Apa yang harus dilakukan apabila tidak mampu membayar dam?

Foto: Pelaksanaan ibadah haji 2018 (Fajar Pratama/detikcom)

Mekah - Jemaah haji Indonesia yang beribadah haji dengan cara haji tamattu diwajibkan untuk membayar dam atau denda. Ada tiga cara membayar dam yang bisa dilakukan jemaah haji.Jemaah yang melakukan haji tamattu', seperti dari Indonesia, diwajibkan membayar dam nusuk. Ibadah haji jenis ini, pada intinya setelah ihram, jemaah melaksanakan umrah wajib. Ihram --bersama ketentuan mengikat yang menyertainya-- kemudian dilepas hingga puncak haji. Jemaah baru kembali berihram ketika wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, jumrah aqabah, dan tawaf ifadah. Berbeda dengan hewan kurban yang bisa disembelih di mana saja, penyembelihan hewan dalam pembayaran dam hanya boleh dilakukan di dalam area tanah haram atau Mekah.

Beli Kupon Resmi

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), merekomendasikan jemaah haji untuk membayar dam dengan membeli kupon pembayaran dam yang disediakan Kerajaan Arab Saudi. Kupon yang dijual kantor pos Saudi ini dipatok senilai 475 real.Pembayarannya dapat dilakukan di konter yang disebar di setiap sektor. Dengan cara ini, jemaah tak perlu repot-repot ke pasar hewan dan tempat penyembelihan. Kondisi fisik jemaah bisa tetap terjaga mengingat puncak haji menanti di tanggal 9 Dzulhijah atau 20 Agustus nanti."Insya Allah tepercaya, karena pembayaran semacam ini dikelola secara profesional oleh IDB (Islamic Development Bank) dan kantor pos Saudi," kata Ketua PPIH Arab Saudi Ahmad Dumyati Bashori.

Beli-Sembelih Kambing Langsung

Cara yang kedua ini merupakan cara tradisional. Jemaah bisa ke pasar hewan di Mekah, salah satunya di wilayah Kakiyah.Di pasar Kakiyah jemaah bisa terlibat langsung tawar menawar dengan penjual kambing. Jemaah bisa mendapatkan harga yang lebuh murah dibanding harga dam dengan pembelian kupon. Masih di pasar yang sama, ada juga tempat penyembelihan hewan dengan biaya tambahan 20 real.Namun perlu dicatat, pasar Kakiyah terletak di padang terbuka dengan panas yang menyengat di siang hari. Jemaah yang ke sini juga harus kuat terhadap bau kambing lengkap dengan bau jeroannya di tempat penyembelihan.Fisik jemaah haji bisa terkuras apabila memaksakan pergi ke Pasar Kakiyah. Apalagi semakin mendekat ke wukuf Arafah, suasana di Kakiyah semakin ramai kedatangan jemaah haji dari berbagai negara.

Titip Lewat Mukimin

Ada cara lain membayar dam, yaitu menitipkan sejumlah uang kepada mukimin atau orang Indonesia yang tinggal di Mekah. Mereka yang akan mengurus pembayaran dam. Para mukimin yang nanti akan belanja dan menyembelih kambing dan mendistribusikannya kepada masyarakat setempat.

Namun perlu dicatat, penitipan pembayaran lewat cara ini harus melalui mukimin yang benar-benar bisa dipercaya. (fjp/rvk)

Bagi seseorang yang sedang melakukan ibadah haji atau pun umrah tentu, ada larangan-larangan tersendiri yang harus dijauhi dan ditinggalkan. Ketika seseorang melanggar larangan yang sudah ditetapkan oleh ketentuan syari’at, maka seseorang diwajibkan untuk membayar dam atau denda atas perbuatan yang dilakukannya.

Hal seperti ini berlaku ketika seseorang meninggalkan wajib haji atau wajib umrah saja. Tetapi ketika yang dilanggar adalah rukun haji atau umrah, maka orang tersebut secara hukum sudah batal dan wajib mengulanginya lagi dari awal.

Orang yang melanggar aturan dan larangan yang sudah ditetapkan ini tentu akan dikenakan dam (sejenis hukuman yang bersifat denda). Adapun dam itu sendiri berbeda-beda tergantung pada  pelanggaran apa yang telah dilakukan orang tersebut.

Dam ialah sanksi atau denda yang harus dikeluarkan seseorang yang telah melanggar larangan, dalam hal ini wajib haji. Hukum membayar dam disini adalah wajib.

Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 196

وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْهَدْىُ مَحِلَّهُۥ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِۦٓ أَذًى مِّن رَّأْسِهِۦ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلْعُمْرَةِ إِلَى ٱلْحَجِّ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍ فِى ٱلْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُۥ حَاضِرِى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

Artinya : “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”

Bentuk – Bentuk Pelanggaran Beserta Ketentuan Dam yang Dikeluarkan

Untuk pelanggaran beserta dam apa yang harus dikeluarkan seseorang adalah sebagai berikut:

  1. Haji Tamattu’ atau Haji Qiran.

Meski sama – sama melaksanakan haji tentu secara pelaksanaannya, berbeda dengan haji ifrad. Untuk orang yang melaksanakan haji tamattu’ dan haji qiran ini dam-nya adalah berupa menyembelih satu ekor kambing, adapun jika tidak mampu melakukannya maka berpuasa selama sepuluh hari

  1. Berhubungan badan (Jima’), sebelum melaksanakan tahallulyang pertama kalinya (ketika seseorang mendahulukan umrah atau kebalikannya).

Untuk larangan ini seseorang harus membayar dam nya dengan menyembelih seekor unta, jika tidak mampu maka diganti dengan sapi, jika masih tidak mampu diganti dengan tujuh ekor kambing.

Jika orang tersebut masih tidak mampu lagi, maka diganti dengan menukarkan uang seharga satu ekor unta dan kemudian dibelikan makanan terus dibagi-bagikan kepada fakir miskin.

Khusus dam ini pelaksanaannya dilakukan di kota Makkah, sama juga dengan membagikan makan kepada fakir miskin tersebut juga harus di Makkah.

  1. Memotong kuku, mencukur rambut, memakai minyak wangi, memakai pakaian yang ada jahitannya, dan berhubungan badan (Jima’) setelah tahallulyang pertama.

Untuk yang disebutkan di atas, dam-nya adalah memilih salah satu dari tiga pilihan di bawah ini:

Menyembelih satu ekor kambing

Melakukan puasa tiga hari

Memberikan sedekah makanan terhadap enam orang miskin.

  1. Berburu atau membunuh binatang liar atau buas.

Untuk dam (denda) jenis ini adalah dengan menyembelih satu ekor binatang unta atau sapi , atau kambing, yang semuanya memiliki harga yang sepadan dengan binatang yang dibunuh.

Atau dengan mengetahui harga binatang yang dibunuh yang kemudian ditukarkan dengan uang untuk membelikan makanan yang akan dibagikan kepada fakir miskin.

  1. Terlambat datang karena suatu hambatan.

Untuk dam orang yang terlambat datang ini adalah bertahallul atau memotong rambut disertai dengan menyembelih satu ekor kambing.

Sebagian menilai penyembelihan dam di Tanah Suci kurang bermanfaat bagi orang miskin

Rabu , 29 Jul 2020, 11:26 WIB

Republika/ Nashih Nashrullah

Pasar Hewan Kakiyah salah satu tempat favorit penyembelihan dam

Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Haji merupakan kewajiban bagi tiap Muslim yang mampu. Orang yang menolak kewajiban haji disebut kafir berdasarkan ijma' para ulama. Tidak heran, pada setiap musim haji, jutaan Muslim berkumpul untuk menunaikan ibadah fisik tersebut.

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS Ali-Imran:97).

Ada tiga jenis haji berdasarkan waktu pelaksanaannya. Haji Tamattu, yakni jamaah haji yang mengerjakan umrah dan haji dengan cara dipisah. Jamaah Tamattu biasanya datang ke Tanah Suci pada masa awal haji. Mereka pun melakukan umrah terlebih dahulu kemudian baru berhaji.

Haji qiran melaksanakan haji dan umrah dalam satu niat. Berbeda dengan haji tamattu, Haji qiran tidak melepas pakaian ihramnya seusai umrah karena langsung akan melaksanakan haji. Sementara itu, haji ifrad, yakni jamaah yang melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji terlebih dahulu baru kemudian melakukan umrah.

Jamaah haji Indonesia terbiasa melakukan haji Tamattu karena datang ke Tanah Suci sebelum pelaksanaan haji. Pelaksana haji tamattu' dan qiran diwajibkan membayar dam berupa menyembelih seekor kambing atau berpuasa sepuluh hari. Dasar haji Tamattu ada dalam QS al-Baqarah:196.

"Apabila kamu telah (merasa) aman, bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi, jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu, (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kotaMekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya."

Dalam pelaksanaan dam, ada sebagian jamaah yang menilai praktik penyembelihan dam di Tanah Suci kurang memberi manfaat bagi fakir miskin. Banyaknya penyimpangan dalam pembelian hewan hadyu (untuk membayar dam) sehingga tidak memenuhi ketentuan syar'i juga kerap dipertanyakan. Karena itu, ada usulan penyembelihan dam untuk jamaah haji tamattu agar dilakukan di Tanah Air supaya memiliki nilai kebermanfaatan yang lebih tinggi.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya bernomor 41 tahun 2011 telah memutuskan perkara tersebut. Khususnya hukum atas penyembelihan hewan dam untuk haji Tamattu di luar tanah haram.

MUI mengutip beberapa ayat yang menunjukkan, tempat menyembelih hadyu adalah di tanah haram. Di antaranya, yakni QS al-Hajj:33. "Bagi kamu pada binatang-binatang hadyu, itu ada beberapa manfaat. Sampai kepada waktu yang ditentukan. Kemudian, tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah)." (QS al-Hajj:33).

Beberapa hadis juga menegaskan perintah dalam nash Alquran. Riwayat dari Al-Baihaki dari sahabat Jabir ra menegaskan, semua Makkah adalah tempat menyembelih. "Dari Atha ibn Abi Rabah diceritakan kepadanya bahwasanya ia mendengar Jabir ibn Abdillah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Setiap penjuru kota Makkah adalah jalan dan tempat menyembelih." (HR al-Baihaki dan al Hakim).

Dalam hadis lainnya yang diriwayatkan Al Baihaki dari Jabir ra disebutkan, tempat Nabi SAW saat menyembelih adalah di Mina. Pendapat Imam Nawawi dalam kitab Al Majmuu Syarah Al Muzahab tentang dam untuk haji tamattu dan qiran juga mendukung itu. Menurut Imam Nawawi, orang yang berihram terkena kewajiban membayar dam, seperti tamattu dan qiran maka wajib membagikannya kepada orang miskin tanah haram. Ini merujuk pada firman-Nya 'kurban sampai ke Ka'bah.

Jika dam tersebut disembelih di tanah halal dan dibawa ke tanah haram, hukumnya tergantung kondisi daging itu. Jika dagingnya berubah busuk akibat perjalanan, tidak sah karena hak kaum miskin adalah daging sempurna. Jika daging tidak busuk, ada dua pendapat berbeda. Pertama tidak sah karena penyembelihan adalah salah satu dari dua tujuan hadyu. Karena itu, penyembelihan hadyu dikhususkan di tanah haram sebagaimana distribusinya.

Pendapat kedua, daging itu tetap sah dijadikan dam karena tujuannya adalah pembagian daging. Cara itu pun sudah bisa menyampaikan daging kepada kaum miskin di tanah haram. Jika ia terkena kewajiban makan, ia pun harus menyampaikannya ke orang-orang miskin tanah haram. Ini diqiyaskan dengan hadyu karena penerima manfaatnya, yakni orang miskin di tanah haram tersebut.

Berbeda jika terkena kewajiban berpuasa. Maka, orang yang berpuasa tersebut boleh puasa di setiap tempat. Penyebabnya, puasanya itu tidak memberi manfaat langsung bagi ahli tanah haram.

Hanya, Imam Nawawi memberi catatan adanya kondisi darurat saat orang tersebut diperbolehkan membayar hadyu bukan di tanah haram. Sebagaimana riwayat Ibnu Umar ra bahwa Nabi SAW pernah melakukan umrah. Kemudian, ada orang Quraish menghalangi nabi. Rasulullah pun menyembelih al-hadyu dan memotong rambut di Hudaibiyah. Di mana, jarak antara Hudaibiyah dan tanah haram adalah tiga mil.

Atas pertimbangan tersebut, MUI pun memfatwakan bahwa penyembelihan hewan dam atas haji tamattu atau qiran harus dilakukan di tanah haram. Jika dilakukan di luar tanah haram, hukumnya menjadi tidak sah.

Daging yang telah disembelih pun didistribusikan untuk kepentingan fakir miskin di tanah haram. Jika ada pertimbangan kemaslahatan yang lebih besar, daging tersebut bisa didistribusikan kepada kaum dhuafa di luar tanah haram. Hewan dam untuk haji tamattu dan qiran pun tidak boleh diganti dengan sesuatu di luar kambing yang senilai.  Wallahualam. 

sumber : Pusat Data Republika

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA