Anak yang menjadi korban kekerasan seksual apabila tidak segera ditangani maka akan mengalami

Anak yang menjadi korban kekerasan seksual apabila tidak segera ditangani maka akan mengalami

Anak yang menjadi korban kekerasan seksual apabila tidak segera ditangani maka akan mengalami
Lihat Foto

Shutterstock

Ilustrasi


KOMPAS.com - Segala bentuk kekerasan berakibat buruk, baik fisik maupun psikis. Bahkan, jika tidak segera ditangani, perkembangan dan pertumbuhan anak akan terganggu.

Kekerasan seksual yang dialami anak-anak tidak selalu menimbulkan dampak langsung. Hal ini karena pemahaman seorang anak pada peristiwa yang dialaminya berbeda-beda. Pada anak usia remaja, mereka langsung mengerti peristiwa kekerasan seksual akan merusak hidupnya sehingga reaksi mereka akan langsung terlihat.

Menurut psikiatri anak dr.Tjhin Wiguna Sp.A, meski tidak langsung terlihat dampaknya, tapi anak membutuhkan pendampingan dan harus terus dipantau kondisinya.

"Dokter atau psikiater akan melakukan assesment, apakah ada masalah emosi atau perilaku pasca peristiwa tersebut. Kalau belum ada, tetap dipantau karena mereka beresiko tinggi mengalami gangguan perilaku," katanya ketika dihubungi KompasHealth (16/4/14).

Anak-anak adalah korban yang harus mendapat perhatian dan dukungan dari orang di sekitarnya agar luka fisik serta trauma psikisnya bisa disembuhkan.

Terapi untuk anak yang menjadi korban, jelas Tjhin, bermacam-macam. Untuk anak yang masih kecil biasanya dilakukan terapi bermain. "Misalnya anak diajak menggambar untuk membantu anak mengekspresikan perasaannya," katanya.

Selain itu bisa juga dilakukan terapi kognitif dan berbagai terapi lain sesuai kondisi anak. "Tujuan awalnya adalah menjalin emosi dengan anak sehingga anak tetap bisa mengekspresikan perasaannya meski tidak selalu lewat kata-kata," ujarnya.

Orangtua bisa mencari bantuan untuk terapi anak ke psikolog atau psikiater untuk memulihkan luka batin anak. Di RSCM Jakarta antara lain juga terdapat klinik pemulihan stres pasca trauma, poliklinik jiwa anak dan remaja, atau pusat krisis terpadu yang terdapat di RS Polri Jakarta dan juga RSCM.Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tidak sedikit korban pelecehan seksual yang memilih diam dan menyimpan kejadian memilukan itu sendirian. Alasannya mungkin karena malu, takut disalahkan, atau diancam oleh pelaku. Padahal, hal ini bisa berdampak pada kesehatan mental dan juga fisik, lho.

Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang dipaksakan atau diancam pada korban, baik itu berupa lisan, fisik, atau isyarat tertentu yang membuat mereka merasa tersinggung, dipermalukan, bahkan terintimidasi.

Anak yang menjadi korban kekerasan seksual apabila tidak segera ditangani maka akan mengalami

Bentuk pelecehan seksual bisa bermacam-macam, mulai dari pemerkosaan, perilaku menggoda, seperti catcalling,atau menyentuh tubuh korban tanpa izin, hingga mempertunjukan materi pornografi atau keinginan seksual secara paksa. Pelecehan seksual bisa dialami oleh siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa.

Dampak Pelecehan Seksual

Menjadi korban pelecehan seksual merupakan musibah yang dapat menimbulkan trauma psikologis berat. Tak sedikit korban pelecehan seksual mengalami cedera fisik dan luka batin usai kejadian memilukan ini.

Meski demikian, tak semua orang yang mengalami pelecehan seksual berani untuk mengungkapkan hal tersebut. Setelah mengalami pelecehan seksual, seseorang bisa mengalami beberapa tanda atau gejala berikut:

  • Mudah marah
  • Merasa takut atau tidak aman
  • Merasa bersalah atau membenci diri sendiri
  • Mengalami gangguan tidur dan kecemasan
  • Sulit mempercayai orang lain

Selain itu, korban pelecehan seksual yang tidak mendapatkan pertolongan juga berisiko tinggi untuk mengalami berbagai masalah psikologis, seperti depresi, PTSD, hingga risiko bunuh diri. Banyak juga wanita korban pelecehan seksual yang hamil akibat tindakan tersebut.

Tips Menghadapi Pelecehan Seksual yang Menimpamu

Bagi kamu yang pernah mengalami pelecehan seksual, cobalah untuk memaafkan dirimu sendiri dan jangan menutup diri untuk menanggung musibah ini sendirian. Agar kondisimu bisa berangsur pulih, ada beberapa tips menghadapi pelecehan seksual yang bisa kamu lakukan, di antaranya:

1. Berani bertindak saat itu juga

Bila memang kamu merasa dilecehkan oleh siapa pun dan di mana pun, janganlah takut untuk berani mengambil sikap saat itu juga. Kamu mungkin bisa mengonfrontasi secara langsung orang yang berbuat kurang pantas tersebut dengan cara menegur dengan tegas atau melawannya.

Namun, jika posisimu benar-benar sendiri, berusahalah untuk menjauh dan berlari mencari tempat yang aman, lalu meminta bantuan orang-orang sekitar atau menghubungi orang terdekat atau pihak berwajib atas kejadian tersebut.

2. Ceritakan kepada orang terdekat

Mengalami kejadian traumatis, seperti pelecehan seksual, tentu bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi, apalagi jika kamu menghadapinya seorang diri. Cobalah ceritakan kepada orang terdekat yang bisa kamu percayai dan mintalah support dari mereka.

Setelah menceritakan unek-unekmu, kamu juga bisa meminta mereka untuk menemanimu mencari pertolongan ke pihak berwajib, dokter, atau psikolog. Hal ini juga penting dilakukan, agar kamu bisa mendapatkan jalan keluar saat menghadapi pelecehan seksual.

3. Ikuti konseling kejiwaan

Tindak pelecehan seksual bisa membuat korbannya mengalami berbagai gangguan psikologis, seperti trauma, takut, stres berat, gangguan cemas, dan gangguan tidur. Masalah tersebut bisa semakin parah jika tidak ditangani.

Oleh karena itu, korban pelecehan seksual dianjurkan untuk menjalani konseling ke psikolog atau dokter guna memulihkan kondisi kejiwaannya. Saat menjalani sesi konseling, korban akan mendapatkan psikoterapi agar kondisi mentalnya bisa pulih.

4. Melaporkan kejadian pada pihak berwenang

Hal yang paling penting dilakukan ketika kamu mengalami pelecehan seksual adalah melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian.

Wanita yang menjadi korban kekerasan seksual bisa mengunjungi Komnas Perempuan untuk mendapatkan bantuan lebih lanjut. Sementara itu, bila yang menjadi korban pelecehan seksual adalah anak-anak, kejadian ini bisa diadukan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Ceritakan segala hal yang terjadi saat pelecehan seksual dilakukan, seperti tempat, waktu, ciri-ciri pelaku (atau jika Anda kenal dengan pelakunya, Anda bisa menyebutkan namanya), dan apa saja yang dikatakan oleh pelaku.

Dengan melaporkan kepada penegak hukum, hal ini nantinya akan dilakukan penangkapan terhadap pelaku hingga nantinya akan diproses hukum sesuai undang-undang. Ini juga penting agar pelaku tidak melakukan tindakan serupa pada orang lain.

Untuk korban pelecehan seksual yang mengalami kehamilan tidak dinginkan, mereka juga bisa menjalani aborsi setelah mendapat putusan dari pengadilan.

Tidak mudah memang melupakan peristiwa traumatis, seperti pelecehan seksual. Namun, dengan melakukan langkah-langkah penanganan di atas, kamu diharapkan bisa terhindar dari masalah kesehatan mental yang serius.

Bila perlu, berkonsultasilah dengan dokter, psikolog, atau psikiater untuk mendapatkan cara pemulihan yang tepat akibat trauma setelah kejadian pelecehan seksual.

KASUS kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat, cukup tinggi. Tercatat, kekerasan seksual paling besar terjadi di rumah yakni 37 persen. Maka disimpulkan, bahwa tindakan kekerasan kerap dilakukan orang­-orang terdekat korban. Sedangkan, kekerasan seksual yang terjadi di sekolah sekitar 11 persen dan 10 persen di hotel.

Kasus kekerasan seksual ini, tentunya lebih banyak menimpa perempuan yakni mencapai 87 persen. Sedangkan, untuk pria yang mengalami kekerasan seksual sekitar 13 persen. Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyebutkan, 73 persen kasus kekerasan seksual terjadi di Pulau Jawa, Sumatera 13 persen, Papua 5 persen, Bali­NTB­NTT 4 persen, Sulawesi 3 persen dan Kalimantan 2 persen. Sederet kasus menyiratkan, Indonesia dengan angka kekerasan seksual yang cukup tinggi.

Akibatnya, kondisi ini sangat dipandang perlu membuat edukasi seksual sejak dini sangat dipeilukan. Selain kekerasan seksual seperti pemerkosaan, perkawinan anak di usia dini pun menjadi salah satu tindak kekerasan seksual. Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartika Sari raengatakan, masih banyak kasus dimana orang tua menikahkan anak yang baru berusia 10 tahun. “Anak dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya, kehilangan waktu bermain, dan kehilangan kesempatanbelajar,” ujarnya.

Kasusnya pun variatif dan sangat kompleks, bahkan modusnya pun makin canggih. Belum lagi tuntas membicarakan kasus kekerasan seksual pada anak yang menjadi korban pedofil, justru sejumlah kasus pemerkosaan terhadap anak terus terungkap. Kondisi ini pun semakin menguatkan asumsi bahwa Indonesia memang benar­benar dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Selain kekerasan seksual terhadap anak, jumlah pemerkosaan di negeri ini juga tinggi. Berbagai dampak yang akan ditimbulkan dari para korban kejahatan atau kekerasan seksual.

Pertama, dampak psikologis korban kekerasan dan pelecehan seksual akan mengalami trauma yang mendalam, selain itu stres yang dialami korban dapat menganggu fungsi dan perkembangan otaknya. Kedua, dampak fisik. Kekerasan dan pelecehan seksual pada anak merupakan faktor utama penularan Penyakit Menular Seksual (PMS). Selain itu, korban juga berpotensi mengalami luka internal dan pendarahan. Pada kasus yang parah, kerusakan organ internal dapat terjadi.

Dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kematian. Ketiga, dampak sosial. Korban kekerasan dan pelecehan seksual sering dikucilkan dalam kehidupan sosial, hal yang seharusnya dihindari karena korban pastinya butuh motivasi dan dukungan moral untuk bangkit lagi menjalani kehidupannya. Salah satu penyebab utama semakin tingginya kasus­kasus kekerasan seksual adalah, semakin mudahnya akses pornografi di dunia maya, dengan situs yang sengaja ditawarkan dan disajikan kepada siapa saja dan di mana saja.

Karena itu haruS ada kemauan dan kontrol yang ketat terhadap situs-­situs tersebut. Selain itu, gerakan pendidikan moral dan pendidikan seksual yang efektif harus diberikan di sekolahsekolah. Hukuman berat yang menimbulkan efek jera pun harus diterapkan kepada pelaku yang terbukti. Kondisi ini mengharuskan para orangtua lebih mewaspadai adanya perilaku ketergantungan gadget pada anak.

Selain itu, perlu dibangun budaya melapor, sehingga jika ada kasus pelecehan seksual bisa segera melaporkannya kepada pihak berwajib. Apalagi, aturan hukum yang memberikan perlindungan anak sudah cukup kuat, seperti Undang-­Undang No 17/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, namun regulasi itu belum mampu memberikan efek jera.

Dalam UU tersebut sudah ada pasal yang memberikan pemberatan sanksi pidana dan pengumuman identitas pelaku, termasuk ancaman hukuman tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik untuk pelaku berusia dewasa, namun kasus demi kasus terus berulang. Jelas ini menebar kerisauan, kekhawatiran, bahkan ketakutan di tengah masyarakat. Artinya, kasus-­kasus kekerasan seksual di Indonesia hingga kini masih mengkhawatirkan. Karena itu dibutuhkan kesadaran semua pihak untuk mulai budaya melapor ketika mengalami atau menemukan kasus kekerasan seksual. Masyarakat harus berani.

Dahulu orang tidak berani bicara kekerasan seksual, apalagi pemerkosaan karena dianggap aib bagi keluarga. Tapi, sekarang jangan ada lagi istilah tutup mulut. Setidaknya, dengan melapor maka aparat kepolisian bisa langsung bertindak membongkar kasus­-kasus kejahatan seksual. “Seringkali kekerasan dan kejahatannya itu berada di dalam rumah, maka orang tidak melaporkan. Itu menjadi persoalan tersendiri, sementara polisi hanya akan menerima laporan,” tutupnya. (*)

Sumber: INDOPOS