KOMPAS.com - Sindrom Down atau Down syndrome merupakan kelainan genetik yang terjadi akibat kelebihan kromosom. Normalnya, manusia memiliki 46 kromosom di setiap selnya dengan 23 diwarisi dari ibu dan 23 lainnya dari ayah. Namun, penderita Down syndrome memiliki kelebihan kromosom pada kromosom 21 sehingga mereka memiliki 47 kromosom di setiap selnya. Baca juga: Sindrom Kallmann Kelebihan kromosom ini memengaruhi ciri fisik dan kemampuan intelektual penderita Down syndrome. Pada sebagian kasus, anak yang lahir dengan Down syndrome juga memiliki masalah medis lainnya, seperti penyakit jantung, gangguan pendengaran, atau penglihatan. Down syndrome merupakan kondisi seumur hidup yang tidak dapat disembuhkan. Meskipun demikian, perawatan yang tepat dapat membantu penderita Down syndrome tumbuh dengan sehat dan produktif bagi lingkungan. GejalaMerangkum Better Health Channel dan Penn Medicine, setiap penderita Down syndrome memiliki karakteristik fisik yang khas, seperti:
Baca juga: Sindrom Edwards (Trisomi 18) Perkembangan fisik anak dengan Down syndrome cenderung lebih lambat daripada anak sebayanya yang tidak menderita Down syndrome. Selain memengaruhi kondisi fisik Down syndrome juga menimbulkan gangguan kognitif dan perilaku anak, di antaranya:
PenyebabMelansir dari Healthline, Down syndrome disebabkan oleh kelebihan kromosom akibat adanya satu salinan ekstra dari kromosom nomor 21. Kromosom atau struktur pembawa informasi genetik, normalnya berpasangan dan diwariskan dari masing-masing orang tua. Ketika sel-sel bayi berkembang, setiap sel seharusnya menerima 23 pasang kromosom dengan total 46 kromosom. Pada penderita Down syndrome, kromosom 21 memiliki satu salinan ekstra sehingga menjadi tiga dari yang seharusnya dua. Kromosom ekstra inilah yang menyebabkan gangguan pada fisik dan kecerdasan anak. Faktor risikoMenurut Mayo Clinic, berikut beberapa kondisi yang meningkatkan risiko memiliki anak dengan Down syndrome: Baca juga: Sindrom Patau
DiagnosisDirangkum dari situs Medical News Today dan WebMD, pemeriksaan rutin selama masa kehamilan dapat mendeteksi apakah bayi mengalami Down syndrome. Jika janin diduga mengalami Down syndrome maka dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikannya, seperti:
Pada trimester pertama kehamilan, dokter akan mengukur kadar protein PAPP-A (pregnancy-associated plasma protein-A) dan hormon hCG (human chorionic gonadotropin). Jika hasil menunjukkan terdapat masalah atau kelainan pada bayi, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan terhadap DNA bayi untuk mendeteksi kelainan kromosom. Pada trimester kedua, tes darah kembali dilakukan untuk mengukur kadar alpha-protein (AFP) dan hormon estriol.
Ultrasonografi (USG) kehamilan akan dilakukan setiap kali ibu hamil melakukan pemeriksaan kandungan rutin. Baca juga: Sindrom Reye Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat melihat pertumbuhan janin dan mengukur kadar cairan tulang belakang janin. Ketika janin semakin berkembang maka pemeriksaan USG dapat membantu menunjukkan beberapa ciri fisik dari Down syndrome.
Pemeriksaan air ketuban atau amniocentesis dapat dilakukan pada trimester kedua guna mengetahui apakah janin memiliki kelainan genetik.
Pada pemeriksaan ini dokter akan mengambil sampel jaringan ari-ari atau plasenta untuk mendeteksi kelainan genetik pada janin. Pemeriksaan ini dapat dilakukan saat kehamilan memasuki usia 9 sampai 11 minggu. PerawatanMengutip WebMD, tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan Down syndrome sehingga kondisi ini berlangsung seumur hidup penderita. Meskipun demikian, terdapat berbagai metode pengobatan yang dapat diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita Down syndrome. Beberapa pengobatan itu, meliputi:
Baca juga: Sindrom Crigler-Najjar KomplikasiDirangkum dari Healthdirect dan Mayo Clinic, Down syndrome dapat menimbulkan beberapa komplikasi berikut:
Selain itu, penderita Down syndrome juga lebih rentan mengalami beberapa kondisi berikut:
PencegahanDilansir dari situs Mayo Clinic, tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mencegah Down syndrome. Baca juga: Sindrom Sjogren Namun, seseorang yang berisiko memiliki anak dengan Down syndrome dapat melakukan konseling genetik untuk mengetahui peluang kelainan bawaan yang mungkin diturunkan. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Memiliki anak yang terlahir dengan down syndrome bukanlah hal yang mudah. Tidak sedikit orang tua merasa kecewa, malu, bahkan tidak mau mengakui keberadaan anaknya yang berbeda dengan kebanyakan anak normal lainnya. Psikolog anak berkebutuhan khusus UGM, Dra. Aisah Indati, M.S., mengatakan orang tua yang memiliki anak dengan down syndrom diharapkan dapat menerima keadaan anaknya tersebut. Penerimaan dan keikhlasan para orang tua dapat mendukung tumbuh kembang anak dengan baik. "Kuncinya orang tua bisa menerima kondisi anak dengan kebutuhan khusus yang mengalami down syndrome,”terangnya, Senin (21/3) bertepatan dengan peringatan Hari Down Syndrom Sedunia. Adanya penolakan terhadap anak justru akan menghambat tumbuh kembang mereka. Hal ini dikarenakan anak tidak mendapatkan perhatian dan perlakuan yang baik dan maksimal dari orang tua. “Padahal anak-anak ini memerlukan perhatian lebih dari orang tuanya,” tegasnya. Aisah menyampaikan orang tua dengan anak down syndrome diharapkan dapat mengetahui dengan baik kondisi dari buah hati mereka. Dengan begitu perlakukan yang diberikan pada anak bisa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak saat itu. “Ketahui karakternya seperti apa lalu dididik untuk bisa mandiri dengan memberikan stimulus sesuai dengan kemampuan anak,” jelasnya. Apabila mengetahui anak menderita down syndrom, Aisah mengimbau para orang tua untuk melakukan konsultasi ke psikolog maupun dokter. Selain untuk melihat bakat dan minat anak juga untuk mengetahui usia mental anak. Dengan demikian, orang tua bisa mendampingi anaknya dengan perlakuan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. “Bisa jadi usianya 11 tahun, tetapi usia mentalnya baru 4 tahun,”jelasnya. Aisah menekankan pada para orang tua dengan anak down syndrom untuk terus mendukung putera-putrinya yang terlahir dalam kondisi istimewa. Orang tua diharapkan jangan terlalu fokus pada kekurangan anak. “ Terus gali minat dan bakat anak-anak istimewa ini. Dampingi mereka dengan penuh karena masih ada sisi lain yang bisa dikembangkan dan dibanggakan,” tegas Aisah.
Sementara Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit UGM, dr. Widya Dwi Astuti, Sp.OG., menyebutkan janin dengan down syndrome dapat dideteksi sejak dini melalui pemeriksaan di masa awal kehamilan. Adanya indikasi down syndrome ini dapat dilihat lewat pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Down Syndrome muncul bukan karena faktor keturunan. Namun, kelainan ini disebabkan oleh hadirnya kromosom 21 rangkap tiga atau disebut dengan trisomi 21. Dengan kata lain, down syndrome ini dikarenakan kelainan pada kromosom nomor 21. Widya menjelaskan pemeriksaan USG tahap awal dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kelainan pada janin. Seperti penebalan tulang tengkuk pada usia kehamilan 11-14 minggu. Apabila penebalan area tersebut melebihi 3 mm maka janin dicurigai down syndrome. Jika hasil USG menunjukkan janin terkena down syndrome, Widya mengatakan perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan melalui tes darah. Pemeriksaan darah tersebut untuk karyotyping guna memastikan kromosom janin positif trisomi 21 atau tidak. Berikutnya, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan pada trisemester kedua melalui USG lanjutan untuk melihat apakah terdapat kelainan organ janin. “Jika kelainan yang terjadi cukup berat sehingga menyebabkan bayi tidak mampu bertahan hidup setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan pengakhiran kehamilan atau terminasi,” paparnya. Janin dengan kelainan kromosom ini, dikatakan Widya, biasanya juga akan mengalami kelainan pada organ-organ lainnya. Beberapa diantaranya mengalami kelainan pada jantung, kanencephali atau tidak memiliki tempurung kepala, kelainan ginjal, kelainan perkembangan organ gastrointestinal, serta bibir sumbing. Menurutnya, risiko kejadian down syndrome dapat diminimalkan yakni dengan hamil di usia reproduksi sehat antara 20-35 tahun. Apabila kehamilan di luar usia reproduksi sehat, maka kemungkinan janin mengalami down syndrome akan semakin tinggi. Namun begitu, risiko pada usia kehamilan sehat juga tetap ada, akan tetapi dengan kemungkinan lebih kecil. Selain menjalani kehamilan pada usia reproduksi sehat, Widya mengimbau masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat. Dengan menerapkan gaya hidup sehat bisa menekan risiko kejadian down syndrome. (Humas UGM/Ika) |