Apakah jenis manusia purba yang ditemukan oleh Ter Haar?

Kompas.com, 28 Juni 2021, 09:00 WIB

Lihat Foto

Tropenmuseum

Gustav Heinrich Ralph von Koeningswald meneliti fosil tengkorak anak-anak yang ditemukannya di Jawa pada tahun 1938.

KOMPAS.com - Penelitian manusia purba di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19.

Penelitian terhadap fosil manusia purba di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Eugene Dubois.

Keberhasilannya menemukan fosil tengkorak di Trinil pada 1890 menjadi bagian penting dalam sejarah paleoantropologi.

Peristiwa ini sekaligus mengawali serangkaian penelitian fosil manusia purba di Indonesia.

Berikut ini akan dijabarkan tentang tokoh peneliti, lokasi, dan penemuan manusia purba di Indonesia.

1. Eugene Dubois

Penelitian manusia purba di Indonesia dipelopori oleh Eugene Dubois, seorang paleoantropologi berkebangsaan Belanda.

Eugene Dubois bertolak ke Indonesia pada pertengahan 1880-an untuk mengejar obsesinya dalam mencari fosil manusia purba.

Pada 1889, ia mendapat kiriman sebuah fosil tengkorak yang ditemukan di Wajak, Tulung Agung, dari B.D Van Reitschotten.

Fosil tersebut kemudian diteliti oleh Eugene Dubois dan dinamai Homo wajakensis.

Halaman Selanjutnya

Setelah itu, Eugene Dubois melanjutkan…

perbedaan antara Dimensi Informatif dan Dimensi relasional dalam pengukuran audit komunikasi!, berikan contohnya masing masing !

perbedaan antara Dimensi Informatif dan Dimensi relasional dalam pengukuran audit komunikasi!, berikan contohnya masing masing !

jelaskan perbedaan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan program audit komunikasi?? pliss yg tau

sebutkan nama pahlawan islam wanita dari aceh!​

Q. Idhul Adha1.Siapa Nama anak Ibrahim yang ingin di sembelih?..2. sebutkan nama anak Ibrahim?...nt: Selamat Hari Idhul Adha <( ̄︶ ̄)>maafin saya … Klo ada salah ya...​

ulama asal turki yang mempunyai gelar "keajaiban pada zamannya" adalah​

berikan contoh dari tujuan audit komunikasi ? tolong jawab terima kasih

teka teki mos minuman ikut​

teka teki mos Snack bopeng​

pemikiran kuno tentang hujan es​

Ngandong merupakan nama sebuah Dusun di tepi sungai Bengawan Solo, tepatnya di Kecamatan Kradenan. Letaknya jauh di pedalaman di tengah-tengah hutan jati ini, menjadi dikenal para ilmuwan berkat penemuan fosil-fosil manusia purba. Bermula pada tahun 1931, ketika Ter Haar mengadakan pemetaan di daerah ini, pada suatu lekukan Bengawan Solo menemukan endapan teras yang mengandung fosil-fosil vertebrata. Pada tahun itu juga ia mengadakan penggalian pada salah satu teras yang berada 20 cm di atas aliran sungai sekarang dan menemukan 2 buah atap tengkorak manusia purba. Penggalian yang berlangsung hingga Desember 1993 bersama-sama Oppenoorth dan Von Koenigswald menemukan beberapa atap tengkorak lainnya hingga akhirnya mencapai 11 tengkorak manusia, sebuah pecahan parietal, dan 5 buah tulang infra-tengkorak (termasuk 2 tibia). Temuan ini kemudian dideskripsikan oleh Oppenoorth sebagai Homo Soloensis. Tengkorak Homo Soloensis Ngandong berukuran besar dengan volume otak rata-rata 1.100 cc, ciri yang lebih berevolusi dibandingkan dengan Homo Erectus dari Sangiran maupun Trinil. Ciri yang lebih maju juga ditunjukkan oleh bentuk atap tengkorak yang lebih bundar dan lebih tinggi. Dengan demikian otak Manusia Ngandong lebih berkembang dibandingkan kelompok yang pernah ditemukan di Sangiran. Apabila dikaitkan dengan 3 tingkat evolusi yang pernah terjadi di Indonesia, posisi Homo Erectus Ngandong berada pada bagian paling akhir, sehingga tengkorak-tengkorak tersebut merupakan tengkorak Homo Erectus yang paling berevolusi dan paling maju. Selain fosil tengkorak manusia di Ngandong juga ditemukan sejumlah besar fosil mamalia. Kumpulan fauna mamalianya sangat banyak dan beberapa di antaranya merupakan bukti dari fauna yang pernah hidup di lingkungan vegetasi yang sangat terbuka. Hal ini menggambarkan iklim yang lenih kering atau mungkin lebih dingin dari keadaan sekarang.

