Apa fungsi jaksa di sebuah perusahaan

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Tugas dan Wewenang Jaksa dalam Perkara Perdata dan TUN yang pertama kali dipublikasikan pada 29 Oktober 2018.

Wewenang dan Tugas Jaksa dalam Ranah Acara Perdata dan Tata Usaha Negara

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”), dijelaskan bahwa pengertian Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Sementara itu, Kejaksaan Republik Indonesia (“Kejaksaan”) pada dasarnya adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.[1]

Wewenang lain yang dimaksud, menurut Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan di antaranya adalah:

Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

Dalam melaksanakan wewenang dan tugas Jaksa sebagaimana disebutkan di atas, Jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki.[2]

Saluran hierarki yang dimaksud adalah, bahwa Jaksa Agung sebagai pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan, dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.[3] Di antara Jaksa Agung muda sebagai pembantu pimpinan, terdapat Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara di Kejaksaan, yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, sebagaimana diatur di Pasal 23 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang  Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia (Perpres 38/2010).

Adapun berdasarkan Pasal 1 Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-018/A/J.A/07/2014 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (“Perja 18/2014”) disebutkan bahwa Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara terdiri atas:

Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara terdiri atas:

  1. Sekretariat Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara;
  2. Direktorat Perdata;
  3. Direktorat Pemulihan dan Perlindungan Hak; dan
  4. Direktorat Tata Usaha Negara;  

Kedudukan Jaksa Pengacara Negara Menurut Hukum

Di dalam UU Kejaksaan tidak dapat ditemukan istilah Jaksa Pengacara Negara (“JPN”). Istilah tersebut dapat ditemukan di Pasal 34 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 31/1999”), yang menyatakan:

Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN) atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.

Juga dapat ditemukan dalam Pasal 32 ayat (1) UU 31/1999:

Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.

Meskipun UU Kejaksaan tak mengenal istilah JPN, bukan berarti maknanya tak bisa ditelusuri. Sebagaimana dikutip dari artikel Bahasa Hukum: Jaksa Pengacara Negara, mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Martin Basiang, dalam tulisannya ‘Tentang Jaksa Selaku Jaksa Pengacara Negara’, berasumsi makna ‘kuasa khusus’ dalam bidang keperdataan sebagaimana tercantum dalam UU Kejaksaan, dengan sendirinya identik dengan pengacara. Istilah pengacara negara, tulis Martin, adalah terjemahan dari landsadvocaten yang dikenal dalam Staatblad 1922 No. 522 tentang Vertegenwoordige (keterwakilan) van den Lande in Rechten.

Pasal 2 Staatblad 1922 No. 522 menyebutkan dalam suatu proses (atau sengketa) yang ditangani secara perdata, bertindak untuk pemerintah sebagai penanggung jawab negara di pengadilan adalah opsir justisi atau jaksa.

Posisi jaksa selaku ‘pengacara’ negara tak lantas membuat seluruh jaksa bisa menjadi JPN. Menurut Martin, sebutan itu ‘hanya kepada jaksa-jaksa yang secara struktural dan fungsional melaksanakan tugas-tugas perdata dan tata usaha negara’. Sebutan ‘pengacara’ dalam Jaksa Pengacara Negara tak bermakna pula bahwa JPN tunduk pada dan diikat Undang-Undang Advokat.

Selanjutnya, penyebutan JPN di Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 34 UU 31/1999 menjadi salah satu dasar hukum tentang penyebutan JPN dan dibenarkan oleh Pasal 40 UU Kejaksaan, yang berbunyi:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kejaksaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Namun menurut hemat kami, pengertian dan tugas JPN di UU 31/1999 terbatas pada ranah Hukum Perdata saja.

Penyebutan JPN ternyata juga dapat dilihat secara rinci dalam huruf C Lampiran Perja 18/2014 yang menjelaskan mengenai 5 tugas jaksa atau dalam hal ini JPN, yaitu:

  1. Bantuan Hukum adalah tugas Jaksa Pengacara Negara dalam perkara perdata maupun tata usaha negara untuk mewakili lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD berdasarkan Surat Kuasa Khusus, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat yang dilakukan secara litigasi maupun non litigasi.
  2. Pertimbangan Hukum adalah tugas Jaksa Pengacara Negara untuk memberikan pendapat hukum (Legal Opinion/LO) dan/atau pendampingan (Legal Assistance) di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara atas dasar permintaan dari lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD, yang pelaksanaannya berdasarkan Surat Perintah JAM DATUN, KAJATI, KAJARI.
  3. Pelayanan Hukum adalah tugas Jaksa Pengacara Negara untuk memberikan penjelasan tentang masalah hukum perdata dan tata usaha negara kepada anggota masyarakat yang meminta.
  4. Penegakan Hukum adalah tugas Jaksa Pengacara Negara untuk mengajukan gugatan atau permohonan kepada pengadilan di bidang perdata sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka memelihara ketertiban hukum, kepastian hukum dan melindungi kepentingan negara dan pemerintah serta hak hak keperdataan masyarakat, antara lain: pembatalan perkawinan, pembubaran Perseroan Terbatas (PT) dan pernyataan pailit.
  5. Tindakan Hukum Lain adalah tugas Jaksa Pengacara Negara untuk bertindak sebagai mediator atau fasilitator dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan antar lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.

Lebih lanjut, pengertian JPN lebih luas dapat ditemukan di Penjelasan Umum UU Kejaksaan disebutkan bahwa:

Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan mempunyai kewenangan untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi kepentingan rakyat.

Dari penjabaran di atas, maka menurut hemat kami fungsi dan tugas Jaksa pada Kejaksaan dalam rangka penegakan hukum ada 3, yaitu:

  1. Sebagai penuntut umum;
  2. Sebagai pelaksana putusan pengadilan;
  3. Sebagai JPN dalam perkara perdata atau tata usaha negara.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

[1] Pasal 2 ayat (1) UU Kejaksaan

[2] Pasal 8 ayat (2) UU Kejaksaan

[3] Pasal 18 ayat (1) dan (2) UU Kejaksaan

Jaksa Pengacara Negara adalah jaksa yang memiliki kuasa khusus yakni Jaksa Agung yang bertindak dalam perkara perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan, atas nama negara, pemerintahan, ataupun kepentingan umum.

Bacaan 5 Menit

Ilustrasi jaksa pengacara negara.

Indonesia adalah negara hukum modern yang meletakkan sendi-sendi hukum diatas segala-galanya. Salah satu lembaga pelaksananya adalah Kejaksaan yang menjalankan kekuasaan negara. Salah satu fungsi utama Jaksa sebagai penuntut umum menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selain itu, Jaksa memiliki wewenang lain yakni bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN). Lalu, dari mana asal nama Jaksa Pengacara Negara? Apa saja kewenangan, tugas dan fungsinya?

Kewenangan Jaksa sebagai pengacara negara untuk melaksanakan kepentingan hukum baik upaya non litigasi maupun upaya litigasi berupa mengajukan gugatan ke pengadilan tinggi. Yang kita kenal bila berbicara mengenai jaksa diidentikan dengan perkara pidana dalam fungsi penuntutan. Namun, dengan adanya pembagian bidang dalam Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Jaksa dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan atas nama negara, pemerintahan, BUMN, BUMD, bahkan perorangan selain hukum pidana. Jaksa inilah yang disebut Jaksa Pengacara Negara.

Mengutip artikel Hukumonline berjudul “Bahasa Hukum: Jaksa Pengacara Negara”, dijelaskan UU Kejaksaan tidak memberi penjelasan apa yang dimaksud dengan Jaksa Pengacara Negara. Sebab dalam UU No.16 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU No.11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI tidak menjelaskan mengenai Jaksa Pengacara Negara. Yang ada hanya jaksa sebagai pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksnaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lainnya berdasarkan undang-undang.

Mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Maryin Basiang dalam tulisannya “Tentang Jaksa Selaku Jaksa Pengacara Negara”, menyebut makna “kuasa khusus” dalam bidang keperdataan sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) UU No.5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan dengan sendirinya identik dengan jaksa pengacara negara. Tulisan Martin adalah terjemahaan dari landsadvocaten yang dikenal dalam Staatblad 1922 No.522 tentang Vertegenwoordige (keterwakilan) van den Lande in Rechten.

Sebelumnya, Pasal 27 ayat (2) UU Kejaksaan 1991 itu menyebutkan “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah”. (Baca Juga: Bahasa Hukum: Jaksa Pengacara Negara)

Pasal 2 Staatblad 1922 No.522 juga menyebut dalam suatu proses (atau sengketa) yang ditangani secara perdata, bertindak untuk pemerintahan sebagai penanggung jawab negara di pengadilan adalah opsir justisi atau jaksa. Ini kemudian diadopsi dalam Pasal 30 ayat (2) UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang diubah menjadi UU No.11 Tahun 2021. Menurut Martin, sebutan jaksa pengacara negara hanya diberikan kepada jaksa-jaksa yang secara struktural dan fungsional melaksanakan tugas perdata dan tata usaha negara. Sebutan pengacara dalam jaksa pengacara negara tak bermakna bahwa JPN tunduk pada UU Advokat.

Pasal 30 ayat (2) UU No.16 Tahun 2004 menyebutkan “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.” Kejelasan mengenai tugas jaksa pengacara negara disebutkan dalam Pasal 34 UU Kejaksaan yang menyebutkan “Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada pemerintah lainnya.”

Page 2

Jaksa Pengacara Negara adalah jaksa yang memiliki kuasa khusus yakni Jaksa Agung yang bertindak dalam perkara perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan, atas nama negara, pemerintahan, ataupun kepentingan umum.

Bacaan 5 Menit

Dengan demikian, seorang jaksa yang mewakili negara dan pemerintah dalam perkara perdata dan tata usaha negara disebut Jaksa Pengacara Negara. Keberadaan Jaksa Pengacara Negara ini dipertegas melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

Bahkan ruang lingkupnya tidak hanya menangani perkara perdata dan tata usaha negara saja, tetapi juga dalam hal bidang ketatanegaraan bila melihat UU Kejaksaan yang baru yakni UU No.11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI. Dalam Pasal 24 ayat (1) Perpres No.38 Tahun 2010 itu disebutkan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan tugas dan wewenang kejaksaan di bidang perdata dan tata usana negara.

Pasal 24 ayat (2) Perpres No.38 Tahun 2010 itu disebutkan lingkup bidang perdata dan tata usaha negara mencakup penegakan hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lainnya kepada negara atau pemerintah, meliputi lembaga/badan negara, lembaga/instansi pemerintah pusat dan daerah, BUMN/BUMD di bidang perdata dan tata usaha negara untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan negara, menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Hal ini juga dituangkan dalam Peraturan Jaksa Agung No.006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia dalam Pasal 444.

Adapun kewenangan jaksa sebagai pengacara negara juga termuat dalam beberapa aturan, diantaranya Pasal 26 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait pengajuan gugatan pembatalan perkawinan; Pasal 146 ayat (1) huruf a UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terkait pengajuan permohonan pembubaran Perseroan Terbatas (PT) dengan alasan PT melanggar kepentingan umum atau PT melanggar peraturan perundang-undangan.

Lalu, jaksa sebagai pengacara negara berwenang mengajukan permohonan pailit dengan alasan kepentingan umum sesuai Pasal 2 ayat (2) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU); Pasal 91 ayat (4) UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten terkait pembatalan paten.

Selan itu, kewenangan jaksa pengacara negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi seperti diatur Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 38 B ayat (2) dan Pasal 38 C UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Dan, Hasil Rapat Pleno Kamar Perdata MA tanggal 19-20 Desember 2013 yang menetapkan Jaksa sebagai Jaksa Pengacara Negara berwenang mewakili BUMN/BUMD sekalipun berbentuk PT.

Misalnya, peran jaksa pengacara negara dalam memulihkan kekayaan negara dan aset negara, dalam Pasal 32 UU Permberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan “dalam hal penyidikan menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.”

Nantinya, tugas dan fungsi jaksa sebagai pengacara negara dalam pengembalian keuangan negara atau aset negara, jaksa bertindak sebagai penggugat ataupun sebagai tergugat yang berhadapan dengan berbagai pihak yang telah mengambil uang dan aset negara sesuai undang-undang kejaksaan. Kemudian, bila telah mengetahui tugas, fungsi dan kewenangan jaksa pengacara negara. Lalu, siapa yang memiliki tugas sebagai pengacara negara?

Dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UU No.11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan disebutkan bahwa yang memiliki peran sebagai jaksa pengacara negara adalah Jaksa Agung. Sebab, Jaksa Agung merupakan penuntut umum tertinggi dan pengacara negara di Indonesia. Bertindak di bidang perdata, tata usaha negara, serta ketatanegaraan di semua lingkungan peradilan baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara, pemerintahan, ataupun kepentingan umum.  

Tidak hanya itu, Jaksa Agung sebagai pengacara negara ini yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU No.11 Tahun 2021 itu dapat bersama-sama dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh Presiden dapat menjadi kuasa dalam menangani perkara di Mahkamah Konstitusi (MK).  

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA