Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Talang Tuo di temukan di Palembang oleh L.C. Westenenk pada tanggal 17 November 1920 yaitu di sebelah barat Palembang atau wilayah Talang Tuo tidak jauh dari Bukit Siguntang. Prasasti ini ditemukan dipermukaan tanah dengan kondisi tertelungkup ke tanah dengan kondisi fisiknya baik (Coedes, 2014).

Prasasti Talang Tuo ini terdapat 14 baris dengan tulisan aksara Palawa dan berbahasa Melayu Kuno dan sekaligus tertulis tahun 606 Saka atau 684 Masehi.

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Isi Prasasti Talang Tuo

Adapun isi dari keempat belas parasasti Talang Tuo dan terjemaahannya menurut Coedes diantaranya adalah (Coedes, 2014).

  1. // svasti. Sri sakavarsatita 606 dim dvitiya sukalapaksa vulan caitra. Sana tatkalana parlak sriksetra ini. Niparvuat.

  2. Parvanda punta hiyam sri jayanasa. Ini pranidhananda punta hiyam. Savanakna yam nitanam di sini. Niyur pinam hanau ru.

  3. Mviya dnan samisrana yam kayu nimakan vuahna. Tathapi haur vuluh pattum ityevamadi. Punarapi yam parlak vukan.

  4. Dnan tavad talaga savanakna yam vuatku sucarita paravis prayojanaka punyana sarvvastva sacaracar. Varopayana tmu.

  5. Sukha. Di asannakala di antara margga lai. Tmu muah ya ahara dnan air niminumna. Savanakna vuatna huma parlak mancak mu

  6. Ah ya mamhidupi pasu prakara. Marhulun tuvi vrdddhi muah ya janan ya niknai savanakna yam upasargga. Pidanu svapnavigna. Varam vua.

  7. Tana kathamapi. Anukula yam graha naksatra paravis diya. Nirvyadhi ajara kavuatanana. Tathapi savanakna yam nhtyana.

  8. Satyarijava drdhabhakti muah ya dya. Yam mitrana tuvi janan ya kapatayam vinina mulam anukula bharyya muah ya. Varam stha

  9. Nana lagi curiuca vadhana paradara di sana. Punarapi tmu ya kalyanamitra. Marvvanun vodhicitta dnan maitri.

  10. Dhari di dam hyam ratnatraya janan marsarak dnan dam hyam ratnaraya. Tathapi nityakala tyaga marsila ksanti marvvanun viryya rajin

  11. Tahu di samisrana silpakala paravis. Samahitacina. Tmu ya prajna. Snrti medhavi. Punarapi dhairyyamani mahasattva

  12. Vajrasarira. Anupamasakti. Jaya. Tathapi jatismara. Avikalendriya. Mancak rupa. Subhaga hasin halap. Ade

  13. Yavakya. Vramaswara. Jadi laki. Svayambhu. Punarapi tmu ya cintamanindhana. Tmu janmavasita karmavasita. Klesavasita.

  14. Avasana tmu ya anuttarabhisamyaksamvodhi.

Terjemahan

  1. Selamat sejahtera! Pada hari kedua paroterang, Bulan Caitra, Tahun 606 Saka, saat itulah taman (yang bernama) Sri Ksetra ini dibuat.

  2. Punta Hyam Sri Jayanasa wujud pranidhana Punta Hiyam, (dan) hendaknya semua tanaman yang telah ditanam di taman Sri Ksetra ini seperti kelapa, pinang,

  3. Aren, dan sagu serta jenis-jenis pohon bambu, seperti bambu haur, bambu (wuluh), dan bambu betung dan sejenisnya. Termasuk pula taman-taman, bendungan- bendungan,

  4. Telaga-telaga. Semua amal saya berikan hendaknya dipelihara, demi kesejahteraan dan kepentingan seluruh makhluk hidup seperti manusia, binatang (bergerak) dan tanaman (tidak bergerak). Sebagai tempat yang memberi rasa nyaman.

  5. Kebahagian. Sebagai tempat beristirahat dan melepaskan lelah bagi mereka yang sedang dalam perjalanan, penawar lapar dan dahaga. Semoga pula kebun-kebun yang ada di taman ini hasilnya berlimpah, sehingga

  6. Ternak-ternak terurus karenanya. Demikian pula para juru peliharanya. Semoga mereka senantiasa aman, tenang, nyaman tidur dan berbahagia apapun yang mereka perbuat.

  7. Semoga semua yang ada di taman ini dilindungi oleh planet dan rasi serta selalu dalam keberuntungan, awet muda, panjang usianya selama menjalankan tugas mereka. Semoga para hamba

  8. Yang setia dan berbakti memelihara taman ini selalu dicintai, keluarganya di karuniai kebahagian. Dan para pengunjung taman ini selalu yang jujur, dari manapun mereka datang dan singgah

  9. Tidak ada pencuri, perampas, pembunuh, atau penzinah (pelacur). Selalu itu semoga mereka yang datang merupakan kawan dan penasehat yang baik, dan dalam jiwanya terlahir pikiran Bodhi serta persahabatan (–)

  10. Selalu sesuai dan tak terpisah dari ajaran suci tiga ratna. Dan semoga mereka senantiasa (mereka bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar. Semoga dalam diri mereka timbul tenaga, kerajinan.,

  11. Pengetahuan, dan seluruh citarasa keindahan. Semoga semangat mereka terpusatkan, mereka memiliki pengetahuan, ingatan kecerdasan. Lagi pula semoga mereka teguh pendapatnya, bertubuh intan seperti mahasattwa,

  12. Berkekuatan tiada tara, berjaya dan juga ingat akan kehidupan- kehidupan mereka sebelumnya, berindera lengkap, berbentuk penuh, berbahagia, bersenyum, tanang,

  13. Bersuara merdu seperti suara brahma. Semoga mereka terlahir sebagai pria yang menjadi wadah batu ajaib, mempunyai kekuasaan atas kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, dan kekuasaan atas

  14. Noda-noda, semoga akhirnya mereka mendapat penerangan yang sempurna dan agung.

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Gambar Lokasi ditemukannya Prasasti Talang Tuo

Pernyataan P.J. Zoetmulder yang dikutip Kartakusuma, menekankan pentingnya peranan agama dalam kebudayaan dan tidak ada satupun kebudayaan di dunia yang lepas dari pengaruh agama. Oleh sebab itu peninggalan-peninggalan kehidupan manusia yang ditinggalkan sebagian terbesar dari hasil kebudayaan yang disaksikan kini umunya dikususkan bagi tujuan keagamaan. Hal ini menunjukan bahwa hasil kebudayaan yang mencermikan agama lebih bertahan dari hasil kebudayaan yang mencerminkan kehidupan sehari-hari. Kondisi dan kenyataan ini berlaku pula bagi sejarah perkembangan kebudayaan masa Sriwijaya termasuk perkembangan agama Budha dan corak kerajaan di Sriwijaya.

Peninggalan kerajaan Sriwijaya memang tidak ada habisnya, semakin hari temuan-temuan berupa manik-manik, barang keramik, prasasti, arca dan masih banyak yang lainnya dapat ditemukan disekitar wilayah Palembang sendiri. Berdasarkan tinggalan prasasti Talang Tuo yang tertera 14 baris dan mengandung makna yang mulya bagi raja Sriwijaya yang telah memberikan gambaran kepemimpinan raja yang bijaksana, adil, tegas dan sekaligus pemimpin yang melindungi agama serta taat dalam menjalankan ajaran agama Budha.

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Gambar Perkiraan daerah Taman Sriksetra di Prasasti Talang Tuo

Dalam kultur dan pemahaman penganut agama Hindu-Budha bahwa raja dianggap sebagai wakil dewa di dunia kepercayaan itu disebut kultus dewaraja. Begitu halnya yang terdapat isi pada prasasti Talang Tuo merupakan pernyataan kultus individu dari Dapunta Hiyang Sri Jayanasa. Ajaran Budha kemungkinan manusia mencapai tingkat kedewaan pada saat masih hidup adalah aliran Tantra atau Budha Mahayana. Ajaran Tantrayana di Nusantara terdapat dalam Budha Mahayana merupakan hasil sintese mantrayana (mengutamakan semadi/yoga) dan paramitayana (ilmu pengetahuan tertinggi).
Makna yang terkandung pada isi prasasti Talang Tuo merupakan sebuah pesan dan gambaran kondisi politik, sosial-budaya, ekonomi dan agama di kerajaan Sriwijaya yang apabila dipahami dengan seksama menunjukan dua hal kondisi yang sedang berkembang maupun kondisi kepemimpinan seorang raja yang sangat taat pada ajaran agama budha. Dapat dikelompokan isi yaang terkandung pada 14 baris pada prasasti Talang Tuo yaitu, pertama tentang ajaran Budha Mahayana (Tantarayana) dan pendirian Taman Sriksetra.

Pembuatan prasasti Talang Tuo oleh raja Sriwijaya telah menggambarkan sebuah kepemimpinan yang sangat religius dalam agama Budha dan sekaligus pemimpin yang adil dan bijaksana kepada rakyatnya. Prasati Talang Tuo adalah usaha Dapunta Hiyank Sri Jayanasa yang bertujuan untuk mensejahterakan pemerintahan dan rakyatnya tertib, teratur sesui dengan dharma sekaligus menyelamatkan rakyatnya dari samsara atau penderitaan dunia. Usaha itu dilakukan pada saat Dapunta Hiyank Sri Jayanasa telah mampu atau dianggap telah mencapai tingkat kedeawaan (sebagai dewa di dunia) dalam masa pemerintahannya. Proses pendewaan ini secara normatif diperoleh melalui Tantra, sebagai dewaraja ia dapat menjangkau pengertian yang luas dalam usaha menyelamatkan segala makhluk atas penderitaannya, dan seluruh wujud usaha itu antara lain adalah pembuatan Taman Sriksetra.

Taman Sriksetra dibuat pada tahun 606 Saka (684 M), dapat dipahami karena saat itu Dapunta Hiyank Sri Jayanasa baru beberapa waktu mejalani pemerintahannya, sehingga ia perlu mengadakan kultus individu sebagai dewaraja sebagaimana syarat yang harus dipunyai seseorang raja. Uraian Talang Tuwo memang mencerminkan seseoarang yang telah paham dan menghayati ajaran Budha. Pada masa itu Dapunta Hiyank Sri Jayanasa telah menjadi seseorang dewa, sedangkan masa sebelumnya ia belum sampai taraf sedemikian tinggi seperti pernyataan Satyawati Suleiman tahun 1985. Dengan demikian prasasti Talang Tuwo adalah bukti tertulis yang sengaja dibuat sehubungan kepentingan legitimasi dan wujud kultus dewaraja melalui ajaran Budha dari Dapunta Hiyank Sri Jayanasa.

Sumber : Kabib Sholeh, Prasasti talang tuo peninggalan kerajaan sriwijaya sebagai materi ajar sejarah indonesia di sekolah menengah atas, Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Palembang

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Talang Tuwo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang, dan diketahui sebagai peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Keadaan fisiknya sedang adil dengan aspek datar yang ditulisi berukuran 50cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor D.145.

Inti prasasti

Berikut adalah tulisan yang mempunyai pada Prasasti Talang Tuwo:

Alih aksara

  • Svasti
  • cri cakavarsatita 606 dim dvitiya cuklapaksa vulan caitra
  • sana tatkalana parlak Criksetra ini
  • niparvuat parvan dapunta hyang Cri Yayanaca (-ga) ini pranidhanan dapunta hyang savanakna yang nitanam di sini
  • niyur pinang hanau rumviya dngan samicrana yang kayu nimakan vuahna
  • tathapi haur vuluh pattung ityevamadi
  • punarapi yang varlak verkan dngan savad tlaga savanakna yang vualtku sucarita paravis prayojanakan punyana sarvvasatva sacaracara
  • varopayana tmu sukha di asannakala di selang margga lai
  • tmu muah ya ahara dngan cairan niminumna
  • savanakna vuatna huma parlak mancak muah ya manghidupi pacu prakara
  • marhulun tuvi vrddhi muah ya jangam ya niknai savanakna yang upasargga
  • pidana svapnavighna
  • varang vuatana kathamapi
  • anukula yang graha naksatra pravis diya
  • Nirvyadhi ajara kavuatanana
  • tathapi savanakna yam khrtyana satyarjjava drdhabhakti muah ya dya
  • yang mitrana tuvi janan ya kapata yang vivina mulang anukala bharyya muah ya
  • varamsthanana lagi curi ucca vadhana paradara di sana punarapi tmu ya kalyanamitra
  • marvvangun vodhicitta dngan maitridhari di dang hyang ratnaraya jangan marsarak dngan dang hyang ratnaraya.
  • tathapi nityakala tyaga marcila ksanti marvvangun viryya rajin tahu di samicrana cilpakala paravis
  • samahitacinta
  • tmu ya prajna smrti medhavi
  • punarapi dhairyyamani mahasattva vajracarira
  • anubamacakti
  • jaya tathapi jatismara
  • avikalendriya
  • mancak rupa
  • subjaga hasin halap
  • ade yavakya vrahmasvara
  • berlaku laki
  • svayambtu
  • puna (ra) pi tmu ya cintamaninidhana tmu janmavacita. karmmavacita clecavacita
  • avasana tmu ya anuttarabhisamyaksam vodhi

Alih bahasa

Berikut ini adalah inti dan terjemahan prasasti tersebut, sebagaimana diterjemahkan oleh George Cœdès.

Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi, pada masa itulah taman ini yang dinamakan Śrīksetra diciptakan di bawah pimpinan Sri Baginda Śrī Jayanāśa. Inilah niat baginda: Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang aku berikan, dapat digunakan bagi kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah lokasi dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi perlintasan terbaik bagi mendapatkan kebahagiaan. Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta cairan minum. Semoga semua kebun yang mereka membuka menjadi terlampau banyak (panennya). Semoga suburlah ternak bermacam macam yang mereka pelihara, dan juga budak-budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak tersiksa karena tidak bisa tidur. Apa pun yang mereka perbuat, semoga semua planet dan bintang menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari penyakit dan ketuaan selama menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua abdi mereka setia pada mereka dan berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka menjadi istri yang setia. Apalagi lagi, di mana pun mereka berada, semoga di lokasi itu tidak mempunyai pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah. Selain itu, semoga mereka mempunyai seorang kawan sebagai penasihat baik; semoga dalam diri mereka kelahiran ingatan Boddhi dan persahabatan (...) dari Tiga Ratna, dan semoga mereka tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga semoga senantiasa (mereka bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar; semoga dalam diri mereka terbit tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua kesenian berbagai jenis; semoga semangat mereka terpusatkan, mereka mempunyai pengetahuan, ingatan, kecerdasan. Lebih-lebih semoga mereka teguh argumennya, bertubuh intan seperti para mahāsattwa berketetapan tiada bertara, berjaya, dan juga ingat akan kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya, berindra lengkap, bermodel penuh, berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara yang menyenangkan, suara Brahmā. Semoga mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya berkat mereka sendiri; semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, mempunyai kekuasaan atas kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda, dan semoga yang belakang sekalinya mereka mendapatkan Penerangan sempurna lagi luhur.

Kosa kata Melayu kuna

Berikut adalah beberapa kosa kata bahasa Melayu kuna yang disebutkan dalam prasasti ini dan sampai kini sedang dapat ditemukan dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia modern. Dapat ditemukan banyak persamaan dan sedikit perubahan, selang lain awalan di- dahulu adalah ni-, awalan me- dahulu adalah mar- atau ma-, sedangkan imbuhan belakang -nya dahulu adalah -na.

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Telaga Batu
  • Prasasti Kota Kapur

edunitas.com


Page 2

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Talang Tuwo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang, dan diketahui sebagai peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Keadaan fisiknya sedang adil dengan aspek datar yang ditulisi berukuran 50cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor D.145.

Inti prasasti

Berikut adalah tulisan yang mempunyai pada Prasasti Talang Tuwo:

Alih aksara

  • Svasti
  • cri cakavarsatita 606 dim dvitiya cuklapaksa vulan caitra
  • sana tatkalana parlak Criksetra ini
  • niparvuat parvan dapunta hyang Cri Yayanaca (-ga) ini pranidhanan dapunta hyang savanakna yang nitanam di sini
  • niyur pinang hanau rumviya dngan samicrana yang kayu nimakan vuahna
  • tathapi haur vuluh pattung ityevamadi
  • punarapi yang varlak verkan dngan savad tlaga savanakna yang vualtku sucarita paravis prayojanakan punyana sarvvasatva sacaracara
  • varopayana tmu sukha di asannakala di selang margga lai
  • tmu muah ya ahara dngan cairan niminumna
  • savanakna vuatna huma parlak mancak muah ya manghidupi pacu prakara
  • marhulun tuvi vrddhi muah ya jangam ya niknai savanakna yang upasargga
  • pidana svapnavighna
  • varang vuatana kathamapi
  • anukula yang graha naksatra pravis diya
  • Nirvyadhi ajara kavuatanana
  • tathapi savanakna yam khrtyana satyarjjava drdhabhakti muah ya dya
  • yang mitrana tuvi janan ya kapata yang vivina mulang anukala bharyya muah ya
  • varamsthanana lagi curi ucca vadhana paradara di sana punarapi tmu ya kalyanamitra
  • marvvangun vodhicitta dngan maitridhari di dang hyang ratnaraya jangan marsarak dngan dang hyang ratnaraya.
  • tathapi nityakala tyaga marcila ksanti marvvangun viryya rajin tahu di samicrana cilpakala paravis
  • samahitacinta
  • tmu ya prajna smrti medhavi
  • punarapi dhairyyamani mahasattva vajracarira
  • anubamacakti
  • jaya tathapi jatismara
  • avikalendriya
  • mancak rupa
  • subjaga hasin halap
  • ade yavakya vrahmasvara
  • berlaku laki
  • svayambtu
  • puna (ra) pi tmu ya cintamaninidhana tmu janmavacita. karmmavacita clecavacita
  • avasana tmu ya anuttarabhisamyaksam vodhi

Alih bahasa

Berikut ini adalah inti dan terjemahan prasasti tersebut, sebagaimana diterjemahkan oleh George Cœdès.

Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi, pada masa itulah taman ini yang dinamakan Śrīksetra diciptakan di bawah pimpinan Sri Baginda Śrī Jayanāśa. Inilah niat baginda: Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang aku berikan, dapat digunakan bagi kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah lokasi dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi perlintasan terbaik bagi memperoleh kebahagiaan. Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta cairan minum. Semoga semua kebun yang mereka membuka menjadi berlebih (panennya). Semoga suburlah ternak bermacam jenis yang mereka pelihara, dan juga budak-budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak tersiksa karena tidak bisa tidur. Apa pun yang mereka perbuat, semoga semua planet dan bintang menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari penyakit dan ketuaan selama menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua abdi mereka setia pada mereka dan berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka menjadi istri yang setia. Apalagi lagi, di mana pun mereka berada, semoga di lokasi itu tidak mempunyai pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah. Selain itu, semoga mereka mempunyai seorang kawan sebagai penasihat baik; semoga dalam diri mereka kelahiran ingatan Boddhi dan persahabatan (...) dari Tiga Ratna, dan semoga mereka tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga semoga senantiasa (mereka bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar; semoga dalam diri mereka terbit tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua kesenian berbagai jenis; semoga semangat mereka terpusatkan, mereka mempunyai pengetahuan, ingatan, kecerdasan. Lagi pula semoga mereka teguh argumennya, bertubuh intan seperti para mahāsattwa berketetapan tiada bertara, berjaya, dan juga ingat akan kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya, berindra lengkap, bermodel penuh, berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara yang menyenangkan, suara Brahmā. Semoga mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya berkat mereka sendiri; semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, mempunyai kekuasaan atas kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda, dan semoga yang belakang sekalinya mereka memperoleh Penerangan sempurna lagi luhur.

Kosa kata Melayu kuna

Berikut adalah beberapa kosa kata bahasa Melayu kuna yang disebutkan dalam prasasti ini dan sampai kini sedang dapat ditemukan dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia modern. Dapat ditemukan banyak persamaan dan sedikit perubahan, selang lain awalan di- dahulu adalah ni-, awalan me- dahulu adalah mar- atau ma-, sedangkan imbuhan belakang -nya dahulu adalah -na.

  • vulan = bulan
  • tatkalana = tatkalanya
  • nivarbuat = diperbuat
  • savanakna = sebanyaknya
  • nitanam = ditanam
  • niyur = nyiur
  • hanau = enau
  • rumvia = rumbia
  • dngan = dengan
  • nimakan = dimakan
  • vuahna = buahnya
  • tathapi = tetapi
  • haur = aur
  • vuluh = buluh
  • pattung = betung
  • tlaga = telaga
  • punyana = punyanya
  • tmu = temu, bersua
  • margga = marga
  • sukha = suka
  • niminumna = diminumnya
  • savanakna = sebanyaknya, sebanyak-banyaknya
  • vuatna = buatnya
  • manghidupi = menghidupi
  • prakara = perkara
  • varang = barang
  • vuatana = hasil pekerjaannya
  • marvvangun = mendirikan

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Telaga Batu
  • Prasasti Kota Kapur

edunitas.com


Page 3

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Talang Tuwo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang, dan diketahui sebagai peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Keadaan fisiknya sedang adil dengan aspek datar yang ditulisi berukuran 50cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor D.145.

Inti prasasti

Berikut adalah tulisan yang mempunyai pada Prasasti Talang Tuwo:

Alih aksara

  • Svasti
  • cri cakavarsatita 606 dim dvitiya cuklapaksa vulan caitra
  • sana tatkalana parlak Criksetra ini
  • niparvuat parvan dapunta hyang Cri Yayanaca (-ga) ini pranidhanan dapunta hyang savanakna yang nitanam di sini
  • niyur pinang hanau rumviya dngan samicrana yang kayu nimakan vuahna
  • tathapi haur vuluh pattung ityevamadi
  • punarapi yang varlak verkan dngan savad tlaga savanakna yang vualtku sucarita paravis prayojanakan punyana sarvvasatva sacaracara
  • varopayana tmu sukha di asannakala di selang margga lai
  • tmu muah ya ahara dngan cairan niminumna
  • savanakna vuatna huma parlak mancak muah ya manghidupi pacu prakara
  • marhulun tuvi vrddhi muah ya jangam ya niknai savanakna yang upasargga
  • pidana svapnavighna
  • varang vuatana kathamapi
  • anukula yang graha naksatra pravis diya
  • Nirvyadhi ajara kavuatanana
  • tathapi savanakna yam khrtyana satyarjjava drdhabhakti muah ya dya
  • yang mitrana tuvi janan ya kapata yang vivina mulang anukala bharyya muah ya
  • varamsthanana lagi curi ucca vadhana paradara di sana punarapi tmu ya kalyanamitra
  • marvvangun vodhicitta dngan maitridhari di dang hyang ratnaraya jangan marsarak dngan dang hyang ratnaraya.
  • tathapi nityakala tyaga marcila ksanti marvvangun viryya rajin tahu di samicrana cilpakala paravis
  • samahitacinta
  • tmu ya prajna smrti medhavi
  • punarapi dhairyyamani mahasattva vajracarira
  • anubamacakti
  • jaya tathapi jatismara
  • avikalendriya
  • mancak rupa
  • subjaga hasin halap
  • ade yavakya vrahmasvara
  • berlaku laki
  • svayambtu
  • puna (ra) pi tmu ya cintamaninidhana tmu janmavacita. karmmavacita clecavacita
  • avasana tmu ya anuttarabhisamyaksam vodhi

Alih bahasa

Berikut ini adalah inti dan terjemahan prasasti tersebut, sebagaimana diterjemahkan oleh George Cœdès.

Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi, pada masa itulah taman ini yang dinamakan Śrīksetra diciptakan di bawah pimpinan Sri Baginda Śrī Jayanāśa. Inilah niat baginda: Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang aku berikan, dapat digunakan bagi kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah lokasi dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi perlintasan terbaik bagi memperoleh kebahagiaan. Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta cairan minum. Semoga semua kebun yang mereka membuka menjadi berlebih (panennya). Semoga suburlah ternak bermacam jenis yang mereka pelihara, dan juga budak-budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak tersiksa karena tidak bisa tidur. Apa pun yang mereka perbuat, semoga semua planet dan bintang menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari penyakit dan ketuaan selama menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua abdi mereka setia pada mereka dan berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka menjadi istri yang setia. Apalagi lagi, di mana pun mereka berada, semoga di lokasi itu tidak mempunyai pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah. Selain itu, semoga mereka mempunyai seorang kawan sebagai penasihat baik; semoga dalam diri mereka kelahiran ingatan Boddhi dan persahabatan (...) dari Tiga Ratna, dan semoga mereka tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga semoga senantiasa (mereka bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar; semoga dalam diri mereka terbit tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua kesenian berbagai jenis; semoga semangat mereka terpusatkan, mereka mempunyai pengetahuan, ingatan, kecerdasan. Lagi pula semoga mereka teguh argumennya, bertubuh intan seperti para mahāsattwa berketetapan tiada bertara, berjaya, dan juga ingat akan kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya, berindra lengkap, bermodel penuh, berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara yang menyenangkan, suara Brahmā. Semoga mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya berkat mereka sendiri; semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, mempunyai kekuasaan atas kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda, dan semoga yang belakang sekalinya mereka memperoleh Penerangan sempurna lagi luhur.

Kosa kata Melayu kuna

Berikut adalah beberapa kosa kata bahasa Melayu kuna yang disebutkan dalam prasasti ini dan sampai kini sedang dapat ditemukan dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia modern. Dapat ditemukan banyak persamaan dan sedikit perubahan, selang lain awalan di- dahulu adalah ni-, awalan me- dahulu adalah mar- atau ma-, sedangkan imbuhan belakang -nya dahulu adalah -na.

  • vulan = bulan
  • tatkalana = tatkalanya
  • nivarbuat = diperbuat
  • savanakna = sebanyaknya
  • nitanam = ditanam
  • niyur = nyiur
  • hanau = enau
  • rumvia = rumbia
  • dngan = dengan
  • nimakan = dimakan
  • vuahna = buahnya
  • tathapi = tetapi
  • haur = aur
  • vuluh = buluh
  • pattung = betung
  • tlaga = telaga
  • punyana = punyanya
  • tmu = temu, bersua
  • margga = marga
  • sukha = suka
  • niminumna = diminumnya
  • savanakna = sebanyaknya, sebanyak-banyaknya
  • vuatna = buatnya
  • manghidupi = menghidupi
  • prakara = perkara
  • varang = barang
  • vuatana = hasil pekerjaannya
  • marvvangun = mendirikan

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Telaga Batu
  • Prasasti Kota Kapur

edunitas.com


Page 4

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Talang Tuwo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang, dan diketahui sebagai peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Keadaan fisiknya sedang adil dengan aspek datar yang ditulisi berukuran 50cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor D.145.

Inti prasasti

Berikut adalah tulisan yang mempunyai pada Prasasti Talang Tuwo:

Alih aksara

  • Svasti
  • cri cakavarsatita 606 dim dvitiya cuklapaksa vulan caitra
  • sana tatkalana parlak Criksetra ini
  • niparvuat parvan dapunta hyang Cri Yayanaca (-ga) ini pranidhanan dapunta hyang savanakna yang nitanam di sini
  • niyur pinang hanau rumviya dngan samicrana yang kayu nimakan vuahna
  • tathapi haur vuluh pattung ityevamadi
  • punarapi yang varlak verkan dngan savad tlaga savanakna yang vualtku sucarita paravis prayojanakan punyana sarvvasatva sacaracara
  • varopayana tmu sukha di asannakala di selang margga lai
  • tmu muah ya ahara dngan cairan niminumna
  • savanakna vuatna huma parlak mancak muah ya manghidupi pacu prakara
  • marhulun tuvi vrddhi muah ya jangam ya niknai savanakna yang upasargga
  • pidana svapnavighna
  • varang vuatana kathamapi
  • anukula yang graha naksatra pravis diya
  • Nirvyadhi ajara kavuatanana
  • tathapi savanakna yam khrtyana satyarjjava drdhabhakti muah ya dya
  • yang mitrana tuvi janan ya kapata yang vivina mulang anukala bharyya muah ya
  • varamsthanana lagi curi ucca vadhana paradara di sana punarapi tmu ya kalyanamitra
  • marvvangun vodhicitta dngan maitridhari di dang hyang ratnaraya jangan marsarak dngan dang hyang ratnaraya.
  • tathapi nityakala tyaga marcila ksanti marvvangun viryya rajin tahu di samicrana cilpakala paravis
  • samahitacinta
  • tmu ya prajna smrti medhavi
  • punarapi dhairyyamani mahasattva vajracarira
  • anubamacakti
  • jaya tathapi jatismara
  • avikalendriya
  • mancak rupa
  • subjaga hasin halap
  • ade yavakya vrahmasvara
  • berlaku laki
  • svayambtu
  • puna (ra) pi tmu ya cintamaninidhana tmu janmavacita. karmmavacita clecavacita
  • avasana tmu ya anuttarabhisamyaksam vodhi

Alih bahasa

Berikut ini adalah inti dan terjemahan prasasti tersebut, sebagaimana diterjemahkan oleh George Cœdès.

Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi, pada masa itulah taman ini yang dinamakan Śrīksetra diciptakan di bawah pimpinan Sri Baginda Śrī Jayanāśa. Inilah niat baginda: Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang aku berikan, dapat digunakan bagi kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah lokasi dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi perlintasan terbaik bagi mendapatkan kebahagiaan. Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta cairan minum. Semoga semua kebun yang mereka membuka menjadi terlampau banyak (panennya). Semoga suburlah ternak bermacam macam yang mereka pelihara, dan juga budak-budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak tersiksa karena tidak bisa tidur. Apa pun yang mereka perbuat, semoga semua planet dan bintang menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari penyakit dan ketuaan selama menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua abdi mereka setia pada mereka dan berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka menjadi istri yang setia. Apalagi lagi, di mana pun mereka berada, semoga di lokasi itu tidak mempunyai pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah. Selain itu, semoga mereka mempunyai seorang kawan sebagai penasihat baik; semoga dalam diri mereka kelahiran ingatan Boddhi dan persahabatan (...) dari Tiga Ratna, dan semoga mereka tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga semoga senantiasa (mereka bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar; semoga dalam diri mereka terbit tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua kesenian berbagai jenis; semoga semangat mereka terpusatkan, mereka mempunyai pengetahuan, ingatan, kecerdasan. Lebih-lebih semoga mereka teguh argumennya, bertubuh intan seperti para mahāsattwa berketetapan tiada bertara, berjaya, dan juga ingat akan kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya, berindra lengkap, bermodel penuh, berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara yang menyenangkan, suara Brahmā. Semoga mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya berkat mereka sendiri; semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, mempunyai kekuasaan atas kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda, dan semoga yang belakang sekalinya mereka mendapatkan Penerangan sempurna lagi luhur.

Kosa kata Melayu kuna

Berikut adalah beberapa kosa kata bahasa Melayu kuna yang disebutkan dalam prasasti ini dan sampai kini sedang dapat ditemukan dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia modern. Dapat ditemukan banyak persamaan dan sedikit perubahan, selang lain awalan di- dahulu adalah ni-, awalan me- dahulu adalah mar- atau ma-, sedangkan imbuhan belakang -nya dahulu adalah -na.

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Telaga Batu
  • Prasasti Kota Kapur

edunitas.com


Page 5

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935.[1] Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti.[2] Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan semakin dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.

Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada suatu batu andesit yang sudah diwujudkan sebagaimana layaknya suatu prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di anggota atasnya terdapat alat berselok tujuh ekor kepala ular kobra, dan di anggota bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Lawas.

Penafsiran prasasti

Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis akbar pokoknya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melaksanakan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tidak taat untuk perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang dinamakan pada prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi sebagai melawan untuk kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah.[3]

Dituturkan orang-orang tersebut mulai dari putra raja (rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi nījavarna), ahli senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha), pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), abdi raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).

Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang paling lengkap memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu tidak kekurangan di Palembang dan pejabat-pejabat yang disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota kerajaan.[4] Soekmono berpendapat berdasarkan prasasti ini tidak mungkin Sriwijaya tidak kekurangan di Palembang karena telah tersedianya keterangan ancaman kutukan untuk siapa yang durhaka untuk kedatuan,[5] dan mengajukan usulan Minanga seperti yang dinamakan pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan tidak kekurangan di sekitar Candi Muara Takus sebagai ibukota Sriwijaya.[6]

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Talang Tuwo
  • Prasasti Kota Kapur

Referensi

  1. ^ Erwan Suryanegara, 1990
  2. ^ Casparis, 1956
  3. ^ Casparis, J.G., (1956), Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D., Dinas Purbakala Republik Indonesia, Bandung: Masa Baru.
  4. ^ Irfan, N.K.S., (1983), Kerajaan Sriwijaya: pusat pemerintahan dan perkembangannya, Girimukti Pasaka
  5. ^ Madjelis Ilmu Ilmu Indonesia, (1958), Laporan Kongres Ilmu Ilmu Nasional Pertama, Volume 5.
  6. ^ Soekmono, R., (2002), Pengantar sejarah kebiasaan istiadat Indonesia 2, Kanisius, ISBN 979-413-290-X.


edunitas.com


Page 6

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935.[1] Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti.[2] Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan semakin dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.

Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada suatu batu andesit yang sudah diwujudkan sebagaimana layaknya suatu prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di anggota atasnya terdapat alat berselok tujuh ekor kepala ular kobra, dan di anggota bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Lawas.

Penafsiran prasasti

Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis akbar pokoknya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melaksanakan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tidak taat untuk perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang dinamakan pada prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi sebagai melawan untuk kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah.[3]

Dituturkan orang-orang tersebut mulai dari putra raja (rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi nījavarna), ahli senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha), pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), abdi raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).

Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang paling lengkap memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu tidak kekurangan di Palembang dan pejabat-pejabat yang disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota kerajaan.[4] Soekmono berpendapat berdasarkan prasasti ini tidak mungkin Sriwijaya tidak kekurangan di Palembang karena telah tersedianya keterangan ancaman kutukan untuk siapa yang durhaka untuk kedatuan,[5] dan mengajukan usulan Minanga seperti yang dinamakan pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan tidak kekurangan di sekitar Candi Muara Takus sebagai ibukota Sriwijaya.[6]

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Talang Tuwo
  • Prasasti Kota Kapur

Referensi

  1. ^ Erwan Suryanegara, 1990
  2. ^ Casparis, 1956
  3. ^ Casparis, J.G., (1956), Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D., Dinas Purbakala Republik Indonesia, Bandung: Masa Baru.
  4. ^ Irfan, N.K.S., (1983), Kerajaan Sriwijaya: pusat pemerintahan dan perkembangannya, Girimukti Pasaka
  5. ^ Madjelis Ilmu Ilmu Indonesia, (1958), Laporan Kongres Ilmu Ilmu Nasional Pertama, Volume 5.
  6. ^ Soekmono, R., (2002), Pengantar sejarah kebiasaan istiadat Indonesia 2, Kanisius, ISBN 979-413-290-X.


edunitas.com


Page 7

Tags (tagged): center of studies, unkris, prasasti, tri, tepusan, prasasti tri, tepusan prasasti dari, zaman kerajaan, mataram, kuno, pada tahun, 842 m, menganugerahkan, tanahnya desa tri, suci kamulan, i, bhumisambhara kemungkinan besar, nama, foto, dari, prasasti tersimpan dalam, museum candi, center, of studies kategori, tersembunyi rintisan, bertopik, arkeologi edunitas prasasti, tri tepusan


Page 8

Tags (tagged): center of studies, unkris, prasasti, tri, tepusan, prasasti tri, tepusan prasasti dari, zaman kerajaan, mataram, kuno, pada tahun, 842 m, menganugerahkan, tanahnya desa tri, suci kamulan, i, bhumisambhara kemungkinan besar, nama, foto, dari, prasasti tersimpan dalam, museum candi, center, of studies kategori, tersembunyi rintisan, bertopik, arkeologi edunitas prasasti, tri tepusan


Page 9

Tags (tagged): pusat ilmu pengetahuan, unkris, prasasti, tri, tepusan, prasasti tri, tepusan prasasti dari, zaman kerajaan, mataram, kuno, pada tahun, 842 m, menganugerahkan, tanahnya desa tri, suci kamulan, i, bhumisambhara kemungkinan besar, nama, foto, dari, prasasti tersimpan dalam, museum candi, pusat, ilmu pengetahuan kategori, tersembunyi rintisan, bertopik, arkeologi edunitas prasasti, tri tepusan


Page 10

Tags (tagged): pusat ilmu pengetahuan, unkris, prasasti, tri, tepusan, prasasti tri, tepusan prasasti dari, zaman kerajaan, mataram, kuno, pada tahun, 842 m, menganugerahkan, tanahnya desa tri, suci kamulan, i, bhumisambhara kemungkinan besar, nama, foto, dari, prasasti tersimpan dalam, museum candi, pusat, ilmu pengetahuan kategori, tersembunyi rintisan, bertopik, arkeologi edunitas prasasti, tri tepusan


Page 11

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935.[1] Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang mengandung tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti.[2] Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta.

Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah diproduksi sebagaimana layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di ronde atasnya telah tersedia adunan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di ronde bawah tengah telah tersedia semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan cairan pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Lawas.

Penafsiran prasasti

Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis besar intinya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melaksanakan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tak taat kepada perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah.[3]

Diceritakan orang-orang tersebut mulai dari putra raja (rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi nījavarna), mahir senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha), pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), hamba raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).

Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang sangat lengkap memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu telah tersedia di Palembang dan pejabat-pejabat yang disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota kerajaan.[4] Soekmono berpendapat berdasarkan prasasti ini tak mungkin Sriwijaya telah tersedia di Palembang karena telah tersedianya keterangan ancaman kutukan kepada siapa yang durhaka kepada kedatuan,[5] dan mengajukan usulan Minanga seperti yang disebut pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan telah tersedia di sekitar Candi Muara Takus sbg ibukota Sriwijaya.[6]

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Talang Tuwo
  • Prasasti Kota Kapur

Referensi

  1. ^ Erwan Suryanegara, 1990
  2. ^ Casparis, 1956
  3. ^ Casparis, J.G., (1956), Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D., Dinas Purbakala Republik Indonesia, Bandung: Masa Baru.
  4. ^ Irfan, N.K.S., (1983), Kerajaan Sriwijaya: pusat pemerintahan dan perkembangannya, Girimukti Pasaka
  5. ^ Madjelis Ilmu Ilmu Indonesia, (1958), Laporan Kongres Ilmu Ilmu Nasional Pertama, Volume 5.
  6. ^ Soekmono, R., (2002), Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2, Kanisius, ISBN 979-413-290-X.


edunitas.com


Page 12

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935.[1] Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang mengandung tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti.[2] Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta.

Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah diproduksi sebagaimana layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di ronde atasnya telah tersedia adunan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di ronde bawah tengah telah tersedia semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan cairan pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Lawas.

Penafsiran prasasti

Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis besar intinya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melaksanakan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tak taat kepada perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah.[3]

Diceritakan orang-orang tersebut mulai dari putra raja (rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi nījavarna), mahir senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha), pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), hamba raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).

Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang sangat lengkap memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu telah tersedia di Palembang dan pejabat-pejabat yang disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota kerajaan.[4] Soekmono berpendapat berdasarkan prasasti ini tak mungkin Sriwijaya telah tersedia di Palembang karena telah tersedianya keterangan ancaman kutukan kepada siapa yang durhaka kepada kedatuan,[5] dan mengajukan usulan Minanga seperti yang disebut pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan telah tersedia di sekitar Candi Muara Takus sbg ibukota Sriwijaya.[6]

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Talang Tuwo
  • Prasasti Kota Kapur

Referensi

  1. ^ Erwan Suryanegara, 1990
  2. ^ Casparis, 1956
  3. ^ Casparis, J.G., (1956), Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D., Dinas Purbakala Republik Indonesia, Bandung: Masa Baru.
  4. ^ Irfan, N.K.S., (1983), Kerajaan Sriwijaya: pusat pemerintahan dan perkembangannya, Girimukti Pasaka
  5. ^ Madjelis Ilmu Ilmu Indonesia, (1958), Laporan Kongres Ilmu Ilmu Nasional Pertama, Volume 5.
  6. ^ Soekmono, R., (2002), Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2, Kanisius, ISBN 979-413-290-X.


edunitas.com


Page 13

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935.[1] Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang mengandung tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti.[2] Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta.

Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah diproduksi sebagaimana layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di ronde atasnya telah tersedia adunan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di ronde bawah tengah telah tersedia semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan cairan pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Lawas.

Penafsiran prasasti

Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis besar intinya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melaksanakan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tak taat kepada perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah.[3]

Diceritakan orang-orang tersebut mulai dari putra raja (rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi nījavarna), mahir senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha), pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), hamba raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).

Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang sangat lengkap memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu telah tersedia di Palembang dan pejabat-pejabat yang disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota kerajaan.[4] Soekmono berpendapat berdasarkan prasasti ini tak mungkin Sriwijaya telah tersedia di Palembang karena telah tersedianya keterangan ancaman kutukan kepada siapa yang durhaka kepada kedatuan,[5] dan mengajukan usulan Minanga seperti yang disebut pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan telah tersedia di sekitar Candi Muara Takus sbg ibukota Sriwijaya.[6]

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Talang Tuwo
  • Prasasti Kota Kapur

Referensi

  1. ^ Erwan Suryanegara, 1990
  2. ^ Casparis, 1956
  3. ^ Casparis, J.G., (1956), Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D., Dinas Purbakala Republik Indonesia, Bandung: Masa Baru.
  4. ^ Irfan, N.K.S., (1983), Kerajaan Sriwijaya: pusat pemerintahan dan perkembangannya, Girimukti Pasaka
  5. ^ Madjelis Ilmu Ilmu Indonesia, (1958), Laporan Kongres Ilmu Ilmu Nasional Pertama, Volume 5.
  6. ^ Soekmono, R., (2002), Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2, Kanisius, ISBN 979-413-290-X.


edunitas.com


Page 14

Apa yang dimaksud dengan Prasasti Talang Tuo?

Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935.[1] Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang mengandung tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti.[2] Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta.

Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah diproduksi sebagaimana layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di ronde atasnya telah tersedia adunan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di ronde bawah tengah telah tersedia semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan cairan pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Lawas.

Penafsiran prasasti

Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis besar intinya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melaksanakan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tak taat kepada perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah.[3]

Diceritakan orang-orang tersebut mulai dari putra raja (rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi nījavarna), mahir senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha), pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), hamba raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).

Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang sangat lengkap memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu telah tersedia di Palembang dan pejabat-pejabat yang disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota kerajaan.[4] Soekmono berpendapat berdasarkan prasasti ini tak mungkin Sriwijaya telah tersedia di Palembang karena telah tersedianya keterangan ancaman kutukan kepada siapa yang durhaka kepada kedatuan,[5] dan mengajukan usulan Minanga seperti yang disebut pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan telah tersedia di sekitar Candi Muara Takus sbg ibukota Sriwijaya.[6]

Lihat juga

  • Prasasti Kedukan Bukit
  • Prasasti Talang Tuwo
  • Prasasti Kota Kapur

Referensi

  1. ^ Erwan Suryanegara, 1990
  2. ^ Casparis, 1956
  3. ^ Casparis, J.G., (1956), Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D., Dinas Purbakala Republik Indonesia, Bandung: Masa Baru.
  4. ^ Irfan, N.K.S., (1983), Kerajaan Sriwijaya: pusat pemerintahan dan perkembangannya, Girimukti Pasaka
  5. ^ Madjelis Ilmu Ilmu Indonesia, (1958), Laporan Kongres Ilmu Ilmu Nasional Pertama, Volume 5.
  6. ^ Soekmono, R., (2002), Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2, Kanisius, ISBN 979-413-290-X.


edunitas.com