Apa yang dimaksud dengan teknologi nuklir?

Walau pertama kali digunakan untuk keperluan militer, tepatnya untuk meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II, nyatanya teknologi nuklir dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang berguna untuk kemaslahatan manusia. Diantara keperluan tersebut ialah untuk sektor energi, industri, kesehatan, keamanan dan luar angkasa.

Produk utama dari teknologi nuklir memang energi. Kegunaan lain muncul sebagai turunan dari produk utama tersebut. Manfaat dari rekayasa nuklir di berbagai bidang lain tersebut tidak bisa diabaikan pada masing-masing sektor.

Berikut sekilas tentang berbagai pemanfaatan rekayasa teknologi nuklir:

Salah satu PLTN di Perancis

Energi adalah produk utama dari rekayasa teknologi nuklir. Karena itu, rekayasa nuklir paling banyak digunakan di sektor energi. Pemanfaatan di sektor energi ini khususnya dalam bentuk energi listrik. Saat ini, energi nuklir belum dimanfaatkan untuk keperluan energi transportasi maupun kalor secara langsung, tetapi peluang itu terbuka untuk ke depannya.

Energi nuklir dibangkitkan menggunakan reaksi fisi nuklir. Reaksi ini merupakan reaksi pembelahan inti atom nuklida berat ketika ditembak dengan netron. Ketika atom nuklida berat terbelah, akan dihasilkan dua nuklida baru yang jumlah kedua massanya sedikit lebih kecil daripada massa nuklida berat asalnya. Selisih massa ini, yang disebut mass defect, dikonversi menjadi energi mahadahsyat. Pembelahan nuklida berat ini melepaskan energi sangat besar dengan konsumsi bahan bakar sangat sedikit. 

Reaksi nuklir jenis lainnya adalah reaksi fusi nuklir. Alih-alih membelah atom, reaksi ini justru menggabungkan dua atom. Jika reaksi fisi membelah atom nuklida berat, maka reaksi fusi menggabungkan dua nuklida ringan. Reaksi ini juga menghasilkan mass defect yang kemudian dikonversi menjadi energi. Namun, hingga saat ini, reaksi fusi nuklir belum berhasil dikomersialkan.

Saat ini, terdapat lebih dari 441 pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di seluruh dunia. Selain itu, ada lebih dari 80 unit PLTN yang sudah direncanakan untuk dibangun. Sebagian untuk mengompensasi unit lama yang mencapai akhir usia pakai, sebagian lain untuk menambah kapasitas daya nuklir yang sudah ada. Sebagian besar rencana ekspansi ada di Cina. Rusia banyak mengekspor teknologi PLTN mereka ke berbagai negara, seperti Turki, Belarusia, Hungaria, Finlandia, Bangladesh, Vietnam, Mesir dan lainnya.

Energi nuklir merupakan energi bersih, dalam hal ini tidak melepaskan emisi gas rumah kaca (GRK) baik dalam bentuk karbon dioksida (CO2) maupun metana (CH4). Energi nuklir menyumbang 11,5% bauran listrik dunia dan 5% energi secara total. Bauran ini merupakan bauran energi bersih kedua terbesar setelah energi hidro.

Sebagai tambahan, energi nuklir melepaskan sedikit sekali limbah relatif terhadap energi lainnya. Tiap kW PLTN hanya menghasilkan 0,03 gram limbah bahan bakar per tahunnya. Sebagai perbandingan, batubara menghasilkan limbah 13 ribu kali lebih banyak dan panel surya 300 kali lebih banyak. Pengelolaan limbahnya pun lebih mudah dan teknologinya sudah terbukti. Limbah nuklir jauh lebih mudah ditangani daripada limbah batubara maupun panel surya.

Energi nuklir juga merupakan energi murah, walau ini bisa bervariasi tergantung regulasi setempata dan standardisasi desain dari vendor. Satu aspek yang menjadikan nuklir murah adalah rendahnya biaya bahan bakar. Harga bahan bakar nuklir per satuan massa memang lebih berat daripada batubara, gas alam maupun minyak bumi, tetapi kebutuhannya sangat sedikit, sehingga jatuhnya jauh lebih murah.

Sebagai perbandingan, biaya bahan bakar nuklir berkisar USD 0,3-0-6 sen/kWh, bergantung harga uranium. Sementara, biaya bahan bakar untuk batubara berkisar USD 1,8-2,6 sen/kWh dan gas alam USD 1,7-6 sen/kWh. Sangat murah.

