasanya bersumber dari kelas sosial pertengahan (di Athena disebut zeugites), yang mampu membeli perlengkapan yang dibutuhkan bagi berperang sebagai hoplites.[49] Perlengkapan pelindungnya biasanya mencakup pelindung dada atau linothorax, grev (pelindung kaki), helm, dan sebuah perisai bulat cekung yang akbar dan disebut hoplon atau aspis.[44] Hoplites dipersenjatai dengan tombak panjang, disebut dory, yang lebih panjang daripada tombak Persia. Prajurit Yunani juga membawa senjata pendukung berupa sebilah pedang yang disebut xiphos.[44] Baju zirah dan perisai yang kuat serta tombak yang lebih panjang menjadikan pasukan Yunani lebih superior dalam pertarungan jarak tidak jauh[44] dan memberi perlindungan yang akbar dari serangan jarak jauh.[44] Penskirmis bersenjata ringan, disebut psiloi, juga mempunyai dalam pasukan Yunani dan semakin lama semakin penting seiring berjalannya konflik melawan Persia; pada Pertempuran Plataia, misalnya, mereka probabilitas mencakup setengah dari pasukan Yunani.[50] Tidak disebutkan keadaan penggunakan kavaleri oleh pihak Yunani dalam Perang Yunani-Persia.

Peperangan laut

Pada masa awal konflik, semua armada laut di daerah Mediterania timur memakai trireme, kapal perang yang digerakkan oleh tiga baris dayung. Siasat perang laut yang paling umum pada periode itu yaitu menubrukkan haluan kapal ke kapal musuh, karena bidang hadapan trireme dilengkapi dengan senjata pendobrak. Siasat lainnya yaitu dengan memasukkan prajurit ke kapal musuh.[51] Armada laut yang lebih berpengalaman pada masa itu juga mulai memakai manuver yang disebut diekplous. Tidak diketahui secara jelas siasat macam apa ini, tetapi probabilitas strategi ini melibatkan berlayar ke celah di selang kapal-kapal musuh dan belakang menabrak kapal musuh di bidang pinggirnya.[51]

Armada laut Persia diadakan terutama oleh bangsa Fenisia, bangsa Mesir kuno, bangsa Kilikia, dan bangsa Siprus.[52][53] Daerah pesisir lainnya di Kekaisaran Persia ikut mengirimkan kapal selama peperangan berjalan.[52]

Pemberontakan Ionia (499–493 SM)

Pemberontakan Ionia

 

Naxos – Sardis – Ephesos – Siprus – Pertempuran Marsyas – Labraunda – Pedasos – Lade – Miletos – Khios – Malene

Pemberontakan Ionia dan pemberontakan terkait di Aiolis, Doris, Siprus, dan Karia yaitu pemberontakan militer yang dilakukan oleh beberapa daerah di Asia Kecil bagi menentang kekuasaan Persia, dan berjalan dari tahun 499 SM sampai 493 SM. Penyebab pemberontakan ini terjadi karena kota-kota Yunani di Asia Kecil merasa tidak puas terhadap para tiran yang ditunjuk oleh Persia bagi memerintah mereka. Para pemberontak juga menentang sikap yang dibuat individual yang dilakukan oleh dua tiran di Miletos, Histiaios dan Aristagoras.[40][54] Pada tahun 499 SM, tiran Miletos masa iru, Aristagoras, melancarkan ekspedisi gabungan bersama seorang satrap Persia, Artaphernes, bagi menaklukkan Naxos, dengan tujuan meningkatkan jabatannya di Miletos (baik secara finansial maupun wibawa).[54][55] Misi itu yang belakang sekalinya dengan kegagalan,[56] dan dampaknya Aristagoras dipecat dari kedudukan tiran. Dia belakang memilih bagi menghasut kota-kota di Ionia bagi memberontak terhadap kaisar Persia, Darius yang Agung.[42]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pemberontakan Ionia.

Pada tahun 498 SM, dengan bantuan dari Athena dan Eretria, kota-kota Ionia menyerang, menaklukkan, dan membakar Kota Sardis.[57] Namun, dalam perjalanan pulang mereka menuju Ionia, mereka diikuti oleh pasukan Persia dan secara telak dikalahkan pada Pertempuran Ephesos.[58] Kampanye ini yaitu satu-satunya sikap yang dibuat ofensif yang dilakukan oleh orang Ionia, yang selanjutnya malah menjadi sikap yang dibuat defensif. Persia menanggapi pada tahun 597 SM dengan serangan bercabang tiga yang diarahkan bagi menaklukkan daerah-daerah di sekitar wilayah pemberontak,[59] tetapi pemberontakan menyebar ke Karia, sehingga pasukan paling akbar Persia, dipimpin oleh Darius, beralih ke sana.[60] Meskipun pada awal mulanya meraih kesukssesan pada awal kampanye di Karia, pasukan ini belakang disapu beres dalam sebuah penyergapan pada Pertempuran Pedasos.[61] Hal ini mengakibatkan terjadinya kebuntuan bagi kedua belah pihak selama sisa 496 dan 495 SM.[62]

Pada tahun 494 SM pasukan darat dan armada laut Persia dikumpulkan kembali, dan mereka menyerang langsung menuju pusat pemberontakan di Miletos.[63] Armada laut Ionia berupaya mempertahankan Miletos di laut, tetapi dikalahkan secara telak pada Pertempuran Lade, setelah orang-orang Samos berkhianat dan balik mendukung Persia.[64] Miletos lalu dikepung, ditaklukkan, dan masyarakatnya menjadi budak.[65] Kekalahan ganda ini secara efektif mengakhiri pemberontakan, dan pada yang belakang sekalinya orang-orang Karia pun menyerah kepada Persia.[66] Pasukan Persia menghabiskan tahun 493 SM bagi membasmi sisa-sisa pemberontakan di kota-kota di sepanjang pesisi Asia Kecil yang sedang berupaya menentang Persia,[67] sebelum yang belakang sekalinya menetapkan kesepakatan damai di Ionia yang dianggap cukup berpihak kepada yang aci.[68]

Pemberontakan Ionia menjadi konflik akbar pertama selang Yunani dan Kekaisaran Persia Akhemeniyah dan yaitu fase pertama dari Perang Yunani-Persia. Asia Kecil berhasil dikuasai kembali oleh Persia, namun Darius bersumpah bagi menghukum Athena dan Eretria atas bantuan mereka pada para pemberontak.[68] Selain itu, Darius melihat bahwa keadaan politik di Yunani dapat membawa ancaman terhadap kestabilan kekaisaran, maka dia pun berencana menaklukkan semua Yunani.[68]

Invasi pertama ke Yunani (492–490 SM)

Setelah menaklukkan Ionia, Persia memulai merencanakan gerakan mereka selanjutnya, yaitu memusnahkan ancaman dari Yunani terhadap kekaisaran dan menghukum Athena serta Eretria.[69] Hal ini berujung pada invasi pertama Persia ke Yunani, yang terdiri dari dua kampanye utama[69]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta fase pertama Perang Yunani-Persia.

492 SM: Kampanye Mardonios

Kampanye pertama, pada tahun 492 SM, dipimpin oleh menantu Darius, Mardonios,[70] yang kembali menduduki Thrakia, yang menjadi bidang dari Kekaisaran Persia sejak tahun 513 SM.[71] Mardonios berhasil memaksa Makedonia bagi menjadi kerajaan klien Persia. Sebelumnya Makedonia telah menjadi sekutu Persia tetapi sebagai negara merdeka.[72] Akan tetapi, perkembangan lebih lanjut dalam kampanye ini terhalangi ketika armada laut Mardonus dihancurkan oleh badai di pesisir Gunung Athos. Mardonios sendiri terluka dalam sebuah serangan ke perkemahannya oleh satu suku Thrakia. Setelah itu, Mardonios bersama sisa-sisa pasukannya kembali ke Asia.[72][73]

Setahun belakang, setelah menyusun rencana secara cermat, Darius mengirim utusan ke semua negara kota di Yunani dan menanti mereka bagi menyerah pada Persia.[74] Hampir semua negara kota Yunani tunduk pada Darius, kecuali Athena dan Sparta. Kedua negara kota itu bahkan membunuh utusan Darius.[74] Karena Athena sedang menentangnya, dan kini Sparta juga menyatakan perang melawannya, maka Darius memerintahkan dilakukannya kampanye militer lagi setahun belakang.[75]

490 SM: Kampanye Datis dan Artaphernes

Pada tahun 490 SM, Datis dan Artaphernes (putra satrap Artaphernes) diberikan komando bagi memimpin serangan invasi amfibi, dan mereka pun berlayar dari Kilikia.[75] Dari Kilikia, pasukan Persia pertama-tama berlayar menuju Pulau Rhodos, lokasi Kronik Kuil Lindos mencatat bahwa Datis mengepung Kota Lindos, tetapi tidak berhasil.[76] Armada Persia belakang bangung ke Naxos, bagi menghukum orang-orang Naxos atas perlawanan mereka terhadap ekspedisi Persia yang gagal satu dekade sebelumnya.[77] Banyak masyarakatnya yang kabur ke pegunungan, sedangkan masyarakat yang tertangkap menjadi budak.[78] Pasukan Persia lalu membakar kota dan kuil di Naxos.[78] Armada Persia belakang menyeberangi Laut Aigea bagi menuju Eretria. Dalam perjalanannya, pasukan Persia mengambil sandera dan pasukan dari tiap pulau yang mereka singgahi.[77]

Pasukan Persia berlayar ke Euboia, dan bangung menuju target utama mereka yang pertama, Eretria.[79] Orang Eretria tidak berupaya bagi mencegah pasukan Persia berlabuh dan berarak menuju kota mereka, Dampaknya pasukan Persia dapat mengepung Eretria.[80] Selama enam hari, pasukan Persia menyerang dinding pertahanan Eretria dan kerugian dialami oleh kedua belah pihak;[80] Namun, pada hari ketujuh, dua orang Eretria yang terkemuka membuka gerbang. Mereka berkhianat dan menyerahkan kota kepada pasukan Persia.[80] Kota itu dihancurkan, dan kuil serta suaka suci dijarah dan dibakar. Selain itu, sesuai perintah Darius, semua masyarakat kota menjadi budak.[80]

Pertempuran Marathon

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Sayap pasukan Yunani mengepung pasukan Persia pada Pertempuran Marathon.

Selanjutnya armada Persia bangung ke selatan menuju Pesisir Attika. Mereka berlabuh di Pantai Marathon, sekitar 25 mil (40 km) dari Kota Athena.[81] Di bawah panduan Miltiades, seorang jenderal yang punya banyak pengalaman berperang melawan orang Persia, pasukan Athena bangung bagi menghalangi dua jalur keluar dari daratan Marathon. Kebuntuan berjalan selama lima hari, sebelum yang belakang sekalinya pasukan Athena (untuk gagasan yang tidak diketahui) memutuskan bagi menyerang pasukan Persia.[82] Meskipun pasukan Persia mempunyai prajurit yang jauh banyakan, namun hoplites Yunani terbukti efektif melawan infanteri ringan Persia. Pasukan Yunani memukul mundur kedua sayap pasukan Persia sebelum belakang megacak-acak bidang tengahnya. Sisa-sisa pasukan Persia kabur ke kapal mereka dan meninggalkan pertempuran.[83] Herodotos mencatat bahwa sekitar 6.400 mayat prajurit Persia ditemukan di lokasi pertempuran, sedangkan pasukan Athena hanya kehilangan 192 pprajurit.[84]

Segera setelah pasukan Persia yang selamat bangung ke laut, pasukan Athena dengan cepat berlanjut kembali ke kota Athena.[85] Pasukan Athena tiba tepat waktu bagi mencegah Artaphernes berlabuh di Kota Athena. Menyadari bahwa kesempatannya telah lenyap, Artaphernes pun mengakhiri kampanye ini dan kembali ke Asia.[86]

Pertempuran Marathon yaitu titik balik pada Perang Yunani-Persia, dan menunjukkan bahwa pasukan Persia dapat dikalahkan. Peristiwa itu juga menunjukkan keunggulan hoplites Yunani, yang bersenjata lebih berat, dan memperlihatkan bahwa hoplites sangat potensial jika digunakan secara tepat.[83] Pertempuran Marathon barangkali sekarang lebih terkenal sebagai asal usul bagi balapan Marathon.iii[›]

Masa jeda (490–480 SM)

Persia

Setelah gagal pada invasi pertamanya, Darius mulai mendirikan pasukan yang lebih akbar bagi benar-benar menaklukkan Yunani; namun pada tahun 486 SM Mesir memainkan pemberontakan terhadap Persia sehingga ekspedisi ke Yunani wajib ditunda.[87] Darius meninggal ketika sedang bersedia bagi bangung ke Mesir, dan takhta Persia beralih kepada putranya Xerxes I.[88] Xerxes menumpas pemberontakan Mesir, dan dengan cepat mempersiapkan kembali pasukan bagi menyerang Yunani lagi.[89] Karena ini yaitu invasi berskala akbar, maka dibutuhkan perencanaan, pengumpulan perbekalan, dan persiapan prajurit yang cukup lama. Xerxes memutuskan bahwa Hellespontos akan menjadi jalur bagi pasukannya bagi menyeberang ke Eropa, dan kanal wajib digali menyeberangi tanah genting di Gunung Athos (armada Persia pernah dihancurkan pada tahun 492 SM ketika berupaya memutari garis pantai ini). Rencana Xerxes yaitu proyek luar biasa yang belum pernah dilakukan siapapun pada masanya.[90] Namun, kampanye wajib tertunda selama satu tahun karena terjadi pemberontakan lagi di Mesir dan Babilonia.[91]

Persia bersimpati kepada beberapa negara kota Yunani, termasuk Argos, yang berjanji akan memihak Persia begitu pasukan Persia sampai perbasatan mereka.[92] Keluarga Aleuadai, yang memerintah kota Larissa di Thessalia, melihat invasi ini sebagai sebuah kesempatan bagi memperluas kekuasaan mereka.[93] Sementara Thebes, meskipun tidak secara terang-terangan bersekutu dengan Persia, diduga bersedia menolong pasukan Persia begitu invasi tiba.[94][95]

Pada tahun 481 SM, setelah sekitar empat tahun persiapan, Xerxes mulai mengumpulkan pasukannya bagi menyerang Eropa. Herodotos memberikan daftar nama 46 bangsa yang prajuritnya menjadi bidang dalam pasukan Xerxes.[96] Pasukan Persia berkumpul di Asia Kecil pada musim panas dan musim gugur tahun 481 SM. Pasukan dari kesatrapan timur berkumpul di Kritala, Kappadokia dan dipimpin oleh Xerxes ke Sardis. Di sana mereka menghabiskan musim dingin.[97] Pada awal musim semi, pasukan bangung ke Abydos, dan mereka bergabung dengan pasukan dari kesatrapan barat.[98] Lalu pasukan yang telah dikumpulkan oleh Xerxes itu berarak menuju Eropa, menyeberangi Hellespontos melewati dua jembatan ponton.[99]

Banyak Pasukan Persia

Banyak prajurit yang dikumpulkan oleh Xerxes pada invasi kedua ke Yunani telah menjadi tema perdebatan yang tiada yang belakang sekali. Sebagian akbar sejarawan modern menolak banyak 2,5 juta prajurit yang ditulis oleh Herodotos serta para penulis kuno lainnya, karena banyak tersebut tidak realistis, selain itu pihak pemenang sangat mungkin telah memainkan miskalkulasi dan membesar-besarkan banyak pasukan musuh. Topik ini banyak diperdebatkan, tetapi kesepakatan para sejarawan berkisar sekitar 200.000 prajurit.[100]

Banyak armada laut Persia juga dipertentangkan, meski tidak sesering pasukan daratnya. Para penulis kuno lainnya setuju dengan angka yang diberikan oleh Herodotos, yaitu 1.207 kapal. Banyak ini menurut standar kuno cukup konsisten, dan dapat ditafsirkan bahwa banyaknya sekitar 1.200 kapal. Di selang para sejarawan modern, beberapa mempunyai yang menerima banyak ini, meskipun tetap berpendapat bahwa banyaknya lebih sedikit pada Pertempuran Salamis.[101][102][103] Karya-karya terkini lainnya tentang Perang Yunani-Persia menolak angka ini, dan melihat bahwa 1.207 yaitu peniruan dari banyak kapal armada gabungan Yunani dalam Iliad. Karya-karya itu secara umum mengklaim bahwa Persia mengirimkan tidak lebih dari 600 kapal perang menyeberangi Laut Aigea.[103][104][105]

Yunani

Athena

Setahun setelah peristiwa di Marathon, pahlawan Athena, Miltiades, terluka dalam sebuah pertempuran kecil. Mengambil kesempatan dari hal ini, keluarga Alkmaionidai yang berpengaruh, menyusun rencana supaya dia dihukum.[106] Miltiades diberikan denda yang akbar atas kejahatan 'menipu rakyat Athena', tetapi dia meninggal seminggu belakang karena lukanya.[106]

Politisi Themistokles, yang dasar kekuasaannya secara kuat tertanam di kalangan orang miskin, mengisi kekosongan yang dibebaskan oleh Miltiades, dan pada dekade selanjutnya dia menjadi politisi paling berpengaruh di Athena.[106] Pada periode ini, Themistokles terus berupaya supaya Athena mengembangkan daya lautnya.[106] Rakyat Athena sadar selama masa itu bahwa Persia sedang ingin menduduki Yunani,[89] dan kebijakan laut Themistokles probabilitas diamati dalam ancaman potensial dari Persia.[106] Aristides, lawan politik Themistokles, dan orang yang terkemuka dari zeugites (kelas sosial atas atau kelas hoplites) dengan keras menentang kebijakan Themistokles.[107]

Pada tahun 483 SM, lapisan perak yang akbar ditemukan di pertambangan Athena di Laurion.[108] Themistokles mengusulkan supaya perak itu digunakan bagi mendirikan armada kapal trireme baru. Supaya usulannya diterima, Themistokles berbohong dan mengatakan bahwa Athena membutuhkan armada tambahan bagi mendukung peperangan melawan Aigina.[109] Plutarkhos berpendapat bahwa Themistokles secara berahti-hati tidak menyebut-nyebut Persia karena ancaman dari Persia sedang terlalu jauh dari Athena bagi ditanggapi, tetapi Themistokles memang memaksudkan armada tambahan itu bagi menghadapi Persia.[108] Fine berpendapat bahwa banyak orang Athena yang mengakui bahwa armada laut tambahan memang dibutuhkan bagi menahan Persia, yang persiapan kampanye militernya belum diketahui.[110] Usulan Themistokles dengan mudah disetujui, meskipun mendapat tentangan keras dari Aristides. Lolosnya usulan itu probabilitas karena banyaknya orang Athena yang ingin mendapat bayaran dengan menjadi pendayung kapal.[110] Tidak diketahui dari sumber kuno apakah 100 atau 200 kapal yang pada awal mulanya disetujui; adil Fine maupun Holland berpendapat bahwa pada awal mulanya 100 kapal disetujui lalu banyak ini bertambah sampai seperti yang mempunyai pada invasi kedua.[109][110] Aristides berbelit-belit menetang kebijakan Themistokles, dan ketegangan di selang kedunya terus meningkat, berlaku ostrakisme pada tahun 482 SM menjadi kontes langsung selang Themistokles dan Aristides.[109] Dalam apa yang Holland sebut sebagai, pada dasarnya, referendum pertama di dunia, Aristides diostrakisasi, dan kebijakan Themistokles disahkan.[109] Dan memang, karena semakin menyadari persiapan Persia bagi memainkan invasi kedua, rakyat Athena memilih bagi membikin kapal banyakan daripada permintaan Themistokles.[109] Dengan demikian, menjelang invasi Persia, Themistokles telah menjadi politisi terkemuka di Athena.[111]

Sparta

Raja Sparta Demaratos dijatuhkan dari takhtanya pada tahun 492 SM, dan digantikan oleh sepupunya Leotykhides. Setelah tahun 490 SM, Demaratos yang merasa sakit hati belakang memilih mengasingkan diri. Dia sampai di istana Darius di Susa.[87] Sejak itu Demaratos menjadi penasihat Darius bagi urusan Yunani. Ketika Xerxes naik takhta, Demaratos terus bertugas sebagai pensihat. Dia bahkan ikut menemani Xerxes pada invasi kedua Persia.[112] Pada yang belakang sekali buku 7 Herodotos, mempunyai sebuah anekdot yang berpadanan dengan invasi kedua, diucapkan Demaratos mengirimkan lembaran kayu memakai ikat lilin kosong ke Sparta. Ketika lilinnya dibubarkan, sebuah pesan tampak. Pesan tersebut diukir pada kayu yang dilapisi lilin itu dan intinya yaitu memperingatkan Sparta tentang rencana Xerxes.[113] Akan tetapi, banyak sejarawan percaya bahwa bab ini diisikan ke dalam tulisan Herodotos oleh penulis pada masa selanjutnya, probabilitas bagi mengisi kekosongan selang yang belakang sekali buku 7 dan awal buku 8. Kebenaran kisah tersebut dengan demikian tidak diketahui secara pasti.[114]

Persekutuan Yunani

Pada tahun 481 SM, Xerxes mengirim utusan ke semua Yunani bagi menanti tanah dan cairan sebagai lambang penyerahan diri, tetapi utusan-utusannya secara sengaja tidak datang ke Athena dan Sparta.[115] Dengan demikian dukungan mulai diberikan kepada dua negara ini. Kongres negara kota diadakan di Korinthos pada yang belakang sekali musim gugur pada tahun 481 SM, dan aliansi konfederasi negara kota Yunani dibuat.[116] Konfederasi ini mempunyai kekuasaan bagi mengirim utusan bagi menanti bantuan dan bagi menarik pasukan dari tiap negara anggotanya demi membentuk pasukan gabungan. Herodotos tidak menyebut nama persekutuan itu tetapi hanya menyebutnya "οἱ Ἕλληνες" (bangsa Yunani) dan "orang Yunani yang bersekutu" (terjemahan Godley) atau "orang Yunani yang bersatu" (terjemahan Rawlinson).[117] Setelah itu, mereka disebut sebagai 'Sekutu'. Sparta dan Athena berperan penting dalam kongres tersebut tetapi minat negara kota lainnya juga ikut memilihkan dalam mewujudkan strategi pertahanan.[118] Hanya sedikit yang diketahui tentang pekerjaan internal tentang diskusi kongres dalam pertemuannya. Hanya 70 dari sekitar 700 negara kota Yunani yang mengirim perwakilan. Meskipun demikian, persatuan ini sangat penting bagi dunia Yunani yang terpecah-pecah, khususnya karena banyak negara kota Yunani yang pada masa itu sedang saling berperang satu sama lain.[119]

Invasi kedua ke Yunani (480–479 SM)

Awal 480 SM: Thrakia, Makedonia, dan Thessalia

Setelah menyeberang ke Eropa pada bulan April 480 SM, pasukan Persia mulai memasuki Yunani, dan memakan waktu tiga bulan bagi berlanjut tanpa faktor yang menghalangi dari Hellespontos ke Therme. Mereka selesai sejenak di Doriskos, di sana mereka bergabung dengan armada laut. Xerxes mereorganisasi pasukan menjadi unit-unit taktis menggantikan formasi nasional yang sebelumnya digunakan bagi berlanjut dari Persia.[120]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Persitiwa penting pada invasi kedua ke Yunani.

Persekutuan Yunani kembali memainkan pertemuan pada musim semi tahun 480 SM dan setuju bagi mempertahankan Lembah Tempe di perbatasan Thessalia dan menghalangi gerak maju Xerxes.[121] Akan tetapi, begitu tiba di sana, mereka diperingatkan oleh Alexandros I dari Makedonia bahwa lembah tersebut dapat dijadikan terlewat oleh pasukan Persia dan bahwa pasukan Xerxes terlalu akbar, sehingga pasukan Yunani pun mundur.[122] Tidak lama setelah itu, mereka mendapat berita bahwa Xerxes telah menyeberangi Hellespontos.[122] Pada titik ini, strategi kedua diusulkan oleh Themistokles kepada persekutuan Yunani. Rute menuju Yunani selatan (Boiotia, Attika, dan Peloponnesos) membikin Xerxes wajib berlanjut melewati celah ketat di Thermopylae. Celah tersebut dapat dengan mudah ditutupi oleh hoplites Yunani, meskipun pasukan Persia jauh banyakan. Selain itu, guna mencegah pasukan Persia lewat melewati jalur lainnya, maka armada laut Athena dan sekutu akan menjaga Selat Artemision. Strategi ganda ini diterima oleh persekutuan Yunani.[123] Namun, kota-kota Peloponnesos membikin rencana gerak-mundur bagi mempertahankan Tanah genting Korinthos jika dibutuhkan, sementara wanita dan anak-anak Athena dievakuasi ke Kota Troezen di Peloponnesos.[124]

Agustus 480 SM: Pertempuran Thermopylae dan Artemision

Perkiraaan waktu kedatangan Xerxes bertepatan dengan waktu Olimpiade dan festival Karneia. Bagi rakyat Sparta, perang tidak boleh dilakukan pada periode tersebut.[125] Meskipun waktunya tidak tepat, rakyat Sparta merasa bahwa ancaman Persia begitu akbar sehingga mereka mengirimkan raja mereka Leonidas I bersama pengwal pribadinya (Hippeis) yang terdiri dari 300 prajurit. Prajurit muda dalam pasukan itu digantikan oleh veteran yang telah mempunyai anak. Dengan demikian, kalau mereka mati pada pertempuran nanti, garis keturunan mereka tetap dapat berlanjut.[125] Leonidas dibantu oleh kontingen dari kota-kota sekutu di Peloponnesos dan juga dari kota-kota sekutu yang disinggahi dalam perjalanan ke Thermopylae.[125] Pasukan Yunani tiba di celah itu, mendirikan kembali tembok yang pernah dibangun oleh orang Phokis di titik tersempit di celah itu, lalu menanti kedatangan pasukan Xerxes.[126]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Celah Thermopylae.

Ketika pasukan Persia tiba di Thermopylae pada pertengahan Agustus, selama tiga hari mereka menunggu pasukan Yunani bagi membubarkan diri. Ketika Xerxes sadar bahwa pasukan Yunani memang berniat mempertahankan celah itu, dia belakang mengirimkan pasukannya.[127] Namun, jabatan pasukan Yunani sangat ideal bagi peperangan hoplites. Kontingen Persia dipaksa bagi menyerang phalanx Yunani.[128] Pasukan Yunani bertahan selama dua hari penuh menghadapi serangan Persia, termasuk serangan dari pasukan elite Persia, Pasukan Tidak berkesudahan. Menjelang yang belakang sekali hari kedua, pasukan Yunani dikhianati oleh seorang masyarakat lokal bernama Ephialtes, yang memberitahu Xerxes tentang perlintasan gunung yang terletak di belakangan pasukan Yunani. Pengintai Yunani melihat bahwa pasukan Persia ingin mengepung pasukan Yunani, maka dari itu Leonidas memerintahkan sebagian akbar prajurit bagi mundur, sedangkan sisanya, sekitar 2.000 orang, dengan dipimpin olehnya, akan terus mempertahankan celah. Pada hari terakhir, sisa-sisa pasukan Yunani mencoba membunuh sebanyak mungkin prajurit Persia namun pada yang belakang sekalinya mereka semua dibunuh atau ditangkap.[129] Perlawanan terakhir pasukan Yunani di bawah pimpinan Leonidas itu menjadi salah satu perlawanan terakhir paling terkenal dalam sejarah.

Bersamaan dengan Pertempuran di Thermopylae, armada laut Yunani yang terdiri dari 271 trireme, berupaya mempertahankan Selat Artemision melawan Persia, sekaligus melindungi pasukan Yunani di Thermopylae.[130] Di sini, armada laut Yunani menahan Persia selama tiga hari. Pada petang hari ketiga, armada laut Yunani menerima kabar tentang kekalahan Leonidas dan pasukannya di Thermopylae. Karena armada laut Yunani telah merasakan banyak kerusakan, dan karena Thermopylae telah tidak perlu lagi dilindungi, maka armada laut Yunani yang belakang sekalinya mundur dari Artemision ke Pulau Salamis.[131]

September 480 SM: Pertempuran Salamis

Kekalahan Yunani di Thermopylae membikin Boiotia jatuh ke tangan Xerxes; dan membikin Attika buka luas bagi diserang. Sisa masyarakat Athena dievakuasi, dengan bantuan armada Yunani, ke Salamis.[132] Pasukan Yunani di Peloponnesos mulai bersedia bagi mempertahankan garis pertahanan di Tanah Genting Korinthos, mendirikan dinding dan menghancurkan perlintasan dari Megara, membiarkan Kota Athena dimasuki pasukan Persia.[133] Dengan demikian Athena jatuh ke tangan Persia; sekelompok kecil orang Athena berupaya melindungi Akropolis dan pada yang belakang sekalinya dikalahkan. Xerxes lalu memerintahkan supaya Athena dihancurkan dan Akropolis dibakar.[134]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pertempuran Salamis (1868) oleh Wilhelm von Kaulbach.

Persia kini menduduki sebagian akbar Yunani, tetapi Xerxes barangkali tidak menduga akan mendapat perlawanan sekeras itu; prioritasnya kini yaitu menyelesaikan perang secepat mungkin.[135] Jika Xerxes dapat memusnahkan tingkatan laut Yunani, maka dia akan berada pada jabatan yang kuat bagi memaksa Yunani menyerah;[136] Di pihak Yunani, Themistokles berkeinginan, dengan menghancurkan tingkatan laut Persia, maka penaklukan total oleh Persia dapat dicegah.[137] Armada laut Yunani dengan demikian tetap berada di lepas sama sekali pantai Salamis sampai September, meskipun Persia akan segera datang. Bahkan setelah Athena jatuh, sisa-sisa armada laut Yunani tetap bertahan di Salamis, mencoba memancing armada Persia bagi berperang.[138] Sebagian karena ditipu oleh Thmistokles, armada Persia memasuki Selat Salamis.[139] Di selat yang ketat itu, kapal Persia yang terlalu banyak justru menjadi rintangan, karena kapal-kapal mereka menjadi sulit bermanuver dan tidak terorganisir.[140] Melihat kesempatan ini, armada laut Yunani menyerang dan meraih kemenangan telak atas Persia. Mereka menenggelamkan atau menangkap setidaknya 200 kapal. Dengan demikian, Peloponessos tetap terjamin.[141]

Berdasarkan Herodotos, setelah kekalahan itu Xerxes sempat berupaya mendirikan perlintasan melalui kanal bagi menyerang para pengungsi Athena di Salamis, tetapi proyek ini dengan segera dibubarkan. Dengan lenyapnya daya laut Persia, Xerxes merasa takut bahwa pasukan Yunani akan berlayar ke Hellepontos dan menghancurkan jembatan pontonnya. Jika jembatan itu dihancurkan, maka pasukan darat Persia akan terjebak di Yunani.[142] Jenderalnya, Mardonios, bersedia tetap tinggal di Yunani dan menyelesaikan sisa penaklukan dengan sekumpulan pasukan yang dipilihnya sendiri, sementara Xerxes kembali ke Asia bersama sebagian akbar pasukannya.[143] Mardonios melewati musim dingin di Boiotia dan Thessalia; dengan demikian, rakyat Athena dapat kembali ke kota mereka, yang telah dibakar, pada musim dingin.[135]

Juni 479 SM: Pertempuran Plataia dan Mykale

Seusai musim dingin, muncul ketegangan di pihak Yunani. Khususnya, orang Athena, yang tidak dilindungi oleh tanah genting, padahal armada laut Athena yaitu kunci diamankannya Peloponessos. Merasa tidak puas, Athena menolak ikut serta dalam armada laut Yunani pada musim semi.[144] Mardonios bertahan di Thessalia, karena dia tahu bahwa tidak mempunyai gunanya menyerang tanah genting. Di lain pihak, pasukan Yunani juga tidak bersedia mengirim tentara keluar dari Peloponnesos, sehingga terjadilah kebuntuan.[144] Mardonios bangung bagi memecah kebuntuan, dengan menawarkan perdamaian kepada Athena, memakai Alexandros I dari Makedonia sebagai penengah.[145] Rakyat Athena memastikan bahwa delegasi Sparta mendengar tawaran itu, lalu belakang menolaknya.[145] Dengan demikian, Athena lagi-lagi wajib dievakuasi, dan pasukan Persia bangung ke selatan lalu kembali menduduki Athena. Mardonios kini kembali menawarkan perdamaian kepada para pengungsi Athena di Salamis. Athena, bersama Megara dan Plataia, mengirim utusan ke Sparta bagi menanti bantuan, dan mengancam akan menerima tawaran Persia jika Sparta tidak bersedia menolong.[146] Sebagai tanggapannya, Sparta mengirim sejumlah akbar pasukan dari kota-kota Peloponnesos dan bangung menuju pasukan Persia.[147]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pertempuran Plataia, gerak mundur pasukan Yunani menjadi tidak teratur dan pasukan Persia menyeberangi sungai Asopos bagi menyerang pasukan Yunani.

Ketika Mardonius mengetahui bahwa pasukan persekutuan Yunani telah bangung, dia pun mundur ke Boiotia, di tidak jauh Plataia, dan berupaya memancing pasukan Yunani ke daerah buka supaya dia dapat memakai kavalerinya.[148] Pasukan Yunani, di bawah komando Pausanias, bertahan di dataran tinggi di atas Plataia supaya mereka tidak terjebak oleh strategi Persia.[149] Setelah beberapa hari terjadi kebuntuan, Pausanis memerintahkan pasukan Yunani bagi mundur ke jabatan asalnya pada malam hari.[149] Gerakan mundur ini terjadi secara tidak teratur, dan membikin pasukan Athena, Sparta, serta Tegea terjebak di bukit tertutup, sementara kontingen-kontingen lainnya tersebar terpisah-pisah di tidak jauh Plataia.[149] Melihat keadaan ini, pasukan Persia merasa bahwa ini yaitu masa yang tepat bagi menyerang. Mardonios memerintahkan semua pasukannya bagi maju.[150] Namun, infanteri Persia terbukti tidak dapat menandingi hoplites Yunani yang bersenjata berat,[151] dan pasukan Sparta berhasil mendobrak barisan pengawal Mardonios lalu membunuhnya.[152] Setelah itu, pasukan Persia menjadi panik dan kocar-kacir; 40.000 prajurit berhasil menyelamatkan diri melewati perlintasan ke Thessalia,[153] tetapi sisanya kabur ke ke perkemahan Persia dan di sana mereka dikepung lalu dibantai oleh pasukan Yunani. Peristiwa ini sekaligus memastikan kemenangan Yunani.[154][155]

Herodotos menceritakan bahwa, pada sore hari dalam Pertempuran Plataia, rumor tentang kemenangan Yunani didengar oleh armada laut Yunani, yang ketika itu sedang berada di lepas sama sekali pantai Gunung Mykale di Ionia.[156] Semangat mereka langsung meningkat, dan armada laut Yunani maju bagi melawan armada Persia di sana. Dalam Pertempuran Mykale itu, yang berjalan pada hari yang sama dengan Pertempuran Plataia, pasukan Yunani meraih kemenangan dan menghancurkan sisa-sisa tingkatan laut Persia, sekaligus melumpuhkan daya laut Xerxes, dan menandai kebangkitan tingkatan laut Yunani.[157] Sementara para sejarawan modern meragukan apakah peristiwa di Mykale benar-benar terjadi pada hari yang sama dengan peristiwa di Plataia, namun Pertempuran Mykale hanya dapat terjadi setelah armada laut Yunani menerima berita dari Plataia.[158]

Serangan balik Yunani (479–478 SM)

 

Mykale – Sestos – Siprus – Byzantion

Mykale dan Ionia

Peristiwa di Mykale menjadi awal dari fase baru dalam konflik Yunani-Persia, yang mana pihak Yunani mulai memainkan ofensif terhadap Persia.[159] Kemenangan Yunani di Mykale mengakibatkan kota-kota Yunani di Asia kecil kembali memberontak. Orang Samos dan orang Miletos telah secara aktif berperang melawan Persia di Mykale, dan secara buka menyatakan pemberontakan mereka, yang belakang diikuti pula oleh kota-kota lainnya.[160][161]

Sestos

Tidak lama setelah peristiwa di Mykale, pasukan Yunani berlayar ke Hellespontos bagi menghancurkan jembatan ponton, tetapi mereka mendapati bahwa jembatan itu ternyata telah tidak mempunyai.[162] Armada Peloponnesos lalu berlayar kembali ke Yunani, tetapi pasukan Athena tetap berada di sana bagi menyerang Khersonesos, yang sedang dikuasai oleh Persia.[162] Pasukan Persia dan sekutu mereka berjaga di Sestos, kota terkuat di daerah itu. Di selang mereka yaitu Oiobazos dari Kardia, yang mempunyai tali dan berbagai perlengkapan lainnya kesan dari jembatan ponton Persia.[163] Gubernur Persia di sana, yaitu Artayktes, tidak pernah bersedia bagi menghadapi sebuah pengepungan, karena dia percaya bahwa pasukan Yunani tidak akan menyerang.[164] Dengan demikian, pasukan Athena dapat memainkan pengepungan terhadap Kota Sestos.[162] Pengepungan itu berjalan selama beberapa bulan, dan mengakibatkan banyak ketegangan serta ketidakpuasan bahkan di kalangan pasukan Athena sendiri,[165] tetapi pada yang belakang sekalinya kota itu kehabisan makanan dan pasukan Persia yang mempunyai di sana melarikan diri pada malam hari melewati lokasi yang penjagaannya kurang.[166] Dengan demikian, Athena dapat menduduki kota itu keesokan hari.[166]

Sebagian akbar prajurit Athena dikirim bagi mengejar pasukan Persia yang kabur.[166] Kelompok Oiobazos ditangkap oleh satu suku Thrakia, dan Oiobazos sendiri dikorbankan bagi dewa Plistoros.[167] Sementara itu pasukan Athena berhasil menangkap Artayktes, dan membunuh beberapa prajurit Persia yang mempunyai bersamanya, tetapi pasukan Athena menawan sebagian akbar dari mereka, termasuk Artayktes.[167] Artayktes disalibkan atas permintaan masyarakat Elaios, sebuah kota yang pernah dijarah oleh Artayktes.[168] Setelah tidak mempunyai lagi urusan di Sestos, pasukan Athena pun berlayar pulang, dan tidak tidak dipedulikan mereka membawa tali dari jembatan ponton Persia sebagai trofi kemenangan atas Persia.[169]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Citra satelit yang menunjukkan pulau Siprus.

Siprus

Pada tahun 478 SM, kontrak persekutuan di Yunani sedang berjalan, dan mereka mengirim sebuah armada yang terdiri dari 20 kapal dari Peloponnesos serta 30 kapal Athena, dengan tujuan mendukung kota-kota sekutu yang banyaknya tidak diketahui. Armada itu dipimpin oleh Pausanias. Menurut Thukydides, armada ini berlayar ke Siprus dan "menduduki sebagian akbar pulau tersebut".[170] Tidak diketahui secara pasti apa maksud Thukydides. Sealey berpendapat bahwa ini pada dasarnya yaitu penyerangan bagi menjarah sebanyak mungkin harta dari garnisun Persia di Siprus.[171] Mempunyai dugaan bahwa pasukan Yunani berniat bagi menduduki pulau tersebut, dan tidak lama setelah itu, mereka berlayar ke Byzantion.[170] Yang jelas, fakta bahwa Liga Delos berulang kali memainkan kampanye militer di Siprus menunjukkan bahwa di pulau itu tidak dibangun garnisun oleh Yunani pada tahun 478 SM, dan jikapun mempunyai garnisun Yunani, maka probabilitas akbar garnisun itu dengan cepat ditolak.

Byzantion

Armada Yunani berlayar ke Byzantion, yang belakang mereka kepung, dan pada yang belakang sekalinya mereka kuasai.[170] Kendali atas Sestos dan Byzantion menjadikan pasukan Yunani mempunyai kuasa atas selat selang Eropa dan Asia (yang penah dilalui oleh Persia), dan memungkinkan mereka mengakses jalur perdagangan di Laut Hitam.[172]

Kesudahan suatu peristiwa dari pengepungan itu terbukti membawa persoalan bagi Pausanias. Tidak diketahui secara jelas apa yang terjadi; Thukydides memberi sedikit rincian, meskipun penulis pada masa selanjutnya menambahkan banyak tuduhan mengerikan.[172] Melewati arogansi dan sikap yang dibuatnya yang semena-mena (Thukydides menyebutnya "kekejaman"), Pausanias berhasil mengucilkan banyak kontingen pasukan Yunani, khusunya yang baru saja lepas sama sekali dari kekuasaan Persia.[171][172][173] Orang-orang Ionia dan beberapa lainnya menanti Athena bagi mengambil alih kepemimpinan kampanye, dan Athena menyetujui hal ini.[173] Sparta, setelah mengetahui perilaku Pausanias, segera memanggilnya dan mengadilinya atas tuduhan memainkan pekerjaan sama dengan musuh. Meskipun Pausanias dimerdekakan, tetapi reputasinya telah rusak dan dia tidak lagi diizinkan memimpin pasukan Yunani.[173]

Pausanias kembali ke Byzantion sebagai masyarakat negara pada tahun 477 SM, dan menduduki kota itu sampai dia ditolak oleh orang Athena. Dia lalu menyeberangi Bosporus dan bermukim di Kolonai di Troad, sampai belakang dia lagi-lagi dituduh memainkan pekerjaan sama dengan Persia. Dia dipanggil lagi ke Sparta dan kembali diadili. Setelah itu, dia membikin dirinya kelaparan sampai mati.[174] Waktu perihal jadinyanya tidak jelas, tetapi Pausanias mungkin menduduki Byzantion sampai tahun 470 SM.[174]

Peperangan Liga Delos (477–449 SM)

Peperangan Liga Delos

 

Eion – Skyros – Karystos – Naxos ketiga – Eurymedon – Thasos – Khersonesos – Pampremis – Memphis – Prosopitis – Mendision – Kition – Salamis di Siprus

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Athena dan "kekaisaran"nya pada tahun 431 SM. Kekaisaran Athena yaitu keturunan langsung dari Liga Delos.

Liga Delos

Setelah peristiwa Byzantion, Sparta diduga sangat ingin mengehentikan keterlibatan mereka dalam perang. Sparta berpendapat bahwa dengan dimerdekakannya Yunani daratan dan kota-kota Yunani di Asia Kecil, maka tujuan perang telah tercapai. Selain itu, Sparta juga probabilitas merasa bahwa tidak mungkin memberi keamanan jangka panjang bagi kota-kota Yunani di Asia.[175] Setelah peristiwa di Mykale, Raja Sparta Leotykhides telah mengusulkan bagi memindahkan semua orang Yunani dari Asia Kecil ke Eropa sebagai satu-satunya metode yang permanen bagi membebaskan mereka dari ancaman Persia. Xanthippos, komandan Athena di Mykale, secara keras menolak usulan ini. Kota-kota Ionia pada awal mulanya yaitu koloni Athena, dan menurutnya, orang Athenalah yang akan melindungi kota-kota Ionia.[175] Pada masa inilah, kepemimpinan pasukan Yunani mulai secara efektif beralih kepada Athena.[175] Dengan mundurnya Sparta dari Byzantion, kepemimpinan Athena atas pasukan Yunani semakin tampak jelas.

Persekutuan negara kota Yunani yang longgar yang telah berperang melawan invasi Xerxes, dulu didominasi oleh Sparta bersama Liga Peloponnesosnya. Kini dengan penarikan mundur Sparta dan sekutu-sekutunya, kongres negara kota kembali diselengarakan di Pulau Delos yang suci bagi membentuk sebuah persekutuan baru bagi melanjutkan perlawanan terhadap Persia. Persekutuan baru ini mencakup banyak negara kota di Aigea dan secara formal dibangun sebagai 'Persekutuan Athena Pertama', lebih dikenal sebagai Liga Delos. Menurut Thukydides, tujuan resmi liga ini yaitu bagi "membalas penderitaan dengan metode menghancurkan wilayah kaisar [Persia]".[176] Pada kenyataannya, tujuan ini dibagi menjadi tiga usaha utama—mempersiapkan invasi pada masa hadapan, memberi pembalasan kepada Persia, dan mengatur pembagian harta rampasan perang. Tiap anggotanya boleh memilih bagi menyediakan pasukan bersenjata atau membayar pajak, yang disimpan sebagai kas bersama; sebagian akbar negara kota memilih bagi membayar pajak.[176]

Kampanye melawan Persia

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta yang menunjukkan lokasi pertempuran yang dilakukan oleh Liga Delos, 477–449 SM

Sepanjang tahun 470-an SM, Liga Delos memainkan kampanye militer di Thrakia dan Aigea bagi menumpas sisa-sisa garnisun Persia dari daerah itu, terutama di bawah komando politisi Athena, Kimon.[177] Pada awal dekade selanjutnya, Kimon mulai memainkan kampanye militer di Asia Kecil, berupaya bagi menguatkan jabatan Yunani di sana.[178] Pada Pertempuran Eurymedon di Pamphylia, pasukan Athena dan armada sekutunya meraih kemenangan ganda yang sangat telak, mereka menghancurkan armada laut Persia dan belakang melabuhkan pasukan daratnya, yang juga berhasil mengalahkan pasukan darat Persia. Setelah pertempuran ini, pihak Persia pada dasarnya berperan lebih pasif dan defensif, mereka berupaya tidak terlalu mengambil risiko dalam pertempuran.[179]

Menjelang yang belakang sekali tahun 460-an SM, Athena menutuskan bagi menjalankan keputusan yang sangat ambisius, yaitu mendukung pemberontakan di kesatrapan Mesir di Kekaisaran Persia. Meskipun pasukan Yunani pada awal mulanya meraih kesuksesan, namun mereka tidak mampu menduduki garnisun Persia di Memphis, meskipun mereka telah mengepungnya selama tiga tahun.[180] Pasukan Persia lalu melancarkan serangan balik, dan kali ini giliran pasukan Athena yang dikepung selama 18 bulan, sebelum belakang disapu beres.[181] Kegagalan ini, ditambah dengan peperangan yang sedang berjalan melawan Sparta di Yunani, membikin Athena terpaksa membubarkan perseteruannya dengan Persia.[182] Akan tetapi, pada tahun 451 SM, sebuah kontrak damai disepakati di Yunani, sehingga Kimon dapat memimpin sebuah ekspedisi ke Siprus. Namun, ketika sedang mengepung Kota Kition, Kimon meninggal dan pasukan Athena terpaksa wajib mundur, memenangkan kemenangan ganda lainnya pada Pertempuran Salamis-di-Siprus dengan tujuan menyelesaikan konflik ini.[183] Kampanye ini menandai yang belakang sekali peperangan selang Liga Delos dan Persia, dan sekaligus mengakhiri Perang Yunani-Persia.[184]

Kesepakatan damai

Setelah Pertempuran Salamis-di-Siprus, Thukydides tidak lagi menyebutkan konflik dengan Persia, dia hanya menuliskan bahwa pasukan Yunani pulang.[183] Diodoros, di lain pihak, mengklaim bahwa setelah peristiwa di Salamis, sebuah kontrak damai ("Perdamaian Kallias") disepakati oleh pihak Yunani dan Persia.[185] Diodoros barangkali mengikuti sejarah yang ditulis oleh Ephoros, yang diduga dipengaruhi oleh gurunya. Isokrates—yang darinya dipercaya mempunyai rujukan tertua tentang perdamaian tersebut, pada tahun 380 SM.[18] Bahkan pada ratus tahun ke-4 SM, gagasan tentang kontrak itu cukup kontroversial, dan dua penulis dari periode itu, yakni Kallisthenes dan Theopompos, tampak menolak terjadinya kontrak itu.[186]

Mempunyai probabilitas, sebelumnya pihak Athena telah pernah berupaya bernegosiasi dengan Persia. Plutarkhos berpendapat bahwa setelah peristiwa di Eurymedon, Artaxerxes setuju bagi menyelenggarakan kesepakatan damai dengan Yunani, bahkan kontrak itu dinamai dari nama utusan dari Athena, yaitu Kallias, yang terlibat dalam kontrak tersebut. Akan tetapi, seperti yang diakui oleh Plutarkhos, Kallisthenes menolak bahwa kontrak macam itu disepakati pada titik ini (sek. 466 SM).[179] Herodotos juga menyebutkan bahwa Athena diwakili oleh kallias, yang dikirim ke Susa bagi bernegosiasi dengan Artaxerxes.[187] Utusan ini mencakup beberapa perwakilan Argos dan dengan demikian barangkali terjadi sekitar 461 SM (setelah Athena bersekutu dengan Argos).[18] Utusan ini mungkin telah berupaya bagi sampai semacam kesepakatan damai, dan bahkan diduga bahwa kegagalan dari negosiasi ini berujung pada keputusan Athena bagi mendukung pemberontakan di Mesir.[188] Dengan demikian, sumber-sumber kuno pada umumnya saling lain argumen tentang apakah benar-benar pernah terjadi kesepakatan damai. Dan jika memang terjadi, tanggal pastinyaa juga sedang diperdebatkan.

Para sejarawan modern juga lain pendapat; misalnya, Fine menerima konsep Perdamaian Kallias,[18] sedangkan Sealey menolaknya.[189] Holland menerima bahwa semacam diskusi terjadi selang Yunani dan Persia tetapi tidak pernah terjadi kesepakatan damai.[190] Fine berpendapat bahwa argumen Kallisthenes, yang menyangkal bahwa kontrak damai diciptakan setelah peristiwa Eurymedon, tidak menutupi probabilitas dilakukannya kontrak damai pada waktu lainnya. Lebih jauh lagi, Fine berpendapat bahwa Theopompos sebenarnya merujuk pada kontrak damai yang diduga telah dinegosiasikan dengan Persia pada tahun 432 SM.[18] Jika argumen ini aci, maka akan menghilangkan satu faktor yang menghalangi akbar terhadap penerimaan terjadinya kontrak damai. Bukti lainnya yang mendukung keadaan kontrak damai yaitu penarikan mundur Athena yang tiba-tiba dari Siprus pada tahun 449 SM, yang menurut Fine cukup masuk tipu daya jika dilakukan karena keadaan kontrak damai.[191] Di lain pihak, jika memang mempunyai kontrak damai, yaitu sangat aneh Thukydides tidak menyebutkannya. Dalam digresinya tentang pentekontaitia, tujuannya yaitu menjelaskan kebangkitan kekuasaan Athena. Dan dalam narasinya, Thukydides tidak tidak dipedulikan menguraikan keterlibatan para sekutu dari Liga Delos dalam perkembangan itu, berlaku jika mempunyai kontrak damai, tentu akan menjadi salah satu tahap penting dalam sejarah perkembangan Athena.[192] Mempunyai pula yang berpendapat bahwa mempunyai bagian-bagian dalam tulisan Thukydides yang merujuk pada kontrak damai.[18] Namun sampai kini tidak mempunyai kesepakatan di selang para sejarawan tentang kontrak damai tersebut.

Jika kontrak itu benar-benar terjadi, intinya sangatlah memalukan bagi Persia, Naskah kuno yang memberi rincian kontrak itu cukup konsisten dalam menjabarkan ketentuan-ketentuan dalam kontrak terssebut, selang lain:[18][185][186]

  • Semua kota Yunani di Asia merdeka dari kekuasaan Persia
  • Satrap Persia (dan mungkin pasukan daratnya) tidak boleh memainkan perjalanan ke bidang barat dari Sungai Halys (menurut Isokrates) atau memainkan perjalanan lebih pendek dari sehari dengan mengguanakan kuda ke Laut Aigea (menurut Kallisthenes) atau memainkan perjalanan lebih pendek dari tiga hari dengan berlanjut kaki ke ke Laut Aigea (menurut Ephorus dan Diodoros).
  • Kapal perang Persia tidak boleh berlayar ke bidang barat Phaselis (di pesisir selatan Asia Kecil), atau ke bidang barat Tebing Kyanaia (kemungkinan di ujung selatan Bosporus, di pesisir utara Asia Kecil).
  • Jika semua syarat di atas dipatuhi oleh Persia, maka Athena tidak akan mengirim pasukan ke tanah yang dikuasai oleh Persia.

Kesudahan suatu peristiwa dan konflik selanjutnya

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Fase-fase pada Perang Peoponnesos.

Menjelang yang belakang sekali konflik Yunani-Persia, babak yang mana Liga Delos menjadi Kekaisaran Athena telah semakin tampak.[190] Meskipun Yunani telah tidak lagi berperang dengan Persia, namun sekutu-sekutu Athena tetap diharuskan bagi mengirim kapal atau membayar uang kepada Athena.[192] Di Yunani, Perang Peloponnesos Pertama selang Athena dan Sparta, yang berjalan sejak tahun 460 SM dengan beberapa kali jeda, yang belakang sekalinya kesudahan suatu peristiwanya pada tahun 445 SM, dengan kontrak gencatan senjata bagi tiga puluh tahun selanjutnya.[193] Namun, perseturuan selang Sparta dan Athena tidak yang belakang sekalinya dan mereka kembali berperang 14 tahun belakang, bahkan sebelum gencatan senjata beres, dan ini menandai dimulainya Perang Peloponnesos Kedua.[194] Konflik yang menghancurkan ini, yang berjalan selama 27 tahun, pada yang belakang sekalinya berujung pada musnahnya kekuasaan Athena dan bubarnya Kekaisaran Athena. Ini juga menjadi awal dari hegemoni Sparta atas Yunani.[195] Akan tetapi, bukan hanya Athena yang menderita kesudahan suatu peristiwa perang ini, karena konflik ini secara signifikan telah melemahkan semua Yunani.[196]

Berulang kali dikalahkan dalam pertempuran oleh Yunani, dan direpotkan oleh banyak pemberontakan dalam negeri yang mengganggu kemampuan Persia melawan Yunani, yang belakang sekalinya setelah tahun 449 SM, Kaisar Artaxerxes I dan para penerusnya memakai metode yang lain, yaitu politik adu domba.[196] Persia tidak lagi secara langsung menyerang Yunani, melainkan berupaya membikin Athena berperang melawan Sparta. Persia secara rutin menyuap para politisi di Yunani bagi sampai tujuan mereka. Dengan metode ini, orang-orang Yunani sibuk berperang satu sama lain dan tidak lagi menaruh perhatian bagi menyerang Persia.[196] Tidak mempunyai konflik buka selang Yunani dan Persia sampai tahun 396 SM, ketika Raja Sparta Agesilaos menginvasi Asia Kecil, itu pun tidak lama. Seperti ditulis oleh Plutarkhos, orang Yunani terlalu sibuk melihat hancurnya daya mereka sendiri dan tidak mampu menyerang "orang barbar".[184]

Peperangan Liga Delos telah membikin beralihnya keseimbangan daya selang Yunani dan Persia, sehingga Yunani menjadi pihak yang lebih kuat. Tetapi selama setengah ratus tahun selanjutnya, konflik di Yunani telah membikin keseimbangan daya kembali beralih pada Persia. Persia memasuki Perang Peloponnesos pada tahun 411 SM, membentuk pakta pertahanan bersama dengan Sparta dan menggabungkan tingkatan laut mereka bagi melawan Athena. Sebagai balasan atas bantuannya, Persia kembali mendapat kendali atas Ionia.[197] Pada tahun 404 SM, ketika Koresh Muda berupaya menduduki takhta Persia, dia merekrut 13.000 tentara bayaran Yunani dari semua dunia Yunani, dan Sparta sendiri mengirim 700–800 prajurit, percaya bahwa mereka mengikuti kontrak dan tidak menyadari tujuan utama pasukan itu.[198] Setelah Koresh gagal, Persia kembali mencoba bagi menduduki kota-kota Ionia, yang memberontak selama Persia sibuk melawan Koresh. Kota-kota Ionia menolak menyerah dan menanti bantuan kepada Sparta, dan Sparta memberi bantuan pada tahun 396–395 SM.[199] Namun, Athena memihak Persia, sehingga dimulai lagi konflik berskala akbar di Yunani, yaitu Perang Korinthos. Menjelang yang belakang sekali konflik ini, pada tahun 387 SM, Sparta menanti bantuan Persia bagi mendukung jabatannya. Melewati "Perdamaian Kaisar", yang mengakhiri perang itu, Kaisar Artaxerxes II berhasil mendapat kembali kota-kota Yunani di Asia Kecil dari pihak Sparta, sebagai balasan yang mana Persia mengancam akan menyatakan perang kepada kota Yunani manapun yang tidak bersedia berbaik.[200] Kontrak ini memalukan bagi Yunani, dan juga membikin Yunani kehilangan hampir semua yang telah diraih pada seabad sebelumnya. Dengan kontrak ini, Sparta menyerahkan kota-kota Yunani di Asia Kecil kepada Persia supaya Sparta tetap dapat menjaga hegemoninya di Yunani.[201] Setelah kontrak inilah, orang-orang Yunani mulai menyebut-nyebut tentang Perdamaian Kallias (entah fiktif atau bukan). Pada titik ini, Perdamaian Kallias menjadi kebalikan dari Perdamaian Kaisar. Perdamaian Kallias disebut sebagai contoh yang menyenangkan pada "masa lalu yang jaya" ketika Yunani berhasil membebaskan Aigea dari kekuasaan Persia melewati Liga Delos.[18] Konfrontasi terakhir selang dunia Yunani melawan Kekaisaran Persia Akhemeniyah terjadi hanya 53 tahun belakang, ketika pasukan Aleksander Luhur menyeberang ke Asia, menandai dimulainya apa yang kelak akan yang belakang sekalinya dengan penghancuran Persepolis dan kejatuhan Kekaisaran Persia Akhemeniyah.

Lihat pula

  • Sejarah Yunani
  • Sejarah Iran

Catatan kaki

^ i: Jangka waktu terjadinya "Perang Yunani-Persia" berbeda-beda menurut beberapa argumen, dan penggunaan istilah "Perang Yunani-Persia" juga bervariasi di selang para akademisi sejarah; Pemberontakan Ionia dan Peperangan Liga Delos kadang-kadang tidak diikutsertakan. Artikel ini mencakup jangkauan maksimum dari Perang Yunani-Persia.
^ ii: Bukti arkeologi bagi Panionion sebelum ratus tahun ke-6 SM yaitu kurang kuat, dan probabilitas kuil ini yaitu perkembangan pada masa selanjutnya.[202]
^ iii: Meskipun secara historis kurang tepat, tetapi legenda tentang seorang pembawa pesan Yunani yang berlari ke Athena bagi menyampaikan berita kemenangan, menjadi inspirasi bagi keaktifan olahraga, yang diperkenalkan pada Olimpiade Athena 1896, dan pada awal mulanya balapan dilakukan dari Marathon ke Athena.[203]

Referensi

  1. ^ Encyclopaedia Britannica: Greco-Persian Wars
  2. ^ Ehrenberg, Victor (2011). From Solon to Socrates: Greek History and Civilization During the 6th and 5th Centuries BC (ed. 3). Abingdon, England: Routledge. hlm. 99–100. ISBN 978-0-41558487-6. 
  3. ^ Cicero, Tentang Hukum I, 5
  4. ^ a b c Holland, hlm. xvi–xvii.
  5. ^ Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, e.g.I, 22
  6. ^ a b Finley, hlm. 15.
  7. ^ Holland, hlm. xxiv.
  8. ^ a b Holland, hlm. 377
  9. ^ Fehling, hlm. 1–277.
  10. ^ Finley, hlm. 16.
  11. ^ Kagan, hlm. 77.
  12. ^ Sealey, hlm. 264.
  13. ^ Fine, hlm. 336.
  14. ^ Finley, hlm. 29–30.
  15. ^ a b Sealey, hlm. 248.
  16. ^ Fine, hlm. 343
  17. ^ misalnya Themistokles bab 25 mempunyai rujukan ;langsung kepada Thukydides I, 137
  18. ^ a b c d e f g h Fine, hlm. 360.
  19. ^ Green, Greek History 480–431 BC, hlm. 1–13.
  20. ^ Roebuck, hlm. 2
  21. ^ Traver, hlm. 115–116.
  22. ^ a b c Herodotos I, 42–151
  23. ^ Thukydides I, 12
  24. ^ Snodgrass, hlm. 373–376
  25. ^ Thomas & Contant, hlm. 72–73
  26. ^ Osborne, hlm. 35–37
  27. ^ Herodotos I, 142
  28. ^ Herodotos I, 143
  29. ^ Herodotos I, 148
  30. ^ Herodotos I, 22
  31. ^ Herodotos I, 74–75
  32. ^ Herodotos I, 26
  33. ^ a b Holland, hlm. 9–12.
  34. ^ Herodotos I, 53
  35. ^ Holland, hlm. 13–14.
  36. ^ a b Herodotos I, 141
  37. ^ Herodotos I, 163
  38. ^ Herodotos I, 164
  39. ^ Herodotos I, 169
  40. ^ a b c d e Holland, hlm. 147–151.
  41. ^ a b Fine, hlm. 269–277.
  42. ^ a b Holland, hlm. 155–157.
  43. ^ a b c d e Lazenby, pp23–29
  44. ^ a b c d e f Lazenby, hlm. 256
  45. ^ Holland, hlm196
  46. ^ Farrokh, hlm. 76
  47. ^ Lazenby, hlm232
  48. ^ Holland, pp69–72
  49. ^ Holland, hlm. 217
  50. ^ Lazenby, hlm. 227–228
  51. ^ a b Lazenby, hlm34–37
  52. ^ a b Herodotos VII, 89
  53. ^ Herodotos VI, 9
  54. ^ a b Holland, hlm. 153–154.
  55. ^ Herodotos V, 31
  56. ^ Herodotos V, 33
  57. ^ Herodotos V, 100–101
  58. ^ Herodotos V, 102
  59. ^ Herodotos V, 116
  60. ^ Herodotos V, 117
  61. ^ Herodotos V, 121
  62. ^ Boardman et al, hlm. 481–490.
  63. ^ Herodotos VI, 6
  64. ^ Herodotos VI, 8–16
  65. ^ Herodotos lhttp://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.19 VI, 19]
  66. ^ Herodotos VI, 25
  67. ^ Herodotos VI, 31–33
  68. ^ a b c Holland, hlm. 175–177.
  69. ^ a b Holland, hlm. 177–178.
  70. ^ Herodotos VI, 43
  71. ^ Holland, hlm. 153.
  72. ^ a b Herodotos VI, 44
  73. ^ Herodotos VI, 45
  74. ^ a b Herodotos VI 48
  75. ^ a b Holland, hlm. 181–183.
  76. ^ Lind. Chron. D 1-59 in Higbie (2003)
  77. ^ a b Holland, hlm. 183–186.
  78. ^ a b Herodotos VI, 96
  79. ^ Herodotos VI, 100
  80. ^ a b c d Herodots VI, 101
  81. ^ Herodotos [httpo//www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.102 VI, 102]
  82. ^ Lazenby, hlm. 59–62.
  83. ^ a b Holland, hlm. 195–197.
  84. ^ Herodotos VI, 117
  85. ^ Herodotos VI, 115
  86. ^ Herodotos VI, 116
  87. ^ a b Holland, hlm. 202–203.
  88. ^ Holland, hlm. 206–208.
  89. ^ a b Holland, hlm. 208–211.
  90. ^ Holland, hlm. 213–214.
  91. ^ Herodotos VII, 7
  92. ^ Herodotos VII, 150
  93. ^ Herodotos VII,6
  94. ^ Holland, hlm. 225.
  95. ^ Holland, hlm. 263.
  96. ^ Herodotos VII, 62-80
  97. ^ Herodotos VII, 26
  98. ^ Herodotos VII, 37
  99. ^ Herodotos VII, 35
  100. ^ de Souza, hlm. 41.
  101. ^ Köster (1934)
  102. ^ Holland, hlm. 320.
  103. ^ a b Lazenby, hlm. 93–94.
  104. ^ Green, hlm. 61.
  105. ^ Burn, hlm. 331.
  106. ^ a b c d e Holland, hlm. 214–217.
  107. ^ Holland, hlm. 217–219.
  108. ^ a b Plutarkhos, Themistokles, 4
  109. ^ a b c d e Holland, hlm. 219–222.
  110. ^ a b c Fine, hlm. 292
  111. ^ Plutarkhos, Themistokles, 5
  112. ^ Holland, hlm. 223–224.
  113. ^ Herodotos VII, 239
  114. ^ How & Wells, catatan bagi Herodotos VII, 239
  115. ^ Herodotos VII, 32
  116. ^ Herodoto VII, 145
  117. ^ Herodotos, VII, 148
  118. ^ Herodotos VII, 160
  119. ^ Holland, hlm. 226.
  120. ^ Herodotos VII, 100
  121. ^ Holland, hlm. 248–249.
  122. ^ a b Herodotos VII, 173
  123. ^ Holland hlm. 255–257.
  124. ^ Herodotos VIII, 40
  125. ^ a b c Holland, hlm. 257–259.
  126. ^ Holland, hlm. 262–264.
  127. ^ Herodotos VII, 210
  128. ^ Holland, hlm. 274.
  129. ^ Herodotos VII, 223
  130. ^ Herodotos VIII, 2
  131. ^ Herodotos VIII, 21
  132. ^ Herodotos VIII, 41
  133. ^ Holland, hlm. 300.
  134. ^ Holland, hlm. 305–306
  135. ^ a b Holland, hlm. 327–329.
  136. ^ Holland, hlm. 308–309
  137. ^ Holland, hlm. 303.
  138. ^ Herodotos VIII, 63
  139. ^ Holland, hlm. 310–315
  140. ^ Herodotos VIII, 89
  141. ^ Holland, hlm. 320–326.
  142. ^ Herodotos VIII, 97
  143. ^ Herodotos VIII, 100
  144. ^ a b Holland, hlm. 333–335.
  145. ^ a b Holland, hlm. 336–338.
  146. ^ Herodotos IX, 7
  147. ^ Herodotos IX, 10
  148. ^ Holland, hlm. 339.
  149. ^ a b c Holland, hlm. 342–349.
  150. ^ Herodotos IX, 59
  151. ^ Herodotos IX, 62
  152. ^ Herodotos IX, 63
  153. ^ Herodotos IX, 66
  154. ^ Herodotos IX, 65
  155. ^ Holland, hlm. 350–355.
  156. ^ Herodotos IX, 100
  157. ^ Holland, hlm. 357–358.
  158. ^ Dandamaev, hlm. 223
  159. ^ Lazenby, hlm. 247.
  160. ^ Herodotos IX, 104
  161. ^ Thukydides I, 89
  162. ^ a b c Herodotos IX, 114
  163. ^ Herodotos IX, 115
  164. ^ Herodotos IX, 116
  165. ^ Herodotos IX, 117
  166. ^ a b c Herodotos +9.118 IX, 118
  167. ^ a b Herodotos IX, 119
  168. ^ Herodotos IX, 120
  169. ^ Herodotos IX, 121
  170. ^ a b c Thukydides I, 94
  171. ^ a b Sealey, hlm. 242
  172. ^ a b c Fine, hlm. 331.
  173. ^ a b c Thukydides I, 95
  174. ^ a b Fine, hlm. 338–339.
  175. ^ a b c Holland, hlm. 362.
  176. ^ a b Thukydides I, 96
  177. ^ Sealey, hlm. 250.
  178. ^ Plutarkhos, Kimon, 12
  179. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 13
  180. ^ Thukydides I, 104
  181. ^ ThukydidesI, 109
  182. ^ Sealey, hlm. 271–273.
  183. ^ a b Thukydides http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Thuc.+1.112 I, 112]
  184. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 19
  185. ^ a b Diodoros XII, 4
  186. ^ a b Sealey, hlm. 280.
  187. ^ Herodotos VII, 151
  188. ^ Kagan, hlm. 84.
  189. ^ Sealey, hlm. 281.
  190. ^ a b Holland, hlm. 366.
  191. ^ Fine, hlm. 363.
  192. ^ a b Sealey, phlm 282.
  193. ^ Kagan, hlm. 128.
  194. ^ Holland, hlm. 371.
  195. ^ Xenophon, Hellenika II, 2
  196. ^ a b c Dandamaev, hlm. 256.
  197. ^ Rung, hlm. 36.
  198. ^ Xenophon, Hellenika III, 1
  199. ^ Xenophon, Hellenika III, 2–4
  200. ^ Xenophon, Hellenika V, I
  201. ^ Dandamaev, hlm. 294
  202. ^ Hall, hlm. 68
  203. ^ Holland, hlm. 198.

Sumber

Sumber kuno

  • Herodotos, Historia (terjemahan Godley, 1920)
    • Uraian: W.W. How, J. Wells (1990). A commentary on Herodotus. Oxford University Press. ISBN 0198721390. 
  • Thukydides, Sejarah Perang peloponnesos
  • Xenophon, Anabasis, Hellenika
  • Plutarkhos, Kehidupan Paralel; Themistokles, Aristides, Perikles, Kimon
  • Diodoros Sikolos, Bibliotheke historika
  • Cornelius Nepos, Kehidupan Komandan Hebat; Miltiades, Themistokles

Sumber modern

  • Boardman J, Bury JB, Cook SA, Adcock FA, Hammond NGL, Charlesworth MP, Lewis DM, Baynes NH, Ostwald M & Seltman CT (1988). The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Burn, A.R. (1985). "Persia and the Greeks". In Ilya Gershevitch, ed. The Cambridge History of Iran, Volume 2: The Median and Achaemenid Periods The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Dandamaev, M. A. (1989). A political history of the Achaemenid empire (translated by Willem Vogelsang). BRILL. ISBN 9004091726. 
  • de Souza, Philip (2003). The Greek and Persian Wars, 499-386 BC. Osprey Publishing, (ISBN 1-84176-358-6)
  • Farrokh, Keveh (2007). Shadows in the Desert: Ancient Persia at War. Osprey Publishing. ISBN 1846031087. 
  • Fine, John Van Antwerp (1983). The ancient Greeks: a critical history. Harvard University Press. ISBN 0674033140. 
  • Finley, Moses (1972). "Introduction". Thucydides – History of the Peloponnesian War (translated by Rex Warner). Penguin. ISBN 0140440399. 
  • Green, Peter (2006). Diodorus Siculus – Greek history 480–431 BC: the alternative version (translated by Peter Green). University of Texas Press. ISBN 0292712774. 
  • Green, Peter (1996). The Greco-Persian Wars. University of California Press. ISBN 0520205731. 
  • Hall, Jonathon (2002). Hellenicity: between ethnicity and culture. University of Chicago Press. ISBN 0226313298. 
  • Higbie, Carolyn (2003). The Lindian Chronicle and the Greek Creation of their Past. Oxford University Press. ISBN 0-19-924191-0. 
  • Holland, Tom (2006). Persian Fire: The First World Empire and the Battle for the West. Abacus. ISBN 0385513119. 
  • Kagan, Donald (1989). The Outbreak of the Peloponnesian War. Cornell University Press. ISBN 0801495563. 
  • Köster, A.J. (1934). "Studien zur Geschichte des Antikes Seewesens". Klio Belheft 32. 
  • Lazenby, JF (1993). The Defence of Greece 490–479 BC. Aris & Phillips Ltd. ISBN 0856685917. 
  • Osborne, Robin (1996). Greece in the making, 1200-479 BC. Routledge. ISBN 041503583 . 
  • Roebuck, R (1987). Cornelius Nepos – Three Lives. Bolchazy-Carducci Publishers. ISBN 0865162077. 
  • Rung, Eduard (2008). "Diplomacy in Graeco-Persian relations". In de Souza, P & France, J. War and peace in ancient and medieval history. University of California Press. ISBN 052181703X. 
  • Sealey, Raphael (1976). A history of the Greek city states, ca. 700-338 B.C. University of California Press. ISBN 0520031776. 
  • Snodgrass, Anthony (1971). The dark age of Greece: an archaeological survey of the eleventh to the eighth centuries BC. Routledge. ISBN 041593635 . 
  • Carol G. Thomas, Craig Conant (2003). Citadel to City-State: The Transformation of Greece, 1200-700 B.C.E. Indiana University Press. ISBN 0253216028. 
  • Traver, Andrew (2002). From polis to empire, the ancient world, c. 800 B.C.-A.D. 500: a biographical dictionary. Greenwood Publishing Group. ISBN 0313309426. 

Pranala luar

Wikidata: Greco–Persian Wars


edunitas.com


Page 4

Perang Yunani-Persia (disebut juga Perang Persia) yaitu serangkaian konflik selang Kekaisaran Persia Akhemeniyah melawan negara kota di Yunani kuno. Perang ini bermula pada tahun 499 SM dan yang belakang sekalinya pada tahun 449 SM. Bentrokan selang dunia Yunani yang secara politik terpecah-pecah melawan Kekaisaran Persia yang sangat akbar telah dimulai ketika Koresh yang Luhur menaklukkan Ionia pada tahun 547 SM. Berupaya bagi mengendalikan kota-kota di Ionia, Persia menunjuk tiran bagi berkuasa di sana. Ini belakang terbukti menjadi sumber persoalan bagi Yunani dan Persia.

Pada tahun 499 SM, tiran di Miletos, yaitu Aristagoras, mulai memainkan ekspedisi bagi menaklukkan Pulau Naxos, dengan dukungan Persia;[2] Namun, ekspedisi itu yang belakang sekalinya dengan kegagalan dan Aristagoras pun yang belakang sekalinya dipecat. Aristagoras lalu menghasut kota-kota Yunani di Asia Kecil bagi memberontak melawan Persia. Ini yaitu awal dari Pemberontakan Ionia, yang berjalan sampai tahun 493 SM, dan dalam perkembangannya menyeret banyakan daerah di Asia Kecil ke dalam konflik. Aristagoras mendapat bantuan militer dari Athena dan Eretria. Pada tahun 498 SM, pasukan Athena dan Eretria membakar ibu kota regional Persia di Asia Kecil, yaitu Kota Sardis. Kaisar Persia, Darius yang Luhur marah dan bersumpah akan membalas Athena dan Eretria atas sikap yang dibuat mereka. Pemberontakan terus berlanjut, dan kedua belah pihak menemui perlintasan buntu sepanjang 497–495 SM. Pada tahun 494 SM, Persia menyerang pusat pemberontakan di Miletos. Pada Pertempuran Lade, pasukan Ionia merasakan kekalahan telak dan pemberontakan pun yang belakang sekalinya, dan sisa-sisanya dibasmi pada tahun selanjutnya.

Berupaya mengamankan kekaisarannya dari ancaman pemberontakan lainnya, dan juga dari campur tangan Yunani daratan, Darius yang belakang sekalinya melancarkan serangan ke Yunani, bagi menghukum Athena dan Eretria atas pembakaran Sardis. Invasi pertama Persia ke Yunani dimulai pada tahun 492 SM, dengan Jenderal Persia, Mardonios, menaklukkan Thrakia dan Makedonia sebelum yang belakang sekalinya pasukan Persia merasakan bencana dan terpaksa mengakhiri kampanyenya. Pada tahun 490 SM, pasukan kedua dikirim ke Yunani, kali ini melewati Laut Aigea, di bawah komando Datis dan Artaphernes. Ekspedisi ini berhasil menundukkan Kyklades, sebelum belakang mengepung, menaklukkan, dan menghancurkan Eretria. Akan tetapi, ketika berupaya menyerang Athena, pasukan Persia dikalahkan secara telak oleh pasukan Athena pada Pertempuran Marathon, yang sekaligus membubarkan invasi pertama Persia. Darius belakang menyusun rencana bagi kembali menyerang Yunani, namun dia terlebih dahulu meninggal pada tahun 486 SM, dan tanggung jawab penaklukan beralih kepada putranya, Xerxes I. Pada tahun 480 SM, Xerxes secara langsung memimpin invasi kedua Persia ke Yunani dengan pasukan yang sangat banyak. Kemenangan melawan 'Persekutuan' negara kota Yunani (dipimpin oleh Sparta dan Athena) pada Pertempuran Thermopylae membikin Persia dapat menduduki sebagian akbar Yunani. Akan tetapi, ketika berupaya menghancurkan armada laut Yunani, Persia malah merasakan kekalahan berat pada Pertempuran Salamis. Pada tahun selanjutnya, persekutuan negara kota Yunani melancarkan serangan dan mengalahkan pasukan Persia pada Pertempuran Plataia, sekaligus mengakhiri invasi Persia di Yunani.

Persekutuan Yunani menindaklanjuti kesuksesan mereka dengan menghancurkan sisa-sisa armada Persia pada Pertempuran Mykale, sebelum belakang mengusir garnisun Persia dari Sestos (479 SM) dan Byzantion (478 SM). Sikap yang dibuat Jenderal Pausanias pada Pengepungan Byzantion menjauhkan banyak negara kota Yunani dari pihak Sparta, dan persekutuan anti-Persia belakang dibuat kembali dengan dipimpin oleh Athena, dalam persatuan yang disebut Liga Delos. Liga Delos terus memainkan kampanye melawan Persia selama tiga dekade selanjutnya, dimulai dengan pengusiran sisa-sisa garnisun Persia dari Eropa. Dalam Pertempuran Eurymedon pada tahun 466 SM, Liga Delos meraih kemenangan ganda yang pada yang belakang sekalinya membikin kota-kota di Ionia dapat merdeka. Akan tetapi, keterlibatan Liga Delos dalam pemberontakan Mesir (dari 460–454 SM) berujung pada kekalahan telak dan kampanye yang lebih lanjut wajib ditunda. Liga Delos mengirim pasukan ke Siprus pada tahun 451 SM, dan setelah menariknya kembali, Perang Yunani-Persia pun benar-benar yang belakang sekalinya. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa yang belakang sekali bentrokan ditandai dengan kontrak damai selang Athena dan Persia, yaitu pada Perdamaian Kallias.

Sumber

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung kepala Herodotos. Naskah kuno karya Herodotos yaitu sumber utama bagi konflik Yunani-Persia.

Hampir semua sumber utama bagi Perang Yunani-Persia bersumber dari Yunani; tidak mempunyai naskah sejarah yang tersisa dari pihak Persia. Sumber utama bagi Perang Yunani-Persia yaitu naskah karya sejarawan Yunani, Herodotos. Herodotos, yang disebut "Bapak Sejarah",[3] dilahirkan pada tahun 484 SM di Halikarnassos, Asia Kecil (ketika itu bidang dari Kekaisaran Persia). Dia menulis catatan sejarahnya, yang berjudul Historia, sekitar tahun 440–430 SM, berupaya bagi melacak asal mula Perang Yunani-Persia, yang ketika itu belum lama usai.[4] Pendekatan Herodotos yaitu novel dan setidaknya di masyarakat Barat, dia membikin 'sejarah' sebagai sebuah disiplin pengetahuan.[4] Holland berpendapat tentang Herodotos:[4]

Bagi pertama kalinya, seorang penulis kronik membikin dirinya melacak asal mula konflik tidak ke masa yang sangat jauh demi tampak luar biasa, tidak demi kehendak dan keinginan beberapa dewa, tidak juga demi klaim orang-orang bagi mewujudkan takdir, tetapi demi penjelasan yang dapat dia verifikasi secara langsung.

—Holland, hlm. xvi–xvii.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung Thukydides. Narasi Herodotos dilanjutkan oleh Thukydides.

Beberapa sejarawan kuno selanjutnya, dimulai dari Thukydides, mengkritik Herodotos.[5][6] Meskipun demikian, Thukydides memilih bagi memulai sejarahnya pada masa di mana Herdotos mengakhiri kisahnya (pada Pengepungan Sestos) dan merasa bahwa sejarah Herodotos cukup tepat sehingga tidak perlu ditulis ulang atau dikoreksi.[6] Plutarkhos mengkritik Herodotos dalam esainya "Tentang Kejahatan Herodotos", menggambarkan Herodotos sebagai "Philobarbaros" (pencinta orang barbar) karena Herodotos dianggap tidak cukup pro-Yunani, yang mengindikasikan bahwa Herodotos sebenarnya mungkin telah memainkan penulisan yang berpihak kepada yang aci secara wajar.[7] Pandangan negatif terhadap Herodotos berlanjut di Eropa masa Renaisans, meski karya-karyanya tetap banyak dibaca. Namun, sejak ratus tahun ke-19 reputasinya secara dramatis terangkat oleh temuan arkeologi yang membenarkan keterangannya.[8] Pandangan modern terhadap Herodotos yaitu bahwa dia telah menuliskan catatan yang luar biasa dalam Historia, namun beberapa rincian spesifiknya (khusunya tentang banyak prajurit dan tanggal peristiwa) wajib diamati secara skeptis.[8] Meskipun demikian, sedang banyak sejarawan yang meyakini bahwa Herodotos hanya mengarang sebagian akbar catatannya.[9]

Sayangnya, sejarah militer Yunani selang yang belakang sekali invasi kedua Persia ke Yunani dan Perang Peloponnesos (479–431 SM) tidak banyak diucapkan dalam sumber kuno. Periode ini, kadang disebut pentekontaitia oleh para sejarawan kuno, yaitu seuatu periode perdamaian dan kemakmuran di Yunani.[10][11] Sumber terlengkap tentang periode ini, dan sekaligus yang paling sezaman yaitu naskah karya Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, yang oleh para sejarawan modern secara umum dianggap sebagai sumber primer yang terpercaya.[12][13][14] Thukydides hanya menyebut periode ini dalam sebuah kelainan dalam meningkatnya kekuasaan Athena menuju Perang Peoponnesos, dan naskahnya sendiri pendek, probabilitas sangat selektif serta kekurangan tanggal perihal berlakunya.[15][16] Meskipun demikian, naskah Thukydides dapat, dan memang, digunakan oleh para sejarawan bagi mereka-reka kronologi pada periode ini, yang juga ditambah dari temuan arkeologi dan catatan dari penulis lain.[15]

Rincian yang banyakan tentang keseluruhan periode ini diadakan oleh Plutarkhos dalam karyanya biografi Themistokles, Aristides dan khususnya Kimon. Plutarkhos menulis beberapa ratus tahun setelah perihal berlakunya sehingga naskahnya yaitu sumber sekunder, yang membikin peryatannya perlu verifikasi lebih lanjut.[17] Dalam biografinya, dia mengambil sumber langsung dari banyak naskah sejarah kuno yang pada masa modern telah lenyap, dan dengan demikian dia telah mencatat rincian periode yang tidak disebutkan adil oleh Herodotos maupun Thukydides. Sumber penting terakhir bagi periode ini yaitu sejarah universal (Bibliotheke historika) karya penulis asal Sisilia ratus tahun ke-1 SM, Diodoros Sikolos. Banyak dari tulisan Diodoros tentang periode ini diambil dari sejarawan Yunani yang lebih awal, yaitu Ephoros, yang juga menulis sejarah universal.[18] Karya Diodoros juga yaitu sumber sekunder dan seringkali dikritik oleh para sejarawan karena gaya dan ketidakakuratannya, namun karya tersebut menyimpan banyak rincian periode kuno yang tidak ditemukan di sumber mana pun.[19]

Rincian lainnya tersebar dan dapat ditemukan dalam Hellados Periegesis karya Pausanias, sementara kamus Suda dari Bizantium ratus tahun ke-10 M mencantumkan beberapa anekdot yang tidak ditemukan di sumber mana pun. Sumber minor bagi periode ini mencakup karya-karya Pompeius Trogus (diepitomisasi oleh Justinus), Cornelius Nepos, dan Ktesias dari Knidos (diepitomisasi oleh Photios), yang tidak lagi berada pada bentuk teks aslinya. Karya-karya ini kurang dipercaya (khususnya Ktesias) oleh para sejarawan dan tidak secara khusus bermanfaat pada rekonstruksi sejarah periode ini.[20][21]

Asal mula

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kota-kota Yunani di Asia Kecil, kota-kota Ionia berwarna biru, kota-kota Aiolia berwarna kuning, dan kota-kota Doria berwarna merah.

Orang Yunani pada periode klasik percaya bahwa, pada zaman kegelapan yang terjadi setelah runtuhnya peradaban Mykenai, sejumlah akbar orang Yunani beralih ke Asia Kecil dan bermukim di sana.[22][23] Pada umumnya para sejarawan modern menerima migrasi ini sebagai sebuah peristiwa sejarah (tapi migrasi ini lain dari kolonisasi yang terjadi pada masa selanjutnya di Mediterania oleh orang Yunani).[24][25] Namun, mempunyai yang percaya bahwa migrasi Ionia tidak dapat dijelaskan sesederhana yang telah diklaim oleh orang Yunani kuno.[26] Para pemukim itu bersumber dari tiga kelompok suku paling akbar di Yunani, yaitu suku Aiolia, suku Doria, dan suku Ionia.[22] Suku Ionia bermukim di sekitar pesisir Lydia dan Karia, dan mendirikan dua belas kota yang membentuk Ionia.[22] Kota-kota itu di selangnya yaitu Miletos, Myos, dan Priene di Karia; Ephesos, Kolophon, Lebedos, Teos, Klazomenae, Phokaia, dan Erythrai di Lydia; serta Pulau Samos dan Khios.[27] Meskipun kota-kota Ionia masing-masing berdaulat sendiri-sendiri, tetapi mereka mengakui bahwa mereka mewarisi kebudayaan dan peradaban yang sama. Mereka diperkirakan mempunyai satu kuil utama dan lokasi pertemuan tetap, disebut Panionion.ii[›] Mereka dengan demikian telah membentuk 'perkumpulan kebudayaan', yang tidak boleh dimasuki oleh kota-kota lainnya, bahkan oleh suku Ionia lainnya.[28][29]

Kota-kota Ionia merdeka sampai mereka ditaklukkan oleh Bangsa Lydia dari Asia Kecil bidang timur. Raja Lydia Alyattes II, menyerang Miletos, dan konflik tersebut yang belakang sekalinya dengan kontrak persekutuan selang Miletos dan Lydia, yang berjasa bahwa Miletos lepas sama sekali mengurusi urusan dalam negeri tetapi wajib menurut pada Lydia dalam persoalan luar negeri.[30] Pada masa itu, Lydia juga sedang berperang dengan Kekaisaran Media, dan Kota Miletos mengirim pasukan bagi menolong Lydia dalam konflik itu. Pada yang belakang sekalinya perjajian damai dipastikan selang Media dan Lydia, dengan Sungai Halys menjadi pembatas selang kedua kerajaan itu.[31] Raja Lydia yang terkenal, Kroisos, menggantikan ayahnya, Alyattes, sekitar tahun 560 SM dan berencana menaklukkan kota-kota Yunani lainnya di Asia Kecil.[32]

Pangeran Persia, Koresh memimpin sebuah pemberontakan melawan Raja Media terakhir, Astyages, pada tahun 553 SM. Koresh yaitu cucu Astyages dan didukung oleh sebagian aristokrat Media.[33] Pada tahun 550 SM, pemberontakan yang belakang sekalinya, dan Koresh meraih kemenangan, mendirikan Kekaisaran Persia Akhemeniyah bagi menggantikan Kekaisaran Media.[33] Kroisos melihat kekacauan di Kekaisaran Media dan Persia sebagai sebuah kesempatan bagi memperluas kekuasaannya. Dia terlebih dahulu meminta keterangan pada orakel Delphi tentang apakah dia wajib menyerang Persia atau tidak. Sang orakel memberikan jawaban ambigu yang belakang menjadi terkenal, yaitu bahwa "jika Kroisos menyeberangi Halys, maka dia akan menghancurkan satu kerajaan akbar."[34] Dibutakan oleh keambiguan ramalan itu, Kroisos pun menyerang Persia, dan yang belakang sekalinya dia dikalahkan. Lydia belakang jatuh ke tangan Koresh.[35]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kekaisaran Persia pada tahun 490 SM.

Ketika sedang berperang melawan Lydia, Koresh mengirim pesan kepada kota-kota Yunani di Ionia. Dia menanti mereka bagi memberontak terhadap kekuasaan Lydia. Permintaannya didorong oleh orang-orang Ionia.[36] Setelah Koresh beres menaklukkan Lydia, kota-kota Ionia kini menawarkan diri bagi berada di bawah kekuasaan Persia dengan kesepakatan yang sama seperti ketika dikuasai oleh Kroisos dari Lydia.[36] Koresh menolak dan mengungkit-ungkit keengganan bangsa Ionia ketika dulu mereka tidak bersedia menolongnya. Bangsa Ionia dengan demikian berhati-hati bagi mempertahankan diri, dan Koresh mengirim Jenderal Media, Harpagos, bagi menaklukkan mereka.[37] Dia pertama-tama menyerang Phokaia; orang-orang Phokaia memutuskan bagi meninggalkan kota mereka dan berlayar menyelamatkan diri ke Sisilia, daripada wajib tunduk di bawah kekuasaan Persia (meskipun belakang banyak pula yang kembali).[38] Beberapa orang Teos juga memilih bagi bermigrasi ketika Harpagos menyerang kota mereka, tetapi bangsa Ionia di kota-kota lainnya tetap bertahan, dan satu demi satu kota-kota Ionia ditaklukkan oleh Persia.[39]

Setahun setelah penaklukan itu, Persia mendapati bahwa orang Ionia sulit diatur. Di wilayah lainnya di kekaisaran, Koresh memanfaatkan kelompok elite masyarakat pribumi bagi menolongnya mengatur daerah jajahan barunya, misalnya kelompok kependetaan Yudea.[40] Kelompok seperti itu tidak mempunyai di kota-kota Yunani pada masa itu; meski biasanya mempunyai aristokrasi, hal ini pada yang belakang sekalinya berujung pada golongan-golongan yang saling bermusuhan.[40] Persia belakang menempatkan seorang tiran di tiap kota di Ionia, meskipun ini menyeret mereka ke dalam konflik internal Ionia. Selain itu, tiran tertentu probabilitas mengembangkan gagasan bagi merdeka dan wajib diganti.[40] Para tiran itu sendiri menghadapi tugas yang sulit, mereka mesti mengalihkan kebencian terburuk masyarakatnya terhadap Persia, sambil tetap mengabdi kepada Persia.[40] Di masa lalu, kota-kota Yunani sering diperintah oleh tiran, tetapi bentuk pemerintahan semacam itu telah berlalu.[41] Para tiran pada masa lalu juga cenderung dan wajib yaitu sosok pemimpin yang tangguh dan cakap, sementara para tiran yang ditunjuk oleh Persia yaitu orang-orang yang kurang pandai memimpin. Karena didukung oleh kuatnya militer Persia, para tiran ini tidak membutuhkan dukungan masyarakat lokal, dan dengan demikian mereka dapat memerintah secara mutlak.[41] Menjelang Perang Yunani-Persia, mempunyai probabilitas bahwa masyarakat Ionia merasa tidak puas dan telah siap bagi memberontak.[42] Ionia, tidak seperti banyak daerah lainnya di Kekaisaran Persia, tidak memberontak pada masa perang saudara selang masa pemerintahan Koresh dan Darius I, dan maka dari itu mempunyai probabilitas bahwa orang Ionia sebenarnya tidak terlalu merasa tidak puas terhadap kekuasaan Persia.

Peperangan di Mediterania kuno

Dalam Perang Yunani-Persia, kedua belah pihak memakai infanteri bersenjatakan tombak dan pasukan misil ringan. Pasukan Yunani mengutamakan infanteri berat, sedangkan Persia lebih menyukai pasukan infanteri ringan.[43][44]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Pasukan Tidak berkesudahan Persia dalam jabatan menyerang.

Persia

Militer Persia terdiri dari beragam prajurit yang didatangkan dari semua wilayah kekaisaran. Namun, menurut Herodotos, setidaknya mempunyai kesamaan dalam persenjataan dan gaya berperang.[43] Prajurit Persia biasanya dipersenjatai dengan busur dan anak panah, tombak pendek dan pedang (akinaka) atau kapak (sagaris), serta perisai tipis. Mereka mengenakan baju zirah dari kulit,[43][45] namun prajurit tingkat tinggi mengenakan baju zirah dari logam yang mempunyai mutu lebih adil. Persia biasanya memakai panah bagi mengurangi banyak prajurit musuh, lalu mendekat dan melancarkan serangan dengan tombak dan pedang.[43] Barisan pertama dalam formasi infanteri Persia, disebut 'sparabara', tidak mempunyai panah, membawa perisai yang lebih akbar, dan kadang-kadang membawa tombak yang lebih panjang. Tugas mereka yaitu melindungi barisan di belakangan mereka.[46] Persia juga mempunyai pasukan elite yang oleh Herodotos disebut sebagai Pasukan Tidak berkesudahan. Pasukan tersebut yaitu pasukan infanteri khusus yang banyaknya selalu tetap 10.000 prajurit. Sementara kavaleri Persia probabilitas berperang sebagai kavaleri misil ringan.[43][47]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Hoplites Yunani dalam jabatan menyerang, dengan tusukan bawah dan tusukan atas.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kapal trireme yang digunakan oleh Yunani.

Yunani

Gaya peperangan di negara kota di Yunani, yang bersumber sekitar tahun 650 SM (berdasarkan penanggalan dari 'Guci Chigi'), dipusatkan pada phalanx hoplites yang didukung oleh pasukan misil.[44][48] Hoplites yaitu prajurit pejalan kaki yang biasanya bersumber dari kelas sosial pertengahan (di Athena disebut zeugites), yang mampu membeli perlengkapan yang dibutuhkan bagi berperang sebagai hoplites.[49] Perlengkapan pelindungnya biasanya mencakup pelindung dada atau linothorax, grev (pelindung kaki), helm, dan sebuah perisai bulat cekung yang akbar dan disebut hoplon atau aspis.[44] Hoplites dipersenjatai dengan tombak panjang, disebut dory, yang lebih panjang daripada tombak Persia. Prajurit Yunani juga membawa senjata pendukung berupa sebilah pedang yang disebut xiphos.[44] Baju zirah dan perisai yang kuat serta tombak yang lebih panjang menjadikan pasukan Yunani lebih superior dalam pertarungan jarak tidak jauh[44] dan memberi perlindungan yang akbar dari serangan jarak jauh.[44] Penskirmis bersenjata ringan, disebut psiloi, juga mempunyai dalam pasukan Yunani dan semakin lama semakin penting seiring berjalannya konflik melawan Persia; pada Pertempuran Plataia, misalnya, mereka probabilitas mencakup setengah dari pasukan Yunani.[50] Tidak disebutkan keadaan penggunakan kavaleri oleh pihak Yunani dalam Perang Yunani-Persia.

Peperangan laut

Pada masa awal konflik, semua armada laut di daerah Mediterania timur memakai trireme, kapal perang yang digerakkan oleh tiga baris dayung. Siasat perang laut yang paling umum pada periode itu yaitu menubrukkan haluan kapal ke kapal musuh, karena bidang hadapan trireme dilengkapi dengan senjata pendobrak. Siasat lainnya yaitu dengan memasukkan prajurit ke kapal musuh.[51] Armada laut yang lebih berpengalaman pada masa itu juga mulai memakai manuver yang disebut diekplous. Tidak diketahui secara jelas siasat macam apa ini, tetapi probabilitas strategi ini melibatkan berlayar ke celah di selang kapal-kapal musuh dan belakang menabrak kapal musuh di bidang pinggirnya.[51]

Armada laut Persia diadakan terutama oleh bangsa Fenisia, bangsa Mesir kuno, bangsa Kilikia, dan bangsa Siprus.[52][53] Daerah pesisir lainnya di Kekaisaran Persia ikut mengirimkan kapal selama peperangan berjalan.[52]

Pemberontakan Ionia (499–493 SM)

Pemberontakan Ionia

 

Naxos – Sardis – Ephesos – Siprus – Pertempuran Marsyas – Labraunda – Pedasos – Lade – Miletos – Khios – Malene

Pemberontakan Ionia dan pemberontakan terkait di Aiolis, Doris, Siprus, dan Karia yaitu pemberontakan militer yang dilakukan oleh beberapa daerah di Asia Kecil bagi menentang kekuasaan Persia, dan berjalan dari tahun 499 SM sampai 493 SM. Penyebab pemberontakan ini terjadi karena kota-kota Yunani di Asia Kecil merasa tidak puas terhadap para tiran yang ditunjuk oleh Persia bagi memerintah mereka. Para pemberontak juga menentang sikap yang dibuat individual yang dilakukan oleh dua tiran di Miletos, Histiaios dan Aristagoras.[40][54] Pada tahun 499 SM, tiran Miletos masa iru, Aristagoras, melancarkan ekspedisi gabungan bersama seorang satrap Persia, Artaphernes, bagi menaklukkan Naxos, dengan tujuan meningkatkan jabatannya di Miletos (baik secara finansial maupun wibawa).[54][55] Misi itu yang belakang sekalinya dengan kegagalan,[56] dan dampaknya Aristagoras dipecat dari kedudukan tiran. Dia belakang memilih bagi menghasut kota-kota di Ionia bagi memberontak terhadap kaisar Persia, Darius yang Agung.[42]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pemberontakan Ionia.

Pada tahun 498 SM, dengan bantuan dari Athena dan Eretria, kota-kota Ionia menyerang, menaklukkan, dan membakar Kota Sardis.[57] Namun, dalam perjalanan pulang mereka menuju Ionia, mereka diikuti oleh pasukan Persia dan secara telak dikalahkan pada Pertempuran Ephesos.[58] Kampanye ini yaitu satu-satunya sikap yang dibuat ofensif yang dilakukan oleh orang Ionia, yang selanjutnya malah menjadi sikap yang dibuat defensif. Persia menanggapi pada tahun 597 SM dengan serangan bercabang tiga yang diarahkan bagi menaklukkan daerah-daerah di sekitar wilayah pemberontak,[59] tetapi pemberontakan menyebar ke Karia, sehingga pasukan paling akbar Persia, dipimpin oleh Darius, beralih ke sana.[60] Meskipun pada awal mulanya meraih kesukssesan pada awal kampanye di Karia, pasukan ini belakang disapu beres dalam sebuah penyergapan pada Pertempuran Pedasos.[61] Hal ini mengakibatkan terjadinya kebuntuan bagi kedua belah pihak selama sisa 496 dan 495 SM.[62]

Pada tahun 494 SM pasukan darat dan armada laut Persia dikumpulkan kembali, dan mereka menyerang langsung menuju pusat pemberontakan di Miletos.[63] Armada laut Ionia berupaya mempertahankan Miletos di laut, tetapi dikalahkan secara telak pada Pertempuran Lade, setelah orang-orang Samos berkhianat dan balik mendukung Persia.[64] Miletos lalu dikepung, ditaklukkan, dan masyarakatnya menjadi budak.[65] Kekalahan ganda ini secara efektif mengakhiri pemberontakan, dan pada yang belakang sekalinya orang-orang Karia pun menyerah kepada Persia.[66] Pasukan Persia menghabiskan tahun 493 SM bagi membasmi sisa-sisa pemberontakan di kota-kota di sepanjang pesisi Asia Kecil yang sedang berupaya menentang Persia,[67] sebelum yang belakang sekalinya menetapkan kesepakatan damai di Ionia yang dianggap cukup berpihak kepada yang aci.[68]

Pemberontakan Ionia menjadi konflik akbar pertama selang Yunani dan Kekaisaran Persia Akhemeniyah dan yaitu fase pertama dari Perang Yunani-Persia. Asia Kecil berhasil dikuasai kembali oleh Persia, namun Darius bersumpah bagi menghukum Athena dan Eretria atas bantuan mereka pada para pemberontak.[68] Selain itu, Darius melihat bahwa keadaan politik di Yunani dapat membawa ancaman terhadap kestabilan kekaisaran, maka dia pun berencana menaklukkan semua Yunani.[68]

Invasi pertama ke Yunani (492–490 SM)

Setelah menaklukkan Ionia, Persia memulai merencanakan gerakan mereka selanjutnya, yaitu memusnahkan ancaman dari Yunani terhadap kekaisaran dan menghukum Athena serta Eretria.[69] Hal ini berujung pada invasi pertama Persia ke Yunani, yang terdiri dari dua kampanye utama[69]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta fase pertama Perang Yunani-Persia.

492 SM: Kampanye Mardonios

Kampanye pertama, pada tahun 492 SM, dipimpin oleh menantu Darius, Mardonios,[70] yang kembali menduduki Thrakia, yang menjadi bidang dari Kekaisaran Persia sejak tahun 513 SM.[71] Mardonios berhasil memaksa Makedonia bagi menjadi kerajaan klien Persia. Sebelumnya Makedonia telah menjadi sekutu Persia tetapi sebagai negara merdeka.[72] Akan tetapi, perkembangan lebih lanjut dalam kampanye ini terhalangi ketika armada laut Mardonus dihancurkan oleh badai di pesisir Gunung Athos. Mardonios sendiri terluka dalam sebuah serangan ke perkemahannya oleh satu suku Thrakia. Setelah itu, Mardonios bersama sisa-sisa pasukannya kembali ke Asia.[72][73]

Setahun belakang, setelah menyusun rencana secara cermat, Darius mengirim utusan ke semua negara kota di Yunani dan menanti mereka bagi menyerah pada Persia.[74] Hampir semua negara kota Yunani tunduk pada Darius, kecuali Athena dan Sparta. Kedua negara kota itu bahkan membunuh utusan Darius.[74] Karena Athena sedang menentangnya, dan kini Sparta juga menyatakan perang melawannya, maka Darius memerintahkan dilakukannya kampanye militer lagi setahun belakang.[75]

490 SM: Kampanye Datis dan Artaphernes

Pada tahun 490 SM, Datis dan Artaphernes (putra satrap Artaphernes) diberikan komando bagi memimpin serangan invasi amfibi, dan mereka pun berlayar dari Kilikia.[75] Dari Kilikia, pasukan Persia pertama-tama berlayar menuju Pulau Rhodos, lokasi Kronik Kuil Lindos mencatat bahwa Datis mengepung Kota Lindos, tetapi tidak berhasil.[76] Armada Persia belakang bangung ke Naxos, bagi menghukum orang-orang Naxos atas perlawanan mereka terhadap ekspedisi Persia yang gagal satu dekade sebelumnya.[77] Banyak masyarakatnya yang kabur ke pegunungan, sedangkan masyarakat yang tertangkap menjadi budak.[78] Pasukan Persia lalu membakar kota dan kuil di Naxos.[78] Armada Persia belakang menyeberangi Laut Aigea bagi menuju Eretria. Dalam perjalanannya, pasukan Persia mengambil sandera dan pasukan dari tiap pulau yang mereka singgahi.[77]

Pasukan Persia berlayar ke Euboia, dan bangung menuju target utama mereka yang pertama, Eretria.[79] Orang Eretria tidak berupaya bagi mencegah pasukan Persia berlabuh dan berarak menuju kota mereka, Dampaknya pasukan Persia dapat mengepung Eretria.[80] Selama enam hari, pasukan Persia menyerang dinding pertahanan Eretria dan kerugian dialami oleh kedua belah pihak;[80] Namun, pada hari ketujuh, dua orang Eretria yang terkemuka membuka gerbang. Mereka berkhianat dan menyerahkan kota kepada pasukan Persia.[80] Kota itu dihancurkan, dan kuil serta suaka suci dijarah dan dibakar. Selain itu, sesuai perintah Darius, semua masyarakat kota menjadi budak.[80]

Pertempuran Marathon

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Sayap pasukan Yunani mengepung pasukan Persia pada Pertempuran Marathon.

Selanjutnya armada Persia bangung ke selatan menuju Pesisir Attika. Mereka berlabuh di Pantai Marathon, sekitar 25 mil (40 km) dari Kota Athena.[81] Di bawah panduan Miltiades, seorang jenderal yang punya banyak pengalaman berperang melawan orang Persia, pasukan Athena bangung bagi menghalangi dua jalur keluar dari daratan Marathon. Kebuntuan berjalan selama lima hari, sebelum yang belakang sekalinya pasukan Athena (untuk gagasan yang tidak diketahui) memutuskan bagi menyerang pasukan Persia.[82] Meskipun pasukan Persia mempunyai prajurit yang jauh banyakan, namun hoplites Yunani terbukti efektif melawan infanteri ringan Persia. Pasukan Yunani memukul mundur kedua sayap pasukan Persia sebelum belakang megacak-acak bidang tengahnya. Sisa-sisa pasukan Persia kabur ke kapal mereka dan meninggalkan pertempuran.[83] Herodotos mencatat bahwa sekitar 6.400 mayat prajurit Persia ditemukan di lokasi pertempuran, sedangkan pasukan Athena hanya kehilangan 192 pprajurit.[84]

Segera setelah pasukan Persia yang selamat bangung ke laut, pasukan Athena dengan cepat berlanjut kembali ke kota Athena.[85] Pasukan Athena tiba tepat waktu bagi mencegah Artaphernes berlabuh di Kota Athena. Menyadari bahwa kesempatannya telah lenyap, Artaphernes pun mengakhiri kampanye ini dan kembali ke Asia.[86]

Pertempuran Marathon yaitu titik balik pada Perang Yunani-Persia, dan menunjukkan bahwa pasukan Persia dapat dikalahkan. Peristiwa itu juga menunjukkan keunggulan hoplites Yunani, yang bersenjata lebih berat, dan memperlihatkan bahwa hoplites sangat potensial jika digunakan secara tepat.[83] Pertempuran Marathon barangkali sekarang lebih terkenal sebagai asal usul bagi balapan Marathon.iii[›]

Masa jeda (490–480 SM)

Persia

Setelah gagal pada invasi pertamanya, Darius mulai mendirikan pasukan yang lebih akbar bagi benar-benar menaklukkan Yunani; namun pada tahun 486 SM Mesir memainkan pemberontakan terhadap Persia sehingga ekspedisi ke Yunani wajib ditunda.[87] Darius meninggal ketika sedang bersedia bagi bangung ke Mesir, dan takhta Persia beralih kepada putranya Xerxes I.[88] Xerxes menumpas pemberontakan Mesir, dan dengan cepat mempersiapkan kembali pasukan bagi menyerang Yunani lagi.[89] Karena ini yaitu invasi berskala akbar, maka dibutuhkan perencanaan, pengumpulan perbekalan, dan persiapan prajurit yang cukup lama. Xerxes memutuskan bahwa Hellespontos akan menjadi jalur bagi pasukannya bagi menyeberang ke Eropa, dan kanal wajib digali menyeberangi tanah genting di Gunung Athos (armada Persia pernah dihancurkan pada tahun 492 SM ketika berupaya memutari garis pantai ini). Rencana Xerxes yaitu proyek luar biasa yang belum pernah dilakukan siapapun pada masanya.[90] Namun, kampanye wajib tertunda selama satu tahun karena terjadi pemberontakan lagi di Mesir dan Babilonia.[91]

Persia bersimpati kepada beberapa negara kota Yunani, termasuk Argos, yang berjanji akan memihak Persia begitu pasukan Persia sampai perbasatan mereka.[92] Keluarga Aleuadai, yang memerintah kota Larissa di Thessalia, melihat invasi ini sebagai sebuah kesempatan bagi memperluas kekuasaan mereka.[93] Sementara Thebes, meskipun tidak secara terang-terangan bersekutu dengan Persia, diduga bersedia menolong pasukan Persia begitu invasi tiba.[94][95]

Pada tahun 481 SM, setelah sekitar empat tahun persiapan, Xerxes mulai mengumpulkan pasukannya bagi menyerang Eropa. Herodotos memberikan daftar nama 46 bangsa yang prajuritnya menjadi bidang dalam pasukan Xerxes.[96] Pasukan Persia berkumpul di Asia Kecil pada musim panas dan musim gugur tahun 481 SM. Pasukan dari kesatrapan timur berkumpul di Kritala, Kappadokia dan dipimpin oleh Xerxes ke Sardis. Di sana mereka menghabiskan musim dingin.[97] Pada awal musim semi, pasukan bangung ke Abydos, dan mereka bergabung dengan pasukan dari kesatrapan barat.[98] Lalu pasukan yang telah dikumpulkan oleh Xerxes itu berarak menuju Eropa, menyeberangi Hellespontos melewati dua jembatan ponton.[99]

Banyak Pasukan Persia

Banyak prajurit yang dikumpulkan oleh Xerxes pada invasi kedua ke Yunani telah menjadi tema perdebatan yang tiada yang belakang sekali. Sebagian akbar sejarawan modern menolak banyak 2,5 juta prajurit yang ditulis oleh Herodotos serta para penulis kuno lainnya, karena banyak tersebut tidak realistis, selain itu pihak pemenang sangat mungkin telah memainkan miskalkulasi dan membesar-besarkan banyak pasukan musuh. Topik ini banyak diperdebatkan, tetapi kesepakatan para sejarawan berkisar sekitar 200.000 prajurit.[100]

Banyak armada laut Persia juga dipertentangkan, meski tidak sesering pasukan daratnya. Para penulis kuno lainnya setuju dengan angka yang diberikan oleh Herodotos, yaitu 1.207 kapal. Banyak ini menurut standar kuno cukup konsisten, dan dapat ditafsirkan bahwa banyaknya sekitar 1.200 kapal. Di selang para sejarawan modern, beberapa mempunyai yang menerima banyak ini, meskipun tetap berpendapat bahwa banyaknya lebih sedikit pada Pertempuran Salamis.[101][102][103] Karya-karya terkini lainnya tentang Perang Yunani-Persia menolak angka ini, dan melihat bahwa 1.207 yaitu peniruan dari banyak kapal armada gabungan Yunani dalam Iliad. Karya-karya itu secara umum mengklaim bahwa Persia mengirimkan tidak lebih dari 600 kapal perang menyeberangi Laut Aigea.[103][104][105]

Yunani

Athena

Setahun setelah peristiwa di Marathon, pahlawan Athena, Miltiades, terluka dalam sebuah pertempuran kecil. Mengambil kesempatan dari hal ini, keluarga Alkmaionidai yang berpengaruh, menyusun rencana supaya dia dihukum.[106] Miltiades diberikan denda yang akbar atas kejahatan 'menipu rakyat Athena', tetapi dia meninggal seminggu belakang karena lukanya.[106]

Politisi Themistokles, yang dasar kekuasaannya secara kuat tertanam di kalangan orang miskin, mengisi kekosongan yang dibebaskan oleh Miltiades, dan pada dekade selanjutnya dia menjadi politisi paling berpengaruh di Athena.[106] Pada periode ini, Themistokles terus berupaya supaya Athena mengembangkan daya lautnya.[106] Rakyat Athena sadar selama masa itu bahwa Persia sedang ingin menduduki Yunani,[89] dan kebijakan laut Themistokles probabilitas diamati dalam ancaman potensial dari Persia.[106] Aristides, lawan politik Themistokles, dan orang yang terkemuka dari zeugites (kelas sosial atas atau kelas hoplites) dengan keras menentang kebijakan Themistokles.[107]

Pada tahun 483 SM, lapisan perak yang akbar ditemukan di pertambangan Athena di Laurion.[108] Themistokles mengusulkan supaya perak itu digunakan bagi mendirikan armada kapal trireme baru. Supaya usulannya diterima, Themistokles berbohong dan mengatakan bahwa Athena membutuhkan armada tambahan bagi mendukung peperangan melawan Aigina.[109] Plutarkhos berpendapat bahwa Themistokles secara berahti-hati tidak menyebut-nyebut Persia karena ancaman dari Persia sedang terlalu jauh dari Athena bagi ditanggapi, tetapi Themistokles memang memaksudkan armada tambahan itu bagi menghadapi Persia.[108] Fine berpendapat bahwa banyak orang Athena yang mengakui bahwa armada laut tambahan memang dibutuhkan bagi menahan Persia, yang persiapan kampanye militernya belum diketahui.[110] Usulan Themistokles dengan mudah disetujui, meskipun mendapat tentangan keras dari Aristides. Lolosnya usulan itu probabilitas karena banyaknya orang Athena yang ingin mendapat bayaran dengan menjadi pendayung kapal.[110] Tidak diketahui dari sumber kuno apakah 100 atau 200 kapal yang pada awal mulanya disetujui; adil Fine maupun Holland berpendapat bahwa pada awal mulanya 100 kapal disetujui lalu banyak ini bertambah sampai seperti yang mempunyai pada invasi kedua.[109][110] Aristides berbelit-belit menetang kebijakan Themistokles, dan ketegangan di selang kedunya terus meningkat, berlaku ostrakisme pada tahun 482 SM menjadi kontes langsung selang Themistokles dan Aristides.[109] Dalam apa yang Holland sebut sebagai, pada dasarnya, referendum pertama di dunia, Aristides diostrakisasi, dan kebijakan Themistokles disahkan.[109] Dan memang, karena semakin menyadari persiapan Persia bagi memainkan invasi kedua, rakyat Athena memilih bagi membikin kapal banyakan daripada permintaan Themistokles.[109] Dengan demikian, menjelang invasi Persia, Themistokles telah menjadi politisi terkemuka di Athena.[111]

Sparta

Raja Sparta Demaratos dijatuhkan dari takhtanya pada tahun 492 SM, dan digantikan oleh sepupunya Leotykhides. Setelah tahun 490 SM, Demaratos yang merasa sakit hati belakang memilih mengasingkan diri. Dia sampai di istana Darius di Susa.[87] Sejak itu Demaratos menjadi penasihat Darius bagi urusan Yunani. Ketika Xerxes naik takhta, Demaratos terus bertugas sebagai pensihat. Dia bahkan ikut menemani Xerxes pada invasi kedua Persia.[112] Pada yang belakang sekali buku 7 Herodotos, mempunyai sebuah anekdot yang berpadanan dengan invasi kedua, diucapkan Demaratos mengirimkan lembaran kayu memakai ikat lilin kosong ke Sparta. Ketika lilinnya dibubarkan, sebuah pesan tampak. Pesan tersebut diukir pada kayu yang dilapisi lilin itu dan intinya yaitu memperingatkan Sparta tentang rencana Xerxes.[113] Akan tetapi, banyak sejarawan percaya bahwa bab ini diisikan ke dalam tulisan Herodotos oleh penulis pada masa selanjutnya, probabilitas bagi mengisi kekosongan selang yang belakang sekali buku 7 dan awal buku 8. Kebenaran kisah tersebut dengan demikian tidak diketahui secara pasti.[114]

Persekutuan Yunani

Pada tahun 481 SM, Xerxes mengirim utusan ke semua Yunani bagi menanti tanah dan cairan sebagai lambang penyerahan diri, tetapi utusan-utusannya secara sengaja tidak datang ke Athena dan Sparta.[115] Dengan demikian dukungan mulai diberikan kepada dua negara ini. Kongres negara kota diadakan di Korinthos pada yang belakang sekali musim gugur pada tahun 481 SM, dan aliansi konfederasi negara kota Yunani dibuat.[116] Konfederasi ini mempunyai kekuasaan bagi mengirim utusan bagi menanti bantuan dan bagi menarik pasukan dari tiap negara anggotanya demi membentuk pasukan gabungan. Herodotos tidak menyebut nama persekutuan itu tetapi hanya menyebutnya "οἱ Ἕλληνες" (bangsa Yunani) dan "orang Yunani yang bersekutu" (terjemahan Godley) atau "orang Yunani yang bersatu" (terjemahan Rawlinson).[117] Setelah itu, mereka disebut sebagai 'Sekutu'. Sparta dan Athena berperan penting dalam kongres tersebut tetapi minat negara kota lainnya juga ikut memilihkan dalam mewujudkan strategi pertahanan.[118] Hanya sedikit yang diketahui tentang pekerjaan internal tentang diskusi kongres dalam pertemuannya. Hanya 70 dari sekitar 700 negara kota Yunani yang mengirim perwakilan. Meskipun demikian, persatuan ini sangat penting bagi dunia Yunani yang terpecah-pecah, khususnya karena banyak negara kota Yunani yang pada masa itu sedang saling berperang satu sama lain.[119]

Invasi kedua ke Yunani (480–479 SM)

Awal 480 SM: Thrakia, Makedonia, dan Thessalia

Setelah menyeberang ke Eropa pada bulan April 480 SM, pasukan Persia mulai memasuki Yunani, dan memakan waktu tiga bulan bagi berlanjut tanpa faktor yang menghalangi dari Hellespontos ke Therme. Mereka selesai sejenak di Doriskos, di sana mereka bergabung dengan armada laut. Xerxes mereorganisasi pasukan menjadi unit-unit taktis menggantikan formasi nasional yang sebelumnya digunakan bagi berlanjut dari Persia.[120]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Persitiwa penting pada invasi kedua ke Yunani.

Persekutuan Yunani kembali memainkan pertemuan pada musim semi tahun 480 SM dan setuju bagi mempertahankan Lembah Tempe di perbatasan Thessalia dan menghalangi gerak maju Xerxes.[121] Akan tetapi, begitu tiba di sana, mereka diperingatkan oleh Alexandros I dari Makedonia bahwa lembah tersebut dapat dijadikan terlewat oleh pasukan Persia dan bahwa pasukan Xerxes terlalu akbar, sehingga pasukan Yunani pun mundur.[122] Tidak lama setelah itu, mereka mendapat berita bahwa Xerxes telah menyeberangi Hellespontos.[122] Pada titik ini, strategi kedua diusulkan oleh Themistokles kepada persekutuan Yunani. Rute menuju Yunani selatan (Boiotia, Attika, dan Peloponnesos) membikin Xerxes wajib berlanjut melewati celah ketat di Thermopylae. Celah tersebut dapat dengan mudah ditutupi oleh hoplites Yunani, meskipun pasukan Persia jauh banyakan. Selain itu, guna mencegah pasukan Persia lewat melewati jalur lainnya, maka armada laut Athena dan sekutu akan menjaga Selat Artemision. Strategi ganda ini diterima oleh persekutuan Yunani.[123] Namun, kota-kota Peloponnesos membikin rencana gerak-mundur bagi mempertahankan Tanah genting Korinthos jika dibutuhkan, sementara wanita dan anak-anak Athena dievakuasi ke Kota Troezen di Peloponnesos.[124]

Agustus 480 SM: Pertempuran Thermopylae dan Artemision

Perkiraaan waktu kedatangan Xerxes bertepatan dengan waktu Olimpiade dan festival Karneia. Bagi rakyat Sparta, perang tidak boleh dilakukan pada periode tersebut.[125] Meskipun waktunya tidak tepat, rakyat Sparta merasa bahwa ancaman Persia begitu akbar sehingga mereka mengirimkan raja mereka Leonidas I bersama pengwal pribadinya (Hippeis) yang terdiri dari 300 prajurit. Prajurit muda dalam pasukan itu digantikan oleh veteran yang telah mempunyai anak. Dengan demikian, kalau mereka mati pada pertempuran nanti, garis keturunan mereka tetap dapat berlanjut.[125] Leonidas dibantu oleh kontingen dari kota-kota sekutu di Peloponnesos dan juga dari kota-kota sekutu yang disinggahi dalam perjalanan ke Thermopylae.[125] Pasukan Yunani tiba di celah itu, mendirikan kembali tembok yang pernah dibangun oleh orang Phokis di titik tersempit di celah itu, lalu menanti kedatangan pasukan Xerxes.[126]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Celah Thermopylae.

Ketika pasukan Persia tiba di Thermopylae pada pertengahan Agustus, selama tiga hari mereka menunggu pasukan Yunani bagi membubarkan diri. Ketika Xerxes sadar bahwa pasukan Yunani memang berniat mempertahankan celah itu, dia belakang mengirimkan pasukannya.[127] Namun, jabatan pasukan Yunani sangat ideal bagi peperangan hoplites. Kontingen Persia dipaksa bagi menyerang phalanx Yunani.[128] Pasukan Yunani bertahan selama dua hari penuh menghadapi serangan Persia, termasuk serangan dari pasukan elite Persia, Pasukan Tidak berkesudahan. Menjelang yang belakang sekali hari kedua, pasukan Yunani dikhianati oleh seorang masyarakat lokal bernama Ephialtes, yang memberitahu Xerxes tentang perlintasan gunung yang terletak di belakangan pasukan Yunani. Pengintai Yunani melihat bahwa pasukan Persia ingin mengepung pasukan Yunani, maka dari itu Leonidas memerintahkan sebagian akbar prajurit bagi mundur, sedangkan sisanya, sekitar 2.000 orang, dengan dipimpin olehnya, akan terus mempertahankan celah. Pada hari terakhir, sisa-sisa pasukan Yunani mencoba membunuh sebanyak mungkin prajurit Persia namun pada yang belakang sekalinya mereka semua dibunuh atau ditangkap.[129] Perlawanan terakhir pasukan Yunani di bawah pimpinan Leonidas itu menjadi salah satu perlawanan terakhir paling terkenal dalam sejarah.

Bersamaan dengan Pertempuran di Thermopylae, armada laut Yunani yang terdiri dari 271 trireme, berupaya mempertahankan Selat Artemision melawan Persia, sekaligus melindungi pasukan Yunani di Thermopylae.[130] Di sini, armada laut Yunani menahan Persia selama tiga hari. Pada petang hari ketiga, armada laut Yunani menerima kabar tentang kekalahan Leonidas dan pasukannya di Thermopylae. Karena armada laut Yunani telah merasakan banyak kerusakan, dan karena Thermopylae telah tidak perlu lagi dilindungi, maka armada laut Yunani yang belakang sekalinya mundur dari Artemision ke Pulau Salamis.[131]

September 480 SM: Pertempuran Salamis

Kekalahan Yunani di Thermopylae membikin Boiotia jatuh ke tangan Xerxes; dan membikin Attika buka luas bagi diserang. Sisa masyarakat Athena dievakuasi, dengan bantuan armada Yunani, ke Salamis.[132] Pasukan Yunani di Peloponnesos mulai bersedia bagi mempertahankan garis pertahanan di Tanah Genting Korinthos, mendirikan dinding dan menghancurkan perlintasan dari Megara, membiarkan Kota Athena dimasuki pasukan Persia.[133] Dengan demikian Athena jatuh ke tangan Persia; sekelompok kecil orang Athena berupaya melindungi Akropolis dan pada yang belakang sekalinya dikalahkan. Xerxes lalu memerintahkan supaya Athena dihancurkan dan Akropolis dibakar.[134]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pertempuran Salamis (1868) oleh Wilhelm von Kaulbach.

Persia kini menduduki sebagian akbar Yunani, tetapi Xerxes barangkali tidak menduga akan mendapat perlawanan sekeras itu; prioritasnya kini yaitu menyelesaikan perang secepat mungkin.[135] Jika Xerxes dapat memusnahkan tingkatan laut Yunani, maka dia akan berada pada jabatan yang kuat bagi memaksa Yunani menyerah;[136] Di pihak Yunani, Themistokles berkeinginan, dengan menghancurkan tingkatan laut Persia, maka penaklukan total oleh Persia dapat dicegah.[137] Armada laut Yunani dengan demikian tetap berada di lepas sama sekali pantai Salamis sampai September, meskipun Persia akan segera datang. Bahkan setelah Athena jatuh, sisa-sisa armada laut Yunani tetap bertahan di Salamis, mencoba memancing armada Persia bagi berperang.[138] Sebagian karena ditipu oleh Thmistokles, armada Persia memasuki Selat Salamis.[139] Di selat yang ketat itu, kapal Persia yang terlalu banyak justru menjadi rintangan, karena kapal-kapal mereka menjadi sulit bermanuver dan tidak terorganisir.[140] Melihat kesempatan ini, armada laut Yunani menyerang dan meraih kemenangan telak atas Persia. Mereka menenggelamkan atau menangkap setidaknya 200 kapal. Dengan demikian, Peloponessos tetap terjamin.[141]

Berdasarkan Herodotos, setelah kekalahan itu Xerxes sempat berupaya mendirikan perlintasan melalui kanal bagi menyerang para pengungsi Athena di Salamis, tetapi proyek ini dengan segera dibubarkan. Dengan lenyapnya daya laut Persia, Xerxes merasa takut bahwa pasukan Yunani akan berlayar ke Hellepontos dan menghancurkan jembatan pontonnya. Jika jembatan itu dihancurkan, maka pasukan darat Persia akan terjebak di Yunani.[142] Jenderalnya, Mardonios, bersedia tetap tinggal di Yunani dan menyelesaikan sisa penaklukan dengan sekumpulan pasukan yang dipilihnya sendiri, sementara Xerxes kembali ke Asia bersama sebagian akbar pasukannya.[143] Mardonios melewati musim dingin di Boiotia dan Thessalia; dengan demikian, rakyat Athena dapat kembali ke kota mereka, yang telah dibakar, pada musim dingin.[135]

Juni 479 SM: Pertempuran Plataia dan Mykale

Seusai musim dingin, muncul ketegangan di pihak Yunani. Khususnya, orang Athena, yang tidak dilindungi oleh tanah genting, padahal armada laut Athena yaitu kunci diamankannya Peloponessos. Merasa tidak puas, Athena menolak ikut serta dalam armada laut Yunani pada musim semi.[144] Mardonios bertahan di Thessalia, karena dia tahu bahwa tidak mempunyai gunanya menyerang tanah genting. Di lain pihak, pasukan Yunani juga tidak bersedia mengirim tentara keluar dari Peloponnesos, sehingga terjadilah kebuntuan.[144] Mardonios bangung bagi memecah kebuntuan, dengan menawarkan perdamaian kepada Athena, memakai Alexandros I dari Makedonia sebagai penengah.[145] Rakyat Athena memastikan bahwa delegasi Sparta mendengar tawaran itu, lalu belakang menolaknya.[145] Dengan demikian, Athena lagi-lagi wajib dievakuasi, dan pasukan Persia bangung ke selatan lalu kembali menduduki Athena. Mardonios kini kembali menawarkan perdamaian kepada para pengungsi Athena di Salamis. Athena, bersama Megara dan Plataia, mengirim utusan ke Sparta bagi menanti bantuan, dan mengancam akan menerima tawaran Persia jika Sparta tidak bersedia menolong.[146] Sebagai tanggapannya, Sparta mengirim sejumlah akbar pasukan dari kota-kota Peloponnesos dan bangung menuju pasukan Persia.[147]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pertempuran Plataia, gerak mundur pasukan Yunani menjadi tidak teratur dan pasukan Persia menyeberangi sungai Asopos bagi menyerang pasukan Yunani.

Ketika Mardonius mengetahui bahwa pasukan persekutuan Yunani telah bangung, dia pun mundur ke Boiotia, di tidak jauh Plataia, dan berupaya memancing pasukan Yunani ke daerah buka supaya dia dapat memakai kavalerinya.[148] Pasukan Yunani, di bawah komando Pausanias, bertahan di dataran tinggi di atas Plataia supaya mereka tidak terjebak oleh strategi Persia.[149] Setelah beberapa hari terjadi kebuntuan, Pausanis memerintahkan pasukan Yunani bagi mundur ke jabatan asalnya pada malam hari.[149] Gerakan mundur ini terjadi secara tidak teratur, dan membikin pasukan Athena, Sparta, serta Tegea terjebak di bukit tertutup, sementara kontingen-kontingen lainnya tersebar terpisah-pisah di tidak jauh Plataia.[149] Melihat keadaan ini, pasukan Persia merasa bahwa ini yaitu masa yang tepat bagi menyerang. Mardonios memerintahkan semua pasukannya bagi maju.[150] Namun, infanteri Persia terbukti tidak dapat menandingi hoplites Yunani yang bersenjata berat,[151] dan pasukan Sparta berhasil mendobrak barisan pengawal Mardonios lalu membunuhnya.[152] Setelah itu, pasukan Persia menjadi panik dan kocar-kacir; 40.000 prajurit berhasil menyelamatkan diri melewati perlintasan ke Thessalia,[153] tetapi sisanya kabur ke ke perkemahan Persia dan di sana mereka dikepung lalu dibantai oleh pasukan Yunani. Peristiwa ini sekaligus memastikan kemenangan Yunani.[154][155]

Herodotos menceritakan bahwa, pada sore hari dalam Pertempuran Plataia, rumor tentang kemenangan Yunani didengar oleh armada laut Yunani, yang ketika itu sedang berada di lepas sama sekali pantai Gunung Mykale di Ionia.[156] Semangat mereka langsung meningkat, dan armada laut Yunani maju bagi melawan armada Persia di sana. Dalam Pertempuran Mykale itu, yang berjalan pada hari yang sama dengan Pertempuran Plataia, pasukan Yunani meraih kemenangan dan menghancurkan sisa-sisa tingkatan laut Persia, sekaligus melumpuhkan daya laut Xerxes, dan menandai kebangkitan tingkatan laut Yunani.[157] Sementara para sejarawan modern meragukan apakah peristiwa di Mykale benar-benar terjadi pada hari yang sama dengan peristiwa di Plataia, namun Pertempuran Mykale hanya dapat terjadi setelah armada laut Yunani menerima berita dari Plataia.[158]

Serangan balik Yunani (479–478 SM)

 

Mykale – Sestos – Siprus – Byzantion

Mykale dan Ionia

Peristiwa di Mykale menjadi awal dari fase baru dalam konflik Yunani-Persia, yang mana pihak Yunani mulai memainkan ofensif terhadap Persia.[159] Kemenangan Yunani di Mykale mengakibatkan kota-kota Yunani di Asia kecil kembali memberontak. Orang Samos dan orang Miletos telah secara aktif berperang melawan Persia di Mykale, dan secara buka menyatakan pemberontakan mereka, yang belakang diikuti pula oleh kota-kota lainnya.[160][161]

Sestos

Tidak lama setelah peristiwa di Mykale, pasukan Yunani berlayar ke Hellespontos bagi menghancurkan jembatan ponton, tetapi mereka mendapati bahwa jembatan itu ternyata telah tidak mempunyai.[162] Armada Peloponnesos lalu berlayar kembali ke Yunani, tetapi pasukan Athena tetap berada di sana bagi menyerang Khersonesos, yang sedang dikuasai oleh Persia.[162] Pasukan Persia dan sekutu mereka berjaga di Sestos, kota terkuat di daerah itu. Di selang mereka yaitu Oiobazos dari Kardia, yang mempunyai tali dan berbagai perlengkapan lainnya kesan dari jembatan ponton Persia.[163] Gubernur Persia di sana, yaitu Artayktes, tidak pernah bersedia bagi menghadapi sebuah pengepungan, karena dia percaya bahwa pasukan Yunani tidak akan menyerang.[164] Dengan demikian, pasukan Athena dapat memainkan pengepungan terhadap Kota Sestos.[162] Pengepungan itu berjalan selama beberapa bulan, dan mengakibatkan banyak ketegangan serta ketidakpuasan bahkan di kalangan pasukan Athena sendiri,[165] tetapi pada yang belakang sekalinya kota itu kehabisan makanan dan pasukan Persia yang mempunyai di sana melarikan diri pada malam hari melewati lokasi yang penjagaannya kurang.[166] Dengan demikian, Athena dapat menduduki kota itu keesokan hari.[166]

Sebagian akbar prajurit Athena dikirim bagi mengejar pasukan Persia yang kabur.[166] Kelompok Oiobazos ditangkap oleh satu suku Thrakia, dan Oiobazos sendiri dikorbankan bagi dewa Plistoros.[167] Sementara itu pasukan Athena berhasil menangkap Artayktes, dan membunuh beberapa prajurit Persia yang mempunyai bersamanya, tetapi pasukan Athena menawan sebagian akbar dari mereka, termasuk Artayktes.[167] Artayktes disalibkan atas permintaan masyarakat Elaios, sebuah kota yang pernah dijarah oleh Artayktes.[168] Setelah tidak mempunyai lagi urusan di Sestos, pasukan Athena pun berlayar pulang, dan tidak tidak dipedulikan mereka membawa tali dari jembatan ponton Persia sebagai trofi kemenangan atas Persia.[169]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Citra satelit yang menunjukkan pulau Siprus.

Siprus

Pada tahun 478 SM, kontrak persekutuan di Yunani sedang berjalan, dan mereka mengirim sebuah armada yang terdiri dari 20 kapal dari Peloponnesos serta 30 kapal Athena, dengan tujuan mendukung kota-kota sekutu yang banyaknya tidak diketahui. Armada itu dipimpin oleh Pausanias. Menurut Thukydides, armada ini berlayar ke Siprus dan "menduduki sebagian akbar pulau tersebut".[170] Tidak diketahui secara pasti apa maksud Thukydides. Sealey berpendapat bahwa ini pada dasarnya yaitu penyerangan bagi menjarah sebanyak mungkin harta dari garnisun Persia di Siprus.[171] Mempunyai dugaan bahwa pasukan Yunani berniat bagi menduduki pulau tersebut, dan tidak lama setelah itu, mereka berlayar ke Byzantion.[170] Yang jelas, fakta bahwa Liga Delos berulang kali memainkan kampanye militer di Siprus menunjukkan bahwa di pulau itu tidak dibangun garnisun oleh Yunani pada tahun 478 SM, dan jikapun mempunyai garnisun Yunani, maka probabilitas akbar garnisun itu dengan cepat ditolak.

Byzantion

Armada Yunani berlayar ke Byzantion, yang belakang mereka kepung, dan pada yang belakang sekalinya mereka kuasai.[170] Kendali atas Sestos dan Byzantion menjadikan pasukan Yunani mempunyai kuasa atas selat selang Eropa dan Asia (yang penah dilalui oleh Persia), dan memungkinkan mereka mengakses jalur perdagangan di Laut Hitam.[172]

Kesudahan suatu peristiwa dari pengepungan itu terbukti membawa persoalan bagi Pausanias. Tidak diketahui secara jelas apa yang terjadi; Thukydides memberi sedikit rincian, meskipun penulis pada masa selanjutnya menambahkan banyak tuduhan mengerikan.[172] Melewati arogansi dan sikap yang dibuatnya yang semena-mena (Thukydides menyebutnya "kekejaman"), Pausanias berhasil mengucilkan banyak kontingen pasukan Yunani, khusunya yang baru saja lepas sama sekali dari kekuasaan Persia.[171][172][173] Orang-orang Ionia dan beberapa lainnya menanti Athena bagi mengambil alih kepemimpinan kampanye, dan Athena menyetujui hal ini.[173] Sparta, setelah mengetahui perilaku Pausanias, segera memanggilnya dan mengadilinya atas tuduhan memainkan pekerjaan sama dengan musuh. Meskipun Pausanias dimerdekakan, tetapi reputasinya telah rusak dan dia tidak lagi diizinkan memimpin pasukan Yunani.[173]

Pausanias kembali ke Byzantion sebagai masyarakat negara pada tahun 477 SM, dan menduduki kota itu sampai dia ditolak oleh orang Athena. Dia lalu menyeberangi Bosporus dan bermukim di Kolonai di Troad, sampai belakang dia lagi-lagi dituduh memainkan pekerjaan sama dengan Persia. Dia dipanggil lagi ke Sparta dan kembali diadili. Setelah itu, dia membikin dirinya kelaparan sampai mati.[174] Waktu perihal jadinyanya tidak jelas, tetapi Pausanias mungkin menduduki Byzantion sampai tahun 470 SM.[174]

Peperangan Liga Delos (477–449 SM)

Peperangan Liga Delos

 

Eion – Skyros – Karystos – Naxos ketiga – Eurymedon – Thasos – Khersonesos – Pampremis – Memphis – Prosopitis – Mendision – Kition – Salamis di Siprus

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Athena dan "kekaisaran"nya pada tahun 431 SM. Kekaisaran Athena yaitu keturunan langsung dari Liga Delos.

Liga Delos

Setelah peristiwa Byzantion, Sparta diduga sangat ingin mengehentikan keterlibatan mereka dalam perang. Sparta berpendapat bahwa dengan dimerdekakannya Yunani daratan dan kota-kota Yunani di Asia Kecil, maka tujuan perang telah tercapai. Selain itu, Sparta juga probabilitas merasa bahwa tidak mungkin memberi keamanan jangka panjang bagi kota-kota Yunani di Asia.[175] Setelah peristiwa di Mykale, Raja Sparta Leotykhides telah mengusulkan bagi memindahkan semua orang Yunani dari Asia Kecil ke Eropa sebagai satu-satunya metode yang permanen bagi membebaskan mereka dari ancaman Persia. Xanthippos, komandan Athena di Mykale, secara keras menolak usulan ini. Kota-kota Ionia pada awal mulanya yaitu koloni Athena, dan menurutnya, orang Athenalah yang akan melindungi kota-kota Ionia.[175] Pada masa inilah, kepemimpinan pasukan Yunani mulai secara efektif beralih kepada Athena.[175] Dengan mundurnya Sparta dari Byzantion, kepemimpinan Athena atas pasukan Yunani semakin tampak jelas.

Persekutuan negara kota Yunani yang longgar yang telah berperang melawan invasi Xerxes, dulu didominasi oleh Sparta bersama Liga Peloponnesosnya. Kini dengan penarikan mundur Sparta dan sekutu-sekutunya, kongres negara kota kembali diselengarakan di Pulau Delos yang suci bagi membentuk sebuah persekutuan baru bagi melanjutkan perlawanan terhadap Persia. Persekutuan baru ini mencakup banyak negara kota di Aigea dan secara formal dibangun sebagai 'Persekutuan Athena Pertama', lebih dikenal sebagai Liga Delos. Menurut Thukydides, tujuan resmi liga ini yaitu bagi "membalas penderitaan dengan metode menghancurkan wilayah kaisar [Persia]".[176] Pada kenyataannya, tujuan ini dibagi menjadi tiga usaha utama—mempersiapkan invasi pada masa hadapan, memberi pembalasan kepada Persia, dan mengatur pembagian harta rampasan perang. Tiap anggotanya boleh memilih bagi menyediakan pasukan bersenjata atau membayar pajak, yang disimpan sebagai kas bersama; sebagian akbar negara kota memilih bagi membayar pajak.[176]

Kampanye melawan Persia

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta yang menunjukkan lokasi pertempuran yang dilakukan oleh Liga Delos, 477–449 SM

Sepanjang tahun 470-an SM, Liga Delos memainkan kampanye militer di Thrakia dan Aigea bagi menumpas sisa-sisa garnisun Persia dari daerah itu, terutama di bawah komando politisi Athena, Kimon.[177] Pada awal dekade selanjutnya, Kimon mulai memainkan kampanye militer di Asia Kecil, berupaya bagi menguatkan jabatan Yunani di sana.[178] Pada Pertempuran Eurymedon di Pamphylia, pasukan Athena dan armada sekutunya meraih kemenangan ganda yang sangat telak, mereka menghancurkan armada laut Persia dan belakang melabuhkan pasukan daratnya, yang juga berhasil mengalahkan pasukan darat Persia. Setelah pertempuran ini, pihak Persia pada dasarnya berperan lebih pasif dan defensif, mereka berupaya tidak terlalu mengambil risiko dalam pertempuran.[179]

Menjelang yang belakang sekali tahun 460-an SM, Athena menutuskan bagi menjalankan keputusan yang sangat ambisius, yaitu mendukung pemberontakan di kesatrapan Mesir di Kekaisaran Persia. Meskipun pasukan Yunani pada awal mulanya meraih kesuksesan, namun mereka tidak mampu menduduki garnisun Persia di Memphis, meskipun mereka telah mengepungnya selama tiga tahun.[180] Pasukan Persia lalu melancarkan serangan balik, dan kali ini giliran pasukan Athena yang dikepung selama 18 bulan, sebelum belakang disapu beres.[181] Kegagalan ini, ditambah dengan peperangan yang sedang berjalan melawan Sparta di Yunani, membikin Athena terpaksa membubarkan perseteruannya dengan Persia.[182] Akan tetapi, pada tahun 451 SM, sebuah kontrak damai disepakati di Yunani, sehingga Kimon dapat memimpin sebuah ekspedisi ke Siprus. Namun, ketika sedang mengepung Kota Kition, Kimon meninggal dan pasukan Athena terpaksa wajib mundur, memenangkan kemenangan ganda lainnya pada Pertempuran Salamis-di-Siprus dengan tujuan menyelesaikan konflik ini.[183] Kampanye ini menandai yang belakang sekali peperangan selang Liga Delos dan Persia, dan sekaligus mengakhiri Perang Yunani-Persia.[184]

Kesepakatan damai

Setelah Pertempuran Salamis-di-Siprus, Thukydides tidak lagi menyebutkan konflik dengan Persia, dia hanya menuliskan bahwa pasukan Yunani pulang.[183] Diodoros, di lain pihak, mengklaim bahwa setelah peristiwa di Salamis, sebuah kontrak damai ("Perdamaian Kallias") disepakati oleh pihak Yunani dan Persia.[185] Diodoros barangkali mengikuti sejarah yang ditulis oleh Ephoros, yang diduga dipengaruhi oleh gurunya. Isokrates—yang darinya dipercaya mempunyai rujukan tertua tentang perdamaian tersebut, pada tahun 380 SM.[18] Bahkan pada ratus tahun ke-4 SM, gagasan tentang kontrak itu cukup kontroversial, dan dua penulis dari periode itu, yakni Kallisthenes dan Theopompos, tampak menolak terjadinya kontrak itu.[186]

Mempunyai probabilitas, sebelumnya pihak Athena telah pernah berupaya bernegosiasi dengan Persia. Plutarkhos berpendapat bahwa setelah peristiwa di Eurymedon, Artaxerxes setuju bagi menyelenggarakan kesepakatan damai dengan Yunani, bahkan kontrak itu dinamai dari nama utusan dari Athena, yaitu Kallias, yang terlibat dalam kontrak tersebut. Akan tetapi, seperti yang diakui oleh Plutarkhos, Kallisthenes menolak bahwa kontrak macam itu disepakati pada titik ini (sek. 466 SM).[179] Herodotos juga menyebutkan bahwa Athena diwakili oleh kallias, yang dikirim ke Susa bagi bernegosiasi dengan Artaxerxes.[187] Utusan ini mencakup beberapa perwakilan Argos dan dengan demikian barangkali terjadi sekitar 461 SM (setelah Athena bersekutu dengan Argos).[18] Utusan ini mungkin telah berupaya bagi sampai semacam kesepakatan damai, dan bahkan diduga bahwa kegagalan dari negosiasi ini berujung pada keputusan Athena bagi mendukung pemberontakan di Mesir.[188] Dengan demikian, sumber-sumber kuno pada umumnya saling lain argumen tentang apakah benar-benar pernah terjadi kesepakatan damai. Dan jika memang terjadi, tanggal pastinyaa juga sedang diperdebatkan.

Para sejarawan modern juga lain pendapat; misalnya, Fine menerima konsep Perdamaian Kallias,[18] sedangkan Sealey menolaknya.[189] Holland menerima bahwa semacam diskusi terjadi selang Yunani dan Persia tetapi tidak pernah terjadi kesepakatan damai.[190] Fine berpendapat bahwa argumen Kallisthenes, yang menyangkal bahwa kontrak damai diciptakan setelah peristiwa Eurymedon, tidak menutupi probabilitas dilakukannya kontrak damai pada waktu lainnya. Lebih jauh lagi, Fine berpendapat bahwa Theopompos sebenarnya merujuk pada kontrak damai yang diduga telah dinegosiasikan dengan Persia pada tahun 432 SM.[18] Jika argumen ini aci, maka akan menghilangkan satu faktor yang menghalangi akbar terhadap penerimaan terjadinya kontrak damai. Bukti lainnya yang mendukung keadaan kontrak damai yaitu penarikan mundur Athena yang tiba-tiba dari Siprus pada tahun 449 SM, yang menurut Fine cukup masuk tipu daya jika dilakukan karena keadaan kontrak damai.[191] Di lain pihak, jika memang mempunyai kontrak damai, yaitu sangat aneh Thukydides tidak menyebutkannya. Dalam digresinya tentang pentekontaitia, tujuannya yaitu menjelaskan kebangkitan kekuasaan Athena. Dan dalam narasinya, Thukydides tidak tidak dipedulikan menguraikan keterlibatan para sekutu dari Liga Delos dalam perkembangan itu, berlaku jika mempunyai kontrak damai, tentu akan menjadi salah satu tahap penting dalam sejarah perkembangan Athena.[192] Mempunyai pula yang berpendapat bahwa mempunyai bagian-bagian dalam tulisan Thukydides yang merujuk pada kontrak damai.[18] Namun sampai kini tidak mempunyai kesepakatan di selang para sejarawan tentang kontrak damai tersebut.

Jika kontrak itu benar-benar terjadi, intinya sangatlah memalukan bagi Persia, Naskah kuno yang memberi rincian kontrak itu cukup konsisten dalam menjabarkan ketentuan-ketentuan dalam kontrak terssebut, selang lain:[18][185][186]

  • Semua kota Yunani di Asia merdeka dari kekuasaan Persia
  • Satrap Persia (dan mungkin pasukan daratnya) tidak boleh memainkan perjalanan ke bidang barat dari Sungai Halys (menurut Isokrates) atau memainkan perjalanan lebih pendek dari sehari dengan mengguanakan kuda ke Laut Aigea (menurut Kallisthenes) atau memainkan perjalanan lebih pendek dari tiga hari dengan berlanjut kaki ke ke Laut Aigea (menurut Ephorus dan Diodoros).
  • Kapal perang Persia tidak boleh berlayar ke bidang barat Phaselis (di pesisir selatan Asia Kecil), atau ke bidang barat Tebing Kyanaia (kemungkinan di ujung selatan Bosporus, di pesisir utara Asia Kecil).
  • Jika semua syarat di atas dipatuhi oleh Persia, maka Athena tidak akan mengirim pasukan ke tanah yang dikuasai oleh Persia.

Kesudahan suatu peristiwa dan konflik selanjutnya

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Fase-fase pada Perang Peoponnesos.

Menjelang yang belakang sekali konflik Yunani-Persia, babak yang mana Liga Delos menjadi Kekaisaran Athena telah semakin tampak.[190] Meskipun Yunani telah tidak lagi berperang dengan Persia, namun sekutu-sekutu Athena tetap diharuskan bagi mengirim kapal atau membayar uang kepada Athena.[192] Di Yunani, Perang Peloponnesos Pertama selang Athena dan Sparta, yang berjalan sejak tahun 460 SM dengan beberapa kali jeda, yang belakang sekalinya kesudahan suatu peristiwanya pada tahun 445 SM, dengan kontrak gencatan senjata bagi tiga puluh tahun selanjutnya.[193] Namun, perseturuan selang Sparta dan Athena tidak yang belakang sekalinya dan mereka kembali berperang 14 tahun belakang, bahkan sebelum gencatan senjata beres, dan ini menandai dimulainya Perang Peloponnesos Kedua.[194] Konflik yang menghancurkan ini, yang berjalan selama 27 tahun, pada yang belakang sekalinya berujung pada musnahnya kekuasaan Athena dan bubarnya Kekaisaran Athena. Ini juga menjadi awal dari hegemoni Sparta atas Yunani.[195] Akan tetapi, bukan hanya Athena yang menderita kesudahan suatu peristiwa perang ini, karena konflik ini secara signifikan telah melemahkan semua Yunani.[196]

Berulang kali dikalahkan dalam pertempuran oleh Yunani, dan direpotkan oleh banyak pemberontakan dalam negeri yang mengganggu kemampuan Persia melawan Yunani, yang belakang sekalinya setelah tahun 449 SM, Kaisar Artaxerxes I dan para penerusnya memakai metode yang lain, yaitu politik adu domba.[196] Persia tidak lagi secara langsung menyerang Yunani, melainkan berupaya membikin Athena berperang melawan Sparta. Persia secara rutin menyuap para politisi di Yunani bagi sampai tujuan mereka. Dengan metode ini, orang-orang Yunani sibuk berperang satu sama lain dan tidak lagi menaruh perhatian bagi menyerang Persia.[196] Tidak mempunyai konflik buka selang Yunani dan Persia sampai tahun 396 SM, ketika Raja Sparta Agesilaos menginvasi Asia Kecil, itu pun tidak lama. Seperti ditulis oleh Plutarkhos, orang Yunani terlalu sibuk melihat hancurnya daya mereka sendiri dan tidak mampu menyerang "orang barbar".[184]

Peperangan Liga Delos telah membikin beralihnya keseimbangan daya selang Yunani dan Persia, sehingga Yunani menjadi pihak yang lebih kuat. Tetapi selama setengah ratus tahun selanjutnya, konflik di Yunani telah membikin keseimbangan daya kembali beralih pada Persia. Persia memasuki Perang Peloponnesos pada tahun 411 SM, membentuk pakta pertahanan bersama dengan Sparta dan menggabungkan tingkatan laut mereka bagi melawan Athena. Sebagai balasan atas bantuannya, Persia kembali mendapat kendali atas Ionia.[197] Pada tahun 404 SM, ketika Koresh Muda berupaya menduduki takhta Persia, dia merekrut 13.000 tentara bayaran Yunani dari semua dunia Yunani, dan Sparta sendiri mengirim 700–800 prajurit, percaya bahwa mereka mengikuti kontrak dan tidak menyadari tujuan utama pasukan itu.[198] Setelah Koresh gagal, Persia kembali mencoba bagi menduduki kota-kota Ionia, yang memberontak selama Persia sibuk melawan Koresh. Kota-kota Ionia menolak menyerah dan menanti bantuan kepada Sparta, dan Sparta memberi bantuan pada tahun 396–395 SM.[199] Namun, Athena memihak Persia, sehingga dimulai lagi konflik berskala akbar di Yunani, yaitu Perang Korinthos. Menjelang yang belakang sekali konflik ini, pada tahun 387 SM, Sparta menanti bantuan Persia bagi mendukung jabatannya. Melewati "Perdamaian Kaisar", yang mengakhiri perang itu, Kaisar Artaxerxes II berhasil mendapat kembali kota-kota Yunani di Asia Kecil dari pihak Sparta, sebagai balasan yang mana Persia mengancam akan menyatakan perang kepada kota Yunani manapun yang tidak bersedia berbaik.[200] Kontrak ini memalukan bagi Yunani, dan juga membikin Yunani kehilangan hampir semua yang telah diraih pada seabad sebelumnya. Dengan kontrak ini, Sparta menyerahkan kota-kota Yunani di Asia Kecil kepada Persia supaya Sparta tetap dapat menjaga hegemoninya di Yunani.[201] Setelah kontrak inilah, orang-orang Yunani mulai menyebut-nyebut tentang Perdamaian Kallias (entah fiktif atau bukan). Pada titik ini, Perdamaian Kallias menjadi kebalikan dari Perdamaian Kaisar. Perdamaian Kallias disebut sebagai contoh yang menyenangkan pada "masa lalu yang jaya" ketika Yunani berhasil membebaskan Aigea dari kekuasaan Persia melewati Liga Delos.[18] Konfrontasi terakhir selang dunia Yunani melawan Kekaisaran Persia Akhemeniyah terjadi hanya 53 tahun belakang, ketika pasukan Aleksander Luhur menyeberang ke Asia, menandai dimulainya apa yang kelak akan yang belakang sekalinya dengan penghancuran Persepolis dan kejatuhan Kekaisaran Persia Akhemeniyah.

Lihat pula

  • Sejarah Yunani
  • Sejarah Iran

Catatan kaki

^ i: Jangka waktu terjadinya "Perang Yunani-Persia" berbeda-beda menurut beberapa argumen, dan penggunaan istilah "Perang Yunani-Persia" juga bervariasi di selang para akademisi sejarah; Pemberontakan Ionia dan Peperangan Liga Delos kadang-kadang tidak diikutsertakan. Artikel ini mencakup jangkauan maksimum dari Perang Yunani-Persia.
^ ii: Bukti arkeologi bagi Panionion sebelum ratus tahun ke-6 SM yaitu kurang kuat, dan probabilitas kuil ini yaitu perkembangan pada masa selanjutnya.[202]
^ iii: Meskipun secara historis kurang tepat, tetapi legenda tentang seorang pembawa pesan Yunani yang berlari ke Athena bagi menyampaikan berita kemenangan, menjadi inspirasi bagi keaktifan olahraga, yang diperkenalkan pada Olimpiade Athena 1896, dan pada awal mulanya balapan dilakukan dari Marathon ke Athena.[203]

Referensi

  1. ^ Encyclopaedia Britannica: Greco-Persian Wars
  2. ^ Ehrenberg, Victor (2011). From Solon to Socrates: Greek History and Civilization During the 6th and 5th Centuries BC (ed. 3). Abingdon, England: Routledge. hlm. 99–100. ISBN 978-0-41558487-6. 
  3. ^ Cicero, Tentang Hukum I, 5
  4. ^ a b c Holland, hlm. xvi–xvii.
  5. ^ Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, e.g.I, 22
  6. ^ a b Finley, hlm. 15.
  7. ^ Holland, hlm. xxiv.
  8. ^ a b Holland, hlm. 377
  9. ^ Fehling, hlm. 1–277.
  10. ^ Finley, hlm. 16.
  11. ^ Kagan, hlm. 77.
  12. ^ Sealey, hlm. 264.
  13. ^ Fine, hlm. 336.
  14. ^ Finley, hlm. 29–30.
  15. ^ a b Sealey, hlm. 248.
  16. ^ Fine, hlm. 343
  17. ^ misalnya Themistokles bab 25 mempunyai rujukan ;langsung kepada Thukydides I, 137
  18. ^ a b c d e f g h Fine, hlm. 360.
  19. ^ Green, Greek History 480–431 BC, hlm. 1–13.
  20. ^ Roebuck, hlm. 2
  21. ^ Traver, hlm. 115–116.
  22. ^ a b c Herodotos I, 42–151
  23. ^ Thukydides I, 12
  24. ^ Snodgrass, hlm. 373–376
  25. ^ Thomas & Contant, hlm. 72–73
  26. ^ Osborne, hlm. 35–37
  27. ^ Herodotos I, 142
  28. ^ Herodotos I, 143
  29. ^ Herodotos I, 148
  30. ^ Herodotos I, 22
  31. ^ Herodotos I, 74–75
  32. ^ Herodotos I, 26
  33. ^ a b Holland, hlm. 9–12.
  34. ^ Herodotos I, 53
  35. ^ Holland, hlm. 13–14.
  36. ^ a b Herodotos I, 141
  37. ^ Herodotos I, 163
  38. ^ Herodotos I, 164
  39. ^ Herodotos I, 169
  40. ^ a b c d e Holland, hlm. 147–151.
  41. ^ a b Fine, hlm. 269–277.
  42. ^ a b Holland, hlm. 155–157.
  43. ^ a b c d e Lazenby, pp23–29
  44. ^ a b c d e f Lazenby, hlm. 256
  45. ^ Holland, hlm196
  46. ^ Farrokh, hlm. 76
  47. ^ Lazenby, hlm232
  48. ^ Holland, pp69–72
  49. ^ Holland, hlm. 217
  50. ^ Lazenby, hlm. 227–228
  51. ^ a b Lazenby, hlm34–37
  52. ^ a b Herodotos VII, 89
  53. ^ Herodotos VI, 9
  54. ^ a b Holland, hlm. 153–154.
  55. ^ Herodotos V, 31
  56. ^ Herodotos V, 33
  57. ^ Herodotos V, 100–101
  58. ^ Herodotos V, 102
  59. ^ Herodotos V, 116
  60. ^ Herodotos V, 117
  61. ^ Herodotos V, 121
  62. ^ Boardman et al, hlm. 481–490.
  63. ^ Herodotos VI, 6
  64. ^ Herodotos VI, 8–16
  65. ^ Herodotos lhttp://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.19 VI, 19]
  66. ^ Herodotos VI, 25
  67. ^ Herodotos VI, 31–33
  68. ^ a b c Holland, hlm. 175–177.
  69. ^ a b Holland, hlm. 177–178.
  70. ^ Herodotos VI, 43
  71. ^ Holland, hlm. 153.
  72. ^ a b Herodotos VI, 44
  73. ^ Herodotos VI, 45
  74. ^ a b Herodotos VI 48
  75. ^ a b Holland, hlm. 181–183.
  76. ^ Lind. Chron. D 1-59 in Higbie (2003)
  77. ^ a b Holland, hlm. 183–186.
  78. ^ a b Herodotos VI, 96
  79. ^ Herodotos VI, 100
  80. ^ a b c d Herodots VI, 101
  81. ^ Herodotos [httpo//www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.102 VI, 102]
  82. ^ Lazenby, hlm. 59–62.
  83. ^ a b Holland, hlm. 195–197.
  84. ^ Herodotos VI, 117
  85. ^ Herodotos VI, 115
  86. ^ Herodotos VI, 116
  87. ^ a b Holland, hlm. 202–203.
  88. ^ Holland, hlm. 206–208.
  89. ^ a b Holland, hlm. 208–211.
  90. ^ Holland, hlm. 213–214.
  91. ^ Herodotos VII, 7
  92. ^ Herodotos VII, 150
  93. ^ Herodotos VII,6
  94. ^ Holland, hlm. 225.
  95. ^ Holland, hlm. 263.
  96. ^ Herodotos VII, 62-80
  97. ^ Herodotos VII, 26
  98. ^ Herodotos VII, 37
  99. ^ Herodotos VII, 35
  100. ^ de Souza, hlm. 41.
  101. ^ Köster (1934)
  102. ^ Holland, hlm. 320.
  103. ^ a b Lazenby, hlm. 93–94.
  104. ^ Green, hlm. 61.
  105. ^ Burn, hlm. 331.
  106. ^ a b c d e Holland, hlm. 214–217.
  107. ^ Holland, hlm. 217–219.
  108. ^ a b Plutarkhos, Themistokles, 4
  109. ^ a b c d e Holland, hlm. 219–222.
  110. ^ a b c Fine, hlm. 292
  111. ^ Plutarkhos, Themistokles, 5
  112. ^ Holland, hlm. 223–224.
  113. ^ Herodotos VII, 239
  114. ^ How & Wells, catatan bagi Herodotos VII, 239
  115. ^ Herodotos VII, 32
  116. ^ Herodoto VII, 145
  117. ^ Herodotos, VII, 148
  118. ^ Herodotos VII, 160
  119. ^ Holland, hlm. 226.
  120. ^ Herodotos VII, 100
  121. ^ Holland, hlm. 248–249.
  122. ^ a b Herodotos VII, 173
  123. ^ Holland hlm. 255–257.
  124. ^ Herodotos VIII, 40
  125. ^ a b c Holland, hlm. 257–259.
  126. ^ Holland, hlm. 262–264.
  127. ^ Herodotos VII, 210
  128. ^ Holland, hlm. 274.
  129. ^ Herodotos VII, 223
  130. ^ Herodotos VIII, 2
  131. ^ Herodotos VIII, 21
  132. ^ Herodotos VIII, 41
  133. ^ Holland, hlm. 300.
  134. ^ Holland, hlm. 305–306
  135. ^ a b Holland, hlm. 327–329.
  136. ^ Holland, hlm. 308–309
  137. ^ Holland, hlm. 303.
  138. ^ Herodotos VIII, 63
  139. ^ Holland, hlm. 310–315
  140. ^ Herodotos VIII, 89
  141. ^ Holland, hlm. 320–326.
  142. ^ Herodotos VIII, 97
  143. ^ Herodotos VIII, 100
  144. ^ a b Holland, hlm. 333–335.
  145. ^ a b Holland, hlm. 336–338.
  146. ^ Herodotos IX, 7
  147. ^ Herodotos IX, 10
  148. ^ Holland, hlm. 339.
  149. ^ a b c Holland, hlm. 342–349.
  150. ^ Herodotos IX, 59
  151. ^ Herodotos IX, 62
  152. ^ Herodotos IX, 63
  153. ^ Herodotos IX, 66
  154. ^ Herodotos IX, 65
  155. ^ Holland, hlm. 350–355.
  156. ^ Herodotos IX, 100
  157. ^ Holland, hlm. 357–358.
  158. ^ Dandamaev, hlm. 223
  159. ^ Lazenby, hlm. 247.
  160. ^ Herodotos IX, 104
  161. ^ Thukydides I, 89
  162. ^ a b c Herodotos IX, 114
  163. ^ Herodotos IX, 115
  164. ^ Herodotos IX, 116
  165. ^ Herodotos IX, 117
  166. ^ a b c Herodotos +9.118 IX, 118
  167. ^ a b Herodotos IX, 119
  168. ^ Herodotos IX, 120
  169. ^ Herodotos IX, 121
  170. ^ a b c Thukydides I, 94
  171. ^ a b Sealey, hlm. 242
  172. ^ a b c Fine, hlm. 331.
  173. ^ a b c Thukydides I, 95
  174. ^ a b Fine, hlm. 338–339.
  175. ^ a b c Holland, hlm. 362.
  176. ^ a b Thukydides I, 96
  177. ^ Sealey, hlm. 250.
  178. ^ Plutarkhos, Kimon, 12
  179. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 13
  180. ^ Thukydides I, 104
  181. ^ ThukydidesI, 109
  182. ^ Sealey, hlm. 271–273.
  183. ^ a b Thukydides http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Thuc.+1.112 I, 112]
  184. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 19
  185. ^ a b Diodoros XII, 4
  186. ^ a b Sealey, hlm. 280.
  187. ^ Herodotos VII, 151
  188. ^ Kagan, hlm. 84.
  189. ^ Sealey, hlm. 281.
  190. ^ a b Holland, hlm. 366.
  191. ^ Fine, hlm. 363.
  192. ^ a b Sealey, phlm 282.
  193. ^ Kagan, hlm. 128.
  194. ^ Holland, hlm. 371.
  195. ^ Xenophon, Hellenika II, 2
  196. ^ a b c Dandamaev, hlm. 256.
  197. ^ Rung, hlm. 36.
  198. ^ Xenophon, Hellenika III, 1
  199. ^ Xenophon, Hellenika III, 2–4
  200. ^ Xenophon, Hellenika V, I
  201. ^ Dandamaev, hlm. 294
  202. ^ Hall, hlm. 68
  203. ^ Holland, hlm. 198.

Sumber

Sumber kuno

  • Herodotos, Historia (terjemahan Godley, 1920)
    • Uraian: W.W. How, J. Wells (1990). A commentary on Herodotus. Oxford University Press. ISBN 0198721390. 
  • Thukydides, Sejarah Perang peloponnesos
  • Xenophon, Anabasis, Hellenika
  • Plutarkhos, Kehidupan Paralel; Themistokles, Aristides, Perikles, Kimon
  • Diodoros Sikolos, Bibliotheke historika
  • Cornelius Nepos, Kehidupan Komandan Hebat; Miltiades, Themistokles

Sumber modern

  • Boardman J, Bury JB, Cook SA, Adcock FA, Hammond NGL, Charlesworth MP, Lewis DM, Baynes NH, Ostwald M & Seltman CT (1988). The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Burn, A.R. (1985). "Persia and the Greeks". In Ilya Gershevitch, ed. The Cambridge History of Iran, Volume 2: The Median and Achaemenid Periods The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Dandamaev, M. A. (1989). A political history of the Achaemenid empire (translated by Willem Vogelsang). BRILL. ISBN 9004091726. 
  • de Souza, Philip (2003). The Greek and Persian Wars, 499-386 BC. Osprey Publishing, (ISBN 1-84176-358-6)
  • Farrokh, Keveh (2007). Shadows in the Desert: Ancient Persia at War. Osprey Publishing. ISBN 1846031087. 
  • Fine, John Van Antwerp (1983). The ancient Greeks: a critical history. Harvard University Press. ISBN 0674033140. 
  • Finley, Moses (1972). "Introduction". Thucydides – History of the Peloponnesian War (translated by Rex Warner). Penguin. ISBN 0140440399. 
  • Green, Peter (2006). Diodorus Siculus – Greek history 480–431 BC: the alternative version (translated by Peter Green). University of Texas Press. ISBN 0292712774. 
  • Green, Peter (1996). The Greco-Persian Wars. University of California Press. ISBN 0520205731. 
  • Hall, Jonathon (2002). Hellenicity: between ethnicity and culture. University of Chicago Press. ISBN 0226313298. 
  • Higbie, Carolyn (2003). The Lindian Chronicle and the Greek Creation of their Past. Oxford University Press. ISBN 0-19-924191-0. 
  • Holland, Tom (2006). Persian Fire: The First World Empire and the Battle for the West. Abacus. ISBN 0385513119. 
  • Kagan, Donald (1989). The Outbreak of the Peloponnesian War. Cornell University Press. ISBN 0801495563. 
  • Köster, A.J. (1934). "Studien zur Geschichte des Antikes Seewesens". Klio Belheft 32. 
  • Lazenby, JF (1993). The Defence of Greece 490–479 BC. Aris & Phillips Ltd. ISBN 0856685917. 
  • Osborne, Robin (1996). Greece in the making, 1200-479 BC. Routledge. ISBN 041503583 . 
  • Roebuck, R (1987). Cornelius Nepos – Three Lives. Bolchazy-Carducci Publishers. ISBN 0865162077. 
  • Rung, Eduard (2008). "Diplomacy in Graeco-Persian relations". In de Souza, P & France, J. War and peace in ancient and medieval history. University of California Press. ISBN 052181703X. 
  • Sealey, Raphael (1976). A history of the Greek city states, ca. 700-338 B.C. University of California Press. ISBN 0520031776. 
  • Snodgrass, Anthony (1971). The dark age of Greece: an archaeological survey of the eleventh to the eighth centuries BC. Routledge. ISBN 041593635 . 
  • Carol G. Thomas, Craig Conant (2003). Citadel to City-State: The Transformation of Greece, 1200-700 B.C.E. Indiana University Press. ISBN 0253216028. 
  • Traver, Andrew (2002). From polis to empire, the ancient world, c. 800 B.C.-A.D. 500: a biographical dictionary. Greenwood Publishing Group. ISBN 0313309426. 

Pranala luar

Wikidata: Greco–Persian Wars


edunitas.com


Page 5

Perang Yunani-Persia (disebut juga Perang Persia) yaitu serangkaian konflik selang Kekaisaran Persia Akhemeniyah melawan negara kota di Yunani kuno. Perang ini bermula pada tahun 499 SM dan yang belakang sekalinya pada tahun 449 SM. Bentrokan selang dunia Yunani yang secara politik terpecah-pecah melawan Kekaisaran Persia yang sangat akbar telah dimulai ketika Koresh yang Luhur menaklukkan Ionia pada tahun 547 SM. Berupaya bagi mengendalikan kota-kota di Ionia, Persia menunjuk tiran bagi berkuasa di sana. Ini belakang terbukti menjadi sumber persoalan bagi Yunani dan Persia.

Pada tahun 499 SM, tiran di Miletos, yaitu Aristagoras, mulai memainkan ekspedisi bagi menaklukkan Pulau Naxos, dengan dukungan Persia;[2] Namun, ekspedisi itu yang belakang sekalinya dengan kegagalan dan Aristagoras pun yang belakang sekalinya dipecat. Aristagoras lalu menghasut kota-kota Yunani di Asia Kecil bagi memberontak melawan Persia. Ini yaitu awal dari Pemberontakan Ionia, yang berjalan sampai tahun 493 SM, dan dalam perkembangannya menyeret banyakan daerah di Asia Kecil ke dalam konflik. Aristagoras mendapat bantuan militer dari Athena dan Eretria. Pada tahun 498 SM, pasukan Athena dan Eretria membakar ibu kota regional Persia di Asia Kecil, yaitu Kota Sardis. Kaisar Persia, Darius yang Luhur marah dan bersumpah akan membalas Athena dan Eretria atas sikap yang dibuat mereka. Pemberontakan terus berlanjut, dan kedua belah pihak menemui perlintasan buntu sepanjang 497–495 SM. Pada tahun 494 SM, Persia menyerang pusat pemberontakan di Miletos. Pada Pertempuran Lade, pasukan Ionia merasakan kekalahan telak dan pemberontakan pun yang belakang sekalinya, dan sisa-sisanya dibasmi pada tahun selanjutnya.

Berupaya mengamankan kekaisarannya dari ancaman pemberontakan lainnya, dan juga dari campur tangan Yunani daratan, Darius yang belakang sekalinya melancarkan serangan ke Yunani, bagi menghukum Athena dan Eretria atas pembakaran Sardis. Invasi pertama Persia ke Yunani dimulai pada tahun 492 SM, dengan Jenderal Persia, Mardonios, menaklukkan Thrakia dan Makedonia sebelum yang belakang sekalinya pasukan Persia merasakan bencana dan terpaksa mengakhiri kampanyenya. Pada tahun 490 SM, pasukan kedua dikirim ke Yunani, kali ini melewati Laut Aigea, di bawah komando Datis dan Artaphernes. Ekspedisi ini berhasil menundukkan Kyklades, sebelum belakang mengepung, menaklukkan, dan menghancurkan Eretria. Akan tetapi, ketika berupaya menyerang Athena, pasukan Persia dikalahkan secara telak oleh pasukan Athena pada Pertempuran Marathon, yang sekaligus membubarkan invasi pertama Persia. Darius belakang menyusun rencana bagi kembali menyerang Yunani, namun dia terlebih dahulu meninggal pada tahun 486 SM, dan tanggung jawab penaklukan beralih kepada putranya, Xerxes I. Pada tahun 480 SM, Xerxes secara langsung memimpin invasi kedua Persia ke Yunani dengan pasukan yang sangat banyak. Kemenangan melawan 'Persekutuan' negara kota Yunani (dipimpin oleh Sparta dan Athena) pada Pertempuran Thermopylae membikin Persia dapat menduduki sebagian akbar Yunani. Akan tetapi, ketika berupaya menghancurkan armada laut Yunani, Persia malah merasakan kekalahan berat pada Pertempuran Salamis. Pada tahun selanjutnya, persekutuan negara kota Yunani melancarkan serangan dan mengalahkan pasukan Persia pada Pertempuran Plataia, sekaligus mengakhiri invasi Persia di Yunani.

Persekutuan Yunani menindaklanjuti kesuksesan mereka dengan menghancurkan sisa-sisa armada Persia pada Pertempuran Mykale, sebelum belakang mengusir garnisun Persia dari Sestos (479 SM) dan Byzantion (478 SM). Sikap yang dibuat Jenderal Pausanias pada Pengepungan Byzantion menjauhkan banyak negara kota Yunani dari pihak Sparta, dan persekutuan anti-Persia belakang dibuat kembali dengan dipimpin oleh Athena, dalam persatuan yang disebut Liga Delos. Liga Delos terus memainkan kampanye melawan Persia selama tiga dekade selanjutnya, dimulai dengan pengusiran sisa-sisa garnisun Persia dari Eropa. Dalam Pertempuran Eurymedon pada tahun 466 SM, Liga Delos meraih kemenangan ganda yang pada yang belakang sekalinya membikin kota-kota di Ionia dapat merdeka. Akan tetapi, keterlibatan Liga Delos dalam pemberontakan Mesir (dari 460–454 SM) berujung pada kekalahan telak dan kampanye yang semakin lanjut harus ditunda. Liga Delos mengirim pasukan ke Siprus pada tahun 451 SM, dan setelah menariknya kembali, Perang Yunani-Persia pun benar-benar yang belakang sekalinya. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa yang belakang sekali bentrokan ditandai dengan kontrak damai selang Athena dan Persia, yaitu pada Perdamaian Kallias.

Sumber

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung kepala Herodotos. Naskah kuno karya Herodotos yaitu sumber utama bagi konflik Yunani-Persia.

Hampir semua sumber utama bagi Perang Yunani-Persia bersumber dari Yunani; tidak mempunyai naskah sejarah yang tersisa dari pihak Persia. Sumber utama bagi Perang Yunani-Persia yaitu naskah karya sejarawan Yunani, Herodotos. Herodotos, yang disebut "Bapak Sejarah",[3] dilahirkan pada tahun 484 SM di Halikarnassos, Asia Kecil (ketika itu bidang dari Kekaisaran Persia). Dia menulis catatan sejarahnya, yang berjudul Historia, sekitar tahun 440–430 SM, berupaya bagi melacak asal mula Perang Yunani-Persia, yang ketika itu belum lama bubar.[4] Pendekatan Herodotos yaitu novel dan setidaknya di masyarakat Barat, dia membikin 'sejarah' sebagai sebuah disiplin pengetahuan.[4] Holland berpendapat mengenai Herodotos:[4]

Bagi pertama kalinya, seorang penulis kronik membikin dirinya melacak asal mula konflik tidak ke masa yang sangat jauh demi tampak luar biasa, tidak demi kehendak dan keinginan beberapa dewa, tidak juga demi klaim orang-orang bagi mewujudkan takdir, tetapi demi penjelasan yang dapat dia verifikasi secara langsung.

—Holland, hlm. xvi–xvii.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Patung Thukydides. Narasi Herodotos dilanjutkan oleh Thukydides.

Beberapa sejarawan kuno selanjutnya, dimulai dari Thukydides, mengkritik Herodotos.[5][6] Meskipun demikian, Thukydides memilih bagi memulai sejarahnya pada masa di mana Herdotos mengakhiri kisahnya (pada Pengepungan Sestos) dan merasa bahwa sejarah Herodotos cukup tepat sehingga tidak perlu ditulis ulang atau dikoreksi.[6] Plutarkhos mengkritik Herodotos dalam esainya "Tentang Kejahatan Herodotos", menggambarkan Herodotos sebagai "Philobarbaros" (pencinta orang barbar) karena Herodotos dianggap tidak cukup pro-Yunani, yang mengindikasikan bahwa Herodotos sebenarnya mungkin telah memainkan penulisan yang berpihak kepada yang aci secara wajar.[7] Pandangan negatif terhadap Herodotos berlanjut di Eropa masa Renaisans, meski karya-karyanya tetap banyak dibaca. Namun, sejak ratus tahun ke-19 reputasinya secara dramatis terangkat oleh temuan arkeologi yang membenarkan keterangannya.[8] Pandangan modern terhadap Herodotos yaitu bahwa dia telah menuliskan catatan yang luar biasa dalam Historia, namun beberapa rincian spesifiknya (khusunya mengenai banyak prajurit dan tanggal peristiwa) harus diamati secara skeptis.[8] Meskipun demikian, sedang banyak sejarawan yang meyakini bahwa Herodotos hanya mengarang sebagian akbar catatannya.[9]

Sayangnya, sejarah militer Yunani selang yang belakang sekali invasi kedua Persia ke Yunani dan Perang Peloponnesos (479–431 SM) tidak banyak diucapkan dalam sumber kuno. Periode ini, kadang disebut pentekontaitia oleh para sejarawan kuno, yaitu seuatu periode perdamaian dan kemakmuran di Yunani.[10][11] Sumber terlengkap mengenai periode ini, dan sekaligus yang paling sezaman yaitu naskah karya Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, yang oleh para sejarawan modern secara umum dianggap sebagai sumber primer yang terpercaya.[12][13][14] Thukydides hanya menyebut periode ini dalam sebuah kelainan dalam meningkatnya kekuasaan Athena menuju Perang Peoponnesos, dan naskahnya sendiri pendek, probabilitas sangat selektif serta kekurangan tanggal perihal berlakunya.[15][16] Meskipun demikian, naskah Thukydides dapat, dan memang, digunakan oleh para sejarawan bagi mereka-reka kronologi pada periode ini, yang juga ditambah dari temuan arkeologi dan catatan dari penulis lain.[15]

Rincian yang banyakan mengenai keseluruhan periode ini diadakan oleh Plutarkhos dalam karyanya biografi Themistokles, Aristides dan khususnya Kimon. Plutarkhos menulis beberapa ratus tahun setelah perihal berlakunya sehingga naskahnya yaitu sumber sekunder, yang membikin peryatannya perlu verifikasi semakin lanjut.[17] Dalam biografinya, dia mengambil sumber langsung dari banyak naskah sejarah kuno yang pada masa modern telah lenyap, dan dengan demikian dia telah mencatat rincian periode yang tidak disebutkan adil oleh Herodotos maupun Thukydides. Sumber penting terakhir bagi periode ini yaitu sejarah universal (Bibliotheke historika) karya penulis asal Sisilia ratus tahun ke-1 SM, Diodoros Sikolos. Banyak dari tulisan Diodoros mengenai periode ini diambil dari sejarawan Yunani yang semakin awal, yaitu Ephoros, yang juga menulis sejarah universal.[18] Karya Diodoros juga yaitu sumber sekunder dan seringkali dikritik oleh para sejarawan karena gaya dan ketidakakuratannya, namun karya tersebut menyimpan banyak rincian periode kuno yang tidak ditemukan di sumber mana pun.[19]

Rincian lainnya tersebar dan dapat ditemukan dalam Hellados Periegesis karya Pausanias, sementara kamus Suda dari Bizantium ratus tahun ke-10 M mencantumkan beberapa anekdot yang tidak ditemukan di sumber mana pun. Sumber minor bagi periode ini mencakup karya-karya Pompeius Trogus (diepitomisasi oleh Justinus), Cornelius Nepos, dan Ktesias dari Knidos (diepitomisasi oleh Photios), yang tidak lagi berada pada bentuk teks aslinya. Karya-karya ini kurang dipercaya (khususnya Ktesias) oleh para sejarawan dan tidak secara khusus bermanfaat pada rekonstruksi sejarah periode ini.[20][21]

Asal mula

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kota-kota Yunani di Asia Kecil, kota-kota Ionia berwarna biru, kota-kota Aiolia berwarna kuning, dan kota-kota Doria berwarna merah.

Orang Yunani pada periode klasik percaya bahwa, pada zaman kegelapan yang terjadi setelah runtuhnya peradaban Mykenai, sejumlah akbar orang Yunani beralih ke Asia Kecil dan bermukim di sana.[22][23] Pada umumnya para sejarawan modern menerima migrasi ini sebagai sebuah peristiwa sejarah (tapi migrasi ini lain dari kolonisasi yang terjadi pada masa selanjutnya di Mediterania oleh orang Yunani).[24][25] Namun, mempunyai yang percaya bahwa migrasi Ionia tidak dapat dijelaskan sesederhana yang telah diklaim oleh orang Yunani kuno.[26] Para pemukim itu bersumber dari tiga kelompok suku paling akbar di Yunani, yaitu suku Aiolia, suku Doria, dan suku Ionia.[22] Suku Ionia bermukim di sekitar pesisir Lydia dan Karia, dan mendirikan dua belas kota yang membentuk Ionia.[22] Kota-kota itu di selangnya yaitu Miletos, Myos, dan Priene di Karia; Ephesos, Kolophon, Lebedos, Teos, Klazomenae, Phokaia, dan Erythrai di Lydia; serta Pulau Samos dan Khios.[27] Meskipun kota-kota Ionia masing-masing berdaulat sendiri-sendiri, tetapi mereka mengakui bahwa mereka mewarisi kebudayaan dan peradaban yang sama. Mereka diperkirakan mempunyai satu kuil utama dan lokasi pertemuan tetap, disebut Panionion.ii[›] Mereka dengan demikian telah membentuk 'perkumpulan kebudayaan', yang tidak boleh dimasuki oleh kota-kota lainnya, bahkan oleh suku Ionia lainnya.[28][29]

Kota-kota Ionia merdeka sampai mereka ditaklukkan oleh Bangsa Lydia dari Asia Kecil bidang timur. Raja Lydia Alyattes II, menyerang Miletos, dan konflik tersebut yang belakang sekalinya dengan kontrak persekutuan selang Miletos dan Lydia, yang bermanfaat bahwa Miletos lepas sama sekali mengurusi urusan dalam negeri tetapi harus menurut pada Lydia dalam persoalan luar negeri.[30] Pada masa itu, Lydia juga sedang berperang dengan Kekaisaran Media, dan Kota Miletos mengirim pasukan bagi menolong Lydia dalam konflik itu. Pada yang belakang sekalinya perjajian damai dipastikan selang Media dan Lydia, dengan Sungai Halys menjadi pembatas selang kedua kerajaan itu.[31] Raja Lydia yang terkenal, Kroisos, menggantikan ayahnya, Alyattes, sekitar tahun 560 SM dan berencana menaklukkan kota-kota Yunani lainnya di Asia Kecil.[32]

Pangeran Persia, Koresh memimpin sebuah pemberontakan melawan Raja Media terakhir, Astyages, pada tahun 553 SM. Koresh yaitu cucu Astyages dan didukung oleh sebagian aristokrat Media.[33] Pada tahun 550 SM, pemberontakan yang belakang sekalinya, dan Koresh meraih kemenangan, mendirikan Kekaisaran Persia Akhemeniyah bagi menggantikan Kekaisaran Media.[33] Kroisos melihat kekacauan di Kekaisaran Media dan Persia sebagai sebuah kesempatan bagi meluaskan kekuasaannya. Dia terlebih dahulu meminta keterangan pada orakel Delphi mengenai apakah dia harus menyerang Persia atau tidak. Sang orakel memberikan jawaban ambigu yang belakang menjadi terkenal, yaitu bahwa "jika Kroisos menyeberangi Halys, maka dia akan menghancurkan satu kerajaan akbar."[34] Dibutakan oleh keambiguan ramalan itu, Kroisos pun menyerang Persia, dan yang belakang sekalinya dia dikalahkan. Lydia belakang jatuh ke tangan Koresh.[35]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kekaisaran Persia pada tahun 490 SM.

Ketika sedang berperang melawan Lydia, Koresh mengirim pesan kepada kota-kota Yunani di Ionia. Dia menanti mereka bagi memberontak terhadap kekuasaan Lydia. Permintaannya didorong oleh orang-orang Ionia.[36] Setelah Koresh beres menaklukkan Lydia, kota-kota Ionia kini menegosiasikan diri bagi berada di bawah kekuasaan Persia dengan kesepakatan yang sama seperti ketika diduduki oleh Kroisos dari Lydia.[36] Koresh menolak dan mengungkit-ungkit keengganan bangsa Ionia ketika dulu mereka tidak bersedia menolongnya. Bangsa Ionia dengan demikian berhati-hati bagi mempertahankan diri, dan Koresh mengirim Jenderal Media, Harpagos, bagi menaklukkan mereka.[37] Dia pertama-tama menyerang Phokaia; orang-orang Phokaia memutuskan bagi meninggalkan kota mereka dan berlayar menyelamatkan diri ke Sisilia, daripada harus tunduk di bawah kekuasaan Persia (meskipun belakang banyak pula yang kembali).[38] Beberapa orang Teos juga memilih bagi bermigrasi ketika Harpagos menyerang kota mereka, tetapi bangsa Ionia di kota-kota lainnya tetap bertahan, dan satu demi satu kota-kota Ionia ditaklukkan oleh Persia.[39]

Setahun setelah penaklukan itu, Persia mendapati bahwa orang Ionia sulit diatur. Di wilayah lainnya di kekaisaran, Koresh memanfaatkan kelompok elite masyarakat pribumi bagi menolongnya mengatur daerah yang dijajah barunya, misalnya kelompok kependetaan Yudea.[40] Kelompok seperti itu tidak mempunyai di kota-kota Yunani pada masa itu; meski kebanyakan mempunyai aristokrasi, hal ini pada yang belakang sekalinya berujung pada golongan-golongan yang saling bermusuhan.[40] Persia belakang menaruh seorang tiran di tiap kota di Ionia, meskipun ini menyeret mereka ke dalam konflik internal Ionia. Selain itu, tiran tertentu probabilitas mengembangkan gagasan bagi merdeka dan harus diwakili.[40] Para tiran itu sendiri menghadapi tugas yang sulit, mereka mesti mengalihkan kebencian terburuk masyarakatnya terhadap Persia, sambil tetap mengabdi kepada Persia.[40] Di masa lalu, kota-kota Yunani sering diperintah oleh tiran, tetapi bentuk pemerintahan semacam itu telah berlalu.[41] Para tiran pada masa lalu juga cenderung dan harus yaitu sosok pemimpin yang tangguh dan cakap, sementara para tiran yang ditunjuk oleh Persia yaitu orang-orang yang kurang pandai memimpin. Karena didukung oleh kuatnya militer Persia, para tiran ini tidak membutuhkan dukungan masyarakat lokal, dan dengan demikian mereka dapat memerintah secara mutlak.[41] Menjelang Perang Yunani-Persia, mempunyai probabilitas bahwa masyarakat Ionia merasa tidak puas dan telah siap bagi memberontak.[42] Ionia, tidak seperti banyak daerah lainnya di Kekaisaran Persia, tidak memberontak pada masa perang saudara selang masa pemerintahan Koresh dan Darius I, dan maka dari itu mempunyai probabilitas bahwa orang Ionia sebenarnya tidak terlalu merasa tidak puas terhadap kekuasaan Persia.

Peperangan di Mediterania kuno

Dalam Perang Yunani-Persia, kedua belah pihak memakai infanteri bersenjatakan tombak dan pasukan misil ringan. Pasukan Yunani mengutamakan infanteri berat, sedangkan Persia semakin menyukai pasukan infanteri ringan.[43][44]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Pasukan Tidak berkesudahan Persia dalam jabatan menyerang.

Persia

Militer Persia terdiri dari beragam prajurit yang didatangkan dari semua wilayah kekaisaran. Namun, menurut Herodotos, setidaknya mempunyai kesamaan dalam persenjataan dan gaya berperang.[43] Prajurit Persia kebanyakan dipersenjatai dengan busur dan anak panah, tombak pendek dan pedang (akinaka) atau kapak (sagaris), serta perisai tipis. Mereka mengenakan baju zirah dari kulit,[43][45] namun prajurit tingkat tinggi mengenakan baju zirah dari logam yang mempunyai mutu semakin adil. Persia kebanyakan memakai panah bagi mengurangi banyak prajurit musuh, lalu mendekat dan melancarkan serangan dengan tombak dan pedang.[43] Barisan pertama dalam formasi infanteri Persia, disebut 'sparabara', tidak mempunyai panah, membawa perisai yang semakin akbar, dan kadang-kadang membawa tombak yang semakin panjang. Tugas mereka yaitu melindungi barisan di belakangan mereka.[46] Persia juga mempunyai pasukan elite yang oleh Herodotos disebut sebagai Pasukan Tidak berkesudahan. Pasukan tersebut yaitu pasukan infanteri khusus yang banyaknya selalu tetap 10.000 prajurit. Sementara kavaleri Persia probabilitas berperang sebagai kavaleri misil ringan.[43][47]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Prajurit Hoplites Yunani dalam jabatan menyerang, dengan tusukan bawah dan tusukan atas.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kapal trireme yang digunakan oleh Yunani.

Yunani

Gaya peperangan di negara kota di Yunani, yang bersumber sekitar tahun 650 SM (berdasarkan penanggalan dari 'Guci Chigi'), dipusatkan pada phalanx hoplites yang didukung oleh pasukan misil.[44][48] Hoplites yaitu prajurit pejalan kaki yang kebanyakan bersumber dari kelas sosial pertengahan (di Athena disebut zeugites), yang mampu melakukan pembelian perlengkapan yang dibutuhkan bagi berperang sebagai hoplites.[49] Perlengkapan pelindungnya kebanyakan mencakup pelindung dada atau linothorax, grev (pelindung kaki), helm, dan sebuah perisai bulat cekung yang akbar dan disebut hoplon atau aspis.[44] Hoplites dipersenjatai dengan tombak panjang, disebut dory, yang semakin panjang daripada tombak Persia. Prajurit Yunani juga membawa senjata pendukung berupa sebilah pedang yang disebut xiphos.[44] Baju zirah dan perisai yang kuat serta tombak yang semakin panjang menjadikan pasukan Yunani semakin superior dalam pertarungan jarak tidak jauh[44] dan memberi perlindungan yang akbar dari serangan jarak jauh.[44] Penskirmis bersenjata ringan, disebut psiloi, juga mempunyai dalam pasukan Yunani dan semakin lama semakin penting seiring berjalannya konflik melawan Persia; pada Pertempuran Plataia, misalnya, mereka probabilitas mencakup setengah dari pasukan Yunani.[50] Tidak disebutkan keadaan penggunakan kavaleri oleh pihak Yunani dalam Perang Yunani-Persia.

Peperangan laut

Pada masa awal konflik, semua armada laut di daerah Mediterania timur memakai trireme, kapal perang yang digerakkan oleh tiga baris dayung. Siasat perang laut yang paling umum pada periode itu yaitu menubrukkan haluan kapal ke kapal musuh, karena bidang hadapan trireme dilengkapi dengan senjata pendobrak. Siasat lainnya yaitu dengan memasukkan prajurit ke kapal musuh.[51] Armada laut yang semakin berpengalaman pada masa itu juga mulai memakai manuver yang disebut diekplous. Tidak diketahui secara jelas siasat macam apa ini, tetapi probabilitas strategi ini melibatkan berlayar ke celah di selang kapal-kapal musuh dan belakang menabrak kapal musuh di bidang pinggirnya.[51]

Armada laut Persia diadakan terutama oleh bangsa Fenisia, bangsa Mesir kuno, bangsa Kilikia, dan bangsa Siprus.[52][53] Daerah pesisir lainnya di Kekaisaran Persia ikut mengirimkan kapal selama peperangan berjalan.[52]

Pemberontakan Ionia (499–493 SM)

Pemberontakan Ionia

 

Naxos – Sardis – Ephesos – Siprus – Pertempuran Marsyas – Labraunda – Pedasos – Lade – Miletos – Khios – Malene

Pemberontakan Ionia dan pemberontakan terkait di Aiolis, Doris, Siprus, dan Karia yaitu pemberontakan militer yang dimainkan oleh beberapa daerah di Asia Kecil bagi menentang kekuasaan Persia, dan berjalan dari tahun 499 SM sampai 493 SM. Penyebab pemberontakan ini terjadi karena kota-kota Yunani di Asia Kecil merasa tidak puas terhadap para tiran yang ditunjuk oleh Persia bagi memerintah mereka. Para pemberontak juga menentang sikap yang dibuat individual yang dimainkan oleh dua tiran di Miletos, Histiaios dan Aristagoras.[40][54] Pada tahun 499 SM, tiran Miletos masa iru, Aristagoras, melancarkan ekspedisi gabungan bersama seorang satrap Persia, Artaphernes, bagi menaklukkan Naxos, dengan tujuan meningkatkan jabatannya di Miletos (baik secara finansial maupun wibawa).[54][55] Misi itu yang belakang sekalinya dengan kegagalan,[56] dan dampaknya Aristagoras dipecat dari letak tiran. Dia belakang memilih bagi menghasut kota-kota di Ionia bagi memberontak terhadap kaisar Persia, Darius yang Agung.[42]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pemberontakan Ionia.

Pada tahun 498 SM, dengan bantuan dari Athena dan Eretria, kota-kota Ionia menyerang, menaklukkan, dan membakar Kota Sardis.[57] Namun, dalam perjalanan pulang mereka menuju Ionia, mereka disertai oleh pasukan Persia dan secara telak dikalahkan pada Pertempuran Ephesos.[58] Kampanye ini yaitu satu-satunya sikap yang dibuat ofensif yang dimainkan oleh orang Ionia, yang selanjutnya malah menjadi sikap yang dibuat defensif. Persia menanggapi pada tahun 597 SM dengan serangan bercabang tiga yang diarahkan bagi menaklukkan daerah-daerah di sekitar wilayah pemberontak,[59] tetapi pemberontakan menyebar ke Karia, sehingga pasukan paling akbar Persia, dipimpin oleh Darius, beralih ke sana.[60] Meskipun pada awalnya meraih kesukssesan pada awal kampanye di Karia, pasukan ini belakang disapu beres dalam sebuah penyergapan pada Pertempuran Pedasos.[61] Hal ini mengakibatkan terjadinya kebuntuan bagi kedua belah pihak selama sisa 496 dan 495 SM.[62]

Pada tahun 494 SM pasukan darat dan armada laut Persia dikumpulkan kembali, dan mereka menyerang langsung menuju pusat pemberontakan di Miletos.[63] Armada laut Ionia berupaya mempertahankan Miletos di laut, tetapi dikalahkan secara telak pada Pertempuran Lade, setelah orang-orang Samos berkhianat dan balik mendukung Persia.[64] Miletos lalu dikepung, ditaklukkan, dan masyarakatnya menjadi budak.[65] Kekalahan ganda ini secara efektif mengakhiri pemberontakan, dan pada yang belakang sekalinya orang-orang Karia pun menyerah kepada Persia.[66] Pasukan Persia menghabiskan tahun 493 SM bagi membasmi sisa-sisa pemberontakan di kota-kota di sepanjang pesisi Asia Kecil yang sedang berupaya menentang Persia,[67] sebelum yang belakang sekalinya menetapkan kesepakatan damai di Ionia yang dianggap cukup berpihak kepada yang aci.[68]

Pemberontakan Ionia menjadi konflik akbar pertama selang Yunani dan Kekaisaran Persia Akhemeniyah dan yaitu fase pertama dari Perang Yunani-Persia. Asia Kecil berhasil diduduki kembali oleh Persia, namun Darius bersumpah bagi menghukum Athena dan Eretria atas bantuan mereka pada para pemberontak.[68] Selain itu, Darius melihat bahwa keadaan politik di Yunani dapat membawa ancaman terhadap kestabilan kekaisaran, maka dia pun berencana menaklukkan semua Yunani.[68]

Invasi pertama ke Yunani (492–490 SM)

Setelah menaklukkan Ionia, Persia memulai merencanakan gerakan mereka selanjutnya, yaitu memusnahkan ancaman dari Yunani terhadap kekaisaran dan menghukum Athena serta Eretria.[69] Hal ini berujung pada invasi pertama Persia ke Yunani, yang terdiri dari dua kampanye utama[69]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta fase pertama Perang Yunani-Persia.

492 SM: Kampanye Mardonios

Kampanye pertama, pada tahun 492 SM, dipimpin oleh menantu Darius, Mardonios,[70] yang kembali menduduki Thrakia, yang menjadi bidang dari Kekaisaran Persia sejak tahun 513 SM.[71] Mardonios berhasil memaksa Makedonia bagi menjadi kerajaan klien Persia. Sebelumnya Makedonia telah menjadi sekutu Persia tetapi sebagai negara merdeka.[72] Akan tetapi, perkembangan semakin lanjut dalam kampanye ini terhalangi ketika armada laut Mardonus dihancurkan oleh badai di pesisir Gunung Athos. Mardonios sendiri terluka dalam sebuah serangan ke perkemahannya oleh satu suku Thrakia. Setelah itu, Mardonios bersama sisa-sisa pasukannya kembali ke Asia.[72][73]

Setahun belakang, setelah menyusun rencana secara cermat, Darius mengirim utusan ke semua negara kota di Yunani dan menanti mereka bagi menyerah pada Persia.[74] Hampir semua negara kota Yunani tunduk pada Darius, kecuali Athena dan Sparta. Kedua negara kota itu bahkan membunuh utusan Darius.[74] Karena Athena sedang menentangnya, dan kini Sparta juga menyatakan perang melawannya, maka Darius memerintahkan dimainkannya kampanye militer lagi setahun belakang.[75]

490 SM: Kampanye Datis dan Artaphernes

Pada tahun 490 SM, Datis dan Artaphernes (putra satrap Artaphernes) diberikan komando bagi memimpin serangan invasi amfibi, dan mereka pun berlayar dari Kilikia.[75] Dari Kilikia, pasukan Persia pertama-tama berlayar menuju Pulau Rhodos, lokasi Kronik Kuil Lindos mencatat bahwa Datis mengepung Kota Lindos, tetapi tidak berhasil.[76] Armada Persia belakang bangung ke Naxos, bagi menghukum orang-orang Naxos atas perlawanan mereka terhadap ekspedisi Persia yang gagal satu dekade sebelumnya.[77] Banyak masyarakatnya yang kabur ke pegunungan, sedangkan masyarakat yang tertangkap menjadi budak.[78] Pasukan Persia lalu membakar kota dan kuil di Naxos.[78] Armada Persia belakang menyeberangi Laut Aigea bagi menuju Eretria. Dalam perjalanannya, pasukan Persia mengambil sandera dan pasukan dari tiap pulau yang mereka singgahi.[77]

Pasukan Persia berlayar ke Euboia, dan bangung menuju target utama mereka yang pertama, Eretria.[79] Orang Eretria tidak berupaya bagi mencegah pasukan Persia berlabuh dan berarak menuju kota mereka, Dampaknya pasukan Persia dapat mengepung Eretria.[80] Selama enam hari, pasukan Persia menyerang dinding pertahanan Eretria dan kerugian dialami oleh kedua belah pihak;[80] Namun, pada hari ketujuh, dua orang Eretria yang terkemuka membuka gerbang. Mereka berkhianat dan menyerahkan kota kepada pasukan Persia.[80] Kota itu dihancurkan, dan kuil serta suaka suci dijarah dan dibakar. Selain itu, sesuai perintah Darius, semua masyarakat kota menjadi budak.[80]

Pertempuran Marathon

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Sayap pasukan Yunani mengepung pasukan Persia pada Pertempuran Marathon.

Selanjutnya armada Persia bangung ke selatan menuju Pesisir Attika. Mereka berlabuh di Pantai Marathon, sekitar 25 mil (40 km) dari Kota Athena.[81] Di bawah panduan Miltiades, seorang jenderal yang punya banyak pengalaman berperang melawan orang Persia, pasukan Athena bangung bagi menghalangi dua jalur keluar dari daratan Marathon. Kebuntuan berjalan selama lima hari, sebelum yang belakang sekalinya pasukan Athena (untuk gagasan yang tidak diketahui) memutuskan bagi menyerang pasukan Persia.[82] Meskipun pasukan Persia mempunyai prajurit yang jauh banyakan, namun hoplites Yunani terbukti efektif melawan infanteri ringan Persia. Pasukan Yunani memukul mundur kedua sayap pasukan Persia sebelum belakang megacak-acak bidang tengahnya. Sisa-sisa pasukan Persia kabur ke kapal mereka dan meninggalkan pertempuran.[83] Herodotos mencatat bahwa sekitar 6.400 mayat prajurit Persia ditemukan di lokasi pertempuran, sedangkan pasukan Athena hanya kehilangan 192 pprajurit.[84]

Segera setelah pasukan Persia yang selamat bangung ke laut, pasukan Athena dengan cepat berlanjut kembali ke kota Athena.[85] Pasukan Athena tiba tepat waktu bagi mencegah Artaphernes berlabuh di Kota Athena. Menyadari bahwa kesempatannya telah lenyap, Artaphernes pun mengakhiri kampanye ini dan kembali ke Asia.[86]

Pertempuran Marathon yaitu titik balik pada Perang Yunani-Persia, dan menunjukkan bahwa pasukan Persia dapat dikalahkan. Peristiwa itu juga menunjukkan keunggulan hoplites Yunani, yang bersenjata semakin berat, dan memperlihatkan bahwa hoplites sangat potensial jika digunakan secara tepat.[83] Pertempuran Marathon barangkali sekarang semakin terkenal sebagai asal usul bagi balapan Marathon.iii[›]

Masa jeda (490–480 SM)

Persia

Setelah gagal pada invasi pertamanya, Darius mulai mendirikan pasukan yang semakin akbar bagi benar-benar menaklukkan Yunani; namun pada tahun 486 SM Mesir memainkan pemberontakan terhadap Persia sehingga ekspedisi ke Yunani harus ditunda.[87] Darius meninggal ketika sedang bersedia bagi bangung ke Mesir, dan takhta Persia beralih kepada putranya Xerxes I.[88] Xerxes menumpas pemberontakan Mesir, dan dengan cepat mempersiapkan kembali pasukan bagi menyerang Yunani lagi.[89] Karena ini yaitu invasi berskala akbar, maka dibutuhkan perencanaan, pengumpulan perbekalan, dan persiapan prajurit yang cukup lama. Xerxes memutuskan bahwa Hellespontos akan menjadi jalur bagi pasukannya bagi menyeberang ke Eropa, dan kanal harus digali menyeberangi tanah genting di Gunung Athos (armada Persia pernah dihancurkan pada tahun 492 SM ketika berupaya memutari garis pantai ini). Rencana Xerxes yaitu proyek luar biasa yang belum pernah dimainkan siapapun pada masanya.[90] Namun, kampanye harus tertunda selama satu tahun karena terjadi pemberontakan lagi di Mesir dan Babilonia.[91]

Persia bersimpati kepada beberapa negara kota Yunani, termasuk Argos, yang berjanji akan memihak Persia begitu pasukan Persia sampai perbasatan mereka.[92] Keluarga Aleuadai, yang memerintah kota Larissa di Thessalia, melihat invasi ini sebagai sebuah kesempatan bagi meluaskan kekuasaan mereka.[93] Sementara Thebes, meskipun tidak secara terang-terangan bersekutu dengan Persia, diduga bersedia menolong pasukan Persia begitu invasi tiba.[94][95]

Pada tahun 481 SM, setelah sekitar empat tahun persiapan, Xerxes mulai mengumpulkan pasukannya bagi menyerang Eropa. Herodotos memberikan daftar nama 46 bangsa yang prajuritnya menjadi bidang dalam pasukan Xerxes.[96] Pasukan Persia bersama-sama menjadi satu kelompokan di Asia Kecil pada musim panas dan musim gugur tahun 481 SM. Pasukan dari kesatrapan timur bersama-sama menjadi satu kelompokan di Kritala, Kappadokia dan dipimpin oleh Xerxes ke Sardis. Di sana mereka menghabiskan musim dingin.[97] Pada awal musim semi, pasukan bangung ke Abydos, dan mereka bergabung dengan pasukan dari kesatrapan barat.[98] Lalu pasukan yang telah dikumpulkan oleh Xerxes itu berarak menuju Eropa, menyeberangi Hellespontos melewati dua jembatan ponton.[99]

Banyak Pasukan Persia

Banyak prajurit yang dikumpulkan oleh Xerxes pada invasi kedua ke Yunani telah menjadi tema perdebatan yang tiada yang belakang sekali. Sebagian akbar sejarawan modern menolak banyak 2,5 juta prajurit yang ditulis oleh Herodotos serta para penulis kuno lainnya, karena banyak tersebut tidak realistis, selain itu pihak pemenang sangat mungkin telah memainkan miskalkulasi dan membesar-besarkan banyak pasukan musuh. Topik ini banyak diperdebatkan, tetapi kesepakatan para sejarawan berkisar sekitar 200.000 prajurit.[100]

Banyak armada laut Persia juga dipertentangkan, meski tidak sesering pasukan daratnya. Para penulis kuno lainnya setuju dengan angka yang diberikan oleh Herodotos, yaitu 1.207 kapal. Banyak ini menurut standar kuno cukup konsisten, dan dapat ditafsirkan bahwa banyaknya sekitar 1.200 kapal. Di selang para sejarawan modern, beberapa mempunyai yang menerima banyak ini, meskipun tetap berpendapat bahwa banyaknya semakin sedikit pada Pertempuran Salamis.[101][102][103] Karya-karya terkini lainnya mengenai Perang Yunani-Persia menolak angka ini, dan melihat bahwa 1.207 yaitu peniruan dari banyak kapal armada gabungan Yunani dalam Iliad. Karya-karya itu secara umum mengklaim bahwa Persia mengirimkan tidak semakin dari 600 kapal perang menyeberangi Laut Aigea.[103][104][105]

Yunani

Athena

Setahun setelah peristiwa di Marathon, pahlawan Athena, Miltiades, terluka dalam sebuah pertempuran kecil. Mengambil kesempatan dari hal ini, keluarga Alkmaionidai yang berpengaruh, menyusun rencana supaya dia dihukum.[106] Miltiades diberikan denda yang akbar atas kejahatan 'menipu rakyat Athena', tetapi dia meninggal seminggu belakang karena lukanya.[106]

Politisi Themistokles, yang dasar kekuasaannya secara kuat tertanam di kalangan orang miskin, mengisi kekosongan yang dibebaskan oleh Miltiades, dan pada dekade selanjutnya dia menjadi politisi paling berpengaruh di Athena.[106] Pada periode ini, Themistokles terus berupaya supaya Athena mengembangkan daya lautnya.[106] Rakyat Athena sadar selama masa itu bahwa Persia sedang mau menduduki Yunani,[89] dan kebijakan laut Themistokles probabilitas diamati dalam ancaman potensial dari Persia.[106] Aristides, lawan politik Themistokles, dan orang yang terkemuka dari zeugites (kelas sosial atas atau kelas hoplites) dengan keras menentang kebijakan Themistokles.[107]

Pada tahun 483 SM, lapisan perak yang akbar ditemukan di pertambangan Athena di Laurion.[108] Themistokles mengusulkan supaya perak itu digunakan bagi mendirikan armada kapal trireme baru. Supaya usulannya diterima, Themistokles berbohong dan mengatakan bahwa Athena membutuhkan armada tambahan bagi mendukung peperangan melawan Aigina.[109] Plutarkhos berpendapat bahwa Themistokles secara berahti-hati tidak menyebut-nyebut Persia karena ancaman dari Persia sedang terlalu jauh dari Athena bagi ditanggapi, tetapi Themistokles memang memaksudkan armada tambahan itu bagi menghadapi Persia.[108] Fine berpendapat bahwa banyak orang Athena yang mengakui bahwa armada laut tambahan memang dibutuhkan bagi menahan Persia, yang persiapan kampanye militernya belum diketahui.[110] Usulan Themistokles dengan gampang disetujui, meskipun mendapat tentangan keras dari Aristides. Lolosnya usulan itu probabilitas karena banyaknya orang Athena yang mau mendapat bayaran dengan menjadi pendayung kapal.[110] Tidak diketahui dari sumber kuno apakah 100 atau 200 kapal yang pada awalnya disetujui; adil Fine maupun Holland berpendapat bahwa pada awalnya 100 kapal disetujui lalu banyak ini bertambah sampai seperti yang mempunyai pada invasi kedua.[109][110] Aristides berbelit-belit menetang kebijakan Themistokles, dan ketegangan di selang kedunya terus meningkat, berlaku ostrakisme pada tahun 482 SM menjadi kontes langsung selang Themistokles dan Aristides.[109] Dalam apa yang Holland sebut sebagai, pada dasarnya, referendum pertama di dunia, Aristides diostrakisasi, dan kebijakan Themistokles disahkan.[109] Dan memang, karena semakin menyadari persiapan Persia bagi memainkan invasi kedua, rakyat Athena memilih bagi membikin kapal banyakan daripada permintaan Themistokles.[109] Dengan demikian, menjelang invasi Persia, Themistokles telah menjadi politisi terkemuka di Athena.[111]

Sparta

Raja Sparta Demaratos dijatuhkan dari takhtanya pada tahun 492 SM, dan ditukarkan oleh sepupunya Leotykhides. Setelah tahun 490 SM, Demaratos yang merasa sakit hati belakang memilih mengasingkan diri. Dia sampai di istana Darius di Susa.[87] Sejak itu Demaratos menjadi penasihat Darius bagi urusan Yunani. Ketika Xerxes naik takhta, Demaratos terus menjalankan tugas sebagai pensihat. Dia bahkan ikut menemani Xerxes pada invasi kedua Persia.[112] Pada yang belakang sekali buku 7 Herodotos, mempunyai sebuah anekdot yang berpadanan dengan invasi kedua, diucapkan Demaratos mengirimkan lembaran kayu memakai ikat lilin kosong ke Sparta. Ketika lilinnya dibubarkan, sebuah pesan tampak. Pesan tersebut diukir pada kayu yang dilapisi lilin itu dan intinya yaitu memperingatkan Sparta mengenai rencana Xerxes.[113] Akan tetapi, banyak sejarawan percaya bahwa bab ini diisikan ke dalam tulisan Herodotos oleh penulis pada masa selanjutnya, probabilitas bagi mengisi kekosongan selang yang belakang sekali buku 7 dan awal buku 8. Kebenaran kisah tersebut dengan demikian tidak diketahui secara pasti.[114]

Persekutuan Yunani

Pada tahun 481 SM, Xerxes mengirim utusan ke semua Yunani bagi menanti tanah dan cairan sebagai lambang penyerahan diri, tetapi utusan-utusannya secara sengaja tidak datang ke Athena dan Sparta.[115] Dengan demikian dukungan mulai diberikan kepada dua negara ini. Kongres negara kota diadakan di Korinthos pada yang belakang sekali musim gugur pada tahun 481 SM, dan aliansi konfederasi negara kota Yunani dibuat.[116] Konfederasi ini mempunyai kekuasaan bagi mengirim utusan bagi menanti bantuan dan bagi menarik pasukan dari tiap negara anggotanya demi membentuk pasukan gabungan. Herodotos tidak menyebut nama persekutuan itu tetapi hanya menyebutnya "οἱ Ἕλληνες" (bangsa Yunani) dan "orang Yunani yang bersekutu" (terjemahan Godley) atau "orang Yunani yang bersatu" (terjemahan Rawlinson).[117] Setelah itu, mereka disebut sebagai 'Sekutu'. Sparta dan Athena berperan penting dalam kongres tersebut tetapi minat negara kota lainnya juga ikut memilihkan dalam mewujudkan strategi pertahanan.[118] Hanya sedikit yang diketahui tentang pekerjaan internal mengenai diskusi kongres dalam pertemuannya. Hanya 70 dari sekitar 700 negara kota Yunani yang mengirim perwakilan. Meskipun demikian, persatuan ini sangat penting bagi dunia Yunani yang terpecah-pecah, khususnya karena banyak negara kota Yunani yang pada masa itu sedang saling berperang satu sama lain.[119]

Invasi kedua ke Yunani (480–479 SM)

Awal 480 SM: Thrakia, Makedonia, dan Thessalia

Setelah menyeberang ke Eropa pada bulan April 480 SM, pasukan Persia mulai memasuki Yunani, dan memakan waktu tiga bulan bagi berlanjut tanpa faktor yang menghalangi dari Hellespontos ke Therme. Mereka bubar sejenak di Doriskos, di sana mereka bergabung dengan armada laut. Xerxes mereorganisasi pasukan menjadi unit-unit taktis menggantikan formasi nasional yang sebelumnya digunakan bagi berlanjut dari Persia.[120]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Persitiwa penting pada invasi kedua ke Yunani.

Persekutuan Yunani kembali memainkan pertemuan pada musim semi tahun 480 SM dan setuju bagi mempertahankan Lembah Tempe di perbatasan Thessalia dan menghalangi gerak maju Xerxes.[121] Akan tetapi, begitu tiba di sana, mereka diperingatkan oleh Alexandros I dari Makedonia bahwa lembah tersebut dapat dijadikan terlewat oleh pasukan Persia dan bahwa pasukan Xerxes terlalu akbar, sehingga pasukan Yunani pun mundur.[122] Tidak lama setelah itu, mereka mendapat berita bahwa Xerxes telah menyeberangi Hellespontos.[122] Pada titik ini, strategi kedua diusulkan oleh Themistokles kepada persekutuan Yunani. Rute menuju Yunani selatan (Boiotia, Attika, dan Peloponnesos) membikin Xerxes harus berlanjut melewati celah ketat di Thermopylae. Celah tersebut dapat dengan gampang ditutupi oleh hoplites Yunani, meskipun pasukan Persia jauh banyakan. Selain itu, guna mencegah pasukan Persia lewat melewati jalur lainnya, maka armada laut Athena dan sekutu akan menjaga Selat Artemision. Strategi ganda ini diterima oleh persekutuan Yunani.[123] Namun, kota-kota Peloponnesos membikin rencana gerak-mundur bagi mempertahankan Tanah genting Korinthos jika dibutuhkan, sementara wanita dan anak-anak Athena dievakuasi ke Kota Troezen di Peloponnesos.[124]

Agustus 480 SM: Pertempuran Thermopylae dan Artemision

Perkiraaan waktu kedatangan Xerxes bertepatan dengan waktu Olimpiade dan festival Karneia. Bagi rakyat Sparta, perang tidak boleh dimainkan pada periode tersebut.[125] Meskipun waktunya tidak tepat, rakyat Sparta merasa bahwa ancaman Persia begitu akbar sehingga mereka mengirimkan raja mereka Leonidas I bersama pengwal pribadinya (Hippeis) yang terdiri dari 300 prajurit. Prajurit muda dalam pasukan itu ditukarkan oleh veteran yang telah mempunyai anak. Dengan demikian, kalau mereka mati pada pertempuran nanti, garis keturunan mereka tetap dapat berlanjut.[125] Leonidas dibantu oleh kontingen dari kota-kota sekutu di Peloponnesos dan juga dari kota-kota sekutu yang disinggahi dalam perjalanan ke Thermopylae.[125] Pasukan Yunani tiba di celah itu, mendirikan kembali tembok yang pernah dibangun oleh orang Phokis di titik tersempit di celah itu, lalu menanti kedatangan pasukan Xerxes.[126]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Celah Thermopylae.

Ketika pasukan Persia tiba di Thermopylae pada pertengahan Agustus, selama tiga hari mereka menunggu pasukan Yunani bagi membubarkan diri. Ketika Xerxes sadar bahwa pasukan Yunani memang berniat mempertahankan celah itu, dia belakang mengirimkan pasukannya.[127] Namun, jabatan pasukan Yunani sangat ideal bagi peperangan hoplites. Kontingen Persia dipaksa bagi menyerang phalanx Yunani.[128] Pasukan Yunani bertahan selama dua hari penuh menghadapi serangan Persia, termasuk serangan dari pasukan elite Persia, Pasukan Tidak berkesudahan. Menjelang yang belakang sekali hari kedua, pasukan Yunani dikhianati oleh seorang masyarakat lokal bernama Ephialtes, yang memberitahu Xerxes tentang perlintasan gunung yang terletak di belakangan pasukan Yunani. Pengintai Yunani melihat bahwa pasukan Persia mau mengepung pasukan Yunani, maka dari itu Leonidas memerintahkan sebagian akbar prajurit bagi mundur, sedangkan sisanya, sekitar 2.000 orang, dengan dipimpin olehnya, akan terus mempertahankan celah. Pada hari terakhir, sisa-sisa pasukan Yunani mencoba membunuh sebanyak mungkin prajurit Persia namun pada yang belakang sekalinya mereka semua dibunuh atau ditangkap.[129] Perlawanan terakhir pasukan Yunani di bawah pimpinan Leonidas itu menjadi salah satu perlawanan terakhir paling terkenal dalam sejarah.

Bersamaan dengan Pertempuran di Thermopylae, armada laut Yunani yang terdiri dari 271 trireme, berupaya mempertahankan Selat Artemision melawan Persia, sekaligus melindungi pasukan Yunani di Thermopylae.[130] Di sini, armada laut Yunani menahan Persia selama tiga hari. Pada petang hari ketiga, armada laut Yunani menerima kabar tentang kekalahan Leonidas dan pasukannya di Thermopylae. Karena armada laut Yunani telah merasakan banyak kerusakan, dan karena Thermopylae telah tidak perlu lagi dilindungi, maka armada laut Yunani yang belakang sekalinya mundur dari Artemision ke Pulau Salamis.[131]

September 480 SM: Pertempuran Salamis

Kekalahan Yunani di Thermopylae membikin Boiotia jatuh ke tangan Xerxes; dan membikin Attika buka luas bagi diserang. Sisa masyarakat Athena dievakuasi, dengan bantuan armada Yunani, ke Salamis.[132] Pasukan Yunani di Peloponnesos mulai bersedia bagi mempertahankan garis pertahanan di Tanah Genting Korinthos, mendirikan dinding dan menghancurkan perlintasan dari Megara, membiarkan Kota Athena dimasuki pasukan Persia.[133] Dengan demikian Athena jatuh ke tangan Persia; sekelompok kecil orang Athena berupaya melindungi Akropolis dan pada yang belakang sekalinya dikalahkan. Xerxes lalu memerintahkan supaya Athena dihancurkan dan Akropolis dibakar.[134]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pertempuran Salamis (1868) oleh Wilhelm von Kaulbach.

Persia kini menduduki sebagian akbar Yunani, tetapi Xerxes barangkali tidak menduga akan mendapat perlawanan sekeras itu; prioritasnya kini yaitu menyelesaikan perang secepat mungkin.[135] Jika Xerxes dapat memusnahkan tingkatan laut Yunani, maka dia akan berada pada jabatan yang kuat bagi memaksa Yunani menyerah;[136] Di pihak Yunani, Themistokles berkeinginan, dengan menghancurkan tingkatan laut Persia, maka penaklukan total oleh Persia dapat dicegah.[137] Armada laut Yunani dengan demikian tetap berada di lepas sama sekali pantai Salamis sampai September, meskipun Persia akan segera datang. Bahkan setelah Athena jatuh, sisa-sisa armada laut Yunani tetap bertahan di Salamis, mencoba memancing armada Persia bagi berperang.[138] Sebagian karena ditipu oleh Thmistokles, armada Persia memasuki Selat Salamis.[139] Di selat yang ketat itu, kapal Persia yang terlalu banyak justru menjadi kendala, karena kapal-kapal mereka menjadi sulit bermanuver dan tidak terorganisir.[140] Melihat kesempatan ini, armada laut Yunani menyerang dan meraih kemenangan telak atas Persia. Mereka menenggelamkan atau menangkap setidaknya 200 kapal. Dengan demikian, Peloponessos tetap terjamin.[141]

Berdasarkan Herodotos, setelah kekalahan itu Xerxes sempat berupaya mendirikan perlintasan melalui kanal bagi menyerang para pengungsi Athena di Salamis, tetapi proyek ini dengan segera dibubarkan. Dengan lenyapnya daya laut Persia, Xerxes merasa takut bahwa pasukan Yunani akan berlayar ke Hellepontos dan menghancurkan jembatan pontonnya. Jika jembatan itu dihancurkan, maka pasukan darat Persia akan terjebak di Yunani.[142] Jenderalnya, Mardonios, bersedia tetap tinggal di Yunani dan menyelesaikan sisa penaklukan dengan sekumpulan pasukan yang dipilihnya sendiri, sementara Xerxes kembali ke Asia bersama sebagian akbar pasukannya.[143] Mardonios melewati musim dingin di Boiotia dan Thessalia; dengan demikian, rakyat Athena dapat kembali ke kota mereka, yang telah dibakar, pada musim dingin.[135]

Juni 479 SM: Pertempuran Plataia dan Mykale

Seusai musim dingin, muncul ketegangan di pihak Yunani. Khususnya, orang Athena, yang tidak dilindungi oleh tanah genting, padahal armada laut Athena yaitu kunci diamankannya Peloponessos. Merasa tidak puas, Athena menolak ikut serta dalam armada laut Yunani pada musim semi.[144] Mardonios bertahan di Thessalia, karena dia tahu bahwa tidak mempunyai gunanya menyerang tanah genting. Di lain pihak, pasukan Yunani juga tidak bersedia mengirim tentara keluar dari Peloponnesos, sehingga terjadilah kebuntuan.[144] Mardonios bangung bagi memecah kebuntuan, dengan menegosiasikan perdamaian kepada Athena, memakai Alexandros I dari Makedonia sebagai penengah.[145] Rakyat Athena memastikan bahwa delegasi Sparta mendengar tawaran itu, lalu belakang menolaknya.[145] Dengan demikian, Athena lagi-lagi harus dievakuasi, dan pasukan Persia bangung ke selatan lalu kembali menduduki Athena. Mardonios kini kembali menegosiasikan perdamaian kepada para pengungsi Athena di Salamis. Athena, bersama Megara dan Plataia, mengirim utusan ke Sparta bagi menanti bantuan, dan mengancam akan menerima tawaran Persia jika Sparta tidak bersedia menolong.[146] Sebagai tanggapannya, Sparta mengirim sejumlah akbar pasukan dari kota-kota Peloponnesos dan bangung menuju pasukan Persia.[147]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta Pertempuran Plataia, gerak mundur pasukan Yunani menjadi tidak teratur dan pasukan Persia menyeberangi sungai Asopos bagi menyerang pasukan Yunani.

Ketika Mardonius mengetahui bahwa pasukan persekutuan Yunani telah bangung, dia pun mundur ke Boiotia, di tidak jauh Plataia, dan berupaya memancing pasukan Yunani ke daerah buka supaya dia dapat memakai kavalerinya.[148] Pasukan Yunani, di bawah komando Pausanias, bertahan di dataran tinggi di atas Plataia supaya mereka tidak terjebak oleh strategi Persia.[149] Setelah beberapa hari terjadi kebuntuan, Pausanis memerintahkan pasukan Yunani bagi mundur ke jabatan asalnya pada malam hari.[149] Gerakan mundur ini terjadi secara tidak teratur, dan membikin pasukan Athena, Sparta, serta Tegea terjebak di bukit tertutup, sementara kontingen-kontingen lainnya tersebar terpisah-pisah di tidak jauh Plataia.[149] Melihat keadaan ini, pasukan Persia merasa bahwa ini yaitu masa yang tepat bagi menyerang. Mardonios memerintahkan semua pasukannya bagi maju.[150] Namun, infanteri Persia terbukti tidak dapat menandingi hoplites Yunani yang bersenjata berat,[151] dan pasukan Sparta berhasil mendobrak barisan pengawal Mardonios lalu membunuhnya.[152] Setelah itu, pasukan Persia menjadi panik dan kocar-kacir; 40.000 prajurit berhasil menyelamatkan diri melewati perlintasan ke Thessalia,[153] tetapi sisanya kabur ke ke perkemahan Persia dan di sana mereka dikepung lalu dibantai oleh pasukan Yunani. Peristiwa ini sekaligus memastikan kemenangan Yunani.[154][155]

Herodotos menceritakan bahwa, pada sore hari dalam Pertempuran Plataia, rumor mengenai kemenangan Yunani didengar oleh armada laut Yunani, yang ketika itu sedang berada di lepas sama sekali pantai Gunung Mykale di Ionia.[156] Semangat mereka langsung meningkat, dan armada laut Yunani maju bagi melawan armada Persia di sana. Dalam Pertempuran Mykale itu, yang berjalan pada hari yang sama dengan Pertempuran Plataia, pasukan Yunani meraih kemenangan dan menghancurkan sisa-sisa tingkatan laut Persia, sekaligus melumpuhkan daya laut Xerxes, dan menandai kebangkitan tingkatan laut Yunani.[157] Sementara para sejarawan modern meragukan apakah peristiwa di Mykale benar-benar terjadi pada hari yang sama dengan peristiwa di Plataia, namun Pertempuran Mykale hanya dapat terjadi setelah armada laut Yunani menerima berita dari Plataia.[158]

Serangan balik Yunani (479–478 SM)

 

Mykale – Sestos – Siprus – Byzantion

Mykale dan Ionia

Peristiwa di Mykale menjadi awal dari fase baru dalam konflik Yunani-Persia, yang mana pihak Yunani mulai memainkan ofensif terhadap Persia.[159] Kemenangan Yunani di Mykale menyebabkan kota-kota Yunani di Asia kecil kembali memberontak. Orang Samos dan orang Miletos telah secara aktif berperang melawan Persia di Mykale, dan secara buka menyatakan pemberontakan mereka, yang belakang disertai pula oleh kota-kota lainnya.[160][161]

Sestos

Tidak lama setelah peristiwa di Mykale, pasukan Yunani berlayar ke Hellespontos bagi menghancurkan jembatan ponton, tetapi mereka mendapati bahwa jembatan itu ternyata telah tidak mempunyai.[162] Armada Peloponnesos lalu berlayar kembali ke Yunani, tetapi pasukan Athena tetap berada di sana bagi menyerang Khersonesos, yang sedang diduduki oleh Persia.[162] Pasukan Persia dan sekutu mereka berjaga di Sestos, kota terkuat di daerah itu. Di selang mereka yaitu Oiobazos dari Kardia, yang mempunyai tali dan berbagai perlengkapan lainnya kesan dari jembatan ponton Persia.[163] Gubernur Persia di sana, yaitu Artayktes, tidak pernah bersedia bagi menghadapi sebuah pengepungan, karena dia percaya bahwa pasukan Yunani tidak akan menyerang.[164] Dengan demikian, pasukan Athena dapat memainkan pengepungan terhadap Kota Sestos.[162] Pengepungan itu berjalan selama beberapa bulan, dan menyebabkan banyak ketegangan serta ketidakpuasan bahkan di kalangan pasukan Athena sendiri,[165] tetapi pada yang belakang sekalinya kota itu kehabisan makanan dan pasukan Persia yang mempunyai di sana melarikan diri pada malam hari melewati lokasi yang penjagaannya kurang.[166] Dengan demikian, Athena dapat menduduki kota itu keesokan hari.[166]

Sebagian akbar prajurit Athena dikirim bagi mengejar pasukan Persia yang kabur.[166] Kelompok Oiobazos ditangkap oleh satu suku Thrakia, dan Oiobazos sendiri dikorbankan bagi dewa Plistoros.[167] Sementara itu pasukan Athena berhasil menangkap Artayktes, dan membunuh beberapa prajurit Persia yang mempunyai bersamanya, tetapi pasukan Athena menawan sebagian akbar dari mereka, termasuk Artayktes.[167] Artayktes disalibkan atas permintaan masyarakat Elaios, sebuah kota yang pernah dijarah oleh Artayktes.[168] Setelah tidak mempunyai lagi urusan di Sestos, pasukan Athena pun berlayar pulang, dan tidak tidak mengindahkan mereka membawa tali dari jembatan ponton Persia sebagai trofi kemenangan atas Persia.[169]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Citra satelit yang menunjukkan pulau Siprus.

Siprus

Pada tahun 478 SM, kontrak persekutuan di Yunani sedang berjalan, dan mereka mengirim sebuah armada yang terdiri dari 20 kapal dari Peloponnesos serta 30 kapal Athena, dengan tujuan mendukung kota-kota sekutu yang banyaknya tidak diketahui. Armada itu dipimpin oleh Pausanias. Menurut Thukydides, armada ini berlayar ke Siprus dan "menduduki sebagian akbar pulau tersebut".[170] Tidak diketahui secara pasti apa maksud Thukydides. Sealey berpendapat bahwa ini pada dasarnya yaitu penyerangan bagi menjarah sebanyak mungkin harta dari garnisun Persia di Siprus.[171] Mempunyai dugaan bahwa pasukan Yunani berniat bagi menduduki pulau tersebut, dan tidak lama setelah itu, mereka berlayar ke Byzantion.[170] Yang jelas, fakta bahwa Liga Delos berulang kali memainkan kampanye militer di Siprus menunjukkan bahwa di pulau itu tidak dibangun garnisun oleh Yunani pada tahun 478 SM, dan jikapun mempunyai garnisun Yunani, maka probabilitas akbar garnisun itu dengan cepat ditolak.

Byzantion

Armada Yunani berlayar ke Byzantion, yang belakang mereka kepung, dan pada yang belakang sekalinya mereka kuasai.[170] Kendali atas Sestos dan Byzantion menjadikan pasukan Yunani mempunyai kuasa atas selat selang Eropa dan Asia (yang penah dilalui oleh Persia), dan memungkinkan mereka mengakses jalur perdagangan di Laut Hitam.[172]

Kesudahan suatu peristiwa dari pengepungan itu terbukti membawa persoalan bagi Pausanias. Tidak diketahui secara jelas apa yang terjadi; Thukydides memberi sedikit rincian, meskipun penulis pada masa selanjutnya menambahkan banyak tuduhan mengerikan.[172] Melewati arogansi dan sikap yang dibuatnya yang semena-mena (Thukydides menyebutnya "kekejaman"), Pausanias berhasil mengucilkan banyak kontingen pasukan Yunani, khusunya yang baru saja lepas sama sekali dari kekuasaan Persia.[171][172][173] Orang-orang Ionia dan beberapa lainnya menanti Athena bagi mengambil alih kepemimpinan kampanye, dan Athena menyetujui hal ini.[173] Sparta, setelah mengetahui perilaku Pausanias, segera memanggilnya dan mengadilinya atas tuduhan memainkan pekerjaan sama dengan musuh. Meskipun Pausanias dimerdekakan, tetapi reputasinya telah rusak dan dia tidak lagi diizinkan memimpin pasukan Yunani.[173]

Pausanias kembali ke Byzantion sebagai masyarakat negara pada tahun 477 SM, dan menduduki kota itu sampai dia ditolak oleh orang Athena. Dia lalu menyeberangi Bosporus dan bermukim di Kolonai di Troad, sampai belakang dia lagi-lagi dituduh memainkan pekerjaan sama dengan Persia. Dia dipanggil lagi ke Sparta dan kembali diadili. Setelah itu, dia membikin dirinya kelaparan sampai mati.[174] Waktu perihal jadinyanya tidak jelas, tetapi Pausanias mungkin menduduki Byzantion sampai tahun 470 SM.[174]

Peperangan Liga Delos (477–449 SM)

Peperangan Liga Delos

 

Eion – Skyros – Karystos – Naxos ketiga – Eurymedon – Thasos – Khersonesos – Pampremis – Memphis – Prosopitis – Mendision – Kition – Salamis di Siprus

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Athena dan "kekaisaran"nya pada tahun 431 SM. Kekaisaran Athena yaitu keturunan langsung dari Liga Delos.

Liga Delos

Setelah peristiwa Byzantion, Sparta diduga sangat mau mengehentikan keterlibatan mereka dalam perang. Sparta berpendapat bahwa dengan dimerdekakannya Yunani daratan dan kota-kota Yunani di Asia Kecil, maka tujuan perang telah tercapai. Selain itu, Sparta juga probabilitas merasa bahwa tidak mungkin memberi keamanan jangka panjang bagi kota-kota Yunani di Asia.[175] Setelah peristiwa di Mykale, Raja Sparta Leotykhides telah mengusulkan bagi memindahkan semua orang Yunani dari Asia Kecil ke Eropa sebagai satu-satunya metode yang permanen bagi memerdekakan mereka dari ancaman Persia. Xanthippos, komandan Athena di Mykale, secara keras menolak usulan ini. Kota-kota Ionia pada awalnya yaitu koloni Athena, dan menurutnya, orang Athenalah yang akan melindungi kota-kota Ionia.[175] Pada masa inilah, kepemimpinan pasukan Yunani mulai secara efektif beralih kepada Athena.[175] Dengan mundurnya Sparta dari Byzantion, kepemimpinan Athena atas pasukan Yunani semakin tampak jelas.

Persekutuan negara kota Yunani yang longgar yang telah berperang melawan invasi Xerxes, dulu didominasi oleh Sparta bersama Liga Peloponnesosnya. Kini dengan penarikan mundur Sparta dan sekutu-sekutunya, kongres negara kota kembali diselengarakan di Pulau Delos yang suci bagi membentuk sebuah persekutuan baru bagi melanjutkan perlawanan terhadap Persia. Persekutuan baru ini mencakup banyak negara kota di Aigea dan secara formal dibangun sebagai 'Persekutuan Athena Pertama', semakin diketahui sebagai Liga Delos. Menurut Thukydides, tujuan resmi liga ini yaitu bagi "membalas penderitaan dengan metode menghancurkan wilayah kaisar [Persia]".[176] Pada kenyataannya, tujuan ini dibagi menjadi tiga usaha utama—mempersiapkan invasi pada masa hadapan, memberi pembalasan kepada Persia, dan mengatur pembagian harta rampasan perang. Tiap anggotanya boleh memilih bagi menyediakan pasukan bersenjata atau membayar pajak, yang disimpan sebagai kas bersama; sebagian akbar negara kota memilih bagi membayar pajak.[176]

Kampanye melawan Persia

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Peta yang menunjukkan lokasi pertempuran yang dimainkan oleh Liga Delos, 477–449 SM

Sepanjang tahun 470-an SM, Liga Delos memainkan kampanye militer di Thrakia dan Aigea bagi menumpas sisa-sisa garnisun Persia dari daerah itu, terutama di bawah komando politisi Athena, Kimon.[177] Pada awal dekade selanjutnya, Kimon mulai memainkan kampanye militer di Asia Kecil, berupaya bagi menguatkan jabatan Yunani di sana.[178] Pada Pertempuran Eurymedon di Pamphylia, pasukan Athena dan armada sekutunya meraih kemenangan ganda yang sangat telak, mereka menghancurkan armada laut Persia dan belakang melabuhkan pasukan daratnya, yang juga berhasil mengalahkan pasukan darat Persia. Setelah pertempuran ini, pihak Persia pada dasarnya berperan semakin pasif dan defensif, mereka berupaya tidak terlalu mengambil risiko dalam pertempuran.[179]

Menjelang yang belakang sekali tahun 460-an SM, Athena menutuskan bagi menjalankan keputusan yang sangat ambisius, yaitu mendukung pemberontakan di kesatrapan Mesir di Kekaisaran Persia. Meskipun pasukan Yunani pada awalnya meraih kesuksesan, namun mereka tidak mampu menduduki garnisun Persia di Memphis, meskipun mereka telah mengepungnya selama tiga tahun.[180] Pasukan Persia lalu melancarkan serangan balik, dan kali ini giliran pasukan Athena yang dikepung selama 18 bulan, sebelum belakang disapu beres.[181] Kegagalan ini, ditambah dengan peperangan yang sedang berjalan melawan Sparta di Yunani, membikin Athena terpaksa membubarkan perseteruannya dengan Persia.[182] Akan tetapi, pada tahun 451 SM, sebuah kontrak damai disepakati di Yunani, sehingga Kimon dapat memimpin sebuah ekspedisi ke Siprus. Namun, ketika sedang mengepung Kota Kition, Kimon meninggal dan pasukan Athena terpaksa harus mundur, memenangkan kemenangan ganda lainnya pada Pertempuran Salamis-di-Siprus dengan tujuan menyelesaikan konflik ini.[183] Kampanye ini menandai yang belakang sekali peperangan selang Liga Delos dan Persia, dan sekaligus mengakhiri Perang Yunani-Persia.[184]

Kesepakatan damai

Setelah Pertempuran Salamis-di-Siprus, Thukydides tidak lagi menyebutkan konflik dengan Persia, dia hanya menuliskan bahwa pasukan Yunani pulang.[183] Diodoros, di lain pihak, mengklaim bahwa setelah peristiwa di Salamis, sebuah kontrak damai ("Perdamaian Kallias") disepakati oleh pihak Yunani dan Persia.[185] Diodoros barangkali mengikuti sejarah yang ditulis oleh Ephoros, yang diduga dipengaruhi oleh gurunya. Isokrates—yang darinya dipercaya mempunyai rujukan tertua mengenai perdamaian tersebut, pada tahun 380 SM.[18] Bahkan pada ratus tahun ke-4 SM, gagasan mengenai kontrak itu cukup kontroversial, dan dua penulis dari periode itu, yakni Kallisthenes dan Theopompos, tampak menolak terjadinya kontrak itu.[186]

Mempunyai probabilitas, sebelumnya pihak Athena telah pernah berupaya bernegosiasi dengan Persia. Plutarkhos berpendapat bahwa setelah peristiwa di Eurymedon, Artaxerxes setuju bagi menyelenggarakan kesepakatan damai dengan Yunani, bahkan kontrak itu dinamai dari nama utusan dari Athena, yaitu Kallias, yang terlibat dalam kontrak tersebut. Akan tetapi, seperti yang diakui oleh Plutarkhos, Kallisthenes menolak bahwa kontrak macam itu disepakati pada titik ini (sek. 466 SM).[179] Herodotos juga menyebutkan bahwa Athena diwakili oleh kallias, yang dikirim ke Susa bagi bernegosiasi dengan Artaxerxes.[187] Utusan ini mencakup beberapa perwakilan Argos dan dengan demikian barangkali terjadi sekitar 461 SM (setelah Athena bersekutu dengan Argos).[18] Utusan ini mungkin telah berupaya bagi sampai semacam kesepakatan damai, dan bahkan diduga bahwa kegagalan dari negosiasi ini berujung pada keputusan Athena bagi mendukung pemberontakan di Mesir.[188] Dengan demikian, sumber-sumber kuno pada umumnya saling lain argumen mengenai apakah benar-benar pernah terjadi kesepakatan damai. Dan jika memang terjadi, tanggal pastinyaa juga sedang diperdebatkan.

Para sejarawan modern juga lain pendapat; misalnya, Fine menerima pemikiran Perdamaian Kallias,[18] sedangkan Sealey menolaknya.[189] Holland menerima bahwa semacam diskusi terjadi selang Yunani dan Persia tetapi tidak pernah terjadi kesepakatan damai.[190] Fine berpendapat bahwa argumen Kallisthenes, yang menyangkal bahwa kontrak damai diciptakan setelah peristiwa Eurymedon, tidak menutupi probabilitas dimainkannya kontrak damai pada waktu lainnya. Semakin jauh lagi, Fine berpendapat bahwa Theopompos sebenarnya merujuk pada kontrak damai yang diduga telah ditawarkan dengan Persia pada tahun 432 SM.[18] Jika argumen ini aci, maka akan menghilangkan satu faktor yang menghalangi akbar terhadap penerimaan terjadinya kontrak damai. Bukti lainnya yang mendukung keadaan kontrak damai yaitu penarikan mundur Athena yang tiba-tiba dari Siprus pada tahun 449 SM, yang menurut Fine cukup masuk tipu daya jika dimainkan karena keadaan kontrak damai.[191] Di lain pihak, jika memang mempunyai kontrak damai, yaitu sangat aneh Thukydides tidak menyebutkannya. Dalam digresinya tentang pentekontaitia, tujuannya yaitu menjelaskan kebangkitan kekuasaan Athena. Dan dalam narasinya, Thukydides tidak tidak mengindahkan menguraikan keterlibatan para sekutu dari Liga Delos dalam perkembangan itu, berlaku jika mempunyai kontrak damai, tentu akan menjadi salah satu tahap penting dalam sejarah perkembangan Athena.[192] Mempunyai pula yang berpendapat bahwa mempunyai bagian-bagian dalam tulisan Thukydides yang merujuk pada kontrak damai.[18] Namun sampai kini tidak mempunyai kesepakatan di selang para sejarawan mengenai kontrak damai tersebut.

Jika kontrak itu benar-benar terjadi, intinya sangatlah memalukan bagi Persia, Naskah kuno yang memberi rincian kontrak itu cukup konsisten dalam menjabarkan ketentuan-ketentuan dalam kontrak terssebut, selang lain:[18][185][186]

  • Semua kota Yunani di Asia merdeka dari kekuasaan Persia
  • Satrap Persia (dan mungkin pasukan daratnya) tidak boleh memainkan perjalanan ke bidang barat dari Sungai Halys (menurut Isokrates) atau memainkan perjalanan semakin pendek dari sehari dengan mengguanakan kuda ke Laut Aigea (menurut Kallisthenes) atau memainkan perjalanan semakin pendek dari tiga hari dengan berlanjut kaki ke ke Laut Aigea (menurut Ephorus dan Diodoros).
  • Kapal perang Persia tidak boleh berlayar ke bidang barat Phaselis (di pesisir selatan Asia Kecil), atau ke bidang barat Tebing Kyanaia (kemungkinan di ujung selatan Bosporus, di pesisir utara Asia Kecil).
  • Jika semua syarat di atas dipatuhi oleh Persia, maka Athena tidak akan mengirim pasukan ke tanah yang diduduki oleh Persia.

Kesudahan suatu peristiwa dan konflik selanjutnya

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Fase-fase pada Perang Peoponnesos.

Menjelang yang belakang sekali konflik Yunani-Persia, babak yang mana Liga Delos menjadi Kekaisaran Athena telah semakin tampak.[190] Meskipun Yunani telah tidak lagi berperang dengan Persia, namun sekutu-sekutu Athena tetap diharuskan bagi mengirim kapal atau membayar uang kepada Athena.[192] Di Yunani, Perang Peloponnesos Pertama selang Athena dan Sparta, yang berjalan sejak tahun 460 SM dengan beberapa kali jeda, yang belakang sekalinya kesudahan suatu peristiwanya pada tahun 445 SM, dengan kontrak gencatan senjata bagi tiga puluh tahun selanjutnya.[193] Namun, perseturuan selang Sparta dan Athena tidak yang belakang sekalinya dan mereka kembali berperang 14 tahun belakang, bahkan sebelum gencatan senjata beres, dan ini menandai dimulainya Perang Peloponnesos Kedua.[194] Konflik yang menghancurkan ini, yang berjalan selama 27 tahun, pada yang belakang sekalinya berujung pada musnahnya kekuasaan Athena dan bubarnya Kekaisaran Athena. Ini juga menjadi awal dari hegemoni Sparta atas Yunani.[195] Akan tetapi, bukan hanya Athena yang menderita kesudahan suatu peristiwa perang ini, karena konflik ini secara signifikan telah melemahkan semua Yunani.[196]

Berulang kali dikalahkan dalam pertempuran oleh Yunani, dan direpotkan oleh banyak pemberontakan dalam negeri yang mengganggu kemampuan Persia melawan Yunani, yang belakang sekalinya setelah tahun 449 SM, Kaisar Artaxerxes I dan para penerusnya memakai metode yang lain, yaitu politik adu domba.[196] Persia tidak lagi secara langsung menyerang Yunani, melainkan berupaya membikin Athena berperang melawan Sparta. Persia secara rutin menyuap para politisi di Yunani bagi sampai tujuan mereka. Dengan metode ini, orang-orang Yunani sibuk berperang satu sama lain dan tidak lagi menaruh perhatian bagi menyerang Persia.[196] Tidak mempunyai konflik buka selang Yunani dan Persia sampai tahun 396 SM, ketika Raja Sparta Agesilaos menginvasi Asia Kecil, itu pun tidak lama. Seperti ditulis oleh Plutarkhos, orang Yunani terlalu sibuk melihat hancurnya daya mereka sendiri dan tidak mampu menyerang "orang barbar".[184]

Peperangan Liga Delos telah membikin beralihnya keseimbangan daya selang Yunani dan Persia, sehingga Yunani menjadi pihak yang semakin kuat. Tetapi selama setengah ratus tahun selanjutnya, konflik di Yunani telah membikin keseimbangan daya kembali beralih pada Persia. Persia memasuki Perang Peloponnesos pada tahun 411 SM, membentuk pakta pertahanan bersama dengan Sparta dan menggabungkan tingkatan laut mereka bagi melawan Athena. Sebagai balasan atas bantuannya, Persia kembali mendapat kendali atas Ionia.[197] Pada tahun 404 SM, ketika Koresh Muda berupaya menduduki takhta Persia, dia merekrut 13.000 tentara bayaran Yunani dari semua dunia Yunani, dan Sparta sendiri mengirim 700–800 prajurit, percaya bahwa mereka mengikuti kontrak dan tidak menyadari tujuan utama pasukan itu.[198] Setelah Koresh gagal, Persia kembali mencoba bagi menduduki kota-kota Ionia, yang memberontak selama Persia sibuk melawan Koresh. Kota-kota Ionia menolak menyerah dan menanti bantuan kepada Sparta, dan Sparta memberi bantuan pada tahun 396–395 SM.[199] Namun, Athena memihak Persia, sehingga dimulai lagi konflik berskala akbar di Yunani, yaitu Perang Korinthos. Menjelang yang belakang sekali konflik ini, pada tahun 387 SM, Sparta menanti bantuan Persia bagi mendukung jabatannya. Melewati "Perdamaian Kaisar", yang mengakhiri perang itu, Kaisar Artaxerxes II berhasil mendapat kembali kota-kota Yunani di Asia Kecil dari pihak Sparta, sebagai balasan yang mana Persia mengancam akan menyatakan perang kepada kota Yunani manapun yang tidak bersedia berbaik.[200] Kontrak ini memalukan bagi Yunani, dan juga membikin Yunani kehilangan hampir semua yang telah diraih pada seabad sebelumnya. Dengan kontrak ini, Sparta menyerahkan kota-kota Yunani di Asia Kecil kepada Persia supaya Sparta tetap dapat menjaga hegemoninya di Yunani.[201] Setelah kontrak inilah, orang-orang Yunani mulai menyebut-nyebut tentang Perdamaian Kallias (entah fiktif atau bukan). Pada titik ini, Perdamaian Kallias menjadi kebalikan dari Perdamaian Kaisar. Perdamaian Kallias disebut sebagai contoh yang menyenangkan pada "masa lalu yang jaya" ketika Yunani berhasil memerdekakan Aigea dari kekuasaan Persia melewati Liga Delos.[18] Konfrontasi terakhir selang dunia Yunani melawan Kekaisaran Persia Akhemeniyah terjadi hanya 53 tahun belakang, ketika pasukan Aleksander Luhur menyeberang ke Asia, menandai dimulainya apa yang kelak akan yang belakang sekalinya dengan penghancuran Persepolis dan kejatuhan Kekaisaran Persia Akhemeniyah.

Lihat pula

  • Sejarah Yunani
  • Sejarah Iran

Catatan kaki

^ i: Jangka waktu terjadinya "Perang Yunani-Persia" berbeda-beda menurut beberapa argumen, dan penggunaan istilah "Perang Yunani-Persia" juga bervariasi di selang para akademisi sejarah; Pemberontakan Ionia dan Peperangan Liga Delos kadang-kadang tidak diikutsertakan. Artikel ini mencakup jangkauan maksimum dari Perang Yunani-Persia.
^ ii: Bukti arkeologi bagi Panionion sebelum ratus tahun ke-6 SM yaitu kurang kuat, dan probabilitas kuil ini yaitu perkembangan pada masa selanjutnya.[202]
^ iii: Meskipun secara historis kurang tepat, tetapi legenda tentang seorang pembawa pesan Yunani yang berlari ke Athena bagi menyampaikan berita kemenangan, menjadi inspirasi bagi keaktifan olahraga, yang diperkenalkan pada Olimpiade Athena 1896, dan pada awalnya balapan dimainkan dari Marathon ke Athena.[203]

Referensi

  1. ^ Encyclopaedia Britannica: Greco-Persian Wars
  2. ^ Ehrenberg, Victor (2011). From Solon to Socrates: Greek History and Civilization During the 6th and 5th Centuries BC (ed. 3). Abingdon, England: Routledge. hlm. 99–100. ISBN 978-0-41558487-6. 
  3. ^ Cicero, Mengenai Hukum I, 5
  4. ^ a b c Holland, hlm. xvi–xvii.
  5. ^ Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, e.g.I, 22
  6. ^ a b Finley, hlm. 15.
  7. ^ Holland, hlm. xxiv.
  8. ^ a b Holland, hlm. 377
  9. ^ Fehling, hlm. 1–277.
  10. ^ Finley, hlm. 16.
  11. ^ Kagan, hlm. 77.
  12. ^ Sealey, hlm. 264.
  13. ^ Fine, hlm. 336.
  14. ^ Finley, hlm. 29–30.
  15. ^ a b Sealey, hlm. 248.
  16. ^ Fine, hlm. 343
  17. ^ misalnya Themistokles bab 25 mempunyai rujukan ;langsung kepada Thukydides I, 137
  18. ^ a b c d e f g h Fine, hlm. 360.
  19. ^ Green, Greek History 480–431 BC, hlm. 1–13.
  20. ^ Roebuck, hlm. 2
  21. ^ Traver, hlm. 115–116.
  22. ^ a b c Herodotos I, 42–151
  23. ^ Thukydides I, 12
  24. ^ Snodgrass, hlm. 373–376
  25. ^ Thomas & Contant, hlm. 72–73
  26. ^ Osborne, hlm. 35–37
  27. ^ Herodotos I, 142
  28. ^ Herodotos I, 143
  29. ^ Herodotos I, 148
  30. ^ Herodotos I, 22
  31. ^ Herodotos I, 74–75
  32. ^ Herodotos I, 26
  33. ^ a b Holland, hlm. 9–12.
  34. ^ Herodotos I, 53
  35. ^ Holland, hlm. 13–14.
  36. ^ a b Herodotos I, 141
  37. ^ Herodotos I, 163
  38. ^ Herodotos I, 164
  39. ^ Herodotos I, 169
  40. ^ a b c d e Holland, hlm. 147–151.
  41. ^ a b Fine, hlm. 269–277.
  42. ^ a b Holland, hlm. 155–157.
  43. ^ a b c d e Lazenby, pp23–29
  44. ^ a b c d e f Lazenby, hlm. 256
  45. ^ Holland, hlm196
  46. ^ Farrokh, hlm. 76
  47. ^ Lazenby, hlm232
  48. ^ Holland, pp69–72
  49. ^ Holland, hlm. 217
  50. ^ Lazenby, hlm. 227–228
  51. ^ a b Lazenby, hlm34–37
  52. ^ a b Herodotos VII, 89
  53. ^ Herodotos VI, 9
  54. ^ a b Holland, hlm. 153–154.
  55. ^ Herodotos V, 31
  56. ^ Herodotos V, 33
  57. ^ Herodotos V, 100–101
  58. ^ Herodotos V, 102
  59. ^ Herodotos V, 116
  60. ^ Herodotos V, 117
  61. ^ Herodotos V, 121
  62. ^ Boardman et al, hlm. 481–490.
  63. ^ Herodotos VI, 6
  64. ^ Herodotos VI, 8–16
  65. ^ Herodotos lhttp://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.19 VI, 19]
  66. ^ Herodotos VI, 25
  67. ^ Herodotos VI, 31–33
  68. ^ a b c Holland, hlm. 175–177.
  69. ^ a b Holland, hlm. 177–178.
  70. ^ Herodotos VI, 43
  71. ^ Holland, hlm. 153.
  72. ^ a b Herodotos VI, 44
  73. ^ Herodotos VI, 45
  74. ^ a b Herodotos VI 48
  75. ^ a b Holland, hlm. 181–183.
  76. ^ Lind. Chron. D 1-59 in Higbie (2003)
  77. ^ a b Holland, hlm. 183–186.
  78. ^ a b Herodotos VI, 96
  79. ^ Herodotos VI, 100
  80. ^ a b c d Herodots VI, 101
  81. ^ Herodotos [httpo//www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+6.102 VI, 102]
  82. ^ Lazenby, hlm. 59–62.
  83. ^ a b Holland, hlm. 195–197.
  84. ^ Herodotos VI, 117
  85. ^ Herodotos VI, 115
  86. ^ Herodotos VI, 116
  87. ^ a b Holland, hlm. 202–203.
  88. ^ Holland, hlm. 206–208.
  89. ^ a b Holland, hlm. 208–211.
  90. ^ Holland, hlm. 213–214.
  91. ^ Herodotos VII, 7
  92. ^ Herodotos VII, 150
  93. ^ Herodotos VII,6
  94. ^ Holland, hlm. 225.
  95. ^ Holland, hlm. 263.
  96. ^ Herodotos VII, 62-80
  97. ^ Herodotos VII, 26
  98. ^ Herodotos VII, 37
  99. ^ Herodotos VII, 35
  100. ^ de Souza, hlm. 41.
  101. ^ Köster (1934)
  102. ^ Holland, hlm. 320.
  103. ^ a b Lazenby, hlm. 93–94.
  104. ^ Green, hlm. 61.
  105. ^ Burn, hlm. 331.
  106. ^ a b c d e Holland, hlm. 214–217.
  107. ^ Holland, hlm. 217–219.
  108. ^ a b Plutarkhos, Themistokles, 4
  109. ^ a b c d e Holland, hlm. 219–222.
  110. ^ a b c Fine, hlm. 292
  111. ^ Plutarkhos, Themistokles, 5
  112. ^ Holland, hlm. 223–224.
  113. ^ Herodotos VII, 239
  114. ^ How & Wells, catatan bagi Herodotos VII, 239
  115. ^ Herodotos VII, 32
  116. ^ Herodoto VII, 145
  117. ^ Herodotos, VII, 148
  118. ^ Herodotos VII, 160
  119. ^ Holland, hlm. 226.
  120. ^ Herodotos VII, 100
  121. ^ Holland, hlm. 248–249.
  122. ^ a b Herodotos VII, 173
  123. ^ Holland hlm. 255–257.
  124. ^ Herodotos VIII, 40
  125. ^ a b c Holland, hlm. 257–259.
  126. ^ Holland, hlm. 262–264.
  127. ^ Herodotos VII, 210
  128. ^ Holland, hlm. 274.
  129. ^ Herodotos VII, 223
  130. ^ Herodotos VIII, 2
  131. ^ Herodotos VIII, 21
  132. ^ Herodotos VIII, 41
  133. ^ Holland, hlm. 300.
  134. ^ Holland, hlm. 305–306
  135. ^ a b Holland, hlm. 327–329.
  136. ^ Holland, hlm. 308–309
  137. ^ Holland, hlm. 303.
  138. ^ Herodotos VIII, 63
  139. ^ Holland, hlm. 310–315
  140. ^ Herodotos VIII, 89
  141. ^ Holland, hlm. 320–326.
  142. ^ Herodotos VIII, 97
  143. ^ Herodotos VIII, 100
  144. ^ a b Holland, hlm. 333–335.
  145. ^ a b Holland, hlm. 336–338.
  146. ^ Herodotos IX, 7
  147. ^ Herodotos IX, 10
  148. ^ Holland, hlm. 339.
  149. ^ a b c Holland, hlm. 342–349.
  150. ^ Herodotos IX, 59
  151. ^ Herodotos IX, 62
  152. ^ Herodotos IX, 63
  153. ^ Herodotos IX, 66
  154. ^ Herodotos IX, 65
  155. ^ Holland, hlm. 350–355.
  156. ^ Herodotos IX, 100
  157. ^ Holland, hlm. 357–358.
  158. ^ Dandamaev, hlm. 223
  159. ^ Lazenby, hlm. 247.
  160. ^ Herodotos IX, 104
  161. ^ Thukydides I, 89
  162. ^ a b c Herodotos IX, 114
  163. ^ Herodotos IX, 115
  164. ^ Herodotos IX, 116
  165. ^ Herodotos IX, 117
  166. ^ a b c Herodotos +9.118 IX, 118
  167. ^ a b Herodotos IX, 119
  168. ^ Herodotos IX, 120
  169. ^ Herodotos IX, 121
  170. ^ a b c Thukydides I, 94
  171. ^ a b Sealey, hlm. 242
  172. ^ a b c Fine, hlm. 331.
  173. ^ a b c Thukydides I, 95
  174. ^ a b Fine, hlm. 338–339.
  175. ^ a b c Holland, hlm. 362.
  176. ^ a b Thukydides I, 96
  177. ^ Sealey, hlm. 250.
  178. ^ Plutarkhos, Kimon, 12
  179. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 13
  180. ^ Thukydides I, 104
  181. ^ ThukydidesI, 109
  182. ^ Sealey, hlm. 271–273.
  183. ^ a b Thukydides http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Thuc.+1.112 I, 112]
  184. ^ a b Plutarkhos, Kimon, 19
  185. ^ a b Diodoros XII, 4
  186. ^ a b Sealey, hlm. 280.
  187. ^ Herodotos VII, 151
  188. ^ Kagan, hlm. 84.
  189. ^ Sealey, hlm. 281.
  190. ^ a b Holland, hlm. 366.
  191. ^ Fine, hlm. 363.
  192. ^ a b Sealey, phlm 282.
  193. ^ Kagan, hlm. 128.
  194. ^ Holland, hlm. 371.
  195. ^ Xenophon, Hellenika II, 2
  196. ^ a b c Dandamaev, hlm. 256.
  197. ^ Rung, hlm. 36.
  198. ^ Xenophon, Hellenika III, 1
  199. ^ Xenophon, Hellenika III, 2–4
  200. ^ Xenophon, Hellenika V, I
  201. ^ Dandamaev, hlm. 294
  202. ^ Hall, hlm. 68
  203. ^ Holland, hlm. 198.

Sumber

Sumber kuno

  • Herodotos, Historia (terjemahan Godley, 1920)
    • Uraian: W.W. How, J. Wells (1990). A commentary on Herodotus. Oxford University Press. ISBN 0198721390. 
  • Thukydides, Sejarah Perang peloponnesos
  • Xenophon, Anabasis, Hellenika
  • Plutarkhos, Kehidupan Paralel; Themistokles, Aristides, Perikles, Kimon
  • Diodoros Sikolos, Bibliotheke historika
  • Cornelius Nepos, Kehidupan Komandan Hebat; Miltiades, Themistokles

Sumber modern

  • Boardman J, Bury JB, Cook SA, Adcock FA, Hammond NGL, Charlesworth MP, Lewis DM, Baynes NH, Ostwald M & Seltman CT (1988). The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Burn, A.R. (1985). "Persia and the Greeks". In Ilya Gershevitch, ed. The Cambridge History of Iran, Volume 2: The Median and Achaemenid Periods The Cambridge Ancient History, vol. 5. Cambridge University Press. ISBN 0521228042. 
  • Dandamaev, M. A. (1989). A political history of the Achaemenid empire (translated by Willem Vogelsang). BRILL. ISBN 9004091726. 
  • de Souza, Philip (2003). The Greek and Persian Wars, 499-386 BC. Osprey Publishing, (ISBN 1-84176-358-6)
  • Farrokh, Keveh (2007). Shadows in the Desert: Ancient Persia at War. Osprey Publishing. ISBN 1846031087. 
  • Fine, John Van Antwerp (1983). The ancient Greeks: a critical history. Harvard University Press. ISBN 0674033140. 
  • Finley, Moses (1972). "Introduction". Thucydides – History of the Peloponnesian War (translated by Rex Warner). Penguin. ISBN 0140440399. 
  • Green, Peter (2006). Diodorus Siculus – Greek history 480–431 BC: the alternative version (translated by Peter Green). University of Texas Press. ISBN 0292712774. 
  • Green, Peter (1996). The Greco-Persian Wars. University of California Press. ISBN 0520205731. 
  • Hall, Jonathon (2002). Hellenicity: between ethnicity and culture. University of Chicago Press. ISBN 0226313298. 
  • Higbie, Carolyn (2003). The Lindian Chronicle and the Greek Creation of their Past. Oxford University Press. ISBN 0-19-924191-0. 
  • Holland, Tom (2006). Persian Fire: The First World Empire and the Battle for the West. Abacus. ISBN 0385513119. 
  • Kagan, Donald (1989). The Outbreak of the Peloponnesian War. Cornell University Press. ISBN 0801495563. 
  • Köster, A.J. (1934). "Studien zur Geschichte des Antikes Seewesens". Klio Belheft 32. 
  • Lazenby, JF (1993). The Defence of Greece 490–479 BC. Aris & Phillips Ltd. ISBN 0856685917. 
  • Osborne, Robin (1996). Greece in the making, 1200-479 BC. Routledge. ISBN 041503583 . 
  • Roebuck, R (1987). Cornelius Nepos – Three Lives. Bolchazy-Carducci Publishers. ISBN 0865162077. 
  • Rung, Eduard (2008). "Diplomacy in Graeco-Persian relations". In de Souza, P & France, J. War and peace in ancient and medieval history. University of California Press. ISBN 052181703X. 
  • Sealey, Raphael (1976). A history of the Greek city states, ca. 700-338 B.C. University of California Press. ISBN 0520031776. 
  • Snodgrass, Anthony (1971). The dark age of Greece: an archaeological survey of the eleventh to the eighth centuries BC. Routledge. ISBN 041593635 . 
  • Carol G. Thomas, Craig Conant (2003). Citadel to City-State: The Transformation of Greece, 1200-700 B.C.E. Indiana University Press. ISBN 0253216028. 
  • Traver, Andrew (2002). From polis to empire, the ancient world, c. 800 B.C.-A.D. 500: a biographical dictionary. Greenwood Publishing Group. ISBN 0313309426. 

Pranala luar

Wikidata: Greco–Persian Wars


edunitas.com


Page 6

Tags (tagged): perang yunani italia, unkris, perang, yunani, italia, yunani italia, center vertical align, middle bagian, dari, kampanye balkan, visconti, prasca ubaldo, soddu, ugo cavallero alexander, hingga 23, april, 1941 perang menandai, dimulainya kampanye, 28, october italian order, of battle, commando, supremo, center of, studies dalam, tahun, 1941 sejarah yunani, dalam perang, dunia, ii perang yunani, perang yunani, program kuliah, pegawai, kelas, weekend, center, of, studies, kelas eksekutif, indonesian encyclopedia, encyclopedia


Page 7

Tags (tagged): perang yunani italia, unkris, perang, yunani, italia, yunani italia, center vertical align, middle bagian, dari, kampanye balkan, visconti, prasca ubaldo, soddu, ugo cavallero alexander, hingga 23, april, 1941 perang menandai, dimulainya kampanye, 28, october italian order, of battle, commando, supremo, center of, studies dalam, tahun, 1941 sejarah yunani, dalam perang, dunia, ii perang yunani, perang yunani, program kuliah, pegawai, kelas, weekend, center, of, studies, kelas eksekutif, indonesian encyclopedia, encyclopedia


Page 8

Tags (tagged): perang yunani italia, unkris, perang, yunani, italia, yunani italia, center vertical align, middle bagian, dari, kampanye balkan, visconti, prasca ubaldo, soddu, ugo cavallero alexander, hingga 23, april, 1941 perang menandai, dimulainya kampanye, 28, october italian order, of battle, commando, supremo, pusat ilmu, pengetahuan dalam, tahun, 1941 sejarah yunani, dalam perang, dunia, ii perang yunani, perang yunani, program kuliah, pegawai, kelas, weekend, pusat, ilmu, pengetahuan, kelas eksekutif, ensiklopedi bahasa, indonesia, ensiklopedia


Page 9

Tags (tagged): perang yunani italia, unkris, perang, yunani, italia, yunani italia, center vertical align, middle bagian, dari, kampanye balkan, visconti, prasca ubaldo, soddu, ugo cavallero alexander, hingga 23, april, 1941 perang menandai, dimulainya kampanye, 28, october italian order, of battle, commando, supremo, pusat ilmu, pengetahuan dalam, tahun, 1941 sejarah yunani, dalam perang, dunia, ii perang yunani, perang yunani, program kuliah, pegawai, kelas, weekend, pusat, ilmu, pengetahuan, kelas eksekutif, ensiklopedi bahasa, indonesia, ensiklopedia


Page 10

Perang Dunia II
4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Searah jarum jam dari kiri atas: Pasukan Cina pada Pertempuran Wanjialing, Meriam 25-pounder Australia pada Pertempuran El Alamein Pertama, pesawat pengebom Stuka Jerman di Front Timur musim dingin 1943–1944, pasukan AL Amerika Serikat di Teluk Lingayen, Wilhelm Keitel menandatangani Instrumen Penyerahan Diri Jerman, tentara Soviet pada Pertempuran Stalingrad
Pihak yang terlibat
Sekutu

Uni Soviet (1941–45)[nb 1]
Amerika Serikat (1941–45)
Imperium Britania
Cina (at war 1937–45)
Perancis[nb 2]
Polandia
Kanada
Australia
Selandia Baru
 Afrika Selatan
 Yugoslavia (1941–45)
 Yunani (1940–45)
Norwegia (1940–45)
Belanda (1940–45)
Belgia (1940–45)
 Cekoslowakia
 Brasil (1942–45)
...... dan sebagainya

Negara klien dan boneka
Filipina (1941–45)
Mongolia (1941–45)
...... dan sebagainya

Poros

 Jerman
 Kekaisaran Jepang (at war 1937–45)
 Italia (1940–43)
 Hongaria (1940–45)
 Rumania (1941–44)
 Bulgaria (1941–44)

Pihak terlibat
Finlandia (1941–44)
Thailand (1942–45)
 Irak (1941)

Negara klien dan bonekaManchukuo

Republik Sosial Italia (1943–45)


 Kroasia (1941–45) Slowakia

...... dan sebagainya

KomandanPimpinan Sekutu

Winston Churchill Franklin D. Roosevelt

Joseph Stalin


Chiang Kai-shek
...... dan sebagainyaPimpinan Poros

Adolf Hitler
Hirohito
Benito Mussolini
...... dan sebagainya

KorbanKorban militer:Semakin dari 16.000.000

Korban sipil:

Semakin dari 45.000.000

Total korban:


Semakin dari 61.000.000 (1937–45)
...... semakin lanjutKorban militer:Semakin dari 8.000.000

Korban sipil:

Semakin dari 4.000.000

Total korban:


Semakin dari 12.000.000 (1937–45)
...... semakin lanjut

Templat:Topik Perang Dunia II

Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2), yaitu suatu perang global yang berlanjut mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan sangat jumlah negara di dunia —termasuk semua daya luhur—yang pada penghabisannya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini yaitu perang terluas dalam sejarah yang melibatkan semakin dari 100 juta orang di bermacam pasukan militer Dalam situasi "perang total", negara-negara luhur memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya bagi keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan selang sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal masyarakat sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.[1]

Kekaisaran Jepang berupaya mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Cina pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang ditemani serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania. Sejak penghabisan 1939 sampai permulaan 1941, dalam serangkaian kampanye dan kontrak, Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian luhur benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya daya luhur Sekutu yang terus bertempur melawan blok Poros, dengan menyelenggarakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan membukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian luhur pasukan militer Poros sampai penghabisan perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian luhur Pasifik Barat.

Serbuan Poros beristirahat tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam bermacam pertempuran laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melewati serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet menduduki kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa habis dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan Tingkatan Laut Jepang dan menempati beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang. Uni Soviet yang belakang sekali mengikuti melewati negosiasi dengan menyalakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.

Perang Dunia II mengubah haluan politik dan susunan sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan bagi memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para daya luhur yang yaitu pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[3] Uni Soviet dan Amerika Serikat muncnul bagi daya super yang saling bersaingan dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan luhur Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Biasanya negara yang industrinya terkena dampak buruk muali menjlaani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul bagi upaya bagi menstabilkan hubungan pascaperang.

Kronologi

Permulaan terjadinya perang umumnya disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan invasi Jerman ke Polandia; Britania dan Perancis menyalakan perang terhadap Jerman dua hari yang belakang sekali. Tanggal lain mengenai permulaan perang ini yaitu dimulainya Perang Cina-Jepang Kedua pada 7 Juli 1937.[4][5]

Lainnya mengikuti sejarawan Britania Raya A. J. P. Taylor, yang percaya bahwa Perang Cina-Jepang dan perang di Eropa beserta koloninya terjadi bersamaan dan dua perang ini bergabung pada tahun 1941. Artikel ini memakai penanggalan konvesional. Tanggal-tanggal permulaan lainnya yang sering dipakai bagi Perang Dunia II juga meliputi invasi Italia ke Abisinia pada tanggal 3 Oktober 1935.[6] Sejarawan Britania raya Antony Beevor memandang permulaan Perang Dunia Kedua terjadi ketika Jepang menyerbu Manchuria bulan Agustus 1939.[7]

Tanggal pasti penghabisan perang juga tidak disetujui secara universal. Dari dulu dikatakan bahwa perang habis ketika gencatan senjata 14 Agustus 1945 (V-J Day), alih-alih penyerahan diri formal Jepang (2 September 1945); di sejumlah teks sejarah Eropa, perang ini habis pada V-E Day (8 Mei 1945). Meski begitu, Kontrak Damai dengan Jepang baru ditandatangani pada tahun 1951,[8] dan dengan Jerman pada tahun 1990.[9]

Latar belakangan

Perang Dunia I menciptakan perubahan luhur pada peta politik, dengan kekalahan Blok Sentral, termasuk Austria-Hongaria, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah; dan perebutan kekuasaan oleh Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Sementara itu, negara-negara Sekutu yang menang seperti Perancis, Belgia, Italia, Yunani, dan Rumania memperoleh wilayah baru, dan negara-negara baru tercipta setelah runtuhnya Austria-Hongaria, Kekaisaran Rusia, dan Kesultanan Utsmaniyah.

Meski muncul gerakan pasifis setelah perang,[10][11] kekalahan ini masih menciptakan nasionalisme iredentis dan revanchis pemain utama di sejumlah negara Eropa. Iredentisme dan revanchisme punya pengaruh kuat di Jerman karena kehilangan teritori, koloni, dan keuangan yang luhur dampak Kontrak Versailles. Menurut kontrak ini, Jerman kehilangan 13 prosen wilayah dalam negerinya dan seluruh koloninya di luar negeri, sementara Jerman dilarang menganeksasi negara lain, harus membayar biaya perbaikan perang, dan membatasi ukuran dan kemampuan tingkatan bersenjata negaranya.[12] Pada ketika yang sama, Perang Saudara Rusia habis dengan terbentuknya Uni Soviet.[13]

Kekaisaran Jerman usai melewati Revolusi Jerman 1918–1919 dan suatu pemerintahaan demokratis yang yang belakang sekali dikenal dengan nama Republik Weimar diwujudkan. Periode antarperang melibatkan kerusuhan selang pendukung republik baru ini dan penentang garis keras atas sayap kanan maupun kiri. Meskipun Italia antaraku sekutu Entente berhasil menduduki sejumlah wilayah, kaum nasionalis Italia marah mengetahui janji-janji Britania dan Perancis yang menjamin masuknya Italia ke kancah perang tidak dipenuhi dengan penyelesaian damai. Sejak 1922 sampai 1925, gerakan Fasis pimpinan Benito Mussolini berkuasa di Italia dnegan programa nasionalis, totalitarian, dan kolaborasionis kelas yang menghapus demokrasi perwakilan, penindasan sosialis, kaum sayap kiri dan liberal, dan mengejar kebijakan luar negeri sifat menyerang yang berupaya membawa Italia bagi daya dunia—"Kekaisaran Romawi Baru".[14]

Di Jerman, Partai Nazi yang dipimpin Adolf Hitler berupaya mendirikan pemerintahan fasis di Jerman. Setelah Depresi Luhur dimulai, dukungan dalam negeri bagi Nazi meningkat dan, pada tahun 1933, Hitler ditunjuk bagi Kanselir Jerman. Setelah kebakaran Reichstag, Hitler menciptakan negara satu partai totalitarian yang dipimpin Partai Nazi.[15]

Parati Kuomintang (KMT) di Cina melancarkan kampanye penyatuan melawan panglima perang regional dan secara nominal berhasil menyatukan Cina pada pertengahan 1920-an, tetapi langsung terlibat dalam perang saudara melawan bekas sekutunya yang komunis.[16] Pada tahun 1931, Kekaisaran Jepang yang semakin militaristik, yang sudah lama berupaya memengaruhi Cina[17] bagi tahap pertama dari apa yang disebut pemerintahnya bagi hak bagi menguasai Asia, memakai Insiden Mukden bagi argumen melancarkan invasi ke Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchukuo.[18]

Terlalu lemah melawan Jepang, Cina berkeinginan bantuan Liga Bangsa-Bangsa. Jepang menarik diri dari Liga Bangsa-Bangsa setelah dikecam atas tingkah laku yang dibuatnya terhadap Manchuria. Kedua negara ini yang belakang sekali bertempur di Shanghai, Rehe, dan Hebei sampai Gencatan Senjata Tanggu ditandatangani tahun 1933. Setelah itu, pasukan voluntir Cina melanjutkan pemberontakan terhadap serangan Jepang di Manchuria, dan Chahar dan Suiyuan.[19]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Benito Mussolini (kiri) dan Adolf Hitler (kanan)

Adolf Hitler, setelah upaya gagal menggulingkan pemerintah Jerman tahun 1923, menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933. Ia menghapus demokrasi, menciptakan revisi orde baru radikal dan rasis, dan segera memulai kampanye persenjataan kembali.[20] Sementara itu, Perancis, bagi melindungi aliansinya, memberikan Italia kemudi atas Ethiopia yang diinginkan Italia bagi yang dijajah kolonialnya. Situasi ini memburuk pada permulaan 1935 ketika Teritori Cekungan Saar dengan sah bersatu kembali dengan Jerman dan Hitler menolak Kontrak Versailles, mempercepat program persenjataan kembalinya dan memperkenalkan harus militer.[21]

Menanti mencegah Jerman, Britania Raya, Perancis, dan Italia membentuk Front Stresa. Uni Soviet, khawatir akan kehendak Jerman mencaplok wilayah lebar di Eropa Timur, menciptakan kontrak bantuan bersama dengan Perancis. Sebelum diberlakukan, pakta Perancis-Soviet ini perlu melewati birokrasi Liga Bangsa-Bangsa, yang pada landasannya menjadikannya tidak berguna.[22][23] Akan tetapi, pada bulan Juni 1935, Britania Raya menciptakan kontrak laut independen dengan Jerman, sehingga melonggarkkan batasan-batasan sebelumnya. Amerika Serikat, setelah mempertimbangkan peristiwa yang terjadi di Eropa dan Asia, mengesahkan Undang-Undang Netralitas pada bulan Agustus.[24] Pada bulan Oktober, Italia menginvasi Ethiopia, dan Jerman yaitu satu-satunya negara luhur Eropa yang mendukung tingkah laku yang dibuat tersebut. Italia langsung menarik keberatannya terhadap tingkah laku yang dibuat Jerman menganeksasi Austria.[25]

Hitler menolak Kontrak Versailles dan Locarno dengan meremiliterisasi Rhineland pada bulan Maret 1936. Ia memperoleh sedikit tanggapan dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[26] Ketika Perang Saudara Spanyol pecah bulan Juli, Hitler dan Mussolini mendukung pasukan Nasionalis yang fasis dan otoriter dalam perang saudara mereka melawan Republik Spanyol yang didukung Soviet. Kedua pihak memakai konflik ini bagi menguji senjata dan cara peperangan baru,[27] habis dengan kemenangan Nasionalis pada permulaan 1939. Bulan Oktober 1936, Jerman dan Italia membentuk Poros Roma-Berlin. Sebulan yang belakang sekali, Jerman dan Jepang menandatangani Pakta Anti-Komintern, namun kelak ditemani Italia pada tahun berikutnya. Di cina, setelah Insiden Xi'an, pasukan Kuomintang dan komunis menyetujui gencatan senjata bagi membentuk front bersatu dan sama-sama melawan Jepang.[28]

Sebelum perang

Invasi Italia ke Ethiopia (1935)

Perang Italia-Abisinia Kedua yaitu perang kolonial singkat mulai bulan Oktober 1935 sampai Mei 1936. Perang ini terjadi selang tingkatan bersenjata Kerajaan Italia (Regno d'Italia) dan tingkatan bersenjata Kekaisaran Ethiopia (juga disebut Abisinia). Perang ini habis dengan pendudukan militer di Ethiopia dan aneksasinya ke koloni baru Afrika Timur Italia (Africa Orientale Italiana, atau AOI); selain itu, perang ini membuka kelemahan Liga Bangsa-Bangsa bagi daya pelindung perdamaian. Adil Italia dan Ethiopia yaitu negara anggota, tetapi Liga ini tidak berbuat apa-apa ketika negara pertama jelas-jelas melanggar Artikel X yang dibuat oleh Liga ini.[29]

Perang Saudara Spanyol (1936-39)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Reruntuhan Guernica setelah dibom.

Jerman dan Italia memberi dukungan bagi kebangkitan Nasionalis yang dipimpin Jenderal Francisco Franco di Spanyol. Uni Soviet mendukung pemerintah yang sudah berdiri, Republik Spanyol, yang mempunyai kecenderungan sayap kiri. Adil Jerman dan Uni Soviet memakai perang proksi ini bagi kesempatan menguji senjata dan taktik baru mereka. Pengeboman Guernica yang disengaja oleh Legiun Condor Jerman pada April 1937 berkontribusi pada kekhawatiran bahwa perang luhur selanjutnya akan melibatkan serangan bom teror besar-besaran terhadap masyarakat sipil.[30][31]

Invasi Jepang ke Cina (1937)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Sarang senjata mesin Cina pada Pertempuran Shanghai, 1937.

Pada bulan Juli 1937, Jepang mencaplok bekas ibu kota kekaisaran Cina Beijing setelah memulai Insiden Jembatan Marco Polo, yang menjadi batu pijakan kampanye Jepang bagi menjajah seluruh wilayah Cina.[32] Uni Soviet segera menandatangani pakta non-agresi dengan Cina bagi memberi dukungan materiil yang secara efektif mengakhiri kerja sama Cina dengan Jerman sebelumnya. Generalissimo Chiang Kai-shek mengerahkan pasukan terbaiknya bagi mempertahankan Shanghai, tetapi setelah tiga bulan bertempur, Shanghai jatuh. Jepang terus menekan pasukan Cina, mencaplok ibu kota Nanking pada Desember 1937 dan memainkan Pembantaian Nanking.

Pada bulan Juni 1938, pasukan Jepang menghentikan serbuan Jepang dengan membanjiri Sungai Kuning; manuver ini memberikan waktu bagi Cina bagi mempersiapkan pertahanan di Wuhan, namun kota ini berhasil direbut pada bulan Oktober.[33] Kemenangan militer Jepang gagal menghentikan pemberontakan Cina yang menjadi tujuan Jepang. Pemerintahan Cina pindah ke pedalaman di Chongqing dan melanjutkan perang.[34]

Invasi Jepang ke Uni Soviet dan Mongolia (1938)

Pada tanggal 29 Juli 1938, Jepang menyerbu Uni Soviet dan kalah di Pertempuran Danau Khasan. Meski pertempuran tersebut dimenangkan Soviet, Jepang menyebutnya seri dan buntu, dan pada tanggal 11 Mei 1939, Jepang memutuskan memindahkan perbatasan Jepang-Mongolia sampai Sungai Khalkhin Gol melewati pemaksaan. Setelah serangkaian keberhasilan permulaan, serangan Jepang di Mongolia digagalkan oleh Pasukan Merah yang menandakan kekalahan luhur pertama Tingkatan Darat Kwantung Jepang.[35][36]

Pertempuran ini meyakinkan sejumlah faksi pemerintahan Jepang bahwa mereka harus fokus berkonsiliasi dengan pemerintah Soviet demi menghindari ikut-ikut Soviet dalam perang melawan Cina dan mengalihkan perhatian militer mereka ke selatan, yaitu ke yang dijajah Amerika Serikat dan Eropa di Pasifik, serta mencegah penggulingan pimpinan militer Soviet berpengalaman seperti Georgy Zhukov, yang kelak memperagakan peran penting dalam mempertahankan Moskwa.[37]

Pendudukan Eropa dan kontrak

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Dari kiri ke kanan (depan): Chamberlain, Daladier, Hitler, Mussolini, dan Ciano sebelum menandatangani Kontrak Munich.

Di Eropa, Jerman dan Italia semakin keras. Pada bulan Maret 1938, Jerman menganeksasi Austria, lagi-lagi memperoleh sedikit perhatian dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[38] Semakin tertantang, Hitler mulai menegaskan klaim Jerman atas Sudetenland, wilayah Cekoslowakia yang didominasi oleh etnis Jerman; dan Perancis dan Britania segera memberikan wilayah ini ke Jerman melewati Kontrak Munich, yang dibuat melawan kehendak pemerintah Cekoslowakia, dengan imbalan kontrak tidak berkeinginan wilayah lagi.[39] Sesaat setelah kontrak ini, Jerman dan Italia memaksa Cekoslowakia menyerahkan wilayah tambahan ke Hongaria dan Polandia.[40] Pada bulan Maret 1939, Jerman menyerbu sisa Cekoslowakia dan membelahnya menjadi Protektorat Bohemia dan Moravia Jerman dan negara klien pro-Jerman bernama Republik Slovak.[41]

Terkejut, ditambah Hitler menuntut Danzig, Perancis dan Britania Raya menjamin dukungan mereka terhadap kemerdekaan Polandia; ketika Italia menguasai Albania pada bulan April 1939, jaminan yang sama diberikan bagi Rumania dan Yunani.[42] Tidak lama setelah kontrak Perancis-Britania bagi Polandia, Jerman dan Italia meresmikan aliansi mereka sendiri melewati Pakta Baja.[43]

Bulan Agustus 1939, Jerman dan Uni Soviet menandatangani Pakta Molotov–Ribbentrop,[44] suatu kontrak non-agresi dengan satu protokol rahasia. Setiap pihak memberikan haknya satu sama lain, "andai terjadi penyusunan wilayah dan politik," terhadap "cakupan pengaruh" (antara Polandia dan Lituania bagi Jerman, dan Polandia timur, Finlandia, Estonia, Latvia, dan Bessarabia bagi Uni Soviet). Pakta ini juga memunculkan pertanyaan mengenai keberlangsungan kemerdekaan Polandia.[45]

Alur perang

Pecah di Eropa (1939)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Parade umum Wehrmacht Jerman dan Pasukan Merah Soviet pada tanggal 23 September 1939 di Brest, Polandia Timur setelah Invasi Polandia habis. Di tengah yaitu Mayor Jenderal Heinz Guderian dan di kanan yaitu Brigadir Semyon Krivoshein.

Pada tanggal 1 September 1939, Jerman dan Slowakia—negara klien pada tahun 1939—menyerang Polandia.[46] Tanggal 3 September, Perancis dan Britania Raya, ditemani negara-negara Persemakmuran,[47] menyalakan perang terhadap Jerman, tetapi memberi sedikit dukungan bagi Polandia ketimbang serangan kecil Perancis ke Saarland.[48] Britania dan Perancis juga mulai memblokir perairan Jerman pada tanggal 3 September bagi melemahkan ekonomi dan upaya perang negara ini.[49][50]

Tanggal 17 September, setelah menandatangani gencatan senjata dengan Jepang, Soviet juga menyerbu Polandia.[51] Wilayah Polandia terbagi selang Jerman dan Uni Soviet, dengan Lituania dan Slowakia memperoleh anggota kecil. Polandia tidak menyerah; mereka mendirikan Negara Bawah Tanah Polandia dan Pasukan Dalam Negeri bawah tanah, dan terus bertempur bersama Sekutu di semua front di luar Polandia.[52]

Sekitar 100.000 personil militer Polandia diungsikan ke Rumania dan negara-negara Baltik; sebagian luhur tentara tersebut yang belakang sekali bertempur melawan Jerman di teater perang lainnya.[53] Pemecah kode Enigma Polandia juga diungsikan ke Perancis.[54] Pada ketika itu pula, Jepang melancarkan serangan pertamanya ke Changsha, suatu kota Cina yang strategis, tetapi digagalkan pada penghabisan September.[55]

Setelah invasi Polandia dan kontrak Jerman-Soviet atas Lituania, Uni Soviet memaksa negara-negara Baltik mengizinkan mereka menempatkan tentara Soviet di negara mereka atas argumen "bantuan bersama".[56][57][58] Finlandia menolak permintaan wilayah dan diserang oleh Uni Soviet pada bulan November 1939.[59] Konflik yang yang belakang sekali pecah habis pada bulan Maret 1940 dengan konsesi oleh Finlandia.[60] Perancis dan Britania Raya, menyebut serangan Soviet ke Finlandia bagi argumen memasuki kancah perang di pihak Jerman, menanggapi invasi Soviet dengan mendukung dikeluarkannya Uni Soviet dari Liga Bangsa-Bangsa.[58]

Di Eropa Barat, tentara Britania dikerahkan ke benua ini, namun pada fase yang dijuluki Perang Phoney oleh Britania dan "Sitzkrieg" (perang duduk) oleh Jerman tak satupun pihak yang melancarkan operasi besar-besaran terhadap satu sama lain sampai April 1940.[61] Uni Soviet dan Jerman menciptakan pakta dagang pada bulan Februari 1940, yang artiannya Soviet menerima bantuan militer dan industri dengan imbalan menyediakan bahan mentah bagi Jerman supaya mampu mengakali pemblokiran oleh Sekutu.[62]

Pada bulan April 1940, Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia bagi mengamankan pengiriman bijih besi dari Swedia, yang akan dihadang oleh Sekutu.[63] Denmark langsung menyerah, dan meski dibantu Sekutu, Norwegia berhasil didiami dalam waktu dua bulan.[64] Bulan Mei 1940, Britania menyerbu Islandia bagi mencegah kemungkinan invasi Jerman ke pulau itu.[65] Ketidakpuasan Britania atas kampanye Norwegia mendorong penggantian Perdana Menteri Neville Chamberlain dengan Winston Churchill pada tanggal 10 Mei 1940.[66]

Serbuan Poros

Jerman menyerbu Perancis, Belgia, Belanda, dan Luksemburg pada tanggal 10 Mei 1940.[67] Belanda dan Belgia kewalahan menghadapi taktik blitzkrieg dalam beberapa hari dan hari pertama.[68] Jalur Maginot yang dipertahankan Perancis dan pasukan Sekutu di Belgia diakali dengan memainkan usaha secara mengapit melalui hutan lebat Ardennes,[69] yang disalahartikan oleh perencana perang Perancis bagi penghalang alami bagi kendaraan lapis baja.[70]

Tentara Britania terpaksa keluar dari Eropa melewati Dunkirk, meninggalkan semua peralatan beratnya pada permulaan Juni.[71] Tanggal 10 Juni, Italia menyerbu Perancis, menyalakan perang terhadap Perancis dan Britania Raya;[72] dua belas hari yang belakang sekali Perancis menyerah dan langsung dibelah menjadi zona pendudukan Jerman dan Italia,[73] dan suatu negara sisa yang tak direbut di bawah Rezim Vichy. Pada tanggal 3 Juli, Britania menyerang armada Perancis di Aljazair bagi mencegah perebutan oleh Jerman.[74]

Bulan Juni, pada hari-hari terakhir Pertempuran Perancis, Uni Soviet memaksa aneksasi Estonia, Latvia, dan Lituania,[57] lalu menganeksasi wilayah Bessarabia yang dipertentangkan Rumania. Sementara itu, kecocokan politik dan kerja sama ekonomi Nazi-Soviet[75][76] perlahan buntu,[77][78] dan kedua negara mulai bersiap bagi perang.[79]

Dengan Perancis dinetralkan, Jerman memulai kampanye superioritas udara atas Britania (Pertempuran Britania) bagi mempersiapkan suatu invasi.[80] Kampanye ini gagal, dan rencana invasi tersebut dibatalkan pada bulan September.[80] Menggunakan pelabuhan-pelabuhan Perancis yang baru dicaplok, Tingkatan Laut Jerman menikmati keberhasilan melawan Tingkatan Laut Kerajaan dengan memakai kapal-U bagi menyerang kapal-kapal Britania di Atlantik.[81] Italia memulai operasinya di Mediterania, memulai pengepungan Malta bulan Juni, menguasai Somaliland Britania bulan Agustus, dan menerobos wilayah Mesir Britania bulan September 1940. Jepang meningkatkan pemblokirannya terhadap Cina pada bulan September dengan menduduki sejumlah pangkalan di wilayah utara Indocina Perancis yang ketika ini terisolasi.[82]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pertempuran Britania mengakhiri serbuan Jerman di Eropa Barat.

Sepanjang periode ini, Amerika Serikat yang netral memainkan sejumlah hal bagi membantu Cina dan Sekutu Baratnya. Pada bulan November 1939, Undang-Undang Netralitas diamandemen bagi memungkinkan pembelian "beli dan angkut" oleh Sekutu.[83] Tahun 1940, setelah pencaplokan Paris oleh Jerman, ukuran Tingkatan Laut Amerika Serikat meningkat pesat dan, setelah serbuan Jepang ke Indocina, Amerika Serikat memberlakukan embargo besi, baja, dan barang-barang mekanik terhadap Jepang.[84] Pada bulan September, Amerika Serikat menyetujui penukaran kapal penghancur AS dengan pangkalan Britania Raya.[85] Tetap saja, mayoritas rakyat Amerika Serikat menentang intervensi militer langsung apapun terhadap konflik ini sampai tahun 1941.[86]

Pada penghabisan September 1940, Pakta Tiga Pihak menyatukan Jepang, Italia, dan Jerman bagi meresmikan Daya Poros. Pakta Tiga Pihak ini menegaskan bahwa negara apapun, kecuali Uni Soviet, yang tidak terlibat dalam perang yang menyerang Daya Poros apapun akan dipaksa bertempur melawan ketiganya.[87] Pada waktu itu, Amerika Serikat terus mendukung Britania Raya dan Cina dengan memperkenalkan kebijakan Lend-Lease yang mengizinkan pengiriman materiil dan barang-barang lain[88] dan menciptakan zona keamanan yang membentang sampai separuh Samudra Atlantik supaya Tingkatan Laut Amerika Serikat mampu melindungi konvoi Britania.[89] Akibatnya, Jerman dan Amerika Serikat terlibat dalam peperangan laut di Atlantik Utara dan Tengah pada Oktober 1941, bahkan meski Amerika Serikat secara formal tetap netral.[90][91]

Blok Poros meluas bulan November 1940 ketika Hongaria, Slowakia, dan Rumania bergabung dengan Pakta Tiga Pihak ini.[92] Rumania akan memberi kontribusi luhur terhadap perang Poros melawan Uni Soviet, sebagian bagi menduduki kembali wilayah yang diserahkan bagi Soviet, sebagian lagi demi memenuhi kehendak pimpinannya, Ion Antonescu, bagi melawan komunisme.[93] Pada bulan Oktober 1940, Italia menyerbu Yunani, tetapi beberapa hari yang belakang sekali digagalkan dan dipukul sampai Albania yang habis dengan kebuntuan.[94] Bulan Desember 1940, pasukan Persemakmuran Britania Raya memulai serangan balasan terhadap pasukan Italia di Mesir dan Afrika Timur Italia.[95] Pada permulaan 1941, dengan pasukan Italia dipukul sampai Libya oleh Persemakmuran, Churchill memerintahkan pengerahan tentara dari Afrika bagi membantu Yunani.[96] Tingkatan Laut Italia juga menderita kekalahan luhur, dengan Tingkatan Laut Kerajaan menciptakan tiga kapal perang Italia tidak berfungsi melewati serangan kapal induk di Taranto, dan menetralisasi beberapa kapal perang lain pada Pertempuran Tanjung Matapan.[97]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara penerjun Jerman menyerbu pulau Kreta, Yunani, Mei 1941.

Jerman segera turun tangan bagi membantu Italia. Hitler mengirimkan pasukan Jerman ke Libya pada bulan Februari, dan pada penghabisan Maret mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Persemakmuran yang semakin sedikit.[98] Dalam kurun sebulan, pasukan Persemakmuran dipukul mundur ke Mesir dengan pengecualian pelabuhan Tobruk yang dikepung.[99] Persemakmuran berupaya mengusir pasukan Poros pada bulan Mei dan lagi pada bulan Juni, tetapi keduanya gagal.[100] Pada permulaan April, setelah penandatanganan Pakta Tiga Pihak oleh Bulgaria, Jerman turun tangan di Balkan dengan menyerbu Yunani dan Yugoslavia setelah terjadi kudeta; di sini mereka menciptakan kemajuan luhur, sehingga memaksa Sekutu pindah setelah Jerman menguasai pulau Kreta, Yunani pada penghabisan Mei.[101]

Sekutu sempat beberapa kali berhasil pada ketika itu. Di Timur Tengah, pasukan Persemakmuran pertama menggagalkan kudeta di Irak yang dibantu pesawat Jerman dari pangkalan-pangkalan di Suriah Vichy,[102] yang belakang sekali dengan bantuan Perancis Merdeka, menyerbu Suriah dan Lebanon bagi mencegah peristiwa seperti itu lagi.[103] Di Atlantik, Britania berhasil menaikkan moral publik dengan menenggelamkan kapal perang Jerman Bismarck.[104] Mungkin yang terpenting yaitu pada Pertempuran Britania, Tingkatan Udara Kerajaan berhasil bertahan dari serangan Luftwaffe dan kampanye pengeboman Jerman yang habis bulan Mei 1941.[105]

Di Asia, meski sejumlah serangan dari kedua pihak, perang selang Cina dan Jepang buntu pada tahun 1940. Demi meningkatkan tekanan terhadap Cina dengan memblokir rute-rute suplai, dan bagi memosisikan pasukan Jepang dengan tepat andai pecah perang dengan negara-negara Barat, Jepang menduduki kemudi militer di Indocina selatan[106] Pada Agustus 1940, kaum komunis Cina melancarkan serangan di Cina Tengah; bagi balasan, Jepang memainkan kebijakan keras (Kebijakan Serba Tiga) di daerah-daerah pendudukan bagi mengurangi sumber daya manusia dan bahan mentah bagi pasukan komunis.[107] Antipati yang terus berlanjut selang pasukan komunis dan nasionalis Cina memuncak pada pertempuran bersenjata pada bulan Januari 1941, secara efektif mengakhiri kerja sama mereka.[108]

Dengan stabilnya situasi di Eropa dan Asia, Jerman, Jepang, dan Uni Soviet mempersiapkan diri. Dengan kekhawatiran Soviet terhadap meningkatnya ketegangan dengan Jerman dan rencana Jepang bagi menggunakan Perang Eropa dengan menduduki yang dijajah Eropa yang kaya sumber daya dunia di Asia Tenggara, kedua daya ini menandatangani Pakta Netralitas Soviet–Jepang pada bulan April 1941.[109] Kebalikannya, Jerman berjaga-jaga menyerang Uni Soviet dengan menempatkan pasukan dalam jumlah luhur di perbatasan Soviet.[110]

Perang global (1941)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Infanteri dan kendaraan lapis baja Jerman melawan pasukan Soviet di jalanan Kharkov, Oktober 1941.

Pada tanggal 22 Juni 1941, Jerman, bersama anggota Poros Eropa lainnya dan Finlandia, menyerbu Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa. Target utama serangan kejutan ini[111] yaitu daerah Baltik, Moskwa dan Ukraina dengan tujuan utama mengakhiri kampanye 1941 dekat jalur Arkhangelsk-Astrakhan yang menghubungkan Laut Kaspia dan Laut Putih. Tujuan Hitler yaitu menghancurkan Uni Soviet bagi suatu daya militer, menghapus komunisme, menciptakan Lebensraum ("ruang hidup")[112] dengan memiskinkan masyarakat asli[113] dan menjamin akses ke sumber daya strategis yang diperlukan bagi mengalahkan musuh-musuh Jerman yang tersisa.[114]

Meski Tingkatan Darat Merah mempersiapkan serangan balasan strategis sebelum perang,[115] Barbarossa memaksa komando tertinggi Soviet mengadopsi pertahanan strategis. Sepanjang musim panas, Poros berhasil menerobos jauh ke dalam wilayah Soviet, mengakibatkan kerugian luhur dalam hal personil dan materiil. Pada pertengahan Agustus, Komando Tinggi Tingkatan Darat Jerman memutuskan menunda serangan oleh Army Group Centre yang kecil dan mengalihkan Satuan Panzer ke-2 bagi membantu tentara yang maju melalui Ukraina tengah dan Leningrad.[116] Serangan Kiev berhasil luhur dan habis dengan pengepungan dan penghancuran empat unit pasukan Soviet, serta memungkinkan pergerakan semakin lanjut di Krimea dan Ukraina Timur yang industrinya maju (Pertempuran Kharkov Pertama).[117]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Serangan balasan Soviet pada pertempuran Moskwa, Desember 1941.

Pengalihan tiga per empat pasukan Poros dan sebagian luhur tingkatan udaranya dari Perancis dan Mediterania tengah ke Front Timur[118] menciptakan Britania mempertimbangkan kembali strategi luhurnya.[119] Pada bulan Juli, Britania Raya dan Uni Soviet membentuk aliansi militer melawan Jerman[120] Britania dan Soviet menyerbu Iran bagi melindungi Koridor Persia dan ladang minyak Iran.[121] Bulan Agustus, Britania Raya dan Amerika Serikat bersama-sama meresmikan Piagam Atlantik.[122]

Pada bulan Oktober, ketika tujuan operasional Poros di Ukraina dan Baltik tercapai, dengan pengepungan Leningrad[123] dan Sevastopol yang masih berlanjut,[124] suatu serangan luhur ke Moskwa dilancarkan kembali. Setelah dua bulan bertempur sengit, pasukan Jerman hampir mencapai pinggiran terluar Moskwa, tempat tentara-tentaranya yang lelah[125] terpaksa menunda serangan mereka.[126] Pencaplokan teritorial luhur diterapkan oleh pasukan Poros, tetapi kampanye mereka gagal mencapai tujuan utamanya: dua kota utama masih didiami Soviet, kemampuan memberontak Soviet gagal dipadamkan, dan Uni Soviet mempertahankan sangat jumlah potensi militernya. Fase blitzkrieg perang di Eropa telah habis.[127]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Animasi Teater Eropa PDII.

Pada permulaan Desember, pasukan cadangan yang baru dimobilisasi[128] memungkinkan Soviet menyamakan jumlah tentaranya dengan Poros.[129] Hal ini, bersama data intelijen yang menetapkan jumlah minimum tentara Soviet di Timur yang cukup bagi mencegah serangan apapun oleh Tingkatan Darat Kwantung Jepang,[130] memungkinkan Soviet memulai serangan balasan massal yang dimulai tanggal 5 Desember di front sepanjang 1.000 kilometer (620 mil) dan mendesak tentara Jerman mundur 100–250 kilometers (62–160 mil) ke barat.[131]

Keberhasilan Jerman di Eropa menggugah Jerman bagi meningkatkan tekanannya terhadap pemerintah-pemerintah Eropa di Asia Tenggara. Pemerintah Belanda setuju menyediakan minyak bagi Jepang dari Hindia Timur Belanda, namun menolak menyerahkan kemudi politik atas koloninya. Perancis Vichy, sebaliknya, menyetujui pendudukan Jepang di Indocina Perancis.[132] Pada bulan Juli 1941, Amerika Serikat, Britania Raya, dan pemerintah Barat lainnya bereaksi terhadap pendudukan Indocina dengan membekukan aset-aset Jepang, sementara Amerika Serikat (yang menyediakan 80 prosen minyak Jepang[133]) merespon dengan memainkan embargo minyak secara penuh.[134] Ini artiannya Jepang terpaksa memilih selang mengabaikan ambisinya di Asia dan perang melawan Cina, atau menduduki sumber daya dunia yang diperlukan melewati kekuatan; militer Jepang tidak mengasumsikan yang pertama bagi pilihan, dan jumlah pejabat mengasumsikan embargo minyak bagi pernyataan perang tidak langsung.[135]

Jepang berencana menduduki koloni-koloni Eropa di Asia dengan cepat bagi menciptakan perimeter defensif luhur yang membentang sampai Pasifik Tengah; Jepang yang belakang sekali bebas sama sekali mengeksploitasi sumber daya di Asia Tenggara sambil menyibukkan Sekutu dengan melancarkan perang defensif.[136] Bagi mencegah intervensi Amerika Serikat sambil mengamankan perimeter, Jepang berencana menetralisasi Armada Pasifik Amerika Serikat dari kancah perang.[137] Pada tanggal 7 Desember (8 Desember di Asia) 1941, Jepang menyerang aset-aset Britania dan Amerika Serikat dengan serangan di Asia Tenggara dan Pasifik Tengah secara nyaris bersamaan.[138] Peristiwa ini meliputi serangan ke armada Amerika Serikat di Pearl Harbor, pendaratan di Thailand dan Malaya[138] dan pertempuran Hong Kong.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kejatuhan Singapura pada Februari 1942 mengakibatkan 80.000 tentara Sekutu ditangkap dan diperbudak oleh Jepang.

Serangan-serangan ini mendorong Amerika Serikat, Britania Raya, Cina, Australia, dan beberapa negara lain secara formal menyalakan perang terhadap Jepang, sementara Uni Soviet, karena masih terlibat dalam perang besar-besaran dengan blok Poros Eropa, memilih bagi tetap netral dengan Jepang.[139][140] Jerman dan negara-negara Poros menanggapi dengan menyalakan perang terhadap Amerika Serikat. Pada bulan Januari, Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, Cina, dan 22 pemerintahan kecil atau terasingkan mengeluarkan Deklarasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga memperkuat Piagam Atlantik,[141] dan memainkan kewajiban bagi tidak menandatangani kontrak damai terpisah dengan negara-negara Poros. Sejak 1941, Stalin terus berkeinginan Churchill, dan yang belakang sekali Roosevelt, bagi membuka 'front kedua' di Perancis.[142] Front Timur menjadi teater perang luhur di Eropa dan jumlah korban Soviet yang berjumlah jutaan menciutkan jumlah korban Sekutu Barat yang hanya ratusan ribu orang; Churchill dan Roosevelt menyebut mereka butuh semakin jumlah waktu bagi persiapan, sehingga memunculkan klaim bahwa mereka sengaja buntu bagi menyelamatkan orang-orang Barat dengan mengorbankan orang-orang Soviet.[143]

Sementara itu, pada penghabisan April 1942, Jepang dan sekutunya Thailand hampir menguasai seluruh Burma, Malaya, Hindia Timur Belanda, Singapura,[144] dan Rabaul, sehingga menambah kerugian bagi tentara Sekutu dan jumlah di selang mereka yang ditawan. Meski memberontak habis-habisan di Corregidor, Filipina penghabisannya ditaklukkan pada bulan Mei 1942 dan memaksa pemerintah Persemakmuran Filipina mengasingkan diri.[145] Pasukan Jepang juga memenangkan pertempuran laut di Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Samudra Hindia,[146] dan mengebom pangkalan laut Sekutu di Darwin, Australia. Satu-satunya keberhasilan sejati Sekutu melawan Jepang yaitu kemenangan Cina di Changsha pada permulaan Januari 1942.[147] Kemenangan-kemenangan mudah atas lawan yang tidak punya persiapan ini menciptakan Jepang terlalu percaya diri dan amat sangat.[148]

Jerman juga mewujudkan inisiatifnya. Dengan mengeksploitasi keputusan komando laut Amerika Serikat yang ragu-ragu, Tingkatan Laut Jerman mengacaukan jalur kapal Sekutu di bebas pesisir Atlantik Amerika Serikat.[149] Meski kalah luhur, anggota Poros Eropa menghentikan serbuan Soviet di Rusia Tengah dan Selatan, sehingga melindungi sebagian luhur yang dijajah yang mereka peroleh pada tahun sebelumnya.[150] Di Afrika Utara, Jerman melancarkan suatu serangan pada bulan Januari yang memukul Britania kembali ke posisinya di Garis Gazala pada permulaan Februari,[151] ditemani oleh meredanya pertempuran bagi sementara yang dimanfaatkan Jerman bagi mempersiapkan serangan mereka selanjutnya.[152]

Kebuntuan serbuan Poros (1942)

Pada permulaan Mei 1942, Jepang memulai operasi bagi menempati Port Moresby dengan serangan amfibi dan memutuskan komunikasi dan jalur suplai selang Amerika Serikat dan Australia. Akan tetapi, Sekutu berhasil mencegah invasi ini dengan mencegat dan mengalahkan pasukan laut Jepang pada Pertempuran Laut Koral.[153] Rencana Jepang selanjutnya, termotivasi oleh Serangan Doolittle sebelumnya, yaitu menduduki Atol Midway dan memancing kapal induk Amerika Serikat ke kancah perang bagi dihancurkan; bagi gerakan pengalihan, Jepang juga mengirimkan pasukan bagi menempati Kepulauan Aleut di Alaska.[154] Pada permulaan Juni, Jepang melaksanakan operasinya, tetapi Amerika Serikat, setelah berhasil memecahkan kode laut Jepang pada penghabisan Mei, mengetahui semua rencana dan pemindahan pasukan mereka dan memakai ilmu ini bagi memperoleh kemenangan telak di Midway atas Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang.[155]

Dengan kapasitasnya bagi bertindak secara sifat menyerang hilang dampak Pertempuran Midway, Jepang memilih fokus pada upaya menempati Port Moresby melewati kampanye darat di Teritori Papua.[156] AMerika Serikat merencanakan serangan balasan terhadap posisi Jepang di selatan Kepulauan Solomon, terutama Guadalcanal, bagi tahap pertama menempati Rabaul, pangkalan utama Jepang di Asia Tenggara.[157]

Kedua rencana ini dimulai bulan Juli, namun pada pertengahan September, Pertempuran Guadalcanal dimenangkan Jepang, dan tentara-tentara di Nugini diperintahkan mundur dari Port Moresby ke anggota utara pulau, tempat mereka menghadapi tentara Australia dan Amerika Serikat dalam Pertempuran Buna-Gona.[158] Guadalcanal segera menjadi titik fokus bagi kedua pihak dengan komitmen luhur tentara dan kapal dalam pertempuran Guadalcanal. Pada permulaan 1943, Jepang dikalahkan di pulau ini dan menarik tentara mereka.[159] Di Burma, pasukan Persemakmuran melancarkan dua operasi. Pertama, ofensif ke wilayah Arakan pada penghabisan 1942 gagal dan memaksa pasukan mundur ke India bulan Mei 1943.[160] Kedua, penyisipan pasukan ireguler ke belakangan garis depan Jepang bulan Februari yang, pada penghabisan April, memperoleh hasil yang diragukan.[161]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara Soviet menyerang suatu rumah pada Pertempuran Stalingrad, 1943.

Di front timur Jerman, pasukan Poros mematahkan serangan Soviet di Semenanjung Kerch dan Kharkov,[162] dan yang belakang sekali melancarkan serangan musim panas utamanya terhadap Rusia Selatan pada bulan Juni 1942 bagi menguasai ladang minyak di Kaukasus dan menempati stepa Kuban, sementara mempertahankan posisi di wilayah front sebelah utara dan tengah. Jerman membagi Grup Tingkatan Darat Selatan menjadi dua grup: Grup Tingkatan Darat A memainkan usaha ke Sungai Don, sementara Grup Tingkatan Darat B memainkan usaha ke sebelah tenggara Kaukasus menuju Sungai Volga.[163] Soviet memutuskan bertahan di Stalingrad yang berada di jalur pergerakan pasukan Jerman.

Pada pertengahan November, Jerman hampir berhasil menempati Stalingrad dalam pertempuran jalanan ketika Soviet memulai serangan balasan musim dingin keduanya, dimulai dengan mengepung pasukan Jerman di Stalingrad[164] dan serangan ke unggulan Rzhev dekat Moskwa, meski upaya terakhir gagal luhur.[165] Pada permulaan Februari 1943, Tingkatan Darat Jerman menderita kekalahan besar; tentara Jerman di Stalingrad dipaksa menyerah[166] dan garis depan dimundurkan sampai posisinya sebelum serangan musim panas. Pada pertengahan Februari, setelah desakan Soviet meruncing, Jerman melancarkan serangan lain ke Kharkov dan membentuk unggulan baru di garis depan mereka di sekitar kota Kursk, Rusia.[167]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tank Crusader Britania memainkan usaha ke posisi depan pada Kampanye Afrika Utara.

Pada bulan November 1941, pasukan Persemakmudan menyelenggarakan serangan balasan, Operasi Crusader, di Afrika Utara dan mengklaim kembali semua wilayah yang direbut Jerman dan Italia.[168] Di Barat, kekhawatiran bahwa Jepang mungkin memakai pangkalan di Madagaskar Vichy mendorong Britania menyerbu pulau ini pada permulaan Mei 1942.[169] Keberhasilan ini tidak bertahan lama setelah Poros berhasil memukul Sekutu kembali ke Mesir dalam serangan di Libya sampai pasukan Poros dihentikan di El Alamein.[170] Di Eropa, serangan komando Sekutu terhadap target-target strategis, habis dengan Serangan Dieppe yang menghancurkan,[171] menunjukkan ketidakmampuan Sekutu Barat bagi melancarkan invasi ke daratan Eropa tanpa persiapan, perlengkapan, dan keamanan operasional yang semakin adil.[172]

Pada bulan Agustus 1942, Sekutu berhasil mematahkan serangan kedua terhadap El Alamein[173] dan, dengan jumlah korban, berupaya mengirimkan suplai ke Malta yang masih dikepung.[174] Beberapa bulan yang belakang sekali, Sekutu melancarkan serangan di Mesir, memecah pasukan Poros dan mendorong mereka ke barat melalui Libya.[175] Serangan ini tidak lama yang belakang sekali dilanjutkan dengan invasi Inggris-Amerika Serikat ke Afrika Utara Perancis, yang habis dengan bergabungnya wilayah ini dengan Sekutu.[176] Hitler menanggapi pendudukan koloni Perancis ini dengan memerintahkan pendudukan Perancis Vichy;[176] meski pasukan Vichy sendiri tidak melawan pelanggaran gencatan senjata ini, mereka berupaya menenggelamkan armadanya sendiri supaya tidak direbut pasukan Jerman.[177] Pasukan Poros yang sekarang kewalahan di Afrika mundur sampai Tunisia, yang yang belakang sekali didiami Sekutu pada bulan 1943.[178]

Sekutu menguasai ajang (1943)

Video lama memperlihatkan pengeboman Hamburg oleh Sekutu.

Setelah Kampanye Guadalcanal, Sekutu memulai sejumlah operasi melawan Jepang di Pasifik. Pada bulan Mei 1943, pasukan Sekutu dikirim bagi mengusir pasukan Jepang dari Kepulauan Aleut,[179] dan segera memulai operasi luhur untul mengisolasi Rabaul dengan menempati pulau-pulau sekitarnya, dan menembus perimeter Pasifik Tengah Jepang di Kepulauan Gilbert dan Marshall.[180] Pada penghabisan Maret 1944, Sekutu menempatkan kedua misi ini, dan selain itu menetralisasi pangkalan Jepang di Truk di Kepulauan Caroline. Bulan April, Sekutu melancarkan operasi mencaplok kembali Nugini Barat.[181]

Di Uni Soviet, adil Jerman dan Soviet menghabiskan musim semi dan permulaan musim panas 1943 dengan berjaga-jaga bagi serangan luhur di Rusia Tengah. Tanggal 4 Juli 1943, Jerman menyerang pasukan Soviet di sekitar Kursk Bulge. Dalam satu hari pertama, pasukan Jerman lelah menghadapi pertahanan Soviet yang sangat teratur[182][183] dan, bagi pertama kalinya dalam perang ini, Hitler membatalkan suatu operasi sebelum memperoleh keberhasilan taktis atau operasional.[184] Keputusan ini sebagian dipengaruhi oleh invasi Sisilia oleh Sekutu Barat pada 9 Juli yang, bersama kegagalan-kegagalan Italia sebelumnya, berujung pada penggulingan dan penahanan Mussolini pada penghabisan bulan itu.[185]

Tanggal 12 Juli 1943, Soviet melancarkan serangan balasannya sendiri, sehingga memupuskan kehendak apapun bagi Tingkatan Darat Jerman bagi memenangkan pertempuran atau buntu di timur. Kemenangan Soviet di Kursk menandai kejatuhan superioritas Jerman[186] dan memberi Uni Soviet inisiatif di Front Timur.[187][188] Jerman berupaya menstabilkan front timur mereka di sepanjang garis Panther-Wotan yang sangat dipertahankan, namun Soviet berhasil mendobraknya di Smolensk dan Serangan Dnieper Hilir.[189]

Pada permulaan September 1943, Sekutu Barat menyerbu daratan Italia, ditemani gencatan senjata Italia dengan Sekutu.[190] Jerman menanggapinya dengan melumpuhkan pasukan Italia, mengambil alih kemudi militer di wilayah Italia,[191] dan menciptakan serangkaian garis pertahanan.[192] Pasukan khusus Jerman yang belakang sekali menyelamatkan Mussolini, yang yang belakang sekali mendirikan negara klien baru di Italia dudukan Jerman bernama Republik Sosial Italia.[193] Sekutu Barat bertempur melalui beberapa garis sampai garis pertahanan utama Jerman pada pertengahan November.[194]

Operasi Jerman di Atlantik juga terganggu. Pada Mei 1943, dengan efektifnya serangan balasan Sekutu, kerugian kapal selam Jerman yang luhur memaksa kampanye laut Atlantik Jerman ditunda.[195] Pada bulan November 1943, Franklin D. Roosevelt dan Winston Churchill bersua dengan Chiang Kai-shek di Kairo[196] dan Joseph Stalin di Teheran.[197] Konferensi pertama memilihkan pengembalian teritori Jepang pascaperang,[196] sementara yang terakhir menghasilkan kontrak bahwa Sekutu Barat akan menyerbu Eropa pada tahun 1944 dan Uni Soviet akan menyalakan perang terhadap Jepang dalam tiga bulan setelah kekalahan Jerman.[197]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara Britania menembakkan mortir pada Pertempuran Imphal, India Timur Laut, 1944.

Sejak November 1943, selama tujuh hari pertama di Pertempuran Changde, Cina memaksa Jepang memasuki perang atrisi yang merugikan sambil menunggu bantuan Sekutu.[198][199] Bulan Januari 1944, Sekutu melancarkan serangkaian serangan di Italia terhadap garis di Monte Cassino dan berupaya menembusnya dengan mendarat di Anzio.[200] Pada penghabisan Januari, serangan luhur Soviet mengusir pasukan Jerman dari wilayah Leningrad,[201] dan mengakhiri pengepungan paling mematikan dan terlama sepanjang sejarah.

Serangan Soviet selanjutnya terhalang di perbatasan Estonia sebelum perang oleh Grup Tingkatan Darat Utara Jerman yang dibantu masyarakat Estonia yang menanti menetapkan kembali kemerdekaan nasional mereka. Penundaan ini memperlambat operasi Soviet selanjutnya di daerah Laut Baltik.[202] Pada penghabisan Mei 1944, Soviet berhasil melepaskan Krimea, mengusir pasukan Poros besar-besaran dari Ukraina, dan memainkan terobosan ke teritori Rumania, yang dipukul belakang oleh pasukan Poros.[203] Serangan Sekutu di Italia berhasil dan, dengan mengizinkan sejumlah divisi Jerman mundur, pada tanggal 4 Juni Roma ditaklukkan.[204]

Sekutu mengalami bermacam keberhasilan di daratan Asia. Bulan Maret 1944,Jepang melancarkan invasi pertama dari dua rencananya, operasi melawan posisi Britania di Assam, India,[205] dan yang belakang sekali mengepung posisi Persemakmuran di Imphal dan Kohima.[206] Bulan Mei 1944, pasukan Britania memainkan serangan balasan yang mendorong tentara Jepang kembali ke Burma,[206] dan pasukan Cina yang menyerbu Burma utara pada penghabisan 1943 mengepung tentara Jepang di Myitkyina.[207] Invasi Jepang kedua berupaya menghancurkan pasukan tempur utama Cina, melindungi jalur kereta api di selang teritori dudukan Jepang dan menempati lapangan udara Sekutu.[208] Bulan Juni, Jepang telah menguasai provinsi Henan dan memulai serangan baru terhadap Changsha di provinsi Hunan.[209]

Sekutu mendekat (1944)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Invasi Normandia oleh Sekutu, 6 Juni 1944

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Personil dan perlengkapan Pasukan Merah melalui sungai ketika musim panas utara 1944

Pada tanggal 6 Juni 1944 (dikenal bagi D-Day), setelah tiga tahun ditekan Soviet,[143] Sekutu Barat menyerbu Perancis Utara. Setelah menyusun kembali beberapa divisi Sekutu dari Italia, mereka juga menyerang Perancis Selatan.[210] Semua pendaratan ini berhasil dan habis dengan kekalahan unit Tingkatan Darat Jerman di Perancis. Paris dimerdekakan oleh pemberontakan lokal yang dibantu Pasukan Perancis Merdeka pada tanggal 25 Agustus[211] dan Sekutu Barat terus memukul pasukan Jerman di Eropa Timur sepanjang paruh terakhir tahun ini. Suatu upaya memainkan usaha maju melalui Jerman Utara yang diawali dengan operasi udara besar-besaran di Belanda tidak berhasil.[212] Setelah itu, Sekutu Barat pelan-pelan masuk wilayah Jerman, namun gagal menyeberangi Sungai Rur dalam serangan luhur. Di Italia, serbuan Sekutu juga terhambat ketika mereka melalui garis pertahanan luhur Jerman terakhir.

Pada tanggal 22 Juni, Soviet menyelenggarakan serangan strategis di Belarus ("Operasi Bagration") yang habis dengan nyaris kehancuran total Pusat Grup Tingkatan Darat Jerman.[213] Tidak lama selepas itu, serangan strategis Soviet lainnya mengusir tentara Jerman dari Ukraina Barat dan Polandia Timur. Pergerakan Soviet berhasil memaksa pasukan pemberontak di Polandia memulai sejumlah pemberontakan, meski yang terbesar di Warsawa, serta Pemberontakan Slowakia di selatan, tidak dibantu Soviet dan dipadamkan oleh pasukan Jerman.[214] Serangan strategis Pasukan Merah di Rumania timur memecah belah dan menghancurkan pasukan Jerman di sana sekaligus berhasil menggulingkan pemerintahan di Rumania dan Bulgaria, ditemani dengan memihaknya negara-negara tersebut ke Sekutu.[215]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Milisi Polandia pada Pemberontakan Warsawa yang menewaskan 200.000 masyarakat sipil.

Pada bulan September 1944, tentara Tingkatan Darat Merah Soviet melaju sampai Yugoslavia dan memaksa penarikan cepat Grup Tingkatan Darat Jerman E dan F di Yunani, Albania, dan Yugoslavia bagi menyelamatkan mereka dari kehancuran.[216] Pada ketika ini, Partisan Komunis pimpinan Marsekal Josip Broz Tito, yang memulai kampanye gerilya berhasil melawan pendudukan sejak 1941, menguasai sebagian luhur teritori Yugoslavia dan terlibat dalam menunda serangan terhadap pasukan Jerman di selatan. Di Serbia utara, Pasukan Merah, dengan bantuan terbatas dari pasukan Bulgaria, membantu Partisan dalam pembebasan bersama ibu kota Belgrade tanggal 20 Oktober. Beberapa hari yang belakang sekali, Soviet melancarkan serangan massal terhadap Hongaria dudukan Jerman yang berlanjut sampai jatuhnya Budapest pada bulan Februari 1945.[217] Kebalikan dengan kemenangan impresif Soviet di Balkan, pemberontakan Finlandia terhadap serangan Soviet di Tanah Genting Karelia menggagalkan pendudukan Soviet di Finlandia dan habis dengan penandatanganan gencatan senjata Soviet-Finlandia pada situasi relatif kondusif,[218][219] ditemani memihaknya Finlandia ke Sekutu.

Pada permulaan Juli, pasukan Persemakmuran di Asia Tenggara menggagalkan pengepungan Jepang di Assam, memukul pasukannya kembali sampai Sungai Chindwin[220] sementara Cina mencaplok Myitkyina. Di Cina, Jepang menuai keberhasilan luhur, berhasil mencaplok Changsha pada pertengahan Juni dan kota Hengyang pada permulaan Agustus.[221] Selepas itu, mereka menyerbu provinsi Guangxi, memenangkan pertempuran luhur melawan pasukan Cina di Guilin dan Liuzhou pada penghabisan November[222] dan berhasil menyatukan pasukan mereka di Cina dan Indocina pada pertengahan Desember.[223]

Di Pasifik, pasukan Amerika Serikat terus menekan mundur perimeter Jepang. Pada pertengahan Juni 1944, mereka memulai serangan ke Kepulauan Mariana dan Palau, dan dengan telak mengalahkan pasukan Jepang pada Pertempuran Laut Filipina. Kekalahan-kekalahan ini memaksa Perdana Menteri Jepang Tōjō mengundurkan diri dan memberi Amerika Serikat kelebihan atas pangkalan udara baru bagi melancarkan serangan bom besar-besaran di kepulauan utama Jepang. Pada penghabisan Oktober, pasukan Amerika Serikat menyerbu pulau Leyte, Filipina; tidak lama yang belakang sekali, tingkatan laut Sekutu mencetak kemenangan luhur pada Pertempuran Teluk Leyte, salah satu pertempuran laut terbesar sepanjang sejarah.[224]

Poros runtuh, Sekutu menang (1945)

Tanggal 16 Desember 1944, Jerman mengupayakan keberhasilan terakhirnya di Front Barat dengan mengerahkan sisa-sisa pasukan cadangannya bagi melancarkan serangan balasan massal di Ardennes bagi memecah belah Sekutu Barat, mengepung sebagian luhur tentara Sekutu Barat dan menaklukkan pelabuhan suplai utama mereka di Antwerp demi mencapai penyelesaian politik.[225] Pada Januari, serangan ini digagalkan tanpa satu tujuan strategis pun yang tercapai.[225] Di italia, Sekutu Barat tetap buntu di garis pertahanan Jerman. Pada pertengahan Januari 1945, Soviet menyerbu Polandia, memainkan usaha dari Sungai Vistula ke Sungai Oder di Jerman, dan menempati Prusia Timur.[226] Tanggal 4 Februari, para pimpinan A.S., Britania Raya, dan Soviet bersua di Konferensi Yalta. Mereka menyetujui pendudukan di Jerman pascaperang,[227] dan Uni Soviet bergabung dalam perang melawan Jepang.[228]

Pada bulan Februari, Soviet menginvasi Silesia dan Pomerania, sementara Sekutu Barat memasuki Jerman Barat dan mendekati Sungai Rhine. Bulan Maret, Sekutu Barat melalui Rhine di utara dan selatan Ruhr, mengepung Grup Agkatan Darat Jerman B,[229] sementara Soviet melaju ke Wina. Pada permulaan April, Sekutu Barat penghabisannya berhasil menciptakan kemajuan di Italia dan memainkan usaha melalui Jerman Barat, sementara pasukan Soviet menyerbu Berlin pada penghabisan April; kedua pasukan bersua di sungai Elbe tanggal 25 April. Tanggal 30 April 1945, Reichstag direbut dan menandakan kekalahan militer Reich Ketiga.[230]

Sejumlah perubahan kepemimpinan terjadi pada masa ini. Tanggal 12 April, Presiden A.S. Roosevelt meninggal dunia dan digantikan oleh Harry Truman. Benito Mussolini dibunuh oleh partisan Italia tanggal 28 April.[231] Dua hari yang belakang sekali, Hitler bunuh diri dan digantikan oleh Admiral Luhur Karl Dönitz.[232]

Pasukan Jerman menyerah di Italia pada tanggal 29 April. Instrumen penyerahan diri Jerman ditandatangani tanggal 7 Mei di Reims,[233] dan diratifikasi tanggal 8 Mei di Berlin.[234] Pusat Grup Tingkatan Darat Jerman bertahan di Praha sampai 11 Mei.[235]

Di teater Pasifik, pasukan Amerika Serikat dibantu Persemakmuran Filipina memainkan usaha maju di Filipina, melepaskan Leyte pada penghabisan April 1945. Mereka mendarat di Luzon bulan Januari 1945 dan mencaplok Manila bulan Maret setelah pertempuran yang menghancurkan kota ini. Pertempuran berlanjut di Luzon, Mindanao dan pulau-pulau lain di Filipina sampai habisnya perang.[236]

Bulan Mei 1945, tentara Australia mendarat di Kalimantan dan menempati ladang minyak di sana. Pasukan Britania, Amerika Serikat, dan Cina mengalahkan Jepang di Burma utara pada bulan Maret, dan Britania mencapai Rangoon pada tanggal 3 Mei.[237] Pasukan Cina mulai balas menyerang pada Pertempuran Hunan Barat yang pecah selang 6 April dan 7 Juni 1945. Pasukan Amerika Serikat juga memainkan usaha ke Jepang, mencaplok Iwo Jima pada bulan Maret, dan Okinawa pada penghabisan Juni.[238] Pesawat pengebom Amerika Serikat menghancurkan kota-kota Jepang dan kapal selam Amerika Serikat memutuskan impor Jepang.[239]

Tanggal 11 Juli, para pimpinan Sekutu bersua di Potsdam, Jerman. Mereka menyetujui kontrak permulaan mengenai Jerman,[240] dan menegaskan tuntutan penyerahan diri semua pasukan Jepang oleh Jepang, dengan menyalakan bahwa "alternatif bagi Jepang yaitu kehancuran dalam waktu singkat".[241] Dalam konferensi ini, Britania Raya menyelenggarakan pemilu dan Clement Attlee menggantikan Churchill bagi Perdana Menteri.[242]

Ketika Jepang terus mengabaikan persyaratan Potsdam, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada permulaan Agustus. Di selang kedua pengeboman ini, Soviet, sesuai kontrak Yalta, menyerbu Manchuria dudukan Jepang dan dengan cepat mengalahkan Tingkatan Darat Kwantung yang ketika itu yaitu pasukan tempur Jepang terbesar.[243][244] Pasukan Merah juga menempati Pulau Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah dengan penandatanganan dokumen penyerahan diri di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, sehingga mengakhiri perang ini.[233]

Dampak

Sekutu mendirikan pemerintahan pendudukan di Austria dan Jerman. Negara pertama menjadi negara netral dan adil dengan blok politik manapun. Negara terakhir dibelah menjadi zona pendudukan barat dan timur yang didiami Sekutu Barat dan Uni Soviet. Program denazifikasi di Jerman melibatkan pengadilan penjahat perang Nazi dan penggulingan mantan Nazi dari kekuasaan, meski kebijakan ini semakin condong ke amnesti dan reintegrasi mantan Nazi ke masyarakat Jerman Barat.[245]

Jerman kehilangan seperempat wilayahnya sebelum perang (1937), wilayah timur: Silesia, Neumark dan sebagian luhur Pomerania diambil alih Polandia; Prusia Timur dibagi selang Polandia dan Uni Soviet, ditemani dengan pengusiran 9 juta masyarakat Jerman dari provinsi-provinsi tersebut, serta 3 juta masyarakat Jerman dari Sudetenland di Cekoslowakia ke Jerman. Pada 1950-an, satu dari lima orang Jerman Barat yaitu pengungsi dari timur. Uni Soviet juga menempati provinsi milik Polandia di sebelah timur Garis Curzon (melibatkan pengusiran 2 juta masyarakat Polandia),[246] Rumania Timur,[247][248] dan sebagian Finlandia timur,[249] serta tiga negara Baltik.[250][251]

Demi mempertahankan perdamaian,[252] Sekutu mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang formal berdiri tanggal 24 Oktober 1945,[253] dan mengadopsi Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 bagi standar umum bagi semua negara anggotanya.[254] Kekuatan-kekuatan luhur yang menjadi pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan PBB.[3] Kelima anggota permanen ini masih mempunyai sampai sekarang, meski terjadi perubahan dua kursi, angata Republik Cina dan Republik Rakyat Cina tahun 1971, dan selang Uni Soviet dan negara penggantinya, Federasi Rusia, setelah pembubaran UNi Soviet. Aliansi selang Sekutu Barat dan Uni Soviet mulai memburuk, bahkan sejak sebelum perang habis.[255]

Jerman dibagi secara de facto, dan dua negara merdeka, Republik Federal Jerman dan Republik Demokratik Jerman[256] diwujudkan di dalam perbatasan zona pendudukan Sekutu dan Soviet. Seluruh Eropa terbagi selang cakupan pengaruh Barat dan Soviet.[257] Biasanya negara Eropa timur dan tengah masuk dalam cakupan Soviet yang melibatkan pendirian rezim-rezim Komunis dengan dukungan penuh atau setengah dari otoritas pendudukan Soviet. Akibatnya, Polandia, Hongaria,[258] Cekoslowakia,[259] Rumania, Albania,[260] dan Jerman Timur menjadi negara satelit Soviet. Yugoslavia Komunis melaksanakan kebijakan merdeka penuh yang menciptakan ketegangan dengan Uni Soviet.[261]

Pembagian dunia pascaperang diresmikan oleh dua aliansi militer internasional, NATO pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa pimpinan Soviet;[262] periode panjang ketegangan politik dan persaingan militer di selang mereka, Perang Dingin, akan dilengkapi oleh pertandingan senjata dan perang proksi yang tidak terduga.[263]

Di Asia, Amerika Serikat memimpin pendudukan Jepang dan menguasai bekas pulau-pulau Jepang di Pasifik Barat, sementara Soviet menganeksasi Sakhalin dan Kepulauan Kuril.[264] Korea, sebelumnya di bawah kekuasaan Jepang, dibagi dan direbut oleh Amerika Serikat di Selatan dan Uni Soviet di Utara selang 1945 dan 1948. Republik terpisah muncul di kedua segi garis paralel ke-38 pada tahun 1948, masing-masing mengklaim bagi pemerintahan sah bagi seluruh Korea dan berujung pada pecahnya Perang Korea.[265]

Di Cina, pasukan nasionalis dan komunis melanjutkan perang saudara pada bulan Juni 1946. Pasukan komunis menang dan mendirikan Republik Rakyat Cina di daratan, sementara pasukan nasionalis mundur ke Taiwan tahun 1949.[266] Di Timur Tengah, penolakan Arab terhadap Rencana Pembagian Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pembentukan Israel menandai eskalasi konflik Arab-Israel. Ketika kekuatan-kekuatan kolonial Eropa berupaya menduduki kembali sebagian atau semua imperium kolonialnya, kehilangan prestise dan sumber daya ketika perang justru menggagalkan upaya ini dan mendorong diterapkannya dekolonisasi.[267][268]

Ekonomi global menderita dampak perang, meski negara-negara yang terlibat terpengaruh dengan bermacam cara. Amerika Serikat tampil semakin kaya daripada negara lain; negara ini mengalami ledakan bayi dan pada tahun 1950 produk domestik bruto per orangnya semakin tinggi daripada negara-negara luhur lain dan Amerika Serikat mendominasi ekonomi dunia.[269][270] Britania Raya dan Amerika Serikat memainkan kebijakan pelucutan industri di Jerman Barat pada tahun 1945–1948.[271] Dampak perdagangan internasional yang saling tergantung, hal ini menciptakan stagnasi ekonomi di Eropa dan menunda pemulihan Eropa selama beberapa tahun.[272][273]

Pemulihan dimulai dengan reformasi mata uang di Jerman Barat pada pertengahan 1948 dan dipercepat oleh liberalisasi kebijakan ekonomi Eropa yang dipengaruhi Rencana Marshall (1948–1951) adil secara langsung maupun tidak langsung.[274][275] Pemulihan Jerman Barat pasca-1948 disebut-sebut bagi keajaiban ekonomi Jerman.[276] Selain itu, ekonomi Italia[277][278] dan Perancis juga meroket.[279] Kebalikannya, Britania Raya berada dalam fase kekacauan ekonomi,[280] dan terus memburuk selama beberapa dasawarsa.[281]

Uni Soviet, meski menderita kerugian manusia dan materiil yang luar biasa, juga mengalami peningkatan pesat produksi pada masa-masa pascaperang.[282] Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, menjadi salah satu ekonomi terkuat dunia pada tahun 1980-an.[283] Cina kembali ke produksi industrinya sebelum perang pada tahun 1952.[284]

Korban dan kejahatan perang

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Korban jiwa Perang Dunia II

Agak total korban perang bervariasi, karena jumlah kematian yang tidak tercatat. Biasanya pihak memperkirakan sekitar 60 juta orang tewas dalam perang, termasuk 20 juta tentara dan 40 juta masyarakat sipil.[285][286][287] Jumlah masyarakat sipil tewas dampak wabah, kelaparan, pembantaian, pengeboman, dan genosida yang disengaja. Uni Soviet kehilangan sekitar 27 juta rakyatnya sepanjang perang,[288] termasuk 8,7 juta personil militer dan 19 juta masyarakat sipil. Pangsa korban jiwa militer terbesar yaitu etnis Rusia (5.756.000), ditemani etnis Ukraina (1,377,400).[289] Satu dari empat masyarakat sipil Sovet dibunuh atau terluka dalam perang ini.[290] Jerman mengalami 5,3 juta kematian militer, biasanya di Front Timur dan sepanjang pertempuran terakhir di Jerman.[291]

Dari total korban tewas pada Perang Dunia II, sekitar 85 persen—kebanyakan Soviet dan Cina—berada di pihak Sekutu dan 15 prosen sisanya di pihak Poros. Sebagian luhur kematian ini diakibatkan oleh kejahatan perang yang diterapkan pasukan Jerman dan Jepang di wilayah pendudukan. Sekitar 11[292] sampai 17 juta[293] masyarakat sipil tewas dampak kebijakan ideologi Nazi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk genosida sistematis sekitar enam juta kaum Yahudi sepanjang Holocaust ditambah lima juta bangsa Roma, homoseksual, serta Slav dan suku bangsa atau kaum minoritas lainnya.[294]

Secara kasar 7,5 juta masyarakat sipil tewas di Cina selama pendudukan Jepang.[295] Ratusan ribu (perkiraan bervariasi) etnis Serbia, bersama gipsi dan Yahudi, dibunuh oleh Ustaše Kroasia yang berpihak pada Poros di Yugoslavia,[296] dengan pembunuhan balas dendam terhadap masyarakat sipil Kroasia tepat setelah perang habis.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Masyarakat sipil Cina akan dikubur hidup-hidup oleh tentara Jepang.

Kekejaman Jepang yang paling terkenal yaitu Pembantaian Nanking, yaitu ketika sekian ratus ribu masyarakat sipil Cina diperkosa dan dibunuh.[297] Selang 3 juta sampai semakin dari 10 juta masyarakat sipil, biasanya etnis Cina, dibunuh oleh pasukan pendudukan Jepang.[298] Mitsuyoshi Himeta melaporkan 2,7 juta korban jiwa selama dilaksanakannya Sankō Sakusen. Jenderal Yasuji Okamura memainkan kebijakan ini di Heipei dan Shantung.[299]

Pasukan Poros memakai senjata biologis dan kimia dalam jumlah terbatas. Italia memakai gas mustar ketika menaklukkan Abisinia,[300] sementara Tingkatan Darat Kekaisaran Jepang memakai bermacam macam senjata ketika menyerbu dan menempati Cina (lihat Unit 731)[301][302] dan pada konflik permulaan melawan Soviet.[303] Adil Jerman dan Jepang menguji senjata-senjata tersebut terhadap masyarakat sipil[304] serta tahanan perang.[305]

Meski jumlah gerakan Poros diadili dalam pengadilan internasional pertama di dunia,[306] insiden yang diakibatkan pihak Sekutu tidak diadili. Misalnya, pemindahan masyarakat di Uni Soviet dan penahanan masyarakat Jepang Amerika di Amerika Serikat; Operasi Keelhaul,[307] pengusiran masyarakat Jerman setelah Perang Dunia II, pemerkosaan pada pendudukan Jerman; pembantaian Katyn oleh Uni Soviet, yang tanggung jawabnya dituduhkan bagi Jerman. Sejumlah luhur kematian dampak kelaparan juga dikarenakan oleh perang, seperti kelaparan Bengal 1943 dan kelaparan Vietnam 1944–45.[308]

Sejumlah sejarawan, seperti Jörg Friedrich, menegaskan bahwa pengeboman massal daerah berpenduduk di wilayah musuh, termasuk Tokyo dan terutama kota-kota Jerman di Dresden, Hamburg, dan Koln oleh Sekutu Barat, yang mengakibatkan kehancuran semakin dari 160 kota dan kematian 600.000 masyarakat sipil Jerman, mampu dianggap bagi kejahatan perang.[309]

Kamp konsentrasi dan perbudakan

Nazi bertanggung jawab atas terjadinya Holocaust, yaitu pembunuhan sekitar enam juta (meskipun jumlahnya diragukan) kaum Yahudi (kebanyakan Ashkenazim), serta dua juta etnis Polandia dan empat juta orang lainnya yang dianggap "tidak layak hidup" (termasuk orang cacat dan sakit jiwa, tahanan perang Soviet, homoseksual, Freemason, Saksi-Saksi Yehuwa, dan Romani) bagi anggota dari program pemusnahan dengan sengaja. Sekitar 12 juta orang, biasanya masyarakat Eropa Timur, dipekerjakan bagi buruh paksa di ekonomi perang Jerman.[310] Terlepas dari semua itu, mempunyai beberapa pihak yang meragukan jumlah korban Holocoust. Mereka beranggapan bahwa korban Holocoust tidak sampai mencapai 6 juta orang, melainkan hanya ratusan ribu saja. Peristiwa ini juga dianggap oleh pihak-pihak tertentu bagi propaganda bagi menarik simpati terhadap berdirinya negara Israel. Jumlahnya negara-negara Eropa memberikan hukuman bagi siapa saja yang tidak percaya pada peristiwa Holocoust dan seringnya peristiwa ini diperlihatkan dalam film-film dan dalam buku-buku sejarah, menciptakan pihak-pihak tersebut ragu akan kebenaran peristiwa ini. Namun, terlepas dari semua keraguan itu, peristiwa pembantaian dan penyiksaan terhadap Yahudi benar-benar mempunyai, meskipun jumlah korbannya masih kontroversial.

Selain kamp konsentrasi Nazi, gulag (kamp buruh) Soviet mengakibatkan kematian masyarakat sipil negara-negara yang direbut seperti Polandia, Lituania, Latvia, dan Estonia, serta tahanan perang Jerman dan bahkan masyarakat sipil Soviet yang dianggap mendukung Nazi.[311] Enam puluh prosen tahanan perang Jerman di Soviet tewas sepanjang perang.[312] Richard Overy memberi jumlah 5,7 juta tahanan perang Soviet. Dari jumlah tersebut, 57 prosen meninggal dunia atau dibunuh dengan jumlah 3,6 juta orang.[313] Mantan tahanan perang Soviet dan masyarakat sipil yang pulang diperlakukan dengan kecurigaan luar biasa bagi pendukung Nazi yang potensial, dan beberapa di selang mereka dikirim ke Gulag setelah diperiksa NKVD.[314]

Kamp tahanan perang Jepang, biasanya dipakai bagi kamp buruh, juga mempunyai tingkat kematian tinggi. Pengadilan Militer Internasional bagi Timur Jauh menemukan tingkat kematian tahanan Barat yaitu 27,1 prosen (37 prosen bagi tahanan perang Amerika Serikat),[315] tujuh kali semakin tinggi daripada tahanan perang di Jerman dan Italia.[316] Sementara 37.583 tahanan dari Britania Raya, 28.500 dari Belanda, dan 14.743 dari Amerika Serikat diberi keleluasaan setelah penyerahan diri Jepang, tahanan Cina yang ditinggal hanya 56 orang.[317]

Menurut sejarawan Zhifen Ju, sedikitnya lima juta masyarakat sipil Cina dari Cina utara dan Manchukuo diperbudak selang 1935 dan 1941 oleh Dewan Pembangunan Asia Timur, atau Kōain, bagi memainkan pekerjaan di pertambangan dan industri perang. Setelah 1942, jumlah ini mencapai 10 juta orang.[318] U.S. Library of Congress memperkirakan bahwa di Jawa, antar 4 dan 10 juta romusha (bahasa Indonesia: "buruh manual"), dipaksa memainkan pekerjaan oleh militer Jepang. Sekitar 270.000 buruh Jawa dikirim ke wilayah pendudukan Jepang lain di Asia Tenggara, dan hanya 52.000 orang yang pulang ke Jawa.[319]

Pada tanggal 19 Februari 1942, Roosevelt menandatangani Perintah Eksekutif 9066 yang menahan ribuan orang Jepang, Italia, Jerman Amerika, dan sejumlah emigran dari Hawaii yang mengungsi setelah pengeboman Pearl Harbor sampai perang habis. Pemerintah A.S. dan Kanada menahan 150.000 masyarakat Jepang Amerika.[320][321] Selain itu, 14.000 masyarakat Jerman dan Italia di A.S. yang dianggap bagi risiko keamanan juga ditahan.[322]

Sesuai kontrak Sekutu pada Konferensi Yalta, jutaan tahanan perang dan masyarakat sipil dimanfaatkan bagi buruh paksa oleh Uni Soviet.[323] Dalam hal Hongaria, masyarakatnya dipaksa memainkan pekerjaan bagi Uni Soviet sampai 1955.[324]

Front dalam negeri dan produksi

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Rasio PDB Sekutu dibandingkan dengan Poros

Di Eropa, sebelum pecah perang, Sekutu mempunyai kelebihan signifikan dalam hal populasi dan ekonomi. Pada tahun 1938, Sekutu Barat (Britania Raya, Perancis, Polandia, dan Yang dijajah Britania) mempunyai populasi 30 prosen semakin luhur dan produk domestik bruto 30 prosen semakin luhur daripada Poros Eropa (Jerman dan Italia); jika koloni diikutkan dalam hitungan, Sekutu mendapatkan kelebihan 5:1 dalam jumlah masyarakat dan 2:1 dalam PDB.[325] Di Asia pada ketika yang sama, Cina mempunyai jumlah masyarakat enam kali semakin jumlah daripada Jepang, tetapi PDB yang 89 prosen semakin tinggi; jumlah ini susut menjadi populasi tiga kali semakin jumlah dan PDB 38 prosen semakin tinggi jika koloni-koloni Jepang diikutkan dalam hitungan.[325]

Meski kelebihan ekonomi dan populasi Sekutu dimanfaatkan besar-besaran selama serangan blitzkrieg permulaan Jerman dan Jepang, mereka menjadi faktor penentu pada tahun 1942, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet bergabung dengan Sekutu, setelah sebagian luhur perang ini menjadi perang atrisi.[326] Sementara kemampuan Sekutu bagi melampaui produksi Poros sering dikaitkan dengan akses Sekutu yang luhur ke sumber daya dunia, faktor-faktor lain, seperti keengganan Jerman dan Jepang bagi mempekerjakan wanita dalam tenaga kerja,[327][328] pengeboman strategis oleh Sekutu,[329][330] dan peralihan terbaru Jerman ke ekonomi perang[331] sangat berkontribusi luhur. Selain itu, adil Jerman maupun Jepang tidak berencana menyelenggarakan perang yang berkepanjangan, dan tidak sanggup memainkannya.[332][333] Bagi meningkatkan produksi mereka, Jerman dan Jepang menggunakan jutaan buruh budak;[334] Jerman menggunakan 12 juta orang, biasanya dari Eropa Timur,[310] sementara Jepang menggunakan semakin dari 18 juta orang di Asia Timur Jauh.[318][319]

Pendudukan

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Partisan Soviet digantung oleh tentara Jerman pada Januari 1943

Di Eropa, pendudukan muncul dalam dua bangun yang sangat berbeda. Di Eropa Barat, Utara, dan Tengah (Perancis, Norwegia, Denmark, Negara-Negara Hilir, dan wilayah Cekoslowakia yang dianeksasi), Jerman memainkan kebijakan ekonomi yang berhasil mengumpulkan 69,5 miliar reichmark (27,8 miliar dolar AS) pada penghabisan perang; jumlah ini tidak meliputi perampokan produk industri, perlengkapan militer, bahan mentah, dan barang-barang lain.[335] Dari situ, pendapatan yang muncul dari negara-negara pendudukan mencapai 40 prosen dari pendapatan yang dikumpulkan Jerman dari pajak, jumlah yang meningkat hampir 40 prosen dari total pendapatan Jerman sepanjang perang.[336]

Di Timur, keuntungan yang diharapkan dari Lebensraum tidak pernah didapatkan karena garis depan yang berfluktuasi dan kebijakan bumi hangus Soviet memusnahkan sumber daya bagi para penjajah Jerman.[337] Tidak seperti di Barat, kebijakan ras Nazi mengizinkan kekejaman amat sangat terhadap "orang inferior" keturunan Slavik; sebagian luhur serbuan Jerman ditemani dengan eksekusi massal.[338] Meski kumpulan pemberontak berdiri di hampir semua teritori pendudukan, mereka tidak mengganggu operasi Jerman adil di Timur[339] maupun Barat[340] sampai penghabisan tahun 1943.

Di Asia, Jepang menyebut negara-negara di bawah pendudukannya bagi anggota dari Lingkup Persemakmuran Asia Timur Raya, yang pada landasannya yaitu hegemoni Jepang yang diklaim bertujuan melepaskan bangsa yang dikolonisasi.[341] Meski pasukan Jepang permulaannya disambut bagi pembebas dari dominasi Eropa di sejumlah daerah, kekejaman mereka yang amat sangat mengubah opini publik menjadi menentang mereka dalam hitungan hari pertama.[342] Selama penaklukan permulaan Jepang, negara ini mencaplok 4.000.000 barrel (640,000 m3) minyak (~5.5×105 ton) yang diberi keleluasaan oleh pasukan Sekutu yang mundur, dan pada tahun 1943 Jepang mampu menduduki produksi minyak di Hindia Timur Belanda sampai Templat:Bbl to t, 76 prosen dari tingkat produksinya tahun 1940.[342]

Kemajuan teknologi dan peperangan

Pesawat terbang dimanfaatkan bagi peralatan mata-mata, pesawat tempur, pengebom, dan bantuan darat, dan masing-masing perannya memperoleh kemajuan yang artiannya. Inovasi-inovasi yang muncul meliputi pengangkutan udara (kemampuan memindahkan suplai, perlengkapan, dan personil berprioritas tinggi dan terbatas dalam waktu singkat);[343] dan pengeboman strategis (pengeboman daerah berpenduduk bagi menghancurkan industri dan moral).[344] Persenjataan antipesawat juga dikembangkan, termasuk pertahanan radar dan artileri darat-ke-udara, seperti senjata 88 mm Jerman. Pemakaian pesawat jet dimulai dan meski pengenalannya yang terlambat memberi sedikit pengaruh, pesawat jet kelak menjadi standar tingkatan udara di seluruh dunia.[345]

Kemajuan dibuat di hampir segala aspek pertempuran laut, terutama kapal angkut pesawat (kapal induk) dan kapal selam. Meski sejak permulaan perang, peperangan udara menuai sedikit keberhasilan, bermacam gerakan di Taranto, Pearl Harbor, Laut Cina Selatan, dan Laut Koral menciptakan kapal induk dianggap mampu menggantikan kapal perang.[346][347][348]

Di Atlantik, kapal induk pengawal terbukti memperagakan peran penting dalam konvoi Sekutu dan meningkatkan radius perlindungan efektif serta membantu menutup celah Atlantik Tengah.[349] Kapal induk juga semakin ekonomis daripada kapal perang karena biaya produksi pesawat yang relatif rendah[350] dan tidak perlu diperkuat habis-habisan.[351] Kapal selam, terbukti yaitu senjata efektif pada Perang Dunia Pertama,[352] diantisipasi oleh semua pihak bagi sesuatu yang terpenting nomor dua. Britania memfokuskan pengembangan persenjataan dan taktik antikapal selam, seperti sonar dan konvoi, sementara Jerman berfokus pada memperbarui kemampuan serangannya dengan desain seperti kapal selam Tipe VII dan taktik wolfpack.[353] Secara perlaham, teknologi baru Sekutu seperti sinar Leigh, hedgehog, squid, dan torpedo lacak terbukti unggul.

Peperangan darat berubah dari garis depan statis pada Perang Dunia I ke peningkatan mobilitas dan senjata gabungan. Tank, yang sering dipakai bagi membantu infanteri ketika Perang Dunia Pertama, berubah menjadi senjata utama.[354] Pada penghabisan 1930-an, desain tank semakin maju dibandingkan ketika Perang Dunia I,[355] dan kemajuan terjadi sepanjang perang melewati peningkatan kecepatan, pertahanan, dan daya tembak.

Ketika perang dimulai, biasanya komandan menduga tank musuh harus bersua tank dengan spesifikasi yang semakin hebat.[356] Ide ini ditantang oleh performa buruk senjata tank permulaan yang relatif ringan melawan kendaraan lapis baja, dan doktrin Jerman menghindari pertempuran tank-versus-tank. Hal ini, bersama pemakaian senjata gabungan oleh Jerman, termasuk di selang leemen kunci keberhasilan taktik blitzkrieg mereka di Polandia dan Perancis.[354] Jumlah cara bagi menghancurkan tank, termasuk dengan artileri tidak langsung, senjata antitank (baik yang ditarik maupun gerak sendiri), ranjau, senjata antitank infanteri jarak pendek, dan bahkan tank lain pun diikutsertakan.[356] Bahkan dengan mekanisasi besar-besaran, infanteri masih yaitu tulang punggung seluruh pasukan,[357] dan sepanjang perang, sebagian luhur infanteri mempunyai perlengkapan yang sama seperti ketika Perang Dunia I.[358]

Senjata mesin portabel meluas, seperti MG42 Jerman dan bermacam senjata submesin yang dimodifikasi bagi pertempuran jarak dekat di perkotaan dan hutan.[358] Bedil serang, suatu pengembangan penghabisan perang yang mencakup bermacam fitur bedil dan senjata submesin, menjadi senjata standar infanteri pascaperang bagi sebagian luhur tingkatan bersenjata.[359][360]

Sebagian luhur pihak yang terlibat berupaya memecahkan persoalan kompleksitas dan kerumitan yang muncul dari pemakaian buku kode luhur bagi kriptografi dengan memakai mesin sandi, yang paling terkenal yaitu mesin Enigma Jerman.[361] SIGINT (signals intelligence) yaitu anggota melawan dekripsi yang pernah dipakai oleh Sekutu bagi memecahkan kode laut Jepang[362] dan Ultra dari Britania Raya, berasal dari metodologi dari Polish Cipher Bureau, yang berhasil mengungkap Enigma selama tujuh tahun sebelum perang.[363] Aspek lain intelijen militer yaitu pemakaian kebohongan, yang berhasil dipakai oleh Sekutu dengan keberhasilan luhur seperti dalam operasi Mincemeat dan Bodyguard.[362][364] Kemajuan teknologi dan rekayasa lainnya tercapai sepanjang atau setelah perang, termasuk komputer-komputer terprogram pertama di dunia (Z3, Colossus, dan ENIAC), misil pandu dan roket modern, pengembangan senjata nuklir Proyek Manhattan, penelitian operasi dan pengembangan pelabuhan buatan dan jalur pipa di bawah Selat Inggris.[365]

Lihat pula

Dokumenter
  • Apocalypse: The Second World War (2009), dokumenter Perancis enam anggota karya Daniel Costelle dan Isabelle Clarke mengenai Perang Dunia II
  • Battlefield, seri dokumenter yang mengudara tahun 1994–5 yang mengupas bermacam pertempuran penting pada Perang Dunia II
  • BBC History of World War II, serial televisi yang mengudara sejak 1989 sampai 2005.
  • The World at War (1974), serial Thames Television 26 anggota yang mengulas bermacam aspek Perang Dunia II dari sejumlah sudut pandang, termasuk wawancara dengan beberapa figur utama seperti Karl Dönitz, Albert Speer, dan Anthony Eden.

Catatan kaki

  1. ^ 23 Agustus 1939, Uni Soviet dan Jerman menandatangani pakta nonagresi, diam-diam membelah Eropa Timur menjadi beberapa cakupan pengaruh. Gencatan senjata Uni Soviet dengan Jepang 16 September 1939; menyerbu Polandia 17 September 1939; menyerang Finlandia 30 September 1939; memaksa aneksasi negara-negara Baltik Juni 1940; mencaplok Rumania Timur 4 Juli 1940. 22 Juni 1941, Uni Soviet diserbu Poros Eropa; Uni Soviet memihak dengan negara-negara yang memerangi Poros.
  2. ^ Setelah kejatuhan Republik Ketiga tahun 1940, pemerintahan de facto-nya yaitu Rezim Vichy. Rezim ini melaksanakan kebijakan pro-Poros sampai November 1942 namun tetap netral secara formal. Pasukan Perancis Merdeka, berbasis di London, diakui oleh semua negara Sekutu bagi pemerintah formal pada bulan September 1944.

Rujukan

  1. ^ Sommerville, Donald (2008). The Complete Illustrated History of World War Two: An Authoritative Account of the Deadliest Conflict in Human History with Analysis of Decisive Encounters and Landmark Engagements. Lorenz Books. hlm. 5. ISBN 0-7548-1898-5. 
  2. ^ Barrett, David P; Shyu, Lawrence N (2001). China in the anti-Japanese War, 1937–1945: politics, culture and society. Volume 1 of Studies in modern Chinese history. New York: Peter Lang. hlm. 6. ISBN 0-8204-4556-8. 
  3. ^ a b The UN Security Council, diakses 15 May 2012 
  4. ^ Chickering, Roger (2006). A World at Total War: Global Conflict and the Politics of Destruction, 1937–1945. Cambridge University Press. hlm. 64. ISBN 0-275-98710-8. 
  5. ^ Fiscus, James W (2007). Critical Perspectives on World War II. Rosen Publishing Group. hlm. 44. ISBN 1-4042-0065-7. 
  6. ^ Ben-Horin, Eliahu (1943). The Middle East: Crossroads of History. W. W. Norton & Co. p. 169; Taylor, A. J. P (1979). How Wars Begin. Hamilton. p. 124. ISBN 0-241-10017-8; Yisreelit, Hevrah Mizrahit (1965). Asian and African Studies, p. 191. For 1941 see Taylor, A. J. P (1961). The Origins of the Second World War. Hamilton. p. vii; Kellogg, William O (2003). American History the Easy Way. Barron's Educational Series. p. 236 ISBN 0-7641-1973-7. There also exists the viewpoint that both World War I and World War II are part of the same "European Civil War" or "Second Thirty Years War": Canfora, Luciano; Jones, Simon (2006). Democracy in Europe: A History of an Ideology. Wiley-Blackwell. p. 155. ISBN 1-4051-1131-3; Prin, Gwyn (2002). The Heart of War: On Power, Conflict and Obligation in the Twenty-First Century. Routledge. p. 11. ISBN 0-415-36960-6.
  7. ^ Beevor, Antony (2012). The Second World War. London: Weidenfeld & Nicolson. hlm. 10. ISBN 9780297844976. 
  8. ^ Masaya, Shiraishi (1990). Japanese relations with Vietnam, 1951–1987. SEAP Publications. hlm. 4. ISBN 0-87727-122-4. 
  9. ^ "German-American Relations – Treaty on the Final Settlement with Respect to Germany (two plus four)". Usa.usembassy.de. Diakses 29 January 2012. 
  10. ^ Derby, Mark. "Conscription, conscientious objection and pacifism". Te Ara. Diakses 22 June 2012. "The move towards world war in 1914 sparked an upsurge in pacifist movements" 
  11. ^ "Pacifism in the Twentieth Century". "pacifism". Columbia Electronic Encyclopedia. Diakses 22 June 2012. "During the 1920s and early 30s pacifism enjoyed an upsurge" 
  12. ^ Kantowicz 1999, hlm. 149
  13. ^ Davies 2008, hlm. 134–140
  14. ^ Shaw 2000, hlm. 35
  15. ^ Bullock 1962, hlm. 265
  16. ^ Preston 1998, hlm. 104
  17. ^ Myers 1987, hlm. 458
  18. ^ Smith 2004, hlm. 28
  19. ^ Coogan, Anthony (July 1993). "The Volunteer Armies of Northeast China". History Today 43. Diakses 14 November 2009. "Although some Chinese troops in the Northeast managed to retreat south, others were trapped by the advancing Japanese Army and were faced with the choice of resistance in defiance of orders, or surrender. A few commanders submitted, receiving high office in the puppet government, but others took up arms against the invader. The forces they commanded were the first of the volunteer armies" 
  20. ^ Brody 1999, hlm. 4
  21. ^ Zalampas 1989, hlm. 62
  22. ^ Record 2005, hlm. 50
  23. ^ Mandelbaum 1988, hlm. 96
  24. ^ Schmitz, David F (2001). The First Wise Man. Rowman & Littlefield. hlm. 124. ISBN 0-8420-2632-0. 
  25. ^ Kitson 2001, hlm. 231
  26. ^ Adamthwaite 1992, hlm. 52
  27. ^ Graham 2005, hlm. 110
  28. ^ Busky 2002, hlm. 10
  29. ^ Barker, A. J (1971). The Rape of Ethiopia 1936. Ballantine Books. hlm. 131–2. ISBN 0-345-02462-1. 
  30. ^ Beevor, Antony (2006). The Battle for Spain: The Spanish Civil War 1936–1939. London: Phoenix. hlm. 258–260. ISBN 0-7538-2165-6. 
  31. ^ Budiansky, Stephen (2004). Cairan power : The Men, Machines, and Ideas that Revolutionized War, from Kitty Hawk to Gulf War II. London: Viking. hlm. 209–211. ISBN 0-670-03285-9. 
  32. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 547–551. ISBN 0-521-24338-6. 
  33. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 566. ISBN 0-521-24338-6. 
  34. ^ Taylor, Jay (2009). The Generalissimo: Chiang Kai-shek and the struggle for modern China. Harvard University Press. hlm. 150–152. ISBN 978-0-674-03338-2. 
  35. ^ Coox, Alvin D. (1990). Nomonhan: Japan Against Russia, 1939. Stanford University Press. hlm. 189. ISBN 0-8047-1835-0. 
  36. ^ Sella, Amnon (October 1983). "Khalkhin-Gol: The Forgotten War". Journal of Contemporary History 18 (4): 651–87. 
  37. ^ Chaney, Otto Preston (1996). Zhukov. University of Oklahoma Press. hlm. 76. ISBN 0-8061-2807-0. 
  38. ^ Collier, Martin; Pedley, Philip (2000). Germany 1919–45. Heinemann. hlm. 144. ISBN 0-435-32721-6. 
  39. ^ Kershaw 2001, hlm. 121–2
  40. ^ Kershaw 2001, hlm. 157
  41. ^ Davies 2008, hlm. 143–4
  42. ^ Lowe, Cedric James; Marzari, F (2002). Italian Foreign Policy 1870–1940. Taylor & Francis. hlm. 330. ISBN 0-415-27372-2. 
  43. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Pact of Steel". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 674. ISBN 0-19-860446-7. 
  44. ^ Shore, Zachary (2003). What Hitler Knew: The Battle for Information in Nazi Foreign Policy. Oxford University Press US. hlm. 108. ISBN 0-19-515459-2. 
  45. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Nazi-Soviet Pact". Oxford University Press. hlm. 608. ISBN 0-19-860446-7. 
  46. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 1–2. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  47. ^ Weinberg 2005, hlm. 64–65
  48. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 35. ISBN 0-7126-7348-2. 
  49. ^ Roskill, S.W. (1954). The War at Sea 1939–1945 Volume 1 : The Defensive. History of the Second World War. United Kingdom Military Series. London: HMSO. hlm. 64. 
  50. ^ Fritz, Martin (2005). "Economic Warfare". In Dear, I.C.B; Foot, M.R.D. The Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 248. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  51. ^ Zaloga, Steven J.; Gerrard, Howard (2002). Poland 1939: The Birth of Blitzkrieg. Oxford: Osprey Publishing. hlm. 83. ISBN 1-84176-408-6. 
  52. ^ Hempel, Andrew (2003). Poland in World War II: An Illustrated Military History. New York: Hippocrene Books. hlm. 24. ISBN 0-7818-1004-3. 
  53. ^ Zaloga, Stephen J. (2004). Poland 1939 : The Birth of Blitzkrieg. London: Praeger. hlm. 88–89. ISBN 0-275-98278-5. 
  54. ^ Budiansky, Stephen (2001). Battle of Wits: The Complete Story of Codebreaking in World War II. London: Penguin. hlm. 120–121. ISBN 0-14-028105-3. 
  55. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 14
  56. ^ Smith, David J. (2002). The Baltic States: Estonia, Latvia and Lithuania. Routledge. 1st edition. hlm. 24. ISBN 0-415-28580-1. 
  57. ^ a b Bilinsky, Yaroslav (1999). Endgame in NATO's Enlargement: The Baltic States and Ukraine. Greenwood Publishing Group. hlm. 9. ISBN 0-275-96363-2. 
  58. ^ a b Murray & Millett 2001, hlm. 55–56
  59. ^ Spring, D. W (1986). "The Soviet Decision for War against Finland, 30 November 1939". Europe-Asia Studies (Taylor & Francis, Ltd.) 38 (2): 207–226. doi:10.1080/09668138608411636. JSTOR 151203. 
  60. ^ Hanhimäki, Jussi M (1997). Containing Coexistence: America, Russia, and the "Finnish Solution. Kent State University Press. hlm. 12. ISBN 0-87338-558-6. 
  61. ^ Weinberg 1995, hlm. 95, 121
  62. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 668–9. ISBN 0-671-72868-7. 
  63. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 57–63
  64. ^ Commager, Henry Steele (2004). The Story of the Second World War. Brassey's. hlm. 9. ISBN 1-57488-741-6. 
  65. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Iceland". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 436. ISBN 0-19-860446-7. 
  66. ^ Reynolds, David (27 April 2006). From World War to Cold War: Churchill, Roosevelt, and the International History of the 1940s. Oxford University Press, USA. hlm. 76. ISBN 0-19-928411-3. 
  67. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 122–123. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  68. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 721–3. ISBN 0-671-72868-7. 
  69. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 59–60. ISBN 0-7126-7348-2. 
  70. ^ Regan, Geoffrey (2000). The Brassey's book of military blunders. Brassey's. hlm. 152. ISBN 1-57488-252-X. 
  71. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 66–67. ISBN 0-7126-7348-2. 
  72. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 207. ISBN 0-14-028530-X. 
  73. ^ Klaus, Autbert (2001). Germany and the Second World War Volume 2: Germany's Initial Conquests in Europe. Oxford University Press. hlm. 311. ISBN 0-19-822888-0. 
  74. ^ Brown, David (2004). The Road to Oran: Anglo-French Naval Relations, September 1939 – July 1940. Taylor & Francis. hlm. xxx. ISBN 0-7146-5461-2. 
  75. ^ Ferguson, Niall (2006). The War of the WorldPenguin, pp. 367, 376, 379, 417
  76. ^ Snyder, Timothy (2010).Bloodlands, Random House, from p. 118 onwards
  77. ^ H. W. Koch. Hitler's 'Programme' and the Genesis of Operation 'Barbarossa'. The Historical Journal, Vol. 26, No. 4 (Dec. 1983), pp. 891–920
  78. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 56. ISBN 0-300-11204-1. 
  79. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 59. ISBN 0-300-11204-1. 
  80. ^ a b Kelly, Nigel; Rees, Rosemary; Shuter, Jane (1998). Twentieth Century World. Heinemann. hlm. 38. ISBN 0-435-30983-8. 
  81. ^ Goldstein, Margaret J (2004). World War II. Twenty-First Century Books. hlm. 35. ISBN 0-8225-0139-2. 
  82. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 288–289. ISBN 0-14-028530-X. 
  83. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 328–330. ISBN 0-14-028530-X. 
  84. ^ Morison, Samuel Eliot (2002). History of United States Naval Operations in World War II. University of Illinois Press. hlm. 60. ISBN 0-252-07065-8. 
  85. ^ Maingot, Anthony P. (1994). The United States and the Caribbean: Challenges of an Asymmetrical Relationship. Westview Press. hlm. 52. ISBN 0-8133-2241-3. 
  86. ^ Cantril, Hadley (September 1940). "America Faces the War: A Study in Public Opinion". The Public Opinion Quarterly 4 (3): 390. 
  87. ^ Bilhartz, Terry D.; Elliott, Alan C. (2007). Currents in American History: A Brief History of the United States. M.E. Sharpe. hlm. 179. ISBN 978-0-7656-1821-4. 
  88. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 165
  89. ^ Knell, Hermann (2003). To Destroy a City: Strategic Bombing and Its Human Consequences in World War II. Da Capo. hlm. 205. ISBN 0-306-81169-3. 
  90. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 233–245
  91. ^ Schoenherr, Steven (1 October 2005). "Undeclared Naval War in the Atlantic 1941". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari aslinya tanggal 9 May 2008. Diakses 15 February 2010. 
  92. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Tripartite Pact". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  93. ^ Deletant, Dennis (2002). "Romania". In Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D. Oxford Companion to World War II. hlm. 745–46. ISBN 0-19-860446-7. 
  94. ^ Clogg, Richard (1992). A Concise History of Greece. Cambridge University Press. hlm. 118. ISBN 0-521-80872-3. 
  95. ^ Andrew, Stephen (2001). The Italian Army 1940–45 (2): Africa 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 9–10. ISBN 1-85532-865-8. 
  96. ^ Brown, David (2002). The Royal Navy and the Mediterranean. Routledge. hlm. 64–65. ISBN 0-7146-5205-9. 
  97. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 106. ISBN 1-85285-417-0. 
  98. ^ Laurier, Jim (2001). Tobruk 1941: Rommel's opening move. Osprey Publishing. hlm. 7–8. ISBN 1-84176-092-7. 
  99. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 263–67
  100. ^ Macksey, Kenneth (1997). Rommel: battles and campaigns. Da Capo Press. hlm. 61–63. ISBN 0-306-80786-6. 
  101. ^ Weinberg 1995, hlm. 229
  102. ^ Watson, William E (2003). Tricolor and Crescent: France and the Islamic World. Greenwood Publishing Group. hlm. 80. ISBN 0-275-97470-7. 
  103. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 154. ISBN 1-85285-417-0. 
  104. ^ Stewart, Vance (2002). Three Against One: Churchill, Roosevelt, Stalin Vs Adolph Hitler. Sunstone Press. hlm. 159. ISBN 0-86534-377-2. 
  105. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D. (editors), ed. (2005). "Blitz". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 108–109. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  106. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 289. ISBN 0-14-028530-X. 
  107. ^ Joes, Anthony James (2004). Resisting Rebellion: The History And Politics of Counterinsurgency. University Press of Kentucky. hlm. 224. ISBN 0-8131-2339-9. 
  108. ^ Fairbank, John King; Goldman, Merle (1994). China: A New History. Harvard University Press. hlm. 320. ISBN 0-674-11673-9. 
  109. ^ Garver, John W (1988). Chinese-Soviet Relations, 1937–1945: The Diplomacy of Chinese Nationalism. Oxford University Press. hlm. 114. ISBN 0-19-505432-6. 
  110. ^ Weinberg 1995, hlm. 195
  111. ^ Sella, Amnon (July 1978). ""Barbarossa": Surprise Attack and Communication". Journal of Contemporary History 13 (3): 555–83. doi:10.1177/002200947801300308. 
  112. ^ Kershaw, Ian (2007). Fateful Choices. Allen Lane. hlm. 66–69. ISBN 0-7139-9712-5. 
  113. ^ Steinberg, Jonathan (June 1995). "The Third Reich Reflected: German Civil Administration in the Occupied Soviet Union, 1941–4". The English Historical Review 110 (437): 620–51. 
  114. ^ Hauner, Milan (1978). "Did Hitler Want a World Dominion?". Journal of Contemporary History 13 (1): 15–32. doi:10.1177/002200947801300102. 
  115. ^ Roberts, Cynthia A (1995). "Planning for War: The Red Army and the Catastrophe of 1941". Europe-Asia Studies 47 (8): 1293–26. doi:10.1080/09668139508412322. 
  116. ^ Wilt, Alan F. (1981). "Hitler's Late Summer Pause in 1941". Military Affairs 45 (4): 187–91. doi:10.2307/1987464. JSTOR 1987464. 
  117. ^ Erickson, John (2003). The Road to Stalingrad. Cassell Military. hlm. 114–137. ISBN 0-304-36541-6. 
  118. ^ Glantz 2001, hlm. 9
  119. ^ Farrell, Brian P (1993). "Yes, Prime Minister: Barbarossa, Whipcord, and the Basis of British Grand Strategy, Autumn 1941". The Journal of Military History 57 (4): 599–625. doi:10.2307/2944096. JSTOR 2944096. 
  120. ^ Pravda, Alex; Duncan, Peter J. S (1990). Soviet-British Relations Since the 1970s. Cambridge University Press. hlm. 29. ISBN 0-521-37494-4. 
  121. ^ Bueno de Mesquita, Bruce; Smith, Alastair; Siverson, Randolph M.; Morrow, James D (2005). The Logic of Political Survival. MIT Press. hlm. 425. ISBN 0-262-52440-6. 
  122. ^ Louis, William Roger (1998). More Adventures with Britannia: Personalities, Politics and Culture in Britain. University of Texas Press. hlm. 223. ISBN 0-292-74708-X. 
  123. ^ Kleinfeld, Gerald R (1983). "Hitler's Strike for Tikhvin". Military Affairs 47 (3): 122–128. doi:10.2307/1988082. JSTOR 1988082. 
  124. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 113. ISBN 1-84212-513-3. 
  125. ^ Glantz 2001, hlm. 26, "By 1 November [the Wehrmacht] had lost fully 20% of its committed strength (686,000 men), up to 2/3 of its ½-million motor vehicles, and 65 percent of its tanks. The German Army High Command (OKH) rated its 136 divisions as equivalent to 83 full-strength divisions."
  126. ^ Reinhardt, Klaus; Keenan, Karl B (1992). Moscow-The Turning Point: The Failure of Hitler's Strategy in the Winter of 1941–42. Berg. hlm. 227. ISBN 0-85496-695-1. 
  127. ^ Milward, A.S. (1964). "The End of the Blitzkrieg". The Economic History Review 16 (3): 499–518. doi:10.1111/j.1468-0289.1964.tb01744.x. 
  128. ^ Rotundo, Louis (1986). "The Creation of Soviet Reserves and the 1941 Campaign". Military Affairs 50 (1): 21–8. doi:10.2307/1988530. JSTOR 1988530. 
  129. ^ Glantz 2001, hlm. 26
  130. ^ Garthoff, Raymond L (October 1969). "The Soviet Manchurian Campaign, August 1945". Military Affairs 33 (2): 312. 
  131. ^ Welch, David (1999). Modern European History, 1871–2000: A Documentary Reader. Routledge. hlm. 102. ISBN 0-415-21582-X. 
  132. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 248. ISBN 0-521-61826-6. 
  133. ^ Anderson, Irvine H., Jr. (1975). "The 1941 De Facto Embargo on Oil to Japan: A Bureaucratic Reflex". The Pacific Historical Review 44 (2): 201. JSTOR 3638003. 
  134. ^ Peattie, Mark R.; Evans, David C. (1997). Kaigun: Strategy, Tactics, and Technology in the Imperial Japanese Navy. Naval Institute Press. hlm. 456. ISBN 0-87021-192-7. 
  135. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 125. ISBN 0-415-22404-7. 
  136. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 310. ISBN 0-521-61826-6. 
  137. ^ Morgan, Patrick M (1983). Strategic Military Surprise: Incentives and Opportunities. Transaction Publishers. hlm. 51. ISBN 0-87855-912-4. 
  138. ^ a b Wohlstetter, Roberta (1962). Pearl Harbor: Warning and Decision. Stanford University Press. hlm. 341–43. ISBN 0-8047-0598-4. 
  139. ^ Dunn, Dennis J (1998). Caught Between Roosevelt & Stalin: America's Ambassadors to Moscow. The University Press of Kentucky. hlm. 157. ISBN 0-8131-2023-3. 
  140. ^ According to Ernest May (May, Ernest (1955). "The United States, the Soviet Union and the Far Eastern War". The Pacific Historical Review 24 (2): 156. JSTOR 3634575. ) Churchill stated: "Russian declaration of war on Japan would be greatly to our advantage, provided, but only provided, that Russians are confident that will not impair their Western Front".
  141. ^ Mingst, Karen A.; Karns, Margaret P (2007). United Nations in the Twenty-First Century. Westview Press. hlm. 22. ISBN 0-8133-4346-1. 
  142. ^ Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, p. 99 ISBN 1-4481-4045-5.
  143. ^ a b Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, pp. 406–7 ISBN 1-4481-4045-5. "Stalin always believed that Britain and America were delaying the second front so that the Soviet Union would bear the brunt of the war"
  144. ^ Klam, Julie (2002). The Rise of Japan and Pearl Harbor. Black Rabbit Books. hlm. 27. ISBN 1-58340-188-1. 
  145. ^ Lewis, Morton. "XXIX. Japanese Plans and American Defenses". In Greenfield, Kent Roberts. The Fall of the Philippines. U.S. Government Printing Office. hlm. 529. Library of Congress Catalogue Card Number: 53-63678.  (Table 11).
  146. ^ Hill, J. R.; Ranft, Bryan (2002). The Oxford Illustrated History of the Royal Navy. Oxford University Press. hlm. 362. ISBN 0-19-860527-7. 
  147. ^ Hsiung 1992, hlm. 158
  148. ^ Perez, Louis G. (1 June 1998). The history of Japan. Greenwood Publishing Group. hlm. 145. ISBN 0-313-30296-0. Diakses 12 November 2009. 
  149. ^ Gooch, John (1990). Decisive Campaigns of the Second World War. Routledge. hlm. 52. ISBN 0-7146-3369-0. 
  150. ^ Glantz 2001, hlm. 31
  151. ^ Molinari, Andrea (2007). Desert Raiders: Axis and Allied Special Forces 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 1-84603-006-4. 
  152. ^ Mitcham, Samuel W.; Mitcham, Samuel W. Jr (1982). Rommel's Desert War: The Life and Death of the Afrika Korps. Stein & Day. hlm. 31. ISBN 978-0-8117-3413-4. 
  153. ^ Maddox, Robert James (1992). The United States and World War II. Westview Press. hlm. 111–12. ISBN 0-8133-0436-9. 
  154. ^ Salecker, Gene Eric (2001). Fortress Against the Sun: The B-17 Flying Fortress in the Pacific. Da Capo Press. hlm. 186. ISBN 1-58097-049-4. 
  155. ^ Ropp, Theodore (1962). War in the Modern World. Macmillan Publishing Company. hlm. 368. ISBN 0-8018-6445-3. 
  156. ^ Weinberg 1995, hlm. 339
  157. ^ Gilbert, Adrian (2003). The Encyclopedia of Warfare: From Earliest Times to the Present Day. Globe Pequot. hlm. 259. ISBN 1-59228-027-7. 
  158. ^ Swain, Bruce (2001). A Chronology of Australian Armed Forces at War 1939–45. Allen & Unwin. hlm. 197. ISBN 1-86508-352-6. 
  159. ^ Hane, Mikiso (2001). Modern Japan: A Historical Survey. Westview Press. hlm. 340. ISBN 0-8133-3756-9. 
  160. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 111. ISBN 1-84176-882-0. 
  161. ^ Brayley, Martin J (2002). The British Army, 1939–45: The Far East. Osprey Publishing. hlm. 9. ISBN 1-84176-238-5. 
  162. ^ Read, Anthony (2004). The Devil's Disciples: Hitler's Inner Circle. W. W. Norton & Company. hlm. 764. ISBN 0-393-04800-4. 
  163. ^ Davies, Norman (2006). Europe at War 1939–1945: No Simple Victory. Macmillan. hlm. 100. ISBN 0-333-69285-3. 
  164. ^ Badsey, Stephen (2000). The Hutchinson Atlas of World War II Battle Plans: Before and After. Taylor & Francis. hlm. 235–36. ISBN 1-57958-265-6. 
  165. ^ Black, Jeremy (2003). World War Two: A Military History. Routledge. hlm. 119. ISBN 0-415-30534-9. 
  166. ^ Gilbert, Sir Martin (2004). The Second World War: A Complete History. Macmillan. hlm. 397–400. ISBN 0-8050-7623-9. 
  167. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 142. ISBN 1-84212-513-3. 
  168. ^ Gannon, James (2002). Stealing Secrets, Telling Lies: How Spies and Codebreakers Helped Shape the Twentieth Century. Brassey's. hlm. 76. ISBN 1-57488-473-5. 
  169. ^ Paxton, Robert O (1972). Vichy France: Old Guard and New Order, 1940–1944. Knopf. hlm. 313. ISBN 0-394-47360-4. 
  170. ^ Rich, Norman (1992). Hitler's War Aims: Ideology, the Nazi State, and the Course of Expansion. Norton. hlm. 178. ISBN 0-393-00802-9. 
  171. ^ Penrose, Jane (2004). The D-Day Companion. Osprey Publishing. hlm. 129. ISBN 1-84176-779-4. 
  172. ^ Neillands, Robin (2005). The Dieppe Raid: The Story of the Disastrous 1942 Expedition. Indiana University Press. ISBN 0-253-34781-5. 
  173. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 277. ISBN 0-7126-7348-2. 
  174. ^ Thomas, David Arthur (1988). A Companion to the Royal Navy. Harrap. hlm. 265. ISBN 0-245-54572-7. 
  175. ^ Thomas, Nigel; Andrew, Stephen (1998). German Army 1939–1945 (2): North Africa & Balkans. Osprey Publishing. hlm. 8. ISBN 1-85532-640-X. 
  176. ^ a b Ross, Steven T (1997). American War Plans, 1941–1945: The Test of Battle. Frank Cass & Co. hlm. 38. ISBN 0-7146-4634-2. 
  177. ^ Bonner, Kit; Bonner, Carolyn (2001). Warship Boneyards. MBI Publishing Company. hlm. 24. ISBN 0-7603-0870-5. 
  178. ^ Collier, Paul (2003). The Second World War (4): The Mediterranean 1940–1945. Osprey Publishing. hlm. 11. ISBN 1-84176-539-2. 
  179. ^ Thompson, John Herd; Randall, Stephen J (1994). Canada and the United States: Ambivalent Allies. University of Georgia Press. hlm. 164. ISBN 0-8203-2403-5. 
  180. ^ Kennedy, David M (1999). Freedom from Fear: The American People in Depression and War, 1929–1945. Oxford University Press. hlm. 610. ISBN 0-19-503834-7. 
  181. ^ Rottman, Gordon L (2002). World War II Pacific Island Guide: A Geo-Military Study. Greenwood Publishing Group. hlm. 228. ISBN 0-313-31395-4. 
  182. ^ Glantz, David M. (September 1986). "Soviet Defensive Tactics at Kursk, July 1943". CSI Report No. 11. (Combined Arms Research Library). OCLC 278029256. Diarsipkan dari aslinya tanggal 6 March 2008. Diakses 17 February 2010. 
  183. ^ Glantz, David M (1989). Soviet military deception in the Second World War. Routledge. hlm. 149–59. ISBN 978-0-7146-3347-3. 
  184. ^ Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. W. W. Norton & Company. hlm. 592. ISBN 0-393-32252-1. 
  185. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 32. ISBN 0-7391-0195-1. 
  186. ^ Bellamy, Chris T (2007). Absolute war: Soviet Russia in the Second World War. BAlfred A. Knopf. hlm. 595. ISBN 0-375-41086-4. 
  187. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 35. ISBN 0-7391-0195-1. 
  188. ^ Healy, Mark (1992). Kursk 1943: The tide turns in the East. Osprey Publishing. hlm. 90. ISBN 1-85532-211-0. 
  189. ^ Glantz 2001, hlm. 50–55
  190. ^ McGowen, Tom (2002). Assault From The Sea: Amphibious Invasions in the Twentieth Century. Twenty-First Century Books. hlm. 43–44. ISBN 0-7613-1811-9. 
  191. ^ Mazower, Mark (2009). Hitler's Empire : Nazi Rule in Occupied Europe. London: Penguin. hlm. 362. ISBN 978-0-14-101192-9. 
  192. ^ Hart, Stephen; Hart, Russell; Hughes, Matthew (2000). The German Soldier in World War II. MBI Publishing Company. hlm. 151. ISBN 0-7603-0846-2. 
  193. ^ Blinkhorn, Martin (1984). Mussolini and Fascist Italy. Methuen & Co. hlm. 52. ISBN 0-415-10231-6. 
  194. ^ Read, Anthony; Fisher, David (1992). The Fall of Berlin. Hutchinson. hlm. 129. ISBN 0-09-175337-6. 
  195. ^ Padfield, Peter (1998). War Beneath the Sea : Submarine Conflict During World War II (ed. paperback.). New York: John Wiley. hlm. 335–336. ISBN 0-471-24945-9. 
  196. ^ a b Iriye, Akira (1981). Power and culture: the Japanese-American war, 1941–1945. Harvard University Press. hlm. 154. ISBN 0-674-69582-8. 
  197. ^ a b Polley, Martin (2000). A-Z of modern Europe since 1789. Taylor & Francis. hlm. 148. ISBN 0-415-18598-X. 
  198. ^ ed. Hsiung, James C. and Steven I. Levine China's Bitter Victory: The War with Japan 1937–1945, p. 161
  199. ^ Hsu Long-hsuen and Chang Ming-kai (1971) History of The Sino-Japanese War (1937–1945) 2nd Ed. Translated by Wen Ha-hsiung. Chung Wu Publishing. pp. 412–416, Map 38
  200. ^ Weinberg 1995, hlm. 660–661
  201. ^ Glantz, David M (2001). The siege of Leningrad, 1941–1944: 900 days of terror. Zenith Imprint. hlm. 166–69. ISBN 0-7603-0941-8. 
  202. ^ Glantz, David M (2002). The Battle for Leningrad: 1941–1944. Lawrence: University Press of Kansas. ISBN 0-7006-1208-4. 
  203. ^ Chubarov, Alexander (2001). Russia's Bitter Path to Modernity: A History of the Soviet and Post-Soviet Eras. Continuum International Publishing Group. hlm. 122. ISBN 0-8264-1350-1. 
  204. ^ Havighurst, Alfred F (1962). Britain in Transition: The Twentieth Century. The University of Chicago Press. hlm. 344. ISBN 0-226-31971-7. 
  205. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 224. ISBN 0-415-22404-7. 
  206. ^ a b Zeiler, Thomas W (2004). Unconditional Defeat: Japan, America, and the End of World War II. Scholarly Resources. hlm. 60. ISBN 0-8420-2991-5. 
  207. ^ Craven, Wesley Frank; Cate, James Lea (1953). The Army Cairan Forces in World War II, Volume Five—The Pacific, Matterhorn to Nagasaki. Chicago University Press. hlm. 207. 
  208. ^ Hsiung, James Chieh; Levine, Steven I (1992). China's Bitter Victory: The War with Japan, 1937–1945. M.E. Sharpe. hlm. 163. ISBN 1-56324-246-X. 
  209. ^ Coble, Parks M (2003). Chinese Capitalists in Japan's New Order: The Occupied Lower Yangzi, 1937–1945. University of California Press. hlm. 85. ISBN 0-520-23268-2. 
  210. ^ Weinberg 1995, hlm. 695
  211. ^ Badsey, Stephen (1990). Normandy 1944: Allied Landings and Breakout. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 0-85045-921-4. 
  212. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Market-Garden". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  213. ^ The operation "was the most calamitous defeat of all the German armed forces in World War II" (Zaloga, Steven J (1996). Bagration 1944: The destruction of Army Group Centre. Osprey Publishing. hlm. 7. ISBN 1-85532-478-4. )
  214. ^ Berend, Ivan T. (1999). Central and Eastern Europe, 1944–1993: Detour from the Periphery to the Periphery. Cambridge University Press. hlm. 8. ISBN 0-521-55066-1. 
  215. ^ "Armistice Negotiations and Soviet Occupation". US Library of Congress. Diakses 14 November 2009. "The coup speeded the Red Army's advance, and the Soviet Union later awarded Michael the Order of Victory for his personal courage in overthrowing Antonescu and putting an end to Romania's war against the Allies. Western historians uniformly point out that the Communists played only a supporting role in the coup; postwar Romanian historians, however, ascribe to the Communists the decisive role in Antonescu's overthrow" 
  216. ^ Hastings, Max; Paul Henry, Collier (2004). The Second World War: a world in flames. Osprey Publishing. hlm. 223–4. ISBN 1-84176-830-8. 
  217. ^ Wiest, Andrew A; Barbier, M. K (2002). Strategy and Tactics Infantry Warfare. Zenith Imprint. hlm. 65–6. ISBN 0-7603-1401-2. 
  218. ^ Wiktor, Christian L (1998). Multilateral Treaty Calendar – 1648–1995. Kluwer Law International. hlm. 426. ISBN 90-411-0584-0. 
  219. ^ Newton, Steven H (1995). Retreat from Leningrad : Army Group North, 1944/1945. Atglen, Philadelphia: Schiffer Books. ISBN 0-88740-806-0. 
  220. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 120. ISBN 1-84176-882-0. 
  221. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 8
  222. ^ Howard, Joshua H (2004). Workers at War: Labor in China's Arsenals, 1937–1953. Stanford University Press. hlm. 140. ISBN 0-8047-4896-9. 
  223. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 54. ISBN 0-8032-6638-3. 
  224. ^ Cook, Chris; Bewes, Diccon (1997). What Happened Where: A Guide to Places and Events in Twentieth-Century History. UCL Press. hlm. 305. ISBN 1-85728-532-8. 
  225. ^ a b Parker, Danny S (2004). Battle of the Bulge: Hitler's Ardennes Offensive, 1944–1945. Da Capo Press. hlm. xiii–xiv, 6–8, 68–70 & 329–330. ISBN 0-306-81391-2. 
  226. ^ Glantz 2001, hlm. 85
  227. ^ Solsten, Eric (1999). Germany: A Country Study. DIANE Publishing. hlm. 76–7. ISBN 0-7881-8179-3. 
  228. ^ United States Dept. of State (1967). The China White Paper, August 1949. Stanford University Press. hlm. 113. ISBN 0-8047-0608-5. 
  229. ^ Buchanan, Tom (2006). Europe's troubled peace, 1945–2000. Wiley-Blackwell. hlm. 21. ISBN 0-631-22163-8. 
  230. ^ Shepardson, Donald E (1998). "The Fall of Berlin and the Rise of a Myth". The Journal of Military History 62 (1): 135–154. doi:10.2307/120398. JSTOR 120398. 
  231. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 244. ISBN 0-7391-0195-1. 
  232. ^ Kershaw 2001, hlm. 823
  233. ^ a b Donnelly, Mark (1999). Britain in the Second World War. Routledge. hlm. xiv. ISBN 0-415-17425-2. 
  234. ^ Pinkus, Oscar . The war aims and strategies of Adolf Hitler, McFarland, 2005, ISBN 0-7864-2054-5, ISBN 978-0-7864-2054-4, p. 501-3
  235. ^ Glantz, David M. (1995). When Titans Clashed: How the Red Army Stopped Hitler. Lawrence, Kansas: University Press of Kansas. hlm. 34. ISBN 0-7006-0899-0. 
  236. ^ Chant, Christopher (1986). The Encyclopedia of Codenames of World War II. Routledge & Kegan Paul. hlm. 118. ISBN 0-7102-0718-2. 
  237. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 57. ISBN 0-8032-6638-3. 
  238. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 6
  239. ^ Poirier, Michel Thomas (20 October 1999). "Results of the German and American Submarine Campaigns of World War II". U.S. Navy. Diakses 13 April 2008. 
  240. ^ Williams, Andrew J (2006). Liberalism and War: The Victors and the Vanquished. Routledge. hlm. 90. ISBN 0-415-35980-5. 
  241. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 201. ISBN 0-521-86244-2. 
  242. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 203–4. ISBN 0-521-86244-2. 
  243. ^ Glantz, David M (2005). "August Storm: The Soviet Strategic Offensive in Manchuria". Leavenworth Papers (Combined Arms Research Library). OCLC 78918907. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2 March 2008. Diakses 25 January 2010. 
  244. ^ Pape, Robert A (1993). "Why Japan Surrendered". International Security 18 (2): 154–201. doi:10.2307/2539100. JSTOR 2539100. 
  245. ^ Norbert Frei. Adenauer's Germany and the Nazi Past: The Politics of Amnesty and Integration. Translated by Joel Golb. New York: Columbia University Press. 2002. ISBN 0-231-11882-1, pp. 41–66.
  246. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 43. ISBN 0-300-11204-1. 
  247. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 55. ISBN 0-300-11204-1. 
  248. ^ Shirer, William L. (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 794. ISBN 0-671-72868-7. 
  249. ^ Kennedy-Pipe, Caroline (1995). Stalin's Cold War. Manchester University Press. ISBN 0-7190-4201-1. 
  250. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 20–21. ISBN 0-7425-5542-9. 
  251. ^ Senn, Alfred Erich (2007). Lithuania 1940: revolution from above. Rodopi. ISBN 978-90-420-2225-6. 
  252. ^ Yoder, Amos (1997). The Evolution of the United Nations System. Taylor & Francis. hlm. 39. ISBN 1-56032-546-1. 
  253. ^ "History of the UN". United Nations. Diakses 25 January 2010. 
  254. ^ "The Universal Declaration of Human Rights, Article 2". United Nations. Diakses 14 November 2009. "* Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the political, jurisdictional or international status of the country or territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-self-governing or under any other limitation of sovereignty" 
  255. ^ Kantowicz, Edward R (2000). Coming Apart, Coming Together. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 6. ISBN 0-8028-4456-1. 
  256. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 96–100. ISBN 0-7425-5542-9. 
  257. ^ Trachtenberg, Marc (1999). A Constructed Peace: The Making of the European Settlement, 1945–1963. Princeton University Press. hlm. 33. ISBN 0-691-00273-8. 
  258. ^ Granville, Johanna (2004). The First Domino: International Decision Making during the Hungarian Crisis of 1956. Texas A&M University Press. ISBN 1-58544-298-4. 
  259. ^ Grenville, John Ashley Soames (2005). A History of the World from the 20th to the 21st century. Routledge. hlm. 370–71. ISBN 0-415-28954-8. 
  260. ^ Cook, Bernard A (2001). Europe Since 1945: An Encyclopedia. Taylor & Francis. hlm. 17. ISBN 0-8153-4057-5. 
  261. ^ Geoffrey Swain. The Cominform: Tito's International? The Historical Journal, Vol. 35, No. 3 (Sep. 1992), pp. 641–663
  262. ^ Leffler, Melvyn P.; Painter, David S (1994). Origins of the Cold War: An International History. Routledge. hlm. 318. ISBN 0-415-34109-4. 
  263. ^ Bellamy, Christopher (2001). "Cold War". In Holmes, Richard. The Oxford Companion to Military History (ed. Oxford Reference Online). Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-860696-6. 
  264. ^ Weinberg, Gerhard L. (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. p. 911
  265. ^ Connor, Mary E. (2009). "History". In Connor, Mary E. The Koreas. Asia in Focus. Santa Barbara: ABC-CLIO. hlm. 43–45. ISBN 1-59884-160-2. 
  266. ^ Lynch, Michael (2010). The Chinese Civil War 1945–49. Botley: Osprey Publishing. hlm. 12–13. ISBN 978-1-84176-671-3. 
  267. ^ Roberts, J.M. (1996). The Penguin History of Europe. London: Penguin Books. hlm. 589. ISBN 0-14-026561-9. 
  268. ^ Darwin, John (2007). After Tamerlane: The Rise & Fall of Global Empires 1400–2000. London: Penguin Books. hlm. 441–443, 464–468. ISBN 978-0-14-101022-9. 
  269. ^ Harrison, Mark (1998). "The economics of World WarII: an overview". In Harrison, Mark. The Economics of World War II: Six great powers in international comparison. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 34–35. ISBN 0-521-62046-5. 
  270. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D., ed. (2005). "World trade and world economy". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 1006. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  271. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 207
  272. ^ Vladimir Petrov, Money and conquest; allied occupation currencies in World War II. Baltimore, Johns Hopkins Press (1967) p. 263
  273. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 208, 209
  274. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. pp. 190, 191, ISBN 0-262-04136-7.
  275. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 212
  276. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. p29 -p30, 32, ISBN 0-262-04136-7.
  277. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 20. ISBN 0-7456-1299-7. 
  278. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 21. ISBN 0-7456-1299-7. 
  279. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 23. ISBN 0-521-34579-0. 
  280. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. hlm. 117. ISBN 0-262-04136-7. 
  281. ^ Emadi-Coffin, Barbara (2002). Rethinking International Organization: Deregulation and Global Governance. Routledge. hlm. 64. ISBN 0-415-19540-3. 
  282. ^ Smith, Alan (1993). Russia And the World Economy: Problems of Integration. Routledge. hlm. 32. ISBN 0-415-08924-7. 
  283. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 49. ISBN 0-521-34579-0. 
  284. ^ Genzberger, Christine (1994). China Business: The Portable Encyclopedia for Doing Business with China. Petaluma, California: World Trade Press. hlm. 4. ISBN 0-9631864-3-4. 
  285. ^ O'Brien, Prof. Joseph V. "World War II: Combatants and Casualties (1937–1945)". Obee's History Page. John Jay College of Criminal Justice. Diakses 20 April 2007. [tautan nonaktif]
  286. ^ White, Matthew. "Source List and Detailed Death Tolls for the Twentieth Century Hemoclysm". Historical Atlas of the Twentieth Century. Matthew White's Homepage. Diakses 20 April 2007. 
  287. ^ "World War II Fatalities". secondworldwar.co.uk. Diakses 20 April 2007. 
  288. ^ Geoffrey A. Hosking (2006). Rulers and victims: the Russians in the Soviet Union. Harvard University Press. p. 242. ISBN 0-674-02178-9.
  289. ^ Michael Ellman and S. Maksudov (1994). "Soviet Deaths in the Great Patriotic War: A Note". Europe-Asia Studies 46 (4): 671–680. PMID 12288331. 
  290. ^ Smith, J.W. (1994). The World's Wasted Wealth 2: Save Our Wealth, Save Our Environment. p. 204. ISBN 0-9624423-2-1.
  291. ^ Herf, Jeffrey (2003). "The Nazi Extermination Camps and the Ally to the East. Could the Red Army and Cairan Force Have Stopped or Slowed the Final Solution?". Kritika: Explorations in Russian and Eurasian History 4 (4): 913–930. doi:10.1353/kri.2003.0059. 
  292. ^ Florida Center for Instructional Technology (2005). "Victims". A Teacher's Guide to the Holocaust. University of South Florida. Diakses 2 February 2008. 
  293. ^ Niewyk, Donald L. and Nicosia, Francis R. (2000). The Columbia Guide to the Holocaust. Columbia University Press. pp. 45–52.
  294. ^ Todd, Allan (2001). The Modern World. Oxford University Press. hlm. 121. ISBN 0-19-913425-1. 
  295. ^ Winter, J.M. (2002). "Demography of the War". In Dear, I.C.B.; Foot, M.R.D. Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 290. ISBN 0-19-860446-7. 
  296. ^ "Jasenovac". jewishvirtuallibrary.org. American-Israeli Cooperative Enterprise. Diakses 25 January 2010. 
  297. ^ Chang, Iris (1997). The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II. BasicBooks. hlm. 102. ISBN 0-465-06835-9. 
  298. ^ Rummell, R. J. "Statistics". Freedom, Democide, War. The University of Hawaii System. Diakses 25 January 2010. 
  299. ^ Himeta, Mitsuyoshi (姫田光義) (日本軍による『三光政策・三光作戦をめぐって』) (Concerning the Three Alls Strategy/Three Alls Policy By the Japanese Forces), Iwanami Bukkuretto, 1996, Bix, Hirohito and the Making of Modern Japan, 2000
  300. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 319. ISBN 1-57607-999-6. 
  301. ^ Gold, Hal (1996). Unit 731 testimony. Tuttle. hlm. 75–7. ISBN 0-8048-3565-9. 
  302. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 320. ISBN 1-57607-999-6. 
  303. ^ Harris (2002). Factories of Death: Japanese Biological Warfare, 1932–1945, and the American Cover-up. Routledge. hlm. 74. ISBN 0-415-93214-9. 
  304. ^ Sabella, Robert; Li, Fei Fei; Liu, David (2002). Nanking 1937: Memory and Healing. M.E. Sharpe. hlm. 69. ISBN 0-7656-0816-2. 
  305. ^ "Japan tested chemical weapons on Aussie POW: new evidence". The Japan Times Online. 27 July 2004. Diakses 25 January 2010. 
  306. ^ Aksar, Yusuf (2004). Implementing International Humanitarian Law: From the Ad Hoc Tribunals to a Permanent International Criminal Court. Routledge. hlm. 45. ISBN 0-7146-8470-8. 
  307. ^ Hornberger, Jacob (April 1995). "Repatriation—The Dark Side of World War II". The Future of Freedom Foundation. Diakses 25 January 2010. 
  308. ^ Koh, David (21 August 2008). "Vietnam needs to remember famine of 1945". The Straits Times (Singapore). Diakses 25 January 2010. 
  309. ^ Harding, Luke (22 October 2003). "Germany's forgotten victims". The Guardian (London). Diakses 21 January 2010. 
  310. ^ a b Marek, Michael (27 October 2005). "Final Compensation Pending for Former Nazi Forced Laborers". dw-world.de. Deutsche Welle. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 19 January 2010. 
  311. ^ Applebaum, Anne (16 October 2003). "Gulag: Understanding the Magnitude of What Happened". Heritage Foundation. Diakses 19 January 2010. 
  312. ^ North, Jonathan (January 2006). "Soviet Prisoners of War: Forgotten Nazi Victims of World War II". HistoryNet.com. Weider History Group. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 19 January 2010. 
  313. ^ Overy, Richard (2004). The Dictators: Hitler's Germany, Stalin's Russia. W. W. Norton & Company. hlm. 568–69. ISBN 0-393-02030-4. 
  314. ^ Zemskov V.N. On repatriation of Soviet citizens. Istoriya SSSR., 1990, No.4, (in Russian). See also [1] (online version), and Edwin Bacon (1992). "Glasnost' and the Gulag: New Information on Soviet Forced Labour around World War II". Soviet Studies 44 (6): 1069–1086. JSTOR 152330. ; Michael Ellman (2002). "Soviet Repression Statistics: Some Comments". Europe-Asia Studies 54 (7): 1151–1172. doi:10.1080/0966813022000017177.  copy
  315. ^ "Japanese Atrocities in the Philippines". American Experience: the Bataan Rescue. PBS Online. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 18 January 2010. 
  316. ^ Tanaka, Yuki (1996). Hidden Horrors: Japanese War Crimes in World War II. Westview Press. hlm. 2–3. ISBN 0-8133-2718-0. 
  317. ^ Bix, Herbert (2001). Hirohito and the Making of Modern Japan. HarperCollins. hlm. 360. ISBN 0-06-093130-2. 
  318. ^ a b Ju, Zhifen (June 2002). "Japan's atrocities of conscripting and abusing north China draughtees after the outbreak of the Pacific war". Joint Study of the Sino-Japanese War:Minutes of the June 2002 Conference. Harvard University Faculty of Arts and Sciences. Diakses 18 February 2010. 
  319. ^ a b "Indonesia: World War II and the Struggle For Independence, 1942–50; The Japanese Occupation, 1942–45". Library of Congress. 1992. Diakses 9 February 2007. 
  320. ^ "Manzanar National Historic Site". U.S. National Park Service. Diakses 21 February 2012. 
  321. ^ Department of Labour of Canada (24 January 1947). "Report on the Re-establishment of Japanese in Canada, 1944–1946". Department of Labour (Office of the Prime Minister). hlm. 23. ISBN 0-405-11266-1. 
  322. ^ Kennedy, David M. (2001). Freedom From Fear : The American People in Depression and War, 1929–1945. New York City: Oxford University Press. hlm. 749–750. ISBN 0-19-514403-1. 
  323. ^ Eugene Davidson "The Death and Life of Germany: an Account of the American Occupation", University of Missouri Press, 1999 ISBN 0-8262-1249-2, p. 121
  324. ^ Stark, Tamás. ""Malenki Robot" – Hungarian Forced Labourers in the Soviet Union (1944–1955)" (PDF). Minorities Research. Diakses 22 January 2010. 
  325. ^ a b Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 3. ISBN 0-521-78503-0. 
  326. ^ Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 2. ISBN 0-521-78503-0. 
  327. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 148. ISBN 1-57488-281-3. 
  328. ^ Bernstein, Gail Lee (1991). Recreating Japanese Women, 1600–1945. University of California Press. hlm. 267. ISBN 978-0-520-07017-2. 
  329. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 151. ISBN 1-57488-281-3. 
  330. ^ Griffith, Charles (1999). The Quest: Haywood Hansell and American Strategic Bombing in World War II. DIANE Publishing. hlm. 203. ISBN 1-58566-069-8. 
  331. ^ Overy, R.J (1995). War and Economy in the Third Reich. Oxford University Press, USA. hlm. 26. ISBN 0-19-820599-6. 
  332. ^ Lindberg, Michael; Daniel, Todd (2001). Brown-, Green- and Blue-Water Fleets: the Influence of Geography on Naval Warfare, 1861 to the Present. Praeger. hlm. 126. ISBN 0-275-96486-8. 
  333. ^ Cox, Sebastian (1998). The Strategic Cairan War Against Germany, 1939–1945. Frank Cass Publishers. hlm. 84. ISBN 0-7146-4722-5. 
  334. ^ Unidas, Naciones (2005). World Economic And Social Survey 2004: International Migration. United Nations Pubns. hlm. 23. ISBN 92-1-109147-0. 
  335. ^ Liberman, Peter (1998). Does Conquest Pay?: The Exploitation of Occupied Industrial Societies. Princeton University Press. hlm. 42. ISBN 0-691-00242-8. 
  336. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 138. ISBN 0-520-03942-4. 
  337. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 148. ISBN 0-520-03942-4. 
  338. ^ Perrie, Maureen; Lieven, D. C. B; Suny, Ronald Grigor (2007). The Cambridge History of Russia. Cambridge University Press. hlm. 232. ISBN 0-521-86194-2. 
  339. ^ Hill, Alexander (2005). The War Behind The Eastern Front: The Soviet Partisan Movement In North-West Russia 1941–1944. Routledge. hlm. 5. ISBN 0-7146-5711-5. 
  340. ^ Christofferson, Thomas R; Christofferson, Michael S (2006). France During World War II: From Defeat to Liberation. Fordham University Press. hlm. 156. ISBN 978-0-8232-2563-7. 
  341. ^ Ikeo, Aiko (1997). Economic Development in Twentieth Century East Asia: The International Context. Routledge. hlm. 107. ISBN 0-415-14900-2. 
  342. ^ a b Boog, Horst; Rahn, Werner; Stumpf, Reinhard; Wegner, Bernd (2001). Militärgeschichtliches Forschungsamt Germany and the Second World War—Volume VI: The Global War. Oxford: Clarendon Press. hlm. 266. ISBN 0-19-822888-0. 
  343. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. Sanata Barbara, CA: ABC-CLIO. hlm. 76. ISBN 1-57607-999-6. 
  344. ^ Levine, Alan J. (1992). The Strategic Bombing of Germany, 1940–1945. Greenwood Press. hlm. 217. ISBN 0-275-94319-4. 
  345. ^ Sauvain, Philip (2005). Key Themes of the Twentieth Century: Teacher's Guide. Wiley-Blackwell. hlm. 128. ISBN 1-4051-3218-3. 
  346. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 163. ISBN 1-57607-999-6. 
  347. ^ Bishop, Chris; Chant, Chris (2004). Aircraft Carriers: The World's Greatest Naval Vessels and Their Aircraft. Wigston, Leics: Silverdale Books. hlm. 7. ISBN 1-84509-079-9. 
  348. ^ Chenoweth, H. Avery; Nihart, Brooke (2005). Semper Fi: The Definitive Illustrated History of the U.S. Marines. New York: Main Street. hlm. 180. ISBN 1-4027-3099-3. 
  349. ^ Sumner, Ian; Baker, Alix (2001). The Royal Navy 1939–45. Osprey Publishing. hlm. 25. ISBN 1-84176-195-8. 
  350. ^ Hearn, Chester G. (2007). Carriers in Combat: The Cairan War at Sea. Stackpole Books. hlm. 14. ISBN 0-8117-3398-X. 
  351. ^ Gardiner, Robert; Brown, David K (2004). The Eclipse of the Big Gun: The Warship 1906–1945. London: Conway Maritime. hlm. 52. ISBN 0-85177-953-0. 
  352. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 15. ISBN 0-521-55926-X. 
  353. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 16. ISBN 0-521-55926-X. 
  354. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 125. ISBN 1-57607-999-6. 
  355. ^ Dupuy, Trevor Nevitt (1982). The Evolution of Weapons and Warfare. Jane's Information Group. hlm. 231. ISBN 0-7106-0123-9. 
  356. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 108. ISBN 1-57607-999-6. 
  357. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 734. ISBN 1-57607-999-6. 
  358. ^ a b Cowley, Robert; Parker, Geoffrey (2001). The Reader's Companion to Military History. Houghton Mifflin Harcourt. hlm. 221. ISBN 0-618-12742-9. 
  359. ^ "Infantry Weapons Of World War 2". Grey Falcon (Black Sun). Diakses 14 November 2009. "These all-purpose guns were developed and used by the German army in the 2nd half of World War 2 as a result of studies which showed that the ordinary rifle's long range is much longer than needed, since the soldiers almost always fired at enemies closer than half of its effective range. The assault rifle is a balanced compromise between the rifle and the sub-machine gun, having sufficient range and accuracy to be used as a rifle, combined with the rapid-rate automatic firepower of the sub machine gun. Thanks to these combined advantages, assault rifles such as the American M-16 and the Russian AK-47 are the basic weapon of the modern soldier" 
  360. ^ Sprague, Oliver; Griffiths, Hugh (2006). "The AK-47: the worlds favourite killing machine" (PDF). controlarms.org. hlm. 1. Diakses 14 November 2009. 
  361. ^ Ratcliff, Rebecca Ann (2006). Delusions of Intelligence: Enigma, Ultra and the End of Secure Ciphers. Cambridge University Press. hlm. 11. ISBN 0-521-85522-5. 
  362. ^ a b Schoenherr, Steven (2007). "Code Breaking in World War II". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari aslinya tanggal 9 May 2008. Diakses 15 November 2009. 
  363. ^ Macintyre, Ben (10 December 2010). "Bravery of thousands of Poles was vital in securing victory". The Times (London). hlm. 27. 
  364. ^ Rowe, Neil C.; Rothstein, Hy. "Deception for Defense of Information Systems: Analogies from Conventional Warfare". Departments of Computer Science and Defense Analysis U.S. Naval Postgraduate School. Cairan University. Diakses 15 November 2009. 
  365. ^ "Konrad Zuse (1910–1995)". Istituto Dalle Molle di Studi sull'Intelligenza Artificiale. Diakses 14 November 2009. "Konrad Zuse builds Z1, world's first programme-controlled computer. Despite mechanical engineering problems it had all the basic ingredients of modern machines, using the binary system and today's standard separation of storage and control. Zuse's 1936 patent application (Z23139/GMD Nr. 005/021) also suggests a von Neumann architecture (re-invented in 1945) with programme and data modifiable in storage" 
  366. ^ Kenneth K. Hatfield (2003). "Heartland heroes: remembering World War II.". University of Missouri Press. p. 91. ISBN 0-8262-1460-6

Referensi

  • Adamthwaite, Anthony P (1992). The Making of the Second World War. New York: Routledge. ISBN 0-415-90716-0. 
  • Brody, J Kenneth (1999). The Avoidable War: Pierre Laval and the Politics of Reality, 1935–1936. New Brunswick, NJ: Transaction Publishers. hlm. 4. ISBN 0-7658-0622-3. 
  • Bullock, A. (1962). Hitler: A Study in Tyranny. London: Penguin Books. ISBN 0-14-013564-2. 
  • Busky, Donald F (2002). Communism in History and Theory: Asia, Africa, and the Americas. Westport, CT: Praeger Publishers. ISBN 0-275-97733-1. 
  • Davies, Norman (2008). No Simple Victory: World War II in Europe, 1939–1945. New York: Penguin Group. ISBN 0-14-311409-3. 
  • Glantz, David M. (2001). "The Soviet-German War 1941–45 Myths and Realities: A Survey Essay". Diarsipkan dari aslinya tanggal 17 June 2011. 
  • Graham, Helen (2005). The Spanish Civil War: A Very Short Introduction. Oxford and New York: Oxford University Press. ISBN 0-19-280377-8. 
  • Holland, J (2006). Together We Stand, Turning the Tide in the West:North Africa, 1942–43. London: Harper Collins. 
  • Hsiung, James Chieh (1992). China's Bitter Victory: The War with Japan, 1937–1945. M.E. Sharpe. ISBN 1-56324-246-X. 
  • Jowett, Philip S.; Andrew, Stephen (2002). The Japanese Army, 1931–45. Osprey Publishing. ISBN 1-84176-353-5. 
  • Kantowicz, Edward R (1999). The rage of nations. Wm. B. Eerdmans Publishing. ISBN 0-8028-4455-3. 
  • Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. W. W. Norton & Company. ISBN 0-393-32252-1. 
  • Kitson, Alison (2001). Germany 1858–1990: Hope, Terror, and Revival. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-913417-5. 
  • Mandelbaum, Michael (1988). The Fate of Nations: The Search for National Security in the Nineteenth and Twentieth Centuries. Cambridge University Press. hlm. 96. ISBN 0-521-35790-X. 
  • Murray, Williamson; Millett, Allan Reed (2001). A War to Be Won: Fighting the Second World War. Harvard University Press. ISBN 0-674-00680-1. 
  • Myers, Ramon; Peattie, Mark (1987). The Japanese Colonial Empire, 1895–1945. Princeton University Press. ISBN 0-691-10222-8. 
  • Preston, Peter (1998). 'Pacific Asia in the global system: an introduction, Wiley-Blackwell. Oxford: Blackwell. hlm. 104. ISBN 0-631-20238-2. 
  • Record, Jeffery (2005). Appeasement Reconsidered: Investigating the Mythology of the 1930s (PDF). DIANE Publishing. hlm. 50. ISBN 1-58487-216-0. Diakses 15 November 2009. 
  • Shaw, Anthony (2000). World War II Day by Day. MBI Publishing Company. ISBN 0-7603-0939-6. 
  • Smith, Winston; Steadman, Ralph (2004). All Riot on the Western Front, Volume 3. Last Gasp. ISBN 0-86719-616-5. 
  • Weinberg, Gerhard L. (1995). A World at Arms: A Global History of World War II. Cambridge University Press. ISBN 0-521-55879-4. 
  • Weinberg, Gerhard L. (2005). A World at Arms: A Global History of World War II (ed. Second). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-85316-8. 
  • Zalampas, Michael (1989). Adolf Hitler and the Third Reich in American magazines, 1923–1939. Bowling Green University Popular Press. ISBN 0-87972-462-5. 

Tautan luar


edunitas.com

Page 11

Perang Dunia II
4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Searah jarum jam dari kiri atas: Pasukan Cina pada Pertempuran Wanjialing, Meriam 25-pounder Australia pada Pertempuran El Alamein Pertama, pesawat pengebom Stuka Jerman di Front Timur musim dingin 1943–1944, pasukan AL Amerika Serikat di Teluk Lingayen, Wilhelm Keitel menandatangani Instrumen Penyerahan Diri Jerman, tentara Soviet pada Pertempuran Stalingrad
Pihak yang terlibat
Sekutu

Uni Soviet (1941–45)[nb 1]
Amerika Serikat (1941–45)
Imperium Britania
Cina (at war 1937–45)
Perancis[nb 2]
Polandia
Kanada
Australia
Selandia Baru
 Afrika Selatan
 Yugoslavia (1941–45)
 Yunani (1940–45)
Norwegia (1940–45)
Belanda (1940–45)
Belgia (1940–45)
 Cekoslowakia
 Brasil (1942–45)
...... dan sebagainya

Negara klien dan boneka
Filipina (1941–45)
Mongolia (1941–45)
...... dan sebagainya

Poros

 Jerman
 Kekaisaran Jepang (at war 1937–45)
 Italia (1940–43)
 Hongaria (1940–45)
 Rumania (1941–44)
 Bulgaria (1941–44)

Pihak terlibat
Finlandia (1941–44)
Thailand (1942–45)
 Irak (1941)

Negara klien dan bonekaManchukuo

Republik Sosial Italia (1943–45)


 Kroasia (1941–45) Slowakia

...... dan sebagainya

KomandanPimpinan Sekutu

Winston Churchill Franklin D. Roosevelt

Joseph Stalin


Chiang Kai-shek
...... dan sebagainyaPimpinan Poros

Adolf Hitler
Hirohito
Benito Mussolini
...... dan sebagainya

KorbanKorban militer:Semakin dari 16.000.000

Korban sipil:

Semakin dari 45.000.000

Total korban:


Semakin dari 61.000.000 (1937–45)
...... semakin lanjutKorban militer:Semakin dari 8.000.000

Korban sipil:

Semakin dari 4.000.000

Total korban:


Semakin dari 12.000.000 (1937–45)
...... semakin lanjut

Templat:Topik Perang Dunia II

Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2), yaitu suatu perang global yang berlanjut mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan sangat jumlah negara di dunia —termasuk semua daya luhur—yang pada penghabisannya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini yaitu perang terluas dalam sejarah yang melibatkan semakin dari 100 juta orang di bermacam pasukan militer Dalam situasi "perang total", negara-negara luhur memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya bagi keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan selang sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal masyarakat sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.[1]

Kekaisaran Jepang berupaya mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Cina pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang ditemani serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania. Sejak penghabisan 1939 sampai permulaan 1941, dalam serangkaian kampanye dan kontrak, Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian luhur benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya daya luhur Sekutu yang terus bertempur melawan blok Poros, dengan menyelenggarakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan membukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian luhur pasukan militer Poros sampai penghabisan perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian luhur Pasifik Barat.

Serbuan Poros beristirahat tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam bermacam pertempuran laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melewati serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet menduduki kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa habis dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan Tingkatan Laut Jepang dan menempati beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang. Uni Soviet yang belakang sekali mengikuti melewati negosiasi dengan menyalakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.

Perang Dunia II mengubah haluan politik dan susunan sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan bagi memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para daya luhur yang yaitu pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[3] Uni Soviet dan Amerika Serikat muncnul bagi daya super yang saling bersaingan dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan luhur Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Biasanya negara yang industrinya terkena dampak buruk muali menjlaani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul bagi upaya bagi menstabilkan hubungan pascaperang.

Kronologi

Permulaan terjadinya perang umumnya disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan invasi Jerman ke Polandia; Britania dan Perancis menyalakan perang terhadap Jerman dua hari yang belakang sekali. Tanggal lain mengenai permulaan perang ini yaitu dimulainya Perang Cina-Jepang Kedua pada 7 Juli 1937.[4][5]

Lainnya mengikuti sejarawan Britania Raya A. J. P. Taylor, yang percaya bahwa Perang Cina-Jepang dan perang di Eropa beserta koloninya terjadi bersamaan dan dua perang ini bergabung pada tahun 1941. Artikel ini memakai penanggalan konvesional. Tanggal-tanggal permulaan lainnya yang sering dipakai bagi Perang Dunia II juga meliputi invasi Italia ke Abisinia pada tanggal 3 Oktober 1935.[6] Sejarawan Britania raya Antony Beevor memandang permulaan Perang Dunia Kedua terjadi ketika Jepang menyerbu Manchuria bulan Agustus 1939.[7]

Tanggal pasti penghabisan perang juga tidak disetujui secara universal. Dari dulu dikatakan bahwa perang habis ketika gencatan senjata 14 Agustus 1945 (V-J Day), alih-alih penyerahan diri formal Jepang (2 September 1945); di sejumlah teks sejarah Eropa, perang ini habis pada V-E Day (8 Mei 1945). Meski begitu, Kontrak Damai dengan Jepang baru ditandatangani pada tahun 1951,[8] dan dengan Jerman pada tahun 1990.[9]

Latar belakangan

Perang Dunia I menciptakan perubahan luhur pada peta politik, dengan kekalahan Blok Sentral, termasuk Austria-Hongaria, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah; dan perebutan kekuasaan oleh Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Sementara itu, negara-negara Sekutu yang menang seperti Perancis, Belgia, Italia, Yunani, dan Rumania mendapatkan wilayah baru, dan negara-negara baru tercipta setelah runtuhnya Austria-Hongaria, Kekaisaran Rusia, dan Kesultanan Utsmaniyah.

Meski muncul gerakan pasifis setelah perang,[10][11] kekalahan ini masih menciptakan nasionalisme iredentis dan revanchis pemain utama di sejumlah negara Eropa. Iredentisme dan revanchisme punya pengaruh kuat di Jerman karena kehilangan teritori, koloni, dan keuangan yang luhur dampak Kontrak Versailles. Menurut kontrak ini, Jerman kehilangan 13 prosen wilayah dalam negerinya dan seluruh koloninya di luar negeri, sementara Jerman dilarang menganeksasi negara lain, harus membayar biaya perbaikan perang, dan membatasi ukuran dan kemampuan tingkatan bersenjata negaranya.[12] Pada ketika yang sama, Perang Saudara Rusia habis dengan terbentuknya Uni Soviet.[13]

Kekaisaran Jerman usai melewati Revolusi Jerman 1918–1919 dan suatu pemerintahaan demokratis yang yang belakang sekali dikenal dengan nama Republik Weimar diwujudkan. Periode antarperang melibatkan kerusuhan selang pendukung republik baru ini dan penentang garis keras atas sayap kanan maupun kiri. Meskipun Italia antaraku sekutu Entente berhasil menduduki sejumlah wilayah, kaum nasionalis Italia marah mengetahui janji-janji Britania dan Perancis yang menjamin masuknya Italia ke kancah perang tidak dipenuhi dengan penyelesaian damai. Sejak 1922 sampai 1925, gerakan Fasis pimpinan Benito Mussolini berkuasa di Italia dnegan programa nasionalis, totalitarian, dan kolaborasionis kelas yang menghapus demokrasi perwakilan, penindasan sosialis, kaum sayap kiri dan liberal, dan mengejar kebijakan luar negeri sifat menyerang yang berupaya membawa Italia bagi daya dunia—"Kekaisaran Romawi Baru".[14]

Di Jerman, Partai Nazi yang dipimpin Adolf Hitler berupaya mendirikan pemerintahan fasis di Jerman. Setelah Depresi Luhur dimulai, dukungan dalam negeri bagi Nazi meningkat dan, pada tahun 1933, Hitler ditunjuk bagi Kanselir Jerman. Setelah kebakaran Reichstag, Hitler menciptakan negara satu partai totalitarian yang dipimpin Partai Nazi.[15]

Parati Kuomintang (KMT) di Cina melancarkan kampanye penyatuan melawan panglima perang regional dan secara nominal berhasil menyatukan Cina pada pertengahan 1920-an, tetapi langsung terlibat dalam perang saudara melawan bekas sekutunya yang komunis.[16] Pada tahun 1931, Kekaisaran Jepang yang semakin militaristik, yang sudah lama berupaya memengaruhi Cina[17] bagi tahap pertama dari apa yang disebut pemerintahnya bagi hak bagi menguasai Asia, memakai Insiden Mukden bagi argumen melancarkan invasi ke Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchukuo.[18]

Terlalu lemah melawan Jepang, Cina berkeinginan bantuan Liga Bangsa-Bangsa. Jepang menarik diri dari Liga Bangsa-Bangsa setelah dikecam atas tingkah laku yang dibuatnya terhadap Manchuria. Kedua negara ini yang belakang sekali bertempur di Shanghai, Rehe, dan Hebei sampai Gencatan Senjata Tanggu ditandatangani tahun 1933. Setelah itu, pasukan voluntir Cina melanjutkan pemberontakan terhadap serangan Jepang di Manchuria, dan Chahar dan Suiyuan.[19]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Benito Mussolini (kiri) dan Adolf Hitler (kanan)

Adolf Hitler, setelah upaya gagal menggulingkan pemerintah Jerman tahun 1923, menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933. Ia menghapus demokrasi, menciptakan revisi orde baru radikal dan rasis, dan segera memulai kampanye persenjataan kembali.[20] Sementara itu, Perancis, bagi melindungi aliansinya, memberikan Italia kemudi atas Ethiopia yang diinginkan Italia bagi yang dijajah kolonialnya. Situasi ini memburuk pada permulaan 1935 ketika Teritori Cekungan Saar dengan sah bersatu kembali dengan Jerman dan Hitler menolak Kontrak Versailles, mempercepat program persenjataan kembalinya dan memperkenalkan harus militer.[21]

Menanti mencegah Jerman, Britania Raya, Perancis, dan Italia membentuk Front Stresa. Uni Soviet, khawatir akan kehendak Jerman mencaplok wilayah lebar di Eropa Timur, menciptakan kontrak bantuan bersama dengan Perancis. Sebelum diberlakukan, pakta Perancis-Soviet ini perlu melewati birokrasi Liga Bangsa-Bangsa, yang pada landasannya menjadikannya tidak berguna.[22][23] Akan tetapi, pada bulan Juni 1935, Britania Raya menciptakan kontrak laut independen dengan Jerman, sehingga melonggarkkan batasan-batasan sebelumnya. Amerika Serikat, setelah mempertimbangkan peristiwa yang terjadi di Eropa dan Asia, mengesahkan Undang-Undang Netralitas pada bulan Agustus.[24] Pada bulan Oktober, Italia menginvasi Ethiopia, dan Jerman yaitu satu-satunya negara luhur Eropa yang mendukung tingkah laku yang dibuat tersebut. Italia langsung menarik keberatannya terhadap tingkah laku yang dibuat Jerman menganeksasi Austria.[25]

Hitler menolak Kontrak Versailles dan Locarno dengan meremiliterisasi Rhineland pada bulan Maret 1936. Ia mendapatkan sedikit tanggapan dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[26] Ketika Perang Saudara Spanyol pecah bulan Juli, Hitler dan Mussolini mendukung pasukan Nasionalis yang fasis dan otoriter dalam perang saudara mereka melawan Republik Spanyol yang didukung Soviet. Kedua pihak memakai konflik ini bagi menguji senjata dan cara peperangan baru,[27] habis dengan kemenangan Nasionalis pada permulaan 1939. Bulan Oktober 1936, Jerman dan Italia membentuk Poros Roma-Berlin. Sebulan yang belakang sekali, Jerman dan Jepang menandatangani Pakta Anti-Komintern, namun kelak ditemani Italia pada tahun berikutnya. Di cina, setelah Insiden Xi'an, pasukan Kuomintang dan komunis menyetujui gencatan senjata bagi membentuk front bersatu dan sama-sama melawan Jepang.[28]

Sebelum perang

Invasi Italia ke Ethiopia (1935)

Perang Italia-Abisinia Kedua yaitu perang kolonial singkat mulai bulan Oktober 1935 sampai Mei 1936. Perang ini terjadi selang tingkatan bersenjata Kerajaan Italia (Regno d'Italia) dan tingkatan bersenjata Kekaisaran Ethiopia (juga disebut Abisinia). Perang ini habis dengan pendudukan militer di Ethiopia dan aneksasinya ke koloni baru Afrika Timur Italia (Africa Orientale Italiana, atau AOI); selain itu, perang ini membuka kelemahan Liga Bangsa-Bangsa bagi daya pelindung perdamaian. Adil Italia dan Ethiopia yaitu negara anggota, tetapi Liga ini tidak berbuat apa-apa ketika negara pertama jelas-jelas melanggar Artikel X yang dibuat oleh Liga ini.[29]

Perang Saudara Spanyol (1936-39)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Reruntuhan Guernica setelah dibom.

Jerman dan Italia memberi dukungan bagi kebangkitan Nasionalis yang dipimpin Jenderal Francisco Franco di Spanyol. Uni Soviet mendukung pemerintah yang sudah berdiri, Republik Spanyol, yang mempunyai kecenderungan sayap kiri. Adil Jerman dan Uni Soviet memakai perang proksi ini bagi kesempatan menguji senjata dan taktik baru mereka. Pengeboman Guernica yang disengaja oleh Legiun Condor Jerman pada April 1937 berkontribusi pada kekhawatiran bahwa perang luhur selanjutnya akan melibatkan serangan bom teror besar-besaran terhadap masyarakat sipil.[30][31]

Invasi Jepang ke Cina (1937)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Sarang senjata mesin Cina pada Pertempuran Shanghai, 1937.

Pada bulan Juli 1937, Jepang mencaplok bekas ibu kota kekaisaran Cina Beijing setelah memulai Insiden Jembatan Marco Polo, yang menjadi batu pijakan kampanye Jepang bagi menjajah seluruh wilayah Cina.[32] Uni Soviet segera menandatangani pakta non-agresi dengan Cina bagi memberi dukungan materiil yang secara efektif mengakhiri kerja sama Cina dengan Jerman sebelumnya. Generalissimo Chiang Kai-shek mengerahkan pasukan terbaiknya bagi mempertahankan Shanghai, tetapi setelah tiga bulan bertempur, Shanghai jatuh. Jepang terus menekan pasukan Cina, mencaplok ibu kota Nanking pada Desember 1937 dan memainkan Pembantaian Nanking.

Pada bulan Juni 1938, pasukan Jepang menghentikan serbuan Jepang dengan membanjiri Sungai Kuning; manuver ini memberikan waktu bagi Cina bagi mempersiapkan pertahanan di Wuhan, namun kota ini berhasil direbut pada bulan Oktober.[33] Kemenangan militer Jepang gagal menghentikan pemberontakan Cina yang menjadi tujuan Jepang. Pemerintahan Cina pindah ke pedalaman di Chongqing dan melanjutkan perang.[34]

Invasi Jepang ke Uni Soviet dan Mongolia (1938)

Pada tanggal 29 Juli 1938, Jepang menyerbu Uni Soviet dan kalah di Pertempuran Danau Khasan. Meski pertempuran tersebut dimenangkan Soviet, Jepang menyebutnya seri dan buntu, dan pada tanggal 11 Mei 1939, Jepang memutuskan memindahkan perbatasan Jepang-Mongolia sampai Sungai Khalkhin Gol melewati pemaksaan. Setelah serangkaian keberhasilan permulaan, serangan Jepang di Mongolia digagalkan oleh Pasukan Merah yang menandakan kekalahan luhur pertama Tingkatan Darat Kwantung Jepang.[35][36]

Pertempuran ini meyakinkan sejumlah faksi pemerintahan Jepang bahwa mereka harus fokus berkonsiliasi dengan pemerintah Soviet demi menghindari ikut-ikut Soviet dalam perang melawan Cina dan mengalihkan perhatian militer mereka ke selatan, yaitu ke yang dijajah Amerika Serikat dan Eropa di Pasifik, serta mencegah penggulingan pimpinan militer Soviet berpengalaman seperti Georgy Zhukov, yang kelak memperagakan peran penting dalam mempertahankan Moskwa.[37]

Pendudukan Eropa dan kontrak

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Dari kiri ke kanan (depan): Chamberlain, Daladier, Hitler, Mussolini, dan Ciano sebelum menandatangani Kontrak Munich.

Di Eropa, Jerman dan Italia semakin keras. Pada bulan Maret 1938, Jerman menganeksasi Austria, lagi-lagi mendapatkan sedikit perhatian dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[38] Semakin tertantang, Hitler mulai menegaskan klaim Jerman atas Sudetenland, wilayah Cekoslowakia yang didominasi oleh etnis Jerman; dan Perancis dan Britania segera memberikan wilayah ini ke Jerman melewati Kontrak Munich, yang dibuat melawan kehendak pemerintah Cekoslowakia, dengan imbalan kontrak tidak berkeinginan wilayah lagi.[39] Sesaat setelah kontrak ini, Jerman dan Italia memaksa Cekoslowakia menyerahkan wilayah tambahan ke Hongaria dan Polandia.[40] Pada bulan Maret 1939, Jerman menyerbu sisa Cekoslowakia dan membelahnya menjadi Protektorat Bohemia dan Moravia Jerman dan negara klien pro-Jerman bernama Republik Slovak.[41]

Terkejut, ditambah Hitler menuntut Danzig, Perancis dan Britania Raya menjamin dukungan mereka terhadap kemerdekaan Polandia; ketika Italia menguasai Albania pada bulan April 1939, jaminan yang sama diberikan bagi Rumania dan Yunani.[42] Tidak lama setelah kontrak Perancis-Britania bagi Polandia, Jerman dan Italia meresmikan aliansi mereka sendiri melewati Pakta Baja.[43]

Bulan Agustus 1939, Jerman dan Uni Soviet menandatangani Pakta Molotov–Ribbentrop,[44] suatu kontrak non-agresi dengan satu protokol rahasia. Setiap pihak memberikan haknya satu sama lain, "andai terjadi penyusunan wilayah dan politik," terhadap "cakupan pengaruh" (antara Polandia dan Lituania bagi Jerman, dan Polandia timur, Finlandia, Estonia, Latvia, dan Bessarabia bagi Uni Soviet). Pakta ini juga memunculkan pertanyaan mengenai keberlangsungan kemerdekaan Polandia.[45]

Alur perang

Pecah di Eropa (1939)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Parade umum Wehrmacht Jerman dan Pasukan Merah Soviet pada tanggal 23 September 1939 di Brest, Polandia Timur setelah Invasi Polandia habis. Di tengah yaitu Mayor Jenderal Heinz Guderian dan di kanan yaitu Brigadir Semyon Krivoshein.

Pada tanggal 1 September 1939, Jerman dan Slowakia—negara klien pada tahun 1939—menyerang Polandia.[46] Tanggal 3 September, Perancis dan Britania Raya, ditemani negara-negara Persemakmuran,[47] menyalakan perang terhadap Jerman, tetapi memberi sedikit dukungan bagi Polandia ketimbang serangan kecil Perancis ke Saarland.[48] Britania dan Perancis juga mulai memblokir perairan Jerman pada tanggal 3 September bagi melemahkan ekonomi dan upaya perang negara ini.[49][50]

Tanggal 17 September, setelah menandatangani gencatan senjata dengan Jepang, Soviet juga menyerbu Polandia.[51] Wilayah Polandia terbagi selang Jerman dan Uni Soviet, dengan Lituania dan Slowakia mendapatkan anggota kecil. Polandia tidak menyerah; mereka mendirikan Negara Bawah Tanah Polandia dan Pasukan Dalam Negeri bawah tanah, dan terus bertempur bersama Sekutu di semua front di luar Polandia.[52]

Sekitar 100.000 personil militer Polandia diungsikan ke Rumania dan negara-negara Baltik; sebagian luhur tentara tersebut yang belakang sekali bertempur melawan Jerman di teater perang lainnya.[53] Pemecah kode Enigma Polandia juga diungsikan ke Perancis.[54] Pada ketika itu pula, Jepang melancarkan serangan pertamanya ke Changsha, suatu kota Cina yang strategis, tetapi digagalkan pada penghabisan September.[55]

Setelah invasi Polandia dan kontrak Jerman-Soviet atas Lituania, Uni Soviet memaksa negara-negara Baltik mengizinkan mereka menempatkan tentara Soviet di negara mereka atas argumen "bantuan bersama".[56][57][58] Finlandia menolak permintaan wilayah dan diserang oleh Uni Soviet pada bulan November 1939.[59] Konflik yang yang belakang sekali pecah habis pada bulan Maret 1940 dengan konsesi oleh Finlandia.[60] Perancis dan Britania Raya, menyebut serangan Soviet ke Finlandia bagi argumen memasuki kancah perang di pihak Jerman, menanggapi invasi Soviet dengan mendukung dikeluarkannya Uni Soviet dari Liga Bangsa-Bangsa.[58]

Di Eropa Barat, tentara Britania dikerahkan ke benua ini, namun pada fase yang dijuluki Perang Phoney oleh Britania dan "Sitzkrieg" (perang duduk) oleh Jerman tak satupun pihak yang melancarkan operasi besar-besaran terhadap satu sama lain sampai April 1940.[61] Uni Soviet dan Jerman menciptakan pakta dagang pada bulan Februari 1940, yang artiannya Soviet menerima bantuan militer dan industri dengan imbalan menyediakan bahan mentah bagi Jerman supaya bisa mengakali pemblokiran oleh Sekutu.[62]

Pada bulan April 1940, Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia bagi mengamankan pengiriman bijih besi dari Swedia, yang akan dihadang oleh Sekutu.[63] Denmark langsung menyerah, dan meski dibantu Sekutu, Norwegia berhasil didiami dalam waktu dua bulan.[64] Bulan Mei 1940, Britania menyerbu Islandia bagi mencegah kemungkinan invasi Jerman ke pulau itu.[65] Ketidakpuasan Britania atas kampanye Norwegia mendorong penggantian Perdana Menteri Neville Chamberlain dengan Winston Churchill pada tanggal 10 Mei 1940.[66]

Serbuan Poros

Jerman menyerbu Perancis, Belgia, Belanda, dan Luksemburg pada tanggal 10 Mei 1940.[67] Belanda dan Belgia kewalahan menghadapi taktik blitzkrieg dalam beberapa hari dan hari pertama.[68] Jalur Maginot yang dipertahankan Perancis dan pasukan Sekutu di Belgia diakali dengan memainkan usaha secara mengapit melalui hutan lebat Ardennes,[69] yang disalahartikan oleh perencana perang Perancis bagi penghalang alami bagi kendaraan lapis baja.[70]

Tentara Britania terpaksa keluar dari Eropa melewati Dunkirk, meninggalkan semua peralatan beratnya pada permulaan Juni.[71] Tanggal 10 Juni, Italia menyerbu Perancis, menyalakan perang terhadap Perancis dan Britania Raya;[72] dua belas hari yang belakang sekali Perancis menyerah dan langsung dibelah menjadi zona pendudukan Jerman dan Italia,[73] dan suatu negara sisa yang tak direbut di bawah Rezim Vichy. Pada tanggal 3 Juli, Britania menyerang armada Perancis di Aljazair bagi mencegah perebutan oleh Jerman.[74]

Bulan Juni, pada hari-hari terakhir Pertempuran Perancis, Uni Soviet memaksa aneksasi Estonia, Latvia, dan Lituania,[57] lalu menganeksasi wilayah Bessarabia yang dipertentangkan Rumania. Sementara itu, kecocokan politik dan kerja sama ekonomi Nazi-Soviet[75][76] perlahan buntu,[77][78] dan kedua negara mulai bersiap bagi perang.[79]

Dengan Perancis dinetralkan, Jerman memulai kampanye superioritas udara atas Britania (Pertempuran Britania) bagi mempersiapkan suatu invasi.[80] Kampanye ini gagal, dan rencana invasi tersebut dibatalkan pada bulan September.[80] Menggunakan pelabuhan-pelabuhan Perancis yang baru dicaplok, Tingkatan Laut Jerman menikmati keberhasilan melawan Tingkatan Laut Kerajaan dengan memakai kapal-U bagi menyerang kapal-kapal Britania di Atlantik.[81] Italia memulai operasinya di Mediterania, memulai pengepungan Malta bulan Juni, menguasai Somaliland Britania bulan Agustus, dan menerobos wilayah Mesir Britania bulan September 1940. Jepang meningkatkan pemblokirannya terhadap Cina pada bulan September dengan menduduki sejumlah pangkalan di wilayah utara Indocina Perancis yang ketika ini terisolasi.[82]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pertempuran Britania mengakhiri serbuan Jerman di Eropa Barat.

Sepanjang periode ini, Amerika Serikat yang netral memainkan sejumlah hal bagi membantu Cina dan Sekutu Baratnya. Pada bulan November 1939, Undang-Undang Netralitas diamandemen bagi memungkinkan pembelian "beli dan angkut" oleh Sekutu.[83] Tahun 1940, setelah pencaplokan Paris oleh Jerman, ukuran Tingkatan Laut Amerika Serikat meningkat pesat dan, setelah serbuan Jepang ke Indocina, Amerika Serikat memberlakukan embargo besi, baja, dan barang-barang mekanik terhadap Jepang.[84] Pada bulan September, Amerika Serikat menyetujui penukaran kapal penghancur AS dengan pangkalan Britania Raya.[85] Tetap saja, mayoritas rakyat Amerika Serikat menentang intervensi militer langsung apapun terhadap konflik ini sampai tahun 1941.[86]

Pada penghabisan September 1940, Pakta Tiga Pihak menyatukan Jepang, Italia, dan Jerman bagi meresmikan Daya Poros. Pakta Tiga Pihak ini menegaskan bahwa negara apapun, kecuali Uni Soviet, yang tidak terlibat dalam perang yang menyerang Daya Poros apapun akan dipaksa bertempur melawan ketiganya.[87] Pada waktu itu, Amerika Serikat terus mendukung Britania Raya dan Cina dengan memperkenalkan kebijakan Lend-Lease yang mengizinkan pengiriman materiil dan barang-barang lain[88] dan menciptakan zona keamanan yang membentang sampai separuh Samudra Atlantik supaya Tingkatan Laut Amerika Serikat bisa melindungi konvoi Britania.[89] Akibatnya, Jerman dan Amerika Serikat terlibat dalam peperangan laut di Atlantik Utara dan Tengah pada Oktober 1941, bahkan meski Amerika Serikat secara formal tetap netral.[90][91]

Blok Poros meluas bulan November 1940 ketika Hongaria, Slowakia, dan Rumania bergabung dengan Pakta Tiga Pihak ini.[92] Rumania akan memberi kontribusi luhur terhadap perang Poros melawan Uni Soviet, sebagian bagi menduduki kembali wilayah yang diserahkan bagi Soviet, sebagian lagi demi memenuhi kehendak pimpinannya, Ion Antonescu, bagi melawan komunisme.[93] Pada bulan Oktober 1940, Italia menyerbu Yunani, tetapi beberapa hari yang belakang sekali digagalkan dan dipukul sampai Albania yang habis dengan kebuntuan.[94] Bulan Desember 1940, pasukan Persemakmuran Britania Raya memulai serangan balasan terhadap pasukan Italia di Mesir dan Afrika Timur Italia.[95] Pada permulaan 1941, dengan pasukan Italia dipukul sampai Libya oleh Persemakmuran, Churchill memerintahkan pengerahan tentara dari Afrika bagi membantu Yunani.[96] Tingkatan Laut Italia juga menderita kekalahan luhur, dengan Tingkatan Laut Kerajaan menciptakan tiga kapal perang Italia tidak berfungsi melewati serangan kapal induk di Taranto, dan menetralisasi beberapa kapal perang lain pada Pertempuran Tanjung Matapan.[97]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara penerjun Jerman menyerbu pulau Kreta, Yunani, Mei 1941.

Jerman segera turun tangan bagi membantu Italia. Hitler mengirimkan pasukan Jerman ke Libya pada bulan Februari, dan pada penghabisan Maret mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Persemakmuran yang semakin sedikit.[98] Dalam kurun sebulan, pasukan Persemakmuran dipukul mundur ke Mesir dengan pengecualian pelabuhan Tobruk yang dikepung.[99] Persemakmuran berupaya mengusir pasukan Poros pada bulan Mei dan lagi pada bulan Juni, tetapi keduanya gagal.[100] Pada permulaan April, setelah penandatanganan Pakta Tiga Pihak oleh Bulgaria, Jerman turun tangan di Balkan dengan menyerbu Yunani dan Yugoslavia setelah terjadi kudeta; di sini mereka menciptakan kemajuan luhur, sehingga memaksa Sekutu pindah setelah Jerman menguasai pulau Kreta, Yunani pada penghabisan Mei.[101]

Sekutu sempat beberapa kali berhasil pada ketika itu. Di Timur Tengah, pasukan Persemakmuran pertama menggagalkan kudeta di Irak yang dibantu pesawat Jerman dari pangkalan-pangkalan di Suriah Vichy,[102] yang belakang sekali dengan bantuan Perancis Merdeka, menyerbu Suriah dan Lebanon bagi mencegah peristiwa seperti itu lagi.[103] Di Atlantik, Britania berhasil menaikkan moral publik dengan menenggelamkan kapal perang Jerman Bismarck.[104] Mungkin yang terpenting yaitu pada Pertempuran Britania, Tingkatan Udara Kerajaan berhasil bertahan dari serangan Luftwaffe dan kampanye pengeboman Jerman yang habis bulan Mei 1941.[105]

Di Asia, meski sejumlah serangan dari kedua pihak, perang selang Cina dan Jepang buntu pada tahun 1940. Demi meningkatkan tekanan terhadap Cina dengan memblokir rute-rute suplai, dan bagi memosisikan pasukan Jepang dengan tepat andai pecah perang dengan negara-negara Barat, Jepang menduduki kemudi militer di Indocina selatan[106] Pada Agustus 1940, kaum komunis Cina melancarkan serangan di Cina Tengah; bagi balasan, Jepang memainkan kebijakan keras (Kebijakan Serba Tiga) di daerah-daerah pendudukan bagi mengurangi sumber daya manusia dan bahan mentah bagi pasukan komunis.[107] Antipati yang terus berlanjut selang pasukan komunis dan nasionalis Cina memuncak pada pertempuran bersenjata pada bulan Januari 1941, secara efektif mengakhiri kerja sama mereka.[108]

Dengan stabilnya situasi di Eropa dan Asia, Jerman, Jepang, dan Uni Soviet mempersiapkan diri. Dengan kekhawatiran Soviet terhadap meningkatnya ketegangan dengan Jerman dan rencana Jepang bagi menggunakan Perang Eropa dengan menduduki yang dijajah Eropa yang kaya sumber daya dunia di Asia Tenggara, kedua daya ini menandatangani Pakta Netralitas Soviet–Jepang pada bulan April 1941.[109] Kebalikannya, Jerman berjaga-jaga menyerang Uni Soviet dengan menempatkan pasukan dalam jumlah luhur di perbatasan Soviet.[110]

Perang global (1941)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Infanteri dan kendaraan lapis baja Jerman melawan pasukan Soviet di jalanan Kharkov, Oktober 1941.

Pada tanggal 22 Juni 1941, Jerman, bersama anggota Poros Eropa lainnya dan Finlandia, menyerbu Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa. Target utama serangan kejutan ini[111] yaitu daerah Baltik, Moskwa dan Ukraina dengan tujuan utama mengakhiri kampanye 1941 dekat jalur Arkhangelsk-Astrakhan yang menghubungkan Laut Kaspia dan Laut Putih. Tujuan Hitler yaitu menghancurkan Uni Soviet bagi suatu daya militer, menghapus komunisme, menciptakan Lebensraum ("ruang hidup")[112] dengan memiskinkan masyarakat asli[113] dan menjamin akses ke sumber daya strategis yang diperlukan bagi mengalahkan musuh-musuh Jerman yang tersisa.[114]

Meski Tingkatan Darat Merah mempersiapkan serangan balasan strategis sebelum perang,[115] Barbarossa memaksa komando tertinggi Soviet mengadopsi pertahanan strategis. Sepanjang musim panas, Poros berhasil menerobos jauh ke dalam wilayah Soviet, mengakibatkan kerugian luhur dalam hal personil dan materiil. Pada pertengahan Agustus, Komando Tinggi Tingkatan Darat Jerman memutuskan menunda serangan oleh Army Group Centre yang kecil dan mengalihkan Satuan Panzer ke-2 bagi membantu tentara yang maju melalui Ukraina tengah dan Leningrad.[116] Serangan Kiev berhasil luhur dan habis dengan pengepungan dan penghancuran empat unit pasukan Soviet, serta memungkinkan pergerakan semakin lanjut di Krimea dan Ukraina Timur yang industrinya maju (Pertempuran Kharkov Pertama).[117]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Serangan balasan Soviet pada pertempuran Moskwa, Desember 1941.

Pengalihan tiga per empat pasukan Poros dan sebagian luhur tingkatan udaranya dari Perancis dan Mediterania tengah ke Front Timur[118] menciptakan Britania mempertimbangkan kembali strategi luhurnya.[119] Pada bulan Juli, Britania Raya dan Uni Soviet membentuk aliansi militer melawan Jerman[120] Britania dan Soviet menyerbu Iran bagi melindungi Koridor Persia dan ladang minyak Iran.[121] Bulan Agustus, Britania Raya dan Amerika Serikat bersama-sama meresmikan Piagam Atlantik.[122]

Pada bulan Oktober, ketika tujuan operasional Poros di Ukraina dan Baltik tercapai, dengan pengepungan Leningrad[123] dan Sevastopol yang masih berlanjut,[124] suatu serangan luhur ke Moskwa dilancarkan kembali. Setelah dua bulan bertempur sengit, pasukan Jerman hampir mencapai pinggiran terluar Moskwa, tempat tentara-tentaranya yang lelah[125] terpaksa menunda serangan mereka.[126] Pencaplokan teritorial luhur diterapkan oleh pasukan Poros, tetapi kampanye mereka gagal mencapai tujuan utamanya: dua kota utama masih didiami Soviet, kemampuan memberontak Soviet gagal dipadamkan, dan Uni Soviet mempertahankan sangat jumlah potensi militernya. Fase blitzkrieg perang di Eropa telah habis.[127]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Animasi Teater Eropa PDII.

Pada permulaan Desember, pasukan cadangan yang baru dimobilisasi[128] memungkinkan Soviet menyamakan jumlah tentaranya dengan Poros.[129] Hal ini, bersama data intelijen yang menetapkan jumlah minimum tentara Soviet di Timur yang cukup bagi mencegah serangan apapun oleh Tingkatan Darat Kwantung Jepang,[130] memungkinkan Soviet memulai serangan balasan massal yang dimulai tanggal 5 Desember di front sepanjang 1.000 kilometer (620 mil) dan mendesak tentara Jerman mundur 100–250 kilometers (62–160 mil) ke barat.[131]

Keberhasilan Jerman di Eropa menggugah Jerman bagi meningkatkan tekanannya terhadap pemerintah-pemerintah Eropa di Asia Tenggara. Pemerintah Belanda setuju menyediakan minyak bagi Jepang dari Hindia Timur Belanda, namun menolak menyerahkan kemudi politik atas koloninya. Perancis Vichy, sebaliknya, menyetujui pendudukan Jepang di Indocina Perancis.[132] Pada bulan Juli 1941, Amerika Serikat, Britania Raya, dan pemerintah Barat lainnya bereaksi terhadap pendudukan Indocina dengan membekukan aset-aset Jepang, sementara Amerika Serikat (yang menyediakan 80 prosen minyak Jepang[133]) merespon dengan memainkan embargo minyak secara penuh.[134] Ini artiannya Jepang terpaksa memilih selang mengabaikan ambisinya di Asia dan perang melawan Cina, atau menduduki sumber daya dunia yang diperlukan melewati kekuatan; militer Jepang tidak mengasumsikan yang pertama bagi pilihan, dan jumlah pejabat mengasumsikan embargo minyak bagi pernyataan perang tidak langsung.[135]

Jepang berencana menduduki koloni-koloni Eropa di Asia dengan cepat bagi menciptakan perimeter defensif luhur yang membentang sampai Pasifik Tengah; Jepang yang belakang sekali bebas sama sekali mengeksploitasi sumber daya di Asia Tenggara sambil menyibukkan Sekutu dengan melancarkan perang defensif.[136] Bagi mencegah intervensi Amerika Serikat sambil mengamankan perimeter, Jepang berencana menetralisasi Armada Pasifik Amerika Serikat dari kancah perang.[137] Pada tanggal 7 Desember (8 Desember di Asia) 1941, Jepang menyerang aset-aset Britania dan Amerika Serikat dengan serangan di Asia Tenggara dan Pasifik Tengah secara nyaris bersamaan.[138] Peristiwa ini meliputi serangan ke armada Amerika Serikat di Pearl Harbor, pendaratan di Thailand dan Malaya[138] dan pertempuran Hong Kong.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kejatuhan Singapura pada Februari 1942 mengakibatkan 80.000 tentara Sekutu ditangkap dan diperbudak oleh Jepang.

Serangan-serangan ini mendorong Amerika Serikat, Britania Raya, Cina, Australia, dan beberapa negara lain secara formal menyalakan perang terhadap Jepang, sementara Uni Soviet, karena masih terlibat dalam perang besar-besaran dengan blok Poros Eropa, memilih bagi tetap netral dengan Jepang.[139][140] Jerman dan negara-negara Poros menanggapi dengan menyalakan perang terhadap Amerika Serikat. Pada bulan Januari, Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, Cina, dan 22 pemerintahan kecil atau terasingkan mengeluarkan Deklarasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga memperkuat Piagam Atlantik,[141] dan memainkan kewajiban bagi tidak menandatangani kontrak damai terpisah dengan negara-negara Poros. Sejak 1941, Stalin terus berkeinginan Churchill, dan yang belakang sekali Roosevelt, bagi membuka 'front kedua' di Perancis.[142] Front Timur menjadi teater perang luhur di Eropa dan jumlah korban Soviet yang berjumlah jutaan menciutkan jumlah korban Sekutu Barat yang hanya ratusan ribu orang; Churchill dan Roosevelt menyebut mereka butuh semakin jumlah waktu bagi persiapan, sehingga memunculkan klaim bahwa mereka sengaja buntu bagi menyelamatkan orang-orang Barat dengan mengorbankan orang-orang Soviet.[143]

Sementara itu, pada penghabisan April 1942, Jepang dan sekutunya Thailand hampir menguasai seluruh Burma, Malaya, Hindia Timur Belanda, Singapura,[144] dan Rabaul, sehingga menambah kerugian bagi tentara Sekutu dan jumlah di selang mereka yang ditawan. Meski memberontak habis-habisan di Corregidor, Filipina penghabisannya ditaklukkan pada bulan Mei 1942 dan memaksa pemerintah Persemakmuran Filipina mengasingkan diri.[145] Pasukan Jepang juga memenangkan pertempuran laut di Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Samudra Hindia,[146] dan mengebom pangkalan laut Sekutu di Darwin, Australia. Satu-satunya keberhasilan sejati Sekutu melawan Jepang yaitu kemenangan Cina di Changsha pada permulaan Januari 1942.[147] Kemenangan-kemenangan mudah atas lawan yang tidak punya persiapan ini menciptakan Jepang terlalu percaya diri dan amat sangat.[148]

Jerman juga mewujudkan inisiatifnya. Dengan mengeksploitasi keputusan komando laut Amerika Serikat yang ragu-ragu, Tingkatan Laut Jerman mengacaukan jalur kapal Sekutu di bebas pesisir Atlantik Amerika Serikat.[149] Meski kalah luhur, anggota Poros Eropa menghentikan serbuan Soviet di Rusia Tengah dan Selatan, sehingga melindungi sebagian luhur yang dijajah yang mereka peroleh pada tahun sebelumnya.[150] Di Afrika Utara, Jerman melancarkan suatu serangan pada bulan Januari yang memukul Britania kembali ke posisinya di Garis Gazala pada permulaan Februari,[151] ditemani oleh meredanya pertempuran bagi sementara yang dimanfaatkan Jerman bagi mempersiapkan serangan mereka selanjutnya.[152]

Kebuntuan serbuan Poros (1942)

Pada permulaan Mei 1942, Jepang memulai operasi bagi menempati Port Moresby dengan serangan amfibi dan memutuskan komunikasi dan jalur suplai selang Amerika Serikat dan Australia. Akan tetapi, Sekutu berhasil mencegah invasi ini dengan mencegat dan mengalahkan pasukan laut Jepang pada Pertempuran Laut Koral.[153] Rencana Jepang selanjutnya, termotivasi oleh Serangan Doolittle sebelumnya, yaitu menduduki Atol Midway dan memancing kapal induk Amerika Serikat ke kancah perang bagi dihancurkan; bagi gerakan pengalihan, Jepang juga mengirimkan pasukan bagi menempati Kepulauan Aleut di Alaska.[154] Pada permulaan Juni, Jepang memainkan operasinya, tetapi Amerika Serikat, setelah berhasil memecahkan kode laut Jepang pada penghabisan Mei, mengetahui semua rencana dan pemindahan pasukan mereka dan memakai ilmu ini bagi mendapatkan kemenangan telak di Midway atas Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang.[155]

Dengan kapasitasnya bagi bertindak secara sifat menyerang hilang dampak Pertempuran Midway, Jepang memilih fokus pada upaya menempati Port Moresby melewati kampanye darat di Teritori Papua.[156] AMerika Serikat merencanakan serangan balasan terhadap posisi Jepang di selatan Kepulauan Solomon, terutama Guadalcanal, bagi tahap pertama menempati Rabaul, pangkalan utama Jepang di Asia Tenggara.[157]

Kedua rencana ini dimulai bulan Juli, namun pada pertengahan September, Pertempuran Guadalcanal dimenangkan Jepang, dan tentara-tentara di Nugini diperintahkan mundur dari Port Moresby ke anggota utara pulau, tempat mereka menghadapi tentara Australia dan Amerika Serikat dalam Pertempuran Buna-Gona.[158] Guadalcanal segera menjadi titik fokus bagi kedua pihak dengan komitmen luhur tentara dan kapal dalam pertempuran Guadalcanal. Pada permulaan 1943, Jepang dikalahkan di pulau ini dan menarik tentara mereka.[159] Di Burma, pasukan Persemakmuran melancarkan dua operasi. Pertama, ofensif ke wilayah Arakan pada penghabisan 1942 gagal dan memaksa pasukan mundur ke India bulan Mei 1943.[160] Kedua, penyisipan pasukan ireguler ke belakangan garis depan Jepang bulan Februari yang, pada penghabisan April, mendapatkan hasil yang diragukan.[161]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara Soviet menyerang suatu rumah pada Pertempuran Stalingrad, 1943.

Di front timur Jerman, pasukan Poros mematahkan serangan Soviet di Semenanjung Kerch dan Kharkov,[162] dan yang belakang sekali melancarkan serangan musim panas utamanya terhadap Rusia Selatan pada bulan Juni 1942 bagi menguasai ladang minyak di Kaukasus dan menempati stepa Kuban, sementara mempertahankan posisi di wilayah front sebelah utara dan tengah. Jerman membagi Grup Tingkatan Darat Selatan menjadi dua grup: Grup Tingkatan Darat A memainkan usaha ke Sungai Don, sementara Grup Tingkatan Darat B memainkan usaha ke sebelah tenggara Kaukasus menuju Sungai Volga.[163] Soviet memutuskan bertahan di Stalingrad yang berada di jalur pergerakan pasukan Jerman.

Pada pertengahan November, Jerman hampir berhasil menempati Stalingrad dalam pertempuran jalanan ketika Soviet memulai serangan balasan musim dingin keduanya, dimulai dengan mengepung pasukan Jerman di Stalingrad[164] dan serangan ke unggulan Rzhev dekat Moskwa, meski upaya terakhir gagal luhur.[165] Pada permulaan Februari 1943, Tingkatan Darat Jerman menderita kekalahan besar; tentara Jerman di Stalingrad dipaksa menyerah[166] dan garis depan dimundurkan sampai posisinya sebelum serangan musim panas. Pada pertengahan Februari, setelah desakan Soviet meruncing, Jerman melancarkan serangan lain ke Kharkov dan membentuk unggulan baru di garis depan mereka di sekitar kota Kursk, Rusia.[167]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tank Crusader Britania memainkan usaha ke posisi depan pada Kampanye Afrika Utara.

Pada bulan November 1941, pasukan Persemakmudan menyelenggarakan serangan balasan, Operasi Crusader, di Afrika Utara dan mengklaim kembali semua wilayah yang direbut Jerman dan Italia.[168] Di Barat, kekhawatiran bahwa Jepang mungkin memakai pangkalan di Madagaskar Vichy mendorong Britania menyerbu pulau ini pada permulaan Mei 1942.[169] Keberhasilan ini tidak bertahan lama setelah Poros berhasil memukul Sekutu kembali ke Mesir dalam serangan di Libya sampai pasukan Poros dihentikan di El Alamein.[170] Di Eropa, serangan komando Sekutu terhadap target-target strategis, habis dengan Serangan Dieppe yang menghancurkan,[171] menunjukkan ketidakmampuan Sekutu Barat bagi melancarkan invasi ke daratan Eropa tanpa persiapan, perlengkapan, dan keamanan operasional yang semakin adil.[172]

Pada bulan Agustus 1942, Sekutu berhasil mematahkan serangan kedua terhadap El Alamein[173] dan, dengan jumlah korban, berupaya mengirimkan suplai ke Malta yang masih dikepung.[174] Beberapa bulan yang belakang sekali, Sekutu melancarkan serangan di Mesir, memecah pasukan Poros dan mendorong mereka ke barat melalui Libya.[175] Serangan ini tidak lama yang belakang sekali dilanjutkan dengan invasi Inggris-Amerika Serikat ke Afrika Utara Perancis, yang habis dengan bergabungnya wilayah ini dengan Sekutu.[176] Hitler menanggapi pendudukan koloni Perancis ini dengan memerintahkan pendudukan Perancis Vichy;[176] meski pasukan Vichy sendiri tidak melawan pelanggaran gencatan senjata ini, mereka berupaya menenggelamkan armadanya sendiri supaya tidak direbut pasukan Jerman.[177] Pasukan Poros yang sekarang kewalahan di Afrika mundur sampai Tunisia, yang yang belakang sekali didiami Sekutu pada bulan 1943.[178]

Sekutu menguasai ajang (1943)

Video lama memperlihatkan pengeboman Hamburg oleh Sekutu.

Setelah Kampanye Guadalcanal, Sekutu memulai sejumlah operasi melawan Jepang di Pasifik. Pada bulan Mei 1943, pasukan Sekutu dikirim bagi mengusir pasukan Jepang dari Kepulauan Aleut,[179] dan segera memulai operasi luhur untul mengisolasi Rabaul dengan menempati pulau-pulau sekitarnya, dan menembus perimeter Pasifik Tengah Jepang di Kepulauan Gilbert dan Marshall.[180] Pada penghabisan Maret 1944, Sekutu menempatkan kedua misi ini, dan selain itu menetralisasi pangkalan Jepang di Truk di Kepulauan Caroline. Bulan April, Sekutu melancarkan operasi mencaplok kembali Nugini Barat.[181]

Di Uni Soviet, adil Jerman dan Soviet menghabiskan musim semi dan permulaan musim panas 1943 dengan berjaga-jaga bagi serangan luhur di Rusia Tengah. Tanggal 4 Juli 1943, Jerman menyerang pasukan Soviet di sekitar Kursk Bulge. Dalam satu hari pertama, pasukan Jerman lelah menghadapi pertahanan Soviet yang sangat teratur[182][183] dan, bagi pertama kalinya dalam perang ini, Hitler membatalkan suatu operasi sebelum mendapatkan keberhasilan taktis atau operasional.[184] Keputusan ini sebagian dipengaruhi oleh invasi Sisilia oleh Sekutu Barat pada 9 Juli yang, bersama kegagalan-kegagalan Italia sebelumnya, berujung pada penggulingan dan penahanan Mussolini pada penghabisan bulan itu.[185]

Tanggal 12 Juli 1943, Soviet melancarkan serangan balasannya sendiri, sehingga memupuskan kehendak apapun bagi Tingkatan Darat Jerman bagi memenangkan pertempuran atau buntu di timur. Kemenangan Soviet di Kursk menandai kejatuhan superioritas Jerman[186] dan memberi Uni Soviet inisiatif di Front Timur.[187][188] Jerman berupaya menstabilkan front timur mereka di sepanjang garis Panther-Wotan yang sangat dipertahankan, namun Soviet berhasil mendobraknya di Smolensk dan Serangan Dnieper Hilir.[189]

Pada permulaan September 1943, Sekutu Barat menyerbu daratan Italia, ditemani gencatan senjata Italia dengan Sekutu.[190] Jerman menanggapinya dengan melumpuhkan pasukan Italia, mengambil alih kemudi militer di wilayah Italia,[191] dan menciptakan serangkaian garis pertahanan.[192] Pasukan khusus Jerman yang belakang sekali menyelamatkan Mussolini, yang yang belakang sekali mendirikan negara klien baru di Italia dudukan Jerman bernama Republik Sosial Italia.[193] Sekutu Barat bertempur melalui beberapa garis sampai garis pertahanan utama Jerman pada pertengahan November.[194]

Operasi Jerman di Atlantik juga terganggu. Pada Mei 1943, dengan efektifnya serangan balasan Sekutu, kerugian kapal selam Jerman yang luhur memaksa kampanye laut Atlantik Jerman ditunda.[195] Pada bulan November 1943, Franklin D. Roosevelt dan Winston Churchill bersua dengan Chiang Kai-shek di Kairo[196] dan Joseph Stalin di Teheran.[197] Konferensi pertama memilihkan pengembalian teritori Jepang pascaperang,[196] sementara yang terakhir menghasilkan kontrak bahwa Sekutu Barat akan menyerbu Eropa pada tahun 1944 dan Uni Soviet akan menyalakan perang terhadap Jepang dalam tiga bulan setelah kekalahan Jerman.[197]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara Britania menembakkan mortir pada Pertempuran Imphal, India Timur Laut, 1944.

Sejak November 1943, selama tujuh hari pertama di Pertempuran Changde, Cina memaksa Jepang memasuki perang atrisi yang merugikan sambil menunggu bantuan Sekutu.[198][199] Bulan Januari 1944, Sekutu melancarkan serangkaian serangan di Italia terhadap garis di Monte Cassino dan berupaya menembusnya dengan mendarat di Anzio.[200] Pada penghabisan Januari, serangan luhur Soviet mengusir pasukan Jerman dari wilayah Leningrad,[201] dan mengakhiri pengepungan paling mematikan dan terlama sepanjang sejarah.

Serangan Soviet selanjutnya terhalang di perbatasan Estonia sebelum perang oleh Grup Tingkatan Darat Utara Jerman yang dibantu masyarakat Estonia yang menanti menetapkan kembali kemerdekaan nasional mereka. Penundaan ini memperlambat operasi Soviet selanjutnya di daerah Laut Baltik.[202] Pada penghabisan Mei 1944, Soviet berhasil melepaskan Krimea, mengusir pasukan Poros besar-besaran dari Ukraina, dan memainkan terobosan ke teritori Rumania, yang dipukul belakang oleh pasukan Poros.[203] Serangan Sekutu di Italia berhasil dan, dengan mengizinkan sejumlah divisi Jerman mundur, pada tanggal 4 Juni Roma ditaklukkan.[204]

Sekutu mengalami bermacam keberhasilan di daratan Asia. Bulan Maret 1944,Jepang melancarkan invasi pertama dari dua rencananya, operasi melawan posisi Britania di Assam, India,[205] dan yang belakang sekali mengepung posisi Persemakmuran di Imphal dan Kohima.[206] Bulan Mei 1944, pasukan Britania memainkan serangan balasan yang mendorong tentara Jepang kembali ke Burma,[206] dan pasukan Cina yang menyerbu Burma utara pada penghabisan 1943 mengepung tentara Jepang di Myitkyina.[207] Invasi Jepang kedua berupaya menghancurkan pasukan tempur utama Cina, melindungi jalur kereta api di selang teritori dudukan Jepang dan menempati lapangan udara Sekutu.[208] Bulan Juni, Jepang telah menguasai provinsi Henan dan memulai serangan baru terhadap Changsha di provinsi Hunan.[209]

Sekutu mendekat (1944)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Invasi Normandia oleh Sekutu, 6 Juni 1944

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Personil dan perlengkapan Pasukan Merah melalui sungai ketika musim panas utara 1944

Pada tanggal 6 Juni 1944 (dikenal bagi D-Day), setelah tiga tahun ditekan Soviet,[143] Sekutu Barat menyerbu Perancis Utara. Setelah menyusun kembali beberapa divisi Sekutu dari Italia, mereka juga menyerang Perancis Selatan.[210] Semua pendaratan ini berhasil dan habis dengan kekalahan unit Tingkatan Darat Jerman di Perancis. Paris dimerdekakan oleh pemberontakan lokal yang dibantu Pasukan Perancis Merdeka pada tanggal 25 Agustus[211] dan Sekutu Barat terus memukul pasukan Jerman di Eropa Timur sepanjang paruh terakhir tahun ini. Suatu upaya memainkan usaha maju melalui Jerman Utara yang diawali dengan operasi udara besar-besaran di Belanda tidak berhasil.[212] Setelah itu, Sekutu Barat pelan-pelan masuk wilayah Jerman, namun gagal menyeberangi Sungai Rur dalam serangan luhur. Di Italia, serbuan Sekutu juga terhambat ketika mereka melalui garis pertahanan luhur Jerman terakhir.

Pada tanggal 22 Juni, Soviet menyelenggarakan serangan strategis di Belarus ("Operasi Bagration") yang habis dengan nyaris kehancuran total Pusat Grup Tingkatan Darat Jerman.[213] Tidak lama selepas itu, serangan strategis Soviet lainnya mengusir tentara Jerman dari Ukraina Barat dan Polandia Timur. Pergerakan Soviet berhasil memaksa pasukan pemberontak di Polandia memulai sejumlah pemberontakan, meski yang terbesar di Warsawa, serta Pemberontakan Slowakia di selatan, tidak dibantu Soviet dan dipadamkan oleh pasukan Jerman.[214] Serangan strategis Pasukan Merah di Rumania timur memecah belah dan menghancurkan pasukan Jerman di sana sekaligus berhasil menggulingkan pemerintahan di Rumania dan Bulgaria, ditemani dengan memihaknya negara-negara tersebut ke Sekutu.[215]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Milisi Polandia pada Pemberontakan Warsawa yang menewaskan 200.000 masyarakat sipil.

Pada bulan September 1944, tentara Tingkatan Darat Merah Soviet melaju sampai Yugoslavia dan memaksa penarikan cepat Grup Tingkatan Darat Jerman E dan F di Yunani, Albania, dan Yugoslavia bagi menyelamatkan mereka dari kehancuran.[216] Pada ketika ini, Partisan Komunis pimpinan Marsekal Josip Broz Tito, yang memulai kampanye gerilya berhasil melawan pendudukan sejak 1941, menguasai sebagian luhur teritori Yugoslavia dan terlibat dalam menunda serangan terhadap pasukan Jerman di selatan. Di Serbia utara, Pasukan Merah, dengan bantuan terbatas dari pasukan Bulgaria, membantu Partisan dalam pembebasan bersama ibu kota Belgrade tanggal 20 Oktober. Beberapa hari yang belakang sekali, Soviet melancarkan serangan massal terhadap Hongaria dudukan Jerman yang berlanjut sampai jatuhnya Budapest pada bulan Februari 1945.[217] Kebalikan dengan kemenangan impresif Soviet di Balkan, pemberontakan Finlandia terhadap serangan Soviet di Tanah Genting Karelia menggagalkan pendudukan Soviet di Finlandia dan habis dengan penandatanganan gencatan senjata Soviet-Finlandia pada situasi relatif kondusif,[218][219] ditemani memihaknya Finlandia ke Sekutu.

Pada permulaan Juli, pasukan Persemakmuran di Asia Tenggara menggagalkan pengepungan Jepang di Assam, memukul pasukannya kembali sampai Sungai Chindwin[220] sementara Cina mencaplok Myitkyina. Di Cina, Jepang menuai keberhasilan luhur, berhasil mencaplok Changsha pada pertengahan Juni dan kota Hengyang pada permulaan Agustus.[221] Selepas itu, mereka menyerbu provinsi Guangxi, memenangkan pertempuran luhur melawan pasukan Cina di Guilin dan Liuzhou pada penghabisan November[222] dan berhasil menyatukan pasukan mereka di Cina dan Indocina pada pertengahan Desember.[223]

Di Pasifik, pasukan Amerika Serikat terus menekan mundur perimeter Jepang. Pada pertengahan Juni 1944, mereka memulai serangan ke Kepulauan Mariana dan Palau, dan dengan telak mengalahkan pasukan Jepang pada Pertempuran Laut Filipina. Kekalahan-kekalahan ini memaksa Perdana Menteri Jepang Tōjō mengundurkan diri dan memberi Amerika Serikat kelebihan atas pangkalan udara baru bagi melancarkan serangan bom besar-besaran di kepulauan utama Jepang. Pada penghabisan Oktober, pasukan Amerika Serikat menyerbu pulau Leyte, Filipina; tidak lama yang belakang sekali, tingkatan laut Sekutu mencetak kemenangan luhur pada Pertempuran Teluk Leyte, salah satu pertempuran laut terbesar sepanjang sejarah.[224]

Poros runtuh, Sekutu menang (1945)

Tanggal 16 Desember 1944, Jerman mengupayakan keberhasilan terakhirnya di Front Barat dengan mengerahkan sisa-sisa pasukan cadangannya bagi melancarkan serangan balasan massal di Ardennes bagi memecah belah Sekutu Barat, mengepung sebagian luhur tentara Sekutu Barat dan menaklukkan pelabuhan suplai utama mereka di Antwerp demi mencapai penyelesaian politik.[225] Pada Januari, serangan ini digagalkan tanpa satu tujuan strategis pun yang tercapai.[225] Di italia, Sekutu Barat tetap buntu di garis pertahanan Jerman. Pada pertengahan Januari 1945, Soviet menyerbu Polandia, memainkan usaha dari Sungai Vistula ke Sungai Oder di Jerman, dan menempati Prusia Timur.[226] Tanggal 4 Februari, para pimpinan A.S., Britania Raya, dan Soviet bersua di Konferensi Yalta. Mereka menyetujui pendudukan di Jerman pascaperang,[227] dan Uni Soviet bergabung dalam perang melawan Jepang.[228]

Pada bulan Februari, Soviet menginvasi Silesia dan Pomerania, sementara Sekutu Barat memasuki Jerman Barat dan mendekati Sungai Rhine. Bulan Maret, Sekutu Barat melalui Rhine di utara dan selatan Ruhr, mengepung Grup Agkatan Darat Jerman B,[229] sementara Soviet melaju ke Wina. Pada permulaan April, Sekutu Barat penghabisannya berhasil menciptakan kemajuan di Italia dan memainkan usaha melalui Jerman Barat, sementara pasukan Soviet menyerbu Berlin pada penghabisan April; kedua pasukan bersua di sungai Elbe tanggal 25 April. Tanggal 30 April 1945, Reichstag direbut dan menandakan kekalahan militer Reich Ketiga.[230]

Sejumlah perubahan kepemimpinan terjadi pada masa ini. Tanggal 12 April, Presiden A.S. Roosevelt meninggal dunia dan digantikan oleh Harry Truman. Benito Mussolini dibunuh oleh partisan Italia tanggal 28 April.[231] Dua hari yang belakang sekali, Hitler bunuh diri dan digantikan oleh Admiral Luhur Karl Dönitz.[232]

Pasukan Jerman menyerah di Italia pada tanggal 29 April. Instrumen penyerahan diri Jerman ditandatangani tanggal 7 Mei di Reims,[233] dan diratifikasi tanggal 8 Mei di Berlin.[234] Pusat Grup Tingkatan Darat Jerman bertahan di Praha sampai 11 Mei.[235]

Di teater Pasifik, pasukan Amerika Serikat dibantu Persemakmuran Filipina memainkan usaha maju di Filipina, melepaskan Leyte pada penghabisan April 1945. Mereka mendarat di Luzon bulan Januari 1945 dan mencaplok Manila bulan Maret setelah pertempuran yang menghancurkan kota ini. Pertempuran berlanjut di Luzon, Mindanao dan pulau-pulau lain di Filipina sampai habisnya perang.[236]

Bulan Mei 1945, tentara Australia mendarat di Kalimantan dan menempati ladang minyak di sana. Pasukan Britania, Amerika Serikat, dan Cina mengalahkan Jepang di Burma utara pada bulan Maret, dan Britania mencapai Rangoon pada tanggal 3 Mei.[237] Pasukan Cina mulai balas menyerang pada Pertempuran Hunan Barat yang pecah selang 6 April dan 7 Juni 1945. Pasukan Amerika Serikat juga memainkan usaha ke Jepang, mencaplok Iwo Jima pada bulan Maret, dan Okinawa pada penghabisan Juni.[238] Pesawat pengebom Amerika Serikat menghancurkan kota-kota Jepang dan kapal selam Amerika Serikat memutuskan impor Jepang.[239]

Tanggal 11 Juli, para pimpinan Sekutu bersua di Potsdam, Jerman. Mereka menyetujui kontrak permulaan mengenai Jerman,[240] dan menegaskan tuntutan penyerahan diri semua pasukan Jepang oleh Jepang, dengan menyalakan bahwa "alternatif bagi Jepang yaitu kehancuran dalam waktu singkat".[241] Dalam konferensi ini, Britania Raya menyelenggarakan pemilu dan Clement Attlee menggantikan Churchill bagi Perdana Menteri.[242]

Ketika Jepang terus mengabaikan persyaratan Potsdam, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada permulaan Agustus. Di selang kedua pengeboman ini, Soviet, sesuai kontrak Yalta, menyerbu Manchuria dudukan Jepang dan dengan cepat mengalahkan Tingkatan Darat Kwantung yang ketika itu yaitu pasukan tempur Jepang terbesar.[243][244] Pasukan Merah juga menempati Pulau Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah dengan penandatanganan dokumen penyerahan diri di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, sehingga mengakhiri perang ini.[233]

Dampak

Sekutu mendirikan pemerintahan pendudukan di Austria dan Jerman. Negara pertama menjadi negara netral dan adil dengan blok politik manapun. Negara terakhir dibelah menjadi zona pendudukan barat dan timur yang didiami Sekutu Barat dan Uni Soviet. Program denazifikasi di Jerman melibatkan pengadilan penjahat perang Nazi dan penggulingan mantan Nazi dari kekuasaan, meski kebijakan ini semakin condong ke amnesti dan reintegrasi mantan Nazi ke masyarakat Jerman Barat.[245]

Jerman kehilangan seperempat wilayahnya sebelum perang (1937), wilayah timur: Silesia, Neumark dan sebagian luhur Pomerania diambil alih Polandia; Prusia Timur dibagi selang Polandia dan Uni Soviet, ditemani dengan pengusiran 9 juta masyarakat Jerman dari provinsi-provinsi tersebut, serta 3 juta masyarakat Jerman dari Sudetenland di Cekoslowakia ke Jerman. Pada 1950-an, satu dari lima orang Jerman Barat yaitu pengungsi dari timur. Uni Soviet juga menempati provinsi milik Polandia di sebelah timur Garis Curzon (melibatkan pengusiran 2 juta masyarakat Polandia),[246] Rumania Timur,[247][248] dan sebagian Finlandia timur,[249] serta tiga negara Baltik.[250][251]

Demi mempertahankan perdamaian,[252] Sekutu mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang formal berdiri tanggal 24 Oktober 1945,[253] dan mengadopsi Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 bagi standar umum bagi semua negara anggotanya.[254] Kekuatan-kekuatan luhur yang menjadi pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan PBB.[3] Kelima anggota permanen ini masih mempunyai sampai sekarang, meski terjadi perubahan dua kursi, angata Republik Cina dan Republik Rakyat Cina tahun 1971, dan selang Uni Soviet dan negara penggantinya, Federasi Rusia, setelah pembubaran UNi Soviet. Aliansi selang Sekutu Barat dan Uni Soviet mulai memburuk, bahkan sejak sebelum perang habis.[255]

Jerman dibagi secara de facto, dan dua negara merdeka, Republik Federal Jerman dan Republik Demokratik Jerman[256] diwujudkan di dalam perbatasan zona pendudukan Sekutu dan Soviet. Seluruh Eropa terbagi selang cakupan pengaruh Barat dan Soviet.[257] Biasanya negara Eropa timur dan tengah masuk dalam cakupan Soviet yang melibatkan pendirian rezim-rezim Komunis dengan dukungan penuh atau setengah dari otoritas pendudukan Soviet. Akibatnya, Polandia, Hongaria,[258] Cekoslowakia,[259] Rumania, Albania,[260] dan Jerman Timur menjadi negara satelit Soviet. Yugoslavia Komunis memainkan kebijakan merdeka penuh yang menciptakan ketegangan dengan Uni Soviet.[261]

Pembagian dunia pascaperang diresmikan oleh dua aliansi militer internasional, NATO pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa pimpinan Soviet;[262] periode panjang ketegangan politik dan persaingan militer di selang mereka, Perang Dingin, akan dilengkapi oleh pertandingan senjata dan perang proksi yang tidak terduga.[263]

Di Asia, Amerika Serikat memimpin pendudukan Jepang dan menguasai bekas pulau-pulau Jepang di Pasifik Barat, sementara Soviet menganeksasi Sakhalin dan Kepulauan Kuril.[264] Korea, sebelumnya di bawah kekuasaan Jepang, dibagi dan direbut oleh Amerika Serikat di Selatan dan Uni Soviet di Utara selang 1945 dan 1948. Republik terpisah muncul di kedua segi garis paralel ke-38 pada tahun 1948, masing-masing mengklaim bagi pemerintahan sah bagi seluruh Korea dan berujung pada pecahnya Perang Korea.[265]

Di Cina, pasukan nasionalis dan komunis melanjutkan perang saudara pada bulan Juni 1946. Pasukan komunis menang dan mendirikan Republik Rakyat Cina di daratan, sementara pasukan nasionalis mundur ke Taiwan tahun 1949.[266] Di Timur Tengah, penolakan Arab terhadap Rencana Pembagian Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pembentukan Israel menandai eskalasi konflik Arab-Israel. Ketika kekuatan-kekuatan kolonial Eropa berupaya menduduki kembali sebagian atau semua imperium kolonialnya, kehilangan prestise dan sumber daya ketika perang justru menggagalkan upaya ini dan mendorong diterapkannya dekolonisasi.[267][268]

Ekonomi global menderita dampak perang, meski negara-negara yang terlibat terpengaruh dengan bermacam cara. Amerika Serikat tampil semakin kaya daripada negara lain; negara ini mengalami ledakan bayi dan pada tahun 1950 produk domestik bruto per orangnya semakin tinggi daripada negara-negara luhur lain dan Amerika Serikat mendominasi ekonomi dunia.[269][270] Britania Raya dan Amerika Serikat memainkan kebijakan pelucutan industri di Jerman Barat pada tahun 1945–1948.[271] Dampak perdagangan internasional yang saling tergantung, hal ini menciptakan stagnasi ekonomi di Eropa dan menunda pemulihan Eropa selama beberapa tahun.[272][273]

Pemulihan dimulai dengan reformasi mata uang di Jerman Barat pada pertengahan 1948 dan dipercepat oleh liberalisasi kebijakan ekonomi Eropa yang dipengaruhi Rencana Marshall (1948–1951) adil secara langsung maupun tidak langsung.[274][275] Pemulihan Jerman Barat pasca-1948 disebut-sebut bagi keajaiban ekonomi Jerman.[276] Selain itu, ekonomi Italia[277][278] dan Perancis juga meroket.[279] Kebalikannya, Britania Raya berada dalam fase kekacauan ekonomi,[280] dan terus memburuk selama beberapa dasawarsa.[281]

Uni Soviet, meski menderita kerugian manusia dan materiil yang luar biasa, juga mengalami peningkatan pesat produksi pada masa-masa pascaperang.[282] Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, menjadi salah satu ekonomi terkuat dunia pada tahun 1980-an.[283] Cina kembali ke produksi industrinya sebelum perang pada tahun 1952.[284]

Korban dan kejahatan perang

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Korban jiwa Perang Dunia II

Agak total korban perang bervariasi, karena jumlah kematian yang tidak tercatat. Biasanya pihak memperkirakan sekitar 60 juta orang tewas dalam perang, termasuk 20 juta tentara dan 40 juta masyarakat sipil.[285][286][287] Jumlah masyarakat sipil tewas dampak wabah, kelaparan, pembantaian, pengeboman, dan genosida yang disengaja. Uni Soviet kehilangan sekitar 27 juta rakyatnya sepanjang perang,[288] termasuk 8,7 juta personil militer dan 19 juta masyarakat sipil. Pangsa korban jiwa militer terbesar yaitu etnis Rusia (5.756.000), ditemani etnis Ukraina (1,377,400).[289] Satu dari empat masyarakat sipil Sovet dibunuh atau terluka dalam perang ini.[290] Jerman mengalami 5,3 juta kematian militer, biasanya di Front Timur dan sepanjang pertempuran terakhir di Jerman.[291]

Dari total korban tewas pada Perang Dunia II, sekitar 85 persen—kebanyakan Soviet dan Cina—berada di pihak Sekutu dan 15 prosen sisanya di pihak Poros. Sebagian luhur kematian ini diakibatkan oleh kejahatan perang yang diterapkan pasukan Jerman dan Jepang di wilayah pendudukan. Sekitar 11[292] sampai 17 juta[293] masyarakat sipil tewas dampak kebijakan ideologi Nazi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk genosida sistematis sekitar enam juta kaum Yahudi sepanjang Holocaust ditambah lima juta bangsa Roma, homoseksual, serta Slav dan suku bangsa atau kaum minoritas lainnya.[294]

Secara kasar 7,5 juta masyarakat sipil tewas di Cina selama pendudukan Jepang.[295] Ratusan ribu (perkiraan bervariasi) etnis Serbia, bersama gipsi dan Yahudi, dibunuh oleh Ustaše Kroasia yang berpihak pada Poros di Yugoslavia,[296] dengan pembunuhan balas dendam terhadap masyarakat sipil Kroasia tepat setelah perang habis.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Masyarakat sipil Cina akan dikubur hidup-hidup oleh tentara Jepang.

Kekejaman Jepang yang paling terkenal yaitu Pembantaian Nanking, yaitu ketika sekian ratus ribu masyarakat sipil Cina diperkosa dan dibunuh.[297] Selang 3 juta sampai semakin dari 10 juta masyarakat sipil, biasanya etnis Cina, dibunuh oleh pasukan pendudukan Jepang.[298] Mitsuyoshi Himeta melaporkan 2,7 juta korban jiwa selama dilaksanakannya Sankō Sakusen. Jenderal Yasuji Okamura memainkan kebijakan ini di Heipei dan Shantung.[299]

Pasukan Poros memakai senjata biologis dan kimia dalam jumlah terbatas. Italia memakai gas mustar ketika menaklukkan Abisinia,[300] sementara Tingkatan Darat Kekaisaran Jepang memakai bermacam macam senjata ketika menyerbu dan menempati Cina (lihat Unit 731)[301][302] dan pada konflik permulaan melawan Soviet.[303] Adil Jerman dan Jepang menguji senjata-senjata tersebut terhadap masyarakat sipil[304] serta tahanan perang.[305]

Meski jumlah gerakan Poros diadili dalam pengadilan internasional pertama di dunia,[306] insiden yang diakibatkan pihak Sekutu tidak diadili. Misalnya, pemindahan masyarakat di Uni Soviet dan penahanan masyarakat Jepang Amerika di Amerika Serikat; Operasi Keelhaul,[307] pengusiran masyarakat Jerman setelah Perang Dunia II, pemerkosaan pada pendudukan Jerman; pembantaian Katyn oleh Uni Soviet, yang tanggung jawabnya dituduhkan bagi Jerman. Sejumlah luhur kematian dampak kelaparan juga dikarenakan oleh perang, seperti kelaparan Bengal 1943 dan kelaparan Vietnam 1944–45.[308]

Sejumlah sejarawan, seperti Jörg Friedrich, menegaskan bahwa pengeboman massal daerah berpenduduk di wilayah musuh, termasuk Tokyo dan terutama kota-kota Jerman di Dresden, Hamburg, dan Koln oleh Sekutu Barat, yang mengakibatkan kehancuran semakin dari 160 kota dan kematian 600.000 masyarakat sipil Jerman, bisa dianggap bagi kejahatan perang.[309]

Kamp konsentrasi dan perbudakan

Nazi bertanggung jawab atas terjadinya Holocaust, yaitu pembunuhan sekitar enam juta (meskipun jumlahnya diragukan) kaum Yahudi (kebanyakan Ashkenazim), serta dua juta etnis Polandia dan empat juta orang lainnya yang dianggap "tidak layak hidup" (termasuk orang cacat dan sakit jiwa, tahanan perang Soviet, homoseksual, Freemason, Saksi-Saksi Yehuwa, dan Romani) bagi anggota dari program pemusnahan dengan sengaja. Sekitar 12 juta orang, biasanya masyarakat Eropa Timur, dipekerjakan bagi buruh paksa di ekonomi perang Jerman.[310] Terlepas dari semua itu, mempunyai beberapa pihak yang meragukan jumlah korban Holocoust. Mereka beranggapan bahwa korban Holocoust tidak sampai mencapai 6 juta orang, melainkan hanya ratusan ribu saja. Peristiwa ini juga dianggap oleh pihak-pihak tertentu bagi propaganda bagi menarik simpati terhadap berdirinya negara Israel. Jumlahnya negara-negara Eropa memberikan hukuman bagi siapa saja yang tidak percaya pada peristiwa Holocoust dan seringnya peristiwa ini diperlihatkan dalam film-film dan dalam buku-buku sejarah, menciptakan pihak-pihak tersebut ragu akan kebenaran peristiwa ini. Namun, terlepas dari semua keraguan itu, peristiwa pembantaian dan penyiksaan terhadap Yahudi benar-benar mempunyai, meskipun jumlah korbannya masih kontroversial.

Selain kamp konsentrasi Nazi, gulag (kamp buruh) Soviet mengakibatkan kematian masyarakat sipil negara-negara yang direbut seperti Polandia, Lituania, Latvia, dan Estonia, serta tahanan perang Jerman dan bahkan masyarakat sipil Soviet yang dianggap mendukung Nazi.[311] Enam puluh prosen tahanan perang Jerman di Soviet tewas sepanjang perang.[312] Richard Overy memberi jumlah 5,7 juta tahanan perang Soviet. Dari jumlah tersebut, 57 prosen meninggal dunia atau dibunuh dengan jumlah 3,6 juta orang.[313] Mantan tahanan perang Soviet dan masyarakat sipil yang pulang diperlakukan dengan kecurigaan luar biasa bagi pendukung Nazi yang potensial, dan beberapa di selang mereka dikirim ke Gulag setelah diperiksa NKVD.[314]

Kamp tahanan perang Jepang, biasanya dipakai bagi kamp buruh, juga mempunyai tingkat kematian tinggi. Pengadilan Militer Internasional bagi Timur Jauh menemukan tingkat kematian tahanan Barat yaitu 27,1 prosen (37 prosen bagi tahanan perang Amerika Serikat),[315] tujuh kali semakin tinggi daripada tahanan perang di Jerman dan Italia.[316] Sementara 37.583 tahanan dari Britania Raya, 28.500 dari Belanda, dan 14.743 dari Amerika Serikat diberi keleluasaan setelah penyerahan diri Jepang, tahanan Cina yang ditinggal hanya 56 orang.[317]

Menurut sejarawan Zhifen Ju, sedikitnya lima juta masyarakat sipil Cina dari Cina utara dan Manchukuo diperbudak selang 1935 dan 1941 oleh Dewan Pembangunan Asia Timur, atau Kōain, bagi memainkan pekerjaan di pertambangan dan industri perang. Setelah 1942, jumlah ini mencapai 10 juta orang.[318] U.S. Library of Congress memperkirakan bahwa di Jawa, antar 4 dan 10 juta romusha (bahasa Indonesia: "buruh manual"), dipaksa memainkan pekerjaan oleh militer Jepang. Sekitar 270.000 buruh Jawa dikirim ke wilayah pendudukan Jepang lain di Asia Tenggara, dan hanya 52.000 orang yang pulang ke Jawa.[319]

Pada tanggal 19 Februari 1942, Roosevelt menandatangani Perintah Eksekutif 9066 yang menahan ribuan orang Jepang, Italia, Jerman Amerika, dan sejumlah emigran dari Hawaii yang mengungsi setelah pengeboman Pearl Harbor sampai perang habis. Pemerintah A.S. dan Kanada menahan 150.000 masyarakat Jepang Amerika.[320][321] Selain itu, 14.000 masyarakat Jerman dan Italia di A.S. yang dianggap bagi risiko keamanan juga ditahan.[322]

Sesuai kontrak Sekutu pada Konferensi Yalta, jutaan tahanan perang dan masyarakat sipil dimanfaatkan bagi buruh paksa oleh Uni Soviet.[323] Dalam hal Hongaria, masyarakatnya dipaksa memainkan pekerjaan bagi Uni Soviet sampai 1955.[324]

Front dalam negeri dan produksi

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Rasio PDB Sekutu dibandingkan dengan Poros

Di Eropa, sebelum pecah perang, Sekutu mempunyai kelebihan signifikan dalam hal populasi dan ekonomi. Pada tahun 1938, Sekutu Barat (Britania Raya, Perancis, Polandia, dan Yang dijajah Britania) mempunyai populasi 30 prosen semakin luhur dan produk domestik bruto 30 prosen semakin luhur daripada Poros Eropa (Jerman dan Italia); jika koloni diikutkan dalam hitungan, Sekutu mendapatkan kelebihan 5:1 dalam jumlah masyarakat dan 2:1 dalam PDB.[325] Di Asia pada ketika yang sama, Cina mempunyai jumlah masyarakat enam kali semakin jumlah daripada Jepang, tetapi PDB yang 89 prosen semakin tinggi; jumlah ini susut menjadi populasi tiga kali semakin jumlah dan PDB 38 prosen semakin tinggi jika koloni-koloni Jepang diikutkan dalam hitungan.[325]

Meski kelebihan ekonomi dan populasi Sekutu dimanfaatkan besar-besaran selama serangan blitzkrieg permulaan Jerman dan Jepang, mereka menjadi faktor penentu pada tahun 1942, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet bergabung dengan Sekutu, setelah sebagian luhur perang ini menjadi perang atrisi.[326] Sementara kemampuan Sekutu bagi melampaui produksi Poros sering dikaitkan dengan akses Sekutu yang luhur ke sumber daya dunia, faktor-faktor lain, seperti keengganan Jerman dan Jepang bagi mempekerjakan wanita dalam tenaga kerja,[327][328] pengeboman strategis oleh Sekutu,[329][330] dan peralihan terbaru Jerman ke ekonomi perang[331] sangat berkontribusi luhur. Selain itu, adil Jerman maupun Jepang tidak berencana menyelenggarakan perang yang berkepanjangan, dan tidak sanggup memainkannya.[332][333] Bagi meningkatkan produksi mereka, Jerman dan Jepang menggunakan jutaan buruh budak;[334] Jerman menggunakan 12 juta orang, biasanya dari Eropa Timur,[310] sementara Jepang menggunakan semakin dari 18 juta orang di Asia Timur Jauh.[318][319]

Pendudukan

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Partisan Soviet digantung oleh tentara Jerman pada Januari 1943

Di Eropa, pendudukan muncul dalam dua bangun yang sangat berbeda. Di Eropa Barat, Utara, dan Tengah (Perancis, Norwegia, Denmark, Negara-Negara Hilir, dan wilayah Cekoslowakia yang dianeksasi), Jerman memainkan kebijakan ekonomi yang berhasil mengumpulkan 69,5 miliar reichmark (27,8 miliar dolar AS) pada penghabisan perang; jumlah ini tidak meliputi perampokan produk industri, perlengkapan militer, bahan mentah, dan barang-barang lain.[335] Dari situ, pendapatan yang muncul dari negara-negara pendudukan mencapai 40 prosen dari pendapatan yang dikumpulkan Jerman dari pajak, jumlah yang meningkat hampir 40 prosen dari total pendapatan Jerman sepanjang perang.[336]

Di Timur, keuntungan yang diharapkan dari Lebensraum tidak pernah didapatkan karena garis depan yang berfluktuasi dan kebijakan bumi hangus Soviet memusnahkan sumber daya bagi para penjajah Jerman.[337] Tidak seperti di Barat, kebijakan ras Nazi mengizinkan kekejaman amat sangat terhadap "orang inferior" keturunan Slavik; sebagian luhur serbuan Jerman ditemani dengan eksekusi massal.[338] Meski kumpulan pemberontak berdiri di hampir semua teritori pendudukan, mereka tidak mengganggu operasi Jerman adil di Timur[339] maupun Barat[340] sampai penghabisan tahun 1943.

Di Asia, Jepang menyebut negara-negara di bawah pendudukannya bagi anggota dari Lingkup Persemakmuran Asia Timur Raya, yang pada landasannya yaitu hegemoni Jepang yang diklaim bertujuan melepaskan bangsa yang dikolonisasi.[341] Meski pasukan Jepang permulaannya disambut bagi pembebas dari dominasi Eropa di sejumlah daerah, kekejaman mereka yang amat sangat mengubah opini publik menjadi menentang mereka dalam hitungan hari pertama.[342] Selama penaklukan permulaan Jepang, negara ini mencaplok 4.000.000 barrel (640,000 m3) minyak (~5.5×105 ton) yang diberi keleluasaan oleh pasukan Sekutu yang mundur, dan pada tahun 1943 Jepang bisa menduduki produksi minyak di Hindia Timur Belanda sampai Templat:Bbl to t, 76 prosen dari tingkat produksinya tahun 1940.[342]

Kemajuan teknologi dan peperangan

Pesawat terbang dimanfaatkan bagi peralatan mata-mata, pesawat tempur, pengebom, dan bantuan darat, dan masing-masing perannya mendapatkan kemajuan yang artiannya. Inovasi-inovasi yang muncul meliputi pengangkutan udara (kemampuan memindahkan suplai, perlengkapan, dan personil berprioritas tinggi dan terbatas dalam waktu singkat);[343] dan pengeboman strategis (pengeboman daerah berpenduduk bagi menghancurkan industri dan moral).[344] Persenjataan antipesawat juga dikembangkan, termasuk pertahanan radar dan artileri darat-ke-udara, seperti senjata 88 mm Jerman. Pemakaian pesawat jet dimulai dan meski pengenalannya yang terlambat memberi sedikit pengaruh, pesawat jet kelak menjadi standar tingkatan udara di seluruh dunia.[345]

Kemajuan dibuat di hampir segala aspek pertempuran laut, terutama kapal angkut pesawat (kapal induk) dan kapal selam. Meski sejak permulaan perang, peperangan udara menuai sedikit keberhasilan, bermacam gerakan di Taranto, Pearl Harbor, Laut Cina Selatan, dan Laut Koral menciptakan kapal induk dianggap bisa menggantikan kapal perang.[346][347][348]

Di Atlantik, kapal induk pengawal terbukti memperagakan peran penting dalam konvoi Sekutu dan meningkatkan radius perlindungan efektif serta membantu menutup celah Atlantik Tengah.[349] Kapal induk juga semakin ekonomis daripada kapal perang karena biaya produksi pesawat yang relatif rendah[350] dan tidak perlu diperkuat habis-habisan.[351] Kapal selam, terbukti yaitu senjata efektif pada Perang Dunia Pertama,[352] diantisipasi oleh semua pihak bagi sesuatu yang terpenting nomor dua. Britania memfokuskan pengembangan persenjataan dan taktik antikapal selam, seperti sonar dan konvoi, sementara Jerman berfokus pada memperbarui kemampuan serangannya dengan desain seperti kapal selam Tipe VII dan taktik wolfpack.[353] Secara perlaham, teknologi baru Sekutu seperti sinar Leigh, hedgehog, squid, dan torpedo lacak terbukti unggul.

Peperangan darat berubah dari garis depan statis pada Perang Dunia I ke peningkatan mobilitas dan senjata gabungan. Tank, yang sering dipakai bagi membantu infanteri ketika Perang Dunia Pertama, berubah menjadi senjata utama.[354] Pada penghabisan 1930-an, desain tank semakin maju dibandingkan ketika Perang Dunia I,[355] dan kemajuan terjadi sepanjang perang melewati peningkatan kecepatan, pertahanan, dan daya tembak.

Ketika perang dimulai, biasanya komandan menduga tank musuh harus bersua tank dengan spesifikasi yang semakin hebat.[356] Ide ini ditantang oleh performa buruk senjata tank permulaan yang relatif ringan melawan kendaraan lapis baja, dan doktrin Jerman menghindari pertempuran tank-versus-tank. Hal ini, bersama pemakaian senjata gabungan oleh Jerman, termasuk di selang leemen kunci keberhasilan taktik blitzkrieg mereka di Polandia dan Perancis.[354] Jumlah cara bagi menghancurkan tank, termasuk dengan artileri tidak langsung, senjata antitank (baik yang ditarik maupun gerak sendiri), ranjau, senjata antitank infanteri jarak pendek, dan bahkan tank lain pun diikutsertakan.[356] Bahkan dengan mekanisasi besar-besaran, infanteri masih yaitu tulang punggung seluruh pasukan,[357] dan sepanjang perang, sebagian luhur infanteri mempunyai perlengkapan yang sama seperti ketika Perang Dunia I.[358]

Senjata mesin portabel meluas, seperti MG42 Jerman dan bermacam senjata submesin yang dimodifikasi bagi pertempuran jarak dekat di perkotaan dan hutan.[358] Bedil serang, suatu pengembangan penghabisan perang yang mencakup bermacam fitur bedil dan senjata submesin, menjadi senjata standar infanteri pascaperang bagi sebagian luhur tingkatan bersenjata.[359][360]

Sebagian luhur pihak yang terlibat berupaya memecahkan persoalan kompleksitas dan kerumitan yang muncul dari pemakaian buku kode luhur bagi kriptografi dengan memakai mesin sandi, yang paling terkenal yaitu mesin Enigma Jerman.[361] SIGINT (signals intelligence) yaitu anggota melawan dekripsi yang pernah dipakai oleh Sekutu bagi memecahkan kode laut Jepang[362] dan Ultra dari Britania Raya, berasal dari metodologi dari Polish Cipher Bureau, yang berhasil mengungkap Enigma selama tujuh tahun sebelum perang.[363] Aspek lain intelijen militer yaitu pemakaian kebohongan, yang berhasil dipakai oleh Sekutu dengan keberhasilan luhur seperti dalam operasi Mincemeat dan Bodyguard.[362][364] Kemajuan teknologi dan rekayasa lainnya tercapai sepanjang atau setelah perang, termasuk komputer-komputer terprogram pertama di dunia (Z3, Colossus, dan ENIAC), misil pandu dan roket modern, pengembangan senjata nuklir Proyek Manhattan, penelitian operasi dan pengembangan pelabuhan buatan dan jalur pipa di bawah Selat Inggris.[365]

Lihat pula

Dokumenter
  • Apocalypse: The Second World War (2009), dokumenter Perancis enam anggota karya Daniel Costelle dan Isabelle Clarke mengenai Perang Dunia II
  • Battlefield, seri dokumenter yang mengudara tahun 1994–5 yang mengupas bermacam pertempuran penting pada Perang Dunia II
  • BBC History of World War II, serial televisi yang mengudara sejak 1989 sampai 2005.
  • The World at War (1974), serial Thames Television 26 anggota yang mengulas bermacam aspek Perang Dunia II dari sejumlah sudut pandang, termasuk wawancara dengan beberapa figur utama seperti Karl Dönitz, Albert Speer, dan Anthony Eden.

Catatan kaki

  1. ^ 23 Agustus 1939, Uni Soviet dan Jerman menandatangani pakta nonagresi, diam-diam membelah Eropa Timur menjadi beberapa cakupan pengaruh. Gencatan senjata Uni Soviet dengan Jepang 16 September 1939; menyerbu Polandia 17 September 1939; menyerang Finlandia 30 September 1939; memaksa aneksasi negara-negara Baltik Juni 1940; mencaplok Rumania Timur 4 Juli 1940. 22 Juni 1941, Uni Soviet diserbu Poros Eropa; Uni Soviet memihak dengan negara-negara yang memerangi Poros.
  2. ^ Setelah kejatuhan Republik Ketiga tahun 1940, pemerintahan de facto-nya yaitu Rezim Vichy. Rezim ini memainkan kebijakan pro-Poros sampai November 1942 namun tetap netral secara formal. Pasukan Perancis Merdeka, berbasis di London, diakui oleh semua negara Sekutu bagi pemerintah formal pada bulan September 1944.

Rujukan

  1. ^ Sommerville, Donald (2008). The Complete Illustrated History of World War Two: An Authoritative Account of the Deadliest Conflict in Human History with Analysis of Decisive Encounters and Landmark Engagements. Lorenz Books. hlm. 5. ISBN 0-7548-1898-5. 
  2. ^ Barrett, David P; Shyu, Lawrence N (2001). China in the anti-Japanese War, 1937–1945: politics, culture and society. Volume 1 of Studies in modern Chinese history. New York: Peter Lang. hlm. 6. ISBN 0-8204-4556-8. 
  3. ^ a b The UN Security Council, diakses 15 May 2012 
  4. ^ Chickering, Roger (2006). A World at Total War: Global Conflict and the Politics of Destruction, 1937–1945. Cambridge University Press. hlm. 64. ISBN 0-275-98710-8. 
  5. ^ Fiscus, James W (2007). Critical Perspectives on World War II. Rosen Publishing Group. hlm. 44. ISBN 1-4042-0065-7. 
  6. ^ Ben-Horin, Eliahu (1943). The Middle East: Crossroads of History. W. W. Norton & Co. p. 169; Taylor, A. J. P (1979). How Wars Begin. Hamilton. p. 124. ISBN 0-241-10017-8; Yisreelit, Hevrah Mizrahit (1965). Asian and African Studies, p. 191. For 1941 see Taylor, A. J. P (1961). The Origins of the Second World War. Hamilton. p. vii; Kellogg, William O (2003). American History the Easy Way. Barron's Educational Series. p. 236 ISBN 0-7641-1973-7. There also exists the viewpoint that both World War I and World War II are part of the same "European Civil War" or "Second Thirty Years War": Canfora, Luciano; Jones, Simon (2006). Democracy in Europe: A History of an Ideology. Wiley-Blackwell. p. 155. ISBN 1-4051-1131-3; Prin, Gwyn (2002). The Heart of War: On Power, Conflict and Obligation in the Twenty-First Century. Routledge. p. 11. ISBN 0-415-36960-6.
  7. ^ Beevor, Antony (2012). The Second World War. London: Weidenfeld & Nicolson. hlm. 10. ISBN 9780297844976. 
  8. ^ Masaya, Shiraishi (1990). Japanese relations with Vietnam, 1951–1987. SEAP Publications. hlm. 4. ISBN 0-87727-122-4. 
  9. ^ "German-American Relations – Treaty on the Final Settlement with Respect to Germany (two plus four)". Usa.usembassy.de. Diakses 29 January 2012. 
  10. ^ Derby, Mark. "Conscription, conscientious objection and pacifism". Te Ara. Diakses 22 June 2012. "The move towards world war in 1914 sparked an upsurge in pacifist movements" 
  11. ^ "Pacifism in the Twentieth Century". "pacifism". Columbia Electronic Encyclopedia. Diakses 22 June 2012. "During the 1920s and early 30s pacifism enjoyed an upsurge" 
  12. ^ Kantowicz 1999, hlm. 149
  13. ^ Davies 2008, hlm. 134–140
  14. ^ Shaw 2000, hlm. 35
  15. ^ Bullock 1962, hlm. 265
  16. ^ Preston 1998, hlm. 104
  17. ^ Myers 1987, hlm. 458
  18. ^ Smith 2004, hlm. 28
  19. ^ Coogan, Anthony (July 1993). "The Volunteer Armies of Northeast China". History Today 43. Diakses 14 November 2009. "Although some Chinese troops in the Northeast managed to retreat south, others were trapped by the advancing Japanese Army and were faced with the choice of resistance in defiance of orders, or surrender. A few commanders submitted, receiving high office in the puppet government, but others took up arms against the invader. The forces they commanded were the first of the volunteer armies" 
  20. ^ Brody 1999, hlm. 4
  21. ^ Zalampas 1989, hlm. 62
  22. ^ Record 2005, hlm. 50
  23. ^ Mandelbaum 1988, hlm. 96
  24. ^ Schmitz, David F (2001). The First Wise Man. Rowman & Littlefield. hlm. 124. ISBN 0-8420-2632-0. 
  25. ^ Kitson 2001, hlm. 231
  26. ^ Adamthwaite 1992, hlm. 52
  27. ^ Graham 2005, hlm. 110
  28. ^ Busky 2002, hlm. 10
  29. ^ Barker, A. J (1971). The Rape of Ethiopia 1936. Ballantine Books. hlm. 131–2. ISBN 0-345-02462-1. 
  30. ^ Beevor, Antony (2006). The Battle for Spain: The Spanish Civil War 1936–1939. London: Phoenix. hlm. 258–260. ISBN 0-7538-2165-6. 
  31. ^ Budiansky, Stephen (2004). Cairan power : The Men, Machines, and Ideas that Revolutionized War, from Kitty Hawk to Gulf War II. London: Viking. hlm. 209–211. ISBN 0-670-03285-9. 
  32. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 547–551. ISBN 0-521-24338-6. 
  33. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 566. ISBN 0-521-24338-6. 
  34. ^ Taylor, Jay (2009). The Generalissimo: Chiang Kai-shek and the struggle for modern China. Harvard University Press. hlm. 150–152. ISBN 978-0-674-03338-2. 
  35. ^ Coox, Alvin D. (1990). Nomonhan: Japan Against Russia, 1939. Stanford University Press. hlm. 189. ISBN 0-8047-1835-0. 
  36. ^ Sella, Amnon (October 1983). "Khalkhin-Gol: The Forgotten War". Journal of Contemporary History 18 (4): 651–87. 
  37. ^ Chaney, Otto Preston (1996). Zhukov. University of Oklahoma Press. hlm. 76. ISBN 0-8061-2807-0. 
  38. ^ Collier, Martin; Pedley, Philip (2000). Germany 1919–45. Heinemann. hlm. 144. ISBN 0-435-32721-6. 
  39. ^ Kershaw 2001, hlm. 121–2
  40. ^ Kershaw 2001, hlm. 157
  41. ^ Davies 2008, hlm. 143–4
  42. ^ Lowe, Cedric James; Marzari, F (2002). Italian Foreign Policy 1870–1940. Taylor & Francis. hlm. 330. ISBN 0-415-27372-2. 
  43. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Pact of Steel". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 674. ISBN 0-19-860446-7. 
  44. ^ Shore, Zachary (2003). What Hitler Knew: The Battle for Information in Nazi Foreign Policy. Oxford University Press US. hlm. 108. ISBN 0-19-515459-2. 
  45. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Nazi-Soviet Pact". Oxford University Press. hlm. 608. ISBN 0-19-860446-7. 
  46. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 1–2. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  47. ^ Weinberg 2005, hlm. 64–65
  48. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 35. ISBN 0-7126-7348-2. 
  49. ^ Roskill, S.W. (1954). The War at Sea 1939–1945 Volume 1 : The Defensive. History of the Second World War. United Kingdom Military Series. London: HMSO. hlm. 64. 
  50. ^ Fritz, Martin (2005). "Economic Warfare". In Dear, I.C.B; Foot, M.R.D. The Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 248. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  51. ^ Zaloga, Steven J.; Gerrard, Howard (2002). Poland 1939: The Birth of Blitzkrieg. Oxford: Osprey Publishing. hlm. 83. ISBN 1-84176-408-6. 
  52. ^ Hempel, Andrew (2003). Poland in World War II: An Illustrated Military History. New York: Hippocrene Books. hlm. 24. ISBN 0-7818-1004-3. 
  53. ^ Zaloga, Stephen J. (2004). Poland 1939 : The Birth of Blitzkrieg. London: Praeger. hlm. 88–89. ISBN 0-275-98278-5. 
  54. ^ Budiansky, Stephen (2001). Battle of Wits: The Complete Story of Codebreaking in World War II. London: Penguin. hlm. 120–121. ISBN 0-14-028105-3. 
  55. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 14
  56. ^ Smith, David J. (2002). The Baltic States: Estonia, Latvia and Lithuania. Routledge. 1st edition. hlm. 24. ISBN 0-415-28580-1. 
  57. ^ a b Bilinsky, Yaroslav (1999). Endgame in NATO's Enlargement: The Baltic States and Ukraine. Greenwood Publishing Group. hlm. 9. ISBN 0-275-96363-2. 
  58. ^ a b Murray & Millett 2001, hlm. 55–56
  59. ^ Spring, D. W (1986). "The Soviet Decision for War against Finland, 30 November 1939". Europe-Asia Studies (Taylor & Francis, Ltd.) 38 (2): 207–226. doi:10.1080/09668138608411636. JSTOR 151203. 
  60. ^ Hanhimäki, Jussi M (1997). Containing Coexistence: America, Russia, and the "Finnish Solution. Kent State University Press. hlm. 12. ISBN 0-87338-558-6. 
  61. ^ Weinberg 1995, hlm. 95, 121
  62. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 668–9. ISBN 0-671-72868-7. 
  63. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 57–63
  64. ^ Commager, Henry Steele (2004). The Story of the Second World War. Brassey's. hlm. 9. ISBN 1-57488-741-6. 
  65. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Iceland". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 436. ISBN 0-19-860446-7. 
  66. ^ Reynolds, David (27 April 2006). From World War to Cold War: Churchill, Roosevelt, and the International History of the 1940s. Oxford University Press, USA. hlm. 76. ISBN 0-19-928411-3. 
  67. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 122–123. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  68. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 721–3. ISBN 0-671-72868-7. 
  69. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 59–60. ISBN 0-7126-7348-2. 
  70. ^ Regan, Geoffrey (2000). The Brassey's book of military blunders. Brassey's. hlm. 152. ISBN 1-57488-252-X. 
  71. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 66–67. ISBN 0-7126-7348-2. 
  72. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 207. ISBN 0-14-028530-X. 
  73. ^ Klaus, Autbert (2001). Germany and the Second World War Volume 2: Germany's Initial Conquests in Europe. Oxford University Press. hlm. 311. ISBN 0-19-822888-0. 
  74. ^ Brown, David (2004). The Road to Oran: Anglo-French Naval Relations, September 1939 – July 1940. Taylor & Francis. hlm. xxx. ISBN 0-7146-5461-2. 
  75. ^ Ferguson, Niall (2006). The War of the WorldPenguin, pp. 367, 376, 379, 417
  76. ^ Snyder, Timothy (2010).Bloodlands, Random House, from p. 118 onwards
  77. ^ H. W. Koch. Hitler's 'Programme' and the Genesis of Operation 'Barbarossa'. The Historical Journal, Vol. 26, No. 4 (Dec. 1983), pp. 891–920
  78. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 56. ISBN 0-300-11204-1. 
  79. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 59. ISBN 0-300-11204-1. 
  80. ^ a b Kelly, Nigel; Rees, Rosemary; Shuter, Jane (1998). Twentieth Century World. Heinemann. hlm. 38. ISBN 0-435-30983-8. 
  81. ^ Goldstein, Margaret J (2004). World War II. Twenty-First Century Books. hlm. 35. ISBN 0-8225-0139-2. 
  82. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 288–289. ISBN 0-14-028530-X. 
  83. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 328–330. ISBN 0-14-028530-X. 
  84. ^ Morison, Samuel Eliot (2002). History of United States Naval Operations in World War II. University of Illinois Press. hlm. 60. ISBN 0-252-07065-8. 
  85. ^ Maingot, Anthony P. (1994). The United States and the Caribbean: Challenges of an Asymmetrical Relationship. Westview Press. hlm. 52. ISBN 0-8133-2241-3. 
  86. ^ Cantril, Hadley (September 1940). "America Faces the War: A Study in Public Opinion". The Public Opinion Quarterly 4 (3): 390. 
  87. ^ Bilhartz, Terry D.; Elliott, Alan C. (2007). Currents in American History: A Brief History of the United States. M.E. Sharpe. hlm. 179. ISBN 978-0-7656-1821-4. 
  88. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 165
  89. ^ Knell, Hermann (2003). To Destroy a City: Strategic Bombing and Its Human Consequences in World War II. Da Capo. hlm. 205. ISBN 0-306-81169-3. 
  90. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 233–245
  91. ^ Schoenherr, Steven (1 October 2005). "Undeclared Naval War in the Atlantic 1941". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari aslinya tanggal 9 May 2008. Diakses 15 February 2010. 
  92. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Tripartite Pact". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  93. ^ Deletant, Dennis (2002). "Romania". In Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D. Oxford Companion to World War II. hlm. 745–46. ISBN 0-19-860446-7. 
  94. ^ Clogg, Richard (1992). A Concise History of Greece. Cambridge University Press. hlm. 118. ISBN 0-521-80872-3. 
  95. ^ Andrew, Stephen (2001). The Italian Army 1940–45 (2): Africa 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 9–10. ISBN 1-85532-865-8. 
  96. ^ Brown, David (2002). The Royal Navy and the Mediterranean. Routledge. hlm. 64–65. ISBN 0-7146-5205-9. 
  97. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 106. ISBN 1-85285-417-0. 
  98. ^ Laurier, Jim (2001). Tobruk 1941: Rommel's opening move. Osprey Publishing. hlm. 7–8. ISBN 1-84176-092-7. 
  99. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 263–67
  100. ^ Macksey, Kenneth (1997). Rommel: battles and campaigns. Da Capo Press. hlm. 61–63. ISBN 0-306-80786-6. 
  101. ^ Weinberg 1995, hlm. 229
  102. ^ Watson, William E (2003). Tricolor and Crescent: France and the Islamic World. Greenwood Publishing Group. hlm. 80. ISBN 0-275-97470-7. 
  103. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 154. ISBN 1-85285-417-0. 
  104. ^ Stewart, Vance (2002). Three Against One: Churchill, Roosevelt, Stalin Vs Adolph Hitler. Sunstone Press. hlm. 159. ISBN 0-86534-377-2. 
  105. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D. (editors), ed. (2005). "Blitz". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 108–109. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  106. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 289. ISBN 0-14-028530-X. 
  107. ^ Joes, Anthony James (2004). Resisting Rebellion: The History And Politics of Counterinsurgency. University Press of Kentucky. hlm. 224. ISBN 0-8131-2339-9. 
  108. ^ Fairbank, John King; Goldman, Merle (1994). China: A New History. Harvard University Press. hlm. 320. ISBN 0-674-11673-9. 
  109. ^ Garver, John W (1988). Chinese-Soviet Relations, 1937–1945: The Diplomacy of Chinese Nationalism. Oxford University Press. hlm. 114. ISBN 0-19-505432-6. 
  110. ^ Weinberg 1995, hlm. 195
  111. ^ Sella, Amnon (July 1978). ""Barbarossa": Surprise Attack and Communication". Journal of Contemporary History 13 (3): 555–83. doi:10.1177/002200947801300308. 
  112. ^ Kershaw, Ian (2007). Fateful Choices. Allen Lane. hlm. 66–69. ISBN 0-7139-9712-5. 
  113. ^ Steinberg, Jonathan (June 1995). "The Third Reich Reflected: German Civil Administration in the Occupied Soviet Union, 1941–4". The English Historical Review 110 (437): 620–51. 
  114. ^ Hauner, Milan (1978). "Did Hitler Want a World Dominion?". Journal of Contemporary History 13 (1): 15–32. doi:10.1177/002200947801300102. 
  115. ^ Roberts, Cynthia A (1995). "Planning for War: The Red Army and the Catastrophe of 1941". Europe-Asia Studies 47 (8): 1293–26. doi:10.1080/09668139508412322. 
  116. ^ Wilt, Alan F. (1981). "Hitler's Late Summer Pause in 1941". Military Affairs 45 (4): 187–91. doi:10.2307/1987464. JSTOR 1987464. 
  117. ^ Erickson, John (2003). The Road to Stalingrad. Cassell Military. hlm. 114–137. ISBN 0-304-36541-6. 
  118. ^ Glantz 2001, hlm. 9
  119. ^ Farrell, Brian P (1993). "Yes, Prime Minister: Barbarossa, Whipcord, and the Basis of British Grand Strategy, Autumn 1941". The Journal of Military History 57 (4): 599–625. doi:10.2307/2944096. JSTOR 2944096. 
  120. ^ Pravda, Alex; Duncan, Peter J. S (1990). Soviet-British Relations Since the 1970s. Cambridge University Press. hlm. 29. ISBN 0-521-37494-4. 
  121. ^ Bueno de Mesquita, Bruce; Smith, Alastair; Siverson, Randolph M.; Morrow, James D (2005). The Logic of Political Survival. MIT Press. hlm. 425. ISBN 0-262-52440-6. 
  122. ^ Louis, William Roger (1998). More Adventures with Britannia: Personalities, Politics and Culture in Britain. University of Texas Press. hlm. 223. ISBN 0-292-74708-X. 
  123. ^ Kleinfeld, Gerald R (1983). "Hitler's Strike for Tikhvin". Military Affairs 47 (3): 122–128. doi:10.2307/1988082. JSTOR 1988082. 
  124. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 113. ISBN 1-84212-513-3. 
  125. ^ Glantz 2001, hlm. 26, "By 1 November [the Wehrmacht] had lost fully 20% of its committed strength (686,000 men), up to 2/3 of its ½-million motor vehicles, and 65 percent of its tanks. The German Army High Command (OKH) rated its 136 divisions as equivalent to 83 full-strength divisions."
  126. ^ Reinhardt, Klaus; Keenan, Karl B (1992). Moscow-The Turning Point: The Failure of Hitler's Strategy in the Winter of 1941–42. Berg. hlm. 227. ISBN 0-85496-695-1. 
  127. ^ Milward, A.S. (1964). "The End of the Blitzkrieg". The Economic History Review 16 (3): 499–518. doi:10.1111/j.1468-0289.1964.tb01744.x. 
  128. ^ Rotundo, Louis (1986). "The Creation of Soviet Reserves and the 1941 Campaign". Military Affairs 50 (1): 21–8. doi:10.2307/1988530. JSTOR 1988530. 
  129. ^ Glantz 2001, hlm. 26
  130. ^ Garthoff, Raymond L (October 1969). "The Soviet Manchurian Campaign, August 1945". Military Affairs 33 (2): 312. 
  131. ^ Welch, David (1999). Modern European History, 1871–2000: A Documentary Reader. Routledge. hlm. 102. ISBN 0-415-21582-X. 
  132. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 248. ISBN 0-521-61826-6. 
  133. ^ Anderson, Irvine H., Jr. (1975). "The 1941 De Facto Embargo on Oil to Japan: A Bureaucratic Reflex". The Pacific Historical Review 44 (2): 201. JSTOR 3638003. 
  134. ^ Peattie, Mark R.; Evans, David C. (1997). Kaigun: Strategy, Tactics, and Technology in the Imperial Japanese Navy. Naval Institute Press. hlm. 456. ISBN 0-87021-192-7. 
  135. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 125. ISBN 0-415-22404-7. 
  136. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 310. ISBN 0-521-61826-6. 
  137. ^ Morgan, Patrick M (1983). Strategic Military Surprise: Incentives and Opportunities. Transaction Publishers. hlm. 51. ISBN 0-87855-912-4. 
  138. ^ a b Wohlstetter, Roberta (1962). Pearl Harbor: Warning and Decision. Stanford University Press. hlm. 341–43. ISBN 0-8047-0598-4. 
  139. ^ Dunn, Dennis J (1998). Caught Between Roosevelt & Stalin: America's Ambassadors to Moscow. The University Press of Kentucky. hlm. 157. ISBN 0-8131-2023-3. 
  140. ^ According to Ernest May (May, Ernest (1955). "The United States, the Soviet Union and the Far Eastern War". The Pacific Historical Review 24 (2): 156. JSTOR 3634575. ) Churchill stated: "Russian declaration of war on Japan would be greatly to our advantage, provided, but only provided, that Russians are confident that will not impair their Western Front".
  141. ^ Mingst, Karen A.; Karns, Margaret P (2007). United Nations in the Twenty-First Century. Westview Press. hlm. 22. ISBN 0-8133-4346-1. 
  142. ^ Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, p. 99 ISBN 1-4481-4045-5.
  143. ^ a b Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, pp. 406–7 ISBN 1-4481-4045-5. "Stalin always believed that Britain and America were delaying the second front so that the Soviet Union would bear the brunt of the war"
  144. ^ Klam, Julie (2002). The Rise of Japan and Pearl Harbor. Black Rabbit Books. hlm. 27. ISBN 1-58340-188-1. 
  145. ^ Lewis, Morton. "XXIX. Japanese Plans and American Defenses". In Greenfield, Kent Roberts. The Fall of the Philippines. U.S. Government Printing Office. hlm. 529. Library of Congress Catalogue Card Number: 53-63678.  (Table 11).
  146. ^ Hill, J. R.; Ranft, Bryan (2002). The Oxford Illustrated History of the Royal Navy. Oxford University Press. hlm. 362. ISBN 0-19-860527-7. 
  147. ^ Hsiung 1992, hlm. 158
  148. ^ Perez, Louis G. (1 June 1998). The history of Japan. Greenwood Publishing Group. hlm. 145. ISBN 0-313-30296-0. Diakses 12 November 2009. 
  149. ^ Gooch, John (1990). Decisive Campaigns of the Second World War. Routledge. hlm. 52. ISBN 0-7146-3369-0. 
  150. ^ Glantz 2001, hlm. 31
  151. ^ Molinari, Andrea (2007). Desert Raiders: Axis and Allied Special Forces 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 1-84603-006-4. 
  152. ^ Mitcham, Samuel W.; Mitcham, Samuel W. Jr (1982). Rommel's Desert War: The Life and Death of the Afrika Korps. Stein & Day. hlm. 31. ISBN 978-0-8117-3413-4. 
  153. ^ Maddox, Robert James (1992). The United States and World War II. Westview Press. hlm. 111–12. ISBN 0-8133-0436-9. 
  154. ^ Salecker, Gene Eric (2001). Fortress Against the Sun: The B-17 Flying Fortress in the Pacific. Da Capo Press. hlm. 186. ISBN 1-58097-049-4. 
  155. ^ Ropp, Theodore (1962). War in the Modern World. Macmillan Publishing Company. hlm. 368. ISBN 0-8018-6445-3. 
  156. ^ Weinberg 1995, hlm. 339
  157. ^ Gilbert, Adrian (2003). The Encyclopedia of Warfare: From Earliest Times to the Present Day. Globe Pequot. hlm. 259. ISBN 1-59228-027-7. 
  158. ^ Swain, Bruce (2001). A Chronology of Australian Armed Forces at War 1939–45. Allen & Unwin. hlm. 197. ISBN 1-86508-352-6. 
  159. ^ Hane, Mikiso (2001). Modern Japan: A Historical Survey. Westview Press. hlm. 340. ISBN 0-8133-3756-9. 
  160. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 111. ISBN 1-84176-882-0. 
  161. ^ Brayley, Martin J (2002). The British Army, 1939–45: The Far East. Osprey Publishing. hlm. 9. ISBN 1-84176-238-5. 
  162. ^ Read, Anthony (2004). The Devil's Disciples: Hitler's Inner Circle. W. W. Norton & Company. hlm. 764. ISBN 0-393-04800-4. 
  163. ^ Davies, Norman (2006). Europe at War 1939–1945: No Simple Victory. Macmillan. hlm. 100. ISBN 0-333-69285-3. 
  164. ^ Badsey, Stephen (2000). The Hutchinson Atlas of World War II Battle Plans: Before and After. Taylor & Francis. hlm. 235–36. ISBN 1-57958-265-6. 
  165. ^ Black, Jeremy (2003). World War Two: A Military History. Routledge. hlm. 119. ISBN 0-415-30534-9. 
  166. ^ Gilbert, Sir Martin (2004). The Second World War: A Complete History. Macmillan. hlm. 397–400. ISBN 0-8050-7623-9. 
  167. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 142. ISBN 1-84212-513-3. 
  168. ^ Gannon, James (2002). Stealing Secrets, Telling Lies: How Spies and Codebreakers Helped Shape the Twentieth Century. Brassey's. hlm. 76. ISBN 1-57488-473-5. 
  169. ^ Paxton, Robert O (1972). Vichy France: Old Guard and New Order, 1940–1944. Knopf. hlm. 313. ISBN 0-394-47360-4. 
  170. ^ Rich, Norman (1992). Hitler's War Aims: Ideology, the Nazi State, and the Course of Expansion. Norton. hlm. 178. ISBN 0-393-00802-9. 
  171. ^ Penrose, Jane (2004). The D-Day Companion. Osprey Publishing. hlm. 129. ISBN 1-84176-779-4. 
  172. ^ Neillands, Robin (2005). The Dieppe Raid: The Story of the Disastrous 1942 Expedition. Indiana University Press. ISBN 0-253-34781-5. 
  173. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 277. ISBN 0-7126-7348-2. 
  174. ^ Thomas, David Arthur (1988). A Companion to the Royal Navy. Harrap. hlm. 265. ISBN 0-245-54572-7. 
  175. ^ Thomas, Nigel; Andrew, Stephen (1998). German Army 1939–1945 (2): North Africa & Balkans. Osprey Publishing. hlm. 8. ISBN 1-85532-640-X. 
  176. ^ a b Ross, Steven T (1997). American War Plans, 1941–1945: The Test of Battle. Frank Cass & Co. hlm. 38. ISBN 0-7146-4634-2. 
  177. ^ Bonner, Kit; Bonner, Carolyn (2001). Warship Boneyards. MBI Publishing Company. hlm. 24. ISBN 0-7603-0870-5. 
  178. ^ Collier, Paul (2003). The Second World War (4): The Mediterranean 1940–1945. Osprey Publishing. hlm. 11. ISBN 1-84176-539-2. 
  179. ^ Thompson, John Herd; Randall, Stephen J (1994). Canada and the United States: Ambivalent Allies. University of Georgia Press. hlm. 164. ISBN 0-8203-2403-5. 
  180. ^ Kennedy, David M (1999). Freedom from Fear: The American People in Depression and War, 1929–1945. Oxford University Press. hlm. 610. ISBN 0-19-503834-7. 
  181. ^ Rottman, Gordon L (2002). World War II Pacific Island Guide: A Geo-Military Study. Greenwood Publishing Group. hlm. 228. ISBN 0-313-31395-4. 
  182. ^ Glantz, David M. (September 1986). "Soviet Defensive Tactics at Kursk, July 1943". CSI Report No. 11. (Combined Arms Research Library). OCLC 278029256. Diarsipkan dari aslinya tanggal 6 March 2008. Diakses 17 February 2010. 
  183. ^ Glantz, David M (1989). Soviet military deception in the Second World War. Routledge. hlm. 149–59. ISBN 978-0-7146-3347-3. 
  184. ^ Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. W. W. Norton & Company. hlm. 592. ISBN 0-393-32252-1. 
  185. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 32. ISBN 0-7391-0195-1. 
  186. ^ Bellamy, Chris T (2007). Absolute war: Soviet Russia in the Second World War. BAlfred A. Knopf. hlm. 595. ISBN 0-375-41086-4. 
  187. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 35. ISBN 0-7391-0195-1. 
  188. ^ Healy, Mark (1992). Kursk 1943: The tide turns in the East. Osprey Publishing. hlm. 90. ISBN 1-85532-211-0. 
  189. ^ Glantz 2001, hlm. 50–55
  190. ^ McGowen, Tom (2002). Assault From The Sea: Amphibious Invasions in the Twentieth Century. Twenty-First Century Books. hlm. 43–44. ISBN 0-7613-1811-9. 
  191. ^ Mazower, Mark (2009). Hitler's Empire : Nazi Rule in Occupied Europe. London: Penguin. hlm. 362. ISBN 978-0-14-101192-9. 
  192. ^ Hart, Stephen; Hart, Russell; Hughes, Matthew (2000). The German Soldier in World War II. MBI Publishing Company. hlm. 151. ISBN 0-7603-0846-2. 
  193. ^ Blinkhorn, Martin (1984). Mussolini and Fascist Italy. Methuen & Co. hlm. 52. ISBN 0-415-10231-6. 
  194. ^ Read, Anthony; Fisher, David (1992). The Fall of Berlin. Hutchinson. hlm. 129. ISBN 0-09-175337-6. 
  195. ^ Padfield, Peter (1998). War Beneath the Sea : Submarine Conflict During World War II (ed. paperback.). New York: John Wiley. hlm. 335–336. ISBN 0-471-24945-9. 
  196. ^ a b Iriye, Akira (1981). Power and culture: the Japanese-American war, 1941–1945. Harvard University Press. hlm. 154. ISBN 0-674-69582-8. 
  197. ^ a b Polley, Martin (2000). A-Z of modern Europe since 1789. Taylor & Francis. hlm. 148. ISBN 0-415-18598-X. 
  198. ^ ed. Hsiung, James C. and Steven I. Levine China's Bitter Victory: The War with Japan 1937–1945, p. 161
  199. ^ Hsu Long-hsuen and Chang Ming-kai (1971) History of The Sino-Japanese War (1937–1945) 2nd Ed. Translated by Wen Ha-hsiung. Chung Wu Publishing. pp. 412–416, Map 38
  200. ^ Weinberg 1995, hlm. 660–661
  201. ^ Glantz, David M (2001). The siege of Leningrad, 1941–1944: 900 days of terror. Zenith Imprint. hlm. 166–69. ISBN 0-7603-0941-8. 
  202. ^ Glantz, David M (2002). The Battle for Leningrad: 1941–1944. Lawrence: University Press of Kansas. ISBN 0-7006-1208-4. 
  203. ^ Chubarov, Alexander (2001). Russia's Bitter Path to Modernity: A History of the Soviet and Post-Soviet Eras. Continuum International Publishing Group. hlm. 122. ISBN 0-8264-1350-1. 
  204. ^ Havighurst, Alfred F (1962). Britain in Transition: The Twentieth Century. The University of Chicago Press. hlm. 344. ISBN 0-226-31971-7. 
  205. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 224. ISBN 0-415-22404-7. 
  206. ^ a b Zeiler, Thomas W (2004). Unconditional Defeat: Japan, America, and the End of World War II. Scholarly Resources. hlm. 60. ISBN 0-8420-2991-5. 
  207. ^ Craven, Wesley Frank; Cate, James Lea (1953). The Army Cairan Forces in World War II, Volume Five—The Pacific, Matterhorn to Nagasaki. Chicago University Press. hlm. 207. 
  208. ^ Hsiung, James Chieh; Levine, Steven I (1992). China's Bitter Victory: The War with Japan, 1937–1945. M.E. Sharpe. hlm. 163. ISBN 1-56324-246-X. 
  209. ^ Coble, Parks M (2003). Chinese Capitalists in Japan's New Order: The Occupied Lower Yangzi, 1937–1945. University of California Press. hlm. 85. ISBN 0-520-23268-2. 
  210. ^ Weinberg 1995, hlm. 695
  211. ^ Badsey, Stephen (1990). Normandy 1944: Allied Landings and Breakout. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 0-85045-921-4. 
  212. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Market-Garden". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  213. ^ The operation "was the most calamitous defeat of all the German armed forces in World War II" (Zaloga, Steven J (1996). Bagration 1944: The destruction of Army Group Centre. Osprey Publishing. hlm. 7. ISBN 1-85532-478-4. )
  214. ^ Berend, Ivan T. (1999). Central and Eastern Europe, 1944–1993: Detour from the Periphery to the Periphery. Cambridge University Press. hlm. 8. ISBN 0-521-55066-1. 
  215. ^ "Armistice Negotiations and Soviet Occupation". US Library of Congress. Diakses 14 November 2009. "The coup speeded the Red Army's advance, and the Soviet Union later awarded Michael the Order of Victory for his personal courage in overthrowing Antonescu and putting an end to Romania's war against the Allies. Western historians uniformly point out that the Communists played only a supporting role in the coup; postwar Romanian historians, however, ascribe to the Communists the decisive role in Antonescu's overthrow" 
  216. ^ Hastings, Max; Paul Henry, Collier (2004). The Second World War: a world in flames. Osprey Publishing. hlm. 223–4. ISBN 1-84176-830-8. 
  217. ^ Wiest, Andrew A; Barbier, M. K (2002). Strategy and Tactics Infantry Warfare. Zenith Imprint. hlm. 65–6. ISBN 0-7603-1401-2. 
  218. ^ Wiktor, Christian L (1998). Multilateral Treaty Calendar – 1648–1995. Kluwer Law International. hlm. 426. ISBN 90-411-0584-0. 
  219. ^ Newton, Steven H (1995). Retreat from Leningrad : Army Group North, 1944/1945. Atglen, Philadelphia: Schiffer Books. ISBN 0-88740-806-0. 
  220. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 120. ISBN 1-84176-882-0. 
  221. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 8
  222. ^ Howard, Joshua H (2004). Workers at War: Labor in China's Arsenals, 1937–1953. Stanford University Press. hlm. 140. ISBN 0-8047-4896-9. 
  223. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 54. ISBN 0-8032-6638-3. 
  224. ^ Cook, Chris; Bewes, Diccon (1997). What Happened Where: A Guide to Places and Events in Twentieth-Century History. UCL Press. hlm. 305. ISBN 1-85728-532-8. 
  225. ^ a b Parker, Danny S (2004). Battle of the Bulge: Hitler's Ardennes Offensive, 1944–1945. Da Capo Press. hlm. xiii–xiv, 6–8, 68–70 & 329–330. ISBN 0-306-81391-2. 
  226. ^ Glantz 2001, hlm. 85
  227. ^ Solsten, Eric (1999). Germany: A Country Study. DIANE Publishing. hlm. 76–7. ISBN 0-7881-8179-3. 
  228. ^ United States Dept. of State (1967). The China White Paper, August 1949. Stanford University Press. hlm. 113. ISBN 0-8047-0608-5. 
  229. ^ Buchanan, Tom (2006). Europe's troubled peace, 1945–2000. Wiley-Blackwell. hlm. 21. ISBN 0-631-22163-8. 
  230. ^ Shepardson, Donald E (1998). "The Fall of Berlin and the Rise of a Myth". The Journal of Military History 62 (1): 135–154. doi:10.2307/120398. JSTOR 120398. 
  231. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 244. ISBN 0-7391-0195-1. 
  232. ^ Kershaw 2001, hlm. 823
  233. ^ a b Donnelly, Mark (1999). Britain in the Second World War. Routledge. hlm. xiv. ISBN 0-415-17425-2. 
  234. ^ Pinkus, Oscar . The war aims and strategies of Adolf Hitler, McFarland, 2005, ISBN 0-7864-2054-5, ISBN 978-0-7864-2054-4, p. 501-3
  235. ^ Glantz, David M. (1995). When Titans Clashed: How the Red Army Stopped Hitler. Lawrence, Kansas: University Press of Kansas. hlm. 34. ISBN 0-7006-0899-0. 
  236. ^ Chant, Christopher (1986). The Encyclopedia of Codenames of World War II. Routledge & Kegan Paul. hlm. 118. ISBN 0-7102-0718-2. 
  237. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 57. ISBN 0-8032-6638-3. 
  238. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 6
  239. ^ Poirier, Michel Thomas (20 October 1999). "Results of the German and American Submarine Campaigns of World War II". U.S. Navy. Diakses 13 April 2008. 
  240. ^ Williams, Andrew J (2006). Liberalism and War: The Victors and the Vanquished. Routledge. hlm. 90. ISBN 0-415-35980-5. 
  241. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 201. ISBN 0-521-86244-2. 
  242. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 203–4. ISBN 0-521-86244-2. 
  243. ^ Glantz, David M (2005). "August Storm: The Soviet Strategic Offensive in Manchuria". Leavenworth Papers (Combined Arms Research Library). OCLC 78918907. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2 March 2008. Diakses 25 January 2010. 
  244. ^ Pape, Robert A (1993). "Why Japan Surrendered". International Security 18 (2): 154–201. doi:10.2307/2539100. JSTOR 2539100. 
  245. ^ Norbert Frei. Adenauer's Germany and the Nazi Past: The Politics of Amnesty and Integration. Translated by Joel Golb. New York: Columbia University Press. 2002. ISBN 0-231-11882-1, pp. 41–66.
  246. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 43. ISBN 0-300-11204-1. 
  247. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 55. ISBN 0-300-11204-1. 
  248. ^ Shirer, William L. (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 794. ISBN 0-671-72868-7. 
  249. ^ Kennedy-Pipe, Caroline (1995). Stalin's Cold War. Manchester University Press. ISBN 0-7190-4201-1. 
  250. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 20–21. ISBN 0-7425-5542-9. 
  251. ^ Senn, Alfred Erich (2007). Lithuania 1940: revolution from above. Rodopi. ISBN 978-90-420-2225-6. 
  252. ^ Yoder, Amos (1997). The Evolution of the United Nations System. Taylor & Francis. hlm. 39. ISBN 1-56032-546-1. 
  253. ^ "History of the UN". United Nations. Diakses 25 January 2010. 
  254. ^ "The Universal Declaration of Human Rights, Article 2". United Nations. Diakses 14 November 2009. "* Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the political, jurisdictional or international status of the country or territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-self-governing or under any other limitation of sovereignty" 
  255. ^ Kantowicz, Edward R (2000). Coming Apart, Coming Together. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 6. ISBN 0-8028-4456-1. 
  256. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 96–100. ISBN 0-7425-5542-9. 
  257. ^ Trachtenberg, Marc (1999). A Constructed Peace: The Making of the European Settlement, 1945–1963. Princeton University Press. hlm. 33. ISBN 0-691-00273-8. 
  258. ^ Granville, Johanna (2004). The First Domino: International Decision Making during the Hungarian Crisis of 1956. Texas A&M University Press. ISBN 1-58544-298-4. 
  259. ^ Grenville, John Ashley Soames (2005). A History of the World from the 20th to the 21st century. Routledge. hlm. 370–71. ISBN 0-415-28954-8. 
  260. ^ Cook, Bernard A (2001). Europe Since 1945: An Encyclopedia. Taylor & Francis. hlm. 17. ISBN 0-8153-4057-5. 
  261. ^ Geoffrey Swain. The Cominform: Tito's International? The Historical Journal, Vol. 35, No. 3 (Sep. 1992), pp. 641–663
  262. ^ Leffler, Melvyn P.; Painter, David S (1994). Origins of the Cold War: An International History. Routledge. hlm. 318. ISBN 0-415-34109-4. 
  263. ^ Bellamy, Christopher (2001). "Cold War". In Holmes, Richard. The Oxford Companion to Military History (ed. Oxford Reference Online). Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-860696-6. 
  264. ^ Weinberg, Gerhard L. (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. p. 911
  265. ^ Connor, Mary E. (2009). "History". In Connor, Mary E. The Koreas. Asia in Focus. Santa Barbara: ABC-CLIO. hlm. 43–45. ISBN 1-59884-160-2. 
  266. ^ Lynch, Michael (2010). The Chinese Civil War 1945–49. Botley: Osprey Publishing. hlm. 12–13. ISBN 978-1-84176-671-3. 
  267. ^ Roberts, J.M. (1996). The Penguin History of Europe. London: Penguin Books. hlm. 589. ISBN 0-14-026561-9. 
  268. ^ Darwin, John (2007). After Tamerlane: The Rise & Fall of Global Empires 1400–2000. London: Penguin Books. hlm. 441–443, 464–468. ISBN 978-0-14-101022-9. 
  269. ^ Harrison, Mark (1998). "The economics of World WarII: an overview". In Harrison, Mark. The Economics of World War II: Six great powers in international comparison. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 34–35. ISBN 0-521-62046-5. 
  270. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D., ed. (2005). "World trade and world economy". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 1006. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  271. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 207
  272. ^ Vladimir Petrov, Money and conquest; allied occupation currencies in World War II. Baltimore, Johns Hopkins Press (1967) p. 263
  273. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 208, 209
  274. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. pp. 190, 191, ISBN 0-262-04136-7.
  275. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 212
  276. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. p29 -p30, 32, ISBN 0-262-04136-7.
  277. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 20. ISBN 0-7456-1299-7. 
  278. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 21. ISBN 0-7456-1299-7. 
  279. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 23. ISBN 0-521-34579-0. 
  280. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. hlm. 117. ISBN 0-262-04136-7. 
  281. ^ Emadi-Coffin, Barbara (2002). Rethinking International Organization: Deregulation and Global Governance. Routledge. hlm. 64. ISBN 0-415-19540-3. 
  282. ^ Smith, Alan (1993). Russia And the World Economy: Problems of Integration. Routledge. hlm. 32. ISBN 0-415-08924-7. 
  283. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 49. ISBN 0-521-34579-0. 
  284. ^ Genzberger, Christine (1994). China Business: The Portable Encyclopedia for Doing Business with China. Petaluma, California: World Trade Press. hlm. 4. ISBN 0-9631864-3-4. 
  285. ^ O'Brien, Prof. Joseph V. "World War II: Combatants and Casualties (1937–1945)". Obee's History Page. John Jay College of Criminal Justice. Diakses 20 April 2007. [tautan nonaktif]
  286. ^ White, Matthew. "Source List and Detailed Death Tolls for the Twentieth Century Hemoclysm". Historical Atlas of the Twentieth Century. Matthew White's Homepage. Diakses 20 April 2007. 
  287. ^ "World War II Fatalities". secondworldwar.co.uk. Diakses 20 April 2007. 
  288. ^ Geoffrey A. Hosking (2006). Rulers and victims: the Russians in the Soviet Union. Harvard University Press. p. 242. ISBN 0-674-02178-9.
  289. ^ Michael Ellman and S. Maksudov (1994). "Soviet Deaths in the Great Patriotic War: A Note". Europe-Asia Studies 46 (4): 671–680. PMID 12288331. 
  290. ^ Smith, J.W. (1994). The World's Wasted Wealth 2: Save Our Wealth, Save Our Environment. p. 204. ISBN 0-9624423-2-1.
  291. ^ Herf, Jeffrey (2003). "The Nazi Extermination Camps and the Ally to the East. Could the Red Army and Cairan Force Have Stopped or Slowed the Final Solution?". Kritika: Explorations in Russian and Eurasian History 4 (4): 913–930. doi:10.1353/kri.2003.0059. 
  292. ^ Florida Center for Instructional Technology (2005). "Victims". A Teacher's Guide to the Holocaust. University of South Florida. Diakses 2 February 2008. 
  293. ^ Niewyk, Donald L. and Nicosia, Francis R. (2000). The Columbia Guide to the Holocaust. Columbia University Press. pp. 45–52.
  294. ^ Todd, Allan (2001). The Modern World. Oxford University Press. hlm. 121. ISBN 0-19-913425-1. 
  295. ^ Winter, J.M. (2002). "Demography of the War". In Dear, I.C.B.; Foot, M.R.D. Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 290. ISBN 0-19-860446-7. 
  296. ^ "Jasenovac". jewishvirtuallibrary.org. American-Israeli Cooperative Enterprise. Diakses 25 January 2010. 
  297. ^ Chang, Iris (1997). The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II. BasicBooks. hlm. 102. ISBN 0-465-06835-9. 
  298. ^ Rummell, R. J. "Statistics". Freedom, Democide, War. The University of Hawaii System. Diakses 25 January 2010. 
  299. ^ Himeta, Mitsuyoshi (姫田光義) (日本軍による『三光政策・三光作戦をめぐって』) (Concerning the Three Alls Strategy/Three Alls Policy By the Japanese Forces), Iwanami Bukkuretto, 1996, Bix, Hirohito and the Making of Modern Japan, 2000
  300. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 319. ISBN 1-57607-999-6. 
  301. ^ Gold, Hal (1996). Unit 731 testimony. Tuttle. hlm. 75–7. ISBN 0-8048-3565-9. 
  302. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 320. ISBN 1-57607-999-6. 
  303. ^ Harris (2002). Factories of Death: Japanese Biological Warfare, 1932–1945, and the American Cover-up. Routledge. hlm. 74. ISBN 0-415-93214-9. 
  304. ^ Sabella, Robert; Li, Fei Fei; Liu, David (2002). Nanking 1937: Memory and Healing. M.E. Sharpe. hlm. 69. ISBN 0-7656-0816-2. 
  305. ^ "Japan tested chemical weapons on Aussie POW: new evidence". The Japan Times Online. 27 July 2004. Diakses 25 January 2010. 
  306. ^ Aksar, Yusuf (2004). Implementing International Humanitarian Law: From the Ad Hoc Tribunals to a Permanent International Criminal Court. Routledge. hlm. 45. ISBN 0-7146-8470-8. 
  307. ^ Hornberger, Jacob (April 1995). "Repatriation—The Dark Side of World War II". The Future of Freedom Foundation. Diakses 25 January 2010. 
  308. ^ Koh, David (21 August 2008). "Vietnam needs to remember famine of 1945". The Straits Times (Singapore). Diakses 25 January 2010. 
  309. ^ Harding, Luke (22 October 2003). "Germany's forgotten victims". The Guardian (London). Diakses 21 January 2010. 
  310. ^ a b Marek, Michael (27 October 2005). "Final Compensation Pending for Former Nazi Forced Laborers". dw-world.de. Deutsche Welle. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 19 January 2010. 
  311. ^ Applebaum, Anne (16 October 2003). "Gulag: Understanding the Magnitude of What Happened". Heritage Foundation. Diakses 19 January 2010. 
  312. ^ North, Jonathan (January 2006). "Soviet Prisoners of War: Forgotten Nazi Victims of World War II". HistoryNet.com. Weider History Group. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 19 January 2010. 
  313. ^ Overy, Richard (2004). The Dictators: Hitler's Germany, Stalin's Russia. W. W. Norton & Company. hlm. 568–69. ISBN 0-393-02030-4. 
  314. ^ Zemskov V.N. On repatriation of Soviet citizens. Istoriya SSSR., 1990, No.4, (in Russian). See also [1] (online version), and Edwin Bacon (1992). "Glasnost' and the Gulag: New Information on Soviet Forced Labour around World War II". Soviet Studies 44 (6): 1069–1086. JSTOR 152330. ; Michael Ellman (2002). "Soviet Repression Statistics: Some Comments". Europe-Asia Studies 54 (7): 1151–1172. doi:10.1080/0966813022000017177.  copy
  315. ^ "Japanese Atrocities in the Philippines". American Experience: the Bataan Rescue. PBS Online. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 18 January 2010. 
  316. ^ Tanaka, Yuki (1996). Hidden Horrors: Japanese War Crimes in World War II. Westview Press. hlm. 2–3. ISBN 0-8133-2718-0. 
  317. ^ Bix, Herbert (2001). Hirohito and the Making of Modern Japan. HarperCollins. hlm. 360. ISBN 0-06-093130-2. 
  318. ^ a b Ju, Zhifen (June 2002). "Japan's atrocities of conscripting and abusing north China draughtees after the outbreak of the Pacific war". Joint Study of the Sino-Japanese War:Minutes of the June 2002 Conference. Harvard University Faculty of Arts and Sciences. Diakses 18 February 2010. 
  319. ^ a b "Indonesia: World War II and the Struggle For Independence, 1942–50; The Japanese Occupation, 1942–45". Library of Congress. 1992. Diakses 9 February 2007. 
  320. ^ "Manzanar National Historic Site". U.S. National Park Service. Diakses 21 February 2012. 
  321. ^ Department of Labour of Canada (24 January 1947). "Report on the Re-establishment of Japanese in Canada, 1944–1946". Department of Labour (Office of the Prime Minister). hlm. 23. ISBN 0-405-11266-1. 
  322. ^ Kennedy, David M. (2001). Freedom From Fear : The American People in Depression and War, 1929–1945. New York City: Oxford University Press. hlm. 749–750. ISBN 0-19-514403-1. 
  323. ^ Eugene Davidson "The Death and Life of Germany: an Account of the American Occupation", University of Missouri Press, 1999 ISBN 0-8262-1249-2, p. 121
  324. ^ Stark, Tamás. ""Malenki Robot" – Hungarian Forced Labourers in the Soviet Union (1944–1955)" (PDF). Minorities Research. Diakses 22 January 2010. 
  325. ^ a b Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 3. ISBN 0-521-78503-0. 
  326. ^ Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 2. ISBN 0-521-78503-0. 
  327. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 148. ISBN 1-57488-281-3. 
  328. ^ Bernstein, Gail Lee (1991). Recreating Japanese Women, 1600–1945. University of California Press. hlm. 267. ISBN 978-0-520-07017-2. 
  329. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 151. ISBN 1-57488-281-3. 
  330. ^ Griffith, Charles (1999). The Quest: Haywood Hansell and American Strategic Bombing in World War II. DIANE Publishing. hlm. 203. ISBN 1-58566-069-8. 
  331. ^ Overy, R.J (1995). War and Economy in the Third Reich. Oxford University Press, USA. hlm. 26. ISBN 0-19-820599-6. 
  332. ^ Lindberg, Michael; Daniel, Todd (2001). Brown-, Green- and Blue-Water Fleets: the Influence of Geography on Naval Warfare, 1861 to the Present. Praeger. hlm. 126. ISBN 0-275-96486-8. 
  333. ^ Cox, Sebastian (1998). The Strategic Cairan War Against Germany, 1939–1945. Frank Cass Publishers. hlm. 84. ISBN 0-7146-4722-5. 
  334. ^ Unidas, Naciones (2005). World Economic And Social Survey 2004: International Migration. United Nations Pubns. hlm. 23. ISBN 92-1-109147-0. 
  335. ^ Liberman, Peter (1998). Does Conquest Pay?: The Exploitation of Occupied Industrial Societies. Princeton University Press. hlm. 42. ISBN 0-691-00242-8. 
  336. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 138. ISBN 0-520-03942-4. 
  337. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 148. ISBN 0-520-03942-4. 
  338. ^ Perrie, Maureen; Lieven, D. C. B; Suny, Ronald Grigor (2007). The Cambridge History of Russia. Cambridge University Press. hlm. 232. ISBN 0-521-86194-2. 
  339. ^ Hill, Alexander (2005). The War Behind The Eastern Front: The Soviet Partisan Movement In North-West Russia 1941–1944. Routledge. hlm. 5. ISBN 0-7146-5711-5. 
  340. ^ Christofferson, Thomas R; Christofferson, Michael S (2006). France During World War II: From Defeat to Liberation. Fordham University Press. hlm. 156. ISBN 978-0-8232-2563-7. 
  341. ^ Ikeo, Aiko (1997). Economic Development in Twentieth Century East Asia: The International Context. Routledge. hlm. 107. ISBN 0-415-14900-2. 
  342. ^ a b Boog, Horst; Rahn, Werner; Stumpf, Reinhard; Wegner, Bernd (2001). Militärgeschichtliches Forschungsamt Germany and the Second World War—Volume VI: The Global War. Oxford: Clarendon Press. hlm. 266. ISBN 0-19-822888-0. 
  343. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. Sanata Barbara, CA: ABC-CLIO. hlm. 76. ISBN 1-57607-999-6. 
  344. ^ Levine, Alan J. (1992). The Strategic Bombing of Germany, 1940–1945. Greenwood Press. hlm. 217. ISBN 0-275-94319-4. 
  345. ^ Sauvain, Philip (2005). Key Themes of the Twentieth Century: Teacher's Guide. Wiley-Blackwell. hlm. 128. ISBN 1-4051-3218-3. 
  346. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 163. ISBN 1-57607-999-6. 
  347. ^ Bishop, Chris; Chant, Chris (2004). Aircraft Carriers: The World's Greatest Naval Vessels and Their Aircraft. Wigston, Leics: Silverdale Books. hlm. 7. ISBN 1-84509-079-9. 
  348. ^ Chenoweth, H. Avery; Nihart, Brooke (2005). Semper Fi: The Definitive Illustrated History of the U.S. Marines. New York: Main Street. hlm. 180. ISBN 1-4027-3099-3. 
  349. ^ Sumner, Ian; Baker, Alix (2001). The Royal Navy 1939–45. Osprey Publishing. hlm. 25. ISBN 1-84176-195-8. 
  350. ^ Hearn, Chester G. (2007). Carriers in Combat: The Cairan War at Sea. Stackpole Books. hlm. 14. ISBN 0-8117-3398-X. 
  351. ^ Gardiner, Robert; Brown, David K (2004). The Eclipse of the Big Gun: The Warship 1906–1945. London: Conway Maritime. hlm. 52. ISBN 0-85177-953-0. 
  352. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 15. ISBN 0-521-55926-X. 
  353. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 16. ISBN 0-521-55926-X. 
  354. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 125. ISBN 1-57607-999-6. 
  355. ^ Dupuy, Trevor Nevitt (1982). The Evolution of Weapons and Warfare. Jane's Information Group. hlm. 231. ISBN 0-7106-0123-9. 
  356. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 108. ISBN 1-57607-999-6. 
  357. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 734. ISBN 1-57607-999-6. 
  358. ^ a b Cowley, Robert; Parker, Geoffrey (2001). The Reader's Companion to Military History. Houghton Mifflin Harcourt. hlm. 221. ISBN 0-618-12742-9. 
  359. ^ "Infantry Weapons Of World War 2". Grey Falcon (Black Sun). Diakses 14 November 2009. "These all-purpose guns were developed and used by the German army in the 2nd half of World War 2 as a result of studies which showed that the ordinary rifle's long range is much longer than needed, since the soldiers almost always fired at enemies closer than half of its effective range. The assault rifle is a balanced compromise between the rifle and the sub-machine gun, having sufficient range and accuracy to be used as a rifle, combined with the rapid-rate automatic firepower of the sub machine gun. Thanks to these combined advantages, assault rifles such as the American M-16 and the Russian AK-47 are the basic weapon of the modern soldier" 
  360. ^ Sprague, Oliver; Griffiths, Hugh (2006). "The AK-47: the worlds favourite killing machine" (PDF). controlarms.org. hlm. 1. Diakses 14 November 2009. 
  361. ^ Ratcliff, Rebecca Ann (2006). Delusions of Intelligence: Enigma, Ultra and the End of Secure Ciphers. Cambridge University Press. hlm. 11. ISBN 0-521-85522-5. 
  362. ^ a b Schoenherr, Steven (2007). "Code Breaking in World War II". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari aslinya tanggal 9 May 2008. Diakses 15 November 2009. 
  363. ^ Macintyre, Ben (10 December 2010). "Bravery of thousands of Poles was vital in securing victory". The Times (London). hlm. 27. 
  364. ^ Rowe, Neil C.; Rothstein, Hy. "Deception for Defense of Information Systems: Analogies from Conventional Warfare". Departments of Computer Science and Defense Analysis U.S. Naval Postgraduate School. Cairan University. Diakses 15 November 2009. 
  365. ^ "Konrad Zuse (1910–1995)". Istituto Dalle Molle di Studi sull'Intelligenza Artificiale. Diakses 14 November 2009. "Konrad Zuse builds Z1, world's first programme-controlled computer. Despite mechanical engineering problems it had all the basic ingredients of modern machines, using the binary system and today's standard separation of storage and control. Zuse's 1936 patent application (Z23139/GMD Nr. 005/021) also suggests a von Neumann architecture (re-invented in 1945) with programme and data modifiable in storage" 
  366. ^ Kenneth K. Hatfield (2003). "Heartland heroes: remembering World War II.". University of Missouri Press. p. 91. ISBN 0-8262-1460-6

Rujukan

  • Adamthwaite, Anthony P (1992). The Making of the Second World War. New York: Routledge. ISBN 0-415-90716-0. 
  • Brody, J Kenneth (1999). The Avoidable War: Pierre Laval and the Politics of Reality, 1935–1936. New Brunswick, NJ: Transaction Publishers. hlm. 4. ISBN 0-7658-0622-3. 
  • Bullock, A. (1962). Hitler: A Study in Tyranny. London: Penguin Books. ISBN 0-14-013564-2. 
  • Busky, Donald F (2002). Communism in History and Theory: Asia, Africa, and the Americas. Westport, CT: Praeger Publishers. ISBN 0-275-97733-1. 
  • Davies, Norman (2008). No Simple Victory: World War II in Europe, 1939–1945. New York: Penguin Group. ISBN 0-14-311409-3. 
  • Glantz, David M. (2001). "The Soviet-German War 1941–45 Myths and Realities: A Survey Essay". Diarsipkan dari aslinya tanggal 17 June 2011. 
  • Graham, Helen (2005). The Spanish Civil War: A Very Short Introduction. Oxford and New York: Oxford University Press. ISBN 0-19-280377-8. 
  • Holland, J (2006). Together We Stand, Turning the Tide in the West:North Africa, 1942–43. London: Harper Collins. 
  • Hsiung, James Chieh (1992). China's Bitter Victory: The War with Japan, 1937–1945. M.E. Sharpe. ISBN 1-56324-246-X. 
  • Jowett, Philip S.; Andrew, Stephen (2002). The Japanese Army, 1931–45. Osprey Publishing. ISBN 1-84176-353-5. 
  • Kantowicz, Edward R (1999). The rage of nations. Wm. B. Eerdmans Publishing. ISBN 0-8028-4455-3. 
  • Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. W. W. Norton & Company. ISBN 0-393-32252-1. 
  • Kitson, Alison (2001). Germany 1858–1990: Hope, Terror, and Revival. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-913417-5. 
  • Mandelbaum, Michael (1988). The Fate of Nations: The Search for National Security in the Nineteenth and Twentieth Centuries. Cambridge University Press. hlm. 96. ISBN 0-521-35790-X. 
  • Murray, Williamson; Millett, Allan Reed (2001). A War to Be Won: Fighting the Second World War. Harvard University Press. ISBN 0-674-00680-1. 
  • Myers, Ramon; Peattie, Mark (1987). The Japanese Colonial Empire, 1895–1945. Princeton University Press. ISBN 0-691-10222-8. 
  • Preston, Peter (1998). 'Pacific Asia in the global system: an introduction, Wiley-Blackwell. Oxford: Blackwell. hlm. 104. ISBN 0-631-20238-2. 
  • Record, Jeffery (2005). Appeasement Reconsidered: Investigating the Mythology of the 1930s (PDF). DIANE Publishing. hlm. 50. ISBN 1-58487-216-0. Diakses 15 November 2009. 
  • Shaw, Anthony (2000). World War II Day by Day. MBI Publishing Company. ISBN 0-7603-0939-6. 
  • Smith, Winston; Steadman, Ralph (2004). All Riot on the Western Front, Volume 3. Last Gasp. ISBN 0-86719-616-5. 
  • Weinberg, Gerhard L. (1995). A World at Arms: A Global History of World War II. Cambridge University Press. ISBN 0-521-55879-4. 
  • Weinberg, Gerhard L. (2005). A World at Arms: A Global History of World War II (ed. Second). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-85316-8. 
  • Zalampas, Michael (1989). Adolf Hitler and the Third Reich in American magazines, 1923–1939. Bowling Green University Popular Press. ISBN 0-87972-462-5. 

Tautan luar


edunitas.com

Page 12

Perang Dunia II
4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Searah jarum jam dari kiri atas: Pasukan Cina pada Pertempuran Wanjialing, Meriam 25-pounder Australia pada Pertempuran El Alamein Pertama, pesawat pengebom Stuka Jerman di Front Timur musim dingin 1943–1944, pasukan AL Amerika Serikat di Teluk Lingayen, Wilhelm Keitel menandatangani Instrumen Penyerahan Diri Jerman, tentara Soviet pada Pertempuran Stalingrad
Pihak yang terlibat
Sekutu

Uni Soviet (1941–45)[nb 1]
Amerika Serikat (1941–45)
Imperium Britania
Cina (at war 1937–45)
Perancis[nb 2]
Polandia
Kanada
Australia
Selandia Baru
 Afrika Selatan
 Yugoslavia (1941–45)
 Yunani (1940–45)
Norwegia (1940–45)
Belanda (1940–45)
Belgia (1940–45)
 Cekoslowakia
 Brasil (1942–45)
...... dan sebagainya

Negara klien dan boneka
Filipina (1941–45)
Mongolia (1941–45)
...... dan sebagainya

Poros

 Jerman
 Kekaisaran Jepang (at war 1937–45)
 Italia (1940–43)
 Hongaria (1940–45)
 Rumania (1941–44)
 Bulgaria (1941–44)

Pihak terlibat
Finlandia (1941–44)
Thailand (1942–45)
 Irak (1941)

Negara klien dan bonekaManchukuo

Republik Sosial Italia (1943–45)


 Kroasia (1941–45) Slowakia

...... dan sebagainya

KomandanPimpinan Sekutu

Winston Churchill Franklin D. Roosevelt

Joseph Stalin


Chiang Kai-shek
...... dan sebagainyaPimpinan Poros

Adolf Hitler
Hirohito
Benito Mussolini
...... dan sebagainya

KorbanKorban militer:Semakin dari 16.000.000

Korban sipil:

Semakin dari 45.000.000

Total korban:


Semakin dari 61.000.000 (1937–45)
...... semakin lanjutKorban militer:Semakin dari 8.000.000

Korban sipil:

Semakin dari 4.000.000

Total korban:


Semakin dari 12.000.000 (1937–45)
...... semakin lanjut

Templat:Topik Perang Dunia II

Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2), yaitu suatu perang global yang berlanjut mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan sangat jumlah negara di dunia —termasuk semua daya luhur—yang pada penghabisannya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini yaitu perang terluas dalam sejarah yang melibatkan semakin dari 100 juta orang di bermacam pasukan militer Dalam situasi "perang total", negara-negara luhur memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya bagi keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan selang sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal masyarakat sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.[1]

Kekaisaran Jepang berupaya mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Cina pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang ditemani serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania. Sejak penghabisan 1939 sampai permulaan 1941, dalam serangkaian kampanye dan kontrak, Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian luhur benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya daya luhur Sekutu yang terus bertempur melawan blok Poros, dengan menyelenggarakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan membukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian luhur pasukan militer Poros sampai penghabisan perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian luhur Pasifik Barat.

Serbuan Poros beristirahat tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam bermacam pertempuran laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melewati serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet menduduki kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa habis dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan Tingkatan Laut Jepang dan menempati beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang. Uni Soviet yang belakang sekali mengikuti melewati negosiasi dengan menyalakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.

Perang Dunia II mengubah haluan politik dan susunan sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan bagi memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para daya luhur yang yaitu pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[3] Uni Soviet dan Amerika Serikat muncnul bagi daya super yang saling bersaingan dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan luhur Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Biasanya negara yang industrinya terkena dampak buruk muali menjlaani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul bagi upaya bagi menstabilkan hubungan pascaperang.

Kronologi

Permulaan terjadinya perang umumnya disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan invasi Jerman ke Polandia; Britania dan Perancis menyalakan perang terhadap Jerman dua hari yang belakang sekali. Tanggal lain mengenai permulaan perang ini yaitu dimulainya Perang Cina-Jepang Kedua pada 7 Juli 1937.[4][5]

Lainnya mengikuti sejarawan Britania Raya A. J. P. Taylor, yang percaya bahwa Perang Cina-Jepang dan perang di Eropa beserta koloninya terjadi bersamaan dan dua perang ini bergabung pada tahun 1941. Artikel ini memakai penanggalan konvesional. Tanggal-tanggal permulaan lainnya yang sering dipakai bagi Perang Dunia II juga meliputi invasi Italia ke Abisinia pada tanggal 3 Oktober 1935.[6] Sejarawan Britania raya Antony Beevor memandang permulaan Perang Dunia Kedua terjadi ketika Jepang menyerbu Manchuria bulan Agustus 1939.[7]

Tanggal pasti penghabisan perang juga tidak disetujui secara universal. Dari dulu dikatakan bahwa perang habis ketika gencatan senjata 14 Agustus 1945 (V-J Day), alih-alih penyerahan diri formal Jepang (2 September 1945); di sejumlah teks sejarah Eropa, perang ini habis pada V-E Day (8 Mei 1945). Meski begitu, Kontrak Damai dengan Jepang baru ditandatangani pada tahun 1951,[8] dan dengan Jerman pada tahun 1990.[9]

Latar belakangan

Perang Dunia I menciptakan perubahan luhur pada peta politik, dengan kekalahan Blok Sentral, termasuk Austria-Hongaria, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah; dan perebutan kekuasaan oleh Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Sementara itu, negara-negara Sekutu yang menang seperti Perancis, Belgia, Italia, Yunani, dan Rumania mendapatkan wilayah baru, dan negara-negara baru tercipta setelah runtuhnya Austria-Hongaria, Kekaisaran Rusia, dan Kesultanan Utsmaniyah.

Meski muncul gerakan pasifis setelah perang,[10][11] kekalahan ini masih menciptakan nasionalisme iredentis dan revanchis pemain utama di sejumlah negara Eropa. Iredentisme dan revanchisme punya pengaruh kuat di Jerman karena kehilangan teritori, koloni, dan keuangan yang luhur dampak Kontrak Versailles. Menurut kontrak ini, Jerman kehilangan 13 prosen wilayah dalam negerinya dan seluruh koloninya di luar negeri, sementara Jerman dilarang menganeksasi negara lain, harus membayar biaya perbaikan perang, dan membatasi ukuran dan kemampuan tingkatan bersenjata negaranya.[12] Pada ketika yang sama, Perang Saudara Rusia habis dengan terbentuknya Uni Soviet.[13]

Kekaisaran Jerman usai melewati Revolusi Jerman 1918–1919 dan suatu pemerintahaan demokratis yang yang belakang sekali dikenal dengan nama Republik Weimar diwujudkan. Periode antarperang melibatkan kerusuhan selang pendukung republik baru ini dan penentang garis keras atas sayap kanan maupun kiri. Meskipun Italia antaraku sekutu Entente berhasil menduduki sejumlah wilayah, kaum nasionalis Italia marah mengetahui janji-janji Britania dan Perancis yang menjamin masuknya Italia ke kancah perang tidak dipenuhi dengan penyelesaian damai. Sejak 1922 sampai 1925, gerakan Fasis pimpinan Benito Mussolini berkuasa di Italia dnegan programa nasionalis, totalitarian, dan kolaborasionis kelas yang menghapus demokrasi perwakilan, penindasan sosialis, kaum sayap kiri dan liberal, dan mengejar kebijakan luar negeri sifat menyerang yang berupaya membawa Italia bagi daya dunia—"Kekaisaran Romawi Baru".[14]

Di Jerman, Partai Nazi yang dipimpin Adolf Hitler berupaya mendirikan pemerintahan fasis di Jerman. Setelah Depresi Luhur dimulai, dukungan dalam negeri bagi Nazi meningkat dan, pada tahun 1933, Hitler ditunjuk bagi Kanselir Jerman. Setelah kebakaran Reichstag, Hitler menciptakan negara satu partai totalitarian yang dipimpin Partai Nazi.[15]

Parati Kuomintang (KMT) di Cina melancarkan kampanye penyatuan melawan panglima perang regional dan secara nominal berhasil menyatukan Cina pada pertengahan 1920-an, tetapi langsung terlibat dalam perang saudara melawan bekas sekutunya yang komunis.[16] Pada tahun 1931, Kekaisaran Jepang yang semakin militaristik, yang sudah lama berupaya memengaruhi Cina[17] bagi tahap pertama dari apa yang disebut pemerintahnya bagi hak bagi menguasai Asia, memakai Insiden Mukden bagi argumen melancarkan invasi ke Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchukuo.[18]

Terlalu lemah melawan Jepang, Cina berkeinginan bantuan Liga Bangsa-Bangsa. Jepang menarik diri dari Liga Bangsa-Bangsa setelah dikecam atas tingkah laku yang dibuatnya terhadap Manchuria. Kedua negara ini yang belakang sekali bertempur di Shanghai, Rehe, dan Hebei sampai Gencatan Senjata Tanggu ditandatangani tahun 1933. Setelah itu, pasukan voluntir Cina melanjutkan pemberontakan terhadap serangan Jepang di Manchuria, dan Chahar dan Suiyuan.[19]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Benito Mussolini (kiri) dan Adolf Hitler (kanan)

Adolf Hitler, setelah upaya gagal menggulingkan pemerintah Jerman tahun 1923, menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933. Ia menghapus demokrasi, menciptakan revisi orde baru radikal dan rasis, dan segera memulai kampanye persenjataan kembali.[20] Sementara itu, Perancis, bagi melindungi aliansinya, memberikan Italia kemudi atas Ethiopia yang diinginkan Italia bagi yang dijajah kolonialnya. Situasi ini memburuk pada permulaan 1935 ketika Teritori Cekungan Saar dengan sah bersatu kembali dengan Jerman dan Hitler menolak Kontrak Versailles, mempercepat program persenjataan kembalinya dan memperkenalkan harus militer.[21]

Menanti mencegah Jerman, Britania Raya, Perancis, dan Italia membentuk Front Stresa. Uni Soviet, khawatir akan kehendak Jerman mencaplok wilayah lebar di Eropa Timur, menciptakan kontrak bantuan bersama dengan Perancis. Sebelum diberlakukan, pakta Perancis-Soviet ini perlu melewati birokrasi Liga Bangsa-Bangsa, yang pada landasannya menjadikannya tidak berguna.[22][23] Akan tetapi, pada bulan Juni 1935, Britania Raya menciptakan kontrak laut independen dengan Jerman, sehingga melonggarkkan batasan-batasan sebelumnya. Amerika Serikat, setelah mempertimbangkan peristiwa yang terjadi di Eropa dan Asia, mengesahkan Undang-Undang Netralitas pada bulan Agustus.[24] Pada bulan Oktober, Italia menginvasi Ethiopia, dan Jerman yaitu satu-satunya negara luhur Eropa yang mendukung tingkah laku yang dibuat tersebut. Italia langsung menarik keberatannya terhadap tingkah laku yang dibuat Jerman menganeksasi Austria.[25]

Hitler menolak Kontrak Versailles dan Locarno dengan meremiliterisasi Rhineland pada bulan Maret 1936. Ia mendapatkan sedikit tanggapan dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[26] Ketika Perang Saudara Spanyol pecah bulan Juli, Hitler dan Mussolini mendukung pasukan Nasionalis yang fasis dan otoriter dalam perang saudara mereka melawan Republik Spanyol yang didukung Soviet. Kedua pihak memakai konflik ini bagi menguji senjata dan cara peperangan baru,[27] habis dengan kemenangan Nasionalis pada permulaan 1939. Bulan Oktober 1936, Jerman dan Italia membentuk Poros Roma-Berlin. Sebulan yang belakang sekali, Jerman dan Jepang menandatangani Pakta Anti-Komintern, namun kelak ditemani Italia pada tahun berikutnya. Di cina, setelah Insiden Xi'an, pasukan Kuomintang dan komunis menyetujui gencatan senjata bagi membentuk front bersatu dan sama-sama melawan Jepang.[28]

Sebelum perang

Invasi Italia ke Ethiopia (1935)

Perang Italia-Abisinia Kedua yaitu perang kolonial singkat mulai bulan Oktober 1935 sampai Mei 1936. Perang ini terjadi selang tingkatan bersenjata Kerajaan Italia (Regno d'Italia) dan tingkatan bersenjata Kekaisaran Ethiopia (juga disebut Abisinia). Perang ini habis dengan pendudukan militer di Ethiopia dan aneksasinya ke koloni baru Afrika Timur Italia (Africa Orientale Italiana, atau AOI); selain itu, perang ini membuka kelemahan Liga Bangsa-Bangsa bagi daya pelindung perdamaian. Adil Italia dan Ethiopia yaitu negara anggota, tetapi Liga ini tidak berbuat apa-apa ketika negara pertama jelas-jelas melanggar Artikel X yang dibuat oleh Liga ini.[29]

Perang Saudara Spanyol (1936-39)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Reruntuhan Guernica setelah dibom.

Jerman dan Italia memberi dukungan bagi kebangkitan Nasionalis yang dipimpin Jenderal Francisco Franco di Spanyol. Uni Soviet mendukung pemerintah yang sudah berdiri, Republik Spanyol, yang mempunyai kecenderungan sayap kiri. Adil Jerman dan Uni Soviet memakai perang proksi ini bagi kesempatan menguji senjata dan taktik baru mereka. Pengeboman Guernica yang disengaja oleh Legiun Condor Jerman pada April 1937 berkontribusi pada kekhawatiran bahwa perang luhur selanjutnya akan melibatkan serangan bom teror besar-besaran terhadap masyarakat sipil.[30][31]

Invasi Jepang ke Cina (1937)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Sarang senjata mesin Cina pada Pertempuran Shanghai, 1937.

Pada bulan Juli 1937, Jepang mencaplok bekas ibu kota kekaisaran Cina Beijing setelah memulai Insiden Jembatan Marco Polo, yang menjadi batu pijakan kampanye Jepang bagi menjajah seluruh wilayah Cina.[32] Uni Soviet segera menandatangani pakta non-agresi dengan Cina bagi memberi dukungan materiil yang secara efektif mengakhiri kerja sama Cina dengan Jerman sebelumnya. Generalissimo Chiang Kai-shek mengerahkan pasukan terbaiknya bagi mempertahankan Shanghai, tetapi setelah tiga bulan bertempur, Shanghai jatuh. Jepang terus menekan pasukan Cina, mencaplok ibu kota Nanking pada Desember 1937 dan memainkan Pembantaian Nanking.

Pada bulan Juni 1938, pasukan Jepang menghentikan serbuan Jepang dengan membanjiri Sungai Kuning; manuver ini memberikan waktu bagi Cina bagi mempersiapkan pertahanan di Wuhan, namun kota ini berhasil direbut pada bulan Oktober.[33] Kemenangan militer Jepang gagal menghentikan pemberontakan Cina yang menjadi tujuan Jepang. Pemerintahan Cina pindah ke pedalaman di Chongqing dan melanjutkan perang.[34]

Invasi Jepang ke Uni Soviet dan Mongolia (1938)

Pada tanggal 29 Juli 1938, Jepang menyerbu Uni Soviet dan kalah di Pertempuran Danau Khasan. Meski pertempuran tersebut dimenangkan Soviet, Jepang menyebutnya seri dan buntu, dan pada tanggal 11 Mei 1939, Jepang memutuskan memindahkan perbatasan Jepang-Mongolia sampai Sungai Khalkhin Gol melewati pemaksaan. Setelah serangkaian keberhasilan permulaan, serangan Jepang di Mongolia digagalkan oleh Pasukan Merah yang menandakan kekalahan luhur pertama Tingkatan Darat Kwantung Jepang.[35][36]

Pertempuran ini meyakinkan sejumlah faksi pemerintahan Jepang bahwa mereka harus fokus berkonsiliasi dengan pemerintah Soviet demi menghindari ikut-ikut Soviet dalam perang melawan Cina dan mengalihkan perhatian militer mereka ke selatan, yaitu ke yang dijajah Amerika Serikat dan Eropa di Pasifik, serta mencegah penggulingan pimpinan militer Soviet berpengalaman seperti Georgy Zhukov, yang kelak memperagakan peran penting dalam mempertahankan Moskwa.[37]

Pendudukan Eropa dan kontrak

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Dari kiri ke kanan (depan): Chamberlain, Daladier, Hitler, Mussolini, dan Ciano sebelum menandatangani Kontrak Munich.

Di Eropa, Jerman dan Italia semakin keras. Pada bulan Maret 1938, Jerman menganeksasi Austria, lagi-lagi mendapatkan sedikit perhatian dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[38] Semakin tertantang, Hitler mulai menegaskan klaim Jerman atas Sudetenland, wilayah Cekoslowakia yang didominasi oleh etnis Jerman; dan Perancis dan Britania segera memberikan wilayah ini ke Jerman melewati Kontrak Munich, yang dibuat melawan kehendak pemerintah Cekoslowakia, dengan imbalan kontrak tidak berkeinginan wilayah lagi.[39] Sesaat setelah kontrak ini, Jerman dan Italia memaksa Cekoslowakia menyerahkan wilayah tambahan ke Hongaria dan Polandia.[40] Pada bulan Maret 1939, Jerman menyerbu sisa Cekoslowakia dan membelahnya menjadi Protektorat Bohemia dan Moravia Jerman dan negara klien pro-Jerman bernama Republik Slovak.[41]

Terkejut, ditambah Hitler menuntut Danzig, Perancis dan Britania Raya menjamin dukungan mereka terhadap kemerdekaan Polandia; ketika Italia menguasai Albania pada bulan April 1939, jaminan yang sama diberikan bagi Rumania dan Yunani.[42] Tidak lama setelah kontrak Perancis-Britania bagi Polandia, Jerman dan Italia meresmikan aliansi mereka sendiri melewati Pakta Baja.[43]

Bulan Agustus 1939, Jerman dan Uni Soviet menandatangani Pakta Molotov–Ribbentrop,[44] suatu kontrak non-agresi dengan satu protokol rahasia. Setiap pihak memberikan haknya satu sama lain, "andai terjadi penyusunan wilayah dan politik," terhadap "cakupan pengaruh" (antara Polandia dan Lituania bagi Jerman, dan Polandia timur, Finlandia, Estonia, Latvia, dan Bessarabia bagi Uni Soviet). Pakta ini juga memunculkan pertanyaan mengenai keberlangsungan kemerdekaan Polandia.[45]

Alur perang

Pecah di Eropa (1939)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Parade umum Wehrmacht Jerman dan Pasukan Merah Soviet pada tanggal 23 September 1939 di Brest, Polandia Timur setelah Invasi Polandia habis. Di tengah yaitu Mayor Jenderal Heinz Guderian dan di kanan yaitu Brigadir Semyon Krivoshein.

Pada tanggal 1 September 1939, Jerman dan Slowakia—negara klien pada tahun 1939—menyerang Polandia.[46] Tanggal 3 September, Perancis dan Britania Raya, ditemani negara-negara Persemakmuran,[47] menyalakan perang terhadap Jerman, tetapi memberi sedikit dukungan bagi Polandia ketimbang serangan kecil Perancis ke Saarland.[48] Britania dan Perancis juga mulai memblokir perairan Jerman pada tanggal 3 September bagi melemahkan ekonomi dan upaya perang negara ini.[49][50]

Tanggal 17 September, setelah menandatangani gencatan senjata dengan Jepang, Soviet juga menyerbu Polandia.[51] Wilayah Polandia terbagi selang Jerman dan Uni Soviet, dengan Lituania dan Slowakia mendapatkan anggota kecil. Polandia tidak menyerah; mereka mendirikan Negara Bawah Tanah Polandia dan Pasukan Dalam Negeri bawah tanah, dan terus bertempur bersama Sekutu di semua front di luar Polandia.[52]

Sekitar 100.000 personil militer Polandia diungsikan ke Rumania dan negara-negara Baltik; sebagian luhur tentara tersebut yang belakang sekali bertempur melawan Jerman di teater perang lainnya.[53] Pemecah kode Enigma Polandia juga diungsikan ke Perancis.[54] Pada ketika itu pula, Jepang melancarkan serangan pertamanya ke Changsha, suatu kota Cina yang strategis, tetapi digagalkan pada penghabisan September.[55]

Setelah invasi Polandia dan kontrak Jerman-Soviet atas Lituania, Uni Soviet memaksa negara-negara Baltik mengizinkan mereka menempatkan tentara Soviet di negara mereka atas argumen "bantuan bersama".[56][57][58] Finlandia menolak permintaan wilayah dan diserang oleh Uni Soviet pada bulan November 1939.[59] Konflik yang yang belakang sekali pecah habis pada bulan Maret 1940 dengan konsesi oleh Finlandia.[60] Perancis dan Britania Raya, menyebut serangan Soviet ke Finlandia bagi argumen memasuki kancah perang di pihak Jerman, menanggapi invasi Soviet dengan mendukung dikeluarkannya Uni Soviet dari Liga Bangsa-Bangsa.[58]

Di Eropa Barat, tentara Britania dikerahkan ke benua ini, namun pada fase yang dijuluki Perang Phoney oleh Britania dan "Sitzkrieg" (perang duduk) oleh Jerman tak satupun pihak yang melancarkan operasi besar-besaran terhadap satu sama lain sampai April 1940.[61] Uni Soviet dan Jerman menciptakan pakta dagang pada bulan Februari 1940, yang artiannya Soviet menerima bantuan militer dan industri dengan imbalan menyediakan bahan mentah bagi Jerman supaya bisa mengakali pemblokiran oleh Sekutu.[62]

Pada bulan April 1940, Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia bagi mengamankan pengiriman bijih besi dari Swedia, yang akan dihadang oleh Sekutu.[63] Denmark langsung menyerah, dan meski dibantu Sekutu, Norwegia berhasil didiami dalam waktu dua bulan.[64] Bulan Mei 1940, Britania menyerbu Islandia bagi mencegah kemungkinan invasi Jerman ke pulau itu.[65] Ketidakpuasan Britania atas kampanye Norwegia mendorong penggantian Perdana Menteri Neville Chamberlain dengan Winston Churchill pada tanggal 10 Mei 1940.[66]

Serbuan Poros

Jerman menyerbu Perancis, Belgia, Belanda, dan Luksemburg pada tanggal 10 Mei 1940.[67] Belanda dan Belgia kewalahan menghadapi taktik blitzkrieg dalam beberapa hari dan hari pertama.[68] Jalur Maginot yang dipertahankan Perancis dan pasukan Sekutu di Belgia diakali dengan memainkan usaha secara mengapit melalui hutan lebat Ardennes,[69] yang disalahartikan oleh perencana perang Perancis bagi penghalang alami bagi kendaraan lapis baja.[70]

Tentara Britania terpaksa keluar dari Eropa melewati Dunkirk, meninggalkan semua peralatan beratnya pada permulaan Juni.[71] Tanggal 10 Juni, Italia menyerbu Perancis, menyalakan perang terhadap Perancis dan Britania Raya;[72] dua belas hari yang belakang sekali Perancis menyerah dan langsung dibelah menjadi zona pendudukan Jerman dan Italia,[73] dan suatu negara sisa yang tak direbut di bawah Rezim Vichy. Pada tanggal 3 Juli, Britania menyerang armada Perancis di Aljazair bagi mencegah perebutan oleh Jerman.[74]

Bulan Juni, pada hari-hari terakhir Pertempuran Perancis, Uni Soviet memaksa aneksasi Estonia, Latvia, dan Lituania,[57] lalu menganeksasi wilayah Bessarabia yang dipertentangkan Rumania. Sementara itu, kecocokan politik dan kerja sama ekonomi Nazi-Soviet[75][76] perlahan buntu,[77][78] dan kedua negara mulai bersiap bagi perang.[79]

Dengan Perancis dinetralkan, Jerman memulai kampanye superioritas udara atas Britania (Pertempuran Britania) bagi mempersiapkan suatu invasi.[80] Kampanye ini gagal, dan rencana invasi tersebut dibatalkan pada bulan September.[80] Menggunakan pelabuhan-pelabuhan Perancis yang baru dicaplok, Tingkatan Laut Jerman menikmati keberhasilan melawan Tingkatan Laut Kerajaan dengan memakai kapal-U bagi menyerang kapal-kapal Britania di Atlantik.[81] Italia memulai operasinya di Mediterania, memulai pengepungan Malta bulan Juni, menguasai Somaliland Britania bulan Agustus, dan menerobos wilayah Mesir Britania bulan September 1940. Jepang meningkatkan pemblokirannya terhadap Cina pada bulan September dengan menduduki sejumlah pangkalan di wilayah utara Indocina Perancis yang ketika ini terisolasi.[82]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pertempuran Britania mengakhiri serbuan Jerman di Eropa Barat.

Sepanjang periode ini, Amerika Serikat yang netral memainkan sejumlah hal bagi membantu Cina dan Sekutu Baratnya. Pada bulan November 1939, Undang-Undang Netralitas diamandemen bagi memungkinkan pembelian "beli dan angkut" oleh Sekutu.[83] Tahun 1940, setelah pencaplokan Paris oleh Jerman, ukuran Tingkatan Laut Amerika Serikat meningkat pesat dan, setelah serbuan Jepang ke Indocina, Amerika Serikat memberlakukan embargo besi, baja, dan barang-barang mekanik terhadap Jepang.[84] Pada bulan September, Amerika Serikat menyetujui penukaran kapal penghancur AS dengan pangkalan Britania Raya.[85] Tetap saja, mayoritas rakyat Amerika Serikat menentang intervensi militer langsung apapun terhadap konflik ini sampai tahun 1941.[86]

Pada penghabisan September 1940, Pakta Tiga Pihak menyatukan Jepang, Italia, dan Jerman bagi meresmikan Daya Poros. Pakta Tiga Pihak ini menegaskan bahwa negara apapun, kecuali Uni Soviet, yang tidak terlibat dalam perang yang menyerang Daya Poros apapun akan dipaksa bertempur melawan ketiganya.[87] Pada waktu itu, Amerika Serikat terus mendukung Britania Raya dan Cina dengan memperkenalkan kebijakan Lend-Lease yang mengizinkan pengiriman materiil dan barang-barang lain[88] dan menciptakan zona keamanan yang membentang sampai separuh Samudra Atlantik supaya Tingkatan Laut Amerika Serikat bisa melindungi konvoi Britania.[89] Akibatnya, Jerman dan Amerika Serikat terlibat dalam peperangan laut di Atlantik Utara dan Tengah pada Oktober 1941, bahkan meski Amerika Serikat secara formal tetap netral.[90][91]

Blok Poros meluas bulan November 1940 ketika Hongaria, Slowakia, dan Rumania bergabung dengan Pakta Tiga Pihak ini.[92] Rumania akan memberi kontribusi luhur terhadap perang Poros melawan Uni Soviet, sebagian bagi menduduki kembali wilayah yang diserahkan bagi Soviet, sebagian lagi demi memenuhi kehendak pimpinannya, Ion Antonescu, bagi melawan komunisme.[93] Pada bulan Oktober 1940, Italia menyerbu Yunani, tetapi beberapa hari yang belakang sekali digagalkan dan dipukul sampai Albania yang habis dengan kebuntuan.[94] Bulan Desember 1940, pasukan Persemakmuran Britania Raya memulai serangan balasan terhadap pasukan Italia di Mesir dan Afrika Timur Italia.[95] Pada permulaan 1941, dengan pasukan Italia dipukul sampai Libya oleh Persemakmuran, Churchill memerintahkan pengerahan tentara dari Afrika bagi membantu Yunani.[96] Tingkatan Laut Italia juga menderita kekalahan luhur, dengan Tingkatan Laut Kerajaan menciptakan tiga kapal perang Italia tidak berfungsi melewati serangan kapal induk di Taranto, dan menetralisasi beberapa kapal perang lain pada Pertempuran Tanjung Matapan.[97]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara penerjun Jerman menyerbu pulau Kreta, Yunani, Mei 1941.

Jerman segera turun tangan bagi membantu Italia. Hitler mengirimkan pasukan Jerman ke Libya pada bulan Februari, dan pada penghabisan Maret mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Persemakmuran yang semakin sedikit.[98] Dalam kurun sebulan, pasukan Persemakmuran dipukul mundur ke Mesir dengan pengecualian pelabuhan Tobruk yang dikepung.[99] Persemakmuran berupaya mengusir pasukan Poros pada bulan Mei dan lagi pada bulan Juni, tetapi keduanya gagal.[100] Pada permulaan April, setelah penandatanganan Pakta Tiga Pihak oleh Bulgaria, Jerman turun tangan di Balkan dengan menyerbu Yunani dan Yugoslavia setelah terjadi kudeta; di sini mereka menciptakan kemajuan luhur, sehingga memaksa Sekutu pindah setelah Jerman menguasai pulau Kreta, Yunani pada penghabisan Mei.[101]

Sekutu sempat beberapa kali berhasil pada ketika itu. Di Timur Tengah, pasukan Persemakmuran pertama menggagalkan kudeta di Irak yang dibantu pesawat Jerman dari pangkalan-pangkalan di Suriah Vichy,[102] yang belakang sekali dengan bantuan Perancis Merdeka, menyerbu Suriah dan Lebanon bagi mencegah peristiwa seperti itu lagi.[103] Di Atlantik, Britania berhasil menaikkan moral publik dengan menenggelamkan kapal perang Jerman Bismarck.[104] Mungkin yang terpenting yaitu pada Pertempuran Britania, Tingkatan Udara Kerajaan berhasil bertahan dari serangan Luftwaffe dan kampanye pengeboman Jerman yang habis bulan Mei 1941.[105]

Di Asia, meski sejumlah serangan dari kedua pihak, perang selang Cina dan Jepang buntu pada tahun 1940. Demi meningkatkan tekanan terhadap Cina dengan memblokir rute-rute suplai, dan bagi memosisikan pasukan Jepang dengan tepat andai pecah perang dengan negara-negara Barat, Jepang menduduki kemudi militer di Indocina selatan[106] Pada Agustus 1940, kaum komunis Cina melancarkan serangan di Cina Tengah; bagi balasan, Jepang memainkan kebijakan keras (Kebijakan Serba Tiga) di daerah-daerah pendudukan bagi mengurangi sumber daya manusia dan bahan mentah bagi pasukan komunis.[107] Antipati yang terus berlanjut selang pasukan komunis dan nasionalis Cina memuncak pada pertempuran bersenjata pada bulan Januari 1941, secara efektif mengakhiri kerja sama mereka.[108]

Dengan stabilnya situasi di Eropa dan Asia, Jerman, Jepang, dan Uni Soviet mempersiapkan diri. Dengan kekhawatiran Soviet terhadap meningkatnya ketegangan dengan Jerman dan rencana Jepang bagi menggunakan Perang Eropa dengan menduduki yang dijajah Eropa yang kaya sumber daya dunia di Asia Tenggara, kedua daya ini menandatangani Pakta Netralitas Soviet–Jepang pada bulan April 1941.[109] Kebalikannya, Jerman berjaga-jaga menyerang Uni Soviet dengan menempatkan pasukan dalam jumlah luhur di perbatasan Soviet.[110]

Perang global (1941)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Infanteri dan kendaraan lapis baja Jerman melawan pasukan Soviet di jalanan Kharkov, Oktober 1941.

Pada tanggal 22 Juni 1941, Jerman, bersama anggota Poros Eropa lainnya dan Finlandia, menyerbu Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa. Target utama serangan kejutan ini[111] yaitu daerah Baltik, Moskwa dan Ukraina dengan tujuan utama mengakhiri kampanye 1941 dekat jalur Arkhangelsk-Astrakhan yang menghubungkan Laut Kaspia dan Laut Putih. Tujuan Hitler yaitu menghancurkan Uni Soviet bagi suatu daya militer, menghapus komunisme, menciptakan Lebensraum ("ruang hidup")[112] dengan memiskinkan masyarakat asli[113] dan menjamin akses ke sumber daya strategis yang diperlukan bagi mengalahkan musuh-musuh Jerman yang tersisa.[114]

Meski Tingkatan Darat Merah mempersiapkan serangan balasan strategis sebelum perang,[115] Barbarossa memaksa komando tertinggi Soviet mengadopsi pertahanan strategis. Sepanjang musim panas, Poros berhasil menerobos jauh ke dalam wilayah Soviet, mengakibatkan kerugian luhur dalam hal personil dan materiil. Pada pertengahan Agustus, Komando Tinggi Tingkatan Darat Jerman memutuskan menunda serangan oleh Army Group Centre yang kecil dan mengalihkan Satuan Panzer ke-2 bagi membantu tentara yang maju melalui Ukraina tengah dan Leningrad.[116] Serangan Kiev berhasil luhur dan habis dengan pengepungan dan penghancuran empat unit pasukan Soviet, serta memungkinkan pergerakan semakin lanjut di Krimea dan Ukraina Timur yang industrinya maju (Pertempuran Kharkov Pertama).[117]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Serangan balasan Soviet pada pertempuran Moskwa, Desember 1941.

Pengalihan tiga per empat pasukan Poros dan sebagian luhur tingkatan udaranya dari Perancis dan Mediterania tengah ke Front Timur[118] menciptakan Britania mempertimbangkan kembali strategi luhurnya.[119] Pada bulan Juli, Britania Raya dan Uni Soviet membentuk aliansi militer melawan Jerman[120] Britania dan Soviet menyerbu Iran bagi melindungi Koridor Persia dan ladang minyak Iran.[121] Bulan Agustus, Britania Raya dan Amerika Serikat bersama-sama meresmikan Piagam Atlantik.[122]

Pada bulan Oktober, ketika tujuan operasional Poros di Ukraina dan Baltik tercapai, dengan pengepungan Leningrad[123] dan Sevastopol yang masih berlanjut,[124] suatu serangan luhur ke Moskwa dilancarkan kembali. Setelah dua bulan bertempur sengit, pasukan Jerman hampir mencapai pinggiran terluar Moskwa, tempat tentara-tentaranya yang lelah[125] terpaksa menunda serangan mereka.[126] Pencaplokan teritorial luhur diterapkan oleh pasukan Poros, tetapi kampanye mereka gagal mencapai tujuan utamanya: dua kota utama masih didiami Soviet, kemampuan memberontak Soviet gagal dipadamkan, dan Uni Soviet mempertahankan sangat jumlah potensi militernya. Fase blitzkrieg perang di Eropa telah habis.[127]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Animasi Teater Eropa PDII.

Pada permulaan Desember, pasukan cadangan yang baru dimobilisasi[128] memungkinkan Soviet menyamakan jumlah tentaranya dengan Poros.[129] Hal ini, bersama data intelijen yang menetapkan jumlah minimum tentara Soviet di Timur yang cukup bagi mencegah serangan apapun oleh Tingkatan Darat Kwantung Jepang,[130] memungkinkan Soviet memulai serangan balasan massal yang dimulai tanggal 5 Desember di front sepanjang 1.000 kilometer (620 mil) dan mendesak tentara Jerman mundur 100–250 kilometers (62–160 mil) ke barat.[131]

Keberhasilan Jerman di Eropa menggugah Jerman bagi meningkatkan tekanannya terhadap pemerintah-pemerintah Eropa di Asia Tenggara. Pemerintah Belanda setuju menyediakan minyak bagi Jepang dari Hindia Timur Belanda, namun menolak menyerahkan kemudi politik atas koloninya. Perancis Vichy, sebaliknya, menyetujui pendudukan Jepang di Indocina Perancis.[132] Pada bulan Juli 1941, Amerika Serikat, Britania Raya, dan pemerintah Barat lainnya bereaksi terhadap pendudukan Indocina dengan membekukan aset-aset Jepang, sementara Amerika Serikat (yang menyediakan 80 prosen minyak Jepang[133]) merespon dengan memainkan embargo minyak secara penuh.[134] Ini artiannya Jepang terpaksa memilih selang mengabaikan ambisinya di Asia dan perang melawan Cina, atau menduduki sumber daya dunia yang diperlukan melewati kekuatan; militer Jepang tidak mengasumsikan yang pertama bagi pilihan, dan jumlah pejabat mengasumsikan embargo minyak bagi pernyataan perang tidak langsung.[135]

Jepang berencana menduduki koloni-koloni Eropa di Asia dengan cepat bagi menciptakan perimeter defensif luhur yang membentang sampai Pasifik Tengah; Jepang yang belakang sekali bebas sama sekali mengeksploitasi sumber daya di Asia Tenggara sambil menyibukkan Sekutu dengan melancarkan perang defensif.[136] Bagi mencegah intervensi Amerika Serikat sambil mengamankan perimeter, Jepang berencana menetralisasi Armada Pasifik Amerika Serikat dari kancah perang.[137] Pada tanggal 7 Desember (8 Desember di Asia) 1941, Jepang menyerang aset-aset Britania dan Amerika Serikat dengan serangan di Asia Tenggara dan Pasifik Tengah secara nyaris bersamaan.[138] Peristiwa ini meliputi serangan ke armada Amerika Serikat di Pearl Harbor, pendaratan di Thailand dan Malaya[138] dan pertempuran Hong Kong.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kejatuhan Singapura pada Februari 1942 mengakibatkan 80.000 tentara Sekutu ditangkap dan diperbudak oleh Jepang.

Serangan-serangan ini mendorong Amerika Serikat, Britania Raya, Cina, Australia, dan beberapa negara lain secara formal menyalakan perang terhadap Jepang, sementara Uni Soviet, karena masih terlibat dalam perang besar-besaran dengan blok Poros Eropa, memilih bagi tetap netral dengan Jepang.[139][140] Jerman dan negara-negara Poros menanggapi dengan menyalakan perang terhadap Amerika Serikat. Pada bulan Januari, Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, Cina, dan 22 pemerintahan kecil atau terasingkan mengeluarkan Deklarasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga memperkuat Piagam Atlantik,[141] dan memainkan kewajiban bagi tidak menandatangani kontrak damai terpisah dengan negara-negara Poros. Sejak 1941, Stalin terus berkeinginan Churchill, dan yang belakang sekali Roosevelt, bagi membuka 'front kedua' di Perancis.[142] Front Timur menjadi teater perang luhur di Eropa dan jumlah korban Soviet yang berjumlah jutaan menciutkan jumlah korban Sekutu Barat yang hanya ratusan ribu orang; Churchill dan Roosevelt menyebut mereka butuh semakin jumlah waktu bagi persiapan, sehingga memunculkan klaim bahwa mereka sengaja buntu bagi menyelamatkan orang-orang Barat dengan mengorbankan orang-orang Soviet.[143]

Sementara itu, pada penghabisan April 1942, Jepang dan sekutunya Thailand hampir menguasai seluruh Burma, Malaya, Hindia Timur Belanda, Singapura,[144] dan Rabaul, sehingga menambah kerugian bagi tentara Sekutu dan jumlah di selang mereka yang ditawan. Meski memberontak habis-habisan di Corregidor, Filipina penghabisannya ditaklukkan pada bulan Mei 1942 dan memaksa pemerintah Persemakmuran Filipina mengasingkan diri.[145] Pasukan Jepang juga memenangkan pertempuran laut di Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Samudra Hindia,[146] dan mengebom pangkalan laut Sekutu di Darwin, Australia. Satu-satunya keberhasilan sejati Sekutu melawan Jepang yaitu kemenangan Cina di Changsha pada permulaan Januari 1942.[147] Kemenangan-kemenangan mudah atas lawan yang tidak punya persiapan ini menciptakan Jepang terlalu percaya diri dan amat sangat.[148]

Jerman juga mewujudkan inisiatifnya. Dengan mengeksploitasi keputusan komando laut Amerika Serikat yang ragu-ragu, Tingkatan Laut Jerman mengacaukan jalur kapal Sekutu di bebas pesisir Atlantik Amerika Serikat.[149] Meski kalah luhur, anggota Poros Eropa menghentikan serbuan Soviet di Rusia Tengah dan Selatan, sehingga melindungi sebagian luhur yang dijajah yang mereka peroleh pada tahun sebelumnya.[150] Di Afrika Utara, Jerman melancarkan suatu serangan pada bulan Januari yang memukul Britania kembali ke posisinya di Garis Gazala pada permulaan Februari,[151] ditemani oleh meredanya pertempuran bagi sementara yang dimanfaatkan Jerman bagi mempersiapkan serangan mereka selanjutnya.[152]

Kebuntuan serbuan Poros (1942)

Pada permulaan Mei 1942, Jepang memulai operasi bagi menempati Port Moresby dengan serangan amfibi dan memutuskan komunikasi dan jalur suplai selang Amerika Serikat dan Australia. Akan tetapi, Sekutu berhasil mencegah invasi ini dengan mencegat dan mengalahkan pasukan laut Jepang pada Pertempuran Laut Koral.[153] Rencana Jepang selanjutnya, termotivasi oleh Serangan Doolittle sebelumnya, yaitu menduduki Atol Midway dan memancing kapal induk Amerika Serikat ke kancah perang bagi dihancurkan; bagi gerakan pengalihan, Jepang juga mengirimkan pasukan bagi menempati Kepulauan Aleut di Alaska.[154] Pada permulaan Juni, Jepang memainkan operasinya, tetapi Amerika Serikat, setelah berhasil memecahkan kode laut Jepang pada penghabisan Mei, mengetahui semua rencana dan pemindahan pasukan mereka dan memakai ilmu ini bagi mendapatkan kemenangan telak di Midway atas Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang.[155]

Dengan kapasitasnya bagi bertindak secara sifat menyerang hilang dampak Pertempuran Midway, Jepang memilih fokus pada upaya menempati Port Moresby melewati kampanye darat di Teritori Papua.[156] AMerika Serikat merencanakan serangan balasan terhadap posisi Jepang di selatan Kepulauan Solomon, terutama Guadalcanal, bagi tahap pertama menempati Rabaul, pangkalan utama Jepang di Asia Tenggara.[157]

Kedua rencana ini dimulai bulan Juli, namun pada pertengahan September, Pertempuran Guadalcanal dimenangkan Jepang, dan tentara-tentara di Nugini diperintahkan mundur dari Port Moresby ke anggota utara pulau, tempat mereka menghadapi tentara Australia dan Amerika Serikat dalam Pertempuran Buna-Gona.[158] Guadalcanal segera menjadi titik fokus bagi kedua pihak dengan komitmen luhur tentara dan kapal dalam pertempuran Guadalcanal. Pada permulaan 1943, Jepang dikalahkan di pulau ini dan menarik tentara mereka.[159] Di Burma, pasukan Persemakmuran melancarkan dua operasi. Pertama, ofensif ke wilayah Arakan pada penghabisan 1942 gagal dan memaksa pasukan mundur ke India bulan Mei 1943.[160] Kedua, penyisipan pasukan ireguler ke belakangan garis depan Jepang bulan Februari yang, pada penghabisan April, mendapatkan hasil yang diragukan.[161]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara Soviet menyerang suatu rumah pada Pertempuran Stalingrad, 1943.

Di front timur Jerman, pasukan Poros mematahkan serangan Soviet di Semenanjung Kerch dan Kharkov,[162] dan yang belakang sekali melancarkan serangan musim panas utamanya terhadap Rusia Selatan pada bulan Juni 1942 bagi menguasai ladang minyak di Kaukasus dan menempati stepa Kuban, sementara mempertahankan posisi di wilayah front sebelah utara dan tengah. Jerman membagi Grup Tingkatan Darat Selatan menjadi dua grup: Grup Tingkatan Darat A memainkan usaha ke Sungai Don, sementara Grup Tingkatan Darat B memainkan usaha ke sebelah tenggara Kaukasus menuju Sungai Volga.[163] Soviet memutuskan bertahan di Stalingrad yang berada di jalur pergerakan pasukan Jerman.

Pada pertengahan November, Jerman hampir berhasil menempati Stalingrad dalam pertempuran jalanan ketika Soviet memulai serangan balasan musim dingin keduanya, dimulai dengan mengepung pasukan Jerman di Stalingrad[164] dan serangan ke unggulan Rzhev dekat Moskwa, meski upaya terakhir gagal luhur.[165] Pada permulaan Februari 1943, Tingkatan Darat Jerman menderita kekalahan besar; tentara Jerman di Stalingrad dipaksa menyerah[166] dan garis depan dimundurkan sampai posisinya sebelum serangan musim panas. Pada pertengahan Februari, setelah desakan Soviet meruncing, Jerman melancarkan serangan lain ke Kharkov dan membentuk unggulan baru di garis depan mereka di sekitar kota Kursk, Rusia.[167]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tank Crusader Britania memainkan usaha ke posisi depan pada Kampanye Afrika Utara.

Pada bulan November 1941, pasukan Persemakmudan menyelenggarakan serangan balasan, Operasi Crusader, di Afrika Utara dan mengklaim kembali semua wilayah yang direbut Jerman dan Italia.[168] Di Barat, kekhawatiran bahwa Jepang mungkin memakai pangkalan di Madagaskar Vichy mendorong Britania menyerbu pulau ini pada permulaan Mei 1942.[169] Keberhasilan ini tidak bertahan lama setelah Poros berhasil memukul Sekutu kembali ke Mesir dalam serangan di Libya sampai pasukan Poros dihentikan di El Alamein.[170] Di Eropa, serangan komando Sekutu terhadap target-target strategis, habis dengan Serangan Dieppe yang menghancurkan,[171] menunjukkan ketidakmampuan Sekutu Barat bagi melancarkan invasi ke daratan Eropa tanpa persiapan, perlengkapan, dan keamanan operasional yang semakin adil.[172]

Pada bulan Agustus 1942, Sekutu berhasil mematahkan serangan kedua terhadap El Alamein[173] dan, dengan jumlah korban, berupaya mengirimkan suplai ke Malta yang masih dikepung.[174] Beberapa bulan yang belakang sekali, Sekutu melancarkan serangan di Mesir, memecah pasukan Poros dan mendorong mereka ke barat melalui Libya.[175] Serangan ini tidak lama yang belakang sekali dilanjutkan dengan invasi Inggris-Amerika Serikat ke Afrika Utara Perancis, yang habis dengan bergabungnya wilayah ini dengan Sekutu.[176] Hitler menanggapi pendudukan koloni Perancis ini dengan memerintahkan pendudukan Perancis Vichy;[176] meski pasukan Vichy sendiri tidak melawan pelanggaran gencatan senjata ini, mereka berupaya menenggelamkan armadanya sendiri supaya tidak direbut pasukan Jerman.[177] Pasukan Poros yang sekarang kewalahan di Afrika mundur sampai Tunisia, yang yang belakang sekali didiami Sekutu pada bulan 1943.[178]

Sekutu menguasai ajang (1943)

Video lama memperlihatkan pengeboman Hamburg oleh Sekutu.

Setelah Kampanye Guadalcanal, Sekutu memulai sejumlah operasi melawan Jepang di Pasifik. Pada bulan Mei 1943, pasukan Sekutu dikirim bagi mengusir pasukan Jepang dari Kepulauan Aleut,[179] dan segera memulai operasi luhur untul mengisolasi Rabaul dengan menempati pulau-pulau sekitarnya, dan menembus perimeter Pasifik Tengah Jepang di Kepulauan Gilbert dan Marshall.[180] Pada penghabisan Maret 1944, Sekutu menempatkan kedua misi ini, dan selain itu menetralisasi pangkalan Jepang di Truk di Kepulauan Caroline. Bulan April, Sekutu melancarkan operasi mencaplok kembali Nugini Barat.[181]

Di Uni Soviet, adil Jerman dan Soviet menghabiskan musim semi dan permulaan musim panas 1943 dengan berjaga-jaga bagi serangan luhur di Rusia Tengah. Tanggal 4 Juli 1943, Jerman menyerang pasukan Soviet di sekitar Kursk Bulge. Dalam satu hari pertama, pasukan Jerman lelah menghadapi pertahanan Soviet yang sangat teratur[182][183] dan, bagi pertama kalinya dalam perang ini, Hitler membatalkan suatu operasi sebelum mendapatkan keberhasilan taktis atau operasional.[184] Keputusan ini sebagian dipengaruhi oleh invasi Sisilia oleh Sekutu Barat pada 9 Juli yang, bersama kegagalan-kegagalan Italia sebelumnya, berujung pada penggulingan dan penahanan Mussolini pada penghabisan bulan itu.[185]

Tanggal 12 Juli 1943, Soviet melancarkan serangan balasannya sendiri, sehingga memupuskan kehendak apapun bagi Tingkatan Darat Jerman bagi memenangkan pertempuran atau buntu di timur. Kemenangan Soviet di Kursk menandai kejatuhan superioritas Jerman[186] dan memberi Uni Soviet inisiatif di Front Timur.[187][188] Jerman berupaya menstabilkan front timur mereka di sepanjang garis Panther-Wotan yang sangat dipertahankan, namun Soviet berhasil mendobraknya di Smolensk dan Serangan Dnieper Hilir.[189]

Pada permulaan September 1943, Sekutu Barat menyerbu daratan Italia, ditemani gencatan senjata Italia dengan Sekutu.[190] Jerman menanggapinya dengan melumpuhkan pasukan Italia, mengambil alih kemudi militer di wilayah Italia,[191] dan menciptakan serangkaian garis pertahanan.[192] Pasukan khusus Jerman yang belakang sekali menyelamatkan Mussolini, yang yang belakang sekali mendirikan negara klien baru di Italia dudukan Jerman bernama Republik Sosial Italia.[193] Sekutu Barat bertempur melalui beberapa garis sampai garis pertahanan utama Jerman pada pertengahan November.[194]

Operasi Jerman di Atlantik juga terganggu. Pada Mei 1943, dengan efektifnya serangan balasan Sekutu, kerugian kapal selam Jerman yang luhur memaksa kampanye laut Atlantik Jerman ditunda.[195] Pada bulan November 1943, Franklin D. Roosevelt dan Winston Churchill bersua dengan Chiang Kai-shek di Kairo[196] dan Joseph Stalin di Teheran.[197] Konferensi pertama memilihkan pengembalian teritori Jepang pascaperang,[196] sementara yang terakhir menghasilkan kontrak bahwa Sekutu Barat akan menyerbu Eropa pada tahun 1944 dan Uni Soviet akan menyalakan perang terhadap Jepang dalam tiga bulan setelah kekalahan Jerman.[197]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara Britania menembakkan mortir pada Pertempuran Imphal, India Timur Laut, 1944.

Sejak November 1943, selama tujuh hari pertama di Pertempuran Changde, Cina memaksa Jepang memasuki perang atrisi yang merugikan sambil menunggu bantuan Sekutu.[198][199] Bulan Januari 1944, Sekutu melancarkan serangkaian serangan di Italia terhadap garis di Monte Cassino dan berupaya menembusnya dengan mendarat di Anzio.[200] Pada penghabisan Januari, serangan luhur Soviet mengusir pasukan Jerman dari wilayah Leningrad,[201] dan mengakhiri pengepungan paling mematikan dan terlama sepanjang sejarah.

Serangan Soviet selanjutnya terhalang di perbatasan Estonia sebelum perang oleh Grup Tingkatan Darat Utara Jerman yang dibantu masyarakat Estonia yang menanti menetapkan kembali kemerdekaan nasional mereka. Penundaan ini memperlambat operasi Soviet selanjutnya di daerah Laut Baltik.[202] Pada penghabisan Mei 1944, Soviet berhasil melepaskan Krimea, mengusir pasukan Poros besar-besaran dari Ukraina, dan memainkan terobosan ke teritori Rumania, yang dipukul belakang oleh pasukan Poros.[203] Serangan Sekutu di Italia berhasil dan, dengan mengizinkan sejumlah divisi Jerman mundur, pada tanggal 4 Juni Roma ditaklukkan.[204]

Sekutu mengalami bermacam keberhasilan di daratan Asia. Bulan Maret 1944,Jepang melancarkan invasi pertama dari dua rencananya, operasi melawan posisi Britania di Assam, India,[205] dan yang belakang sekali mengepung posisi Persemakmuran di Imphal dan Kohima.[206] Bulan Mei 1944, pasukan Britania memainkan serangan balasan yang mendorong tentara Jepang kembali ke Burma,[206] dan pasukan Cina yang menyerbu Burma utara pada penghabisan 1943 mengepung tentara Jepang di Myitkyina.[207] Invasi Jepang kedua berupaya menghancurkan pasukan tempur utama Cina, melindungi jalur kereta api di selang teritori dudukan Jepang dan menempati lapangan udara Sekutu.[208] Bulan Juni, Jepang telah menguasai provinsi Henan dan memulai serangan baru terhadap Changsha di provinsi Hunan.[209]

Sekutu mendekat (1944)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Invasi Normandia oleh Sekutu, 6 Juni 1944

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Personil dan perlengkapan Pasukan Merah melalui sungai ketika musim panas utara 1944

Pada tanggal 6 Juni 1944 (dikenal bagi D-Day), setelah tiga tahun ditekan Soviet,[143] Sekutu Barat menyerbu Perancis Utara. Setelah menyusun kembali beberapa divisi Sekutu dari Italia, mereka juga menyerang Perancis Selatan.[210] Semua pendaratan ini berhasil dan habis dengan kekalahan unit Tingkatan Darat Jerman di Perancis. Paris dimerdekakan oleh pemberontakan lokal yang dibantu Pasukan Perancis Merdeka pada tanggal 25 Agustus[211] dan Sekutu Barat terus memukul pasukan Jerman di Eropa Timur sepanjang paruh terakhir tahun ini. Suatu upaya memainkan usaha maju melalui Jerman Utara yang diawali dengan operasi udara besar-besaran di Belanda tidak berhasil.[212] Setelah itu, Sekutu Barat pelan-pelan masuk wilayah Jerman, namun gagal menyeberangi Sungai Rur dalam serangan luhur. Di Italia, serbuan Sekutu juga terhambat ketika mereka melalui garis pertahanan luhur Jerman terakhir.

Pada tanggal 22 Juni, Soviet menyelenggarakan serangan strategis di Belarus ("Operasi Bagration") yang habis dengan nyaris kehancuran total Pusat Grup Tingkatan Darat Jerman.[213] Tidak lama selepas itu, serangan strategis Soviet lainnya mengusir tentara Jerman dari Ukraina Barat dan Polandia Timur. Pergerakan Soviet berhasil memaksa pasukan pemberontak di Polandia memulai sejumlah pemberontakan, meski yang terbesar di Warsawa, serta Pemberontakan Slowakia di selatan, tidak dibantu Soviet dan dipadamkan oleh pasukan Jerman.[214] Serangan strategis Pasukan Merah di Rumania timur memecah belah dan menghancurkan pasukan Jerman di sana sekaligus berhasil menggulingkan pemerintahan di Rumania dan Bulgaria, ditemani dengan memihaknya negara-negara tersebut ke Sekutu.[215]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Milisi Polandia pada Pemberontakan Warsawa yang menewaskan 200.000 masyarakat sipil.

Pada bulan September 1944, tentara Tingkatan Darat Merah Soviet melaju sampai Yugoslavia dan memaksa penarikan cepat Grup Tingkatan Darat Jerman E dan F di Yunani, Albania, dan Yugoslavia bagi menyelamatkan mereka dari kehancuran.[216] Pada ketika ini, Partisan Komunis pimpinan Marsekal Josip Broz Tito, yang memulai kampanye gerilya berhasil melawan pendudukan sejak 1941, menguasai sebagian luhur teritori Yugoslavia dan terlibat dalam menunda serangan terhadap pasukan Jerman di selatan. Di Serbia utara, Pasukan Merah, dengan bantuan terbatas dari pasukan Bulgaria, membantu Partisan dalam pembebasan bersama ibu kota Belgrade tanggal 20 Oktober. Beberapa hari yang belakang sekali, Soviet melancarkan serangan massal terhadap Hongaria dudukan Jerman yang berlanjut sampai jatuhnya Budapest pada bulan Februari 1945.[217] Kebalikan dengan kemenangan impresif Soviet di Balkan, pemberontakan Finlandia terhadap serangan Soviet di Tanah Genting Karelia menggagalkan pendudukan Soviet di Finlandia dan habis dengan penandatanganan gencatan senjata Soviet-Finlandia pada situasi relatif kondusif,[218][219] ditemani memihaknya Finlandia ke Sekutu.

Pada permulaan Juli, pasukan Persemakmuran di Asia Tenggara menggagalkan pengepungan Jepang di Assam, memukul pasukannya kembali sampai Sungai Chindwin[220] sementara Cina mencaplok Myitkyina. Di Cina, Jepang menuai keberhasilan luhur, berhasil mencaplok Changsha pada pertengahan Juni dan kota Hengyang pada permulaan Agustus.[221] Selepas itu, mereka menyerbu provinsi Guangxi, memenangkan pertempuran luhur melawan pasukan Cina di Guilin dan Liuzhou pada penghabisan November[222] dan berhasil menyatukan pasukan mereka di Cina dan Indocina pada pertengahan Desember.[223]

Di Pasifik, pasukan Amerika Serikat terus menekan mundur perimeter Jepang. Pada pertengahan Juni 1944, mereka memulai serangan ke Kepulauan Mariana dan Palau, dan dengan telak mengalahkan pasukan Jepang pada Pertempuran Laut Filipina. Kekalahan-kekalahan ini memaksa Perdana Menteri Jepang Tōjō mengundurkan diri dan memberi Amerika Serikat kelebihan atas pangkalan udara baru bagi melancarkan serangan bom besar-besaran di kepulauan utama Jepang. Pada penghabisan Oktober, pasukan Amerika Serikat menyerbu pulau Leyte, Filipina; tidak lama yang belakang sekali, tingkatan laut Sekutu mencetak kemenangan luhur pada Pertempuran Teluk Leyte, salah satu pertempuran laut terbesar sepanjang sejarah.[224]

Poros runtuh, Sekutu menang (1945)

Tanggal 16 Desember 1944, Jerman mengupayakan keberhasilan terakhirnya di Front Barat dengan mengerahkan sisa-sisa pasukan cadangannya bagi melancarkan serangan balasan massal di Ardennes bagi memecah belah Sekutu Barat, mengepung sebagian luhur tentara Sekutu Barat dan menaklukkan pelabuhan suplai utama mereka di Antwerp demi mencapai penyelesaian politik.[225] Pada Januari, serangan ini digagalkan tanpa satu tujuan strategis pun yang tercapai.[225] Di italia, Sekutu Barat tetap buntu di garis pertahanan Jerman. Pada pertengahan Januari 1945, Soviet menyerbu Polandia, memainkan usaha dari Sungai Vistula ke Sungai Oder di Jerman, dan menempati Prusia Timur.[226] Tanggal 4 Februari, para pimpinan A.S., Britania Raya, dan Soviet bersua di Konferensi Yalta. Mereka menyetujui pendudukan di Jerman pascaperang,[227] dan Uni Soviet bergabung dalam perang melawan Jepang.[228]

Pada bulan Februari, Soviet menginvasi Silesia dan Pomerania, sementara Sekutu Barat memasuki Jerman Barat dan mendekati Sungai Rhine. Bulan Maret, Sekutu Barat melalui Rhine di utara dan selatan Ruhr, mengepung Grup Agkatan Darat Jerman B,[229] sementara Soviet melaju ke Wina. Pada permulaan April, Sekutu Barat penghabisannya berhasil menciptakan kemajuan di Italia dan memainkan usaha melalui Jerman Barat, sementara pasukan Soviet menyerbu Berlin pada penghabisan April; kedua pasukan bersua di sungai Elbe tanggal 25 April. Tanggal 30 April 1945, Reichstag direbut dan menandakan kekalahan militer Reich Ketiga.[230]

Sejumlah perubahan kepemimpinan terjadi pada masa ini. Tanggal 12 April, Presiden A.S. Roosevelt meninggal dunia dan digantikan oleh Harry Truman. Benito Mussolini dibunuh oleh partisan Italia tanggal 28 April.[231] Dua hari yang belakang sekali, Hitler bunuh diri dan digantikan oleh Admiral Luhur Karl Dönitz.[232]

Pasukan Jerman menyerah di Italia pada tanggal 29 April. Instrumen penyerahan diri Jerman ditandatangani tanggal 7 Mei di Reims,[233] dan diratifikasi tanggal 8 Mei di Berlin.[234] Pusat Grup Tingkatan Darat Jerman bertahan di Praha sampai 11 Mei.[235]

Di teater Pasifik, pasukan Amerika Serikat dibantu Persemakmuran Filipina memainkan usaha maju di Filipina, melepaskan Leyte pada penghabisan April 1945. Mereka mendarat di Luzon bulan Januari 1945 dan mencaplok Manila bulan Maret setelah pertempuran yang menghancurkan kota ini. Pertempuran berlanjut di Luzon, Mindanao dan pulau-pulau lain di Filipina sampai habisnya perang.[236]

Bulan Mei 1945, tentara Australia mendarat di Kalimantan dan menempati ladang minyak di sana. Pasukan Britania, Amerika Serikat, dan Cina mengalahkan Jepang di Burma utara pada bulan Maret, dan Britania mencapai Rangoon pada tanggal 3 Mei.[237] Pasukan Cina mulai balas menyerang pada Pertempuran Hunan Barat yang pecah selang 6 April dan 7 Juni 1945. Pasukan Amerika Serikat juga memainkan usaha ke Jepang, mencaplok Iwo Jima pada bulan Maret, dan Okinawa pada penghabisan Juni.[238] Pesawat pengebom Amerika Serikat menghancurkan kota-kota Jepang dan kapal selam Amerika Serikat memutuskan impor Jepang.[239]

Tanggal 11 Juli, para pimpinan Sekutu bersua di Potsdam, Jerman. Mereka menyetujui kontrak permulaan mengenai Jerman,[240] dan menegaskan tuntutan penyerahan diri semua pasukan Jepang oleh Jepang, dengan menyalakan bahwa "alternatif bagi Jepang yaitu kehancuran dalam waktu singkat".[241] Dalam konferensi ini, Britania Raya menyelenggarakan pemilu dan Clement Attlee menggantikan Churchill bagi Perdana Menteri.[242]

Ketika Jepang terus mengabaikan persyaratan Potsdam, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada permulaan Agustus. Di selang kedua pengeboman ini, Soviet, sesuai kontrak Yalta, menyerbu Manchuria dudukan Jepang dan dengan cepat mengalahkan Tingkatan Darat Kwantung yang ketika itu yaitu pasukan tempur Jepang terbesar.[243][244] Pasukan Merah juga menempati Pulau Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah dengan penandatanganan dokumen penyerahan diri di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, sehingga mengakhiri perang ini.[233]

Dampak

Sekutu mendirikan pemerintahan pendudukan di Austria dan Jerman. Negara pertama menjadi negara netral dan adil dengan blok politik manapun. Negara terakhir dibelah menjadi zona pendudukan barat dan timur yang didiami Sekutu Barat dan Uni Soviet. Program denazifikasi di Jerman melibatkan pengadilan penjahat perang Nazi dan penggulingan mantan Nazi dari kekuasaan, meski kebijakan ini semakin condong ke amnesti dan reintegrasi mantan Nazi ke masyarakat Jerman Barat.[245]

Jerman kehilangan seperempat wilayahnya sebelum perang (1937), wilayah timur: Silesia, Neumark dan sebagian luhur Pomerania diambil alih Polandia; Prusia Timur dibagi selang Polandia dan Uni Soviet, ditemani dengan pengusiran 9 juta masyarakat Jerman dari provinsi-provinsi tersebut, serta 3 juta masyarakat Jerman dari Sudetenland di Cekoslowakia ke Jerman. Pada 1950-an, satu dari lima orang Jerman Barat yaitu pengungsi dari timur. Uni Soviet juga menempati provinsi milik Polandia di sebelah timur Garis Curzon (melibatkan pengusiran 2 juta masyarakat Polandia),[246] Rumania Timur,[247][248] dan sebagian Finlandia timur,[249] serta tiga negara Baltik.[250][251]

Demi mempertahankan perdamaian,[252] Sekutu mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang formal berdiri tanggal 24 Oktober 1945,[253] dan mengadopsi Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 bagi standar umum bagi semua negara anggotanya.[254] Kekuatan-kekuatan luhur yang menjadi pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan PBB.[3] Kelima anggota permanen ini masih mempunyai sampai sekarang, meski terjadi perubahan dua kursi, angata Republik Cina dan Republik Rakyat Cina tahun 1971, dan selang Uni Soviet dan negara penggantinya, Federasi Rusia, setelah pembubaran UNi Soviet. Aliansi selang Sekutu Barat dan Uni Soviet mulai memburuk, bahkan sejak sebelum perang habis.[255]

Jerman dibagi secara de facto, dan dua negara merdeka, Republik Federal Jerman dan Republik Demokratik Jerman[256] diwujudkan di dalam perbatasan zona pendudukan Sekutu dan Soviet. Seluruh Eropa terbagi selang cakupan pengaruh Barat dan Soviet.[257] Biasanya negara Eropa timur dan tengah masuk dalam cakupan Soviet yang melibatkan pendirian rezim-rezim Komunis dengan dukungan penuh atau setengah dari otoritas pendudukan Soviet. Akibatnya, Polandia, Hongaria,[258] Cekoslowakia,[259] Rumania, Albania,[260] dan Jerman Timur menjadi negara satelit Soviet. Yugoslavia Komunis memainkan kebijakan merdeka penuh yang menciptakan ketegangan dengan Uni Soviet.[261]

Pembagian dunia pascaperang diresmikan oleh dua aliansi militer internasional, NATO pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa pimpinan Soviet;[262] periode panjang ketegangan politik dan persaingan militer di selang mereka, Perang Dingin, akan dilengkapi oleh pertandingan senjata dan perang proksi yang tidak terduga.[263]

Di Asia, Amerika Serikat memimpin pendudukan Jepang dan menguasai bekas pulau-pulau Jepang di Pasifik Barat, sementara Soviet menganeksasi Sakhalin dan Kepulauan Kuril.[264] Korea, sebelumnya di bawah kekuasaan Jepang, dibagi dan direbut oleh Amerika Serikat di Selatan dan Uni Soviet di Utara selang 1945 dan 1948. Republik terpisah muncul di kedua segi garis paralel ke-38 pada tahun 1948, masing-masing mengklaim bagi pemerintahan sah bagi seluruh Korea dan berujung pada pecahnya Perang Korea.[265]

Di Cina, pasukan nasionalis dan komunis melanjutkan perang saudara pada bulan Juni 1946. Pasukan komunis menang dan mendirikan Republik Rakyat Cina di daratan, sementara pasukan nasionalis mundur ke Taiwan tahun 1949.[266] Di Timur Tengah, penolakan Arab terhadap Rencana Pembagian Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pembentukan Israel menandai eskalasi konflik Arab-Israel. Ketika kekuatan-kekuatan kolonial Eropa berupaya menduduki kembali sebagian atau semua imperium kolonialnya, kehilangan prestise dan sumber daya ketika perang justru menggagalkan upaya ini dan mendorong diterapkannya dekolonisasi.[267][268]

Ekonomi global menderita dampak perang, meski negara-negara yang terlibat terpengaruh dengan bermacam cara. Amerika Serikat tampil semakin kaya daripada negara lain; negara ini mengalami ledakan bayi dan pada tahun 1950 produk domestik bruto per orangnya semakin tinggi daripada negara-negara luhur lain dan Amerika Serikat mendominasi ekonomi dunia.[269][270] Britania Raya dan Amerika Serikat memainkan kebijakan pelucutan industri di Jerman Barat pada tahun 1945–1948.[271] Dampak perdagangan internasional yang saling tergantung, hal ini menciptakan stagnasi ekonomi di Eropa dan menunda pemulihan Eropa selama beberapa tahun.[272][273]

Pemulihan dimulai dengan reformasi mata uang di Jerman Barat pada pertengahan 1948 dan dipercepat oleh liberalisasi kebijakan ekonomi Eropa yang dipengaruhi Rencana Marshall (1948–1951) adil secara langsung maupun tidak langsung.[274][275] Pemulihan Jerman Barat pasca-1948 disebut-sebut bagi keajaiban ekonomi Jerman.[276] Selain itu, ekonomi Italia[277][278] dan Perancis juga meroket.[279] Kebalikannya, Britania Raya berada dalam fase kekacauan ekonomi,[280] dan terus memburuk selama beberapa dasawarsa.[281]

Uni Soviet, meski menderita kerugian manusia dan materiil yang luar biasa, juga mengalami peningkatan pesat produksi pada masa-masa pascaperang.[282] Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, menjadi salah satu ekonomi terkuat dunia pada tahun 1980-an.[283] Cina kembali ke produksi industrinya sebelum perang pada tahun 1952.[284]

Korban dan kejahatan perang

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Korban jiwa Perang Dunia II

Agak total korban perang bervariasi, karena jumlah kematian yang tidak tercatat. Biasanya pihak memperkirakan sekitar 60 juta orang tewas dalam perang, termasuk 20 juta tentara dan 40 juta masyarakat sipil.[285][286][287] Jumlah masyarakat sipil tewas dampak wabah, kelaparan, pembantaian, pengeboman, dan genosida yang disengaja. Uni Soviet kehilangan sekitar 27 juta rakyatnya sepanjang perang,[288] termasuk 8,7 juta personil militer dan 19 juta masyarakat sipil. Pangsa korban jiwa militer terbesar yaitu etnis Rusia (5.756.000), ditemani etnis Ukraina (1,377,400).[289] Satu dari empat masyarakat sipil Sovet dibunuh atau terluka dalam perang ini.[290] Jerman mengalami 5,3 juta kematian militer, biasanya di Front Timur dan sepanjang pertempuran terakhir di Jerman.[291]

Dari total korban tewas pada Perang Dunia II, sekitar 85 persen—kebanyakan Soviet dan Cina—berada di pihak Sekutu dan 15 prosen sisanya di pihak Poros. Sebagian luhur kematian ini diakibatkan oleh kejahatan perang yang diterapkan pasukan Jerman dan Jepang di wilayah pendudukan. Sekitar 11[292] sampai 17 juta[293] masyarakat sipil tewas dampak kebijakan ideologi Nazi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk genosida sistematis sekitar enam juta kaum Yahudi sepanjang Holocaust ditambah lima juta bangsa Roma, homoseksual, serta Slav dan suku bangsa atau kaum minoritas lainnya.[294]

Secara kasar 7,5 juta masyarakat sipil tewas di Cina selama pendudukan Jepang.[295] Ratusan ribu (perkiraan bervariasi) etnis Serbia, bersama gipsi dan Yahudi, dibunuh oleh Ustaše Kroasia yang berpihak pada Poros di Yugoslavia,[296] dengan pembunuhan balas dendam terhadap masyarakat sipil Kroasia tepat setelah perang habis.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Masyarakat sipil Cina akan dikubur hidup-hidup oleh tentara Jepang.

Kekejaman Jepang yang paling terkenal yaitu Pembantaian Nanking, yaitu ketika sekian ratus ribu masyarakat sipil Cina diperkosa dan dibunuh.[297] Selang 3 juta sampai semakin dari 10 juta masyarakat sipil, biasanya etnis Cina, dibunuh oleh pasukan pendudukan Jepang.[298] Mitsuyoshi Himeta melaporkan 2,7 juta korban jiwa selama dilaksanakannya Sankō Sakusen. Jenderal Yasuji Okamura memainkan kebijakan ini di Heipei dan Shantung.[299]

Pasukan Poros memakai senjata biologis dan kimia dalam jumlah terbatas. Italia memakai gas mustar ketika menaklukkan Abisinia,[300] sementara Tingkatan Darat Kekaisaran Jepang memakai bermacam macam senjata ketika menyerbu dan menempati Cina (lihat Unit 731)[301][302] dan pada konflik permulaan melawan Soviet.[303] Adil Jerman dan Jepang menguji senjata-senjata tersebut terhadap masyarakat sipil[304] serta tahanan perang.[305]

Meski jumlah gerakan Poros diadili dalam pengadilan internasional pertama di dunia,[306] insiden yang diakibatkan pihak Sekutu tidak diadili. Misalnya, pemindahan masyarakat di Uni Soviet dan penahanan masyarakat Jepang Amerika di Amerika Serikat; Operasi Keelhaul,[307] pengusiran masyarakat Jerman setelah Perang Dunia II, pemerkosaan pada pendudukan Jerman; pembantaian Katyn oleh Uni Soviet, yang tanggung jawabnya dituduhkan bagi Jerman. Sejumlah luhur kematian dampak kelaparan juga dikarenakan oleh perang, seperti kelaparan Bengal 1943 dan kelaparan Vietnam 1944–45.[308]

Sejumlah sejarawan, seperti Jörg Friedrich, menegaskan bahwa pengeboman massal daerah berpenduduk di wilayah musuh, termasuk Tokyo dan terutama kota-kota Jerman di Dresden, Hamburg, dan Koln oleh Sekutu Barat, yang mengakibatkan kehancuran semakin dari 160 kota dan kematian 600.000 masyarakat sipil Jerman, bisa dianggap bagi kejahatan perang.[309]

Kamp konsentrasi dan perbudakan

Nazi bertanggung jawab atas terjadinya Holocaust, yaitu pembunuhan sekitar enam juta (meskipun jumlahnya diragukan) kaum Yahudi (kebanyakan Ashkenazim), serta dua juta etnis Polandia dan empat juta orang lainnya yang dianggap "tidak layak hidup" (termasuk orang cacat dan sakit jiwa, tahanan perang Soviet, homoseksual, Freemason, Saksi-Saksi Yehuwa, dan Romani) bagi anggota dari program pemusnahan dengan sengaja. Sekitar 12 juta orang, biasanya masyarakat Eropa Timur, dipekerjakan bagi buruh paksa di ekonomi perang Jerman.[310] Terlepas dari semua itu, mempunyai beberapa pihak yang meragukan jumlah korban Holocoust. Mereka beranggapan bahwa korban Holocoust tidak sampai mencapai 6 juta orang, melainkan hanya ratusan ribu saja. Peristiwa ini juga dianggap oleh pihak-pihak tertentu bagi propaganda bagi menarik simpati terhadap berdirinya negara Israel. Jumlahnya negara-negara Eropa memberikan hukuman bagi siapa saja yang tidak percaya pada peristiwa Holocoust dan seringnya peristiwa ini diperlihatkan dalam film-film dan dalam buku-buku sejarah, menciptakan pihak-pihak tersebut ragu akan kebenaran peristiwa ini. Namun, terlepas dari semua keraguan itu, peristiwa pembantaian dan penyiksaan terhadap Yahudi benar-benar mempunyai, meskipun jumlah korbannya masih kontroversial.

Selain kamp konsentrasi Nazi, gulag (kamp buruh) Soviet mengakibatkan kematian masyarakat sipil negara-negara yang direbut seperti Polandia, Lituania, Latvia, dan Estonia, serta tahanan perang Jerman dan bahkan masyarakat sipil Soviet yang dianggap mendukung Nazi.[311] Enam puluh prosen tahanan perang Jerman di Soviet tewas sepanjang perang.[312] Richard Overy memberi jumlah 5,7 juta tahanan perang Soviet. Dari jumlah tersebut, 57 prosen meninggal dunia atau dibunuh dengan jumlah 3,6 juta orang.[313] Mantan tahanan perang Soviet dan masyarakat sipil yang pulang diperlakukan dengan kecurigaan luar biasa bagi pendukung Nazi yang potensial, dan beberapa di selang mereka dikirim ke Gulag setelah diperiksa NKVD.[314]

Kamp tahanan perang Jepang, biasanya dipakai bagi kamp buruh, juga mempunyai tingkat kematian tinggi. Pengadilan Militer Internasional bagi Timur Jauh menemukan tingkat kematian tahanan Barat yaitu 27,1 prosen (37 prosen bagi tahanan perang Amerika Serikat),[315] tujuh kali semakin tinggi daripada tahanan perang di Jerman dan Italia.[316] Sementara 37.583 tahanan dari Britania Raya, 28.500 dari Belanda, dan 14.743 dari Amerika Serikat diberi keleluasaan setelah penyerahan diri Jepang, tahanan Cina yang ditinggal hanya 56 orang.[317]

Menurut sejarawan Zhifen Ju, sedikitnya lima juta masyarakat sipil Cina dari Cina utara dan Manchukuo diperbudak selang 1935 dan 1941 oleh Dewan Pembangunan Asia Timur, atau Kōain, bagi memainkan pekerjaan di pertambangan dan industri perang. Setelah 1942, jumlah ini mencapai 10 juta orang.[318] U.S. Library of Congress memperkirakan bahwa di Jawa, antar 4 dan 10 juta romusha (bahasa Indonesia: "buruh manual"), dipaksa memainkan pekerjaan oleh militer Jepang. Sekitar 270.000 buruh Jawa dikirim ke wilayah pendudukan Jepang lain di Asia Tenggara, dan hanya 52.000 orang yang pulang ke Jawa.[319]

Pada tanggal 19 Februari 1942, Roosevelt menandatangani Perintah Eksekutif 9066 yang menahan ribuan orang Jepang, Italia, Jerman Amerika, dan sejumlah emigran dari Hawaii yang mengungsi setelah pengeboman Pearl Harbor sampai perang habis. Pemerintah A.S. dan Kanada menahan 150.000 masyarakat Jepang Amerika.[320][321] Selain itu, 14.000 masyarakat Jerman dan Italia di A.S. yang dianggap bagi risiko keamanan juga ditahan.[322]

Sesuai kontrak Sekutu pada Konferensi Yalta, jutaan tahanan perang dan masyarakat sipil dimanfaatkan bagi buruh paksa oleh Uni Soviet.[323] Dalam hal Hongaria, masyarakatnya dipaksa memainkan pekerjaan bagi Uni Soviet sampai 1955.[324]

Front dalam negeri dan produksi

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Rasio PDB Sekutu dibandingkan dengan Poros

Di Eropa, sebelum pecah perang, Sekutu mempunyai kelebihan signifikan dalam hal populasi dan ekonomi. Pada tahun 1938, Sekutu Barat (Britania Raya, Perancis, Polandia, dan Yang dijajah Britania) mempunyai populasi 30 prosen semakin luhur dan produk domestik bruto 30 prosen semakin luhur daripada Poros Eropa (Jerman dan Italia); jika koloni diikutkan dalam hitungan, Sekutu mendapatkan kelebihan 5:1 dalam jumlah masyarakat dan 2:1 dalam PDB.[325] Di Asia pada ketika yang sama, Cina mempunyai jumlah masyarakat enam kali semakin jumlah daripada Jepang, tetapi PDB yang 89 prosen semakin tinggi; jumlah ini susut menjadi populasi tiga kali semakin jumlah dan PDB 38 prosen semakin tinggi jika koloni-koloni Jepang diikutkan dalam hitungan.[325]

Meski kelebihan ekonomi dan populasi Sekutu dimanfaatkan besar-besaran selama serangan blitzkrieg permulaan Jerman dan Jepang, mereka menjadi faktor penentu pada tahun 1942, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet bergabung dengan Sekutu, setelah sebagian luhur perang ini menjadi perang atrisi.[326] Sementara kemampuan Sekutu bagi melampaui produksi Poros sering dikaitkan dengan akses Sekutu yang luhur ke sumber daya dunia, faktor-faktor lain, seperti keengganan Jerman dan Jepang bagi mempekerjakan wanita dalam tenaga kerja,[327][328] pengeboman strategis oleh Sekutu,[329][330] dan peralihan terbaru Jerman ke ekonomi perang[331] sangat berkontribusi luhur. Selain itu, adil Jerman maupun Jepang tidak berencana menyelenggarakan perang yang berkepanjangan, dan tidak sanggup memainkannya.[332][333] Bagi meningkatkan produksi mereka, Jerman dan Jepang menggunakan jutaan buruh budak;[334] Jerman menggunakan 12 juta orang, biasanya dari Eropa Timur,[310] sementara Jepang menggunakan semakin dari 18 juta orang di Asia Timur Jauh.[318][319]

Pendudukan

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Partisan Soviet digantung oleh tentara Jerman pada Januari 1943

Di Eropa, pendudukan muncul dalam dua bangun yang sangat berbeda. Di Eropa Barat, Utara, dan Tengah (Perancis, Norwegia, Denmark, Negara-Negara Hilir, dan wilayah Cekoslowakia yang dianeksasi), Jerman memainkan kebijakan ekonomi yang berhasil mengumpulkan 69,5 miliar reichmark (27,8 miliar dolar AS) pada penghabisan perang; jumlah ini tidak meliputi perampokan produk industri, perlengkapan militer, bahan mentah, dan barang-barang lain.[335] Dari situ, pendapatan yang muncul dari negara-negara pendudukan mencapai 40 prosen dari pendapatan yang dikumpulkan Jerman dari pajak, jumlah yang meningkat hampir 40 prosen dari total pendapatan Jerman sepanjang perang.[336]

Di Timur, keuntungan yang diharapkan dari Lebensraum tidak pernah didapatkan karena garis depan yang berfluktuasi dan kebijakan bumi hangus Soviet memusnahkan sumber daya bagi para penjajah Jerman.[337] Tidak seperti di Barat, kebijakan ras Nazi mengizinkan kekejaman amat sangat terhadap "orang inferior" keturunan Slavik; sebagian luhur serbuan Jerman ditemani dengan eksekusi massal.[338] Meski kumpulan pemberontak berdiri di hampir semua teritori pendudukan, mereka tidak mengganggu operasi Jerman adil di Timur[339] maupun Barat[340] sampai penghabisan tahun 1943.

Di Asia, Jepang menyebut negara-negara di bawah pendudukannya bagi anggota dari Lingkup Persemakmuran Asia Timur Raya, yang pada landasannya yaitu hegemoni Jepang yang diklaim bertujuan melepaskan bangsa yang dikolonisasi.[341] Meski pasukan Jepang permulaannya disambut bagi pembebas dari dominasi Eropa di sejumlah daerah, kekejaman mereka yang amat sangat mengubah opini publik menjadi menentang mereka dalam hitungan hari pertama.[342] Selama penaklukan permulaan Jepang, negara ini mencaplok 4.000.000 barrel (640,000 m3) minyak (~5.5×105 ton) yang diberi keleluasaan oleh pasukan Sekutu yang mundur, dan pada tahun 1943 Jepang bisa menduduki produksi minyak di Hindia Timur Belanda sampai Templat:Bbl to t, 76 prosen dari tingkat produksinya tahun 1940.[342]

Kemajuan teknologi dan peperangan

Pesawat terbang dimanfaatkan bagi peralatan mata-mata, pesawat tempur, pengebom, dan bantuan darat, dan masing-masing perannya mendapatkan kemajuan yang artiannya. Inovasi-inovasi yang muncul meliputi pengangkutan udara (kemampuan memindahkan suplai, perlengkapan, dan personil berprioritas tinggi dan terbatas dalam waktu singkat);[343] dan pengeboman strategis (pengeboman daerah berpenduduk bagi menghancurkan industri dan moral).[344] Persenjataan antipesawat juga dikembangkan, termasuk pertahanan radar dan artileri darat-ke-udara, seperti senjata 88 mm Jerman. Pemakaian pesawat jet dimulai dan meski pengenalannya yang terlambat memberi sedikit pengaruh, pesawat jet kelak menjadi standar tingkatan udara di seluruh dunia.[345]

Kemajuan dibuat di hampir segala aspek pertempuran laut, terutama kapal angkut pesawat (kapal induk) dan kapal selam. Meski sejak permulaan perang, peperangan udara menuai sedikit keberhasilan, bermacam gerakan di Taranto, Pearl Harbor, Laut Cina Selatan, dan Laut Koral menciptakan kapal induk dianggap bisa menggantikan kapal perang.[346][347][348]

Di Atlantik, kapal induk pengawal terbukti memperagakan peran penting dalam konvoi Sekutu dan meningkatkan radius perlindungan efektif serta membantu menutup celah Atlantik Tengah.[349] Kapal induk juga semakin ekonomis daripada kapal perang karena biaya produksi pesawat yang relatif rendah[350] dan tidak perlu diperkuat habis-habisan.[351] Kapal selam, terbukti yaitu senjata efektif pada Perang Dunia Pertama,[352] diantisipasi oleh semua pihak bagi sesuatu yang terpenting nomor dua. Britania memfokuskan pengembangan persenjataan dan taktik antikapal selam, seperti sonar dan konvoi, sementara Jerman berfokus pada memperbarui kemampuan serangannya dengan desain seperti kapal selam Tipe VII dan taktik wolfpack.[353] Secara perlaham, teknologi baru Sekutu seperti sinar Leigh, hedgehog, squid, dan torpedo lacak terbukti unggul.

Peperangan darat berubah dari garis depan statis pada Perang Dunia I ke peningkatan mobilitas dan senjata gabungan. Tank, yang sering dipakai bagi membantu infanteri ketika Perang Dunia Pertama, berubah menjadi senjata utama.[354] Pada penghabisan 1930-an, desain tank semakin maju dibandingkan ketika Perang Dunia I,[355] dan kemajuan terjadi sepanjang perang melewati peningkatan kecepatan, pertahanan, dan daya tembak.

Ketika perang dimulai, biasanya komandan menduga tank musuh harus bersua tank dengan spesifikasi yang semakin hebat.[356] Ide ini ditantang oleh performa buruk senjata tank permulaan yang relatif ringan melawan kendaraan lapis baja, dan doktrin Jerman menghindari pertempuran tank-versus-tank. Hal ini, bersama pemakaian senjata gabungan oleh Jerman, termasuk di selang leemen kunci keberhasilan taktik blitzkrieg mereka di Polandia dan Perancis.[354] Jumlah cara bagi menghancurkan tank, termasuk dengan artileri tidak langsung, senjata antitank (baik yang ditarik maupun gerak sendiri), ranjau, senjata antitank infanteri jarak pendek, dan bahkan tank lain pun diikutsertakan.[356] Bahkan dengan mekanisasi besar-besaran, infanteri masih yaitu tulang punggung seluruh pasukan,[357] dan sepanjang perang, sebagian luhur infanteri mempunyai perlengkapan yang sama seperti ketika Perang Dunia I.[358]

Senjata mesin portabel meluas, seperti MG42 Jerman dan bermacam senjata submesin yang dimodifikasi bagi pertempuran jarak dekat di perkotaan dan hutan.[358] Bedil serang, suatu pengembangan penghabisan perang yang mencakup bermacam fitur bedil dan senjata submesin, menjadi senjata standar infanteri pascaperang bagi sebagian luhur tingkatan bersenjata.[359][360]

Sebagian luhur pihak yang terlibat berupaya memecahkan persoalan kompleksitas dan kerumitan yang muncul dari pemakaian buku kode luhur bagi kriptografi dengan memakai mesin sandi, yang paling terkenal yaitu mesin Enigma Jerman.[361] SIGINT (signals intelligence) yaitu anggota melawan dekripsi yang pernah dipakai oleh Sekutu bagi memecahkan kode laut Jepang[362] dan Ultra dari Britania Raya, berasal dari metodologi dari Polish Cipher Bureau, yang berhasil mengungkap Enigma selama tujuh tahun sebelum perang.[363] Aspek lain intelijen militer yaitu pemakaian kebohongan, yang berhasil dipakai oleh Sekutu dengan keberhasilan luhur seperti dalam operasi Mincemeat dan Bodyguard.[362][364] Kemajuan teknologi dan rekayasa lainnya tercapai sepanjang atau setelah perang, termasuk komputer-komputer terprogram pertama di dunia (Z3, Colossus, dan ENIAC), misil pandu dan roket modern, pengembangan senjata nuklir Proyek Manhattan, penelitian operasi dan pengembangan pelabuhan buatan dan jalur pipa di bawah Selat Inggris.[365]

Lihat pula

Dokumenter
  • Apocalypse: The Second World War (2009), dokumenter Perancis enam anggota karya Daniel Costelle dan Isabelle Clarke mengenai Perang Dunia II
  • Battlefield, seri dokumenter yang mengudara tahun 1994–5 yang mengupas bermacam pertempuran penting pada Perang Dunia II
  • BBC History of World War II, serial televisi yang mengudara sejak 1989 sampai 2005.
  • The World at War (1974), serial Thames Television 26 anggota yang mengulas bermacam aspek Perang Dunia II dari sejumlah sudut pandang, termasuk wawancara dengan beberapa figur utama seperti Karl Dönitz, Albert Speer, dan Anthony Eden.

Catatan kaki

  1. ^ 23 Agustus 1939, Uni Soviet dan Jerman menandatangani pakta nonagresi, diam-diam membelah Eropa Timur menjadi beberapa cakupan pengaruh. Gencatan senjata Uni Soviet dengan Jepang 16 September 1939; menyerbu Polandia 17 September 1939; menyerang Finlandia 30 September 1939; memaksa aneksasi negara-negara Baltik Juni 1940; mencaplok Rumania Timur 4 Juli 1940. 22 Juni 1941, Uni Soviet diserbu Poros Eropa; Uni Soviet memihak dengan negara-negara yang memerangi Poros.
  2. ^ Setelah kejatuhan Republik Ketiga tahun 1940, pemerintahan de facto-nya yaitu Rezim Vichy. Rezim ini memainkan kebijakan pro-Poros sampai November 1942 namun tetap netral secara formal. Pasukan Perancis Merdeka, berbasis di London, diakui oleh semua negara Sekutu bagi pemerintah formal pada bulan September 1944.

Rujukan

  1. ^ Sommerville, Donald (2008). The Complete Illustrated History of World War Two: An Authoritative Account of the Deadliest Conflict in Human History with Analysis of Decisive Encounters and Landmark Engagements. Lorenz Books. hlm. 5. ISBN 0-7548-1898-5. 
  2. ^ Barrett, David P; Shyu, Lawrence N (2001). China in the anti-Japanese War, 1937–1945: politics, culture and society. Volume 1 of Studies in modern Chinese history. New York: Peter Lang. hlm. 6. ISBN 0-8204-4556-8. 
  3. ^ a b The UN Security Council, diakses 15 May 2012 
  4. ^ Chickering, Roger (2006). A World at Total War: Global Conflict and the Politics of Destruction, 1937–1945. Cambridge University Press. hlm. 64. ISBN 0-275-98710-8. 
  5. ^ Fiscus, James W (2007). Critical Perspectives on World War II. Rosen Publishing Group. hlm. 44. ISBN 1-4042-0065-7. 
  6. ^ Ben-Horin, Eliahu (1943). The Middle East: Crossroads of History. W. W. Norton & Co. p. 169; Taylor, A. J. P (1979). How Wars Begin. Hamilton. p. 124. ISBN 0-241-10017-8; Yisreelit, Hevrah Mizrahit (1965). Asian and African Studies, p. 191. For 1941 see Taylor, A. J. P (1961). The Origins of the Second World War. Hamilton. p. vii; Kellogg, William O (2003). American History the Easy Way. Barron's Educational Series. p. 236 ISBN 0-7641-1973-7. There also exists the viewpoint that both World War I and World War II are part of the same "European Civil War" or "Second Thirty Years War": Canfora, Luciano; Jones, Simon (2006). Democracy in Europe: A History of an Ideology. Wiley-Blackwell. p. 155. ISBN 1-4051-1131-3; Prin, Gwyn (2002). The Heart of War: On Power, Conflict and Obligation in the Twenty-First Century. Routledge. p. 11. ISBN 0-415-36960-6.
  7. ^ Beevor, Antony (2012). The Second World War. London: Weidenfeld & Nicolson. hlm. 10. ISBN 9780297844976. 
  8. ^ Masaya, Shiraishi (1990). Japanese relations with Vietnam, 1951–1987. SEAP Publications. hlm. 4. ISBN 0-87727-122-4. 
  9. ^ "German-American Relations – Treaty on the Final Settlement with Respect to Germany (two plus four)". Usa.usembassy.de. Diakses 29 January 2012. 
  10. ^ Derby, Mark. "Conscription, conscientious objection and pacifism". Te Ara. Diakses 22 June 2012. "The move towards world war in 1914 sparked an upsurge in pacifist movements" 
  11. ^ "Pacifism in the Twentieth Century". "pacifism". Columbia Electronic Encyclopedia. Diakses 22 June 2012. "During the 1920s and early 30s pacifism enjoyed an upsurge" 
  12. ^ Kantowicz 1999, hlm. 149
  13. ^ Davies 2008, hlm. 134–140
  14. ^ Shaw 2000, hlm. 35
  15. ^ Bullock 1962, hlm. 265
  16. ^ Preston 1998, hlm. 104
  17. ^ Myers 1987, hlm. 458
  18. ^ Smith 2004, hlm. 28
  19. ^ Coogan, Anthony (July 1993). "The Volunteer Armies of Northeast China". History Today 43. Diakses 14 November 2009. "Although some Chinese troops in the Northeast managed to retreat south, others were trapped by the advancing Japanese Army and were faced with the choice of resistance in defiance of orders, or surrender. A few commanders submitted, receiving high office in the puppet government, but others took up arms against the invader. The forces they commanded were the first of the volunteer armies" 
  20. ^ Brody 1999, hlm. 4
  21. ^ Zalampas 1989, hlm. 62
  22. ^ Record 2005, hlm. 50
  23. ^ Mandelbaum 1988, hlm. 96
  24. ^ Schmitz, David F (2001). The First Wise Man. Rowman & Littlefield. hlm. 124. ISBN 0-8420-2632-0. 
  25. ^ Kitson 2001, hlm. 231
  26. ^ Adamthwaite 1992, hlm. 52
  27. ^ Graham 2005, hlm. 110
  28. ^ Busky 2002, hlm. 10
  29. ^ Barker, A. J (1971). The Rape of Ethiopia 1936. Ballantine Books. hlm. 131–2. ISBN 0-345-02462-1. 
  30. ^ Beevor, Antony (2006). The Battle for Spain: The Spanish Civil War 1936–1939. London: Phoenix. hlm. 258–260. ISBN 0-7538-2165-6. 
  31. ^ Budiansky, Stephen (2004). Cairan power : The Men, Machines, and Ideas that Revolutionized War, from Kitty Hawk to Gulf War II. London: Viking. hlm. 209–211. ISBN 0-670-03285-9. 
  32. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 547–551. ISBN 0-521-24338-6. 
  33. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 566. ISBN 0-521-24338-6. 
  34. ^ Taylor, Jay (2009). The Generalissimo: Chiang Kai-shek and the struggle for modern China. Harvard University Press. hlm. 150–152. ISBN 978-0-674-03338-2. 
  35. ^ Coox, Alvin D. (1990). Nomonhan: Japan Against Russia, 1939. Stanford University Press. hlm. 189. ISBN 0-8047-1835-0. 
  36. ^ Sella, Amnon (October 1983). "Khalkhin-Gol: The Forgotten War". Journal of Contemporary History 18 (4): 651–87. 
  37. ^ Chaney, Otto Preston (1996). Zhukov. University of Oklahoma Press. hlm. 76. ISBN 0-8061-2807-0. 
  38. ^ Collier, Martin; Pedley, Philip (2000). Germany 1919–45. Heinemann. hlm. 144. ISBN 0-435-32721-6. 
  39. ^ Kershaw 2001, hlm. 121–2
  40. ^ Kershaw 2001, hlm. 157
  41. ^ Davies 2008, hlm. 143–4
  42. ^ Lowe, Cedric James; Marzari, F (2002). Italian Foreign Policy 1870–1940. Taylor & Francis. hlm. 330. ISBN 0-415-27372-2. 
  43. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Pact of Steel". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 674. ISBN 0-19-860446-7. 
  44. ^ Shore, Zachary (2003). What Hitler Knew: The Battle for Information in Nazi Foreign Policy. Oxford University Press US. hlm. 108. ISBN 0-19-515459-2. 
  45. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Nazi-Soviet Pact". Oxford University Press. hlm. 608. ISBN 0-19-860446-7. 
  46. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 1–2. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  47. ^ Weinberg 2005, hlm. 64–65
  48. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 35. ISBN 0-7126-7348-2. 
  49. ^ Roskill, S.W. (1954). The War at Sea 1939–1945 Volume 1 : The Defensive. History of the Second World War. United Kingdom Military Series. London: HMSO. hlm. 64. 
  50. ^ Fritz, Martin (2005). "Economic Warfare". In Dear, I.C.B; Foot, M.R.D. The Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 248. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  51. ^ Zaloga, Steven J.; Gerrard, Howard (2002). Poland 1939: The Birth of Blitzkrieg. Oxford: Osprey Publishing. hlm. 83. ISBN 1-84176-408-6. 
  52. ^ Hempel, Andrew (2003). Poland in World War II: An Illustrated Military History. New York: Hippocrene Books. hlm. 24. ISBN 0-7818-1004-3. 
  53. ^ Zaloga, Stephen J. (2004). Poland 1939 : The Birth of Blitzkrieg. London: Praeger. hlm. 88–89. ISBN 0-275-98278-5. 
  54. ^ Budiansky, Stephen (2001). Battle of Wits: The Complete Story of Codebreaking in World War II. London: Penguin. hlm. 120–121. ISBN 0-14-028105-3. 
  55. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 14
  56. ^ Smith, David J. (2002). The Baltic States: Estonia, Latvia and Lithuania. Routledge. 1st edition. hlm. 24. ISBN 0-415-28580-1. 
  57. ^ a b Bilinsky, Yaroslav (1999). Endgame in NATO's Enlargement: The Baltic States and Ukraine. Greenwood Publishing Group. hlm. 9. ISBN 0-275-96363-2. 
  58. ^ a b Murray & Millett 2001, hlm. 55–56
  59. ^ Spring, D. W (1986). "The Soviet Decision for War against Finland, 30 November 1939". Europe-Asia Studies (Taylor & Francis, Ltd.) 38 (2): 207–226. doi:10.1080/09668138608411636. JSTOR 151203. 
  60. ^ Hanhimäki, Jussi M (1997). Containing Coexistence: America, Russia, and the "Finnish Solution. Kent State University Press. hlm. 12. ISBN 0-87338-558-6. 
  61. ^ Weinberg 1995, hlm. 95, 121
  62. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 668–9. ISBN 0-671-72868-7. 
  63. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 57–63
  64. ^ Commager, Henry Steele (2004). The Story of the Second World War. Brassey's. hlm. 9. ISBN 1-57488-741-6. 
  65. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Iceland". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 436. ISBN 0-19-860446-7. 
  66. ^ Reynolds, David (27 April 2006). From World War to Cold War: Churchill, Roosevelt, and the International History of the 1940s. Oxford University Press, USA. hlm. 76. ISBN 0-19-928411-3. 
  67. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 122–123. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  68. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 721–3. ISBN 0-671-72868-7. 
  69. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 59–60. ISBN 0-7126-7348-2. 
  70. ^ Regan, Geoffrey (2000). The Brassey's book of military blunders. Brassey's. hlm. 152. ISBN 1-57488-252-X. 
  71. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 66–67. ISBN 0-7126-7348-2. 
  72. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 207. ISBN 0-14-028530-X. 
  73. ^ Klaus, Autbert (2001). Germany and the Second World War Volume 2: Germany's Initial Conquests in Europe. Oxford University Press. hlm. 311. ISBN 0-19-822888-0. 
  74. ^ Brown, David (2004). The Road to Oran: Anglo-French Naval Relations, September 1939 – July 1940. Taylor & Francis. hlm. xxx. ISBN 0-7146-5461-2. 
  75. ^ Ferguson, Niall (2006). The War of the WorldPenguin, pp. 367, 376, 379, 417
  76. ^ Snyder, Timothy (2010).Bloodlands, Random House, from p. 118 onwards
  77. ^ H. W. Koch. Hitler's 'Programme' and the Genesis of Operation 'Barbarossa'. The Historical Journal, Vol. 26, No. 4 (Dec. 1983), pp. 891–920
  78. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 56. ISBN 0-300-11204-1. 
  79. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 59. ISBN 0-300-11204-1. 
  80. ^ a b Kelly, Nigel; Rees, Rosemary; Shuter, Jane (1998). Twentieth Century World. Heinemann. hlm. 38. ISBN 0-435-30983-8. 
  81. ^ Goldstein, Margaret J (2004). World War II. Twenty-First Century Books. hlm. 35. ISBN 0-8225-0139-2. 
  82. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 288–289. ISBN 0-14-028530-X. 
  83. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 328–330. ISBN 0-14-028530-X. 
  84. ^ Morison, Samuel Eliot (2002). History of United States Naval Operations in World War II. University of Illinois Press. hlm. 60. ISBN 0-252-07065-8. 
  85. ^ Maingot, Anthony P. (1994). The United States and the Caribbean: Challenges of an Asymmetrical Relationship. Westview Press. hlm. 52. ISBN 0-8133-2241-3. 
  86. ^ Cantril, Hadley (September 1940). "America Faces the War: A Study in Public Opinion". The Public Opinion Quarterly 4 (3): 390. 
  87. ^ Bilhartz, Terry D.; Elliott, Alan C. (2007). Currents in American History: A Brief History of the United States. M.E. Sharpe. hlm. 179. ISBN 978-0-7656-1821-4. 
  88. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 165
  89. ^ Knell, Hermann (2003). To Destroy a City: Strategic Bombing and Its Human Consequences in World War II. Da Capo. hlm. 205. ISBN 0-306-81169-3. 
  90. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 233–245
  91. ^ Schoenherr, Steven (1 October 2005). "Undeclared Naval War in the Atlantic 1941". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari aslinya tanggal 9 May 2008. Diakses 15 February 2010. 
  92. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Tripartite Pact". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  93. ^ Deletant, Dennis (2002). "Romania". In Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D. Oxford Companion to World War II. hlm. 745–46. ISBN 0-19-860446-7. 
  94. ^ Clogg, Richard (1992). A Concise History of Greece. Cambridge University Press. hlm. 118. ISBN 0-521-80872-3. 
  95. ^ Andrew, Stephen (2001). The Italian Army 1940–45 (2): Africa 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 9–10. ISBN 1-85532-865-8. 
  96. ^ Brown, David (2002). The Royal Navy and the Mediterranean. Routledge. hlm. 64–65. ISBN 0-7146-5205-9. 
  97. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 106. ISBN 1-85285-417-0. 
  98. ^ Laurier, Jim (2001). Tobruk 1941: Rommel's opening move. Osprey Publishing. hlm. 7–8. ISBN 1-84176-092-7. 
  99. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 263–67
  100. ^ Macksey, Kenneth (1997). Rommel: battles and campaigns. Da Capo Press. hlm. 61–63. ISBN 0-306-80786-6. 
  101. ^ Weinberg 1995, hlm. 229
  102. ^ Watson, William E (2003). Tricolor and Crescent: France and the Islamic World. Greenwood Publishing Group. hlm. 80. ISBN 0-275-97470-7. 
  103. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 154. ISBN 1-85285-417-0. 
  104. ^ Stewart, Vance (2002). Three Against One: Churchill, Roosevelt, Stalin Vs Adolph Hitler. Sunstone Press. hlm. 159. ISBN 0-86534-377-2. 
  105. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D. (editors), ed. (2005). "Blitz". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 108–109. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  106. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 289. ISBN 0-14-028530-X. 
  107. ^ Joes, Anthony James (2004). Resisting Rebellion: The History And Politics of Counterinsurgency. University Press of Kentucky. hlm. 224. ISBN 0-8131-2339-9. 
  108. ^ Fairbank, John King; Goldman, Merle (1994). China: A New History. Harvard University Press. hlm. 320. ISBN 0-674-11673-9. 
  109. ^ Garver, John W (1988). Chinese-Soviet Relations, 1937–1945: The Diplomacy of Chinese Nationalism. Oxford University Press. hlm. 114. ISBN 0-19-505432-6. 
  110. ^ Weinberg 1995, hlm. 195
  111. ^ Sella, Amnon (July 1978). ""Barbarossa": Surprise Attack and Communication". Journal of Contemporary History 13 (3): 555–83. doi:10.1177/002200947801300308. 
  112. ^ Kershaw, Ian (2007). Fateful Choices. Allen Lane. hlm. 66–69. ISBN 0-7139-9712-5. 
  113. ^ Steinberg, Jonathan (June 1995). "The Third Reich Reflected: German Civil Administration in the Occupied Soviet Union, 1941–4". The English Historical Review 110 (437): 620–51. 
  114. ^ Hauner, Milan (1978). "Did Hitler Want a World Dominion?". Journal of Contemporary History 13 (1): 15–32. doi:10.1177/002200947801300102. 
  115. ^ Roberts, Cynthia A (1995). "Planning for War: The Red Army and the Catastrophe of 1941". Europe-Asia Studies 47 (8): 1293–26. doi:10.1080/09668139508412322. 
  116. ^ Wilt, Alan F. (1981). "Hitler's Late Summer Pause in 1941". Military Affairs 45 (4): 187–91. doi:10.2307/1987464. JSTOR 1987464. 
  117. ^ Erickson, John (2003). The Road to Stalingrad. Cassell Military. hlm. 114–137. ISBN 0-304-36541-6. 
  118. ^ Glantz 2001, hlm. 9
  119. ^ Farrell, Brian P (1993). "Yes, Prime Minister: Barbarossa, Whipcord, and the Basis of British Grand Strategy, Autumn 1941". The Journal of Military History 57 (4): 599–625. doi:10.2307/2944096. JSTOR 2944096. 
  120. ^ Pravda, Alex; Duncan, Peter J. S (1990). Soviet-British Relations Since the 1970s. Cambridge University Press. hlm. 29. ISBN 0-521-37494-4. 
  121. ^ Bueno de Mesquita, Bruce; Smith, Alastair; Siverson, Randolph M.; Morrow, James D (2005). The Logic of Political Survival. MIT Press. hlm. 425. ISBN 0-262-52440-6. 
  122. ^ Louis, William Roger (1998). More Adventures with Britannia: Personalities, Politics and Culture in Britain. University of Texas Press. hlm. 223. ISBN 0-292-74708-X. 
  123. ^ Kleinfeld, Gerald R (1983). "Hitler's Strike for Tikhvin". Military Affairs 47 (3): 122–128. doi:10.2307/1988082. JSTOR 1988082. 
  124. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 113. ISBN 1-84212-513-3. 
  125. ^ Glantz 2001, hlm. 26, "By 1 November [the Wehrmacht] had lost fully 20% of its committed strength (686,000 men), up to 2/3 of its ½-million motor vehicles, and 65 percent of its tanks. The German Army High Command (OKH) rated its 136 divisions as equivalent to 83 full-strength divisions."
  126. ^ Reinhardt, Klaus; Keenan, Karl B (1992). Moscow-The Turning Point: The Failure of Hitler's Strategy in the Winter of 1941–42. Berg. hlm. 227. ISBN 0-85496-695-1. 
  127. ^ Milward, A.S. (1964). "The End of the Blitzkrieg". The Economic History Review 16 (3): 499–518. doi:10.1111/j.1468-0289.1964.tb01744.x. 
  128. ^ Rotundo, Louis (1986). "The Creation of Soviet Reserves and the 1941 Campaign". Military Affairs 50 (1): 21–8. doi:10.2307/1988530. JSTOR 1988530. 
  129. ^ Glantz 2001, hlm. 26
  130. ^ Garthoff, Raymond L (October 1969). "The Soviet Manchurian Campaign, August 1945". Military Affairs 33 (2): 312. 
  131. ^ Welch, David (1999). Modern European History, 1871–2000: A Documentary Reader. Routledge. hlm. 102. ISBN 0-415-21582-X. 
  132. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 248. ISBN 0-521-61826-6. 
  133. ^ Anderson, Irvine H., Jr. (1975). "The 1941 De Facto Embargo on Oil to Japan: A Bureaucratic Reflex". The Pacific Historical Review 44 (2): 201. JSTOR 3638003. 
  134. ^ Peattie, Mark R.; Evans, David C. (1997). Kaigun: Strategy, Tactics, and Technology in the Imperial Japanese Navy. Naval Institute Press. hlm. 456. ISBN 0-87021-192-7. 
  135. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 125. ISBN 0-415-22404-7. 
  136. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 310. ISBN 0-521-61826-6. 
  137. ^ Morgan, Patrick M (1983). Strategic Military Surprise: Incentives and Opportunities. Transaction Publishers. hlm. 51. ISBN 0-87855-912-4. 
  138. ^ a b Wohlstetter, Roberta (1962). Pearl Harbor: Warning and Decision. Stanford University Press. hlm. 341–43. ISBN 0-8047-0598-4. 
  139. ^ Dunn, Dennis J (1998). Caught Between Roosevelt & Stalin: America's Ambassadors to Moscow. The University Press of Kentucky. hlm. 157. ISBN 0-8131-2023-3. 
  140. ^ According to Ernest May (May, Ernest (1955). "The United States, the Soviet Union and the Far Eastern War". The Pacific Historical Review 24 (2): 156. JSTOR 3634575. ) Churchill stated: "Russian declaration of war on Japan would be greatly to our advantage, provided, but only provided, that Russians are confident that will not impair their Western Front".
  141. ^ Mingst, Karen A.; Karns, Margaret P (2007). United Nations in the Twenty-First Century. Westview Press. hlm. 22. ISBN 0-8133-4346-1. 
  142. ^ Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, p. 99 ISBN 1-4481-4045-5.
  143. ^ a b Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, pp. 406–7 ISBN 1-4481-4045-5. "Stalin always believed that Britain and America were delaying the second front so that the Soviet Union would bear the brunt of the war"
  144. ^ Klam, Julie (2002). The Rise of Japan and Pearl Harbor. Black Rabbit Books. hlm. 27. ISBN 1-58340-188-1. 
  145. ^ Lewis, Morton. "XXIX. Japanese Plans and American Defenses". In Greenfield, Kent Roberts. The Fall of the Philippines. U.S. Government Printing Office. hlm. 529. Library of Congress Catalogue Card Number: 53-63678.  (Table 11).
  146. ^ Hill, J. R.; Ranft, Bryan (2002). The Oxford Illustrated History of the Royal Navy. Oxford University Press. hlm. 362. ISBN 0-19-860527-7. 
  147. ^ Hsiung 1992, hlm. 158
  148. ^ Perez, Louis G. (1 June 1998). The history of Japan. Greenwood Publishing Group. hlm. 145. ISBN 0-313-30296-0. Diakses 12 November 2009. 
  149. ^ Gooch, John (1990). Decisive Campaigns of the Second World War. Routledge. hlm. 52. ISBN 0-7146-3369-0. 
  150. ^ Glantz 2001, hlm. 31
  151. ^ Molinari, Andrea (2007). Desert Raiders: Axis and Allied Special Forces 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 1-84603-006-4. 
  152. ^ Mitcham, Samuel W.; Mitcham, Samuel W. Jr (1982). Rommel's Desert War: The Life and Death of the Afrika Korps. Stein & Day. hlm. 31. ISBN 978-0-8117-3413-4. 
  153. ^ Maddox, Robert James (1992). The United States and World War II. Westview Press. hlm. 111–12. ISBN 0-8133-0436-9. 
  154. ^ Salecker, Gene Eric (2001). Fortress Against the Sun: The B-17 Flying Fortress in the Pacific. Da Capo Press. hlm. 186. ISBN 1-58097-049-4. 
  155. ^ Ropp, Theodore (1962). War in the Modern World. Macmillan Publishing Company. hlm. 368. ISBN 0-8018-6445-3. 
  156. ^ Weinberg 1995, hlm. 339
  157. ^ Gilbert, Adrian (2003). The Encyclopedia of Warfare: From Earliest Times to the Present Day. Globe Pequot. hlm. 259. ISBN 1-59228-027-7. 
  158. ^ Swain, Bruce (2001). A Chronology of Australian Armed Forces at War 1939–45. Allen & Unwin. hlm. 197. ISBN 1-86508-352-6. 
  159. ^ Hane, Mikiso (2001). Modern Japan: A Historical Survey. Westview Press. hlm. 340. ISBN 0-8133-3756-9. 
  160. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 111. ISBN 1-84176-882-0. 
  161. ^ Brayley, Martin J (2002). The British Army, 1939–45: The Far East. Osprey Publishing. hlm. 9. ISBN 1-84176-238-5. 
  162. ^ Read, Anthony (2004). The Devil's Disciples: Hitler's Inner Circle. W. W. Norton & Company. hlm. 764. ISBN 0-393-04800-4. 
  163. ^ Davies, Norman (2006). Europe at War 1939–1945: No Simple Victory. Macmillan. hlm. 100. ISBN 0-333-69285-3. 
  164. ^ Badsey, Stephen (2000). The Hutchinson Atlas of World War II Battle Plans: Before and After. Taylor & Francis. hlm. 235–36. ISBN 1-57958-265-6. 
  165. ^ Black, Jeremy (2003). World War Two: A Military History. Routledge. hlm. 119. ISBN 0-415-30534-9. 
  166. ^ Gilbert, Sir Martin (2004). The Second World War: A Complete History. Macmillan. hlm. 397–400. ISBN 0-8050-7623-9. 
  167. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 142. ISBN 1-84212-513-3. 
  168. ^ Gannon, James (2002). Stealing Secrets, Telling Lies: How Spies and Codebreakers Helped Shape the Twentieth Century. Brassey's. hlm. 76. ISBN 1-57488-473-5. 
  169. ^ Paxton, Robert O (1972). Vichy France: Old Guard and New Order, 1940–1944. Knopf. hlm. 313. ISBN 0-394-47360-4. 
  170. ^ Rich, Norman (1992). Hitler's War Aims: Ideology, the Nazi State, and the Course of Expansion. Norton. hlm. 178. ISBN 0-393-00802-9. 
  171. ^ Penrose, Jane (2004). The D-Day Companion. Osprey Publishing. hlm. 129. ISBN 1-84176-779-4. 
  172. ^ Neillands, Robin (2005). The Dieppe Raid: The Story of the Disastrous 1942 Expedition. Indiana University Press. ISBN 0-253-34781-5. 
  173. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 277. ISBN 0-7126-7348-2. 
  174. ^ Thomas, David Arthur (1988). A Companion to the Royal Navy. Harrap. hlm. 265. ISBN 0-245-54572-7. 
  175. ^ Thomas, Nigel; Andrew, Stephen (1998). German Army 1939–1945 (2): North Africa & Balkans. Osprey Publishing. hlm. 8. ISBN 1-85532-640-X. 
  176. ^ a b Ross, Steven T (1997). American War Plans, 1941–1945: The Test of Battle. Frank Cass & Co. hlm. 38. ISBN 0-7146-4634-2. 
  177. ^ Bonner, Kit; Bonner, Carolyn (2001). Warship Boneyards. MBI Publishing Company. hlm. 24. ISBN 0-7603-0870-5. 
  178. ^ Collier, Paul (2003). The Second World War (4): The Mediterranean 1940–1945. Osprey Publishing. hlm. 11. ISBN 1-84176-539-2. 
  179. ^ Thompson, John Herd; Randall, Stephen J (1994). Canada and the United States: Ambivalent Allies. University of Georgia Press. hlm. 164. ISBN 0-8203-2403-5. 
  180. ^ Kennedy, David M (1999). Freedom from Fear: The American People in Depression and War, 1929–1945. Oxford University Press. hlm. 610. ISBN 0-19-503834-7. 
  181. ^ Rottman, Gordon L (2002). World War II Pacific Island Guide: A Geo-Military Study. Greenwood Publishing Group. hlm. 228. ISBN 0-313-31395-4. 
  182. ^ Glantz, David M. (September 1986). "Soviet Defensive Tactics at Kursk, July 1943". CSI Report No. 11. (Combined Arms Research Library). OCLC 278029256. Diarsipkan dari aslinya tanggal 6 March 2008. Diakses 17 February 2010. 
  183. ^ Glantz, David M (1989). Soviet military deception in the Second World War. Routledge. hlm. 149–59. ISBN 978-0-7146-3347-3. 
  184. ^ Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. W. W. Norton & Company. hlm. 592. ISBN 0-393-32252-1. 
  185. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 32. ISBN 0-7391-0195-1. 
  186. ^ Bellamy, Chris T (2007). Absolute war: Soviet Russia in the Second World War. BAlfred A. Knopf. hlm. 595. ISBN 0-375-41086-4. 
  187. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 35. ISBN 0-7391-0195-1. 
  188. ^ Healy, Mark (1992). Kursk 1943: The tide turns in the East. Osprey Publishing. hlm. 90. ISBN 1-85532-211-0. 
  189. ^ Glantz 2001, hlm. 50–55
  190. ^ McGowen, Tom (2002). Assault From The Sea: Amphibious Invasions in the Twentieth Century. Twenty-First Century Books. hlm. 43–44. ISBN 0-7613-1811-9. 
  191. ^ Mazower, Mark (2009). Hitler's Empire : Nazi Rule in Occupied Europe. London: Penguin. hlm. 362. ISBN 978-0-14-101192-9. 
  192. ^ Hart, Stephen; Hart, Russell; Hughes, Matthew (2000). The German Soldier in World War II. MBI Publishing Company. hlm. 151. ISBN 0-7603-0846-2. 
  193. ^ Blinkhorn, Martin (1984). Mussolini and Fascist Italy. Methuen & Co. hlm. 52. ISBN 0-415-10231-6. 
  194. ^ Read, Anthony; Fisher, David (1992). The Fall of Berlin. Hutchinson. hlm. 129. ISBN 0-09-175337-6. 
  195. ^ Padfield, Peter (1998). War Beneath the Sea : Submarine Conflict During World War II (ed. paperback.). New York: John Wiley. hlm. 335–336. ISBN 0-471-24945-9. 
  196. ^ a b Iriye, Akira (1981). Power and culture: the Japanese-American war, 1941–1945. Harvard University Press. hlm. 154. ISBN 0-674-69582-8. 
  197. ^ a b Polley, Martin (2000). A-Z of modern Europe since 1789. Taylor & Francis. hlm. 148. ISBN 0-415-18598-X. 
  198. ^ ed. Hsiung, James C. and Steven I. Levine China's Bitter Victory: The War with Japan 1937–1945, p. 161
  199. ^ Hsu Long-hsuen and Chang Ming-kai (1971) History of The Sino-Japanese War (1937–1945) 2nd Ed. Translated by Wen Ha-hsiung. Chung Wu Publishing. pp. 412–416, Map 38
  200. ^ Weinberg 1995, hlm. 660–661
  201. ^ Glantz, David M (2001). The siege of Leningrad, 1941–1944: 900 days of terror. Zenith Imprint. hlm. 166–69. ISBN 0-7603-0941-8. 
  202. ^ Glantz, David M (2002). The Battle for Leningrad: 1941–1944. Lawrence: University Press of Kansas. ISBN 0-7006-1208-4. 
  203. ^ Chubarov, Alexander (2001). Russia's Bitter Path to Modernity: A History of the Soviet and Post-Soviet Eras. Continuum International Publishing Group. hlm. 122. ISBN 0-8264-1350-1. 
  204. ^ Havighurst, Alfred F (1962). Britain in Transition: The Twentieth Century. The University of Chicago Press. hlm. 344. ISBN 0-226-31971-7. 
  205. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 224. ISBN 0-415-22404-7. 
  206. ^ a b Zeiler, Thomas W (2004). Unconditional Defeat: Japan, America, and the End of World War II. Scholarly Resources. hlm. 60. ISBN 0-8420-2991-5. 
  207. ^ Craven, Wesley Frank; Cate, James Lea (1953). The Army Cairan Forces in World War II, Volume Five—The Pacific, Matterhorn to Nagasaki. Chicago University Press. hlm. 207. 
  208. ^ Hsiung, James Chieh; Levine, Steven I (1992). China's Bitter Victory: The War with Japan, 1937–1945. M.E. Sharpe. hlm. 163. ISBN 1-56324-246-X. 
  209. ^ Coble, Parks M (2003). Chinese Capitalists in Japan's New Order: The Occupied Lower Yangzi, 1937–1945. University of California Press. hlm. 85. ISBN 0-520-23268-2. 
  210. ^ Weinberg 1995, hlm. 695
  211. ^ Badsey, Stephen (1990). Normandy 1944: Allied Landings and Breakout. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 0-85045-921-4. 
  212. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Market-Garden". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  213. ^ The operation "was the most calamitous defeat of all the German armed forces in World War II" (Zaloga, Steven J (1996). Bagration 1944: The destruction of Army Group Centre. Osprey Publishing. hlm. 7. ISBN 1-85532-478-4. )
  214. ^ Berend, Ivan T. (1999). Central and Eastern Europe, 1944–1993: Detour from the Periphery to the Periphery. Cambridge University Press. hlm. 8. ISBN 0-521-55066-1. 
  215. ^ "Armistice Negotiations and Soviet Occupation". US Library of Congress. Diakses 14 November 2009. "The coup speeded the Red Army's advance, and the Soviet Union later awarded Michael the Order of Victory for his personal courage in overthrowing Antonescu and putting an end to Romania's war against the Allies. Western historians uniformly point out that the Communists played only a supporting role in the coup; postwar Romanian historians, however, ascribe to the Communists the decisive role in Antonescu's overthrow" 
  216. ^ Hastings, Max; Paul Henry, Collier (2004). The Second World War: a world in flames. Osprey Publishing. hlm. 223–4. ISBN 1-84176-830-8. 
  217. ^ Wiest, Andrew A; Barbier, M. K (2002). Strategy and Tactics Infantry Warfare. Zenith Imprint. hlm. 65–6. ISBN 0-7603-1401-2. 
  218. ^ Wiktor, Christian L (1998). Multilateral Treaty Calendar – 1648–1995. Kluwer Law International. hlm. 426. ISBN 90-411-0584-0. 
  219. ^ Newton, Steven H (1995). Retreat from Leningrad : Army Group North, 1944/1945. Atglen, Philadelphia: Schiffer Books. ISBN 0-88740-806-0. 
  220. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 120. ISBN 1-84176-882-0. 
  221. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 8
  222. ^ Howard, Joshua H (2004). Workers at War: Labor in China's Arsenals, 1937–1953. Stanford University Press. hlm. 140. ISBN 0-8047-4896-9. 
  223. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 54. ISBN 0-8032-6638-3. 
  224. ^ Cook, Chris; Bewes, Diccon (1997). What Happened Where: A Guide to Places and Events in Twentieth-Century History. UCL Press. hlm. 305. ISBN 1-85728-532-8. 
  225. ^ a b Parker, Danny S (2004). Battle of the Bulge: Hitler's Ardennes Offensive, 1944–1945. Da Capo Press. hlm. xiii–xiv, 6–8, 68–70 & 329–330. ISBN 0-306-81391-2. 
  226. ^ Glantz 2001, hlm. 85
  227. ^ Solsten, Eric (1999). Germany: A Country Study. DIANE Publishing. hlm. 76–7. ISBN 0-7881-8179-3. 
  228. ^ United States Dept. of State (1967). The China White Paper, August 1949. Stanford University Press. hlm. 113. ISBN 0-8047-0608-5. 
  229. ^ Buchanan, Tom (2006). Europe's troubled peace, 1945–2000. Wiley-Blackwell. hlm. 21. ISBN 0-631-22163-8. 
  230. ^ Shepardson, Donald E (1998). "The Fall of Berlin and the Rise of a Myth". The Journal of Military History 62 (1): 135–154. doi:10.2307/120398. JSTOR 120398. 
  231. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 244. ISBN 0-7391-0195-1. 
  232. ^ Kershaw 2001, hlm. 823
  233. ^ a b Donnelly, Mark (1999). Britain in the Second World War. Routledge. hlm. xiv. ISBN 0-415-17425-2. 
  234. ^ Pinkus, Oscar . The war aims and strategies of Adolf Hitler, McFarland, 2005, ISBN 0-7864-2054-5, ISBN 978-0-7864-2054-4, p. 501-3
  235. ^ Glantz, David M. (1995). When Titans Clashed: How the Red Army Stopped Hitler. Lawrence, Kansas: University Press of Kansas. hlm. 34. ISBN 0-7006-0899-0. 
  236. ^ Chant, Christopher (1986). The Encyclopedia of Codenames of World War II. Routledge & Kegan Paul. hlm. 118. ISBN 0-7102-0718-2. 
  237. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 57. ISBN 0-8032-6638-3. 
  238. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 6
  239. ^ Poirier, Michel Thomas (20 October 1999). "Results of the German and American Submarine Campaigns of World War II". U.S. Navy. Diakses 13 April 2008. 
  240. ^ Williams, Andrew J (2006). Liberalism and War: The Victors and the Vanquished. Routledge. hlm. 90. ISBN 0-415-35980-5. 
  241. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 201. ISBN 0-521-86244-2. 
  242. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 203–4. ISBN 0-521-86244-2. 
  243. ^ Glantz, David M (2005). "August Storm: The Soviet Strategic Offensive in Manchuria". Leavenworth Papers (Combined Arms Research Library). OCLC 78918907. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2 March 2008. Diakses 25 January 2010. 
  244. ^ Pape, Robert A (1993). "Why Japan Surrendered". International Security 18 (2): 154–201. doi:10.2307/2539100. JSTOR 2539100. 
  245. ^ Norbert Frei. Adenauer's Germany and the Nazi Past: The Politics of Amnesty and Integration. Translated by Joel Golb. New York: Columbia University Press. 2002. ISBN 0-231-11882-1, pp. 41–66.
  246. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 43. ISBN 0-300-11204-1. 
  247. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 55. ISBN 0-300-11204-1. 
  248. ^ Shirer, William L. (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 794. ISBN 0-671-72868-7. 
  249. ^ Kennedy-Pipe, Caroline (1995). Stalin's Cold War. Manchester University Press. ISBN 0-7190-4201-1. 
  250. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 20–21. ISBN 0-7425-5542-9. 
  251. ^ Senn, Alfred Erich (2007). Lithuania 1940: revolution from above. Rodopi. ISBN 978-90-420-2225-6. 
  252. ^ Yoder, Amos (1997). The Evolution of the United Nations System. Taylor & Francis. hlm. 39. ISBN 1-56032-546-1. 
  253. ^ "History of the UN". United Nations. Diakses 25 January 2010. 
  254. ^ "The Universal Declaration of Human Rights, Article 2". United Nations. Diakses 14 November 2009. "* Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the political, jurisdictional or international status of the country or territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-self-governing or under any other limitation of sovereignty" 
  255. ^ Kantowicz, Edward R (2000). Coming Apart, Coming Together. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 6. ISBN 0-8028-4456-1. 
  256. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 96–100. ISBN 0-7425-5542-9. 
  257. ^ Trachtenberg, Marc (1999). A Constructed Peace: The Making of the European Settlement, 1945–1963. Princeton University Press. hlm. 33. ISBN 0-691-00273-8. 
  258. ^ Granville, Johanna (2004). The First Domino: International Decision Making during the Hungarian Crisis of 1956. Texas A&M University Press. ISBN 1-58544-298-4. 
  259. ^ Grenville, John Ashley Soames (2005). A History of the World from the 20th to the 21st century. Routledge. hlm. 370–71. ISBN 0-415-28954-8. 
  260. ^ Cook, Bernard A (2001). Europe Since 1945: An Encyclopedia. Taylor & Francis. hlm. 17. ISBN 0-8153-4057-5. 
  261. ^ Geoffrey Swain. The Cominform: Tito's International? The Historical Journal, Vol. 35, No. 3 (Sep. 1992), pp. 641–663
  262. ^ Leffler, Melvyn P.; Painter, David S (1994). Origins of the Cold War: An International History. Routledge. hlm. 318. ISBN 0-415-34109-4. 
  263. ^ Bellamy, Christopher (2001). "Cold War". In Holmes, Richard. The Oxford Companion to Military History (ed. Oxford Reference Online). Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-860696-6. 
  264. ^ Weinberg, Gerhard L. (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. p. 911
  265. ^ Connor, Mary E. (2009). "History". In Connor, Mary E. The Koreas. Asia in Focus. Santa Barbara: ABC-CLIO. hlm. 43–45. ISBN 1-59884-160-2. 
  266. ^ Lynch, Michael (2010). The Chinese Civil War 1945–49. Botley: Osprey Publishing. hlm. 12–13. ISBN 978-1-84176-671-3. 
  267. ^ Roberts, J.M. (1996). The Penguin History of Europe. London: Penguin Books. hlm. 589. ISBN 0-14-026561-9. 
  268. ^ Darwin, John (2007). After Tamerlane: The Rise & Fall of Global Empires 1400–2000. London: Penguin Books. hlm. 441–443, 464–468. ISBN 978-0-14-101022-9. 
  269. ^ Harrison, Mark (1998). "The economics of World WarII: an overview". In Harrison, Mark. The Economics of World War II: Six great powers in international comparison. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 34–35. ISBN 0-521-62046-5. 
  270. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D., ed. (2005). "World trade and world economy". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 1006. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  271. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 207
  272. ^ Vladimir Petrov, Money and conquest; allied occupation currencies in World War II. Baltimore, Johns Hopkins Press (1967) p. 263
  273. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 208, 209
  274. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. pp. 190, 191, ISBN 0-262-04136-7.
  275. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 212
  276. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. p29 -p30, 32, ISBN 0-262-04136-7.
  277. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 20. ISBN 0-7456-1299-7. 
  278. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 21. ISBN 0-7456-1299-7. 
  279. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 23. ISBN 0-521-34579-0. 
  280. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. hlm. 117. ISBN 0-262-04136-7. 
  281. ^ Emadi-Coffin, Barbara (2002). Rethinking International Organization: Deregulation and Global Governance. Routledge. hlm. 64. ISBN 0-415-19540-3. 
  282. ^ Smith, Alan (1993). Russia And the World Economy: Problems of Integration. Routledge. hlm. 32. ISBN 0-415-08924-7. 
  283. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 49. ISBN 0-521-34579-0. 
  284. ^ Genzberger, Christine (1994). China Business: The Portable Encyclopedia for Doing Business with China. Petaluma, California: World Trade Press. hlm. 4. ISBN 0-9631864-3-4. 
  285. ^ O'Brien, Prof. Joseph V. "World War II: Combatants and Casualties (1937–1945)". Obee's History Page. John Jay College of Criminal Justice. Diakses 20 April 2007. [tautan nonaktif]
  286. ^ White, Matthew. "Source List and Detailed Death Tolls for the Twentieth Century Hemoclysm". Historical Atlas of the Twentieth Century. Matthew White's Homepage. Diakses 20 April 2007. 
  287. ^ "World War II Fatalities". secondworldwar.co.uk. Diakses 20 April 2007. 
  288. ^ Geoffrey A. Hosking (2006). Rulers and victims: the Russians in the Soviet Union. Harvard University Press. p. 242. ISBN 0-674-02178-9.
  289. ^ Michael Ellman and S. Maksudov (1994). "Soviet Deaths in the Great Patriotic War: A Note". Europe-Asia Studies 46 (4): 671–680. PMID 12288331. 
  290. ^ Smith, J.W. (1994). The World's Wasted Wealth 2: Save Our Wealth, Save Our Environment. p. 204. ISBN 0-9624423-2-1.
  291. ^ Herf, Jeffrey (2003). "The Nazi Extermination Camps and the Ally to the East. Could the Red Army and Cairan Force Have Stopped or Slowed the Final Solution?". Kritika: Explorations in Russian and Eurasian History 4 (4): 913–930. doi:10.1353/kri.2003.0059. 
  292. ^ Florida Center for Instructional Technology (2005). "Victims". A Teacher's Guide to the Holocaust. University of South Florida. Diakses 2 February 2008. 
  293. ^ Niewyk, Donald L. and Nicosia, Francis R. (2000). The Columbia Guide to the Holocaust. Columbia University Press. pp. 45–52.
  294. ^ Todd, Allan (2001). The Modern World. Oxford University Press. hlm. 121. ISBN 0-19-913425-1. 
  295. ^ Winter, J.M. (2002). "Demography of the War". In Dear, I.C.B.; Foot, M.R.D. Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 290. ISBN 0-19-860446-7. 
  296. ^ "Jasenovac". jewishvirtuallibrary.org. American-Israeli Cooperative Enterprise. Diakses 25 January 2010. 
  297. ^ Chang, Iris (1997). The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II. BasicBooks. hlm. 102. ISBN 0-465-06835-9. 
  298. ^ Rummell, R. J. "Statistics". Freedom, Democide, War. The University of Hawaii System. Diakses 25 January 2010. 
  299. ^ Himeta, Mitsuyoshi (姫田光義) (日本軍による『三光政策・三光作戦をめぐって』) (Concerning the Three Alls Strategy/Three Alls Policy By the Japanese Forces), Iwanami Bukkuretto, 1996, Bix, Hirohito and the Making of Modern Japan, 2000
  300. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 319. ISBN 1-57607-999-6. 
  301. ^ Gold, Hal (1996). Unit 731 testimony. Tuttle. hlm. 75–7. ISBN 0-8048-3565-9. 
  302. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 320. ISBN 1-57607-999-6. 
  303. ^ Harris (2002). Factories of Death: Japanese Biological Warfare, 1932–1945, and the American Cover-up. Routledge. hlm. 74. ISBN 0-415-93214-9. 
  304. ^ Sabella, Robert; Li, Fei Fei; Liu, David (2002). Nanking 1937: Memory and Healing. M.E. Sharpe. hlm. 69. ISBN 0-7656-0816-2. 
  305. ^ "Japan tested chemical weapons on Aussie POW: new evidence". The Japan Times Online. 27 July 2004. Diakses 25 January 2010. 
  306. ^ Aksar, Yusuf (2004). Implementing International Humanitarian Law: From the Ad Hoc Tribunals to a Permanent International Criminal Court. Routledge. hlm. 45. ISBN 0-7146-8470-8. 
  307. ^ Hornberger, Jacob (April 1995). "Repatriation—The Dark Side of World War II". The Future of Freedom Foundation. Diakses 25 January 2010. 
  308. ^ Koh, David (21 August 2008). "Vietnam needs to remember famine of 1945". The Straits Times (Singapore). Diakses 25 January 2010. 
  309. ^ Harding, Luke (22 October 2003). "Germany's forgotten victims". The Guardian (London). Diakses 21 January 2010. 
  310. ^ a b Marek, Michael (27 October 2005). "Final Compensation Pending for Former Nazi Forced Laborers". dw-world.de. Deutsche Welle. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 19 January 2010. 
  311. ^ Applebaum, Anne (16 October 2003). "Gulag: Understanding the Magnitude of What Happened". Heritage Foundation. Diakses 19 January 2010. 
  312. ^ North, Jonathan (January 2006). "Soviet Prisoners of War: Forgotten Nazi Victims of World War II". HistoryNet.com. Weider History Group. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 19 January 2010. 
  313. ^ Overy, Richard (2004). The Dictators: Hitler's Germany, Stalin's Russia. W. W. Norton & Company. hlm. 568–69. ISBN 0-393-02030-4. 
  314. ^ Zemskov V.N. On repatriation of Soviet citizens. Istoriya SSSR., 1990, No.4, (in Russian). See also [1] (online version), and Edwin Bacon (1992). "Glasnost' and the Gulag: New Information on Soviet Forced Labour around World War II". Soviet Studies 44 (6): 1069–1086. JSTOR 152330. ; Michael Ellman (2002). "Soviet Repression Statistics: Some Comments". Europe-Asia Studies 54 (7): 1151–1172. doi:10.1080/0966813022000017177.  copy
  315. ^ "Japanese Atrocities in the Philippines". American Experience: the Bataan Rescue. PBS Online. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 18 January 2010. 
  316. ^ Tanaka, Yuki (1996). Hidden Horrors: Japanese War Crimes in World War II. Westview Press. hlm. 2–3. ISBN 0-8133-2718-0. 
  317. ^ Bix, Herbert (2001). Hirohito and the Making of Modern Japan. HarperCollins. hlm. 360. ISBN 0-06-093130-2. 
  318. ^ a b Ju, Zhifen (June 2002). "Japan's atrocities of conscripting and abusing north China draughtees after the outbreak of the Pacific war". Joint Study of the Sino-Japanese War:Minutes of the June 2002 Conference. Harvard University Faculty of Arts and Sciences. Diakses 18 February 2010. 
  319. ^ a b "Indonesia: World War II and the Struggle For Independence, 1942–50; The Japanese Occupation, 1942–45". Library of Congress. 1992. Diakses 9 February 2007. 
  320. ^ "Manzanar National Historic Site". U.S. National Park Service. Diakses 21 February 2012. 
  321. ^ Department of Labour of Canada (24 January 1947). "Report on the Re-establishment of Japanese in Canada, 1944–1946". Department of Labour (Office of the Prime Minister). hlm. 23. ISBN 0-405-11266-1. 
  322. ^ Kennedy, David M. (2001). Freedom From Fear : The American People in Depression and War, 1929–1945. New York City: Oxford University Press. hlm. 749–750. ISBN 0-19-514403-1. 
  323. ^ Eugene Davidson "The Death and Life of Germany: an Account of the American Occupation", University of Missouri Press, 1999 ISBN 0-8262-1249-2, p. 121
  324. ^ Stark, Tamás. ""Malenki Robot" – Hungarian Forced Labourers in the Soviet Union (1944–1955)" (PDF). Minorities Research. Diakses 22 January 2010. 
  325. ^ a b Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 3. ISBN 0-521-78503-0. 
  326. ^ Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 2. ISBN 0-521-78503-0. 
  327. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 148. ISBN 1-57488-281-3. 
  328. ^ Bernstein, Gail Lee (1991). Recreating Japanese Women, 1600–1945. University of California Press. hlm. 267. ISBN 978-0-520-07017-2. 
  329. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 151. ISBN 1-57488-281-3. 
  330. ^ Griffith, Charles (1999). The Quest: Haywood Hansell and American Strategic Bombing in World War II. DIANE Publishing. hlm. 203. ISBN 1-58566-069-8. 
  331. ^ Overy, R.J (1995). War and Economy in the Third Reich. Oxford University Press, USA. hlm. 26. ISBN 0-19-820599-6. 
  332. ^ Lindberg, Michael; Daniel, Todd (2001). Brown-, Green- and Blue-Water Fleets: the Influence of Geography on Naval Warfare, 1861 to the Present. Praeger. hlm. 126. ISBN 0-275-96486-8. 
  333. ^ Cox, Sebastian (1998). The Strategic Cairan War Against Germany, 1939–1945. Frank Cass Publishers. hlm. 84. ISBN 0-7146-4722-5. 
  334. ^ Unidas, Naciones (2005). World Economic And Social Survey 2004: International Migration. United Nations Pubns. hlm. 23. ISBN 92-1-109147-0. 
  335. ^ Liberman, Peter (1998). Does Conquest Pay?: The Exploitation of Occupied Industrial Societies. Princeton University Press. hlm. 42. ISBN 0-691-00242-8. 
  336. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 138. ISBN 0-520-03942-4. 
  337. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 148. ISBN 0-520-03942-4. 
  338. ^ Perrie, Maureen; Lieven, D. C. B; Suny, Ronald Grigor (2007). The Cambridge History of Russia. Cambridge University Press. hlm. 232. ISBN 0-521-86194-2. 
  339. ^ Hill, Alexander (2005). The War Behind The Eastern Front: The Soviet Partisan Movement In North-West Russia 1941–1944. Routledge. hlm. 5. ISBN 0-7146-5711-5. 
  340. ^ Christofferson, Thomas R; Christofferson, Michael S (2006). France During World War II: From Defeat to Liberation. Fordham University Press. hlm. 156. ISBN 978-0-8232-2563-7. 
  341. ^ Ikeo, Aiko (1997). Economic Development in Twentieth Century East Asia: The International Context. Routledge. hlm. 107. ISBN 0-415-14900-2. 
  342. ^ a b Boog, Horst; Rahn, Werner; Stumpf, Reinhard; Wegner, Bernd (2001). Militärgeschichtliches Forschungsamt Germany and the Second World War—Volume VI: The Global War. Oxford: Clarendon Press. hlm. 266. ISBN 0-19-822888-0. 
  343. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. Sanata Barbara, CA: ABC-CLIO. hlm. 76. ISBN 1-57607-999-6. 
  344. ^ Levine, Alan J. (1992). The Strategic Bombing of Germany, 1940–1945. Greenwood Press. hlm. 217. ISBN 0-275-94319-4. 
  345. ^ Sauvain, Philip (2005). Key Themes of the Twentieth Century: Teacher's Guide. Wiley-Blackwell. hlm. 128. ISBN 1-4051-3218-3. 
  346. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 163. ISBN 1-57607-999-6. 
  347. ^ Bishop, Chris; Chant, Chris (2004). Aircraft Carriers: The World's Greatest Naval Vessels and Their Aircraft. Wigston, Leics: Silverdale Books. hlm. 7. ISBN 1-84509-079-9. 
  348. ^ Chenoweth, H. Avery; Nihart, Brooke (2005). Semper Fi: The Definitive Illustrated History of the U.S. Marines. New York: Main Street. hlm. 180. ISBN 1-4027-3099-3. 
  349. ^ Sumner, Ian; Baker, Alix (2001). The Royal Navy 1939–45. Osprey Publishing. hlm. 25. ISBN 1-84176-195-8. 
  350. ^ Hearn, Chester G. (2007). Carriers in Combat: The Cairan War at Sea. Stackpole Books. hlm. 14. ISBN 0-8117-3398-X. 
  351. ^ Gardiner, Robert; Brown, David K (2004). The Eclipse of the Big Gun: The Warship 1906–1945. London: Conway Maritime. hlm. 52. ISBN 0-85177-953-0. 
  352. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 15. ISBN 0-521-55926-X. 
  353. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 16. ISBN 0-521-55926-X. 
  354. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 125. ISBN 1-57607-999-6. 
  355. ^ Dupuy, Trevor Nevitt (1982). The Evolution of Weapons and Warfare. Jane's Information Group. hlm. 231. ISBN 0-7106-0123-9. 
  356. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 108. ISBN 1-57607-999-6. 
  357. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 734. ISBN 1-57607-999-6. 
  358. ^ a b Cowley, Robert; Parker, Geoffrey (2001). The Reader's Companion to Military History. Houghton Mifflin Harcourt. hlm. 221. ISBN 0-618-12742-9. 
  359. ^ "Infantry Weapons Of World War 2". Grey Falcon (Black Sun). Diakses 14 November 2009. "These all-purpose guns were developed and used by the German army in the 2nd half of World War 2 as a result of studies which showed that the ordinary rifle's long range is much longer than needed, since the soldiers almost always fired at enemies closer than half of its effective range. The assault rifle is a balanced compromise between the rifle and the sub-machine gun, having sufficient range and accuracy to be used as a rifle, combined with the rapid-rate automatic firepower of the sub machine gun. Thanks to these combined advantages, assault rifles such as the American M-16 and the Russian AK-47 are the basic weapon of the modern soldier" 
  360. ^ Sprague, Oliver; Griffiths, Hugh (2006). "The AK-47: the worlds favourite killing machine" (PDF). controlarms.org. hlm. 1. Diakses 14 November 2009. 
  361. ^ Ratcliff, Rebecca Ann (2006). Delusions of Intelligence: Enigma, Ultra and the End of Secure Ciphers. Cambridge University Press. hlm. 11. ISBN 0-521-85522-5. 
  362. ^ a b Schoenherr, Steven (2007). "Code Breaking in World War II". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari aslinya tanggal 9 May 2008. Diakses 15 November 2009. 
  363. ^ Macintyre, Ben (10 December 2010). "Bravery of thousands of Poles was vital in securing victory". The Times (London). hlm. 27. 
  364. ^ Rowe, Neil C.; Rothstein, Hy. "Deception for Defense of Information Systems: Analogies from Conventional Warfare". Departments of Computer Science and Defense Analysis U.S. Naval Postgraduate School. Cairan University. Diakses 15 November 2009. 
  365. ^ "Konrad Zuse (1910–1995)". Istituto Dalle Molle di Studi sull'Intelligenza Artificiale. Diakses 14 November 2009. "Konrad Zuse builds Z1, world's first programme-controlled computer. Despite mechanical engineering problems it had all the basic ingredients of modern machines, using the binary system and today's standard separation of storage and control. Zuse's 1936 patent application (Z23139/GMD Nr. 005/021) also suggests a von Neumann architecture (re-invented in 1945) with programme and data modifiable in storage" 
  366. ^ Kenneth K. Hatfield (2003). "Heartland heroes: remembering World War II.". University of Missouri Press. p. 91. ISBN 0-8262-1460-6

Rujukan

  • Adamthwaite, Anthony P (1992). The Making of the Second World War. New York: Routledge. ISBN 0-415-90716-0. 
  • Brody, J Kenneth (1999). The Avoidable War: Pierre Laval and the Politics of Reality, 1935–1936. New Brunswick, NJ: Transaction Publishers. hlm. 4. ISBN 0-7658-0622-3. 
  • Bullock, A. (1962). Hitler: A Study in Tyranny. London: Penguin Books. ISBN 0-14-013564-2. 
  • Busky, Donald F (2002). Communism in History and Theory: Asia, Africa, and the Americas. Westport, CT: Praeger Publishers. ISBN 0-275-97733-1. 
  • Davies, Norman (2008). No Simple Victory: World War II in Europe, 1939–1945. New York: Penguin Group. ISBN 0-14-311409-3. 
  • Glantz, David M. (2001). "The Soviet-German War 1941–45 Myths and Realities: A Survey Essay". Diarsipkan dari aslinya tanggal 17 June 2011. 
  • Graham, Helen (2005). The Spanish Civil War: A Very Short Introduction. Oxford and New York: Oxford University Press. ISBN 0-19-280377-8. 
  • Holland, J (2006). Together We Stand, Turning the Tide in the West:North Africa, 1942–43. London: Harper Collins. 
  • Hsiung, James Chieh (1992). China's Bitter Victory: The War with Japan, 1937–1945. M.E. Sharpe. ISBN 1-56324-246-X. 
  • Jowett, Philip S.; Andrew, Stephen (2002). The Japanese Army, 1931–45. Osprey Publishing. ISBN 1-84176-353-5. 
  • Kantowicz, Edward R (1999). The rage of nations. Wm. B. Eerdmans Publishing. ISBN 0-8028-4455-3. 
  • Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. W. W. Norton & Company. ISBN 0-393-32252-1. 
  • Kitson, Alison (2001). Germany 1858–1990: Hope, Terror, and Revival. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-913417-5. 
  • Mandelbaum, Michael (1988). The Fate of Nations: The Search for National Security in the Nineteenth and Twentieth Centuries. Cambridge University Press. hlm. 96. ISBN 0-521-35790-X. 
  • Murray, Williamson; Millett, Allan Reed (2001). A War to Be Won: Fighting the Second World War. Harvard University Press. ISBN 0-674-00680-1. 
  • Myers, Ramon; Peattie, Mark (1987). The Japanese Colonial Empire, 1895–1945. Princeton University Press. ISBN 0-691-10222-8. 
  • Preston, Peter (1998). 'Pacific Asia in the global system: an introduction, Wiley-Blackwell. Oxford: Blackwell. hlm. 104. ISBN 0-631-20238-2. 
  • Record, Jeffery (2005). Appeasement Reconsidered: Investigating the Mythology of the 1930s (PDF). DIANE Publishing. hlm. 50. ISBN 1-58487-216-0. Diakses 15 November 2009. 
  • Shaw, Anthony (2000). World War II Day by Day. MBI Publishing Company. ISBN 0-7603-0939-6. 
  • Smith, Winston; Steadman, Ralph (2004). All Riot on the Western Front, Volume 3. Last Gasp. ISBN 0-86719-616-5. 
  • Weinberg, Gerhard L. (1995). A World at Arms: A Global History of World War II. Cambridge University Press. ISBN 0-521-55879-4. 
  • Weinberg, Gerhard L. (2005). A World at Arms: A Global History of World War II (ed. Second). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-85316-8. 
  • Zalampas, Michael (1989). Adolf Hitler and the Third Reich in American magazines, 1923–1939. Bowling Green University Popular Press. ISBN 0-87972-462-5. 

Tautan luar


edunitas.com

Page 13

Perang Dunia II
4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Searah jarum jam dari kiri atas: Pasukan Cina pada Pertempuran Wanjialing, Meriam 25-pounder Australia pada Pertempuran El Alamein Pertama, pesawat pengebom Stuka Jerman di Front Timur musim dingin 1943–1944, pasukan AL Amerika Serikat di Teluk Lingayen, Wilhelm Keitel menandatangani Instrumen Penyerahan Diri Jerman, tentara Soviet pada Pertempuran Stalingrad
Pihak yang terlibat
Sekutu

Uni Soviet (1941–45)[nb 1]
Amerika Serikat (1941–45)
Imperium Britania
Cina (at war 1937–45)
Perancis[nb 2]
Polandia
Kanada
Australia
Selandia Baru
 Afrika Selatan
 Yugoslavia (1941–45)
 Yunani (1940–45)
Norwegia (1940–45)
Belanda (1940–45)
Belgia (1940–45)
 Cekoslowakia
 Brasil (1942–45)
...... dan sebagainya

Negara klien dan boneka
Filipina (1941–45)
Mongolia (1941–45)
...... dan sebagainya

Poros

 Jerman
 Kekaisaran Jepang (at war 1937–45)
 Italia (1940–43)
 Hongaria (1940–45)
 Rumania (1941–44)
 Bulgaria (1941–44)

Pihak terlibat
Finlandia (1941–44)
Thailand (1942–45)
 Irak (1941)

Negara klien dan bonekaManchukuo

Republik Sosial Italia (1943–45)


 Kroasia (1941–45) Slowakia

...... dan sebagainya

KomandanPimpinan Sekutu

Winston Churchill Franklin D. Roosevelt

Joseph Stalin


Chiang Kai-shek
...... dan sebagainyaPimpinan Poros

Adolf Hitler
Hirohito
Benito Mussolini
...... dan sebagainya

KorbanKorban militer:Semakin dari 16.000.000

Korban sipil:

Semakin dari 45.000.000

Total korban:


Semakin dari 61.000.000 (1937–45)
...... semakin lanjutKorban militer:Semakin dari 8.000.000

Korban sipil:

Semakin dari 4.000.000

Total korban:


Semakin dari 12.000.000 (1937–45)
...... semakin lanjut

Templat:Topik Perang Dunia II

Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2), yaitu suatu perang global yang berlanjut mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan sangat jumlah negara di dunia —termasuk semua daya luhur—yang pada penghabisannya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini yaitu perang terluas dalam sejarah yang melibatkan semakin dari 100 juta orang di bermacam pasukan militer Dalam situasi "perang total", negara-negara luhur memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya bagi keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan selang sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal masyarakat sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.[1]

Kekaisaran Jepang berupaya mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Cina pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang ditemani serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania. Sejak penghabisan 1939 sampai permulaan 1941, dalam serangkaian kampanye dan kontrak, Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian luhur benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya daya luhur Sekutu yang terus bertempur melawan blok Poros, dengan menyelenggarakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan membukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian luhur pasukan militer Poros sampai penghabisan perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian luhur Pasifik Barat.

Serbuan Poros beristirahat tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam bermacam pertempuran laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melewati serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet menduduki kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa habis dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan Tingkatan Laut Jepang dan menempati beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang. Uni Soviet yang belakang sekali mengikuti melewati negosiasi dengan menyalakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.

Perang Dunia II mengubah haluan politik dan susunan sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan bagi memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para daya luhur yang yaitu pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[3] Uni Soviet dan Amerika Serikat muncnul bagi daya super yang saling bersaingan dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan luhur Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Biasanya negara yang industrinya terkena dampak buruk muali menjlaani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul bagi upaya bagi menstabilkan hubungan pascaperang.

Kronologi

Permulaan terjadinya perang umumnya disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan invasi Jerman ke Polandia; Britania dan Perancis menyalakan perang terhadap Jerman dua hari yang belakang sekali. Tanggal lain mengenai permulaan perang ini yaitu dimulainya Perang Cina-Jepang Kedua pada 7 Juli 1937.[4][5]

Lainnya mengikuti sejarawan Britania Raya A. J. P. Taylor, yang percaya bahwa Perang Cina-Jepang dan perang di Eropa beserta koloninya terjadi bersamaan dan dua perang ini bergabung pada tahun 1941. Artikel ini memakai penanggalan konvesional. Tanggal-tanggal permulaan lainnya yang sering dipakai bagi Perang Dunia II juga meliputi invasi Italia ke Abisinia pada tanggal 3 Oktober 1935.[6] Sejarawan Britania raya Antony Beevor memandang permulaan Perang Dunia Kedua terjadi ketika Jepang menyerbu Manchuria bulan Agustus 1939.[7]

Tanggal pasti penghabisan perang juga tidak disetujui secara universal. Dari dulu dikatakan bahwa perang habis ketika gencatan senjata 14 Agustus 1945 (V-J Day), alih-alih penyerahan diri formal Jepang (2 September 1945); di sejumlah teks sejarah Eropa, perang ini habis pada V-E Day (8 Mei 1945). Meski begitu, Kontrak Damai dengan Jepang baru ditandatangani pada tahun 1951,[8] dan dengan Jerman pada tahun 1990.[9]

Latar belakangan

Perang Dunia I menciptakan perubahan luhur pada peta politik, dengan kekalahan Blok Sentral, termasuk Austria-Hongaria, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah; dan perebutan kekuasaan oleh Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Sementara itu, negara-negara Sekutu yang menang seperti Perancis, Belgia, Italia, Yunani, dan Rumania memperoleh wilayah baru, dan negara-negara baru tercipta setelah runtuhnya Austria-Hongaria, Kekaisaran Rusia, dan Kesultanan Utsmaniyah.

Meski muncul gerakan pasifis setelah perang,[10][11] kekalahan ini masih menciptakan nasionalisme iredentis dan revanchis pemain utama di sejumlah negara Eropa. Iredentisme dan revanchisme punya pengaruh kuat di Jerman karena kehilangan teritori, koloni, dan keuangan yang luhur dampak Kontrak Versailles. Menurut kontrak ini, Jerman kehilangan 13 prosen wilayah dalam negerinya dan seluruh koloninya di luar negeri, sementara Jerman dilarang menganeksasi negara lain, harus membayar biaya perbaikan perang, dan membatasi ukuran dan kemampuan tingkatan bersenjata negaranya.[12] Pada ketika yang sama, Perang Saudara Rusia habis dengan terbentuknya Uni Soviet.[13]

Kekaisaran Jerman usai melewati Revolusi Jerman 1918–1919 dan suatu pemerintahaan demokratis yang yang belakang sekali dikenal dengan nama Republik Weimar diwujudkan. Periode antarperang melibatkan kerusuhan selang pendukung republik baru ini dan penentang garis keras atas sayap kanan maupun kiri. Meskipun Italia antaraku sekutu Entente berhasil menduduki sejumlah wilayah, kaum nasionalis Italia marah mengetahui janji-janji Britania dan Perancis yang menjamin masuknya Italia ke kancah perang tidak dipenuhi dengan penyelesaian damai. Sejak 1922 sampai 1925, gerakan Fasis pimpinan Benito Mussolini berkuasa di Italia dnegan programa nasionalis, totalitarian, dan kolaborasionis kelas yang menghapus demokrasi perwakilan, penindasan sosialis, kaum sayap kiri dan liberal, dan mengejar kebijakan luar negeri sifat menyerang yang berupaya membawa Italia bagi daya dunia—"Kekaisaran Romawi Baru".[14]

Di Jerman, Partai Nazi yang dipimpin Adolf Hitler berupaya mendirikan pemerintahan fasis di Jerman. Setelah Depresi Luhur dimulai, dukungan dalam negeri bagi Nazi meningkat dan, pada tahun 1933, Hitler ditunjuk bagi Kanselir Jerman. Setelah kebakaran Reichstag, Hitler menciptakan negara satu partai totalitarian yang dipimpin Partai Nazi.[15]

Parati Kuomintang (KMT) di Cina melancarkan kampanye penyatuan melawan panglima perang regional dan secara nominal berhasil menyatukan Cina pada pertengahan 1920-an, tetapi langsung terlibat dalam perang saudara melawan bekas sekutunya yang komunis.[16] Pada tahun 1931, Kekaisaran Jepang yang semakin militaristik, yang sudah lama berupaya memengaruhi Cina[17] bagi tahap pertama dari apa yang disebut pemerintahnya bagi hak bagi menguasai Asia, memakai Insiden Mukden bagi argumen melancarkan invasi ke Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchukuo.[18]

Terlalu lemah melawan Jepang, Cina berkeinginan bantuan Liga Bangsa-Bangsa. Jepang menarik diri dari Liga Bangsa-Bangsa setelah dikecam atas tingkah laku yang dibuatnya terhadap Manchuria. Kedua negara ini yang belakang sekali bertempur di Shanghai, Rehe, dan Hebei sampai Gencatan Senjata Tanggu ditandatangani tahun 1933. Setelah itu, pasukan voluntir Cina melanjutkan pemberontakan terhadap serangan Jepang di Manchuria, dan Chahar dan Suiyuan.[19]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Benito Mussolini (kiri) dan Adolf Hitler (kanan)

Adolf Hitler, setelah upaya gagal menggulingkan pemerintah Jerman tahun 1923, menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933. Ia menghapus demokrasi, menciptakan revisi orde baru radikal dan rasis, dan segera memulai kampanye persenjataan kembali.[20] Sementara itu, Perancis, bagi melindungi aliansinya, memberikan Italia kemudi atas Ethiopia yang diinginkan Italia bagi yang dijajah kolonialnya. Situasi ini memburuk pada permulaan 1935 ketika Teritori Cekungan Saar dengan sah bersatu kembali dengan Jerman dan Hitler menolak Kontrak Versailles, mempercepat program persenjataan kembalinya dan memperkenalkan harus militer.[21]

Menanti mencegah Jerman, Britania Raya, Perancis, dan Italia membentuk Front Stresa. Uni Soviet, khawatir akan kehendak Jerman mencaplok wilayah lebar di Eropa Timur, menciptakan kontrak bantuan bersama dengan Perancis. Sebelum diberlakukan, pakta Perancis-Soviet ini perlu melewati birokrasi Liga Bangsa-Bangsa, yang pada landasannya menjadikannya tidak berguna.[22][23] Akan tetapi, pada bulan Juni 1935, Britania Raya menciptakan kontrak laut independen dengan Jerman, sehingga melonggarkkan batasan-batasan sebelumnya. Amerika Serikat, setelah mempertimbangkan peristiwa yang terjadi di Eropa dan Asia, mengesahkan Undang-Undang Netralitas pada bulan Agustus.[24] Pada bulan Oktober, Italia menginvasi Ethiopia, dan Jerman yaitu satu-satunya negara luhur Eropa yang mendukung tingkah laku yang dibuat tersebut. Italia langsung menarik keberatannya terhadap tingkah laku yang dibuat Jerman menganeksasi Austria.[25]

Hitler menolak Kontrak Versailles dan Locarno dengan meremiliterisasi Rhineland pada bulan Maret 1936. Ia memperoleh sedikit tanggapan dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[26] Ketika Perang Saudara Spanyol pecah bulan Juli, Hitler dan Mussolini mendukung pasukan Nasionalis yang fasis dan otoriter dalam perang saudara mereka melawan Republik Spanyol yang didukung Soviet. Kedua pihak memakai konflik ini bagi menguji senjata dan cara peperangan baru,[27] habis dengan kemenangan Nasionalis pada permulaan 1939. Bulan Oktober 1936, Jerman dan Italia membentuk Poros Roma-Berlin. Sebulan yang belakang sekali, Jerman dan Jepang menandatangani Pakta Anti-Komintern, namun kelak ditemani Italia pada tahun berikutnya. Di cina, setelah Insiden Xi'an, pasukan Kuomintang dan komunis menyetujui gencatan senjata bagi membentuk front bersatu dan sama-sama melawan Jepang.[28]

Sebelum perang

Invasi Italia ke Ethiopia (1935)

Perang Italia-Abisinia Kedua yaitu perang kolonial singkat mulai bulan Oktober 1935 sampai Mei 1936. Perang ini terjadi selang tingkatan bersenjata Kerajaan Italia (Regno d'Italia) dan tingkatan bersenjata Kekaisaran Ethiopia (juga disebut Abisinia). Perang ini habis dengan pendudukan militer di Ethiopia dan aneksasinya ke koloni baru Afrika Timur Italia (Africa Orientale Italiana, atau AOI); selain itu, perang ini membuka kelemahan Liga Bangsa-Bangsa bagi daya pelindung perdamaian. Adil Italia dan Ethiopia yaitu negara anggota, tetapi Liga ini tidak berbuat apa-apa ketika negara pertama jelas-jelas melanggar Artikel X yang dibuat oleh Liga ini.[29]

Perang Saudara Spanyol (1936-39)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Reruntuhan Guernica setelah dibom.

Jerman dan Italia memberi dukungan bagi kebangkitan Nasionalis yang dipimpin Jenderal Francisco Franco di Spanyol. Uni Soviet mendukung pemerintah yang sudah berdiri, Republik Spanyol, yang mempunyai kecenderungan sayap kiri. Adil Jerman dan Uni Soviet memakai perang proksi ini bagi kesempatan menguji senjata dan taktik baru mereka. Pengeboman Guernica yang disengaja oleh Legiun Condor Jerman pada April 1937 berkontribusi pada kekhawatiran bahwa perang luhur selanjutnya akan melibatkan serangan bom teror besar-besaran terhadap masyarakat sipil.[30][31]

Invasi Jepang ke Cina (1937)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Sarang senjata mesin Cina pada Pertempuran Shanghai, 1937.

Pada bulan Juli 1937, Jepang mencaplok bekas ibu kota kekaisaran Cina Beijing setelah memulai Insiden Jembatan Marco Polo, yang menjadi batu pijakan kampanye Jepang bagi menjajah seluruh wilayah Cina.[32] Uni Soviet segera menandatangani pakta non-agresi dengan Cina bagi memberi dukungan materiil yang secara efektif mengakhiri kerja sama Cina dengan Jerman sebelumnya. Generalissimo Chiang Kai-shek mengerahkan pasukan terbaiknya bagi mempertahankan Shanghai, tetapi setelah tiga bulan bertempur, Shanghai jatuh. Jepang terus menekan pasukan Cina, mencaplok ibu kota Nanking pada Desember 1937 dan memainkan Pembantaian Nanking.

Pada bulan Juni 1938, pasukan Jepang menghentikan serbuan Jepang dengan membanjiri Sungai Kuning; manuver ini memberikan waktu bagi Cina bagi mempersiapkan pertahanan di Wuhan, namun kota ini berhasil direbut pada bulan Oktober.[33] Kemenangan militer Jepang gagal menghentikan pemberontakan Cina yang menjadi tujuan Jepang. Pemerintahan Cina pindah ke pedalaman di Chongqing dan melanjutkan perang.[34]

Invasi Jepang ke Uni Soviet dan Mongolia (1938)

Pada tanggal 29 Juli 1938, Jepang menyerbu Uni Soviet dan kalah di Pertempuran Danau Khasan. Meski pertempuran tersebut dimenangkan Soviet, Jepang menyebutnya seri dan buntu, dan pada tanggal 11 Mei 1939, Jepang memutuskan memindahkan perbatasan Jepang-Mongolia sampai Sungai Khalkhin Gol melewati pemaksaan. Setelah serangkaian keberhasilan permulaan, serangan Jepang di Mongolia digagalkan oleh Pasukan Merah yang menandakan kekalahan luhur pertama Tingkatan Darat Kwantung Jepang.[35][36]

Pertempuran ini meyakinkan sejumlah faksi pemerintahan Jepang bahwa mereka harus fokus berkonsiliasi dengan pemerintah Soviet demi menghindari ikut-ikut Soviet dalam perang melawan Cina dan mengalihkan perhatian militer mereka ke selatan, yaitu ke yang dijajah Amerika Serikat dan Eropa di Pasifik, serta mencegah penggulingan pimpinan militer Soviet berpengalaman seperti Georgy Zhukov, yang kelak memperagakan peran penting dalam mempertahankan Moskwa.[37]

Pendudukan Eropa dan kontrak

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Dari kiri ke kanan (depan): Chamberlain, Daladier, Hitler, Mussolini, dan Ciano sebelum menandatangani Kontrak Munich.

Di Eropa, Jerman dan Italia semakin keras. Pada bulan Maret 1938, Jerman menganeksasi Austria, lagi-lagi memperoleh sedikit perhatian dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[38] Semakin tertantang, Hitler mulai menegaskan klaim Jerman atas Sudetenland, wilayah Cekoslowakia yang didominasi oleh etnis Jerman; dan Perancis dan Britania segera memberikan wilayah ini ke Jerman melewati Kontrak Munich, yang dibuat melawan kehendak pemerintah Cekoslowakia, dengan imbalan kontrak tidak berkeinginan wilayah lagi.[39] Sesaat setelah kontrak ini, Jerman dan Italia memaksa Cekoslowakia menyerahkan wilayah tambahan ke Hongaria dan Polandia.[40] Pada bulan Maret 1939, Jerman menyerbu sisa Cekoslowakia dan membelahnya menjadi Protektorat Bohemia dan Moravia Jerman dan negara klien pro-Jerman bernama Republik Slovak.[41]

Terkejut, ditambah Hitler menuntut Danzig, Perancis dan Britania Raya menjamin dukungan mereka terhadap kemerdekaan Polandia; ketika Italia menguasai Albania pada bulan April 1939, jaminan yang sama diberikan bagi Rumania dan Yunani.[42] Tidak lama setelah kontrak Perancis-Britania bagi Polandia, Jerman dan Italia meresmikan aliansi mereka sendiri melewati Pakta Baja.[43]

Bulan Agustus 1939, Jerman dan Uni Soviet menandatangani Pakta Molotov–Ribbentrop,[44] suatu kontrak non-agresi dengan satu protokol rahasia. Setiap pihak memberikan haknya satu sama lain, "andai terjadi penyusunan wilayah dan politik," terhadap "cakupan pengaruh" (antara Polandia dan Lituania bagi Jerman, dan Polandia timur, Finlandia, Estonia, Latvia, dan Bessarabia bagi Uni Soviet). Pakta ini juga memunculkan pertanyaan mengenai keberlangsungan kemerdekaan Polandia.[45]

Alur perang

Pecah di Eropa (1939)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Parade umum Wehrmacht Jerman dan Pasukan Merah Soviet pada tanggal 23 September 1939 di Brest, Polandia Timur setelah Invasi Polandia habis. Di tengah yaitu Mayor Jenderal Heinz Guderian dan di kanan yaitu Brigadir Semyon Krivoshein.

Pada tanggal 1 September 1939, Jerman dan Slowakia—negara klien pada tahun 1939—menyerang Polandia.[46] Tanggal 3 September, Perancis dan Britania Raya, ditemani negara-negara Persemakmuran,[47] menyalakan perang terhadap Jerman, tetapi memberi sedikit dukungan bagi Polandia ketimbang serangan kecil Perancis ke Saarland.[48] Britania dan Perancis juga mulai memblokir perairan Jerman pada tanggal 3 September bagi melemahkan ekonomi dan upaya perang negara ini.[49][50]

Tanggal 17 September, setelah menandatangani gencatan senjata dengan Jepang, Soviet juga menyerbu Polandia.[51] Wilayah Polandia terbagi selang Jerman dan Uni Soviet, dengan Lituania dan Slowakia memperoleh anggota kecil. Polandia tidak menyerah; mereka mendirikan Negara Bawah Tanah Polandia dan Pasukan Dalam Negeri bawah tanah, dan terus bertempur bersama Sekutu di semua front di luar Polandia.[52]

Sekitar 100.000 personil militer Polandia diungsikan ke Rumania dan negara-negara Baltik; sebagian luhur tentara tersebut yang belakang sekali bertempur melawan Jerman di teater perang lainnya.[53] Pemecah kode Enigma Polandia juga diungsikan ke Perancis.[54] Pada ketika itu pula, Jepang melancarkan serangan pertamanya ke Changsha, suatu kota Cina yang strategis, tetapi digagalkan pada penghabisan September.[55]

Setelah invasi Polandia dan kontrak Jerman-Soviet atas Lituania, Uni Soviet memaksa negara-negara Baltik mengizinkan mereka menempatkan tentara Soviet di negara mereka atas argumen "bantuan bersama".[56][57][58] Finlandia menolak permintaan wilayah dan diserang oleh Uni Soviet pada bulan November 1939.[59] Konflik yang yang belakang sekali pecah habis pada bulan Maret 1940 dengan konsesi oleh Finlandia.[60] Perancis dan Britania Raya, menyebut serangan Soviet ke Finlandia bagi argumen memasuki kancah perang di pihak Jerman, menanggapi invasi Soviet dengan mendukung dikeluarkannya Uni Soviet dari Liga Bangsa-Bangsa.[58]

Di Eropa Barat, tentara Britania dikerahkan ke benua ini, namun pada fase yang dijuluki Perang Phoney oleh Britania dan "Sitzkrieg" (perang duduk) oleh Jerman tak satupun pihak yang melancarkan operasi besar-besaran terhadap satu sama lain sampai April 1940.[61] Uni Soviet dan Jerman menciptakan pakta dagang pada bulan Februari 1940, yang artiannya Soviet menerima bantuan militer dan industri dengan imbalan menyediakan bahan mentah bagi Jerman supaya mampu mengakali pemblokiran oleh Sekutu.[62]

Pada bulan April 1940, Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia bagi mengamankan pengiriman bijih besi dari Swedia, yang akan dihadang oleh Sekutu.[63] Denmark langsung menyerah, dan meski dibantu Sekutu, Norwegia berhasil didiami dalam waktu dua bulan.[64] Bulan Mei 1940, Britania menyerbu Islandia bagi mencegah kemungkinan invasi Jerman ke pulau itu.[65] Ketidakpuasan Britania atas kampanye Norwegia mendorong penggantian Perdana Menteri Neville Chamberlain dengan Winston Churchill pada tanggal 10 Mei 1940.[66]

Serbuan Poros

Jerman menyerbu Perancis, Belgia, Belanda, dan Luksemburg pada tanggal 10 Mei 1940.[67] Belanda dan Belgia kewalahan menghadapi taktik blitzkrieg dalam beberapa hari dan hari pertama.[68] Jalur Maginot yang dipertahankan Perancis dan pasukan Sekutu di Belgia diakali dengan memainkan usaha secara mengapit melalui hutan lebat Ardennes,[69] yang disalahartikan oleh perencana perang Perancis bagi penghalang alami bagi kendaraan lapis baja.[70]

Tentara Britania terpaksa keluar dari Eropa melewati Dunkirk, meninggalkan semua peralatan beratnya pada permulaan Juni.[71] Tanggal 10 Juni, Italia menyerbu Perancis, menyalakan perang terhadap Perancis dan Britania Raya;[72] dua belas hari yang belakang sekali Perancis menyerah dan langsung dibelah menjadi zona pendudukan Jerman dan Italia,[73] dan suatu negara sisa yang tak direbut di bawah Rezim Vichy. Pada tanggal 3 Juli, Britania menyerang armada Perancis di Aljazair bagi mencegah perebutan oleh Jerman.[74]

Bulan Juni, pada hari-hari terakhir Pertempuran Perancis, Uni Soviet memaksa aneksasi Estonia, Latvia, dan Lituania,[57] lalu menganeksasi wilayah Bessarabia yang dipertentangkan Rumania. Sementara itu, kecocokan politik dan kerja sama ekonomi Nazi-Soviet[75][76] perlahan buntu,[77][78] dan kedua negara mulai bersiap bagi perang.[79]

Dengan Perancis dinetralkan, Jerman memulai kampanye superioritas udara atas Britania (Pertempuran Britania) bagi mempersiapkan suatu invasi.[80] Kampanye ini gagal, dan rencana invasi tersebut dibatalkan pada bulan September.[80] Menggunakan pelabuhan-pelabuhan Perancis yang baru dicaplok, Tingkatan Laut Jerman menikmati keberhasilan melawan Tingkatan Laut Kerajaan dengan memakai kapal-U bagi menyerang kapal-kapal Britania di Atlantik.[81] Italia memulai operasinya di Mediterania, memulai pengepungan Malta bulan Juni, menguasai Somaliland Britania bulan Agustus, dan menerobos wilayah Mesir Britania bulan September 1940. Jepang meningkatkan pemblokirannya terhadap Cina pada bulan September dengan menduduki sejumlah pangkalan di wilayah utara Indocina Perancis yang ketika ini terisolasi.[82]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pertempuran Britania mengakhiri serbuan Jerman di Eropa Barat.

Sepanjang periode ini, Amerika Serikat yang netral memainkan sejumlah hal bagi membantu Cina dan Sekutu Baratnya. Pada bulan November 1939, Undang-Undang Netralitas diamandemen bagi memungkinkan pembelian "beli dan angkut" oleh Sekutu.[83] Tahun 1940, setelah pencaplokan Paris oleh Jerman, ukuran Tingkatan Laut Amerika Serikat meningkat pesat dan, setelah serbuan Jepang ke Indocina, Amerika Serikat memberlakukan embargo besi, baja, dan barang-barang mekanik terhadap Jepang.[84] Pada bulan September, Amerika Serikat menyetujui penukaran kapal penghancur AS dengan pangkalan Britania Raya.[85] Tetap saja, mayoritas rakyat Amerika Serikat menentang intervensi militer langsung apapun terhadap konflik ini sampai tahun 1941.[86]

Pada penghabisan September 1940, Pakta Tiga Pihak menyatukan Jepang, Italia, dan Jerman bagi meresmikan Daya Poros. Pakta Tiga Pihak ini menegaskan bahwa negara apapun, kecuali Uni Soviet, yang tidak terlibat dalam perang yang menyerang Daya Poros apapun akan dipaksa bertempur melawan ketiganya.[87] Pada waktu itu, Amerika Serikat terus mendukung Britania Raya dan Cina dengan memperkenalkan kebijakan Lend-Lease yang mengizinkan pengiriman materiil dan barang-barang lain[88] dan menciptakan zona keamanan yang membentang sampai separuh Samudra Atlantik supaya Tingkatan Laut Amerika Serikat mampu melindungi konvoi Britania.[89] Akibatnya, Jerman dan Amerika Serikat terlibat dalam peperangan laut di Atlantik Utara dan Tengah pada Oktober 1941, bahkan meski Amerika Serikat secara formal tetap netral.[90][91]

Blok Poros meluas bulan November 1940 ketika Hongaria, Slowakia, dan Rumania bergabung dengan Pakta Tiga Pihak ini.[92] Rumania akan memberi kontribusi luhur terhadap perang Poros melawan Uni Soviet, sebagian bagi menduduki kembali wilayah yang diserahkan bagi Soviet, sebagian lagi demi memenuhi kehendak pimpinannya, Ion Antonescu, bagi melawan komunisme.[93] Pada bulan Oktober 1940, Italia menyerbu Yunani, tetapi beberapa hari yang belakang sekali digagalkan dan dipukul sampai Albania yang habis dengan kebuntuan.[94] Bulan Desember 1940, pasukan Persemakmuran Britania Raya memulai serangan balasan terhadap pasukan Italia di Mesir dan Afrika Timur Italia.[95] Pada permulaan 1941, dengan pasukan Italia dipukul sampai Libya oleh Persemakmuran, Churchill memerintahkan pengerahan tentara dari Afrika bagi membantu Yunani.[96] Tingkatan Laut Italia juga menderita kekalahan luhur, dengan Tingkatan Laut Kerajaan menciptakan tiga kapal perang Italia tidak berfungsi melewati serangan kapal induk di Taranto, dan menetralisasi beberapa kapal perang lain pada Pertempuran Tanjung Matapan.[97]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara penerjun Jerman menyerbu pulau Kreta, Yunani, Mei 1941.

Jerman segera turun tangan bagi membantu Italia. Hitler mengirimkan pasukan Jerman ke Libya pada bulan Februari, dan pada penghabisan Maret mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Persemakmuran yang semakin sedikit.[98] Dalam kurun sebulan, pasukan Persemakmuran dipukul mundur ke Mesir dengan pengecualian pelabuhan Tobruk yang dikepung.[99] Persemakmuran berupaya mengusir pasukan Poros pada bulan Mei dan lagi pada bulan Juni, tetapi keduanya gagal.[100] Pada permulaan April, setelah penandatanganan Pakta Tiga Pihak oleh Bulgaria, Jerman turun tangan di Balkan dengan menyerbu Yunani dan Yugoslavia setelah terjadi kudeta; di sini mereka menciptakan kemajuan luhur, sehingga memaksa Sekutu pindah setelah Jerman menguasai pulau Kreta, Yunani pada penghabisan Mei.[101]

Sekutu sempat beberapa kali berhasil pada ketika itu. Di Timur Tengah, pasukan Persemakmuran pertama menggagalkan kudeta di Irak yang dibantu pesawat Jerman dari pangkalan-pangkalan di Suriah Vichy,[102] yang belakang sekali dengan bantuan Perancis Merdeka, menyerbu Suriah dan Lebanon bagi mencegah peristiwa seperti itu lagi.[103] Di Atlantik, Britania berhasil menaikkan moral publik dengan menenggelamkan kapal perang Jerman Bismarck.[104] Mungkin yang terpenting yaitu pada Pertempuran Britania, Tingkatan Udara Kerajaan berhasil bertahan dari serangan Luftwaffe dan kampanye pengeboman Jerman yang habis bulan Mei 1941.[105]

Di Asia, meski sejumlah serangan dari kedua pihak, perang selang Cina dan Jepang buntu pada tahun 1940. Demi meningkatkan tekanan terhadap Cina dengan memblokir rute-rute suplai, dan bagi memosisikan pasukan Jepang dengan tepat andai pecah perang dengan negara-negara Barat, Jepang menduduki kemudi militer di Indocina selatan[106] Pada Agustus 1940, kaum komunis Cina melancarkan serangan di Cina Tengah; bagi balasan, Jepang memainkan kebijakan keras (Kebijakan Serba Tiga) di daerah-daerah pendudukan bagi mengurangi sumber daya manusia dan bahan mentah bagi pasukan komunis.[107] Antipati yang terus berlanjut selang pasukan komunis dan nasionalis Cina memuncak pada pertempuran bersenjata pada bulan Januari 1941, secara efektif mengakhiri kerja sama mereka.[108]

Dengan stabilnya situasi di Eropa dan Asia, Jerman, Jepang, dan Uni Soviet mempersiapkan diri. Dengan kekhawatiran Soviet terhadap meningkatnya ketegangan dengan Jerman dan rencana Jepang bagi menggunakan Perang Eropa dengan menduduki yang dijajah Eropa yang kaya sumber daya dunia di Asia Tenggara, kedua daya ini menandatangani Pakta Netralitas Soviet–Jepang pada bulan April 1941.[109] Kebalikannya, Jerman berjaga-jaga menyerang Uni Soviet dengan menempatkan pasukan dalam jumlah luhur di perbatasan Soviet.[110]

Perang global (1941)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Infanteri dan kendaraan lapis baja Jerman melawan pasukan Soviet di jalanan Kharkov, Oktober 1941.

Pada tanggal 22 Juni 1941, Jerman, bersama anggota Poros Eropa lainnya dan Finlandia, menyerbu Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa. Target utama serangan kejutan ini[111] yaitu daerah Baltik, Moskwa dan Ukraina dengan tujuan utama mengakhiri kampanye 1941 dekat jalur Arkhangelsk-Astrakhan yang menghubungkan Laut Kaspia dan Laut Putih. Tujuan Hitler yaitu menghancurkan Uni Soviet bagi suatu daya militer, menghapus komunisme, menciptakan Lebensraum ("ruang hidup")[112] dengan memiskinkan masyarakat asli[113] dan menjamin akses ke sumber daya strategis yang diperlukan bagi mengalahkan musuh-musuh Jerman yang tersisa.[114]

Meski Tingkatan Darat Merah mempersiapkan serangan balasan strategis sebelum perang,[115] Barbarossa memaksa komando tertinggi Soviet mengadopsi pertahanan strategis. Sepanjang musim panas, Poros berhasil menerobos jauh ke dalam wilayah Soviet, mengakibatkan kerugian luhur dalam hal personil dan materiil. Pada pertengahan Agustus, Komando Tinggi Tingkatan Darat Jerman memutuskan menunda serangan oleh Army Group Centre yang kecil dan mengalihkan Satuan Panzer ke-2 bagi membantu tentara yang maju melalui Ukraina tengah dan Leningrad.[116] Serangan Kiev berhasil luhur dan habis dengan pengepungan dan penghancuran empat unit pasukan Soviet, serta memungkinkan pergerakan semakin lanjut di Krimea dan Ukraina Timur yang industrinya maju (Pertempuran Kharkov Pertama).[117]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Serangan balasan Soviet pada pertempuran Moskwa, Desember 1941.

Pengalihan tiga per empat pasukan Poros dan sebagian luhur tingkatan udaranya dari Perancis dan Mediterania tengah ke Front Timur[118] menciptakan Britania mempertimbangkan kembali strategi luhurnya.[119] Pada bulan Juli, Britania Raya dan Uni Soviet membentuk aliansi militer melawan Jerman[120] Britania dan Soviet menyerbu Iran bagi melindungi Koridor Persia dan ladang minyak Iran.[121] Bulan Agustus, Britania Raya dan Amerika Serikat bersama-sama meresmikan Piagam Atlantik.[122]

Pada bulan Oktober, ketika tujuan operasional Poros di Ukraina dan Baltik tercapai, dengan pengepungan Leningrad[123] dan Sevastopol yang masih berlanjut,[124] suatu serangan luhur ke Moskwa dilancarkan kembali. Setelah dua bulan bertempur sengit, pasukan Jerman hampir mencapai pinggiran terluar Moskwa, tempat tentara-tentaranya yang lelah[125] terpaksa menunda serangan mereka.[126] Pencaplokan teritorial luhur diterapkan oleh pasukan Poros, tetapi kampanye mereka gagal mencapai tujuan utamanya: dua kota utama masih didiami Soviet, kemampuan memberontak Soviet gagal dipadamkan, dan Uni Soviet mempertahankan sangat jumlah potensi militernya. Fase blitzkrieg perang di Eropa telah habis.[127]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Animasi Teater Eropa PDII.

Pada permulaan Desember, pasukan cadangan yang baru dimobilisasi[128] memungkinkan Soviet menyamakan jumlah tentaranya dengan Poros.[129] Hal ini, bersama data intelijen yang menetapkan jumlah minimum tentara Soviet di Timur yang cukup bagi mencegah serangan apapun oleh Tingkatan Darat Kwantung Jepang,[130] memungkinkan Soviet memulai serangan balasan massal yang dimulai tanggal 5 Desember di front sepanjang 1.000 kilometer (620 mil) dan mendesak tentara Jerman mundur 100–250 kilometers (62–160 mil) ke barat.[131]

Keberhasilan Jerman di Eropa menggugah Jerman bagi meningkatkan tekanannya terhadap pemerintah-pemerintah Eropa di Asia Tenggara. Pemerintah Belanda setuju menyediakan minyak bagi Jepang dari Hindia Timur Belanda, namun menolak menyerahkan kemudi politik atas koloninya. Perancis Vichy, sebaliknya, menyetujui pendudukan Jepang di Indocina Perancis.[132] Pada bulan Juli 1941, Amerika Serikat, Britania Raya, dan pemerintah Barat lainnya bereaksi terhadap pendudukan Indocina dengan membekukan aset-aset Jepang, sementara Amerika Serikat (yang menyediakan 80 prosen minyak Jepang[133]) merespon dengan memainkan embargo minyak secara penuh.[134] Ini artiannya Jepang terpaksa memilih selang mengabaikan ambisinya di Asia dan perang melawan Cina, atau menduduki sumber daya dunia yang diperlukan melewati kekuatan; militer Jepang tidak mengasumsikan yang pertama bagi pilihan, dan jumlah pejabat mengasumsikan embargo minyak bagi pernyataan perang tidak langsung.[135]

Jepang berencana menduduki koloni-koloni Eropa di Asia dengan cepat bagi menciptakan perimeter defensif luhur yang membentang sampai Pasifik Tengah; Jepang yang belakang sekali bebas sama sekali mengeksploitasi sumber daya di Asia Tenggara sambil menyibukkan Sekutu dengan melancarkan perang defensif.[136] Bagi mencegah intervensi Amerika Serikat sambil mengamankan perimeter, Jepang berencana menetralisasi Armada Pasifik Amerika Serikat dari kancah perang.[137] Pada tanggal 7 Desember (8 Desember di Asia) 1941, Jepang menyerang aset-aset Britania dan Amerika Serikat dengan serangan di Asia Tenggara dan Pasifik Tengah secara nyaris bersamaan.[138] Peristiwa ini meliputi serangan ke armada Amerika Serikat di Pearl Harbor, pendaratan di Thailand dan Malaya[138] dan pertempuran Hong Kong.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kejatuhan Singapura pada Februari 1942 mengakibatkan 80.000 tentara Sekutu ditangkap dan diperbudak oleh Jepang.

Serangan-serangan ini mendorong Amerika Serikat, Britania Raya, Cina, Australia, dan beberapa negara lain secara formal menyalakan perang terhadap Jepang, sementara Uni Soviet, karena masih terlibat dalam perang besar-besaran dengan blok Poros Eropa, memilih bagi tetap netral dengan Jepang.[139][140] Jerman dan negara-negara Poros menanggapi dengan menyalakan perang terhadap Amerika Serikat. Pada bulan Januari, Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, Cina, dan 22 pemerintahan kecil atau terasingkan mengeluarkan Deklarasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga memperkuat Piagam Atlantik,[141] dan memainkan kewajiban bagi tidak menandatangani kontrak damai terpisah dengan negara-negara Poros. Sejak 1941, Stalin terus berkeinginan Churchill, dan yang belakang sekali Roosevelt, bagi membuka 'front kedua' di Perancis.[142] Front Timur menjadi teater perang luhur di Eropa dan jumlah korban Soviet yang berjumlah jutaan menciutkan jumlah korban Sekutu Barat yang hanya ratusan ribu orang; Churchill dan Roosevelt menyebut mereka butuh semakin jumlah waktu bagi persiapan, sehingga memunculkan klaim bahwa mereka sengaja buntu bagi menyelamatkan orang-orang Barat dengan mengorbankan orang-orang Soviet.[143]

Sementara itu, pada penghabisan April 1942, Jepang dan sekutunya Thailand hampir menguasai seluruh Burma, Malaya, Hindia Timur Belanda, Singapura,[144] dan Rabaul, sehingga menambah kerugian bagi tentara Sekutu dan jumlah di selang mereka yang ditawan. Meski memberontak habis-habisan di Corregidor, Filipina penghabisannya ditaklukkan pada bulan Mei 1942 dan memaksa pemerintah Persemakmuran Filipina mengasingkan diri.[145] Pasukan Jepang juga memenangkan pertempuran laut di Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Samudra Hindia,[146] dan mengebom pangkalan laut Sekutu di Darwin, Australia. Satu-satunya keberhasilan sejati Sekutu melawan Jepang yaitu kemenangan Cina di Changsha pada permulaan Januari 1942.[147] Kemenangan-kemenangan mudah atas lawan yang tidak punya persiapan ini menciptakan Jepang terlalu percaya diri dan amat sangat.[148]

Jerman juga mewujudkan inisiatifnya. Dengan mengeksploitasi keputusan komando laut Amerika Serikat yang ragu-ragu, Tingkatan Laut Jerman mengacaukan jalur kapal Sekutu di bebas pesisir Atlantik Amerika Serikat.[149] Meski kalah luhur, anggota Poros Eropa menghentikan serbuan Soviet di Rusia Tengah dan Selatan, sehingga melindungi sebagian luhur yang dijajah yang mereka peroleh pada tahun sebelumnya.[150] Di Afrika Utara, Jerman melancarkan suatu serangan pada bulan Januari yang memukul Britania kembali ke posisinya di Garis Gazala pada permulaan Februari,[151] ditemani oleh meredanya pertempuran bagi sementara yang dimanfaatkan Jerman bagi mempersiapkan serangan mereka selanjutnya.[152]

Kebuntuan serbuan Poros (1942)

Pada permulaan Mei 1942, Jepang memulai operasi bagi menempati Port Moresby dengan serangan amfibi dan memutuskan komunikasi dan jalur suplai selang Amerika Serikat dan Australia. Akan tetapi, Sekutu berhasil mencegah invasi ini dengan mencegat dan mengalahkan pasukan laut Jepang pada Pertempuran Laut Koral.[153] Rencana Jepang selanjutnya, termotivasi oleh Serangan Doolittle sebelumnya, yaitu menduduki Atol Midway dan memancing kapal induk Amerika Serikat ke kancah perang bagi dihancurkan; bagi gerakan pengalihan, Jepang juga mengirimkan pasukan bagi menempati Kepulauan Aleut di Alaska.[154] Pada permulaan Juni, Jepang melaksanakan operasinya, tetapi Amerika Serikat, setelah berhasil memecahkan kode laut Jepang pada penghabisan Mei, mengetahui semua rencana dan pemindahan pasukan mereka dan memakai ilmu ini bagi memperoleh kemenangan telak di Midway atas Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang.[155]

Dengan kapasitasnya bagi bertindak secara sifat menyerang hilang dampak Pertempuran Midway, Jepang memilih fokus pada upaya menempati Port Moresby melewati kampanye darat di Teritori Papua.[156] AMerika Serikat merencanakan serangan balasan terhadap posisi Jepang di selatan Kepulauan Solomon, terutama Guadalcanal, bagi tahap pertama menempati Rabaul, pangkalan utama Jepang di Asia Tenggara.[157]

Kedua rencana ini dimulai bulan Juli, namun pada pertengahan September, Pertempuran Guadalcanal dimenangkan Jepang, dan tentara-tentara di Nugini diperintahkan mundur dari Port Moresby ke anggota utara pulau, tempat mereka menghadapi tentara Australia dan Amerika Serikat dalam Pertempuran Buna-Gona.[158] Guadalcanal segera menjadi titik fokus bagi kedua pihak dengan komitmen luhur tentara dan kapal dalam pertempuran Guadalcanal. Pada permulaan 1943, Jepang dikalahkan di pulau ini dan menarik tentara mereka.[159] Di Burma, pasukan Persemakmuran melancarkan dua operasi. Pertama, ofensif ke wilayah Arakan pada penghabisan 1942 gagal dan memaksa pasukan mundur ke India bulan Mei 1943.[160] Kedua, penyisipan pasukan ireguler ke belakangan garis depan Jepang bulan Februari yang, pada penghabisan April, memperoleh hasil yang diragukan.[161]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara Soviet menyerang suatu rumah pada Pertempuran Stalingrad, 1943.

Di front timur Jerman, pasukan Poros mematahkan serangan Soviet di Semenanjung Kerch dan Kharkov,[162] dan yang belakang sekali melancarkan serangan musim panas utamanya terhadap Rusia Selatan pada bulan Juni 1942 bagi menguasai ladang minyak di Kaukasus dan menempati stepa Kuban, sementara mempertahankan posisi di wilayah front sebelah utara dan tengah. Jerman membagi Grup Tingkatan Darat Selatan menjadi dua grup: Grup Tingkatan Darat A memainkan usaha ke Sungai Don, sementara Grup Tingkatan Darat B memainkan usaha ke sebelah tenggara Kaukasus menuju Sungai Volga.[163] Soviet memutuskan bertahan di Stalingrad yang berada di jalur pergerakan pasukan Jerman.

Pada pertengahan November, Jerman hampir berhasil menempati Stalingrad dalam pertempuran jalanan ketika Soviet memulai serangan balasan musim dingin keduanya, dimulai dengan mengepung pasukan Jerman di Stalingrad[164] dan serangan ke unggulan Rzhev dekat Moskwa, meski upaya terakhir gagal luhur.[165] Pada permulaan Februari 1943, Tingkatan Darat Jerman menderita kekalahan besar; tentara Jerman di Stalingrad dipaksa menyerah[166] dan garis depan dimundurkan sampai posisinya sebelum serangan musim panas. Pada pertengahan Februari, setelah desakan Soviet meruncing, Jerman melancarkan serangan lain ke Kharkov dan membentuk unggulan baru di garis depan mereka di sekitar kota Kursk, Rusia.[167]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tank Crusader Britania memainkan usaha ke posisi depan pada Kampanye Afrika Utara.

Pada bulan November 1941, pasukan Persemakmudan menyelenggarakan serangan balasan, Operasi Crusader, di Afrika Utara dan mengklaim kembali semua wilayah yang direbut Jerman dan Italia.[168] Di Barat, kekhawatiran bahwa Jepang mungkin memakai pangkalan di Madagaskar Vichy mendorong Britania menyerbu pulau ini pada permulaan Mei 1942.[169] Keberhasilan ini tidak bertahan lama setelah Poros berhasil memukul Sekutu kembali ke Mesir dalam serangan di Libya sampai pasukan Poros dihentikan di El Alamein.[170] Di Eropa, serangan komando Sekutu terhadap target-target strategis, habis dengan Serangan Dieppe yang menghancurkan,[171] menunjukkan ketidakmampuan Sekutu Barat bagi melancarkan invasi ke daratan Eropa tanpa persiapan, perlengkapan, dan keamanan operasional yang semakin adil.[172]

Pada bulan Agustus 1942, Sekutu berhasil mematahkan serangan kedua terhadap El Alamein[173] dan, dengan jumlah korban, berupaya mengirimkan suplai ke Malta yang masih dikepung.[174] Beberapa bulan yang belakang sekali, Sekutu melancarkan serangan di Mesir, memecah pasukan Poros dan mendorong mereka ke barat melalui Libya.[175] Serangan ini tidak lama yang belakang sekali dilanjutkan dengan invasi Inggris-Amerika Serikat ke Afrika Utara Perancis, yang habis dengan bergabungnya wilayah ini dengan Sekutu.[176] Hitler menanggapi pendudukan koloni Perancis ini dengan memerintahkan pendudukan Perancis Vichy;[176] meski pasukan Vichy sendiri tidak melawan pelanggaran gencatan senjata ini, mereka berupaya menenggelamkan armadanya sendiri supaya tidak direbut pasukan Jerman.[177] Pasukan Poros yang sekarang kewalahan di Afrika mundur sampai Tunisia, yang yang belakang sekali didiami Sekutu pada bulan 1943.[178]

Sekutu menguasai ajang (1943)

Video lama memperlihatkan pengeboman Hamburg oleh Sekutu.

Setelah Kampanye Guadalcanal, Sekutu memulai sejumlah operasi melawan Jepang di Pasifik. Pada bulan Mei 1943, pasukan Sekutu dikirim bagi mengusir pasukan Jepang dari Kepulauan Aleut,[179] dan segera memulai operasi luhur untul mengisolasi Rabaul dengan menempati pulau-pulau sekitarnya, dan menembus perimeter Pasifik Tengah Jepang di Kepulauan Gilbert dan Marshall.[180] Pada penghabisan Maret 1944, Sekutu menempatkan kedua misi ini, dan selain itu menetralisasi pangkalan Jepang di Truk di Kepulauan Caroline. Bulan April, Sekutu melancarkan operasi mencaplok kembali Nugini Barat.[181]

Di Uni Soviet, adil Jerman dan Soviet menghabiskan musim semi dan permulaan musim panas 1943 dengan berjaga-jaga bagi serangan luhur di Rusia Tengah. Tanggal 4 Juli 1943, Jerman menyerang pasukan Soviet di sekitar Kursk Bulge. Dalam satu hari pertama, pasukan Jerman lelah menghadapi pertahanan Soviet yang sangat teratur[182][183] dan, bagi pertama kalinya dalam perang ini, Hitler membatalkan suatu operasi sebelum memperoleh keberhasilan taktis atau operasional.[184] Keputusan ini sebagian dipengaruhi oleh invasi Sisilia oleh Sekutu Barat pada 9 Juli yang, bersama kegagalan-kegagalan Italia sebelumnya, berujung pada penggulingan dan penahanan Mussolini pada penghabisan bulan itu.[185]

Tanggal 12 Juli 1943, Soviet melancarkan serangan balasannya sendiri, sehingga memupuskan kehendak apapun bagi Tingkatan Darat Jerman bagi memenangkan pertempuran atau buntu di timur. Kemenangan Soviet di Kursk menandai kejatuhan superioritas Jerman[186] dan memberi Uni Soviet inisiatif di Front Timur.[187][188] Jerman berupaya menstabilkan front timur mereka di sepanjang garis Panther-Wotan yang sangat dipertahankan, namun Soviet berhasil mendobraknya di Smolensk dan Serangan Dnieper Hilir.[189]

Pada permulaan September 1943, Sekutu Barat menyerbu daratan Italia, ditemani gencatan senjata Italia dengan Sekutu.[190] Jerman menanggapinya dengan melumpuhkan pasukan Italia, mengambil alih kemudi militer di wilayah Italia,[191] dan menciptakan serangkaian garis pertahanan.[192] Pasukan khusus Jerman yang belakang sekali menyelamatkan Mussolini, yang yang belakang sekali mendirikan negara klien baru di Italia dudukan Jerman bernama Republik Sosial Italia.[193] Sekutu Barat bertempur melalui beberapa garis sampai garis pertahanan utama Jerman pada pertengahan November.[194]

Operasi Jerman di Atlantik juga terganggu. Pada Mei 1943, dengan efektifnya serangan balasan Sekutu, kerugian kapal selam Jerman yang luhur memaksa kampanye laut Atlantik Jerman ditunda.[195] Pada bulan November 1943, Franklin D. Roosevelt dan Winston Churchill bersua dengan Chiang Kai-shek di Kairo[196] dan Joseph Stalin di Teheran.[197] Konferensi pertama memilihkan pengembalian teritori Jepang pascaperang,[196] sementara yang terakhir menghasilkan kontrak bahwa Sekutu Barat akan menyerbu Eropa pada tahun 1944 dan Uni Soviet akan menyalakan perang terhadap Jepang dalam tiga bulan setelah kekalahan Jerman.[197]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tentara Britania menembakkan mortir pada Pertempuran Imphal, India Timur Laut, 1944.

Sejak November 1943, selama tujuh hari pertama di Pertempuran Changde, Cina memaksa Jepang memasuki perang atrisi yang merugikan sambil menunggu bantuan Sekutu.[198][199] Bulan Januari 1944, Sekutu melancarkan serangkaian serangan di Italia terhadap garis di Monte Cassino dan berupaya menembusnya dengan mendarat di Anzio.[200] Pada penghabisan Januari, serangan luhur Soviet mengusir pasukan Jerman dari wilayah Leningrad,[201] dan mengakhiri pengepungan paling mematikan dan terlama sepanjang sejarah.

Serangan Soviet selanjutnya terhalang di perbatasan Estonia sebelum perang oleh Grup Tingkatan Darat Utara Jerman yang dibantu masyarakat Estonia yang menanti menetapkan kembali kemerdekaan nasional mereka. Penundaan ini memperlambat operasi Soviet selanjutnya di daerah Laut Baltik.[202] Pada penghabisan Mei 1944, Soviet berhasil melepaskan Krimea, mengusir pasukan Poros besar-besaran dari Ukraina, dan memainkan terobosan ke teritori Rumania, yang dipukul belakang oleh pasukan Poros.[203] Serangan Sekutu di Italia berhasil dan, dengan mengizinkan sejumlah divisi Jerman mundur, pada tanggal 4 Juni Roma ditaklukkan.[204]

Sekutu mengalami bermacam keberhasilan di daratan Asia. Bulan Maret 1944,Jepang melancarkan invasi pertama dari dua rencananya, operasi melawan posisi Britania di Assam, India,[205] dan yang belakang sekali mengepung posisi Persemakmuran di Imphal dan Kohima.[206] Bulan Mei 1944, pasukan Britania memainkan serangan balasan yang mendorong tentara Jepang kembali ke Burma,[206] dan pasukan Cina yang menyerbu Burma utara pada penghabisan 1943 mengepung tentara Jepang di Myitkyina.[207] Invasi Jepang kedua berupaya menghancurkan pasukan tempur utama Cina, melindungi jalur kereta api di selang teritori dudukan Jepang dan menempati lapangan udara Sekutu.[208] Bulan Juni, Jepang telah menguasai provinsi Henan dan memulai serangan baru terhadap Changsha di provinsi Hunan.[209]

Sekutu mendekat (1944)

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Invasi Normandia oleh Sekutu, 6 Juni 1944

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Personil dan perlengkapan Pasukan Merah melalui sungai ketika musim panas utara 1944

Pada tanggal 6 Juni 1944 (dikenal bagi D-Day), setelah tiga tahun ditekan Soviet,[143] Sekutu Barat menyerbu Perancis Utara. Setelah menyusun kembali beberapa divisi Sekutu dari Italia, mereka juga menyerang Perancis Selatan.[210] Semua pendaratan ini berhasil dan habis dengan kekalahan unit Tingkatan Darat Jerman di Perancis. Paris dimerdekakan oleh pemberontakan lokal yang dibantu Pasukan Perancis Merdeka pada tanggal 25 Agustus[211] dan Sekutu Barat terus memukul pasukan Jerman di Eropa Timur sepanjang paruh terakhir tahun ini. Suatu upaya memainkan usaha maju melalui Jerman Utara yang diawali dengan operasi udara besar-besaran di Belanda tidak berhasil.[212] Setelah itu, Sekutu Barat pelan-pelan masuk wilayah Jerman, namun gagal menyeberangi Sungai Rur dalam serangan luhur. Di Italia, serbuan Sekutu juga terhambat ketika mereka melalui garis pertahanan luhur Jerman terakhir.

Pada tanggal 22 Juni, Soviet menyelenggarakan serangan strategis di Belarus ("Operasi Bagration") yang habis dengan nyaris kehancuran total Pusat Grup Tingkatan Darat Jerman.[213] Tidak lama selepas itu, serangan strategis Soviet lainnya mengusir tentara Jerman dari Ukraina Barat dan Polandia Timur. Pergerakan Soviet berhasil memaksa pasukan pemberontak di Polandia memulai sejumlah pemberontakan, meski yang terbesar di Warsawa, serta Pemberontakan Slowakia di selatan, tidak dibantu Soviet dan dipadamkan oleh pasukan Jerman.[214] Serangan strategis Pasukan Merah di Rumania timur memecah belah dan menghancurkan pasukan Jerman di sana sekaligus berhasil menggulingkan pemerintahan di Rumania dan Bulgaria, ditemani dengan memihaknya negara-negara tersebut ke Sekutu.[215]

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Milisi Polandia pada Pemberontakan Warsawa yang menewaskan 200.000 masyarakat sipil.

Pada bulan September 1944, tentara Tingkatan Darat Merah Soviet melaju sampai Yugoslavia dan memaksa penarikan cepat Grup Tingkatan Darat Jerman E dan F di Yunani, Albania, dan Yugoslavia bagi menyelamatkan mereka dari kehancuran.[216] Pada ketika ini, Partisan Komunis pimpinan Marsekal Josip Broz Tito, yang memulai kampanye gerilya berhasil melawan pendudukan sejak 1941, menguasai sebagian luhur teritori Yugoslavia dan terlibat dalam menunda serangan terhadap pasukan Jerman di selatan. Di Serbia utara, Pasukan Merah, dengan bantuan terbatas dari pasukan Bulgaria, membantu Partisan dalam pembebasan bersama ibu kota Belgrade tanggal 20 Oktober. Beberapa hari yang belakang sekali, Soviet melancarkan serangan massal terhadap Hongaria dudukan Jerman yang berlanjut sampai jatuhnya Budapest pada bulan Februari 1945.[217] Kebalikan dengan kemenangan impresif Soviet di Balkan, pemberontakan Finlandia terhadap serangan Soviet di Tanah Genting Karelia menggagalkan pendudukan Soviet di Finlandia dan habis dengan penandatanganan gencatan senjata Soviet-Finlandia pada situasi relatif kondusif,[218][219] ditemani memihaknya Finlandia ke Sekutu.

