Apa yang dilakukan oleh Muso dan Amir Syarifudin di tahun 1948?

18 September 2017, 06:59 WIB

History|BBC|Dok.mi | Humaniora

Apa yang dilakukan oleh Muso dan Amir Syarifudin di tahun 1948?

PERISTIWA Madiun ialah sebuah konflik kekerasan yang terjadi sepanjang September-Desember 1948. Peristiwa itu diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia di Madiun pada 18 September 1948 oleh Musso, salah satu tokoh Partai Komunis Indonesia dengan dukungan menteri pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin. Hingga masa Orde Lama, peristiwa itu disebut Peristiwa Madiun, bukan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di era Orde Baru peristiwa itu disebut pemberontakan PKI.

Pada Mei 1948 Musso kembali ke Indonesia dari Moskow lalu menempati kembali posisi sebagai pemimpin Partai Komunis Indonesia. Banyak politikus sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Musso. Lalu, aksi saling menculik dan membunuh pun mulai terjadi dan setiap pihak menyatakan pihak lainlah yang memulai. Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno menyeru kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memilih Musso atau Soekarno-Hatta.

Lalu, pecahlah konflik bersenjata yang pada waktu itu disebut Peristiwa Madiun. Pada 30 September 1948, Madiun dapat dikuasai Pasukan Republik. Sebelas pemimpin kelompok kiri, termasuk Mr Amir Syarifuddin Harahap dan mantan perdana menteri RI, dieksekusi 20 Desember 1948 atas perintah Kolonel Gatot Subroto.

tirto.id - Pemberontakan PKI Madiun terjadi pada 18 September 1948. Peristiwa sejarah Indonesia ini melibatkan beberapa partai politik atau organisasi berhaluan kiri kontra pemerintahan Republik Indonesia (RI) Sukarno-Mohammad Hatta.

Partai Komunis Indonesia (PKI) atau Front Demokrasi Rakyat (FDR), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Pemuda Rakyat, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), berusaha merebut kekuasaan dikarenakan tidak puas dengan kebijakan pemerintah pusat.

“Perebutan kekuasaan tersebut pada jam 07.00 pagi telah berhasil sepenuhnya menguasai Madiun. Pada pagi itu pasukan komunis dengan tanda merah mondar-mandir sepanjang jalan. Madiun dijadikan kubu pertahanan dan titik tolak untuk menguasai seluruh wilayah RI," tulis Rachmat Susatyo dalam buku Pemberontakan PKI-Musso di Madiun (2008).

Dengan latar tempat Kota Madiun, Jawa Timur, sebagai pusat aksinya, terdapat tokoh-tokoh yang disebutkan namanya dalam peristiwa ini. Aksi huru-hara ini melibatkan beberapa unsur, mulai dari militer, laskar-laskar, dan kalangan politisi.

Baca juga:

  • Sejarah Agresi Militer Belanda I: Latar Belakang, Kronologi, Dampak
  • Sejarah Perundingan Renville: Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak
  • Sejarah Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, Tokoh Delegasi

Latar Belakang dan Tokoh Pemberontakan PKI Madiun

Dikutip dari Soe Hok Gie dalam Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997), Kabinet Hatta I menerapkan kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (RERA) mulai 27 Februari 1948.

Kebijakan RERA diterapkan setelah kabinet sebelumnya, yakni Kabinet Amir Sjarifuddin, dilengserkan karena dianggap merugikan Republik Indonesia pada Perjanjian Renville dengan Belanda.

Kalangan kiri menganggap kebijakan tersebut merugikan karena mengurangi tingkat kekuatan militer Indonesia. Musso yang pada 10 Agustus baru datang ke Indonesia dari Soviet, mengajak FDR untuk bangkit bersama PKI.

Kendati begitu, PKI di bawah kendali Musso yang terlibat dalam peristiwa ini disebut sebagai ilegal karena rencana pemberontakan di Madiun tidak disepakati oleh tokoh-tokoh sentral lainnya.

Atas inisiatif Musso, digelarlah rapat di Yogyakarta yang menyerukan pergantian Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Front Persatuan. Tak hanya itu, tercetus pula gagasan kerja sama internasional, khususnya dengan Uni Soviet, untuk menghadapi Belanda.

Gerakan ini didukung oleh barisan kelompok kiri dan berencana menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Solo, Madiun, Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, serta Wonosobo, dengan berbagai cara.

Baca juga:

  • Kontroversi Film Pengkhianatan G30S-PKI yang Viral dan Tayang Lagi
  • Sejarah Hidup D.N. Aidit: Kecil Khatam Mengaji, Besar Pimpin PKI
  • Nama 7 Pahlawan Revolusi dan Gerakan 30 September (G30S) 1965

Selama bulan Juli hingga September 1948, terjadi beberapa pembunuhan serta penculikan terhadap orang golongan kiri. D.N. Aidit dalam Konfrontasi Peristiwa Madiun 1948 – Peristiwa Sumetera 1956 (1964) menyebut bahwa ada dua anggota PKI yang diculik, yakni Slamet Widjaja dan Pardijo.

Aidit yang kelak menjadi pucuk pimpinan PKI ini bahkan menuding ada peran pemerintahan Kabinet Hatta yang punya andil dalam insiden berdarah tersebut.

Kasus pembunuhan lainnya juga terjadi. Dalam Siliwangi Dari Masa ke Masa (1968) yang disusun Dinas Sejarah Angkatan Darat diungkapkan bahwa seorang perwira dari Divisi Panembahan Senopati bernama Kolonel Soetarto, ditemukan tewas di depan kediamannya di Solo.

Anehnya, terdapat lencana anggota Divisi Siliwangi di tempat kejadian perkara sehingga mulai muncul percik ketegangan di kalangan Angkatan Darat.

Bahkan, menurut Muhammad Dimjati dalam Sedjarah Perdjuangan Indonesia (1951), Divisi Panembahan Senopati dikatakan ikut membantu PKI/FDR.

Pemerintah pusat langsung bersikap dengan memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat adu domba untuk memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh Kolonel Gatot Subroto.

Baca juga:

  • Sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB): Latar Belakang, Tokoh, Hasil
  • Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949: Kronologi, Tokoh, & Kontroversi
  • Sejarah Agresi Militer Belanda II: Latar Belakang, Tokoh, Dampaknya

Tujuan dan Akhir Pemberontakan PKI Madiun

Dalam buku Sedjarah Perdjuangan Nasional Indonesia (1966:131), A.H. Nasution menerangkan, terdapat setidaknya 5 tujuan dan rencana FDR/PKI dalam Peristiwa Madiun 1948:

  1. Pasukan pro PKI Musso ditarik mudur dari pertempuran dan ditempatkan di lokasi yang strategis.
  2. Madiun dijadikan tempat bergerilya untuk melanjutkan perjuangan.
  3. Solo dijadikan “wild west" atau pengalih perhatian.
  4. Selain tentara resmi, dibuat juga tentara-tentara ilegal.
  5. Mengadakan demonstrasi besar-besaran, bahkan gunakan kekerasan jika diperlukan.

Dinukil dari Indonesia Merdeka karena Amerika? (2008) karya Frances Gouda, tanggal 18 September 1948, PKI bersama kelompok warok dari Ponorogo menentang pemerintahan RI yang saat itu berpusat di Yogyakarta.

PKI/FDR pimpinan Musso menguasai Madiun dan mendeklarasikan "Republik Soviet Indonesia". Di Pati, Jawa Tengah, diproklamirkan pula hal serupa.

Baca juga:

  • Sejarah Hari Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi 5 Februari 1933
  • Peristiwa Rengasdengklok: Sejarah, Latar Belakang, & Kronologi
  • Sejarah Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi Tahun 1998

T. Friend dalam Indonesian Destinies (2003) menyebutkan, peristiwa Madiun 1948 menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta beberapa petugas polisi dan tokoh agama.

Hal ini membuat pemerintah RI bertindak tegas dan mengirimkan operasi penumpasan dimulai pada 20 September 1948 di bawah komando Kolonel A. H. Nasution. Selain mengatasi kisruh di Madiun, TNI juga harus menghadapi Belanda.

Melalui buku Peristiwa coup Berdarah P.K.I, September 1948 di Madiun (1967), terungkap bahwa tanggal 31 Oktober 1948, Musso ditembak mati saat lari tidak jauh dari Ponorogo.

Ginandjar Kartasasmita dalam 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 Jilid 1 (1980) mengungkapkan, mantan perdana menteri Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya juga ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Baca juga:

  • Sejarah Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam & Daftar Raja-raja
  • Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Sebab, Tokoh, Akhir, & Dampak
  • Sejarah Pemberontakan Ra Kuti di Majapahit yang Ditumpas Gajah Mada

Baca juga artikel terkait PEMBERONTAKAN PKI MADIUN atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates