Apakah badan usaha yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum juga merupakan subyek hukum?

Jika ditinjau dari segi hukum, maka badan usaha sendiri dibedakan menjadi dua. Terdapat perbedaan badan usaha berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.

Antara kedua jenis badan usaha tersebut memang yang memiliki beberapa hal yang sangat membedakan antara keduanya, sekalipun sama-sama berupa badan usaha.

Untuk Anda yang penasaran mengenai apa saja perbedaannya, maka berikut ini akan diulas lebih lengkap agar Anda mudah dalam membedakannya.

Apa Saja Perbedaan Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum?

1. Permodalan dan Subjek

Sejak awal kali didirikan, badan usaha yang memiliki badan hukum memiliki subjek yang berupa dirinya sendiri sebagai perwalian dari orang. Maka dari itulah diakui sebagai sebuah badan hukum yang terpisah dari para pemegang saham atau pendiri.

Dalam menjalankan aktivitasnya, badan usaha yang memiliki badan hukum nantinya akan diwakilkan oleh direksi yang sebelumnya telah ditunjuk berdasarkan anggaran dasar atau akta pendirian. Hal tersebut berbeda dengan subjek hukum dalam badan usaha yang tidak berbadan hukum.

Badan usaha ini tidak memiliki badan hukum yang melekat pada pengurus ataupun dirinya. Dengan demikian badan usaha ini tidak termasuk dalam subjek hukum yang bisa berdiri sendiri di luar pengurus ataupun pendiri.

Di dalam aktivitasnya yang bersifat hukum dengan pihak ketiga, badan usaha yang tidak berbadan hukum akan di wakilkan oleh seorang pengurus yang merupakan pendiri. Di dalam badan usaha yang satu ini tidak terdapat kewajiban ataupun hak seperti halnya pada badan usaha yang berbadan hukum.

Ketika pihak ketiga yang mempunyai perikatan ingin melakukan penuntutan, maka hanya bisa menuntut pengurus ataupun pendiri dan bukan badan usahanya, seperti halnya pada yang berbadan hukum.

Selain itu juga badan usaha yang tidak berbadan hukum tidak bisa untuk digugat karena memang proses pembuatan hanya bisa ditujukan pada pengurus ataupun pendiri aktif karena pengurus tersebutlah yang secara tidak langsung akan melakukan koneksi hukum.

2. Prosedur Pendirian

Dalam proses pendiriannya mutlak diperlukan adanya pengesahan yang berasal dari pemerintah terhadap anggaran serta akta pendirian dasar dari badan usaha yang berbadan hukum.

3. Harta Kekayaan

Untuk perbedaan badan usaha berbadan hukum dan tidak berbadan hukum selanjutnya bisa ditinjau dari harta kekayaan. Harta kekayaan dari badan usaha yang berbadan hukum tidak bercampur dengan harta pribadi dari pengurus ataupun pendirinya.

Pemisahan antara harta keduanya di sini sangatlah jelas dan telah diatur. Selain itu di dalam akta pendirian pun hal itu juga telah dijelaskan. Sementara itu untuk yang tidak berbadan hukum, harta kekayaan ini tidak memiliki pembatasan yang benar-benar jelas antara harta dari pengurus atau pendiri dengan harta dan kekayaan dari badan usaha yang sedang dikelola dan dijalankan. Dengan tidak adanya pembatasan yang jelas tersebut, tentu kedua jenis harta tersebut akan tercampur.

4. Pertanggung Jawaban

Bentuk badan usaha yang mana disini tidak memiliki badan hukum proses pertanggungjawaban nantinya akan mencakup harta pribadi dari pendiri badan tersebut, dikarenakan memang tidak ada pembatasan yang jelas.

Hal itu tentu berbeda dengan badan usaha yang berbadan hukum karena proses pertanggungjawaban dari pemegang saham atau pendiri hanya sebatas modal saja. Sehingga dengan begitu ketika badan usaha mengalami kepailitan atau tengah berada dalam proses likuidasi, maka harta yang akan dibebaskan nantinya hanya mencakup hal-hal ataupun modal yang telah terdaftar.

Sedangkan untuk badan usaha yang disini tidak memiliki badan hukum, maka proses pembebasan tersebut akan mencakup semua harta pribadinya. Dari segi pertanggung jawaban ini perbedaan badan usaha berbadan hukum dan tidak berbadan hukum juga bisa dijadikan tolak ukur untuk membedakannya.

Temukan lebih banyak konten terkait dengan Pengetahuan Umum atau konten menarik lain di PPPA

Pada saat saya membaca kembali definisi tentang badan usaha, yang saya dapat pada intinya bahwa badan usaha itu adalah sekumpulan orang maupun modal yang melakukan kegiatan usaha secara terus menerus dengan tujuan mendapat keuntungan.

Definisi tersebut serupa dengan definisi dari korporasi. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13/2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi memberikan definisi korporasi sebagaimana definisi badan usaha, dengan penjelasan bahwa yang termasuk korporasi adalah badan usaha berbadan hukum dan juga yang tidak berbadan hukum. Berbadan hukum contohnya Perseroan Terbatas (PT), yayasan dan koperasi. Non-badan hukum contohnya persekutuan perdata, firma (Fa) dan CV.

