Apa yang dimaksud dengan banding dan kasasi

Apa yang dimaksud dengan banding dan kasasi

1. Pemohon mendaftar permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah untuk menghadiri persidangan.
3. Tahap persidangan:
  a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan wajib mengikuti prosedur mediasi sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2008, dan suami istri harus datang secara pribadi (pasal 82 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
b. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Termohon dapat mengajukan gugatan rekonpensi (gugat balik) (pasal 132a HIR, 158 Rbg).
4. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
  a. Pemohonan dikabulkan; Apabila Termohon tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah tersebut.
b. Permohonan ditolak; Pemohon dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah tersebut.
c. Permohonan tidak diterima; Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
5. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka:
  a. Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak.
b. Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak.
c. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (pasal 70 ayat (6) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
d. Setelah ikrar talak diucapkan, panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (pasal 84 ayat (4) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah untuk menghadiri persidangan.
3. Tahap persidangan:
  a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan wajib mengikuti prosedur mediasi sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2008, dan suami-istri harus datang secara pribadi (pasal 82 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
b. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonpensi (gugat balik) (pasal 132a HIR, 158 Rbg).
4. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
  a. Gugatan dikabulkan; Apabila Tergugat tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tersebut.
b. Gugatan ditolak; Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariah tersebut.
c. Gugatan tidak diterima; Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
d. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka panitera Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.

1. Penggugat atau kuasanya mendaftar gugatan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah untuk menghadiri persidangan.
3. Tahap persidangan:
  a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan wajib mengikuti prosedur mediasi sesuai Perma Nomor 1 Tahun 2008.
b. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian), Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonpensi/gugat balik (pasal 132 HIR, 158 Rbg).
4. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
  a. Gugatan dikabulkan; Apabila Tergugat tidak puas, dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tersebut.
b. Gugatan ditolak; Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tersebut.
c. Gugatan tidak diterima; Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
d. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, kedua belah pihak dapat meminta salinan putusan (pasal 185 HIR, 196 Rbg).
e. Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan obyek sengketa, kemudian tidak mau menyerahkan secara sukarela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang memutus perkara tersebut.

  1. Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register oleh Pengadilan Tinggi Agama.
  2. Ketua Pengadilan Tinggi Agama membuat Penetapan Majelis Hakim yang akan memeriksa berkas.
  3. Panitera Pengadilan Tinggi Agama menetapkan Panitera Pengganti yang akan membantu Majelis.
  4. Panitera Pengganti menyerahkan berkas kepada Ketua Majelis.
  5. Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding.
  6. Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui pengadilan tingkat pertama.

Sumber Rujukan :

  1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan di Jawa Madura.
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU No. 50 Tahun 2009.
  3. Buku II Edisi Revisi Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama.

  1. Permohonan kasasi diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara kasasi.
  2. Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon kasasi bahwa perkaranya telah diregistrasi.
  3. Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara kasasi.
  4. Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada panitera pengganti yang menangani perkara tersebut.
  5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.
  6. Majelis Hakim Agung memutus perkara.
  7. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan kasasi.

Catatan :

Pengadilan Agama Tingkat Pertama akan memberitahukan isi putusan kepada para pihak, dan para pihak dapat mengambil salinan putusan setelah menerima pemberitahuan.

1. Permohonan PK diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara PK.
2. Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya telah diregistrasi.
3. Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara PK.
4. Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinaator (Askor) kepada panitera pengganti yang membantu menangani perkara PK tersebut.
5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.
6. Majelis Hakim Agung memutus perkara.
7. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan PK.