Apa itu kaidah saadd az zariah tentang bayi tabung

ilustrasi

Rep: heri ruslan Red: irf

Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang berkembang saat ini adalah fenomena bayi tabung. Sejatinya, teknologi ini telah dirintis oleh PC Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan yang kesulitan memperoleh anak, mencoba menggunakan teknologi bayi tabung.Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. Lalu bagaimanakah hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan.Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. "Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa itu.Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung: Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram.Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya."Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara'," papar ulama NU dalam fatwa itu.Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang." Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidak nya menitipkan sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid mengung kapkan, berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Mu hammadiyah, hukum inseminasi buat an seperti itu termasuk yang dilarang.

"Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara kelima inseminasi itu dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri yang lain (dari suami itu) ... hal itu dilarang menurut hukum Syara'." Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah yang terjadi di dunia modern saat ini.

  • bayi tabung
  • ovulasi
  • tarjih muhammadiyah
  • mui
  • nu
  • fatwa

Apa itu kaidah saadd az zariah tentang bayi tabung

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Hukum bayi tabung dalam Islam menjadi sebuah hal yang wajib dicari tahu bagi Moms dan Dads yang akan melaksanakan prosedurnya.

Program bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) kini menjadi pilihan beberapa pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan.

Prosedur ini dilakukan dengan cara mempertemukan sel telur dan sperma di luar tubuh.

Apabila pembuahan berhasil, terbentuklah embrio yang kemudian ditransfer ke rahim ibu.

Hingga kini, program bayi tabung masih menjadi pro dan kontra di masyarakat. Beberapa ada yang menganggap bahwa bayi tabung adalah sesuatu yang haram.

Lantas, bagaimana pandangan hukum bayi tabung dalam agama Islam? Begini Moms penjelasannya.

Baca Juga: Prosedur IVF, Ini Pengertian, Tahapan, Risiko, Tingkat Keberhasilan, dan Biayanya

Hukum Bayi Tabung dalam Islam

Apa itu kaidah saadd az zariah tentang bayi tabung

Foto: Orami Photo Stock

Dalam jurnal Al Mawarid dijelaskan, apabila inseminasi buatan atau bayi tabung dilakukan saat masih berada dalam ikatan suami istri, maka metode tersebut diperbolehkan oleh kebanyakan ulama kontemporer sekarang ini.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri sudah mengeluarkan fatwa soal Hukum Bayi Tabung.

Dalam fatwa dinyatakan jika bayi tabung berasal dari sperma dan sel telur pasangan suami istri sah menurut hukum, maka mubah atau diperbolehkan.

Hal ini bisa terjadi karena masuk ke dalam ikhtiar yang didasari kaidah agama, yaitu untuk memperoleh keturunan.

Adapun hukum bayi tabung dalam Islam harus memenuhi persyaratan, berupa:

  • Dilaksanakan atas ridho suami dan istri
  • Inseminasi akan dilaksanakan saat masih berada dalam status suami istri
  • Dilaksanakan sebab keadaan yang darurat supaya bisa hamil
  • Perkiraan dari dokter yang kemungkinan besar akan memberikan hasil dengan cara memakai metode tersebut
  • Aurat perempuan hanya diperkenankan dibuka saat keadaan darurat dan tidak lebih dari keadaan darurat

Selain itu, hukum bayi tabung dalam Islam juga menyarankan bahwa tenaga medis yang membantu adalah dokter perempuan atau muslimah apabila memungkinkan.

Namun jika tidak, maka dilakukan oleh dokter perempuan non muslim.

Cara lain adalah dilakukan oleh dokter laki-laki muslim yang sudah bisa dipercaya dan jika tidak ada pilihan lain maka dilakukan oleh dokter non muslim laki-laki.

Baca Juga: Mengenal Preimplantation Genetic Diagnosis (PGD), Pemeriksaan yang Dilakukan Sebelum Bayi Tabung

Tindakan Haram Hukum Bayi Tabung

Apa itu kaidah saadd az zariah tentang bayi tabung

Foto: Orami Photo Stock

Hukum bayi tabung dalam Islam juga menjelaskan bahwa prosedur ini bisa menjadi tindakan haram, apabila Moms dan Dads melaksanakannya tak sesuai kaidah di atas.

Selain itu, tindakan yang membuatnya menjadi prosedur yang diharamkan antara lain:

1. Mengeluarkan Sperma dengan Cara Muhtaram

ADVERTISEMENT

Apa itu kaidah saadd az zariah tentang bayi tabung

Melansir Fatwa NU, mani muhtaram adalah mani yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang dilarang oleh syari. Alhasil, hukum bayi tabung menjadi diharamkan.

Putusan forum Munas NU 1981 ini didasarkan pada hadits yang dikutip dari Tafsir Ibnu Katsir dan Kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh.

Berikut ini adalah kutipan hadits dari Tafsir Ibnu Katsir:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ أَعْظَمُ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِيْ رَحِمٍ لاَ يَحِلُّ لَهُ

Artinya:

“Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik daripada mani yang ditempatkan seorang laki-laki (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya,” (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Kairo, Darul Hadits: 2003).

2. Memilih Jenis Kelamin Anak Sesuai Keinginan

Selanjutnya, hukum bayi tabung juga menjelaskan tentang haramnya prosedur tersebut bila orangtua melakukannya hanya untuk mendapatkan jenis kelamin keturunan sesuai dengan keinginan.

Terutama jika tindakan tersebut tanpa hal yang darurat atau mendasar, hal ini juga tidak diperbolehkan ya, Moms.

Hal ini dikarenakan untuk mempunyai anak sebetulnya masih memungkinkan namun tetap tidak boleh keluar dari cara yang sudah dibenarkan yaitu inseminasi alami.

Ditambah lagi dengan inseminasi, ada beberapa pelanggaran yang sudah dilakukan sehingga hanya boleh keluar dari inseminasi alami apabila mengalami keadaan yang darurat saja.

Baca Juga: Apakah Anak Yang Lahir Melalui IVF Tumbuh Sehat?

3. Istri dalam Masa Iddah

Hukum bayi tabung dalam Islam selanjutnya, diharamkan bila seorang wanita/istri melakukan prosedur tersebut dalam masa iddah.

Ini karena sang suami yang memiliki sperma sudah wafat sehingga pernikahan pun juga sudah berakhir.

Jika masa inseminasi tetap dilakukan pada masa iddah, maka hal tersebut menjadi pelanggaran.

Melansir MUI, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan.

4. Ovum dan Sperma dari Orang Lain

Hukum bayi tabung dalam Islam adalah haram untuk mendapatkan donor sperma atau ovum dari pasangan selain suami istri sah.

Karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina).

Berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindari terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

5. Menitipkan Rahim

Bayi tabung dari pasangan suami-istri dengan titipan rahim istri yang lain.

Misalnya, dari istri kedua dititipkan pada istri pertama. Nah, ini hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah.

Sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan.

Khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya.

Baca Juga: Hukum Hamil di Luar Nikah Berdasar Syariat Islam dan Ketentuan Negara

Itu dia Moms hukum bayi tabung dalam pandangan Islam.

Di Indonesia sendiri, kita harus mengikuti fatwa dari MUI dan NU sebagai lembaga keagamaan yang dinaungi negara, ya.

Sumber

  • https://islam.nu.or.id/post/read/125300/hukum-bayi-tabung
  • https://mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/Bayi-tabung-imseminasi-Buatan.pdf
  • https://www.learnreligions.com/islam-and-in-vitro-fertilization-2004333
  • https://www.bbc.co.uk/bitesize/guides/zwd7sbk/revision/4
  • https://islamqa.info/en/answers/98604/ruling-on-in-vitro-fertilization-ivf
  • https://media.neliti.com/media/publications/42561-ID-bayi-tabung-status-hukum-dan-hubungan-nasabnya-dalam-perspektif-hukum-islam.pdf