Pada permulaan Juli, pasukan Persemakmuran di Asia Tenggara menggagalkan pengepungan Jepang di Assam, memukul pasukannya kembali sampai Sungai Chindwin[220] sementara Cina mencaplok Myitkyina. Di Cina, Jepang menuai keberhasilan luhur, berhasil mencaplok Changsha pada pertengahan Juni dan kota Hengyang pada permulaan Agustus.[221] Selepas itu, mereka menyerbu provinsi Guangxi, memenangkan pertempuran luhur melawan pasukan Cina di Guilin dan Liuzhou pada penghabisan November[222] dan berhasil menyatukan pasukan mereka di Cina dan Indocina pada pertengahan Desember.[223]

Di Pasifik, pasukan Amerika Serikat terus menekan mundur perimeter Jepang. Pada pertengahan Juni 1944, mereka memulai serangan ke Kepulauan Mariana dan Palau, dan dengan telak mengalahkan pasukan Jepang pada Pertempuran Laut Filipina. Kekalahan-kekalahan ini memaksa Perdana Menteri Jepang Tōjō mengundurkan diri dan memberi Amerika Serikat kelebihan atas pangkalan udara baru bagi melancarkan serangan bom besar-besaran di kepulauan utama Jepang. Pada penghabisan Oktober, pasukan Amerika Serikat menyerbu pulau Leyte, Filipina; tidak lama yang belakang sekali, tingkatan laut Sekutu mencetak kemenangan luhur pada Pertempuran Teluk Leyte, salah satu pertempuran laut terbesar sepanjang sejarah.[224]

Poros runtuh, Sekutu menang (1945)

Tanggal 16 Desember 1944, Jerman mengupayakan keberhasilan terakhirnya di Front Barat dengan mengerahkan sisa-sisa pasukan cadangannya bagi melancarkan serangan balasan massal di Ardennes bagi memecah belah Sekutu Barat, mengepung sebagian luhur tentara Sekutu Barat dan menaklukkan pelabuhan suplai utama mereka di Antwerp demi mencapai penyelesaian politik.[225] Pada Januari, serangan ini digagalkan tanpa satu tujuan strategis pun yang tercapai.[225] Di italia, Sekutu Barat tetap buntu di garis pertahanan Jerman. Pada pertengahan Januari 1945, Soviet menyerbu Polandia, memainkan usaha dari Sungai Vistula ke Sungai Oder di Jerman, dan menempati Prusia Timur.[226] Tanggal 4 Februari, para pimpinan A.S., Britania Raya, dan Soviet bersua di Konferensi Yalta. Mereka menyetujui pendudukan di Jerman pascaperang,[227] dan Uni Soviet bergabung dalam perang melawan Jepang.[228]

Pada bulan Februari, Soviet menginvasi Silesia dan Pomerania, sementara Sekutu Barat memasuki Jerman Barat dan mendekati Sungai Rhine. Bulan Maret, Sekutu Barat melalui Rhine di utara dan selatan Ruhr, mengepung Grup Agkatan Darat Jerman B,[229] sementara Soviet melaju ke Wina. Pada permulaan April, Sekutu Barat penghabisannya berhasil menciptakan kemajuan di Italia dan memainkan usaha melalui Jerman Barat, sementara pasukan Soviet menyerbu Berlin pada penghabisan April; kedua pasukan bersua di sungai Elbe tanggal 25 April. Tanggal 30 April 1945, Reichstag direbut dan menandakan kekalahan militer Reich Ketiga.[230]

Sejumlah perubahan kepemimpinan terjadi pada masa ini. Tanggal 12 April, Presiden A.S. Roosevelt meninggal dunia dan digantikan oleh Harry Truman. Benito Mussolini dibunuh oleh partisan Italia tanggal 28 April.[231] Dua hari yang belakang sekali, Hitler bunuh diri dan digantikan oleh Admiral Luhur Karl Dönitz.[232]

Pasukan Jerman menyerah di Italia pada tanggal 29 April. Instrumen penyerahan diri Jerman ditandatangani tanggal 7 Mei di Reims,[233] dan diratifikasi tanggal 8 Mei di Berlin.[234] Pusat Grup Tingkatan Darat Jerman bertahan di Praha sampai 11 Mei.[235]

Di teater Pasifik, pasukan Amerika Serikat dibantu Persemakmuran Filipina memainkan usaha maju di Filipina, melepaskan Leyte pada penghabisan April 1945. Mereka mendarat di Luzon bulan Januari 1945 dan mencaplok Manila bulan Maret setelah pertempuran yang menghancurkan kota ini. Pertempuran berlanjut di Luzon, Mindanao dan pulau-pulau lain di Filipina sampai habisnya perang.[236]

Bulan Mei 1945, tentara Australia mendarat di Kalimantan dan menempati ladang minyak di sana. Pasukan Britania, Amerika Serikat, dan Cina mengalahkan Jepang di Burma utara pada bulan Maret, dan Britania mencapai Rangoon pada tanggal 3 Mei.[237] Pasukan Cina mulai balas menyerang pada Pertempuran Hunan Barat yang pecah selang 6 April dan 7 Juni 1945. Pasukan Amerika Serikat juga memainkan usaha ke Jepang, mencaplok Iwo Jima pada bulan Maret, dan Okinawa pada penghabisan Juni.[238] Pesawat pengebom Amerika Serikat menghancurkan kota-kota Jepang dan kapal selam Amerika Serikat memutuskan impor Jepang.[239]

Tanggal 11 Juli, para pimpinan Sekutu bersua di Potsdam, Jerman. Mereka menyetujui kontrak permulaan mengenai Jerman,[240] dan menegaskan tuntutan penyerahan diri semua pasukan Jepang oleh Jepang, dengan menyalakan bahwa "alternatif bagi Jepang yaitu kehancuran dalam waktu singkat".[241] Dalam konferensi ini, Britania Raya menyelenggarakan pemilu dan Clement Attlee menggantikan Churchill bagi Perdana Menteri.[242]

Ketika Jepang terus mengabaikan persyaratan Potsdam, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada permulaan Agustus. Di selang kedua pengeboman ini, Soviet, sesuai kontrak Yalta, menyerbu Manchuria dudukan Jepang dan dengan cepat mengalahkan Tingkatan Darat Kwantung yang ketika itu yaitu pasukan tempur Jepang terbesar.[243][244] Pasukan Merah juga menempati Pulau Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah dengan penandatanganan dokumen penyerahan diri di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, sehingga mengakhiri perang ini.[233]

Dampak

Sekutu mendirikan pemerintahan pendudukan di Austria dan Jerman. Negara pertama menjadi negara netral dan adil dengan blok politik manapun. Negara terakhir dibelah menjadi zona pendudukan barat dan timur yang didiami Sekutu Barat dan Uni Soviet. Program denazifikasi di Jerman melibatkan pengadilan penjahat perang Nazi dan penggulingan mantan Nazi dari kekuasaan, meski kebijakan ini semakin condong ke amnesti dan reintegrasi mantan Nazi ke masyarakat Jerman Barat.[245]

Jerman kehilangan seperempat wilayahnya sebelum perang (1937), wilayah timur: Silesia, Neumark dan sebagian luhur Pomerania diambil alih Polandia; Prusia Timur dibagi selang Polandia dan Uni Soviet, ditemani dengan pengusiran 9 juta masyarakat Jerman dari provinsi-provinsi tersebut, serta 3 juta masyarakat Jerman dari Sudetenland di Cekoslowakia ke Jerman. Pada 1950-an, satu dari lima orang Jerman Barat yaitu pengungsi dari timur. Uni Soviet juga menempati provinsi milik Polandia di sebelah timur Garis Curzon (melibatkan pengusiran 2 juta masyarakat Polandia),[246] Rumania Timur,[247][248] dan sebagian Finlandia timur,[249] serta tiga negara Baltik.[250][251]

Demi mempertahankan perdamaian,[252] Sekutu mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang formal berdiri tanggal 24 Oktober 1945,[253] dan mengadopsi Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 bagi standar umum bagi semua negara anggotanya.[254] Kekuatan-kekuatan luhur yang menjadi pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan PBB.[3] Kelima anggota permanen ini masih mempunyai sampai sekarang, meski terjadi perubahan dua kursi, angata Republik Cina dan Republik Rakyat Cina tahun 1971, dan selang Uni Soviet dan negara penggantinya, Federasi Rusia, setelah pembubaran UNi Soviet. Aliansi selang Sekutu Barat dan Uni Soviet mulai memburuk, bahkan sejak sebelum perang habis.[255]

Jerman dibagi secara de facto, dan dua negara merdeka, Republik Federal Jerman dan Republik Demokratik Jerman[256] diwujudkan di dalam perbatasan zona pendudukan Sekutu dan Soviet. Seluruh Eropa terbagi selang cakupan pengaruh Barat dan Soviet.[257] Biasanya negara Eropa timur dan tengah masuk dalam cakupan Soviet yang melibatkan pendirian rezim-rezim Komunis dengan dukungan penuh atau setengah dari otoritas pendudukan Soviet. Akibatnya, Polandia, Hongaria,[258] Cekoslowakia,[259] Rumania, Albania,[260] dan Jerman Timur menjadi negara satelit Soviet. Yugoslavia Komunis melaksanakan kebijakan merdeka penuh yang menciptakan ketegangan dengan Uni Soviet.[261]

Pembagian dunia pascaperang diresmikan oleh dua aliansi militer internasional, NATO pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa pimpinan Soviet;[262] periode panjang ketegangan politik dan persaingan militer di selang mereka, Perang Dingin, akan dilengkapi oleh pertandingan senjata dan perang proksi yang tidak terduga.[263]

Di Asia, Amerika Serikat memimpin pendudukan Jepang dan menguasai bekas pulau-pulau Jepang di Pasifik Barat, sementara Soviet menganeksasi Sakhalin dan Kepulauan Kuril.[264] Korea, sebelumnya di bawah kekuasaan Jepang, dibagi dan direbut oleh Amerika Serikat di Selatan dan Uni Soviet di Utara selang 1945 dan 1948. Republik terpisah muncul di kedua segi garis paralel ke-38 pada tahun 1948, masing-masing mengklaim bagi pemerintahan sah bagi seluruh Korea dan berujung pada pecahnya Perang Korea.[265]

Di Cina, pasukan nasionalis dan komunis melanjutkan perang saudara pada bulan Juni 1946. Pasukan komunis menang dan mendirikan Republik Rakyat Cina di daratan, sementara pasukan nasionalis mundur ke Taiwan tahun 1949.[266] Di Timur Tengah, penolakan Arab terhadap Rencana Pembagian Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pembentukan Israel menandai eskalasi konflik Arab-Israel. Ketika kekuatan-kekuatan kolonial Eropa berupaya menduduki kembali sebagian atau semua imperium kolonialnya, kehilangan prestise dan sumber daya ketika perang justru menggagalkan upaya ini dan mendorong diterapkannya dekolonisasi.[267][268]

Ekonomi global menderita dampak perang, meski negara-negara yang terlibat terpengaruh dengan bermacam cara. Amerika Serikat tampil semakin kaya daripada negara lain; negara ini mengalami ledakan bayi dan pada tahun 1950 produk domestik bruto per orangnya semakin tinggi daripada negara-negara luhur lain dan Amerika Serikat mendominasi ekonomi dunia.[269][270] Britania Raya dan Amerika Serikat memainkan kebijakan pelucutan industri di Jerman Barat pada tahun 1945–1948.[271] Dampak perdagangan internasional yang saling tergantung, hal ini menciptakan stagnasi ekonomi di Eropa dan menunda pemulihan Eropa selama beberapa tahun.[272][273]

Pemulihan dimulai dengan reformasi mata uang di Jerman Barat pada pertengahan 1948 dan dipercepat oleh liberalisasi kebijakan ekonomi Eropa yang dipengaruhi Rencana Marshall (1948–1951) adil secara langsung maupun tidak langsung.[274][275] Pemulihan Jerman Barat pasca-1948 disebut-sebut bagi keajaiban ekonomi Jerman.[276] Selain itu, ekonomi Italia[277][278] dan Perancis juga meroket.[279] Kebalikannya, Britania Raya berada dalam fase kekacauan ekonomi,[280] dan terus memburuk selama beberapa dasawarsa.[281]

Uni Soviet, meski menderita kerugian manusia dan materiil yang luar biasa, juga mengalami peningkatan pesat produksi pada masa-masa pascaperang.[282] Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, menjadi salah satu ekonomi terkuat dunia pada tahun 1980-an.[283] Cina kembali ke produksi industrinya sebelum perang pada tahun 1952.[284]

Korban dan kejahatan perang

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Korban jiwa Perang Dunia II

Agak total korban perang bervariasi, karena jumlah kematian yang tidak tercatat. Biasanya pihak memperkirakan sekitar 60 juta orang tewas dalam perang, termasuk 20 juta tentara dan 40 juta masyarakat sipil.[285][286][287] Jumlah masyarakat sipil tewas dampak wabah, kelaparan, pembantaian, pengeboman, dan genosida yang disengaja. Uni Soviet kehilangan sekitar 27 juta rakyatnya sepanjang perang,[288] termasuk 8,7 juta personil militer dan 19 juta masyarakat sipil. Pangsa korban jiwa militer terbesar yaitu etnis Rusia (5.756.000), ditemani etnis Ukraina (1,377,400).[289] Satu dari empat masyarakat sipil Sovet dibunuh atau terluka dalam perang ini.[290] Jerman mengalami 5,3 juta kematian militer, biasanya di Front Timur dan sepanjang pertempuran terakhir di Jerman.[291]

Dari total korban tewas pada Perang Dunia II, sekitar 85 persen—kebanyakan Soviet dan Cina—berada di pihak Sekutu dan 15 prosen sisanya di pihak Poros. Sebagian luhur kematian ini diakibatkan oleh kejahatan perang yang diterapkan pasukan Jerman dan Jepang di wilayah pendudukan. Sekitar 11[292] sampai 17 juta[293] masyarakat sipil tewas dampak kebijakan ideologi Nazi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk genosida sistematis sekitar enam juta kaum Yahudi sepanjang Holocaust ditambah lima juta bangsa Roma, homoseksual, serta Slav dan suku bangsa atau kaum minoritas lainnya.[294]

Secara kasar 7,5 juta masyarakat sipil tewas di Cina selama pendudukan Jepang.[295] Ratusan ribu (perkiraan bervariasi) etnis Serbia, bersama gipsi dan Yahudi, dibunuh oleh Ustaše Kroasia yang berpihak pada Poros di Yugoslavia,[296] dengan pembunuhan balas dendam terhadap masyarakat sipil Kroasia tepat setelah perang habis.

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Masyarakat sipil Cina akan dikubur hidup-hidup oleh tentara Jepang.

Kekejaman Jepang yang paling terkenal yaitu Pembantaian Nanking, yaitu ketika sekian ratus ribu masyarakat sipil Cina diperkosa dan dibunuh.[297] Selang 3 juta sampai semakin dari 10 juta masyarakat sipil, biasanya etnis Cina, dibunuh oleh pasukan pendudukan Jepang.[298] Mitsuyoshi Himeta melaporkan 2,7 juta korban jiwa selama dilaksanakannya Sankō Sakusen. Jenderal Yasuji Okamura memainkan kebijakan ini di Heipei dan Shantung.[299]

Pasukan Poros memakai senjata biologis dan kimia dalam jumlah terbatas. Italia memakai gas mustar ketika menaklukkan Abisinia,[300] sementara Tingkatan Darat Kekaisaran Jepang memakai bermacam macam senjata ketika menyerbu dan menempati Cina (lihat Unit 731)[301][302] dan pada konflik permulaan melawan Soviet.[303] Adil Jerman dan Jepang menguji senjata-senjata tersebut terhadap masyarakat sipil[304] serta tahanan perang.[305]

Meski jumlah gerakan Poros diadili dalam pengadilan internasional pertama di dunia,[306] insiden yang diakibatkan pihak Sekutu tidak diadili. Misalnya, pemindahan masyarakat di Uni Soviet dan penahanan masyarakat Jepang Amerika di Amerika Serikat; Operasi Keelhaul,[307] pengusiran masyarakat Jerman setelah Perang Dunia II, pemerkosaan pada pendudukan Jerman; pembantaian Katyn oleh Uni Soviet, yang tanggung jawabnya dituduhkan bagi Jerman. Sejumlah luhur kematian dampak kelaparan juga dikarenakan oleh perang, seperti kelaparan Bengal 1943 dan kelaparan Vietnam 1944–45.[308]

Sejumlah sejarawan, seperti Jörg Friedrich, menegaskan bahwa pengeboman massal daerah berpenduduk di wilayah musuh, termasuk Tokyo dan terutama kota-kota Jerman di Dresden, Hamburg, dan Koln oleh Sekutu Barat, yang mengakibatkan kehancuran semakin dari 160 kota dan kematian 600.000 masyarakat sipil Jerman, mampu dianggap bagi kejahatan perang.[309]

Kamp konsentrasi dan perbudakan

Nazi bertanggung jawab atas terjadinya Holocaust, yaitu pembunuhan sekitar enam juta (meskipun jumlahnya diragukan) kaum Yahudi (kebanyakan Ashkenazim), serta dua juta etnis Polandia dan empat juta orang lainnya yang dianggap "tidak layak hidup" (termasuk orang cacat dan sakit jiwa, tahanan perang Soviet, homoseksual, Freemason, Saksi-Saksi Yehuwa, dan Romani) bagi anggota dari program pemusnahan dengan sengaja. Sekitar 12 juta orang, biasanya masyarakat Eropa Timur, dipekerjakan bagi buruh paksa di ekonomi perang Jerman.[310] Terlepas dari semua itu, mempunyai beberapa pihak yang meragukan jumlah korban Holocoust. Mereka beranggapan bahwa korban Holocoust tidak sampai mencapai 6 juta orang, melainkan hanya ratusan ribu saja. Peristiwa ini juga dianggap oleh pihak-pihak tertentu bagi propaganda bagi menarik simpati terhadap berdirinya negara Israel. Jumlahnya negara-negara Eropa memberikan hukuman bagi siapa saja yang tidak percaya pada peristiwa Holocoust dan seringnya peristiwa ini diperlihatkan dalam film-film dan dalam buku-buku sejarah, menciptakan pihak-pihak tersebut ragu akan kebenaran peristiwa ini. Namun, terlepas dari semua keraguan itu, peristiwa pembantaian dan penyiksaan terhadap Yahudi benar-benar mempunyai, meskipun jumlah korbannya masih kontroversial.

Selain kamp konsentrasi Nazi, gulag (kamp buruh) Soviet mengakibatkan kematian masyarakat sipil negara-negara yang direbut seperti Polandia, Lituania, Latvia, dan Estonia, serta tahanan perang Jerman dan bahkan masyarakat sipil Soviet yang dianggap mendukung Nazi.[311] Enam puluh prosen tahanan perang Jerman di Soviet tewas sepanjang perang.[312] Richard Overy memberi jumlah 5,7 juta tahanan perang Soviet. Dari jumlah tersebut, 57 prosen meninggal dunia atau dibunuh dengan jumlah 3,6 juta orang.[313] Mantan tahanan perang Soviet dan masyarakat sipil yang pulang diperlakukan dengan kecurigaan luar biasa bagi pendukung Nazi yang potensial, dan beberapa di selang mereka dikirim ke Gulag setelah diperiksa NKVD.[314]

Kamp tahanan perang Jepang, biasanya dipakai bagi kamp buruh, juga mempunyai tingkat kematian tinggi. Pengadilan Militer Internasional bagi Timur Jauh menemukan tingkat kematian tahanan Barat yaitu 27,1 prosen (37 prosen bagi tahanan perang Amerika Serikat),[315] tujuh kali semakin tinggi daripada tahanan perang di Jerman dan Italia.[316] Sementara 37.583 tahanan dari Britania Raya, 28.500 dari Belanda, dan 14.743 dari Amerika Serikat diberi keleluasaan setelah penyerahan diri Jepang, tahanan Cina yang ditinggal hanya 56 orang.[317]

Menurut sejarawan Zhifen Ju, sedikitnya lima juta masyarakat sipil Cina dari Cina utara dan Manchukuo diperbudak selang 1935 dan 1941 oleh Dewan Pembangunan Asia Timur, atau Kōain, bagi memainkan pekerjaan di pertambangan dan industri perang. Setelah 1942, jumlah ini mencapai 10 juta orang.[318] U.S. Library of Congress memperkirakan bahwa di Jawa, antar 4 dan 10 juta romusha (bahasa Indonesia: "buruh manual"), dipaksa memainkan pekerjaan oleh militer Jepang. Sekitar 270.000 buruh Jawa dikirim ke wilayah pendudukan Jepang lain di Asia Tenggara, dan hanya 52.000 orang yang pulang ke Jawa.[319]

Pada tanggal 19 Februari 1942, Roosevelt menandatangani Perintah Eksekutif 9066 yang menahan ribuan orang Jepang, Italia, Jerman Amerika, dan sejumlah emigran dari Hawaii yang mengungsi setelah pengeboman Pearl Harbor sampai perang habis. Pemerintah A.S. dan Kanada menahan 150.000 masyarakat Jepang Amerika.[320][321] Selain itu, 14.000 masyarakat Jerman dan Italia di A.S. yang dianggap bagi risiko keamanan juga ditahan.[322]

Sesuai kontrak Sekutu pada Konferensi Yalta, jutaan tahanan perang dan masyarakat sipil dimanfaatkan bagi buruh paksa oleh Uni Soviet.[323] Dalam hal Hongaria, masyarakatnya dipaksa memainkan pekerjaan bagi Uni Soviet sampai 1955.[324]

Front dalam negeri dan produksi

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Rasio PDB Sekutu dibandingkan dengan Poros

Di Eropa, sebelum pecah perang, Sekutu mempunyai kelebihan signifikan dalam hal populasi dan ekonomi. Pada tahun 1938, Sekutu Barat (Britania Raya, Perancis, Polandia, dan Yang dijajah Britania) mempunyai populasi 30 prosen semakin luhur dan produk domestik bruto 30 prosen semakin luhur daripada Poros Eropa (Jerman dan Italia); jika koloni diikutkan dalam hitungan, Sekutu mendapatkan kelebihan 5:1 dalam jumlah masyarakat dan 2:1 dalam PDB.[325] Di Asia pada ketika yang sama, Cina mempunyai jumlah masyarakat enam kali semakin jumlah daripada Jepang, tetapi PDB yang 89 prosen semakin tinggi; jumlah ini susut menjadi populasi tiga kali semakin jumlah dan PDB 38 prosen semakin tinggi jika koloni-koloni Jepang diikutkan dalam hitungan.[325]

Meski kelebihan ekonomi dan populasi Sekutu dimanfaatkan besar-besaran selama serangan blitzkrieg permulaan Jerman dan Jepang, mereka menjadi faktor penentu pada tahun 1942, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet bergabung dengan Sekutu, setelah sebagian luhur perang ini menjadi perang atrisi.[326] Sementara kemampuan Sekutu bagi melampaui produksi Poros sering dikaitkan dengan akses Sekutu yang luhur ke sumber daya dunia, faktor-faktor lain, seperti keengganan Jerman dan Jepang bagi mempekerjakan wanita dalam tenaga kerja,[327][328] pengeboman strategis oleh Sekutu,[329][330] dan peralihan terbaru Jerman ke ekonomi perang[331] sangat berkontribusi luhur. Selain itu, adil Jerman maupun Jepang tidak berencana menyelenggarakan perang yang berkepanjangan, dan tidak sanggup memainkannya.[332][333] Bagi meningkatkan produksi mereka, Jerman dan Jepang menggunakan jutaan buruh budak;[334] Jerman menggunakan 12 juta orang, biasanya dari Eropa Timur,[310] sementara Jepang menggunakan semakin dari 18 juta orang di Asia Timur Jauh.[318][319]

Pendudukan

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Partisan Soviet digantung oleh tentara Jerman pada Januari 1943

Di Eropa, pendudukan muncul dalam dua bangun yang sangat berbeda. Di Eropa Barat, Utara, dan Tengah (Perancis, Norwegia, Denmark, Negara-Negara Hilir, dan wilayah Cekoslowakia yang dianeksasi), Jerman memainkan kebijakan ekonomi yang berhasil mengumpulkan 69,5 miliar reichmark (27,8 miliar dolar AS) pada penghabisan perang; jumlah ini tidak meliputi perampokan produk industri, perlengkapan militer, bahan mentah, dan barang-barang lain.[335] Dari situ, pendapatan yang muncul dari negara-negara pendudukan mencapai 40 prosen dari pendapatan yang dikumpulkan Jerman dari pajak, jumlah yang meningkat hampir 40 prosen dari total pendapatan Jerman sepanjang perang.[336]

Di Timur, keuntungan yang diharapkan dari Lebensraum tidak pernah didapatkan karena garis depan yang berfluktuasi dan kebijakan bumi hangus Soviet memusnahkan sumber daya bagi para penjajah Jerman.[337] Tidak seperti di Barat, kebijakan ras Nazi mengizinkan kekejaman amat sangat terhadap "orang inferior" keturunan Slavik; sebagian luhur serbuan Jerman ditemani dengan eksekusi massal.[338] Meski kumpulan pemberontak berdiri di hampir semua teritori pendudukan, mereka tidak mengganggu operasi Jerman adil di Timur[339] maupun Barat[340] sampai penghabisan tahun 1943.

Di Asia, Jepang menyebut negara-negara di bawah pendudukannya bagi anggota dari Lingkup Persemakmuran Asia Timur Raya, yang pada landasannya yaitu hegemoni Jepang yang diklaim bertujuan melepaskan bangsa yang dikolonisasi.[341] Meski pasukan Jepang permulaannya disambut bagi pembebas dari dominasi Eropa di sejumlah daerah, kekejaman mereka yang amat sangat mengubah opini publik menjadi menentang mereka dalam hitungan hari pertama.[342] Selama penaklukan permulaan Jepang, negara ini mencaplok 4.000.000 barrel (640,000 m3) minyak (~5.5×105 ton) yang diberi keleluasaan oleh pasukan Sekutu yang mundur, dan pada tahun 1943 Jepang mampu menduduki produksi minyak di Hindia Timur Belanda sampai Templat:Bbl to t, 76 prosen dari tingkat produksinya tahun 1940.[342]

Kemajuan teknologi dan peperangan

Pesawat terbang dimanfaatkan bagi peralatan mata-mata, pesawat tempur, pengebom, dan bantuan darat, dan masing-masing perannya memperoleh kemajuan yang artiannya. Inovasi-inovasi yang muncul meliputi pengangkutan udara (kemampuan memindahkan suplai, perlengkapan, dan personil berprioritas tinggi dan terbatas dalam waktu singkat);[343] dan pengeboman strategis (pengeboman daerah berpenduduk bagi menghancurkan industri dan moral).[344] Persenjataan antipesawat juga dikembangkan, termasuk pertahanan radar dan artileri darat-ke-udara, seperti senjata 88 mm Jerman. Pemakaian pesawat jet dimulai dan meski pengenalannya yang terlambat memberi sedikit pengaruh, pesawat jet kelak menjadi standar tingkatan udara di seluruh dunia.[345]

Kemajuan dibuat di hampir segala aspek pertempuran laut, terutama kapal angkut pesawat (kapal induk) dan kapal selam. Meski sejak permulaan perang, peperangan udara menuai sedikit keberhasilan, bermacam gerakan di Taranto, Pearl Harbor, Laut Cina Selatan, dan Laut Koral menciptakan kapal induk dianggap mampu menggantikan kapal perang.[346][347][348]

Di Atlantik, kapal induk pengawal terbukti memperagakan peran penting dalam konvoi Sekutu dan meningkatkan radius perlindungan efektif serta membantu menutup celah Atlantik Tengah.[349] Kapal induk juga semakin ekonomis daripada kapal perang karena biaya produksi pesawat yang relatif rendah[350] dan tidak perlu diperkuat habis-habisan.[351] Kapal selam, terbukti yaitu senjata efektif pada Perang Dunia Pertama,[352] diantisipasi oleh semua pihak bagi sesuatu yang terpenting nomor dua. Britania memfokuskan pengembangan persenjataan dan taktik antikapal selam, seperti sonar dan konvoi, sementara Jerman berfokus pada memperbarui kemampuan serangannya dengan desain seperti kapal selam Tipe VII dan taktik wolfpack.[353] Secara perlaham, teknologi baru Sekutu seperti sinar Leigh, hedgehog, squid, dan torpedo lacak terbukti unggul.

Peperangan darat berubah dari garis depan statis pada Perang Dunia I ke peningkatan mobilitas dan senjata gabungan. Tank, yang sering dipakai bagi membantu infanteri ketika Perang Dunia Pertama, berubah menjadi senjata utama.[354] Pada penghabisan 1930-an, desain tank semakin maju dibandingkan ketika Perang Dunia I,[355] dan kemajuan terjadi sepanjang perang melewati peningkatan kecepatan, pertahanan, dan daya tembak.

Ketika perang dimulai, biasanya komandan menduga tank musuh harus bersua tank dengan spesifikasi yang semakin hebat.[356] Ide ini ditantang oleh performa buruk senjata tank permulaan yang relatif ringan melawan kendaraan lapis baja, dan doktrin Jerman menghindari pertempuran tank-versus-tank. Hal ini, bersama pemakaian senjata gabungan oleh Jerman, termasuk di selang leemen kunci keberhasilan taktik blitzkrieg mereka di Polandia dan Perancis.[354] Jumlah cara bagi menghancurkan tank, termasuk dengan artileri tidak langsung, senjata antitank (baik yang ditarik maupun gerak sendiri), ranjau, senjata antitank infanteri jarak pendek, dan bahkan tank lain pun diikutsertakan.[356] Bahkan dengan mekanisasi besar-besaran, infanteri masih yaitu tulang punggung seluruh pasukan,[357] dan sepanjang perang, sebagian luhur infanteri mempunyai perlengkapan yang sama seperti ketika Perang Dunia I.[358]

Senjata mesin portabel meluas, seperti MG42 Jerman dan bermacam senjata submesin yang dimodifikasi bagi pertempuran jarak dekat di perkotaan dan hutan.[358] Bedil serang, suatu pengembangan penghabisan perang yang mencakup bermacam fitur bedil dan senjata submesin, menjadi senjata standar infanteri pascaperang bagi sebagian luhur tingkatan bersenjata.[359][360]

Sebagian luhur pihak yang terlibat berupaya memecahkan persoalan kompleksitas dan kerumitan yang muncul dari pemakaian buku kode luhur bagi kriptografi dengan memakai mesin sandi, yang paling terkenal yaitu mesin Enigma Jerman.[361] SIGINT (signals intelligence) yaitu anggota melawan dekripsi yang pernah dipakai oleh Sekutu bagi memecahkan kode laut Jepang[362] dan Ultra dari Britania Raya, berasal dari metodologi dari Polish Cipher Bureau, yang berhasil mengungkap Enigma selama tujuh tahun sebelum perang.[363] Aspek lain intelijen militer yaitu pemakaian kebohongan, yang berhasil dipakai oleh Sekutu dengan keberhasilan luhur seperti dalam operasi Mincemeat dan Bodyguard.[362][364] Kemajuan teknologi dan rekayasa lainnya tercapai sepanjang atau setelah perang, termasuk komputer-komputer terprogram pertama di dunia (Z3, Colossus, dan ENIAC), misil pandu dan roket modern, pengembangan senjata nuklir Proyek Manhattan, penelitian operasi dan pengembangan pelabuhan buatan dan jalur pipa di bawah Selat Inggris.[365]

Lihat pula

Dokumenter
  • Apocalypse: The Second World War (2009), dokumenter Perancis enam anggota karya Daniel Costelle dan Isabelle Clarke mengenai Perang Dunia II
  • Battlefield, seri dokumenter yang mengudara tahun 1994–5 yang mengupas bermacam pertempuran penting pada Perang Dunia II
  • BBC History of World War II, serial televisi yang mengudara sejak 1989 sampai 2005.
  • The World at War (1974), serial Thames Television 26 anggota yang mengulas bermacam aspek Perang Dunia II dari sejumlah sudut pandang, termasuk wawancara dengan beberapa figur utama seperti Karl Dönitz, Albert Speer, dan Anthony Eden.

Catatan kaki

  1. ^ 23 Agustus 1939, Uni Soviet dan Jerman menandatangani pakta nonagresi, diam-diam membelah Eropa Timur menjadi beberapa cakupan pengaruh. Gencatan senjata Uni Soviet dengan Jepang 16 September 1939; menyerbu Polandia 17 September 1939; menyerang Finlandia 30 September 1939; memaksa aneksasi negara-negara Baltik Juni 1940; mencaplok Rumania Timur 4 Juli 1940. 22 Juni 1941, Uni Soviet diserbu Poros Eropa; Uni Soviet memihak dengan negara-negara yang memerangi Poros.
  2. ^ Setelah kejatuhan Republik Ketiga tahun 1940, pemerintahan de facto-nya yaitu Rezim Vichy. Rezim ini melaksanakan kebijakan pro-Poros sampai November 1942 namun tetap netral secara formal. Pasukan Perancis Merdeka, berbasis di London, diakui oleh semua negara Sekutu bagi pemerintah formal pada bulan September 1944.

Rujukan

  1. ^ Sommerville, Donald (2008). The Complete Illustrated History of World War Two: An Authoritative Account of the Deadliest Conflict in Human History with Analysis of Decisive Encounters and Landmark Engagements. Lorenz Books. hlm. 5. ISBN 0-7548-1898-5. 
  2. ^ Barrett, David P; Shyu, Lawrence N (2001). China in the anti-Japanese War, 1937–1945: politics, culture and society. Volume 1 of Studies in modern Chinese history. New York: Peter Lang. hlm. 6. ISBN 0-8204-4556-8. 
  3. ^ a b The UN Security Council, diakses 15 May 2012 
  4. ^ Chickering, Roger (2006). A World at Total War: Global Conflict and the Politics of Destruction, 1937–1945. Cambridge University Press. hlm. 64. ISBN 0-275-98710-8. 
  5. ^ Fiscus, James W (2007). Critical Perspectives on World War II. Rosen Publishing Group. hlm. 44. ISBN 1-4042-0065-7. 
  6. ^ Ben-Horin, Eliahu (1943). The Middle East: Crossroads of History. W. W. Norton & Co. p. 169; Taylor, A. J. P (1979). How Wars Begin. Hamilton. p. 124. ISBN 0-241-10017-8; Yisreelit, Hevrah Mizrahit (1965). Asian and African Studies, p. 191. For 1941 see Taylor, A. J. P (1961). The Origins of the Second World War. Hamilton. p. vii; Kellogg, William O (2003). American History the Easy Way. Barron's Educational Series. p. 236 ISBN 0-7641-1973-7. There also exists the viewpoint that both World War I and World War II are part of the same "European Civil War" or "Second Thirty Years War": Canfora, Luciano; Jones, Simon (2006). Democracy in Europe: A History of an Ideology. Wiley-Blackwell. p. 155. ISBN 1-4051-1131-3; Prin, Gwyn (2002). The Heart of War: On Power, Conflict and Obligation in the Twenty-First Century. Routledge. p. 11. ISBN 0-415-36960-6.
  7. ^ Beevor, Antony (2012). The Second World War. London: Weidenfeld & Nicolson. hlm. 10. ISBN 9780297844976. 
  8. ^ Masaya, Shiraishi (1990). Japanese relations with Vietnam, 1951–1987. SEAP Publications. hlm. 4. ISBN 0-87727-122-4. 
  9. ^ "German-American Relations – Treaty on the Final Settlement with Respect to Germany (two plus four)". Usa.usembassy.de. Diakses 29 January 2012. 
  10. ^ Derby, Mark. "Conscription, conscientious objection and pacifism". Te Ara. Diakses 22 June 2012. "The move towards world war in 1914 sparked an upsurge in pacifist movements" 
  11. ^ "Pacifism in the Twentieth Century". "pacifism". Columbia Electronic Encyclopedia. Diakses 22 June 2012. "During the 1920s and early 30s pacifism enjoyed an upsurge" 
  12. ^ Kantowicz 1999, hlm. 149
  13. ^ Davies 2008, hlm. 134–140
  14. ^ Shaw 2000, hlm. 35
  15. ^ Bullock 1962, hlm. 265
  16. ^ Preston 1998, hlm. 104
  17. ^ Myers 1987, hlm. 458
  18. ^ Smith 2004, hlm. 28
  19. ^ Coogan, Anthony (July 1993). "The Volunteer Armies of Northeast China". History Today 43. Diakses 14 November 2009. "Although some Chinese troops in the Northeast managed to retreat south, others were trapped by the advancing Japanese Army and were faced with the choice of resistance in defiance of orders, or surrender. A few commanders submitted, receiving high office in the puppet government, but others took up arms against the invader. The forces they commanded were the first of the volunteer armies" 
  20. ^ Brody 1999, hlm. 4
  21. ^ Zalampas 1989, hlm. 62
  22. ^ Record 2005, hlm. 50
  23. ^ Mandelbaum 1988, hlm. 96
  24. ^ Schmitz, David F (2001). The First Wise Man. Rowman & Littlefield. hlm. 124. ISBN 0-8420-2632-0. 
  25. ^ Kitson 2001, hlm. 231
  26. ^ Adamthwaite 1992, hlm. 52
  27. ^ Graham 2005, hlm. 110
  28. ^ Busky 2002, hlm. 10
  29. ^ Barker, A. J (1971). The Rape of Ethiopia 1936. Ballantine Books. hlm. 131–2. ISBN 0-345-02462-1. 
  30. ^ Beevor, Antony (2006). The Battle for Spain: The Spanish Civil War 1936–1939. London: Phoenix. hlm. 258–260. ISBN 0-7538-2165-6. 
  31. ^ Budiansky, Stephen (2004). Cairan power : The Men, Machines, and Ideas that Revolutionized War, from Kitty Hawk to Gulf War II. London: Viking. hlm. 209–211. ISBN 0-670-03285-9. 
  32. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 547–551. ISBN 0-521-24338-6. 
  33. ^ Fairbank, John King; Feuerwerker, Albert; Twitchett, Denis Crispin (1986). The Cambridge history of China. Cambridge University Press. hlm. 566. ISBN 0-521-24338-6. 
  34. ^ Taylor, Jay (2009). The Generalissimo: Chiang Kai-shek and the struggle for modern China. Harvard University Press. hlm. 150–152. ISBN 978-0-674-03338-2. 
  35. ^ Coox, Alvin D. (1990). Nomonhan: Japan Against Russia, 1939. Stanford University Press. hlm. 189. ISBN 0-8047-1835-0. 
  36. ^ Sella, Amnon (October 1983). "Khalkhin-Gol: The Forgotten War". Journal of Contemporary History 18 (4): 651–87. 
  37. ^ Chaney, Otto Preston (1996). Zhukov. University of Oklahoma Press. hlm. 76. ISBN 0-8061-2807-0. 
  38. ^ Collier, Martin; Pedley, Philip (2000). Germany 1919–45. Heinemann. hlm. 144. ISBN 0-435-32721-6. 
  39. ^ Kershaw 2001, hlm. 121–2
  40. ^ Kershaw 2001, hlm. 157
  41. ^ Davies 2008, hlm. 143–4
  42. ^ Lowe, Cedric James; Marzari, F (2002). Italian Foreign Policy 1870–1940. Taylor & Francis. hlm. 330. ISBN 0-415-27372-2. 
  43. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Pact of Steel". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 674. ISBN 0-19-860446-7. 
  44. ^ Shore, Zachary (2003). What Hitler Knew: The Battle for Information in Nazi Foreign Policy. Oxford University Press US. hlm. 108. ISBN 0-19-515459-2. 
  45. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Nazi-Soviet Pact". Oxford University Press. hlm. 608. ISBN 0-19-860446-7. 
  46. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 1–2. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  47. ^ Weinberg 2005, hlm. 64–65
  48. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 35. ISBN 0-7126-7348-2. 
  49. ^ Roskill, S.W. (1954). The War at Sea 1939–1945 Volume 1 : The Defensive. History of the Second World War. United Kingdom Military Series. London: HMSO. hlm. 64. 
  50. ^ Fritz, Martin (2005). "Economic Warfare". In Dear, I.C.B; Foot, M.R.D. The Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 248. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  51. ^ Zaloga, Steven J.; Gerrard, Howard (2002). Poland 1939: The Birth of Blitzkrieg. Oxford: Osprey Publishing. hlm. 83. ISBN 1-84176-408-6. 
  52. ^ Hempel, Andrew (2003). Poland in World War II: An Illustrated Military History. New York: Hippocrene Books. hlm. 24. ISBN 0-7818-1004-3. 
  53. ^ Zaloga, Stephen J. (2004). Poland 1939 : The Birth of Blitzkrieg. London: Praeger. hlm. 88–89. ISBN 0-275-98278-5. 
  54. ^ Budiansky, Stephen (2001). Battle of Wits: The Complete Story of Codebreaking in World War II. London: Penguin. hlm. 120–121. ISBN 0-14-028105-3. 
  55. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 14
  56. ^ Smith, David J. (2002). The Baltic States: Estonia, Latvia and Lithuania. Routledge. 1st edition. hlm. 24. ISBN 0-415-28580-1. 
  57. ^ a b Bilinsky, Yaroslav (1999). Endgame in NATO's Enlargement: The Baltic States and Ukraine. Greenwood Publishing Group. hlm. 9. ISBN 0-275-96363-2. 
  58. ^ a b Murray & Millett 2001, hlm. 55–56
  59. ^ Spring, D. W (1986). "The Soviet Decision for War against Finland, 30 November 1939". Europe-Asia Studies (Taylor & Francis, Ltd.) 38 (2): 207–226. doi:10.1080/09668138608411636. JSTOR 151203. 
  60. ^ Hanhimäki, Jussi M (1997). Containing Coexistence: America, Russia, and the "Finnish Solution. Kent State University Press. hlm. 12. ISBN 0-87338-558-6. 
  61. ^ Weinberg 1995, hlm. 95, 121
  62. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 668–9. ISBN 0-671-72868-7. 
  63. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 57–63
  64. ^ Commager, Henry Steele (2004). The Story of the Second World War. Brassey's. hlm. 9. ISBN 1-57488-741-6. 
  65. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Iceland". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 436. ISBN 0-19-860446-7. 
  66. ^ Reynolds, David (27 April 2006). From World War to Cold War: Churchill, Roosevelt, and the International History of the 1940s. Oxford University Press, USA. hlm. 76. ISBN 0-19-928411-3. 
  67. ^ Evans, Richard J. (2008). The Third Reich at War 1939–1945. London: Allen Lane. hlm. 122–123. ISBN 978-0-7139-9742-2. 
  68. ^ Shirer, William L (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 721–3. ISBN 0-671-72868-7. 
  69. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 59–60. ISBN 0-7126-7348-2. 
  70. ^ Regan, Geoffrey (2000). The Brassey's book of military blunders. Brassey's. hlm. 152. ISBN 1-57488-252-X. 
  71. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 66–67. ISBN 0-7126-7348-2. 
  72. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 207. ISBN 0-14-028530-X. 
  73. ^ Klaus, Autbert (2001). Germany and the Second World War Volume 2: Germany's Initial Conquests in Europe. Oxford University Press. hlm. 311. ISBN 0-19-822888-0. 
  74. ^ Brown, David (2004). The Road to Oran: Anglo-French Naval Relations, September 1939 – July 1940. Taylor & Francis. hlm. xxx. ISBN 0-7146-5461-2. 
  75. ^ Ferguson, Niall (2006). The War of the WorldPenguin, pp. 367, 376, 379, 417
  76. ^ Snyder, Timothy (2010).Bloodlands, Random House, from p. 118 onwards
  77. ^ H. W. Koch. Hitler's 'Programme' and the Genesis of Operation 'Barbarossa'. The Historical Journal, Vol. 26, No. 4 (Dec. 1983), pp. 891–920
  78. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 56. ISBN 0-300-11204-1. 
  79. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 59. ISBN 0-300-11204-1. 
  80. ^ a b Kelly, Nigel; Rees, Rosemary; Shuter, Jane (1998). Twentieth Century World. Heinemann. hlm. 38. ISBN 0-435-30983-8. 
  81. ^ Goldstein, Margaret J (2004). World War II. Twenty-First Century Books. hlm. 35. ISBN 0-8225-0139-2. 
  82. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 288–289. ISBN 0-14-028530-X. 
  83. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 328–330. ISBN 0-14-028530-X. 
  84. ^ Morison, Samuel Eliot (2002). History of United States Naval Operations in World War II. University of Illinois Press. hlm. 60. ISBN 0-252-07065-8. 
  85. ^ Maingot, Anthony P. (1994). The United States and the Caribbean: Challenges of an Asymmetrical Relationship. Westview Press. hlm. 52. ISBN 0-8133-2241-3. 
  86. ^ Cantril, Hadley (September 1940). "America Faces the War: A Study in Public Opinion". The Public Opinion Quarterly 4 (3): 390. 
  87. ^ Bilhartz, Terry D.; Elliott, Alan C. (2007). Currents in American History: A Brief History of the United States. M.E. Sharpe. hlm. 179. ISBN 978-0-7656-1821-4. 
  88. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 165
  89. ^ Knell, Hermann (2003). To Destroy a City: Strategic Bombing and Its Human Consequences in World War II. Da Capo. hlm. 205. ISBN 0-306-81169-3. 
  90. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 233–245
  91. ^ Schoenherr, Steven (1 October 2005). "Undeclared Naval War in the Atlantic 1941". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari aslinya tanggal 9 May 2008. Diakses 15 February 2010. 
  92. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Tripartite Pact". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  93. ^ Deletant, Dennis (2002). "Romania". In Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D. Oxford Companion to World War II. hlm. 745–46. ISBN 0-19-860446-7. 
  94. ^ Clogg, Richard (1992). A Concise History of Greece. Cambridge University Press. hlm. 118. ISBN 0-521-80872-3. 
  95. ^ Andrew, Stephen (2001). The Italian Army 1940–45 (2): Africa 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 9–10. ISBN 1-85532-865-8. 
  96. ^ Brown, David (2002). The Royal Navy and the Mediterranean. Routledge. hlm. 64–65. ISBN 0-7146-5205-9. 
  97. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 106. ISBN 1-85285-417-0. 
  98. ^ Laurier, Jim (2001). Tobruk 1941: Rommel's opening move. Osprey Publishing. hlm. 7–8. ISBN 1-84176-092-7. 
  99. ^ Murray & Millett 2001, hlm. 263–67
  100. ^ Macksey, Kenneth (1997). Rommel: battles and campaigns. Da Capo Press. hlm. 61–63. ISBN 0-306-80786-6. 
  101. ^ Weinberg 1995, hlm. 229
  102. ^ Watson, William E (2003). Tricolor and Crescent: France and the Islamic World. Greenwood Publishing Group. hlm. 80. ISBN 0-275-97470-7. 
  103. ^ Jackson, Ashley (2006). The British Empire and the Second World War. Continuum International Publishing Group. hlm. 154. ISBN 1-85285-417-0. 
  104. ^ Stewart, Vance (2002). Three Against One: Churchill, Roosevelt, Stalin Vs Adolph Hitler. Sunstone Press. hlm. 159. ISBN 0-86534-377-2. 
  105. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D. (editors), ed. (2005). "Blitz". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 108–109. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  106. ^ Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1999). The Road to War (ed. Revised and updated). London: Penguin. hlm. 289. ISBN 0-14-028530-X. 
  107. ^ Joes, Anthony James (2004). Resisting Rebellion: The History And Politics of Counterinsurgency. University Press of Kentucky. hlm. 224. ISBN 0-8131-2339-9. 
  108. ^ Fairbank, John King; Goldman, Merle (1994). China: A New History. Harvard University Press. hlm. 320. ISBN 0-674-11673-9. 
  109. ^ Garver, John W (1988). Chinese-Soviet Relations, 1937–1945: The Diplomacy of Chinese Nationalism. Oxford University Press. hlm. 114. ISBN 0-19-505432-6. 
  110. ^ Weinberg 1995, hlm. 195
  111. ^ Sella, Amnon (July 1978). ""Barbarossa": Surprise Attack and Communication". Journal of Contemporary History 13 (3): 555–83. doi:10.1177/002200947801300308. 
  112. ^ Kershaw, Ian (2007). Fateful Choices. Allen Lane. hlm. 66–69. ISBN 0-7139-9712-5. 
  113. ^ Steinberg, Jonathan (June 1995). "The Third Reich Reflected: German Civil Administration in the Occupied Soviet Union, 1941–4". The English Historical Review 110 (437): 620–51. 
  114. ^ Hauner, Milan (1978). "Did Hitler Want a World Dominion?". Journal of Contemporary History 13 (1): 15–32. doi:10.1177/002200947801300102. 
  115. ^ Roberts, Cynthia A (1995). "Planning for War: The Red Army and the Catastrophe of 1941". Europe-Asia Studies 47 (8): 1293–26. doi:10.1080/09668139508412322. 
  116. ^ Wilt, Alan F. (1981). "Hitler's Late Summer Pause in 1941". Military Affairs 45 (4): 187–91. doi:10.2307/1987464. JSTOR 1987464. 
  117. ^ Erickson, John (2003). The Road to Stalingrad. Cassell Military. hlm. 114–137. ISBN 0-304-36541-6. 
  118. ^ Glantz 2001, hlm. 9
  119. ^ Farrell, Brian P (1993). "Yes, Prime Minister: Barbarossa, Whipcord, and the Basis of British Grand Strategy, Autumn 1941". The Journal of Military History 57 (4): 599–625. doi:10.2307/2944096. JSTOR 2944096. 
  120. ^ Pravda, Alex; Duncan, Peter J. S (1990). Soviet-British Relations Since the 1970s. Cambridge University Press. hlm. 29. ISBN 0-521-37494-4. 
  121. ^ Bueno de Mesquita, Bruce; Smith, Alastair; Siverson, Randolph M.; Morrow, James D (2005). The Logic of Political Survival. MIT Press. hlm. 425. ISBN 0-262-52440-6. 
  122. ^ Louis, William Roger (1998). More Adventures with Britannia: Personalities, Politics and Culture in Britain. University of Texas Press. hlm. 223. ISBN 0-292-74708-X. 
  123. ^ Kleinfeld, Gerald R (1983). "Hitler's Strike for Tikhvin". Military Affairs 47 (3): 122–128. doi:10.2307/1988082. JSTOR 1988082. 
  124. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 113. ISBN 1-84212-513-3. 
  125. ^ Glantz 2001, hlm. 26, "By 1 November [the Wehrmacht] had lost fully 20% of its committed strength (686,000 men), up to 2/3 of its ½-million motor vehicles, and 65 percent of its tanks. The German Army High Command (OKH) rated its 136 divisions as equivalent to 83 full-strength divisions."
  126. ^ Reinhardt, Klaus; Keenan, Karl B (1992). Moscow-The Turning Point: The Failure of Hitler's Strategy in the Winter of 1941–42. Berg. hlm. 227. ISBN 0-85496-695-1. 
  127. ^ Milward, A.S. (1964). "The End of the Blitzkrieg". The Economic History Review 16 (3): 499–518. doi:10.1111/j.1468-0289.1964.tb01744.x. 
  128. ^ Rotundo, Louis (1986). "The Creation of Soviet Reserves and the 1941 Campaign". Military Affairs 50 (1): 21–8. doi:10.2307/1988530. JSTOR 1988530. 
  129. ^ Glantz 2001, hlm. 26
  130. ^ Garthoff, Raymond L (October 1969). "The Soviet Manchurian Campaign, August 1945". Military Affairs 33 (2): 312. 
  131. ^ Welch, David (1999). Modern European History, 1871–2000: A Documentary Reader. Routledge. hlm. 102. ISBN 0-415-21582-X. 
  132. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 248. ISBN 0-521-61826-6. 
  133. ^ Anderson, Irvine H., Jr. (1975). "The 1941 De Facto Embargo on Oil to Japan: A Bureaucratic Reflex". The Pacific Historical Review 44 (2): 201. JSTOR 3638003. 
  134. ^ Peattie, Mark R.; Evans, David C. (1997). Kaigun: Strategy, Tactics, and Technology in the Imperial Japanese Navy. Naval Institute Press. hlm. 456. ISBN 0-87021-192-7. 
  135. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 125. ISBN 0-415-22404-7. 
  136. ^ Weinberg, Gerhard L (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. hlm. 310. ISBN 0-521-61826-6. 
  137. ^ Morgan, Patrick M (1983). Strategic Military Surprise: Incentives and Opportunities. Transaction Publishers. hlm. 51. ISBN 0-87855-912-4. 
  138. ^ a b Wohlstetter, Roberta (1962). Pearl Harbor: Warning and Decision. Stanford University Press. hlm. 341–43. ISBN 0-8047-0598-4. 
  139. ^ Dunn, Dennis J (1998). Caught Between Roosevelt & Stalin: America's Ambassadors to Moscow. The University Press of Kentucky. hlm. 157. ISBN 0-8131-2023-3. 
  140. ^ According to Ernest May (May, Ernest (1955). "The United States, the Soviet Union and the Far Eastern War". The Pacific Historical Review 24 (2): 156. JSTOR 3634575. ) Churchill stated: "Russian declaration of war on Japan would be greatly to our advantage, provided, but only provided, that Russians are confident that will not impair their Western Front".
  141. ^ Mingst, Karen A.; Karns, Margaret P (2007). United Nations in the Twenty-First Century. Westview Press. hlm. 22. ISBN 0-8133-4346-1. 
  142. ^ Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, p. 99 ISBN 1-4481-4045-5.
  143. ^ a b Rees, Laurence (2009). World War Two Behind Closed Doors, BBC Books, pp. 406–7 ISBN 1-4481-4045-5. "Stalin always believed that Britain and America were delaying the second front so that the Soviet Union would bear the brunt of the war"
  144. ^ Klam, Julie (2002). The Rise of Japan and Pearl Harbor. Black Rabbit Books. hlm. 27. ISBN 1-58340-188-1. 
  145. ^ Lewis, Morton. "XXIX. Japanese Plans and American Defenses". In Greenfield, Kent Roberts. The Fall of the Philippines. U.S. Government Printing Office. hlm. 529. Library of Congress Catalogue Card Number: 53-63678.  (Table 11).
  146. ^ Hill, J. R.; Ranft, Bryan (2002). The Oxford Illustrated History of the Royal Navy. Oxford University Press. hlm. 362. ISBN 0-19-860527-7. 
  147. ^ Hsiung 1992, hlm. 158
  148. ^ Perez, Louis G. (1 June 1998). The history of Japan. Greenwood Publishing Group. hlm. 145. ISBN 0-313-30296-0. Diakses 12 November 2009. 
  149. ^ Gooch, John (1990). Decisive Campaigns of the Second World War. Routledge. hlm. 52. ISBN 0-7146-3369-0. 
  150. ^ Glantz 2001, hlm. 31
  151. ^ Molinari, Andrea (2007). Desert Raiders: Axis and Allied Special Forces 1940–43. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 1-84603-006-4. 
  152. ^ Mitcham, Samuel W.; Mitcham, Samuel W. Jr (1982). Rommel's Desert War: The Life and Death of the Afrika Korps. Stein & Day. hlm. 31. ISBN 978-0-8117-3413-4. 
  153. ^ Maddox, Robert James (1992). The United States and World War II. Westview Press. hlm. 111–12. ISBN 0-8133-0436-9. 
  154. ^ Salecker, Gene Eric (2001). Fortress Against the Sun: The B-17 Flying Fortress in the Pacific. Da Capo Press. hlm. 186. ISBN 1-58097-049-4. 
  155. ^ Ropp, Theodore (1962). War in the Modern World. Macmillan Publishing Company. hlm. 368. ISBN 0-8018-6445-3. 
  156. ^ Weinberg 1995, hlm. 339
  157. ^ Gilbert, Adrian (2003). The Encyclopedia of Warfare: From Earliest Times to the Present Day. Globe Pequot. hlm. 259. ISBN 1-59228-027-7. 
  158. ^ Swain, Bruce (2001). A Chronology of Australian Armed Forces at War 1939–45. Allen & Unwin. hlm. 197. ISBN 1-86508-352-6. 
  159. ^ Hane, Mikiso (2001). Modern Japan: A Historical Survey. Westview Press. hlm. 340. ISBN 0-8133-3756-9. 
  160. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 111. ISBN 1-84176-882-0. 
  161. ^ Brayley, Martin J (2002). The British Army, 1939–45: The Far East. Osprey Publishing. hlm. 9. ISBN 1-84176-238-5. 
  162. ^ Read, Anthony (2004). The Devil's Disciples: Hitler's Inner Circle. W. W. Norton & Company. hlm. 764. ISBN 0-393-04800-4. 
  163. ^ Davies, Norman (2006). Europe at War 1939–1945: No Simple Victory. Macmillan. hlm. 100. ISBN 0-333-69285-3. 
  164. ^ Badsey, Stephen (2000). The Hutchinson Atlas of World War II Battle Plans: Before and After. Taylor & Francis. hlm. 235–36. ISBN 1-57958-265-6. 
  165. ^ Black, Jeremy (2003). World War Two: A Military History. Routledge. hlm. 119. ISBN 0-415-30534-9. 
  166. ^ Gilbert, Sir Martin (2004). The Second World War: A Complete History. Macmillan. hlm. 397–400. ISBN 0-8050-7623-9. 
  167. ^ Shukman, Harold (2001). Stalin's Generals. Phoenix Press. hlm. 142. ISBN 1-84212-513-3. 
  168. ^ Gannon, James (2002). Stealing Secrets, Telling Lies: How Spies and Codebreakers Helped Shape the Twentieth Century. Brassey's. hlm. 76. ISBN 1-57488-473-5. 
  169. ^ Paxton, Robert O (1972). Vichy France: Old Guard and New Order, 1940–1944. Knopf. hlm. 313. ISBN 0-394-47360-4. 
  170. ^ Rich, Norman (1992). Hitler's War Aims: Ideology, the Nazi State, and the Course of Expansion. Norton. hlm. 178. ISBN 0-393-00802-9. 
  171. ^ Penrose, Jane (2004). The D-Day Companion. Osprey Publishing. hlm. 129. ISBN 1-84176-779-4. 
  172. ^ Neillands, Robin (2005). The Dieppe Raid: The Story of the Disastrous 1942 Expedition. Indiana University Press. ISBN 0-253-34781-5. 
  173. ^ Keegan, John (1997). The Second World War. London: Pimlico. hlm. 277. ISBN 0-7126-7348-2. 
  174. ^ Thomas, David Arthur (1988). A Companion to the Royal Navy. Harrap. hlm. 265. ISBN 0-245-54572-7. 
  175. ^ Thomas, Nigel; Andrew, Stephen (1998). German Army 1939–1945 (2): North Africa & Balkans. Osprey Publishing. hlm. 8. ISBN 1-85532-640-X. 
  176. ^ a b Ross, Steven T (1997). American War Plans, 1941–1945: The Test of Battle. Frank Cass & Co. hlm. 38. ISBN 0-7146-4634-2. 
  177. ^ Bonner, Kit; Bonner, Carolyn (2001). Warship Boneyards. MBI Publishing Company. hlm. 24. ISBN 0-7603-0870-5. 
  178. ^ Collier, Paul (2003). The Second World War (4): The Mediterranean 1940–1945. Osprey Publishing. hlm. 11. ISBN 1-84176-539-2. 
  179. ^ Thompson, John Herd; Randall, Stephen J (1994). Canada and the United States: Ambivalent Allies. University of Georgia Press. hlm. 164. ISBN 0-8203-2403-5. 
  180. ^ Kennedy, David M (1999). Freedom from Fear: The American People in Depression and War, 1929–1945. Oxford University Press. hlm. 610. ISBN 0-19-503834-7. 
  181. ^ Rottman, Gordon L (2002). World War II Pacific Island Guide: A Geo-Military Study. Greenwood Publishing Group. hlm. 228. ISBN 0-313-31395-4. 
  182. ^ Glantz, David M. (September 1986). "Soviet Defensive Tactics at Kursk, July 1943". CSI Report No. 11. (Combined Arms Research Library). OCLC 278029256. Diarsipkan dari aslinya tanggal 6 March 2008. Diakses 17 February 2010. 
  183. ^ Glantz, David M (1989). Soviet military deception in the Second World War. Routledge. hlm. 149–59. ISBN 978-0-7146-3347-3. 
  184. ^ Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. W. W. Norton & Company. hlm. 592. ISBN 0-393-32252-1. 
  185. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 32. ISBN 0-7391-0195-1. 
  186. ^ Bellamy, Chris T (2007). Absolute war: Soviet Russia in the Second World War. BAlfred A. Knopf. hlm. 595. ISBN 0-375-41086-4. 
  187. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 35. ISBN 0-7391-0195-1. 
  188. ^ Healy, Mark (1992). Kursk 1943: The tide turns in the East. Osprey Publishing. hlm. 90. ISBN 1-85532-211-0. 
  189. ^ Glantz 2001, hlm. 50–55
  190. ^ McGowen, Tom (2002). Assault From The Sea: Amphibious Invasions in the Twentieth Century. Twenty-First Century Books. hlm. 43–44. ISBN 0-7613-1811-9. 
  191. ^ Mazower, Mark (2009). Hitler's Empire : Nazi Rule in Occupied Europe. London: Penguin. hlm. 362. ISBN 978-0-14-101192-9. 
  192. ^ Hart, Stephen; Hart, Russell; Hughes, Matthew (2000). The German Soldier in World War II. MBI Publishing Company. hlm. 151. ISBN 0-7603-0846-2. 
  193. ^ Blinkhorn, Martin (1984). Mussolini and Fascist Italy. Methuen & Co. hlm. 52. ISBN 0-415-10231-6. 
  194. ^ Read, Anthony; Fisher, David (1992). The Fall of Berlin. Hutchinson. hlm. 129. ISBN 0-09-175337-6. 
  195. ^ Padfield, Peter (1998). War Beneath the Sea : Submarine Conflict During World War II (ed. paperback.). New York: John Wiley. hlm. 335–336. ISBN 0-471-24945-9. 
  196. ^ a b Iriye, Akira (1981). Power and culture: the Japanese-American war, 1941–1945. Harvard University Press. hlm. 154. ISBN 0-674-69582-8. 
  197. ^ a b Polley, Martin (2000). A-Z of modern Europe since 1789. Taylor & Francis. hlm. 148. ISBN 0-415-18598-X. 
  198. ^ ed. Hsiung, James C. and Steven I. Levine China's Bitter Victory: The War with Japan 1937–1945, p. 161
  199. ^ Hsu Long-hsuen and Chang Ming-kai (1971) History of The Sino-Japanese War (1937–1945) 2nd Ed. Translated by Wen Ha-hsiung. Chung Wu Publishing. pp. 412–416, Map 38
  200. ^ Weinberg 1995, hlm. 660–661
  201. ^ Glantz, David M (2001). The siege of Leningrad, 1941–1944: 900 days of terror. Zenith Imprint. hlm. 166–69. ISBN 0-7603-0941-8. 
  202. ^ Glantz, David M (2002). The Battle for Leningrad: 1941–1944. Lawrence: University Press of Kansas. ISBN 0-7006-1208-4. 
  203. ^ Chubarov, Alexander (2001). Russia's Bitter Path to Modernity: A History of the Soviet and Post-Soviet Eras. Continuum International Publishing Group. hlm. 122. ISBN 0-8264-1350-1. 
  204. ^ Havighurst, Alfred F (1962). Britain in Transition: The Twentieth Century. The University of Chicago Press. hlm. 344. ISBN 0-226-31971-7. 
  205. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis. Routledge. hlm. 224. ISBN 0-415-22404-7. 
  206. ^ a b Zeiler, Thomas W (2004). Unconditional Defeat: Japan, America, and the End of World War II. Scholarly Resources. hlm. 60. ISBN 0-8420-2991-5. 
  207. ^ Craven, Wesley Frank; Cate, James Lea (1953). The Army Cairan Forces in World War II, Volume Five—The Pacific, Matterhorn to Nagasaki. Chicago University Press. hlm. 207. 
  208. ^ Hsiung, James Chieh; Levine, Steven I (1992). China's Bitter Victory: The War with Japan, 1937–1945. M.E. Sharpe. hlm. 163. ISBN 1-56324-246-X. 
  209. ^ Coble, Parks M (2003). Chinese Capitalists in Japan's New Order: The Occupied Lower Yangzi, 1937–1945. University of California Press. hlm. 85. ISBN 0-520-23268-2. 
  210. ^ Weinberg 1995, hlm. 695
  211. ^ Badsey, Stephen (1990). Normandy 1944: Allied Landings and Breakout. Osprey Publishing. hlm. 91. ISBN 0-85045-921-4. 
  212. ^ Dear, I. C. B.; Foot, M. R. D, ed. (2002). "Market-Garden". Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 877. ISBN 0-19-860446-7. 
  213. ^ The operation "was the most calamitous defeat of all the German armed forces in World War II" (Zaloga, Steven J (1996). Bagration 1944: The destruction of Army Group Centre. Osprey Publishing. hlm. 7. ISBN 1-85532-478-4. )
  214. ^ Berend, Ivan T. (1999). Central and Eastern Europe, 1944–1993: Detour from the Periphery to the Periphery. Cambridge University Press. hlm. 8. ISBN 0-521-55066-1. 
  215. ^ "Armistice Negotiations and Soviet Occupation". US Library of Congress. Diakses 14 November 2009. "The coup speeded the Red Army's advance, and the Soviet Union later awarded Michael the Order of Victory for his personal courage in overthrowing Antonescu and putting an end to Romania's war against the Allies. Western historians uniformly point out that the Communists played only a supporting role in the coup; postwar Romanian historians, however, ascribe to the Communists the decisive role in Antonescu's overthrow" 
  216. ^ Hastings, Max; Paul Henry, Collier (2004). The Second World War: a world in flames. Osprey Publishing. hlm. 223–4. ISBN 1-84176-830-8. 
  217. ^ Wiest, Andrew A; Barbier, M. K (2002). Strategy and Tactics Infantry Warfare. Zenith Imprint. hlm. 65–6. ISBN 0-7603-1401-2. 
  218. ^ Wiktor, Christian L (1998). Multilateral Treaty Calendar – 1648–1995. Kluwer Law International. hlm. 426. ISBN 90-411-0584-0. 
  219. ^ Newton, Steven H (1995). Retreat from Leningrad : Army Group North, 1944/1945. Atglen, Philadelphia: Schiffer Books. ISBN 0-88740-806-0. 
  220. ^ Marston, Daniel (2005). The Pacific War Companion: From Pearl Harbor to Hiroshima. Osprey Publishing. hlm. 120. ISBN 1-84176-882-0. 
  221. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 8
  222. ^ Howard, Joshua H (2004). Workers at War: Labor in China's Arsenals, 1937–1953. Stanford University Press. hlm. 140. ISBN 0-8047-4896-9. 
  223. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 54. ISBN 0-8032-6638-3. 
  224. ^ Cook, Chris; Bewes, Diccon (1997). What Happened Where: A Guide to Places and Events in Twentieth-Century History. UCL Press. hlm. 305. ISBN 1-85728-532-8. 
  225. ^ a b Parker, Danny S (2004). Battle of the Bulge: Hitler's Ardennes Offensive, 1944–1945. Da Capo Press. hlm. xiii–xiv, 6–8, 68–70 & 329–330. ISBN 0-306-81391-2. 
  226. ^ Glantz 2001, hlm. 85
  227. ^ Solsten, Eric (1999). Germany: A Country Study. DIANE Publishing. hlm. 76–7. ISBN 0-7881-8179-3. 
  228. ^ United States Dept. of State (1967). The China White Paper, August 1949. Stanford University Press. hlm. 113. ISBN 0-8047-0608-5. 
  229. ^ Buchanan, Tom (2006). Europe's troubled peace, 1945–2000. Wiley-Blackwell. hlm. 21. ISBN 0-631-22163-8. 
  230. ^ Shepardson, Donald E (1998). "The Fall of Berlin and the Rise of a Myth". The Journal of Military History 62 (1): 135–154. doi:10.2307/120398. JSTOR 120398. 
  231. ^ O'Reilly, Charles T (2001). Forgotten Battles: Italy's War of Liberation, 1943–1945. Lexington Books. hlm. 244. ISBN 0-7391-0195-1. 
  232. ^ Kershaw 2001, hlm. 823
  233. ^ a b Donnelly, Mark (1999). Britain in the Second World War. Routledge. hlm. xiv. ISBN 0-415-17425-2. 
  234. ^ Pinkus, Oscar . The war aims and strategies of Adolf Hitler, McFarland, 2005, ISBN 0-7864-2054-5, ISBN 978-0-7864-2054-4, p. 501-3
  235. ^ Glantz, David M. (1995). When Titans Clashed: How the Red Army Stopped Hitler. Lawrence, Kansas: University Press of Kansas. hlm. 34. ISBN 0-7006-0899-0. 
  236. ^ Chant, Christopher (1986). The Encyclopedia of Codenames of World War II. Routledge & Kegan Paul. hlm. 118. ISBN 0-7102-0718-2. 
  237. ^ Drea, Edward J (2003). In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. University of Nebraska Press. hlm. 57. ISBN 0-8032-6638-3. 
  238. ^ Jowett & Andrew 2002, hlm. 6
  239. ^ Poirier, Michel Thomas (20 October 1999). "Results of the German and American Submarine Campaigns of World War II". U.S. Navy. Diakses 13 April 2008. 
  240. ^ Williams, Andrew J (2006). Liberalism and War: The Victors and the Vanquished. Routledge. hlm. 90. ISBN 0-415-35980-5. 
  241. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 201. ISBN 0-521-86244-2. 
  242. ^ Miscamble, Wilson D (2007). From Roosevelt to Truman: Potsdam, Hiroshima, and the Cold War. Cambridge University Press. hlm. 203–4. ISBN 0-521-86244-2. 
  243. ^ Glantz, David M (2005). "August Storm: The Soviet Strategic Offensive in Manchuria". Leavenworth Papers (Combined Arms Research Library). OCLC 78918907. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2 March 2008. Diakses 25 January 2010. 
  244. ^ Pape, Robert A (1993). "Why Japan Surrendered". International Security 18 (2): 154–201. doi:10.2307/2539100. JSTOR 2539100. 
  245. ^ Norbert Frei. Adenauer's Germany and the Nazi Past: The Politics of Amnesty and Integration. Translated by Joel Golb. New York: Columbia University Press. 2002. ISBN 0-231-11882-1, pp. 41–66.
  246. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 43. ISBN 0-300-11204-1. 
  247. ^ Roberts, Geoffrey (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. Yale University Press. hlm. 55. ISBN 0-300-11204-1. 
  248. ^ Shirer, William L. (1990). The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany. Simon and Schuster. hlm. 794. ISBN 0-671-72868-7. 
  249. ^ Kennedy-Pipe, Caroline (1995). Stalin's Cold War. Manchester University Press. ISBN 0-7190-4201-1. 
  250. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 20–21. ISBN 0-7425-5542-9. 
  251. ^ Senn, Alfred Erich (2007). Lithuania 1940: revolution from above. Rodopi. ISBN 978-90-420-2225-6. 
  252. ^ Yoder, Amos (1997). The Evolution of the United Nations System. Taylor & Francis. hlm. 39. ISBN 1-56032-546-1. 
  253. ^ "History of the UN". United Nations. Diakses 25 January 2010. 
  254. ^ "The Universal Declaration of Human Rights, Article 2". United Nations. Diakses 14 November 2009. "* Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the political, jurisdictional or international status of the country or territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-self-governing or under any other limitation of sovereignty" 
  255. ^ Kantowicz, Edward R (2000). Coming Apart, Coming Together. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 6. ISBN 0-8028-4456-1. 
  256. ^ Wettig, Gerhard (2008). Stalin and the Cold War in Europe. Rowman & Littlefield. hlm. 96–100. ISBN 0-7425-5542-9. 
  257. ^ Trachtenberg, Marc (1999). A Constructed Peace: The Making of the European Settlement, 1945–1963. Princeton University Press. hlm. 33. ISBN 0-691-00273-8. 
  258. ^ Granville, Johanna (2004). The First Domino: International Decision Making during the Hungarian Crisis of 1956. Texas A&M University Press. ISBN 1-58544-298-4. 
  259. ^ Grenville, John Ashley Soames (2005). A History of the World from the 20th to the 21st century. Routledge. hlm. 370–71. ISBN 0-415-28954-8. 
  260. ^ Cook, Bernard A (2001). Europe Since 1945: An Encyclopedia. Taylor & Francis. hlm. 17. ISBN 0-8153-4057-5. 
  261. ^ Geoffrey Swain. The Cominform: Tito's International? The Historical Journal, Vol. 35, No. 3 (Sep. 1992), pp. 641–663
  262. ^ Leffler, Melvyn P.; Painter, David S (1994). Origins of the Cold War: An International History. Routledge. hlm. 318. ISBN 0-415-34109-4. 
  263. ^ Bellamy, Christopher (2001). "Cold War". In Holmes, Richard. The Oxford Companion to Military History (ed. Oxford Reference Online). Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-860696-6. 
  264. ^ Weinberg, Gerhard L. (2005). A World At Arms. Cambridge University Press. p. 911
  265. ^ Connor, Mary E. (2009). "History". In Connor, Mary E. The Koreas. Asia in Focus. Santa Barbara: ABC-CLIO. hlm. 43–45. ISBN 1-59884-160-2. 
  266. ^ Lynch, Michael (2010). The Chinese Civil War 1945–49. Botley: Osprey Publishing. hlm. 12–13. ISBN 978-1-84176-671-3. 
  267. ^ Roberts, J.M. (1996). The Penguin History of Europe. London: Penguin Books. hlm. 589. ISBN 0-14-026561-9. 
  268. ^ Darwin, John (2007). After Tamerlane: The Rise & Fall of Global Empires 1400–2000. London: Penguin Books. hlm. 441–443, 464–468. ISBN 978-0-14-101022-9. 
  269. ^ Harrison, Mark (1998). "The economics of World WarII: an overview". In Harrison, Mark. The Economics of World War II: Six great powers in international comparison. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 34–35. ISBN 0-521-62046-5. 
  270. ^ Dear, I.C.B and Foot, M.R.D., ed. (2005). "World trade and world economy". The Oxford Companion to World War II. Oxford: Oxford University Press. hlm. 1006. ISBN 978-0-19-280670-3. 
  271. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 207
  272. ^ Vladimir Petrov, Money and conquest; allied occupation currencies in World War II. Baltimore, Johns Hopkins Press (1967) p. 263
  273. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 208, 209
  274. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. pp. 190, 191, ISBN 0-262-04136-7.
  275. ^ Nicholas Balabkins, "Germany Under Direct Controls: Economic Aspects of Industrial Disarmament 1945–1948", Rutgers University Press, 1964 p. 212
  276. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. p29 -p30, 32, ISBN 0-262-04136-7.
  277. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 20. ISBN 0-7456-1299-7. 
  278. ^ Bull, Martin J.; Newell, James (2005). Italian Politics: Adjustment Under Duress. Polity. hlm. 21. ISBN 0-7456-1299-7. 
  279. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 23. ISBN 0-521-34579-0. 
  280. ^ Dornbusch, Rüdiger; Nölling, Wilhelm; Layard, P. Richard G (1993). Postwar Economic Reconstruction and Lessons for the East Today. Massachusetts Institute of Technology Press. hlm. 117. ISBN 0-262-04136-7. 
  281. ^ Emadi-Coffin, Barbara (2002). Rethinking International Organization: Deregulation and Global Governance. Routledge. hlm. 64. ISBN 0-415-19540-3. 
  282. ^ Smith, Alan (1993). Russia And the World Economy: Problems of Integration. Routledge. hlm. 32. ISBN 0-415-08924-7. 
  283. ^ Harrop, Martin (1992). Power and Policy in Liberal Democracies. Cambridge University Press. hlm. 49. ISBN 0-521-34579-0. 
  284. ^ Genzberger, Christine (1994). China Business: The Portable Encyclopedia for Doing Business with China. Petaluma, California: World Trade Press. hlm. 4. ISBN 0-9631864-3-4. 
  285. ^ O'Brien, Prof. Joseph V. "World War II: Combatants and Casualties (1937–1945)". Obee's History Page. John Jay College of Criminal Justice. Diakses 20 April 2007. [tautan nonaktif]
  286. ^ White, Matthew. "Source List and Detailed Death Tolls for the Twentieth Century Hemoclysm". Historical Atlas of the Twentieth Century. Matthew White's Homepage. Diakses 20 April 2007. 
  287. ^ "World War II Fatalities". secondworldwar.co.uk. Diakses 20 April 2007. 
  288. ^ Geoffrey A. Hosking (2006). Rulers and victims: the Russians in the Soviet Union. Harvard University Press. p. 242. ISBN 0-674-02178-9.
  289. ^ Michael Ellman and S. Maksudov (1994). "Soviet Deaths in the Great Patriotic War: A Note". Europe-Asia Studies 46 (4): 671–680. PMID 12288331. 
  290. ^ Smith, J.W. (1994). The World's Wasted Wealth 2: Save Our Wealth, Save Our Environment. p. 204. ISBN 0-9624423-2-1.
  291. ^ Herf, Jeffrey (2003). "The Nazi Extermination Camps and the Ally to the East. Could the Red Army and Cairan Force Have Stopped or Slowed the Final Solution?". Kritika: Explorations in Russian and Eurasian History 4 (4): 913–930. doi:10.1353/kri.2003.0059. 
  292. ^ Florida Center for Instructional Technology (2005). "Victims". A Teacher's Guide to the Holocaust. University of South Florida. Diakses 2 February 2008. 
  293. ^ Niewyk, Donald L. and Nicosia, Francis R. (2000). The Columbia Guide to the Holocaust. Columbia University Press. pp. 45–52.
  294. ^ Todd, Allan (2001). The Modern World. Oxford University Press. hlm. 121. ISBN 0-19-913425-1. 
  295. ^ Winter, J.M. (2002). "Demography of the War". In Dear, I.C.B.; Foot, M.R.D. Oxford Companion to World War II. Oxford University Press. hlm. 290. ISBN 0-19-860446-7. 
  296. ^ "Jasenovac". jewishvirtuallibrary.org. American-Israeli Cooperative Enterprise. Diakses 25 January 2010. 
  297. ^ Chang, Iris (1997). The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II. BasicBooks. hlm. 102. ISBN 0-465-06835-9. 
  298. ^ Rummell, R. J. "Statistics". Freedom, Democide, War. The University of Hawaii System. Diakses 25 January 2010. 
  299. ^ Himeta, Mitsuyoshi (姫田光義) (日本軍による『三光政策・三光作戦をめぐって』) (Concerning the Three Alls Strategy/Three Alls Policy By the Japanese Forces), Iwanami Bukkuretto, 1996, Bix, Hirohito and the Making of Modern Japan, 2000
  300. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 319. ISBN 1-57607-999-6. 
  301. ^ Gold, Hal (1996). Unit 731 testimony. Tuttle. hlm. 75–7. ISBN 0-8048-3565-9. 
  302. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 320. ISBN 1-57607-999-6. 
  303. ^ Harris (2002). Factories of Death: Japanese Biological Warfare, 1932–1945, and the American Cover-up. Routledge. hlm. 74. ISBN 0-415-93214-9. 
  304. ^ Sabella, Robert; Li, Fei Fei; Liu, David (2002). Nanking 1937: Memory and Healing. M.E. Sharpe. hlm. 69. ISBN 0-7656-0816-2. 
  305. ^ "Japan tested chemical weapons on Aussie POW: new evidence". The Japan Times Online. 27 July 2004. Diakses 25 January 2010. 
  306. ^ Aksar, Yusuf (2004). Implementing International Humanitarian Law: From the Ad Hoc Tribunals to a Permanent International Criminal Court. Routledge. hlm. 45. ISBN 0-7146-8470-8. 
  307. ^ Hornberger, Jacob (April 1995). "Repatriation—The Dark Side of World War II". The Future of Freedom Foundation. Diakses 25 January 2010. 
  308. ^ Koh, David (21 August 2008). "Vietnam needs to remember famine of 1945". The Straits Times (Singapore). Diakses 25 January 2010. 
  309. ^ Harding, Luke (22 October 2003). "Germany's forgotten victims". The Guardian (London). Diakses 21 January 2010. 
  310. ^ a b Marek, Michael (27 October 2005). "Final Compensation Pending for Former Nazi Forced Laborers". dw-world.de. Deutsche Welle. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 19 January 2010. 
  311. ^ Applebaum, Anne (16 October 2003). "Gulag: Understanding the Magnitude of What Happened". Heritage Foundation. Diakses 19 January 2010. 
  312. ^ North, Jonathan (January 2006). "Soviet Prisoners of War: Forgotten Nazi Victims of World War II". HistoryNet.com. Weider History Group. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 19 January 2010. 
  313. ^ Overy, Richard (2004). The Dictators: Hitler's Germany, Stalin's Russia. W. W. Norton & Company. hlm. 568–69. ISBN 0-393-02030-4. 
  314. ^ Zemskov V.N. On repatriation of Soviet citizens. Istoriya SSSR., 1990, No.4, (in Russian). See also [1] (online version), and Edwin Bacon (1992). "Glasnost' and the Gulag: New Information on Soviet Forced Labour around World War II". Soviet Studies 44 (6): 1069–1086. JSTOR 152330. ; Michael Ellman (2002). "Soviet Repression Statistics: Some Comments". Europe-Asia Studies 54 (7): 1151–1172. doi:10.1080/0966813022000017177.  copy
  315. ^ "Japanese Atrocities in the Philippines". American Experience: the Bataan Rescue. PBS Online. Diarsipkan dari aslinya tanggal 19 January 2010. Diakses 18 January 2010. 
  316. ^ Tanaka, Yuki (1996). Hidden Horrors: Japanese War Crimes in World War II. Westview Press. hlm. 2–3. ISBN 0-8133-2718-0. 
  317. ^ Bix, Herbert (2001). Hirohito and the Making of Modern Japan. HarperCollins. hlm. 360. ISBN 0-06-093130-2. 
  318. ^ a b Ju, Zhifen (June 2002). "Japan's atrocities of conscripting and abusing north China draughtees after the outbreak of the Pacific war". Joint Study of the Sino-Japanese War:Minutes of the June 2002 Conference. Harvard University Faculty of Arts and Sciences. Diakses 18 February 2010. 
  319. ^ a b "Indonesia: World War II and the Struggle For Independence, 1942–50; The Japanese Occupation, 1942–45". Library of Congress. 1992. Diakses 9 February 2007. 
  320. ^ "Manzanar National Historic Site". U.S. National Park Service. Diakses 21 February 2012. 
  321. ^ Department of Labour of Canada (24 January 1947). "Report on the Re-establishment of Japanese in Canada, 1944–1946". Department of Labour (Office of the Prime Minister). hlm. 23. ISBN 0-405-11266-1. 
  322. ^ Kennedy, David M. (2001). Freedom From Fear : The American People in Depression and War, 1929–1945. New York City: Oxford University Press. hlm. 749–750. ISBN 0-19-514403-1. 
  323. ^ Eugene Davidson "The Death and Life of Germany: an Account of the American Occupation", University of Missouri Press, 1999 ISBN 0-8262-1249-2, p. 121
  324. ^ Stark, Tamás. ""Malenki Robot" – Hungarian Forced Labourers in the Soviet Union (1944–1955)" (PDF). Minorities Research. Diakses 22 January 2010. 
  325. ^ a b Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 3. ISBN 0-521-78503-0. 
  326. ^ Harrison, Mark (2000). The Economics of World War II: Six Great Powers in International Comparison. Cambridge University Press. hlm. 2. ISBN 0-521-78503-0. 
  327. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 148. ISBN 1-57488-281-3. 
  328. ^ Bernstein, Gail Lee (1991). Recreating Japanese Women, 1600–1945. University of California Press. hlm. 267. ISBN 978-0-520-07017-2. 
  329. ^ Hughes, Matthew; Mann, Chris (2000). Inside Hitler's Germany: Life Under the Third Reich. Potomac Books Inc. hlm. 151. ISBN 1-57488-281-3. 
  330. ^ Griffith, Charles (1999). The Quest: Haywood Hansell and American Strategic Bombing in World War II. DIANE Publishing. hlm. 203. ISBN 1-58566-069-8. 
  331. ^ Overy, R.J (1995). War and Economy in the Third Reich. Oxford University Press, USA. hlm. 26. ISBN 0-19-820599-6. 
  332. ^ Lindberg, Michael; Daniel, Todd (2001). Brown-, Green- and Blue-Water Fleets: the Influence of Geography on Naval Warfare, 1861 to the Present. Praeger. hlm. 126. ISBN 0-275-96486-8. 
  333. ^ Cox, Sebastian (1998). The Strategic Cairan War Against Germany, 1939–1945. Frank Cass Publishers. hlm. 84. ISBN 0-7146-4722-5. 
  334. ^ Unidas, Naciones (2005). World Economic And Social Survey 2004: International Migration. United Nations Pubns. hlm. 23. ISBN 92-1-109147-0. 
  335. ^ Liberman, Peter (1998). Does Conquest Pay?: The Exploitation of Occupied Industrial Societies. Princeton University Press. hlm. 42. ISBN 0-691-00242-8. 
  336. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 138. ISBN 0-520-03942-4. 
  337. ^ Milward, Alan S (1979). War, Economy, and Society, 1939–1945. University of California Press. hlm. 148. ISBN 0-520-03942-4. 
  338. ^ Perrie, Maureen; Lieven, D. C. B; Suny, Ronald Grigor (2007). The Cambridge History of Russia. Cambridge University Press. hlm. 232. ISBN 0-521-86194-2. 
  339. ^ Hill, Alexander (2005). The War Behind The Eastern Front: The Soviet Partisan Movement In North-West Russia 1941–1944. Routledge. hlm. 5. ISBN 0-7146-5711-5. 
  340. ^ Christofferson, Thomas R; Christofferson, Michael S (2006). France During World War II: From Defeat to Liberation. Fordham University Press. hlm. 156. ISBN 978-0-8232-2563-7. 
  341. ^ Ikeo, Aiko (1997). Economic Development in Twentieth Century East Asia: The International Context. Routledge. hlm. 107. ISBN 0-415-14900-2. 
  342. ^ a b Boog, Horst; Rahn, Werner; Stumpf, Reinhard; Wegner, Bernd (2001). Militärgeschichtliches Forschungsamt Germany and the Second World War—Volume VI: The Global War. Oxford: Clarendon Press. hlm. 266. ISBN 0-19-822888-0. 
  343. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. Sanata Barbara, CA: ABC-CLIO. hlm. 76. ISBN 1-57607-999-6. 
  344. ^ Levine, Alan J. (1992). The Strategic Bombing of Germany, 1940–1945. Greenwood Press. hlm. 217. ISBN 0-275-94319-4. 
  345. ^ Sauvain, Philip (2005). Key Themes of the Twentieth Century: Teacher's Guide. Wiley-Blackwell. hlm. 128. ISBN 1-4051-3218-3. 
  346. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 163. ISBN 1-57607-999-6. 
  347. ^ Bishop, Chris; Chant, Chris (2004). Aircraft Carriers: The World's Greatest Naval Vessels and Their Aircraft. Wigston, Leics: Silverdale Books. hlm. 7. ISBN 1-84509-079-9. 
  348. ^ Chenoweth, H. Avery; Nihart, Brooke (2005). Semper Fi: The Definitive Illustrated History of the U.S. Marines. New York: Main Street. hlm. 180. ISBN 1-4027-3099-3. 
  349. ^ Sumner, Ian; Baker, Alix (2001). The Royal Navy 1939–45. Osprey Publishing. hlm. 25. ISBN 1-84176-195-8. 
  350. ^ Hearn, Chester G. (2007). Carriers in Combat: The Cairan War at Sea. Stackpole Books. hlm. 14. ISBN 0-8117-3398-X. 
  351. ^ Gardiner, Robert; Brown, David K (2004). The Eclipse of the Big Gun: The Warship 1906–1945. London: Conway Maritime. hlm. 52. ISBN 0-85177-953-0. 
  352. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 15. ISBN 0-521-55926-X. 
  353. ^ Rydill, Louis (1995). Concepts in Submarine Design. Cambridge University Press. hlm. 16. ISBN 0-521-55926-X. 
  354. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 125. ISBN 1-57607-999-6. 
  355. ^ Dupuy, Trevor Nevitt (1982). The Evolution of Weapons and Warfare. Jane's Information Group. hlm. 231. ISBN 0-7106-0123-9. 
  356. ^ a b Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 108. ISBN 1-57607-999-6. 
  357. ^ Tucker, Spencer C.; Roberts, Priscilla Mary Roberts (2004). Encyclopedia of World War II: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. hlm. 734. ISBN 1-57607-999-6. 
  358. ^ a b Cowley, Robert; Parker, Geoffrey (2001). The Reader's Companion to Military History. Houghton Mifflin Harcourt. hlm. 221. ISBN 0-618-12742-9. 
  359. ^ "Infantry Weapons Of World War 2". Grey Falcon (Black Sun). Diakses 14 November 2009. "These all-purpose guns were developed and used by the German army in the 2nd half of World War 2 as a result of studies which showed that the ordinary rifle's long range is much longer than needed, since the soldiers almost always fired at enemies closer than half of its effective range. The assault rifle is a balanced compromise between the rifle and the sub-machine gun, having sufficient range and accuracy to be used as a rifle, combined with the rapid-rate automatic firepower of the sub machine gun. Thanks to these combined advantages, assault rifles such as the American M-16 and the Russian AK-47 are the basic weapon of the modern soldier" 
  360. ^ Sprague, Oliver; Griffiths, Hugh (2006). "The AK-47: the worlds favourite killing machine" (PDF). controlarms.org. hlm. 1. Diakses 14 November 2009. 
  361. ^ Ratcliff, Rebecca Ann (2006). Delusions of Intelligence: Enigma, Ultra and the End of Secure Ciphers. Cambridge University Press. hlm. 11. ISBN 0-521-85522-5. 
  362. ^ a b Schoenherr, Steven (2007). "Code Breaking in World War II". History Department at the University of San Diego. Diarsipkan dari aslinya tanggal 9 May 2008. Diakses 15 November 2009. 
  363. ^ Macintyre, Ben (10 December 2010). "Bravery of thousands of Poles was vital in securing victory". The Times (London). hlm. 27. 
  364. ^ Rowe, Neil C.; Rothstein, Hy. "Deception for Defense of Information Systems: Analogies from Conventional Warfare". Departments of Computer Science and Defense Analysis U.S. Naval Postgraduate School. Cairan University. Diakses 15 November 2009. 
  365. ^ "Konrad Zuse (1910–1995)". Istituto Dalle Molle di Studi sull'Intelligenza Artificiale. Diakses 14 November 2009. "Konrad Zuse builds Z1, world's first programme-controlled computer. Despite mechanical engineering problems it had all the basic ingredients of modern machines, using the binary system and today's standard separation of storage and control. Zuse's 1936 patent application (Z23139/GMD Nr. 005/021) also suggests a von Neumann architecture (re-invented in 1945) with programme and data modifiable in storage" 
  366. ^ Kenneth K. Hatfield (2003). "Heartland heroes: remembering World War II.". University of Missouri Press. p. 91. ISBN 0-8262-1460-6

Referensi

  • Adamthwaite, Anthony P (1992). The Making of the Second World War. New York: Routledge. ISBN 0-415-90716-0. 
  • Brody, J Kenneth (1999). The Avoidable War: Pierre Laval and the Politics of Reality, 1935–1936. New Brunswick, NJ: Transaction Publishers. hlm. 4. ISBN 0-7658-0622-3. 
  • Bullock, A. (1962). Hitler: A Study in Tyranny. London: Penguin Books. ISBN 0-14-013564-2. 
  • Busky, Donald F (2002). Communism in History and Theory: Asia, Africa, and the Americas. Westport, CT: Praeger Publishers. ISBN 0-275-97733-1. 
  • Davies, Norman (2008). No Simple Victory: World War II in Europe, 1939–1945. New York: Penguin Group. ISBN 0-14-311409-3. 
  • Glantz, David M. (2001). "The Soviet-German War 1941–45 Myths and Realities: A Survey Essay". Diarsipkan dari aslinya tanggal 17 June 2011. 
  • Graham, Helen (2005). The Spanish Civil War: A Very Short Introduction. Oxford and New York: Oxford University Press. ISBN 0-19-280377-8. 
  • Holland, J (2006). Together We Stand, Turning the Tide in the West:North Africa, 1942–43. London: Harper Collins. 
  • Hsiung, James Chieh (1992). China's Bitter Victory: The War with Japan, 1937–1945. M.E. Sharpe. ISBN 1-56324-246-X. 
  • Jowett, Philip S.; Andrew, Stephen (2002). The Japanese Army, 1931–45. Osprey Publishing. ISBN 1-84176-353-5. 
  • Kantowicz, Edward R (1999). The rage of nations. Wm. B. Eerdmans Publishing. ISBN 0-8028-4455-3. 
  • Kershaw, Ian (2001). Hitler, 1936–1945: Nemesis. W. W. Norton & Company. ISBN 0-393-32252-1. 
  • Kitson, Alison (2001). Germany 1858–1990: Hope, Terror, and Revival. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-913417-5. 
  • Mandelbaum, Michael (1988). The Fate of Nations: The Search for National Security in the Nineteenth and Twentieth Centuries. Cambridge University Press. hlm. 96. ISBN 0-521-35790-X. 
  • Murray, Williamson; Millett, Allan Reed (2001). A War to Be Won: Fighting the Second World War. Harvard University Press. ISBN 0-674-00680-1. 
  • Myers, Ramon; Peattie, Mark (1987). The Japanese Colonial Empire, 1895–1945. Princeton University Press. ISBN 0-691-10222-8. 
  • Preston, Peter (1998). 'Pacific Asia in the global system: an introduction, Wiley-Blackwell. Oxford: Blackwell. hlm. 104. ISBN 0-631-20238-2. 
  • Record, Jeffery (2005). Appeasement Reconsidered: Investigating the Mythology of the 1930s (PDF). DIANE Publishing. hlm. 50. ISBN 1-58487-216-0. Diakses 15 November 2009. 
  • Shaw, Anthony (2000). World War II Day by Day. MBI Publishing Company. ISBN 0-7603-0939-6. 
  • Smith, Winston; Steadman, Ralph (2004). All Riot on the Western Front, Volume 3. Last Gasp. ISBN 0-86719-616-5. 
  • Weinberg, Gerhard L. (1995). A World at Arms: A Global History of World War II. Cambridge University Press. ISBN 0-521-55879-4. 
  • Weinberg, Gerhard L. (2005). A World at Arms: A Global History of World War II (ed. Second). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-85316-8. 
  • Zalampas, Michael (1989). Adolf Hitler and the Third Reich in American magazines, 1923–1939. Bowling Green University Popular Press. ISBN 0-87972-462-5. 

Tautan luar


edunitas.com

Page 14

Portal Binatang

Artikel Pilihan

Gambar Pilihan

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani


Merak Biru atau Merak India, yang dalam nama ilmiahnya Pavo cristatus adalah salah satu dari tiga spesies merak. Merak Biru mempunyai bulu berwarna biru gelap mengilap. Burung jantan dewasa mempunyai ukuran akbar, panjangnya mampu sampai 230 cm, dengan penutup ekor yang sangat panjang berwarna hijau metalik. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak biru membentuk kipas. Populasi Merak Biru tersebar di hutan terbuka dengan padang rumput di India, Pakistan, Sri Lanka, Nepal dan Bhutan. Sebelumnya spesies ini ditemukan juga di Bangladesh, namun sekarang probabilitas akbar telah punah di sana.

Artikel-artikel

Kategori

Tahukah anda...

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Armadillo

  • "..... bahwa walaupun armadillo biasanya kawin sekitar bulan Juli, embrionya biasanya tidur sampai November? Baru pada bulan Maret empat bayinya dilahirkan. Keempat bayinya ini terbentuk dari satu telur, dan biasanya berjenis kelamin sama, bahkan mengembang dalam plasenta yang sama pula."
  • "..... bahwa belut listrik yang akbarnya antara 1,5 - 2 meter mampu menghasilkan listrik sampai 600 volt yang cukup akbar sebagai mengejutkan seekor kuda?"

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Burung unta

  • "..... bahwa unta mampu membawa beban antara 227 kg-454 kg? Mereka mampu berlanjut dengan kecepatan 3-5 kilometer per jam, selama 6-7 jam per harinya?"
  • "..... bahwa lumba-lumba mampu mengingat suatu nada tertentu lebih berpihak kepada yang benar daripada manusia?"
  • "..... bahwa mata burung unta lebih akbar daripada otaknya?"
  • "..... bahwa gading gajah terus bertumbuh sepanjang hidupnya, dan beratnya mampu sampai lebih dari 100 kg? Hanya gajah jantan Asia yang memiliki gading, sementara gajah betina Afrika juga mempunyai gading."
  • "..... bahwa sayap kelelawar, telinga gajah dan kelinci, kaki flamingo, tanduk kambing, serta kulit manusia mempunyai fungsi yang sama, yaitu melepaskan panas sebagai mendinginkan tubuh?"
  • "..... bahwa jerapah jantan mencari makan di pohon-pohon yang lebih tinggi daripada betinanya, sehingga tidak perlu terjadi persaingan antara kedua jenis yang berbeda?"

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tikus

  • "..... bahwa burung elang mampu menyerang, membunuh, dan membawa mangsanya sampai sebesar rusa muda? Sementara makanan elang Harpy dari Amerika Selatan adalah kera."
  • "..... bahwa dari dua ekor tikus mampu dihasilkan 15.000 keturunan dalam ketika kurang dari satu tahun?"
  • " ... .. bahwa tikus mampu bertahan lebih lama tanpa air dibandingkan dengan unta?
  • " ... .. bahwa burung pelatuk mampu mematuk 20 kali dalam satu detik?"
  • "..... bahwa setiap harinya seekor bayi paus kelabu meminum susu yang setara dengan 2.000 botol?"

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Jerapah

  • "..... bahwa bayi jerapah tingginya 1,82 meter pada ketika dia dilahirkan?"
  • "..... bahwa panjang tubuh seekor bayi paus biru ketika baru dilahirkan adalah 7,62 meter?"
  • "..... bahwa seekor lobster membutuhkan ketika 7 tahun sebagai bertumbuh sampai 0,46 kg?"
  • "..... bahwa lumba-lumba melompat dari dalam air sebagai menghemat energi? Melakukan usaha di udara memang lebih gampang daripada melakukan usaha di dalam air!"
  • "..... bahwa ular membutuhkan ketika 50 jam sebagai mencerna seekor katak?"
  • "..... bahwa sebelum berproses dan berganti kulit, mata ular biasanya tampak suram, dan kulitnya pun sangat kusam? Biasanya ular juga menjadi tidak giat menjelang saat-saat ini, dan tidak mau makan."

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kucing

  • "..... bahwa kehadiran orang baru, anjing, atau kucing baru di suatu rumah mampu mengakibatkan seekor kucing stres?"
  • "..... bahwa setelah makan, kucing selalu menjilati dirinya sendiri? Ini diakibatkan nalurinya menyebut bahwa mereka mesti menghilangkan bau makanan dari diri mereka, agar pemangsa mereka tidak hendak mencium bau makanan itu, dan mencari mereka sebagai memakannya."


edunitas.com


Page 15

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani
4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani
4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani
4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani
4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani
OstracodaEoraptor lunensisMegascops asioHesperiphona vespertinaOncometopia orbona

Portal Binatang

Artikel Pilihan

Gambar Pilihan

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani


Merak Biru atau Merak India, yang dalam nama ilmiahnya Pavo cristatus adalah salah satu dari tiga spesies merak. Merak Biru mempunyai bulu berwarna biru gelap mengilap. Burung jantan dewasa mempunyai ukuran akbar, panjangnya mampu sampai 230 cm, dengan penutup ekor yang sangat panjang berwarna hijau metalik. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak biru membentuk kipas. Populasi Merak Biru tersebar di hutan terbuka dengan padang rumput di India, Pakistan, Sri Lanka, Nepal dan Bhutan. Sebelumnya spesies ini ditemukan juga di Bangladesh, namun sekarang probabilitas akbar telah punah di sana.

Artikel-artikel

Kategori

Tahukah anda.......

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Armadillo

  • "....... bahwa walaupun armadillo biasanya kawin sekitar bulan Juli, embrionya biasanya tidur sampai November? Baru pada bulan Maret empat bayinya dilahirkan. Keempat bayinya ini terbentuk dari satu telur, dan biasanya berjenis kelamin sama, bahkan mengembang dalam plasenta yang sama pula."
  • "....... bahwa belut listrik yang akbarnya antara 1,5 - 2 meter mampu menghasilkan listrik sampai 600 volt yang cukup akbar sebagai mengejutkan seekor kuda?"

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Burung unta

  • "....... bahwa unta mampu membawa beban antara 227 kg-454 kg? Mereka mampu berlanjut dengan kecepatan 3-5 kilometer per jam, selama 6-7 jam per harinya?"
  • "....... bahwa lumba-lumba mampu mengingat suatu nada tertentu lebih berpihak kepada yang benar daripada manusia?"
  • "....... bahwa mata burung unta lebih akbar daripada otaknya?"
  • "....... bahwa gading gajah terus bertumbuh sepanjang hidupnya, dan beratnya mampu sampai lebih dari 100 kg? Hanya gajah jantan Asia yang memiliki gading, sementara gajah betina Afrika juga mempunyai gading."
  • "....... bahwa sayap kelelawar, telinga gajah dan kelinci, kaki flamingo, tanduk kambing, serta kulit manusia mempunyai fungsi yang sama, yaitu melepaskan panas sebagai mendinginkan tubuh?"
  • "....... bahwa jerapah jantan mencari makan di pohon-pohon yang lebih tinggi daripada betinanya, sehingga tidak perlu terjadi persaingan antara kedua jenis yang berbeda?"

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Tikus

  • "....... bahwa burung elang mampu menyerang, membunuh, dan membawa mangsanya sampai sebesar rusa muda? Sementara makanan elang Harpy dari Amerika Selatan adalah kera."
  • "....... bahwa dari dua ekor tikus mampu dihasilkan 15.000 keturunan dalam ketika kurang dari satu tahun?"
  • " ... .. bahwa tikus mampu bertahan lebih lama tanpa air dibandingkan dengan unta?
  • " ... .. bahwa burung pelatuk mampu mematuk 20 kali dalam satu detik?"
  • "....... bahwa setiap harinya seekor bayi paus kelabu meminum susu yang setara dengan 2.000 botol?"

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Jerapah

  • "....... bahwa bayi jerapah tingginya 1,82 meter pada ketika dia dilahirkan?"
  • "....... bahwa panjang tubuh seekor bayi paus biru ketika baru dilahirkan adalah 7,62 meter?"
  • "....... bahwa seekor lobster membutuhkan ketika 7 tahun sebagai bertumbuh sampai 0,46 kg?"
  • "....... bahwa lumba-lumba melompat dari dalam air sebagai menghemat energi? Melakukan usaha di udara memang lebih gampang daripada melakukan usaha di dalam air!"
  • "....... bahwa ular membutuhkan ketika 50 jam sebagai mencerna seekor katak?"
  • "....... bahwa sebelum berganti kulit, mata ular biasanya tampak suram, dan kulitnya pun sangat kusam? Biasanya ular juga menjadi tidak giat menjelang saat-saat ini, dan tidak mau makan."

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Kucing

  • "....... bahwa kehadiran orang baru, anjing, atau kucing baru di suatu rumah mampu mengakibatkan seekor kucing stres?"
  • "....... bahwa setelah makan, kucing selalu menjilati dirinya sendiri? Ini diakibatkan nalurinya menyebut bahwa mereka mesti menghilangkan bau makanan dari diri mereka, agar pemangsa mereka tidak hendak mencium bau makanan itu, dan mencari mereka sebagai memakannya."


edunitas.com


Page 16

Tags (tagged): portal, of, hindu, unkris, sm, sampai, 13, agama, merupakan, ketiga, dewa, kebijaksanaan, lukisan, patungnya, banyak, gambar, pilihan, lampu, lilin, saat, perayaan, deepavali, diwali, raya, penduduk, koloni, mendambakan, center, studies, org, berita, artikel, sunting, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 17

Tags (tagged): portal, of, hindu, unkris, anakbenua, india, sini, terdapat, sekitar, 90, berkepala, gajah, berlengan, empat, berbadan, gemuk, kompleks, candi, terbesar, indonesia, penting, terlibat, dalam, gerakan, kemerdekaan, dia, center, studies, sungai, gangga, itihasa, kosmologi, lingga, mitologi, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 18

Tags (tagged): portal, hindu, unkris, anakbenua, india, sini, terdapat, sekitar, 90, berkepala, gajah, berlengan, empat, berbadan, gemuk, kompleks, candi, terbesar, indonesia, penting, terlibat, dalam, gerakan, kemerdekaan, dia, pusat, ilmu, pengetahuan, sungai, gangga, itihasa, kosmologi, lingga, mitologi, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, bahasa, ensiklopedia


Page 19

Tags (tagged): portal, hindu, unkris, sm, sampai, 13, agama, merupakan, ketiga, dewa, kebijaksanaan, lukisan, patungnya, banyak, gambar, pilihan, lampu, lilin, saat, perayaan, deepavali, diwali, raya, penduduk, koloni, mendambakan, pusat, ilmu, pengetahuan, org, berita, artikel, sunting, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, bahasa, indonesia, ensiklopedia


Page 20

PORTAL INDIA
Budaya India  · Geografi India  · Sejarah India  · Tokoh India  · Segala hal tentang India

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Republik India (भारत गणराज्य) yaitu suatu negara di Asia yang benar banyak masyarakat paling banyak kedua di lingkungan kehidupan, dengan populasi semakin dari satu milyar jiwa, dan yaitu negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Banyak masyarakat India tumbuh pesat semenjak pertengahan 1980-an. Ekonomi India yaitu terbesar keempat di lingkungan kehidupan dalam PDB, diukur dari proses paritas daya beli (PPP), dan salah satu pertumbuhan ekonomi tercepat di lingkungan kehidupan. Terletak di Asia Selatan dengan garis pantai sepanjang 7.000 km, dan proses dari anak benua India, India adalah proses dari rute perdagangan penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik Rakyat Tiongkok, Myanmar. Bangladesh, Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia yaitu negara kepulauan yang bersebelahan. India yaitu letak dari peradaban lawas seperti Budaya Lembah Indus dan adalah tempat kelahiran dari empat agama utama dunia: Hinduisme, Buddhisme, Jainisme, dan Sikhisme. Negara ini adalah proses dari Britania Raya sebelum meraih kemerdekaan pada 1947.

Baca selengkapnya....

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani


edunitas.com


Page 21

PORTAL INDIA
Budaya India · Geografi India
Sejarah India · Tokoh India
Segala hal tentang India

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Republik India (भारत गणराज्य) yaitu suatu negara di Asia yang benar banyak masyarakat paling banyak kedua di lingkungan kehidupan, dengan populasi semakin dari satu milyar jiwa, dan yaitu negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Banyak masyarakat India tumbuh pesat semenjak pertengahan 1980-an. Ekonomi India yaitu terbesar keempat di lingkungan kehidupan dalam PDB, diukur dari proses paritas daya beli (PPP), dan salah satu pertumbuhan ekonomi tercepat di lingkungan kehidupan. Terletak di Asia Selatan dengan garis pantai sepanjang 7.000 km, dan proses dari anak benua India, India adalah proses dari rute perdagangan penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik Rakyat Tiongkok, Myanmar. Bangladesh, Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia yaitu negara kepulauan yang bersebelahan. India yaitu letak dari peradaban lawas seperti Budaya Lembah Indus dan adalah tempat kelahiran dari empat agama utama dunia: Hinduisme, Buddhisme, Jainisme, dan Sikhisme. Negara ini adalah proses dari Britania Raya sebelum meraih kemerdekaan pada 1947.

Baca selengkapnya....


edunitas.com


Page 22

PORTAL INDIA
Budaya India · Geografi India
Sejarah India · Tokoh India
Segala hal tentang India

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Republik India (भारत गणराज्य) yaitu suatu negara di Asia yang benar banyak masyarakat paling banyak kedua di lingkungan kehidupan, dengan populasi semakin dari satu milyar jiwa, dan yaitu negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Banyak masyarakat India tumbuh pesat semenjak pertengahan 1980-an. Ekonomi India yaitu terbesar keempat di lingkungan kehidupan dalam PDB, diukur dari proses paritas daya beli (PPP), dan salah satu pertumbuhan ekonomi tercepat di lingkungan kehidupan. Terletak di Asia Selatan dengan garis pantai sepanjang 7.000 km, dan proses dari anak benua India, India adalah proses dari rute perdagangan penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik Rakyat Tiongkok, Myanmar. Bangladesh, Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia yaitu negara kepulauan yang bersebelahan. India yaitu letak dari peradaban lawas seperti Budaya Lembah Indus dan adalah tempat kelahiran dari empat agama utama dunia: Hinduisme, Buddhisme, Jainisme, dan Sikhisme. Negara ini adalah proses dari Britania Raya sebelum meraih kemerdekaan pada 1947.

Baca selengkapnya....


edunitas.com


Page 23

PORTAL INDIA
Budaya India  · Geografi India  · Sejarah India  · Tokoh India  · Segala hal tentang India

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Republik India (भारत गणराज्य) yaitu suatu negara di Asia yang benar banyak masyarakat paling banyak kedua di lingkungan kehidupan, dengan populasi semakin dari satu milyar jiwa, dan yaitu negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Banyak masyarakat India tumbuh pesat semenjak pertengahan 1980-an. Ekonomi India yaitu terbesar keempat di lingkungan kehidupan dalam PDB, diukur dari proses paritas daya beli (PPP), dan salah satu pertumbuhan ekonomi tercepat di lingkungan kehidupan. Terletak di Asia Selatan dengan garis pantai sepanjang 7.000 km, dan proses dari anak benua India, India adalah proses dari rute perdagangan penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik Rakyat Tiongkok, Myanmar. Bangladesh, Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia yaitu negara kepulauan yang bersebelahan. India yaitu letak dari peradaban lawas seperti Budaya Lembah Indus dan adalah tempat kelahiran dari empat agama utama dunia: Hinduisme, Buddhisme, Jainisme, dan Sikhisme. Negara ini adalah proses dari Britania Raya sebelum meraih kemerdekaan pada 1947.

Baca selengkapnya....

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani


edunitas.com


Page 24

Portal Film

Selamat datang di Portal Film

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Film yaitu gambar-hidup, juga sering dikata movie (semula pelesetan bagi 'berpindah gambar'). Film, secara kolektif, sering dikata 'sinema'. Gambar-hidup yaitu wujud seni, wujud populer dari hiburan, dan juga bidang usaha.

Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi.

Selengkapnya...

Artikel pilihan

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Final Destination yaitu sebuah film horor tahun 2000 tentang sekelompok pelajar yang 'menipu kematian' setelah terhindar dari kecelakaan pesawat ketika sebelumnya seorang dari mereka melihat pertanda kematian mereka, tetapi tidak lama setelah itu, mereka mulai mati satu per satu dalam kecelakaan misterius yang mengerikan. Skripsi film ini awalnya ditulis oleh Jeffrey Reddick sbg catatan spekulasi bagi X-Files. (Sutradara James Wong bekerja sbg penulis, direktur dan produsen serial itu). Tuturan ini memiliki beberapa kesamaan dengan episode The Twilight Zone berjudul "Twenty-Two". Film dibuat oleh New Line Cinema. DVDnya diresmikan pada 26 September 2000.

Selengkapnya...

Gambar pilihan

4 mengapa perang Peloponnesos menjadi penyebab runtuhnya peradaban Yunani

Pirates of the Caribbean: On Stranger Tides yaitu film fantasi petualangan 2011 dan angsuran keempat dalam seri Pirates of the Caribbean. Dalam film tersebut, Kapten Jack Sparrow (Johnny Depp) bergabung dengan Angelica (Penélope Cruz) bagi mencari Cairan Mancur Awet Muda, menghadapi bajak laut Blackbeard terkenal (Ian McShane). Penggambaran plot terinspirasi dari novel On Stranger Tides oleh Tim Powers, yang juga terinspirasi permainan LucasArts The Secret of Monkey Island. Film ini disutradarai oleh Rob Marshall, yang ditulis oleh Ted Elliott dan Terry Rossio, dan dibuat oleh Jerry Bruckheimer.

Selengkapnya...

Tahukah anda...

Biografi pilihan

Kategori


Page 25

Tags (tagged): portal, film, articles, choice, articles choice, unkris, film setiap, pengguna, mengajukan artikel pilihannya, merupakan artikel, rintisan, artikel pilihan saat, 2, film artikel pilihan, 12 27, februari, 28 3, 2010, juli 2010, rumah, dara 8 portal, film artikel, pilihan, 7, center of, studies roman, twilight, film 28 thriller, rumah dara, sutradara


Page 26

Tags (tagged): portal, film, articles, choice, articles choice, unkris, telah akan, menjadi, artikel pilihan portal, sesuatu, ada, hubungannya film artikel, harus, bukan, merupakan, artikel rintisan artikel, pilihan saat, 2010, kandidat belum dijadwalkan, artikel telah, center, of studies potter, and the, half, blood prince sci, fi lihat, pula, artikel portal