Apa itu fungsi intermediasi bank

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol 15 No 1 (2012) /
  4. Articles

DOI: https://doi.org/10.21098/bemp.v15i1.57

This paper analyzes the influence of ownership and specific characteristic of banks on the capital structure and the intermediation function of commercial banks in Indonesia. Using multivariate regression on bank level data of 2006-2009, the result shows the ownership structure, profitability, size, and management expense affect the bank capital structure, with a total effect of 50.14%. Towards the bank intermediation, with a total effect of 27.01%, the ownership structure, profitability, bank size, credit risk, expense management and capital structure influence the banks intermediation function.

Keywords : Ownership structure, specific characteristic of bank, capital structure and bank intermediation function

JEL Classification: G21, G32

Oleh Ida Bagus Kade Perdana

BILA mendengar kata bank sudah pasti masyarakat terasosiasi dan terbayang dalam pikirannya sebagai tempat menyimpan dan meminjam uang. Sehingga bank bukan lagi merupakan kata yang asing dan sudah lumrah terdengar ditengah tengah masyarakat merupakan bagian utama dari sistem keuangan yang demikian penting keberadaannya untuk memajukan perekonomian suatu negara. Sebagai lembaga keuangan bank maka keberadaan bank ditanah air diatur dalam Undang Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit). Jadi fungsi utama perbankan Indonesia adalah melakukan fungsi intermediasi keuangan sebagai penghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya, dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

Dengan demikian secara umum fungsi bank dapat dibedakan menjadi dua (1) dengan fungsi utamanya sebagai financial intermediary (intermediasi keuangan) dimana bank melakukan penghimpunan (mobilisasi/pengerahan) dana masyarakat yang sering disebut sebagai dana pihak ketiga (DPK). Kemudian  menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya untuk berbagai tujuan yang disepakati bank dengan peminjamnya yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. (2) fungsi bank memiliki fungsi yang khusus yang dibedakan dalam dalam tiga bagian meliputi (a) merupakan agent of trust merupakan bisnis utama bank yaitu kepercayaan maka tanpa memiliki kepercayaan masyarakat bank bisa lumpuh bahkan bangkrut. Kepercayaan itu merupakan modal utama bank agar mampu melaksanakan fungsi intermediasi dengan baik dimana masyarakat yang menyimpan uangnya di bank merasa aman dan nyaman. Bisa menarik kembali simpanannya setiap saat tanpa ada keraguan maupun masalah bahkan tidak ada kekhawatiran dan ketakutan uangnya yang disimpan di bank akan hilang.

Oleh karena itu, bank sangat perlu menjaga dan mengapresiasi kepercayaan masyarakat tidak saja akan memudahkan melaksanakan fungsi intermediasi juga untuk menghindarkan kekhawatiran dan mencegah terjadinya rush money (penarikan uang secara serentak dalam skala besar besaran di bank). Rush money merupakan sesuatu penyakit mematikan yang sangat ditakuti oleh para bankir akibat merosot atau lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap bank. Sekuat apapun bank bila di rush sudah pasti tidak akan tahan dan pasti ambruk bahkan bangkrut yang bisa merusak sistem perbankan secara keseluruhan. Sebagaimana yang pernah terjadi di tahun 1997 – 1998 saat perekonomian nasional dilanda krisis perbankan yang hebat yang membuat banyak bank yang gulung tikar alias bangkrut. Diyakini dampak dari pandemi Covid-19 tidak akan sampai menimbulkan rush money mengingat secara umum perbankan nasional sudah semakin terjaga kuat likuiditasnya berkat kebijakan moneter Gubernur BI Perry Warjiyo yang terarah dan terukur lunak (easing monetary policy).

Melalui easing monetary policy Gubernur BI Ferry Warjiyo telah tercipta pengucuran likuditas ke perbankan nasional mencapai Rp700 triliun. Sehingga membuat masyarakat tenang namun pihak bank terutama bankirnya yang tidak tenang karena belum mampu melaksanakan fungsi intermediasi dengan menyalurkan kredit ke masyarakat sesuai dengan harapan Pemerintah, BI dan OJK. Salah satu penyebabnya suku bunga pinjaman yang di rasa masih tinggi (kemahalan). Membuat Gubernur BI Perry Warjiyo geram dan merasa tidak puas terhadap kinerja perbankan terkait dengan intermediasi yang masih dipandang lemah terkesan tidak bergerak dan belum sesuai dengan harapannya. (b) agent of development diharapkan mampu memberikan kegiatan yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi, distribusi, konsumsi atau jasa yang menggunakan uang sebagai medianya untuk mempengaruhi dan mendorong pembangunan perekonomian masyarakat.

Sektor riil dan sektor moneter tidak saja saling mempengaruhi namun juga saling membutuhkan satu sama lain. Apabila salah satu kurang baik terjadi kepincangan akan mempengaruhi sisi lainnya perekonomian cenderung tidak bergerak sebagaimana yang diharapkan. (c) agent of service dengan menyediakan dan menawarkan berbagai jasa keuangan pada masyarakat seperti jasa penyimpanan dana, jasa pemberian pinjaman dan lain sebagainya yang erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat. Fungsi utama bank adalah melaksanakan  intermediasi keuangan yang merupakan rohnya dari bank itu sendiri. Dengan  menghimpun dana dari masyarakat (DPK) kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk kredit (pinjaman) atau dalam bentuk lainnya.

Berdasarkan pengalaman Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) belum secara optimal menjadi sasaran intermediasi perbankan sepertinya UMKM selama ini masih dianak tirikan oleh perbankan nasional keberadaannya, padahal UMKM keluar sebagai penyelamat perekonomian nasional  pada saat krisis 1998. Kendatipun sekarang disaat terjadi pandemi Covid-19, UMKM paling dulu terkapar perlu segera diselamatkan. Namun demikian tidaklah bisa dipungkiri peran serta UMKM dalam menggerakkan perekonomian bangsa dengan benefit dan profit yang menjanjikan dan risiko yang rendah karena penyebaran kredit dalam jumlah yang kecil kecil. Sehingga menjadikannya bisnis yang potensial kedepan yang mendukung fundamental perekonomian menjadi kuat dan sehat. Hal berikut mencerminkan UMKM  masih dianak tirikan dimana perbankan cenderung  lebih tinggi dan dominan keberpihakan perbankan terhadap bisnis korporasi yang dimiliki kaum konglomerat. Mengindikasikan telah terjadinya oligarki pada intermediasi perbankan nasional yang segera harus diluruskan agar ada keseimbangan sekaligus penyebaran risiko agar perbankan dan ekonomi nasional menjadi lebih sehat dan kuat. Untuk menghindari permasalahan seperti pengalaman krisis perbankan di tahun 1998 dimana kala itu pemerintah dan perbankan cenderung sangat memanjakan bisnis korporasi milik para konglomerat.

Sebagaimana dikutip, sampai dengan akhir kuartal I/2018, pertumbuhan kredit baru mencapai satu digit, tepatnya 8,5%. Namun secara bertahap, fungsi intermediasi semakin terpacu karena terkerek oleh pertumbuhan kredit korporasi yang berkontribusi 41,5% pangsa pasar kredit perbankan. Hingga akhir semester I/2018 pertumbuhan kredit ditutup pada level 10,5% secara tahunan, dengan nilai mencapai Rp4,992,3 triliun. Berdasarkan golongan debetur, kredit korporasi menjadi motor utama laju kredit, dengan pertumbuhan mencapai 12,1%. Pertumbuhan kredit korporasi yang cukup tinggi tersebut membuat pangsa pasar kredit perbankan semakin dikuasai  oleh para debetur kakap. Hingga Juni, BI mencatat pangsa pasar kredit korporasi meningkat menjadi 49,8%.

Berharap ke depan keadaan sedemikian sudah tidak lagi terjadi dan intermediasi perbankan bisa berjalan sesuai dengan harapan para pihak yang berkepentingan dengan mengingat bahwa fungsi intermediasi merupakan rohnya perbankan. Merupakan tugas utamanya bank sebagai suatu badan usaha yang bertugas menghimpun dana masyarakat (DPK) dalam bentuk simpanan. Kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk pinjaman (kredit) atau bentuk lainnya. Dengan tujuan akhirnya untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan  hasil hasilnya, pertumbuhan ekonomi, serta stabilitas nasional, kearah tujuan meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Namun bila tujuan ini tidak tercapai dengan tidak berfungsinya intermediasi perbankan bahkan bank itu sendiri bisa paling awal menjadi bermasalah dan bangkrut. Dampak ikutannya bila bank gagal melaksanakan fungsi intermediasi sebagai fungsi utamanya (rohnya) maka sudah pasti  perbankan akan kehilangan jati dirinya sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of serve bahkan para bankir kehilangan   identitasnya sebagai bankir profesional sejati yang tangguh.

Maka dengan demikian agar bank mampu melaksanakan fungsi intermediasinya sesuai dengan harapan para pihak yang berkepentingan maka para bankir dituntut agar memperkuat hal-hal sebagai berikut apalagi  dalam situasi yang tidak biasa (extra ordinary) terjadinya resesi ekonomi dampak dari pandemic wabah penyakit covid-19. Tantangan  extraordinary yang terjadi harus dihadapi dengan strategi yang extraordinary pula. Dengan mengedepankan prinsip pang pade payu suatu muatan kearifan lokal yang tidak saja saling menguntungkan namun juga saling memberdayakan. Dengan menguatkan rasa sense of crisis dan semangat sebagai agen pembangunan sejalan kondisi extra ordinary yang kita hadapi. Dimana pada situasi normal para debetur telah bekerja keras untuk bank dengan menyisihkan sebagian dari pendapatannya diserahkan kepada bank sebagai tanggung jawab membayar kewajibannya berupa bunga sebagai kompensasi atas pinjaman yang diberikannya bertahun tahun dalam jumlah sangat besar sehingga bank bisa menjadi sehat besar dan kuat.

Saat kondisi extra ordinary terjadi kelesuan ekonomi berupa resesi para debetur mengalami kendala tidak mampu beroprasi sebagaimana kondisi normal perbankan sudah memberikan strukturisasi kredit namun sepertinya itu belum memadai. Semestinya perbankan utamanya bank-bank BUMN dan BUMD bisa membebaskan bunga pinjaman selama pandemi. Juga tidak menyetop penyaluran pemberian kredit agar fungsi intermediasi tetap bergerak hidup agar ekonomi bisa tetap bergerak segera bangkit dan pulih dengan memberikan bunga pinjaman yang serendah rendahnya bahkan bila memungkinkan tanpa bunga hanya dipungut 1% provisi selama setahun sampai kondisi normal. Dengan tetap melakukan penerapan prinsip kehati-hatian, azas Good Corporate Governance (GCG), azas selektivitas dengan terjun langsung hadir di lapangan untuk menemukan sektor-sektor yang masih feasible untuk dibiayai. Utamanya yang menyangkut hajat hidup orang banyak berorientasi ekspor, juga merupakan kebutuhan pokok yang merupakan kepentingan orang banyak. Kemudian para bankir dengan situasi seperti ini dapat mengambil hikmahnya jangan menaruh telur lebih banyak dalam satu keranjang dengan dominan memberikan kredit pada kelompok korporasinya pengalaman krisis 1998 menunjukkan tingkat risikonya yang tinggi.

Maka dari itu, harus ditempuh penyebaran risiko kredit ataupun risiko operasional dengan mulai penyebaran risikonya dengan dominan juga memberikan pinjaman kepada para pelaku UMKM yang juga tidak kalah peranannya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat dan sehat. Sebagai bankir profesional sejati nan tangguh pastilah kreatif innovative dan produktif mampu bertindak visioner. Dengan tidak hanya ketergantungan pada satu sumber pendapatan bunga pinjaman semata. Hendaknya  juga kreatif dan inovatif menciptakan fee base income dan menggali sumber sumber pendapatan baru lainnya sehingga mampu menambah pundi pundi pendapatan bank. Para bankir jangan duduk manis dan nyaman dibelakang meja diruang ber ac harus lihat langsung situasi dibawah dan lingkungan serta terjun kelapangansebagai medan tempur sejati dengan semakin tajam persaingan antar bank. Sehingga bisa menemukan idea idea baru nan cemerlang bisa diupdate kemajuan apa yang harus dilakukan agar masyarakat merasa puas dengan pelayanan maupun sejauhmana tingkat kepercayaannya masyarakat terhadap banknya.

Disamping hal-hal diatas sudah pasti ada hal-hal yang standar yang harus dijaga dan diapresiasikan agar fungsi intermediasi memenuhi dan memuaskan para stake holder. Tentu juga harus melakukan penguatan permodalan, teknologi inflormasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan lainnya dengan demikian berharap fungsi intermediasi perbankan efektif bisa mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi sebagaimana tujuan bank. Untuk menunjang pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya, demi pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional kearah peningkatan taraf hidup masyarakat banyak. Dengan demikian para pihak yang berkepentingan berharap perbankan nasional berkemampuan selalu eksis dengan melaksanakan fungsi utamanya (rohnya) sebagai lembaga intermediasi keuangan, sebagai agent of trust, agent of develop ment dan agent of service. Bravo para bankir dan perbankan nasional.

*) Penulis adalah Ketua BANI Bali Nusra, Wakil Ketua Umum Kadinda Prov. Bali Bidang Fiskal Moneter dan Mantan Dirut PT. Bank Sinar Jreeeng (sekarang PT. Bank Mandiri Taspen/Bank Mantap).