Energi nuklir memiliki performa yang lebih baik daripada moda energi lain. Sebuah PLTN mampu beroperasi hingga 90% waktu dalam setahun. Sebagai perbandingan, PLTU batubara biasanya hanya mampu beroperasii 60% dalam setahun. PLTU unit baru mungkin bisa mencapai 80%, tapi tidak pernah lebih dari itu. Gas alam memiliki level performa setara batubara.

Performa energi terbarukan kalah jauh dibandingkan nuklir. Panas bumi memang memiliki performa setara dengan batubara dan gas alam, tapi tidak dengan hidro, surya dan bayu. Energi hidro hanya bisa beroperasi sekitar 40% waktu, energi bayu 15-30% waktu dan energi surya 10-20% waktu. Karena itulah, energi nuklir paling bisa diandalkan.

Reaktor nuklir Generasi IV, atau reaktor maju, dapat dimanfaatkan untuk keperluan transportasi dan kalor. Wacana menggunakan reaktor nuklir untuk pemanasan ruang telah muncul di Finlandia. Untuk keperluan transportasi, secara langsung, nuklir telah digunakan untuk propulsi kapal induk dan kapal selam militer. Baru ada satu kapal kargo sipil yang menggunakan propulsi nuklir, yang dimiliki oleh Rusia. Selain itu, kapal pemecah es pun menggunakan propulsi nuklir.

Reaktor nuklir tidak bisa digunakan di mobil dan sepeda motor, jadi reaktor maju berkontribusi dengan membuat bahan bakar sintetis (synthetic fuel/synfuel). Reaktor maju dapat membangkitkan hidrogen melalui radiolisis suhu tinggi dan menangkap CO2 dari udara maupun laut melalui proses elektrokimia. Hidrogen dan CO2 ini disintetis untuk menghasilkan bahan bakar untuk mobil dan sepeda motor.

Reaktor nuklir pernah diusulkan sebagai propulsi pesawat pada tahun 1950-an, tetapi belum ada riset lagi pada saat ini. Demikian pula kereta api, walau Rosatom sedang melakukan riset untuk menggunakan reaktor nuklir sebagai propulsi kereta untuk menjangkau daerah-daerah jauh di dataran Siberia.

Penggunaan Material Nuklir sebagai tracer di industri

Kontribusi energi nuklir paling utama terhadap Industri adalah energi listriknya. Industri membutuhkan suplai listrik yang murah dan reliabel. Nuklir mampu memenuhi kebutuhan ini.

Kebutuhan lain adalah proses termal suhu tinggi, termasuk di industri logam dan enhanced oil recovery. Biasanya, proses termal suhu tinggi didapatkan dari pembakaran batubara atau gas alam. Keduanya melepaskan emisi GRK tinggi, polutif dan relatif mahal. Energi nuklir mampu menyediakan proses termal tanpa emisi GRK, tanpa polusi dan murah.

Proses termal yang membutuhkan suhu sangat tinggi, lebih dari 1000oC, dapat dipenuhi menggunakan plasma arc. Listrik dari energi nuklir dapat digunakan sebagai suplai daya untuk plasma arc ini, lagi-lagi tanpa emisi GRK, polusi dan rendah biaya.

Di daerah gurun, suplai air bersih menjadi sebuah kebutuhan mutlak. Sebagian besar air bersih ini disuplai dari desalinasi air laut. Proses desalinasi membutuhkan energi relatif tinggi dalam bentuk listrik dan kalor. Listrik dapat disuplai oleh energi nuklir dan kalornya dari panas buangan reaktor nuklir.

Amonia merupakan feedstock utama dari pembuatan pupuk dan kebutuhan industri lainnya. Salah satu bahan baku amonia, hidrogen, selama ini didapatkan dari gas alam, menggunakan steam reforming untuk memisahkan hidrogen dari karbon. Proses ini menghasilkan sejumlah besar emisi GRK. Reaktor maju dapat membangkitkan hidrogen menggunakan radiolisis suhu tinggi sebagai alternatif steam reforming hidrogen.

Teknologi solid-state ammonia synthesis (SSAS) merupakan konsep teknologi sintetis amonia baru. SSAS hanya menggunakan energi listrik untuk mensintetis amonia tanpa harus menyuplai hidrogen secara terpisah. SSAS diproyeksikan menggunakan energi lebih efisien daripada proses sintetis amonia standar. Energi nuklir dapat menyuplai listrik untuk SSAS.

Pemanfaatan Teknologi Nuklir di dunia kesehatan dikutip dari www.mecsnm-online.net

Rekayasa teknologi nuklir yang terkait dengan kesehatan utamanya memanfaatkan radiasi. Sinar-X telah digunakan untuk mendeteksi masalah medis dalam tubuh manusia sejak lama. Teknologi terbaru menggunakan sinar-X dalam perangkat CT-scan untuk menunjukkan informasi internal tubuh secara lebih mendetail.

Kedokteran nuklir menggunakan radioisotop untuk keperluan diagnosis kanker maupun radioterapi. Isotop perunut yang paling sering digunakan untuk diagnosis adalah technetium-99m, yang merupakan isotop anak dari molybdenum-99. Unsur terakhir didapatkan dari iradiasi target uranium-235 di reaktor riset. 

Radiofarmaka untuk terapi kanker diantaranya samarium-153, iodin-125 dan iodin-131. Badan Tenaga Nuklir Nasional telah mengembangkan ketiga radiofarmaka tersebut sebagai media radioterapi dengan cara implantasi pada organ. Iridium-192, bismuth-213 dan palladium-103 juga digunakan dalam radioterapi internal.

Teknologi yang relatif baru adalah Boron Neutron Capture Therapy (BNCT). Boron diimplantasi di sel kanker lalu ditembak dengan netron, yang kemudian melepaskan partikel alfa untuk membunuh sel kanker. Keunggulan BNCT adalah radiasinya terlokalisir.

Untuk radioterapi eksternal, biasa digunakan radioisotop kobalt-60, yang memancarkan radiasi gamma dengan kekuatan tinggi untuk membunuh sel kanker dari luar. Radioisotop tersebut didapatkan dari proses iradiasi di reaktor nuklir.

Perangkat medis harus digunakan dalam keadaan steril. Untuk sterilisasi alat-alat medis, dapat digunakan iradiasi nuklir memanfaatkan radiasi gamma. Sumber radiasi ini bisa didapatkan dari mesin sinar-X energi tinggi, kobalt-60 maupun cesium-137. Sterilisasi menggunakan iradiasi nuklir lebih murah daripada sterilisasi konvensional, dan lebih praktis karena bisa dilakukan setelah alat-alat tersebut terbungkus.

Pemanfaatan Teknologi Nuklir X-Ray di Bandara

Pemanfaatan standar teknologi nuklir di bidang keamanan adalah screening menggunakan sinar-X. Namun, yang lebih krusial adalah untuk keperluan militer. Khususnya di daerah perbatasan.

Berbagai perangkat sensor pemantau dan detektor di daerah perbatasan negara membutuhkan suplai daya yang reliabel, tahan lama dan tahan segala cuaca. Sensor-sensor ini bekerja dengan daya sangat rendah, antara orde mikrowatt, miliwatt hingga paling tinggi watt. Baterai nuklir dapat menjadi catu daya bagi perangkat-perangkat pemantau tersebut.

Baterai nuklir menggunakan radioisotop pemancar alfa atau beta untuk menghasilkan daya. Ada dua jenis konverter daya, yakni termal (menggunakan panas radioisotop) atau non-termal (menggunakan radiasi). Panas atau radiasi ini dikonversi menjadi listrik dan mampu beroperasi sesuai dengan umur paruh dari radioisotop yang digunakan.

Radioisotop untuk baterai nuklir membutuhkan keluaran radiasi alfa atau beta dengan energi cukup tinggi dan umur paruh cukup panjang. Beberapa radioisotop yang bisa digunakan adalah plutonium-238, americium-241 dan stronsium-90.

Suplai listrik di pos-pos perbatasan juga merupakan hal krusial. Karena jauh dari jaringan listrik, biasanya listrik didapatkan dari mesin Diesel atau panel surya dengan baterai. Keduanya memiliki masalah. Mesin Diesel boros bahan bakar, sementara transportasinya sulit. Belum lagi emisi GRK dan polusi yang disebabkannya. Sementara, panel surya tidak reliabel, sangat tergantung kondisi cuaca.

PLTN mikro bisa menjadi alternatif. PLTN ini memiliki daya dalam satuan kilowatt. Reaktor sejenis ini baru pernah diuji oleh NASA melalui program Kilopower Reactor. Tujuan awal program Kilopower Reactor adalah untuk keperluan angkasa luar, tapi sangat memungkinkan untuk diterapkan bagi keperluan militer. Keamanan suplai listrik di pos perbatasan dapat menjamin sistem pemantauan tidak akan terganggu.

