Apakah di era reformasi pelaksanaan demokrasi sudah lebih baik dibanding masa sebelumnya jelaskan

SISTEM demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini dinilai berjalan dengan baik. Hal itu tercermin dari hasil survei nasional 'Kinerja Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin dan Ciobvid-19 di Indonesia' yang dilakukan lembaga survei Indo Barometer pada 10–17 Oktober 2020.

Dari survei yang dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden dan margin of error sebesar ± 2,83% dengan tingkat kepercayaan 95% tersebut menunjukkan 56.4% publik merasakan puas dengan jalannya demokrasi di Indonesia saat ini. Sedangkan yang merasa tidak puas sebesar 37,3% dan yang tidak tidak tahu/tidak jawab 6.3%.

Ada lima alasan publik puas terhadap sistem demokrasi di Indonesia  saat ini. Pertama, kebebasn memiliki pemimpin (35.9%), melahirkan pemimpin sesuai keinginan masyarakat (16.0%), sesuai dengan hati  nurani (8%), sistem demokrasi terlaksana dengan aman (5.8%), serta adanya perubahan yang lebih baik (5.3%).

Sedangkan alasan ketidakpuasan publik atas demokrasi yang berjalan saat ini adalah kebijakan pemimpin hanya untuk golongan tertentu  (30.6%), demokrasi berjalan belum sepenuhnya (16.1%), pelaksanaan  demokrasi kurang sehat (15.2%), keadaan ekonomi yang belum berubah (9.8%), dan banyak yang korupsi (9.4%).

Hasil survei juga menunjukkan 77,9% publik setuju bahwa demokrasi walaupun tidak sempurna adalah sistem pemerintahan terbaik untuk Indonesia saat ini dibandingkan sistem lainnya. Sistem demokrasi dinilai menjadi sistem pemerintahan terbaik untuk Indonesia karena dengan sistem ini rakyat bebas mengeluarkan pendapat, bebas memilih pemimpin, sesuai dengan hati nurani sistem demokrasi bersifat  terbuka, serta bebas memilih wakil rakyat.

Hanya 11,1% respoden yang menyatakan tidak setuju sistem demokrasi diterapkan di Indonesia. Terdapay lima alasan publik tidak setuju bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik saat ini yaitu kurang berpihak ke rakyat kecil, politik kurang sehat,demokrasi berjalan belum sepenuhnya, pelaksanaan demokrasi belum maksimal, dan hanya menguntungkan golongan tertentu. (RO/R-1)

Apakah di era reformasi pelaksanaan demokrasi sudah lebih baik dibanding masa sebelumnya jelaskan


Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa perkembangan demokrasi di Indonesia tidak terlalu buruk. Pasalnya, indeks persepsi demokrasi Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan.

“Perkembangan demokrasi kita tidak jelek-jelek banget. Pada tahun 2017, indeks persepsi demokrasi kita 72,18, pada tahun 2018 itu 72,39, naik. Mudah-mudahan tahun 2019 pemilu kemarin juga naik dan yang akan datang,” ujar Menko Polhukam Mahfud MD saat menjadi pembicara dalam Peluncuran Program Pilkada “Pemilu Rakyat 2020” di Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Untuk itu, Menko Pohukam mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga agar meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Meskipun, diakui, kadangkala banyak pihak yang marah dengan menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia kebablasan, kampungan, dan kriminal.

“Ternyata indeksnya itu 72,39, cukup, tidak jelek, meskipun belum bagus benar. Kita usahakan indeks demokrasi kita akan naik, tentu tidak cukup hanya dengan Pilkada dan sebagainya,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam bercerita mengenai proses demokrasi Indonesia sejak masa Orde Baru hingga Reformasi. Pada saat Orde Baru, Pilkada dilaksanakan melalui pemilihan langsung oleh DPRD. Namun karena prosesnya dinilai tidak baik, rawan terhadap politik uang, maka diubah menjadi pemilihan langsung oleh rakyat.

“Bagaimana pun kita harus laksanakan pemilu rakyat dengan sebaik-baiknya. Peran media massa sangat besar bagi pemilu berkualitas, peran pengawas pemilu Bawaslu, penyelenggara pemilu, Polri, dan TNI. Pilkada itu masuk bagian dari pemilu,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.

Apakah di era reformasi pelaksanaan demokrasi sudah lebih baik dibanding masa sebelumnya jelaskan

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa dalam penyusunan deklarasi berjumlah 52 paragraf tersebut, penyikapan perang di Ukraina merupakan hal Selengkapnya

Apakah di era reformasi pelaksanaan demokrasi sudah lebih baik dibanding masa sebelumnya jelaskan

Wapres meminta KAHMI untuk bersama-sama menjaga keislaman, keindonesiaan, serta keumatan. Selengkapnya

Apakah di era reformasi pelaksanaan demokrasi sudah lebih baik dibanding masa sebelumnya jelaskan

Wapres mencontohkan kiprah strategis ilmuwan selama mengatasi pandemi Covid-19. Selengkapnya

Apakah di era reformasi pelaksanaan demokrasi sudah lebih baik dibanding masa sebelumnya jelaskan

Hal tersebut disampaikannya saat melakukan pertemuan bilateral di The Apurva Kempinski, Senin (14/11/2022). Selengkapnya

Cari soal sekolah lainnya

KOMPAS.com - Pelaksanaan demokrasi di era reformasi (1998-sekarang) ditandai dengan lengsernya Soeharto setelah menjadi presiden selama 32 tahun.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, kepemimpinan nasional segera beralih dari Soeharto ke BJ Habibie yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden.

Beralihnya pemerintahan ke BJ Habibie sebagai Presiden ke-3 Republik Indonesia dinilai sebagai jalan baru demi terbukanya proses demokrasi di Indonesia.

Demokrasi Indonesia periode reformasi

Presiden BJ Habibie meletakkan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan demokrasi Indonesia pada masa selanjutnya.

Habibie menghapus berbagai kekangan demokrasi yang berlaku di era Soeharto. 

Dalam masa pemerintahan Presiden BJ Habibie muncul beberapa indikator pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Salah satunya, pada era reformasi diberikan ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan.

Di era Orde Baru, pembredelan atau pencabutan surat izin usaha pers kerap dilakukan apabila tidak sejalan dengan pemerintah.

Kemudian di era reformasi, sistem multipartai diberlakukan. Ini terlihat pada Pemilihan Umum 1999.

Habibie sebagai Presiden RI membuka kesempatan pada rakyat untuk berserikat dan berkumpul sesuai ideologi dan aspirasi politiknya.

Baca juga: Bukti Normatif dan Empirik Indonesia Negara Demokrasi

Demokrasi yang diterapkan di Indonesia pada era reformasi ini adalah Demokrasi Pancasila.

Dengan karakteristik berbeda dari Orde Baru dan sedikit mirip dengan Demokrasi Parlementer 1950-1959.

Kondisi demokrasi Indonesia periode reformasi dinilai sedang menuju sebuah kesempurnaan.

Warga negara bertugas mengawal demokrasi agar dapat teraplikasikan dalam aspek kehidupan.

Berikut ini karakteristik demokrasi pada periode reformasi:

  1. Pemilu lebih demokratis
  2. Rotasi kekuasaan dari pemerintah pusat hingga daerah
  3. Pola rekrutmen politik terbuka
  4. Hak-hak dasar warga negara terjamin

Berikut ini penjelasannya:

Baca juga: Penyebab Kegagalan Demokrasi Parlementer

Pemilu lebih demokratis

Pemilu yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari sebelumnya. Sistem Pemilu terus berkembang memberikan jalan bagi rakyat untuk menggunakan hak politik dalam Pemilu.

Puncaknya pada 2004 rakyat bisa langsung memilih wakilnya di lembaga legislatif serta presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung.

Pada 2005 kepala daerah pun (gubernur dan bupati atau wali kota) dipilih langsung oleh rakyat.

Rotasi kekuasaan dari pemerintah pusat hingga daerah

Rotasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada tingkat desa. Presiden dan kepala daerah hanya bisa menjabat maksimal dua periode.

Pola rekrutmen politik terbuka

Rekrutmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka. Setiap warga negara yang mampu dan memenuhi syarat dapat menduduki jabatan politik tanpa diskriminasi.

Hak-hak dasar warga negara terjamin

Sebagian besar hak dasar rakyat bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat, berserikat, kebebasan pers, dan sebagainya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Cari soal sekolah lainnya

“Yang jelas bahwa kalau kita lihat kedepan, mulai dari reformasi yang paling akar, reformasi konstitusi berjalan terus. Bahkan sekarang mau dilakukan amandemen lagi, kata Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di Istana Negara, Senin (21/5) sore.  

“Kalau kita lihat struktur kekuasan Indonesia sebelum reformasi, yaitu terpusatnya kekuasaan baik secara vertikal maupun horisontal, semua sudah kita lakukan reformasi,� ujar Andi kepada wartawan. “Secara vertikal dengan otonomi daerah maka kekuasaan tidak ada lagi yang terpusat dalam satu lapisan pemerintahan. Secara horisontal, cabang-cabang pemerintahan sekarang ini kekuasaannya tersebar, baik itu trias politika dalam konteks eksekutif maupun legislatif dan yudikatif,� jelasnya.

Bahkan, lanjut Andi, ada komisi-komisi tambahan yaitu auxilliary agencies. "Apakah itu Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian, Komisi Komnas HAM, dan segala macam komisi yang lainnya. Nah itu memperlihatkan bagaimana dalam konteks kelembagaan reformasi, bisa kita lihat sekarang ini lembaga-lembaga reformasi dari segi institusinya semakin lama semakin menjadi lebih kuat,� terang Andi. “Dari sisi hukum misalnya, tidak ada orang yang bisa kebal hukum. Apakah pejabat negara sampai pengusaha. Pemberantasan korupsi sudah menjadi tren dimana-mana. Ini merupakan bagian dari usaha untuk melakukan reformasi,� tambahnya.

“Dalam bidang ekonomi, kita lihat parameter makro ekonomi makin lama makin kuat. Bahkan hari ini kita baca di koran bahwa cadangan devisa kita sudah melampaui 5 milyar dollar AS. Sektor riil terus menerus kita jalankan, pertumbuhan 6 persen, inflasi makin lama makin kecil, bunga kredit juga makin lama makin turun. Dari sisi reformasi birokrasi juga akan terus kita jalankan, baik itu dalam konteks profesionalisme birokrasi, birokarsi yang netral dalam politik, juga bagaimana birokarsi yang kesejahteraannya makin lama makin baik,� terang Andi.

“Gaji pegawai negeri kita minimum sudah di atas Rp 1 juta yang paling rendah. Targetnya sampai 2009 mudah-mudahan bisa kita naikkan sampai Rp 2 juta minimum untuk remunerasinya,� kata Andi. “Termasuk reformasi TNI/Polri. Bisa kita lihat sekarang bedanya dalam konteks hubungan negara dengan rakyat, sekarang aparatur negara TNI/Polri benar-benar lebih professional lagi. Tidak pernah terdengar lagi penculikan-penculikan, petrus atau sejenisnya. Semuanya diatur dalam sistem hukum kita. Jadi kalau kita lihat masih banyak yang sudah kita lakukan,� terangnya.

Menurut Andi, masih banyak pekerjaan rumah lama yang masih perlu dikerjakan. “Yang paling dekat adalah kasus munir, kasus Trisakti, Semanggi. Ini adalah PR yang masih tersisa yang terus menerus kita lakukan. Presiden meminta terus menerus untuk diselesaikan. Presiden meminta laporan dari Kapolri maupun Jaksa Agung tentang perkembangan penyelidikannya, “ ujar Andi.

“Korupsi masa lalu juga sesuatu yang tidak mudah untuk diungkapkan, tetapi korupsi yang akan terjadi pasti sudah kita cegah. Korupsi yang sedang berlangsung harus kita hentikan. Reformasi menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya,� tegas Andi.

Sedangkan mengenai hubungan antara Presiden SBY dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, menurut Andi adalah hubungan yang paling mesra dalam sejarah RI tentang hubungan Presiden dengan Wapres. “Presiden Soekarno dan Wapres Mohamad Hatta putus di tengah jalan. Bung Hatta mengundurkan diri. Setelah itu demokrasi terpimpin, Soekarno sendirian tanpa Wapres. Masuk jaman Orde Baru, kita semua tahu bahwa Wapres hanya pelengkap saja. Kemudian masuk jaman reformasi, Presidennya Habibie, tidak punya Wapres. Jaman Gus Dur dengan Wapres Megawati putus di tengah jalan. Lalu ada Presiden Megawati dan Wapres Hamzah Haz. Sekarang Presiden SBY dan Wapres JK adalah yang paling mesra,� terang Andi.

Mengenai permasalahan awal dari otonomi daerah, Andi mengakui bahwa ada persoalan yaitu ketika daerah diberikan kewenangan yang luas, ada ketidaksiapan di beberapa daerah. “Sekarang ini kita sampai pada tahap pemantapan otonomi daerah yaitu ketika kita memperkuat kapasitas daerah, yang good governancenya diperkuat dalam arti termasuk menghukum kepala daerah yang melakukan korupsi. Sampai sekarang Presiden SBY sudah mengeluarkan hampir seratus surat ijin untuk memeriksa kepala daerah yang diduga korupsi,� tandas Andi.

Sumber :
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/05/21/1855.html