Kemudian, dikaitkan dengan tindak pidana korporasi, tindak pidana korporasi pada intinya adalah perbuatan melawan hukum pidana yang dilakukan oleh korporasi. Jika digabung dengan definisi korporasi, berarti yang termasuk ke dalam subjek tindak pidana ini tidak hanya PT dan badan hukum lainnya, tapi juga termasuk firma, cv dan persekutuan perdata.

Dalam hal ini terdapat perbedaan antara konsep subjek hukum tindak pidana korporasi sebagaimana diuraikan di atas, dengan konsep subjek hukum menurut doktrin.

Dalam ilmu hukum (khususnya hukum perdata) subjek hukum dikenal ada dua yaitu orang perseorangan (naturlijk persoon) dan badan hukum (rechtpersoon)

Sesungguhnya jika merujuk pada definisi rechtpersoon menurut ahli, rechtpersoon adalah badan hukum. Yaitu subjek hukum yang bukan manusia dan mampu mengemban hak dan kewajiban hukum serta dapat menuntut dan dituntut.

Sedangkan rechtpersoon padanan kata dalam bahasa inggrisnya adalah legal entity. Legal entity jika diartikan adalah badan hukum.

Dari sini, definisi rechtpersoon hanya merujuk pada badan hukum. Secara a contrario, artinya non-badan hukum bukan subjek hukum? Lalu bagaimana jika sebuah perikatan perdata dilakukan dengan firma misalnya? Sementara firma bukanlah badan hukum.

Dalam hukum pidana, subjek hukum pidana adalah orang (individual). Sifat sanksi pidana pokok yang merupakan pidana badan membuat konsep awal subjek hukum pidana adalah orang saja. Lalu dengan adanya Perma 13/2016 ditegaskan bahwa korporasi pun dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Walau tentunya bukan pidana badan.

Dalam uraian tersebut, saya melihat terdapat perbedaan-perbedaan konsep subjek hukum. Dalam perdata, subjek hukum adalah orang perseorangan dan badan hukum (berarti non-badan hukum bukan subjek hukum?). Dalam pidana, subjek hukum adalah orang perseorangan. Dalam tindak pidana korporasi, secara khusus diatur bahwa subjek hukumnya adalah tidak hanya orang, tapi juga korporasi (artinya mencakup badan hukum DAN tidak berbadan hukum).

Lalu bagaimana nantinya dalam penerapan? Kembali kepada prinsip dan asas. Hukum memiliki asas lex speciali derogate legi generali yaitu aturan yang khusus mengesampingkan aturan yang umum. Konsekwensinya, untuk tindak pidana korporasi, badan usaha tidak berbadan hukum juga merupakan subjek hukum dan dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana.

Hal ini memerlukan analisis lebih lanjut tentang konsekwensi-konsekwensi lainnya. Misalnya tentang kaitan konsep subjek hukum dalam tindak pidana korporasi dibandingkan dengan subjek hukum dalam perikatan perdata, kaitannya dengan pemisahan harta pada badan usaha berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. Karena sengketa perdata terkait badan usaha, juga pertanggungjawaban pidana sebuah korporasi dalam tindak pidana korporasi, akan bermuara pada kewajiban pembayaran ganti rugi/denda.

date_range Monday, April 12, 2021

share

  • link Link
  • facebookkFacebook
  • flutter_dash Twitter

SECARA umum, pembagian badan usaha dalam melakukan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu: badan usaha berbadan hukum dan badan usaha tidak berbadan hukum.

Badan usaha berbadan hukum misalnya antara lain: perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan usaha milik Negara, perseroan, perseroan terbuka, dan perum. 

Adapun badan usaha tidak berbadan hukum antara lain usaha perseorangan, persekutuan perdata (maatschap), firma, persekutuan komanditer (CV).

Relevansi pembagian 2 (dua) kelompok tersebut perlu diketahui dalam kaitan pengenalan mengenai kewajiban dan tanggung jawab pendiri/pemegang saham. Pengelompokan kedua badan usaha tersebut dapat dilihat dengan perbedaan yang cukup signifikan.

Pertama, subyek dan permodalan. Sejak pendiriannya disahkan, maka subyek hukum badan usaha berbadan hukum itu adalah dia sendiri sebagai personifikasi orang sebagai badan hukum. 

Oleh karenanya, dia sendiri telah diakui sebagai badan hukum terpisah dari pendiri/pemegang saham. Dalam melakukan perbuatannya, badan usaha berbadan hukum diwakilkan oleh pengurus/direksi yang ditunjuk sesuai dengan akta pendirian/anggaran dasar.

Sedangkan, subyek hukum dalam badan usaha tidak berbadan hukum melekat pada pendiri atau pengurusnya, dengan demikian badan usaha tersebut bukan merupakan subyek hukum yang berdiri sendiri di luar pendiri/pengurus. 

Dalam melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, badan usaha tidak berbadan hukum diwakilkan oleh pendiri yang sekaligus juga bertindak sebagai pengurus.

Badan usaha berbadan hukum ini mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan badan usaha tidak berbadan hukum tidak. 

Konsekuensi hukumnya, pihak ketiga yang mempunyai perikatan hanya dapat menuntut pendiri/atau pengurusnya, dan bukan badan usahanya selayaknya pada badan usaha berbadan hukum.

Mengenai harta (permodalan) pada badan usaha berbadan hukum terpisah dari kekayaan para pendiri/pengurus, sementara harta kekayaan dalam badan usaha tidak berbadan hukum bercampur dengan harta/kekayaan pendiri/pengurus. 


Lihat Money Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA