Apa saja hak-hak anak yang tercantum dalam konvensi hak anak

Q.Mau pensi,Bagi2 point​

Buatlah ringkasan mengenai situs Sangiran sebagai warisan budaya dunia!PLISSS KAK TOLONG BANTUUU, BESOK DIKUMPULKAN!!!!​

Jelaskan politik Indonesia akibat penjajahan Jepang​

QUIZ TIME ✨ ✨Berapa usia ibu Fatmawati saat menjahit bendera merah putih ?yg lengkap dan harus benar ​

Kapan masyarakat Indonesia memasuki zaman aksara?​

sebutkan satu-satunya kawasan, di dunia yang seluruh negaranya termasuk kelompok negara maju, yaitu kawasan

sebutkan yang temasuk jenis perairan laut adalah

sebutkan yang tidak termasuk olahan hasil minyak bumi adalah

. pemberian irigasi pada lahan pertanian berpotensi menimbulkan dampak ekologis pada perairan sungai sebagai sumber air baku, karena ...

3.mempercayai bahwa segala sesuatu yang ada di dunia bersifat fana atau tidak kekal merupakan konsep dari?

Q.Mau pensi,Bagi2 point​

Buatlah ringkasan mengenai situs Sangiran sebagai warisan budaya dunia!PLISSS KAK TOLONG BANTUUU, BESOK DIKUMPULKAN!!!!​

Jelaskan politik Indonesia akibat penjajahan Jepang​

QUIZ TIME ✨ ✨Berapa usia ibu Fatmawati saat menjahit bendera merah putih ?yg lengkap dan harus benar ​

Kapan masyarakat Indonesia memasuki zaman aksara?​

sebutkan satu-satunya kawasan, di dunia yang seluruh negaranya termasuk kelompok negara maju, yaitu kawasan

sebutkan yang temasuk jenis perairan laut adalah

sebutkan yang tidak termasuk olahan hasil minyak bumi adalah

. pemberian irigasi pada lahan pertanian berpotensi menimbulkan dampak ekologis pada perairan sungai sebagai sumber air baku, karena ...

3.mempercayai bahwa segala sesuatu yang ada di dunia bersifat fana atau tidak kekal merupakan konsep dari?

Konvensi Hak-hak Anak (KHA) atau lebih dikenal sebagai UN-CRC (United Nations Convention on the Rights of the Child) adalah sebuah perjanjian hak asasi manusia yang menjamin hak anak pada bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya yang disahkan pada tahun 1989 oleh PBB. Indonesia meratifikasi KHA ini pada 1990. 12 tahun setelahnya, Indonesia mengadaptasi konvensi ini ke dalam UU no 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian direvisi pada tahun 2014 pada UU no.35/2014.

Berdasarkan laporan tahunan UNICEF 2016, terdapat beberapa keberhasilan dalam pemenuhan hak-hak anak, misalnya menurunnya jumlah anak dalam tahanan, peningkatan akses pencatatan kelahiran pada anak, penganggaran yang berfokus pada anak, peningkatan akses anak kepada pendidikan, dsb. Lantas, bagaimanakah prosesnya dari awal KHA diratifikasi hingga saat ini diimplementasikan dan diterjemahkan dalam kebijakan hingga ke tingkat daerah?

KHA menggunakan pendekatan yang luas dan fleksibel, sebagaimana terlihat dalam artikel 4 yang mengatakan bahwa negara penandatangan konvensi dapat melakukan tindakan apapun secara tepat dalam melaksanakan amanat dari KHA. Akan tetapi, KHA juga dianggap tidak memiliki metode khusus untuk mendorong implementasi dari ketentuannya, sehingga pelaksanaannya di tingkat lokal berbeda-beda, bergantung pada konteks sosial dan politik yang ada.

Setelah melewati berbagai rezim dan orde pemerintahan dari orde lama, reformasi, hingga otonomi daerah pada saat ini, dengan situasi sosial dan politik yang berubah-ubah, implementasi konvensi hak-hak anak menjadi menarik untuk disimak di Indonesia. Refleksi terhadap implementasi KHA tersebut tentunya perlu dilihat dari berbagai sudut pandang, mulai dari produk peraturan yang terbit dalam setiap rezim pemerintahan, struktur birokrasi di tingkat Pusat dan Daerah, serta pendekatan pemerintah dalam merumuskan kebijakan terkait perlindungan dan kualitas hidup anak berbasis bukti.

Learning Series kali ini akan mengulas secara dalam mengenai proses konseptualisasi dan implementasi kebijakan dari konvensi hak-hak anak tersebut dengan mengundang praktisi perlindungan anak yang berpengalaman, akademisi, serta pengambil kebijakan terkait perlindungan anak. Diskusi ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk merefleksikan kembali berbagai capaian pemerintah dalam mengimplementasikan KHA, serta mengidentifikasi isu-isu kunci, peluang, serta tantangan yang perlu menjadi perhatian Pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anak Indonesia. Diskusi ini menjadi penting, mengingat Pemerintah Indonesia saat ini tengah menyusun prioritas kebijakan perlindungan anak dalam RPJMN 2020-2024.

Anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa serta sebagai sumber daya manusia di masa depan yang merupakan modal bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development). Berangkat dari pemikiran tersebut, kepentingan yang utama untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang sangat tinggi. Sayangnya, tidak semua anak mempunyai kesempatan yang sama dalam merealisasikan harapan dan aspirasinya. Banyak diantara mereka yang beresiko tinggi untuk tidak tumbuh dan berkembang secara sehat, mendapatkan pendidikan yang terbaik, karena keluarga yang miskin, orang tua bermasalah, diperlakukan salah, ditinggal orang tua, sehingga tidak dapat menikmati hidup secara layak.

Meletusnya perang dunia pertama, menyebabkan banyak anak yang menjadi korban, mereka mengalami kesengsaraan, hak-hak mereka terabaikan dan mereka menjadi korban kekerasan. Dengan berakhirnya perang dunia, tidak berarti kekerasan dan pelanggaran hak-hak anak berkurang. Bahkan eksploitasi terhadap hak-hak anak berkembang ke arah yang lebih memprihatinkan.

Pelanggaran terhadap hak-hak anak bukan saja terjadi di negara yang sedang terjadi konflik bersenjata, tapi juga terjadi di negara-negara berkembang bahkan negara-negara maju. Permasalahan sosial dan masalah anak sebagai akibat dari dinamika pembangunan ekonomi diantaranya anak jalanan (street shildren), pekerja anak (child labour), perdagangan anak (child trafficking) dan prostitusi anak (child prostitution).

Berdasarkan kenyataan di atas, PBB mengesahkan Konvensi Hak-hak Anak (Convention On The Rights of The Child) untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan hak-hak anak di seluruh dunia pada tanggal 20 Nopember 1989 dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in to force) pada tanggal 2 September 1990. Konvensi ini telah diratifikasi oleh semua negara di dunia, kecuali Somalia dan Amerika Serikat. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak ini dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996.

Baca Juga:   Sosialisasi Hasil Penelitian

Konvensi Hak-hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu :

  1. Mukadimah, yang berisi konteks Konvensi Hak-hak Anak.
  2. Bagian Satu (Pasal 1-41), yang mengatur hak-hak anak.
  3. Bagian Dua (Pasal 42-45), yang mengatur masalah pemantauan dan pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak.
  4. Bagian Tiga (Pasal 46-54), yang mengatur masalah pemberlakuan konvensi.

Konvensi Hak-hak Anak mempunyai 2 protokol opsional, yaitu :

  1. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata (telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2012).
  2. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak (Indonesia telah meratifikasi protokol opsional ini dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2012).

Konvensi Hak-hak Anak berisi 8 kluster, yaitu:

  1. Kluster I : Langkah-langkah Implementasi
  2. Kluster II : Definisi Anak
  3. Kluster III : Prinsip-prinsip Hukum KHA
  4. Kluster IV : Hak Sipil dan Kebebasan
  5. Kluster V : Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
  6. Kluster VI : Kesehatan dsn Kesejahteraan Dasar
  7. Kluster VII : Pendidikan, Waktu Luang dan Kegiatan Budaya
  8. Kluster VIII : Langkah-langkah Perlindungan Khusus

Hak-hak anak menurut Konvensi Hak-hak Anak dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu :

  1. Hak Kelangsungan Hidup, hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.
  2. Hak Perlindungan, perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, kekerasan dan keterlantaran.
  3. Hak Tumbuh Kembang, hak memperoleh pendidikan dan hak mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.
  4. Hak Berpartisipasi, hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak.

Sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 yang secara keseluruhan, materi pokok dalam undang-undang tersebut memuat ketentuan dan prinsip-prinsip Konvensi Hak-hak Anak. Bahkan sebelum Konvensi Hak-hak Anak disahkan, Pemerintah telah mengesahkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 telah diperluas pengertian anak, yaitu bukan hanya seseorang yang berusia dibawah 18 tahun, seperti yang tersebut dalam Konvensi Hak-hak Anak, tapi termasuk juga anak yang masih dalam kandungan. Begitu juga tentang hak anak, dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 terdapat 31 hak anak. Setelah meratifikasi Konvensi hak-hak Anak, negara mempunyai konsekuensi :

  1. Mensosialisasikan Konvensi Hak-hak Anak kepada anak.
  2. Membuat aturan hukum nasional mengenai hak-hak anak.
  3. Membuat laporan periodik mengenai implementasi Konvensi Hak-hak Anak setiap 5 tahun.

Baca Juga:   Rapat Koordinasi EKPD Kabupaten Kendal TA. 2017 Semester I

Peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan Konvensi Hak-hak Anak, diantaranya ;

  1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;
  2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja;
  3. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
  4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 182 tentang Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak;
  5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentan Perlindungan Anak;
  6. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  7. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
  9. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
  10. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
  11. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
  12. Keppres Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (RAN-PESKA)

Memang disadari, dengan adanya Konvensi Hak-hak Anak tidak dengan serta merta merubah situasi dan kondisi anak-anak di seluruh dunia. Namun setidaknya ada acuan yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi bagi perubahan dan mendorong lahirnya peraturan perundangan, kebijakan ataupun program yang lebih responsif anak. Sudahkah anda menjaga hak-hak anak anda?

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA