Apa saja masalah utama para remaja di era media sosial terkait dengan kesehatan mental mereka?

KOMPAS.com - Media sosial sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat saat ini. Bahkan sebagian orang merasa harus selalu mengunggah kesehariannya lewat media sosial.

Apakah Anda termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang dalam sehari mengecek media sosial berkali-kali?

Media sosial memang bisa menghubungkan kita dengan siapapun dan dari manapun, serta bisa mengusir kebosanan. Tapi, media sosial juga bisa menjadi pemicu depresi, adiksi atau distraksi dari hal-hal lainnya yang lebih penting.

Lalu, apakah itu berarti media sosial berbahaya bagi kesehatan mental?

Psikolog klinik, Scott Bea, PsyD mengatakan, salah satu fitur menarik pada media sosial adalah bagaimana orang-orang bisa memberikan umpan balik positif terhadap kita, melalui tombol "like", kolom komentar atau fitur membagi unggahan.

Baca juga: Lewat Media Sosial, 5 Perempuan Muda Ini Sukses Bisnis Kecantikan

Meski begitu, media sosial juga memiliki sisi gelap. Setidaknya ada lima dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental, jika kita terlalu banyak mengaksesnya

1. Merasa harga diri berkurang

Di media sosial, orang-orang cenderung menampilkan sisi terbaik dirinya atau kehidupannya.

Bea mengatakan, kecenderungan ini memberikan gambaran yang tidak realistis terhadap kehidupan sesungguhnya dan membuat sebagian orang merasa hidup mereka tidak begitu baik.

Dari waktu ke waktu, membandingkan diri sendiri dengan hidup orang lain secara terus-menerus bisa membuat seseorang merasa harga dirinya berkurang.

2. Kecemasan

Pola media sosial memaksa sebagian orang untuk terus mengaksesnya, karena ingin mengetahui hal-hal aktual. Sebab, mereka takut ketinggalan hal-hal baru.

Sejumlah studi menunjukkan, bahwa rasa takut melewatkan sesuatu -fear of missing out (FOMO)- terkadang bisa meningkatkan rasa ketidakpuasan atau kecemasan.

"Orang-orang melakukannya untuk meyakinkan diri mereka sendiri, namun hal ini justru seperti obat dengan waktu hidup yang pendek," katanya.

Baca juga: Mengenali 9 Kondisi Kecemasan akibat Media Sosial

3. Gangguan tidur

Para peneliti dari University of Pittsburg memelajari perilaku bermedia sosial dari 1.700 orang dewasa berusia 19 hingga 32 tahun.

Mereka menemukan, bahwa partisipan yang menggunakan media sosial lebih sering memiliki risiko sulit tidur tiga kali lebih besar daripada yang lainnya. 

Menurut Bea, kurang tidur bisa menyebabkan banyak masalah, seperti pengambilan keputusan yang tidak bijak, kecemasan, depresi, dan menurunnya kualitas kesehatan secara umum.

4. Menimbulkan rasa cemburu

Ketika salah satu teman kita di media sosial mengunggah foto liburan yang menyenangkan, terkadang kita merasa sedikit cemburu atau iri dengan kondisi tersebut.

Perasaan ini bisa bervariasi, mulai dari amarah hingga penghinaan, terkadang juga memicu menurunnya percaya diri dan harga diri.

Kita mungkin merasa hidup kita tidak layak dibandingkan, namun ingatlah bahwa apa yang kita lihat hanya sisi baik dari orang tersebut. Sebab, setiap orang cenderung akan menghindari mengunggah hal-hal buruk terkait hidup mereka di media sosial.

5. Membuat perilaku buruk terlihat keren

Media sosial terkadang bisa membuat perilaku-perilaku negatif, seperti menggunakan obat-obatan, alkohol, dan perilaku sembrono, terlihat seolah keren dan menarik.

Risiko ini lebih tinggi pada anak-anak muda, karena bisa berdampak pada prefrontal korteks, yaitu bagian depan otak yang berkaitan dengan pengambilan keputusan.

Bagian otak tersebut belum terbentuk dengan sempurna hingga usia mencapai 25 tahun. Melihat hal-hal tersebut dari media sosial membuat mereka berisiko tertarik atau bahkan mengikuti perilaku buruk yang dilihatnya dari lini masa.

Dengan adanya lima risiko kesehatan mental tersebut, ada baiknya kita berupaya membatasi diri dari penggunaan media sosial berlebihan.

Bea memahami, memutus siklus tersebut sangatlah sulit. Ia menyarankan untuk memiliki jadwal akses media sosial.

Misalnya, hanya mengeceknya pada interval waktu tertentu dan berapa kali dalam sehari.

"Jika Anda merasa dampak negatif penggunaan media sosial lebih besar daripada dampak positif yang Anda dapat atau merasa tidak bisa membatasinya, berhenti mengakses media sosial mungkin merupakan cara terbaik," katanya.

Anda juga bisa lebih memilih menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga daripada media sosial. Seperti ngobrol pada jam makan siang, jalan bersama, atau hanya duduk dan ngobrol. Itu semua akan lebih baik untuk kesehatan mentalmu.


Baca juga: Studi: Media Sosial Bikin Orang Indonesia Iri dan Frustrasi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Apa saja masalah utama para remaja di era media sosial terkait dengan kesehatan mental?

Selain dapat memberikan efek kuat bagi perilaku penggunanya, media sosial juga dapat menimbulkan masalah pada kesehatan mental. Di antaranya adalah gangguan kecemasan dan depresi sehingga menjadikan kesehatan mental penggunanya menjadi terganggu.

Apa saja masalah kesehatan mental pada remaja?

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa gangguan mental yang paling banyak diderita oleh remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), serta gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan ...

Bagaimana pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental remaja?

Namun dibalik itu semua, sosial media jika tidak digunakan dengan bijak dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan termasuk kesehatan mental mulai dari rasa cemas, kurang percaya diri ataukah membanding-bandingkan diri dengan pencapaian orang lain yang ujung-ujungnya bisa menimbulkan depresi.

Mengapa remaja banyak mengalami gangguan kesehatan mental?

Beberapa situasi yang memicu remaja Indonesia rentan terkena gangguan mental adalah masalah keluarga, persoalan teman sebaya, dan stres personal. Kurangnya penanganan dan perhatian akan masalah kesehatan mental remaja bisa jadi memicu kerentanan remaja Indonesia mengalami gangguan mental.