Apa saja solusi yang sudah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran warga

Dewasa ini Indonesia sedang melaksanakan kebijakan fiskal ekspansif. Kebijakan ini ditandai dengan penurunan tarif pajak dan kenaikan belanja pemerintah. Target pajak masih belum terpenuhi hingga sekarang. Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak sangat sulit untuk diwujudkan seandainya dalam definisi ‘pajak’ tidak ada frase “yang dapat dipaksakan” dan “yang bersifat memaksa.” Bertitik tolak dari frase ini menunjukkan membayar pajak bukan semata-mata perbuatan sukarela atau karena suatu kesadaran. Frase ini memberikan pemahaman dan pengertian bahwa masyarakat dituntut untuk melaksanakan kewajiban kenegaraan dengan membayar pajak secara sukarela dan penuh kesadaran sebagai aktualisasi semangat gotong-royong atau solidaritas nasional untuk membangun perekonomian nasional.

Sampai sekarang kesadaran masyarakat membayar pajak masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan. Umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya terhadap keberadaan pajak karena masih merasa sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering mengalami kesulitan, ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet menghitung dan melaporkannya. Namun masih ada upaya yang dapat dilakukan sehingga masyarakat sadar sepenuhnya untuk membayar pajak dan ini bukan sesuatu yang mustahil terjadi. Ketika masyarakat memiliki kesadaran maka membayar pajak akan dilakukan secara sukarela bukan keterpaksaan.

Pemerintah telah menerapkan kebijakan tax amnesty untuk memancing wajib pajak mengakui kekayaannya dengan mengampunkan pajak selama periode tertentu. Setelah tax amnesty berakhir, pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan berbagai macam cara bahkan tindakan represif bagi oknum-oknum yang enggan membayar pajak. Ancaman kurunganpun diberikan. Pemerintah juga mulai mencari sumber-sumber penerimaan pajak yang baru, seperti pajak untuk smartphone yang menjadi isu hangat di media sosial. Oleh karena itu, pegawai pajak menjadi aktor utama yang berperan penting dalam pemenuhan target pajak saat ini.

Berbagai pelatihan dan seminar perlu dilaksanakan secara rutin untuk meningkatkan kesadaran moral pegawai di lingkungan Direktorat jenderal pajak. Keberanian pegawai pajak melaporkan rekan kerjanya yang melakukan penyimpangan mengingat adanya whistle blowing system. Tujuannya untuk menimbulkan efek jera. Whistleblowing system adalah sebuah sistem untuk mendeteksi secara dini dan cepat berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal ini merekapun membangun unit pengawasan internal dan mengembangkan budaya korektif sesama pegawai. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai garda depan pemerintah dalam memberantas korupsipun diterjunkan untuk bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak agar dapat memaksimalkan fungsi pengawasan internal.

Kurangnya kesadaran masyarakat akan pajak adalah karena minimnya pengetahuan akan pengelolaan dan realisasi pajak. Seperti yang diketahui, banyak sekali berita hoax beredar di dunia maya. Masyarakat yang kurang bijak berinternet tentunya akan terpengaruh. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat sebagai wajib pajak yang memudar. Karena partisipasi wajib pajak untuk memaksimalkan target pajak adalah pokok utama dalam sistem penerimaan pajak itu sendiri. Direktorat Jenderal Pajak seharusnya memperbaiki sistem manajemen kepegawaian dan memperkuat kontrol atas sistem perpajakan melalui kebijakan-kebijakan. Gaji yang tinggi tidak akan mampu membasmi bibit-bibit korupsi bila kesadaran moral belum muncul. Masyarakat juga berpikir bahwa pemerintah seolah-olah bangkrut. Kestabilan politik terganggu dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintah terutama pajak karena dikira terjadi penyelewengan. Untuk itu, pemerintah perlu melaksanakan langkah-langkah konkret untuk membangun kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya peranan pajak dalam perekonomian. Pemerintah bisa melakukan pendekatan persuasif melalui iklan layanan masyarakat, seminar, duta pajak, dan lain-lain.

Disclaimer:

Artikel ini merupakan karya peserta pelatihan simulasi pajak hasil kerjasama Politeknik Negeri Bali dengan PT Mitra Pajakku. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. 

Informasi ini BUKAN merupakan saran atau konsultasi perpajakan. Segala aturan yang terkutip dalam artikel ini sangat mungkin ada pembaharuan dari otoritas terkait. Pajakku tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat adanya keterlambatan atau kesalahan dalam memperbarui informasi dalam artikel ini. 

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari partisipasi masyarakat. Negara berwenang memungut pajak dari rakyatnya karena pajak digunakan sebagai sarana untuk mensejahterakan rakyat. 

Sistem pemungutan pajak yang dipakai saat ini adalah self assessment system yaitu sistem pemungutan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, melaporkan utang pajaknya yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan (SPT), kemudian menyetor kewajiban perpajakannya. 

Pemberian kepercayaan yang besar kepada wajib pajak sudah sewajarnya diimbangi dengan instrumen pengawasan, untuk keperluan itu fiskus diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak. 

Pajak menjadi sumber penerimaan dan pendapatan negara terbesar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pajak terhadap penerimaan negara pada tahun 2016 yaitu sebesar 74, 6 % dari total pendapatan negara. Bahkan pada APBN tahun 2018 pajak menjadi penyumbang pendapatan negara sebesar 85%.

Penerimaan pajak inilah yang digunakan untuk meningkatkan pembangunan Indonesia mulai dari pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan berbagai sektor lainnya yang bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Hal inilah yang disebut sebagai fungsi budgetair (anggaran) pajak yaitu pajak berperan dalam membiayai berbagai pengeluaran negara.

Pajak dan Pembangunan

Peran pajak dalam meningkatkan pembangunan diberbagai sektor kehidupan tentu tidak dapat dipungkiri, namun tidak banyak rakyat yang menyadari hal tersebut. Hal ini dikarenakan manfaat pembayaran pajak tidak langsung diterima, namun tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini hampir seluruh rakyat Indonesia telah memperoleh manfaat pajak.

Pelayanan kesehatan gratis, pendidikan gratis, dan berkualitas, akses transportasi dan mobilitas yang mudah melalui pembangunan infrastruktur jalan yang mendorong perekonomian adalah sekumpulan manfaat pajak. 

Peran pajak dalam membiayai berbagai pengeluaran negara khususnya dalam pembangunan dapat dioptimalkan apabila setiap warga negara yang merupakan wajib pajak sadar akan kewajibannya. 

 

Kepatuhan bayar pajak rendah

Sampai saat ini dapat dilihat bahwa kepatuhan membayar pajak oleh wajib pajak masih rendah. Sebagaimana disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga bahwa kepatuhan pajak masyarakat Indonesia dapat dilihat dari tingkat tax ratio yang masih 10,3%. 

Kepatuhan masyarakat terhadap pajak sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakatnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran pajak bagi warga negara Indonesia. 

Pandangan bahwa membayar pajak merupakan wujud kecintaan kepada tanah air sebagaimana dianut oleh warga Jepang juga rasa tanggung jawab untuk berkontribusi mewujudkan kesejahteraan sebagaimana yang dianut warga Australia harus ditanamkan dalam diri warga negara Indonesia. 

Bonus demografi pajak

Sejalan dengan tujuan meningkatkan kesadaran pajak, maka keberadaan generasi muda yang akrab disapa generasi milineal menjadi sangat penting untuk mendukung tujuan tersebut. Sebagaimana data menunjukkan bahwa pada tahun 2045 Indonesia mengalami bonus demografi yaitu penduduk usia produktif mencapai angka mayoritas di Indonesia. 

Bonus demografi yang dipenuhi oleh generasi milenial ini harus dioptimalkan untuk mendukung budaya sadar pajak yang diharapkan dapat menciptakan wajib pajak yang patuh pajak.

Faktanya, saat ini Indonesia tengah menerapkan kebijakan pengelolaan keuangan defisit. Artinya, pengeluaran lebih besar daripada pemasukan yang didapatkan. Secara lebih sederhana, Indonesia tidak memiliki cukup uang untuk menjalankan roda kehidupannya.

Maka dari itu, pemerintah terpaksa harus meminjam uang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Melakukan pengelolaan utang dengan penuh hati-hati memang merupakan pilihan terbaik dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan sebuah negara, dalam rangka memperbaiki dan memajukan negara.

Referensi:

Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT.Raja Grafindo Persada,Jakarta,2002

Hussein Kartasasmita, Reformasi Undang-undang Perpajakan, Jakarta, 1988

Disclaimer:

Artikel ini merupakan karya peserta pelatihan simulasi pajak hasil kerjasama Politeknik Negeri Bali dengan PT Mitra Pajakku. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. 

Informasi ini BUKAN merupakan saran atau konsultasi perpajakan. Segala aturan yang terkutip dalam artikel ini sangat mungkin ada pembaharuan dari otoritas terkait. Pajakku tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat adanya keterlambatan atau kesalahan dalam memperbarui informasi dalam artikel ini.