Reaktor Mini 'Killowatt' yang dikembangkan NASA untuk misi luar angkasa

Untuk menjadi bangsa yang besar, perlu menguasai teknologi nuklir dan antariksa. Demikian yang dinyatakan oleh Presiden pertama, Soekarno. Penguasaan teknologi antariksa tidak bisa dilepaskan dari penggunaan teknologi nuklir, karena itulah satu-satunya sumber energi paling reliabel untuk misi luar angkasa.

Wahana luar angkasa sejenis Curiosity memerlukan energi listrik untuk menjadi catu daya perangkat elektronik dan pemanasan perangkat. Untuk itu, digunakan teknologi radioisotope thermoelectric generator (RTG). Teknologi RTG dipilih karena berukuran kompak dan mampu menghasilkan daya cukup untuk rentang waktu yang lama. RTG mengonversi panas yang dihasilkan radioisotop menggunakan termokopel untuk menghasilkan listrik. Radioisotop yang paling sering digunakan untuk space-mission RTG adalah plutonium-238. Americium-241 menjadi alternatif ditengah kelangkaan plutonium-238 saat ini.

Misi lanjutan ke Mars membutuhkan suplai energi lebih untuk memberdayai Mars Base. Di planet Mars tidak ada batubara, gas alam maupun minyak bumi. Tidak ada oksigen di atmosfer Mars supaya reaksi pembakaran dapat bekerja. Turbin angin jelas tidak bisa beroperasi optimal dan panel surya tidak bisa bekerja baik dengan jarak yang sangat jauh dari matahari.

Energi nuklir tidak membutuhkan oksigen untuk bisa digunakan. Selain itu, bahan bakar nuklir dapat bertahan selama puluhan tahun. Mars sendiri memiliki kandungan thorium cukup besar, bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk reaktor nuklir luar angkasa.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, NASA telah membuat Kilopower Project yang dicanangkan menjadi catu daya untuk Mars Base. Reaktor ini memiliki daya 10 kWe dan memiliki ukuran kompak. Rencananya, ada setidaknya empat atau lima reaktor Kilopower untuk memberdayai Mars Base.

Daftar Pustaka

  • BP. 2016. BP Statistical Review of World Energy June 2016. London: BP Statistical Review of World Energy.
  • Harrison Tasoff. Kilopower Project: NASA Pushes Nuclear Power for Deep-Space Mission. Diakses dari //www.space.com/39433-kilopower-reactor-for-deep-space-missions.html 
  • Jemin Desai, Mark Nelson. Are we headed for solar waste crisis? Diakses dari //environmentalprogress.org/big-news/2017/6/21/are-we-headed-for-a-solar-waste-crisis
  • Mark Prelas dkk. 2014. A review of nuclear batteries. Progress in Nuclear Energy, August 2014.
  • Max Carbon. 2006. Nuclear Power, Villain or Victim? Our Most Misunderstood Source of Electricity, 2nd Edition. Madison: Pebble Beach Publisher.
  • Mochammad Nasrullah, Nuryanti. 2013. Studi Perbandingan Biaya Pembangkitan Listrik Teraras Pada Pembangkit Energi Terbarukan Dan PLTN. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN. Bandung, 4 Juli 2013
  • PTRR BATAN. Produk Hasil Litbang. Diakses dari www.batan.go.id/index.php/id/teknologi-radioisotop/produk-litbang  
  • Robert Hargraves. 2012. Thorium Energy Cheaper Than Coal. Hanover: CreateSpace Independent Publishing Platform.
  • World Nuclear Association. 2016. World Nuclear Performance Report 2016. London: WNA.
  • World Nuclear Association. Radioisotopes in Medicine. Diakses dari //world-nuclear-org/information-library/non-power-nuclear-applications/radioisotopes-research/radioisotopes-in-medicine.aspx 
  • World Nuclear Association, The Economics of Nuclear Power. Diakses dari //www.world-nuclear.org/information-library/economic-aspects/economics-of-nuclear-power.aspx 
  • World Nuclear Association. Plutonium. Diakses dari //www.world-nuclear.org/information-library/nuclear-fuel-cycle/fuel-recycling/plutonium.aspx 
  • World Nuclear Association, Nuclear Process Heat. Diakses dari //www.world-nuclear.org/information-library/non-power-nuclear-applications/industry/nuclear-process-heat-for-industry.aspx 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA