Apa yang dapat diteladani dari Ali bin Abi Thalib?

Ali Bin Thalib sebagai Khulafaurrasyidin, Khalifah keempat memiliki nilai keteladanan dan sifat khusus. Rasulullah mengakuinya dalam beberapa Sabda.

Beritaku.Id, Kisah Para Nabi dan Rasul – Ali Bin Abi Thalib adalah pembawa panji dan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam saat terjadi perang Khaibar.

Dia memiliki tempat yang sama dengan Nabi Harun AS di perjuangan Nabi musa AS.

Sebagaimana Sabda Rasulullah Muhamamd SAW:

أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي

Artinya “Kedudukanmu (Ali Bin Abi Thalib) di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Hanya tidak ada nabi setelahku” (HR. Muslim no. 4418).

Ali Bin Abi Thalib memiliki sifat keteladanan dan sifat khusus. Dia merupakan sahabat yang juga sekaligus menantu dan sepupu Rasulullah Muhammad SAW.

Dia adalah ayah dari Hasan dan Husen, cucu kesayangan Nabi.

Sifat Khusus Dan Keteladanan Ali Bin Abi Thalib

Seandainya Nabi setelah Nabi Muhamamd SAW, maka Nabi itu adalah Ali Bin Abi Thalib. Sayangnya, Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul yang terakhir.

Beritaku: Matahari Hormat, Rukuk Rasulullah Tertahan Demi Ali Bin Abi Thalib

Hal itu dipertegas dengan hadits tersebut diatas. Dia manusia biasa yang memiliki sifat-sifat khusus, diantaranya:

Amanah Dalam Tanggung Jawab

Kaum Quraish senang menitipkan barang berharga kepada orang amanah. Dan mereka menitipkan barang mereka kepada Nabi Muhamamd SAW yang dipercaya oleh mereka.

Sebab Rasulullah dipandang sebagai “Al-Amin” atau orang yang dapat dipercaya.

Saat hijrah ke Madinah dari Mekkah, maka Rasulullah meminta Ali Bin Abi Thalib mengembalikan semua titipan tersebut.

Denagn penuh tanggung jawab, Ali Bin Abi Thalib menjalankan perintah Nabi Muhammad SAW tersebut.

Pada kisah lainnya yang menjelaskan tentang sifat Khusus keteladanan Ali Bin Thalib dan patut menjadi contoh adalah ketika perang Khaibar.

Dengan jarak Madinah dan Khaibar yang jauh, ditempuh dengan melawan debu yang kencang tertiup angin sahara.

Awalnya ia enggan untuk ikut. Karena mengalami sakit mata yang sangat parah.

Dalam posisi hendak memasuki Khaibar, disenja itu, Rasulullah Bersabda:

لأعطين الراية أو قال ليأخذن غداً رجل يحبه الله ورسوله أو قال يحب الله ورسوله

Artinya “Esok hari, bendera ini akan saya berikan kepada seorang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Ia cinta kepada Allah dan Rasul-Nya“ (HR Bukhari)

Keesokan harinya yang memegang panji itu adalah Sayyidina Ali Bin Abi Thalib RA.

Sederhana Dan Dekat Dengan Rakyat Kecil

Sifat khusus berikutnya yang dimiliki Ali Bin Abi Thalib adalah sederhana dan sangat dekatd engan rakyat kecil.

Pada posisinya sebagai seorang Khalifah, suatu ketika ia memasuki pasar sendirian (tanpa pengawal). Dia mengingatkan kepada para pedagang tentang ketakwaan.

Dan membantu orang dipasar yang membutuhkan pertolongan, terutama orangtua. Sambil dia berdakwah dan menyampaikan Firman Allah SWT:

تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا ۚ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

“Negeri akhirat itu kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa” (Al Qashas: 83).

Sangat dekat dengan masyarakat kecil, yang membutuhkan pertolongan, berbaur dengan mereka tanpa sekat apapun.

Adil Dalam Memimpin

Bukan hanya kaum muslimin yang merasakan keadilan, namun non muslimpun merasakan keadilan ditangan Ali Bin Abi Thalib.

Seseorang bisa berlaku adil jika mengadili orang lain, namun seseorang kadang tidak bisa mempertahankan keadilan jika menyangkut dirinya.

Ketika berada di Sifin, baju besi (perang) miliknya di curi oleh seorang nasrani. Ali tidak mengambil keputusan sendiri. Padahal dia seorang khalifah, pimpinan tertinggi.

Hakim tersebut bernama Syuraih, Sang hakim bertanya kepadanya mengenai baju tersebut.

“Wahai hakim, baju besi ini adalah milikku, Amirul Mukminin berbohong” jawab yang mencuri baju sang amirul mukminin.

Selanjutnya Syuraih bertanya kepada Sayyyidina Ali Bin Abi Thalib RA, “Apakah kamu memiliki bukti wahai Amirul Mukminin?”

Ali kemudian tertawa senang, melihat sikap yang objektif oleh hakim” Kamu benar ya Hakim. Saya tidak memiliki bukti.” kata Sayyidina Ali radhiyallahu’anhu.

Dengan objektifitas, maka hakim meutuskan bahwa baju itu miliki orang Nasrani. Sebab Amirul Mukminin tidak memiliki bukti kepemilikan.

Sebagai pemimpin tertinggi ia mendukung sikap adil hakim, termasuk ketika berhubungan dengan pribadinya.

Sifat Teladan Khulafaurrayidin, Nasrani Masuk Islam

Setelah diputuskan tersebut, Ali Bin Abi Thalib RA, tidak kecewa ataupun menunjukkan sikap otoriter. Sebaliknya ia menerima keadilan. Meski sebenarnya ia menjadi korban.

Namun saat hendak meninggalkan sidang, dang nasrani yang dimenangkan dalam persidangan kemudian berdiri, dan berkata:

“Aku menyaksikan bahwa hukum yang ditegakkan (saat) ini adalah hukumnya para nabi (terdahulu). Seorang Amirul Mukminin (khalifah), membawaku kepada hakim utusannya. Lalu hakim (tersebut) memenangkanku! Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dan (benar) baju besi ini, adalah sejujurnya, milikmu wahai amirul mukminin.”

Seketika sang Nasrani tersebut masuk Islam. Dan hendak menyerahkan baju besi milik Ali Bin Abi Thalib. Namun Sang Khulafaurrasyidin menghibahkan kepadanya.

Sumber Lain; Muslim.Or.Id

KITA kaum muslimin tentu mengenal Ali bin Abi Thalib. Begitu juga dengan keteladanan Ali bin Abi Thalib sangat penting untuk kita ketahui.

Beliau adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Semenjak kecil beliau hidup diasuh oleh Rasulullah ﷺ , karena ayahnya terlalu banyak beban dan tugas yang sangat banyak dan juga banyak keluarga yang harus dinafkahi, sedangkan Abu Thalib hanya memiliki sedikit harta semenjak Rasulullah ﷺ masih anak-anak.

BACA JUGA: Khutbah Idul Adha; Teladan Nabi Ibrahim as

Rasulullah ﷺ mengasuhnya sebagai balas budi terhadap pamannya, Abu Thalib yang telah mengasuh beliau ketika beliau tidak punya bapak dan ibu serta kakek tercintanya, Abdul Muthalib.

Di bawah ini adalah 4 Keteladanan Ali bin Abi Thalib yang harus kita ketahui:

Keteladanan Ali bin Abi Thalib: Ketika Ali bin Abi Thalib Masuk Islam

Foto: Unsplash

Keteladanan Ali bin Abi Thalib yang pertama adalah masuk islam, mayoritas ahli sejarah islam menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib adaah orang kedua yang masuk islam setelah Khadijah, dimana usia beliau saat itu masih berkisar antara 10 atau 11 tahun.

Hal ini adalah suatu kehormatan dan kemuliaan bagi beliau, dimana beiau hidup bersama Nabi dan terdepan memeluk islam. Bahkan beliau adalah orang pertama yang melakukan shalat berjamaah bersama Rasulullah ﷺ .

Keteladanan Ali bin Abi Thalib: Sifat Fisik dan Kepribadian Beliau

Foto: Unsplash

Keteladanan Ali bin Abi Thalib yang kedua adalah sifat fisik dan kepribadiannya. Ali bin Abi Thalib adalah sosok yang memiliki tubuh yang kekar dan lebar, padat berisi dengan postur tubuh yang tidak tinggi, perut besar, warna kulit sawo matang, berjenggot tebal berwarna putih seperti kapas, kedua matanya sangat tajam, murah senyum, berwajah tampan, dan memiliki gigi yang bagus, dan bila berjalan sangat cepat.

BACA JUGA: Bercermin pada Manajemen Bisnis Rasulullah SAW

Ali bin Abi Thaib adalah sosok manusia yang hidup zuhud dan sederhana, memakai pakaian seadanya dan tidak terikat dengan corak atau warna tertentu.

Pakaian beliau berbentuk sarung yang tersimpul di atas pusar dan menggantung sampai setengah betis, dan pada bagian atas tubuh beliau adalah rida (selendang) dan bahkan pakaian bagian atas beliau bertambal.

Beliau juga selalu mengenakan kopiah putih buatan mesir yang dililit dengan sorban. Ali bin Abi Thalib juga suka memasuki pasar, menyuruh para pedagang mereka bertakwa kepada Allah dan menjual dengan cara yang ma’ruf.

Beliau menikahi Fatimah Az-Zahra putri Rasulullah ﷺ dan dikarunia dua orang putra, yaitu Hasan dan Husain.

Keteladanan Ali bin Abi Thalib: Keutamaan Ali bin Abi Thalib

Foto: Unsplash

Keutamaan Ali bin Abi Thalib sangat banyak sekali. Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi

keutamaan dan keistemawaan beliau. Berikut ini diantaranya:

• Ali adalah manusia yang benar-benar dicintai Allah dan Rasul-Nya

• Jiwa juang Ali sangat melekat di dalam kalbunya, sehingga ketika Rasulullah ingin berangkat pada perang Tabuk dan memerintah Ali agar menjaga Madinah, Ali merasa keberatan sehingga mengatakan, ‘’Apakah engkau meninggalkan aku bersama kaum perempuan dan anak-anak?’’

Namun Rasulullah ﷺ justru menunjukkan kedudukan Ali yang sangat tinggi seraya bersabda, ‘’Apakah engkau tidak ridha kalau kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada kenabian sesudahku.’’ (HR Al-Bukhari dan Muslim).

• Beliau juga adalah salah satu dari sepuluh orang yang telah mendapat ‘’busyra biljannah’’ (berita gembira sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak.

• Nabi ﷺ telah menyatakan kepada Ali, bahwa tidak ada yang mencintainya kecuali seorang mukmin dan tidak ada yang membencinya, kecuali orang munafik. (HR Muslim)

• Rasulullah ﷺ juga pernah bersabda kepada Ali,
‘’Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.’’ (Al-Bukhari)

• Beliau juga sangat dikenal dengan kepandaian dan ketetapan dalam memecahkan berbagai masalah yang sangat rumit.

Keteladanan Ali bin Abi Thalib: Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah

Keteladanan Ali bin Abi Thalib yang ketiga, ketika Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah keempat, situasi dan suasana kota Madinah sangat mencekam, dikuasai oleh para pemberontak yang telah menodai tanah suci Madinah dengan melakukan pembunuhan secara keji terhadap khalifah ketiga, Utsman bin Affan .

Ali bin Abi Thalib dalam pemerintahannya benar-benar menghadapi dilema besar yang sangat rumit, yaitu:

• Kaum pemberontak yang jumlahnya sangat banyak dan menguasai Madinah

• Terbentuknya kubu penuntut penegakan hukum terhadap para pemberontak yang telah membunuh Utsman bin Affan, yang kemudian melahirkan perang saudara, perang Jahal dan Shiffin

• Kaum Khawarij yang dahulunya adalah para pendukung dan pembela beliau kemudian berbalik memerangi beliau

Namun dengan kearifan dan kejeniusan beliau dalam menyikapi berbagai situasi dan mengambil keputusan, beliau dapat mengakhiri pertumpahan darah itu melalui albitrasi (tahkim), sekalipun umat islam pada saat itu masih belum Bersatu secara penuh. []

Referensi: Kumpulan Khutbah/Drs. Hartono A. Jaiz/Darul Haq 2008