Apa penyimpangan yang terjadi pada sistem tanam paksa?

Apa Akibat Penyimpangan Tanam Paksa, Kunci Jawaban Kelas 5 SD MI Tema 7 /Kemendikbud

KABAR JOGLOSEMAR - Siswa kelas 5 SD MI diminta untuk menjawab pertanyaan apa akibat penyimpangan tanam paksa.

Sebelumnya, ada teks bacaan yang wajib dibaca agar siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut yang ada di buku tematik terbitan Kemendikbud tepatnya pada tema 6 dan tema 7.

Pertanyaan selanjutnya yang terkait dengan tanam paksa adalah apa tanam paksa itu?

Baca Juga: Apakah Tanam Paksa Itu? Kunci Jawaban Kelas 5 SD MI Tema 7

Sesuai dengan namanya, tanam paksa adalah sistem kerja yang dilakukan penjajah Belanda kepada petani Indonesia untuk menananm jenis tanaman tertentu.

Tanaman yang dipilih adalah rempah-rempah seperti kopi, lada, dan teh yang merupakan tanaman perkebunan.

Hasil dari tanam paksa harus diserahkan kepada penjajah atau dibeli dengan harga sangat murah.

Baca Juga: Buatlah Contoh dari Pantun Berdasarkan Isinya, Kunci Jawaban Kelas 5 SD MI

Sistem tanam paksa merupakan kebijakan pemerintah Belanda yang dicetuskan oleh Van den Bosch. Kebijakan tersebut bertujuan untuk memperbaiki perekonomian negeri Belanda serta mendapat keuntungan besar dengan melakukan penanaman tanaman yang laku di pasar internasional. Kebijakan tersebut selanjutnya mulai berlaku pada 1830, ketika Van den Bosch menjabat sebagai Gubernur Jenderal. Kebijakan tanam paksa memiliki sejumlah ketentuan yang sebenarnya tidak terlalu membebani rakyat pribumi. Namun, dalam perkembangannya terjadi penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial terhadap sistem tanam paksa sehingga menyebabkan kehancuran perekonomian serta penderitaan bagi rakyat pribumi. Penyelewengan dalam kebijakan tanam paksa yakni  tanah yang harus diserahkan rakyat melebihi dari ketentuan 1/5, tanah yang ditanami tanaman wajib tetap ditarik pajak, jika terjadi gagal panen akibat bencana alam tetap menjadi tanggung jawab petani, rakyat yang tidak punya tanah garapan ternyata bekerja di pabrik atau perkebunan lebih dari 66 hari atau 1/5 tahun, dan kelebihan hasil tanam dari jumlah pajak ternyata tidak dikembalikan. Penderitaan rakyat akibat sistem tanam paksa juga tidak terlepas dari kerakusan penguasa pribumi dalam mengincar cultuur procenten (bonus) yang besar. Untuk mendapatkan bonus tersebut, para penguasa pribumi memaksa petani untuk menanam tanaman yang diwajibkan dalam tanam paksa sebanyak-banyaknya.

Dengan demikian, penyelewengan tanam paksa yang menguntungkan penguasa pribumi adalah adanya cultuur procenten (bonus), dimana penguasa pribumi memaksa petani untuk menanam tanaman yang diwajibkan dalam tanam paksa sebanyak-banyaknya.

Beranda / penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan sistem tanam paksa

Kemukakan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan sistem tanam paksa!

Pembahasan:
Berikut penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan sistem tanam paksa. Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi waktu yang ditentukan. Jatah tanah untuk tanaman berkualitas ekspor melebihi seperlima dari lahan garapan. Lahan yang disediakan unuk tanaman wajib tetap dikenai pajak tanah. Setiap kelebihan hasil panen tidak dikembalikan lagi kepada petani. Kegagalan panen tanaman wajib tetap menjadi tanggung jawab rakyat.

Lokasi:

Postingan Lebih Baru Postingan Lama

Page 2

Beranda / Profil

Pada perjalanannya sistem tanam paksa terjadi penyimpangan-penyimpangan walaupun disana ada beberapa sisi positifnya.

Untuk mengawasi pelaksanaan tanam paksa, Belanda menyandarkan diri pada sistem tradisional dan feodal. Para bupati dipekerjakan sebagai mandor/pengawas dalam tanam paksa.

Para bupati sebagai perantara tinggal meneruskan perintah dari pejabat Belanda. Kalau melihat pokok-pokok cultuurstelsel dilaksanakan dengan semestinya merupakan aturan yang baik.

Namun praktik di lapangan jauh dari pokok-pokok tersebut atau dengan kata lain terjadi penyimpangan.

Penyimpangan Sistem Tanam Paksa

Berikut ini penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam sistem tanam paksa.

1) Tanah yang harus diserahkan rakyat cenderung melebihi dari ketentuan 1/5.

2) Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap ditarik pajak.

3) Rakyat yang tidak punya tanah garapan ternyata bekerja di pabrik atau perkebunan lebih dari 66 hari atau 1/5 tahun.

4) Kelebihan hasil tanam dari jumlah pajak ternyata tidak dikembalikan.

5) Jika terjadi gagal panen ternyata ditanggung petani.

Dalam pelaksanaannya, tanam paksa banyak mengalami penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

Penyimpangan ini terjadi karena penguasa lokal, tergiur oleh janji Belanda yang menerapkan sistem cultuur procenten.

Gambar: Pengaruh Positif sistem tanam paksa

Cultuur procenten atau prosenan tanaman 

Cultuur procenten atau prosenan tanaman adalah hadiah dari pemerintah bagi para pelaksana tanam paksa (penguasa pribumi, kepala desa) yang dapat menyerahkan hasil panen melebihi ketentuan yang diterapkan dengan tepat waktu.

Bagi rakyat di Pulau Jawa, sistem tanam paksa dirasakan sebagai bentuk penindasan yang sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat menjadi melarat dan menderita.

Terjadi kelaparan yang menghebat di Cirebon (1844), Demak (1848), dan Grobogan (1849). Kelaparan mengakibatkan kematian penduduk meningkat.

Adanya berita kelaparan menimbulkan berbagai reaksi, baik dari rakyat Indonesia maupun orang-orang Belanda. Rakyat selalu mengadakan perlawanan tetapi tidak pernah berhasil.

Penyebabnya bergerak sendiri-sendiri secara sporadis dan tidak terorganisasi secara baik. Reaksi dari Belanda sendiri yaitu adanya pertentangan dari golongan liberal dan humanis terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa.

Pada tahun 1860, Edward Douwes Dekker yang dikenal dengan nama samaran Multatuli menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Max Havelar”. Buku ini berisi tentang keadaan pemerintahan kolonial yang bersifat menindas dan korup di Jawa.

Di samping Douwes Dekker, juga ada tokoh lain yang menentang tanam paksa yaitu Baron van Hoevel, dan Fransen van de Putte yang menerbitkan artikel “Suiker Contracten” (perjanjian gula).

Menghadapi berbagai reaksi yang ada, pemerintah Belanda mulai menghapus sistem tanam paksa, namun secara bertahap. Sistem tanam paksa secara resmi dihapuskan pada tahun 1870 berdasarkan UU Landreform (UU Agraria).

Pengaruh positif sistem tanam paksa

Meskipun tanam paksa sangat memberatkan rakyat, namun di sisi lain juga memberikan pengaruh yang positif terhadap rakyat, yaitu:

1) terbukanya lapangan pekerjaan,

2) rakyat mulai mengenal tanaman-tanaman baru, dan

3) rakyat mengenal cara menanam yang baik.

Penyimpangan  yang terjadi terkait pelaksanaan Tanam Paksa:

1. Lahan pertanian yang digunakan untuk tanam paksa melebehi seharusnya

2. Waktu kerja paksa petani melebihi ketentuan

3. Petani tidak mendapatkan kelebihan hasil produksi  

4. Petani harus mengganti sendiri kerusakan tanaman di perkebunan

5. Petani dikenai dengan pajak tanah

Pembahasan:

Tanam Paksa (Cultuurstelsel) adalah aturan dimana penduduk Indonesia harus menyediakan sebagian lahannya untuk ditanami tanaman produksi untuk kepentingan ekspor, atau bila tidak, bagi mereka yang idak memiliki tanah harus bekerja selama hingga 66 hari dalam setahun di perkebunan milik Belanda. Hasil panen ini harus diserahkan kepada Belanda.

Tanam paksa atau dalam bahasa  Belanda disebut “cultuurstelsel” diterapkan penjajah Belanda agar dapat mendapatkan penghasilan sebesar-besarnya dari wilayah jajahannya di Hindia Belanda.  

Kebijakan ini dijalankan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch, yang menjabat tahun 1830-1833. Tujuan dari tanam paksa ini adalah untuk mendapatkan keuntungan besar dari ekspor tanaman produksi. Tanaman komoditas ekspor ini adalah  teh, kopi, tebu, dan tarum (nila).  

Akibat dari Tanam Paksa, banyak rakyat yang kehilangan lahannya untuk ditanami tanaman ekspor. Meski peraturan hanya mengharuskan 20% dari tanah pertanian digunakan untuk Tanam Paksa, namun pada kenyataannya penjajah Belanda memaksakan penggunaan tanah yang lebih dari ini, untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya.

Dalam sistm Tanam Paksa, banyak pekerja yang harus bekerja di perkebunan Belanda melebihi waktu yang seharusnya. Peraturan menyatakan pekerja hanya wajib 66 hari dalam setahun. Namun banyak pekerja dipaksa lebih lama, karena kebutuhan untuk merawat tanaman produksi.

Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan seharusnya akan dikembalikan kepada rakyat. Namun para pegawai pemerintahan kolonial mengambil kelebihan (Cultur procenten) ini demi kepentingan sendiri.

Dalam aturan Tanam Paksa, kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani akan dibebankan pada pemerintah Belanda. Namun kenyataanya petani harus mengganti tanaman yang rusak.

Akibat dari sistem ini dan penyelewengannya, jumlah lahan pertanian untuk padi menurun, produksi bahan pangan, terutama padi juga menurun. Akibatnya terjadi kelaparan seperti di Cirebon (1844), Demak (1848), dan Grobogan (1849). Rakyat di Indonesia juga menjadi miskin dan banyak menderita.  

Seharusnya, dalam Sistem Cultuurstelsel, petani yang sudah memberikan tanahnya atau melakukan kerja dalam sistem ini dibebaskan pajak. Namun kenyataanya pemerintah Belanda tetap memungut pajak ang memberatkan pada mereka

Kondisi ini membuat adanya gerakan politik di Belanda untuk memperbaiki kondisi rakyat yang sengsara akibat Tanam Paksa. Akhirnya, pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan Politik Etis atau Politik Balas Budi.

Pelajari lebih lanjut:

1. Mengapa pelaksanaan tanam paksa menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat di negeri Belanda

brainly.co.id/tugas/485938

2. Berikan contoh pelaksanaan kerja paksa dan tanam paksa yang dilakukan Belanda di Indonesia!

brainly.co.id/tugas/13917099

3. Apa latar belakang dilaksanakan tanam paksa ?

brainly.co.id/tugas/739842

Kode: 5.10.5

Kelas: X

Mata pelajaran: IPS/Sejarah    

Materi: Bab 5 - Perjuangan pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Kata kunci: Sistem Tanam Paksa


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA