Apa akibat dari Agresi Militer Belanda 2?

tirto.id - Agresi militer Belanda II dilancarkan karena pihak Belanda merasa Indonesia mengkhianati isi Perundingan Renville. Serangan yang tercatat dalam sejarah perang mempertahankan kemerdekaan ini terjadi pada 19-20 Desember 1948 di Yogyakarta.

Pasca Agresi Militer I, Belanda kembali bersedia melakukan perundingan dengan Indonesia. Ide Anak Agung dalam buku Renville’ – als keerpunt in de NederlandsIndonesische onderhandelingen (1983) menuliskan bahwa perundingan diinisiasi PBB dengan membentuk Komite Jasa Baik-Baik PBB atau Komite Tiga Negara (KTN) pada Oktober 1947.

Latar Belakang Agresi Militer Belanda II

Mengutip hasil penelitian R. Sarjono bertajuk "Peran Australia dalam Menyelesaikan Konflik Indonesia dan Belanda Melalui Perundingan Renville" dalam Jurnal Ilmiah Guru “Cope" (Nomor 1, 1999), KTN beranggotakan Australia yang diwakili oleh Richard Kirby, Belgia oleh Paut Yan Zeeland, dan Amerika Serikat oleh Frank Gratram.

Sementara itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo seorang Indonesia yang memihak Belanda.

Yuhan Cahyantara dalam hasil penelitiannya yang berjudul Renville 1947: Mencari Terang Diantara Sisi Gelap Perundingan (2007), perundingan Renville secara resmi dibuka pada 8 Desember 1947 di atas kapal USS Renville yang bersandar di Tanjung Priok.

Kesepakatan perundingan ini ditandatangani pada 19 Januari 1948. Namun, perdebatan masih saja terjadi pasca penandatanganan.

Kedua pihak saling klaim bahwa salah satu pihak mengkhianati perundingan. Alasan tersebut menjadikan Belanda kembali melancarkan agresi militer keduanya pada 19 Desember 1948.

Baca juga:

  • Sejarah Perundingan Renville: Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak
  • Agresi Militer I: Saat Belanda Mengingkari Perjanjian Linggarjati
  • Sejarah Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, Tokoh Delegasi

Tokoh-Tokoh Agresi Militer Belanda II

Menukil dari Gerilya Wehrkreise III, aksi Agresi Militer II dipimpin oleh Letnan Jenderal S.H. Spoor dan Engels, ketika hari masih gelap sekitar pukul 05.45 WIB pada 19 Desember 1948.

Terdengar letusan bom pertama dari sebelah timur kota Yogyakarta, tepatnya di Wonocatur dan Maguwo. Suasana Yogyakarta pun mencekam.

Menyikapi serangan ini TNI menggunakan strategi pertahanan linier dengan menempatkan pasukan di perbatasan musuh atau garis terdepan.

Batalion Sardjono dipersiapkan untuk menjaga beberapa daerah, kemudian pusat kota Yogyakarta dijaga oleh 2 pleton Brigade 10/III.

Mengutip dari A. Eryono dalam Reuni Keluarga Bekas Resimen 22 -WK.III Tanggal 1 Maret 1980 di Yogyakarta (1982: 90), Kolonel Latif Hendraningrat melapor kepada Jendral Soedirman bahwa pukul 14.00 Belanda telah berhasil masuk ke kota Yogyakarta.

Kemudian, Soedirman bersama pasukannya melakukan gerilya demi menghindari tangkapan pasukan Belanda.

Pada keesokan harinya, setelah menawan pemerintah RI, Belanda menghentikan serangannya dan pejabat pemerintah RI mulai diberangkatkan ke tempat pengasingan.

Baca juga:

  • Peristiwa Rengasdengklok: Sejarah, Latar Belakang, & Kronologi
  • Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949: Kronologi, Tokoh, & Kontroversi
  • Sejarah Perjanjian Kalijati: Latar Belakang, Isi, & Tokoh Delegasi

Dampak Agresi Militer Belanda II

Dikutip dari Mohamad Roem dalam Tahta untuk Rakyat, Celah-Celah Kehidupan Sultan HB IX (1982: 87-88), Soekarno melakukan sidang darurat dan menghasilkan keputusan yaitu Presiden bersama kabinet tetap berada di Yogyakarta.

Apabila Presiden ditangkap maka Menteri Kemakmuran Syafuddin Prawiranegara membentuk pemerintahan darurat di Sumatera Barat, terakhir bagi seluruh rakyat yang berada di Yogyakarta agar tetap berusaha mempertahankan kemerdekaan.

Setelah sidang selesai, Syafruddin pun dikirimi telegram dari Yogyakarta. Berikut isi telegram kepada Syafruddin:

“Mandat Presiden kepada Sjafruddin Prawiranegara. Kami, Presiden Republik Indonesia, dengan ini menerangkan, Ibu Kota Yogyakarta telah diserang pada tanggal 19-12-1948 pukul enam pagi. Seandainya Pemerintah tidak dapat lagi melakukan fungsinya, kami memberikan kekuasaan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara untuk mendirikan PemerintahanDarurat di Sumatra."

Situasi yang mendesak dan ditawannya pemerintah RI di Yogyakarta langsung disikapi Syafruddin dengan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.

Pemerintahan tersebut diketuai oleh dirinya dan dilengkapi dengan kabinet-kabinetnya.

Terbentuknya pemerintah darurat ini secara resmi menjadi penanggungjawab atas jalannya pemerintahan untuk sementara waktu hingga kondisi kembali kondusif.

Baca juga:

  • Dirgahayu HUT TNI 5 Oktober: Urutan Sejarah BKR hingga ABRI
  • Hari Pahlawan 10 November 2020 & Sejarah Pertempuran Surabaya 1945
  • Sejarah Agresi Militer Belanda I: Latar Belakang, Kronologi, Dampak

Baca juga artikel terkait AGRESI MILITER BELANDA II atau tulisan menarik lainnya Alhidayath Parinduri
(tirto.id - hdy/ulf)


Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Maria Ulfa
Kontributor: Alhidayath Parinduri

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak (bahasa Belanda: Operatie Kraai) terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Serangan Belanda terhadap wilayah RI merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan perundingan gencatan senjata melalui Perjanjian Renville yang telah disepakati pada tanggal 17 Januari 1948, dilakukan diatas kapal Belanda bernama USS Renville di Pelabuhan Tanjung Priok juga seperti contoh kejahatan kemanusiaan, contoh kejahatan korporasi, maupun contoh kejahatan kerah putih.

Usaha pengepungan dan penguasaan Ibu Kota Republik Indonesia oleh Belanda tentu sangat berdampak buruk bagi kelangsungan pemerintahan saat itu, apalagi sampai menculik beberapa tokoh penting termasuk presiden dan wakilnya. Berikut ini penjelasan dampak Agresi Militer Belanda 2.

antara lain meliputi:

  1. Bandara (lapangan terbang Maguwo) berhasil dikuasai pasukan Belanda melalui serangan udara menggunakan 14 pesawat (terdiri dari Mustang dan Kittyhwak).
  2. Korban tewas di pihak TNI sebanyak 128 pasukan saat terjadi serangan di bandara Maguwo.
  3. Pembentukan PDRI (pemerintahan darurat republik Indonesia) di Bukit Tinggi.
  4. Beberapa pemimpin republik diasingkan, meliputi : Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menlu Haji Agus Salim, Sutan Syahrir, Mr. Assaat, dan Mr. AG. Pringgodigdo.
  5. Pengasingan menggunakan pesawat bomber B 25 dengan tujuan tidak jelas, ada yang diasingkan Parapat, Berastagi, dan Pangkalpinang.
  6. Kota Yogyakarta (Ibukota RI) berhasil dikuasai oleh Belanda.
  7. Beberapa bangunan penting di kota DIY hancur akibat serangan pasukan Belanda.

Adapun Kronologi dilakukannya agresi militer belanda 2 adalah
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatra untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan “Operasi Kraai” .

Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.

[AdSense-B]

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatra, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai “Aksi Polisional” sebagimana dalam  penyebab konflik antar agama dan akibat konflik antar agama dalam masyarakat majemuk, ataupun penyebab konflik sosial .

Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pengeboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit.

Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban. Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pengeboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.

Itulah tadi, 7 dampak agresi militer belanda 2 dan kronologinya. Semoga dapat bermanfaat.