Suara.com - Bagi Anda pecinta mata pelajaran Sejarah, topik tentang jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia pasti sangat menarik untuk disimak.

Manusia purba adalah manusia yang hidup pada ribuan tahun bahkan sampai jutaan tahun lalu di permukaan bumi. Manusia purba juga memiliki banyak suku dan ras. Selain itu, manusia purba juga hidup nomaden atau berpindah tempat dari satu tempat ke tempat yang lain.

Di Indonesia, terdapat sejumlah penemuan fosil manusia purba yang tercatat dalam sejarah. Adapun lokasi penemuan fosil tersebut tersebar di berbagai daerah, seperti di Trinil, Solo, hingga Flores.

Penasaran dengan jenis manusia purba apa saja yang ditemukan di Indonesia? Berikut ulasan tentang jenis manusia purba selengkapnya.

Baca Juga: Kronologi Peristiwa Bandung Lautan Api

1.    Meganthropus Paleojavanicus

Fosil jenis manusia purba Meganthropus ditemukan oleh von Koeningswald di Sangiran pada 1936 dan 1941. Saat itu, Koenigswald menemukan fosil rahang manusia berukuran besar. Berdasarkan rekonstruksi, para peneliti kemudian menamakannya Meganthropus Paleojavanicus yang berarti manusia raksasa dari Jawa. Manusia purba ini diperkirakan hidup di zaman Pleistosen awal dengan mengumpulkan makanan berupa tumbuh-tumbuhan sebagai cara bertahan hidup.

2.    Pithecanthropus Mojokertensis

Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan di Mojokerto. Manusia purba ini memiliki badan tegap dengan tinggi 165 – 180 cm. Ciri-ciri Pithecanthropus Mojokertensis adalah tulang kening tebal, menonjol, dan melebar sampai ke pelipis. Adapun isi tengkorak Pithecanthropus Mojokertensis diperkirakan antara 750 – 1300 cc.

3.    Pithecanthropus Erectus

Baca Juga: Sejarah Penemuan dan Ciri-ciri Pithecanthropus Erectus

Jenis manusia purba ini ditemukan oleh Eugene Dubois tahun 1890 di dekat Trinil, sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo. Fosil yang ditemukan saat itu berupa bagian atas tengkorak, tulang rahang, dan tulang kaki. Pithecanthropus Erectus memiliki tinggi badan sekitar 160 – 180 cm. Pada bagian belakang kepala, Pithecanthropus Erectus mempunyai bentuk yang lebih menonjol. Manusia purba ini mempunyai volume otak sekitar 900 cc dengan bentuk wajah yang hampir menyerupai monyet.

tirto.id - Banyak bukti jejak kehidupan prasejarah di Indonesia diketahui melalui penemuan fosil manusia purba maupun hewan vertebrata. Temuan-temuan di Indonesia tersebut memberikan sumbangan besar untuk kemajuan ilmu paleontologi dan paleoantropologi di dunia.

Fosil kerangka hewan vertebrata dan manusia purba selama ini ditemukan menyebar di berbagai wilayah Indonesia. Namun, paling banyak memang ditemukan di Pulau Jawa.

Penelitian fosil manusia purba di Indonesia pertama kali dilakukan oleh B.D van Reitschotten pada tahun 1890 saat ia menemukan tengkorak manusia di daerah Wajak. Riset tentang manusia purba di Indonesia lantas dilanjutkan oleh Von Voenigswald di antara tahun 1931-1933.

Hingga kini, fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu meganthropus paleojavanicus, pithecanthropus, dan homo.

Di wilayah Jawa, contoh temuan sisa kehidupan prasejarah yang paling populer ialah fosil manusia purba jenis Homo Erectus Sangiran 17 dan Homo Erectus Skull IX yang berada di Desa Pucung dan Desa Tanjung, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Dikutip dari laman ITB, fosil tertua ditemukan pada formasi Sangiran yang diperkirakan hidup pada masa Plestosen awal [1,8-1,5 juta tahun lalu]. Fosil manusia purba ini diberi nama Paranthropus [Meganthropus] Paleojavanicus.

Kemudian, fosil manusia purba yang diperkirakan hidup pada era Plestosen tengah [1 juta-500 ribu tahun lalu] bernama Pitechantropus Erectus. Fosil manusia purba ini ditemukan berada di lapisan Formasi Bapang dan Kabuh di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Selain contoh tersebut, masih banyak lagi temuan fosil di Indonesia. Mengutip keterangan di situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [Kemdikbud], terdapat 8 jenis manusia purba yang fosilnya sudah ditemukan di Indonesia.

Meganthropus Paleojavanicus

Manusia purba ini memiliki ciri rahang tegap bergeraham besar, tulang pipi tebal, kening menjorok ke depan, dengan kepala belakang yang menonjol. Manusia purba jenis ini belum memiliki tulang dagu, dan otot tengkuk cukup kuat.

Fosil Meganthropus Paleojavanicus yang sudah ditemukan berupa gigi, rahang, dan tengkorak. Ia ditemukan pertama kali oleh G.H.R von Koenigswald pada tahun 1936-1941. Fosil Meganthropus Paleojavanicus ditemukan di Sangiran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Meganthropus paleojavanicus berarti manusia purba bertubuh besar dan tertua dari Jawa. Manusia purba ini diperkirakan hidup antara 2,5 juta sampai 1,25 juta tahun yang lalu.

Prof. Sartono Sastromidjojo berpendapat bahwa pada era permulaan masa Plestosen, Pulau Jawa dihuni oleh hominid spesimen Meganthropus paleojavanicus. Pendapat ini merujuk ke temuan Meganthropus yang ditemukan oleh von Koenigswald di awal 1940-an.

Pithecanthropus Mojokertensis

Sesuai namanya, fosil manusia purba jenis Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan di Desa Perning, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Weidenreich dan G.H.R von Koenigswald menemukan fosil manusia purba ini pada tahun 1936. Diperkirakan, Pithecanthropus Mojokertensis hidup pada masa pleistosen awal, tengah, dan akhir, serta menyebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Ciri dari manusia purba ini yaitu tinggi badan sekitar 165-180 cm, tegap, gigi kuat, tulang kening tebal menonjol lalu melebar sampai pelipis, belum punya tulang dagu, ada tulang yang menonjol di kepala belakang, dan volume otaknya diperkirakan 750-1.300 cc.

Pitechantropus Erectus

Fosil manusia purba jenis Pitechantropus Erectus ditemukan di lembah Bengawan Solo, Desa Trinil, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Penemuannya terjadi jauh sebelum fosil di Sangiran ditemukan oleh Koenigswald pada tahun 1934.

Penemunya adalah Eugene Dubois pada tahun 1891. Arti Pitechantropus Erectus adalah manusia kera yang berjalan tegak.

Ekskavasi yang telah dilakukan oleh Eugene Dubois, seorang dokter muda Belanda yang terobsesi untuk mencari mata rantai yang hilang [missing link] antara kera dan manusia, pada lapisan seri Kabuh yang ditoreh oleh aliran Bengawan Solo antara tahun 1890-1892, membawa penemuan ke sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga bagi dunia pengetahuan.

Dalam ekskavasi ini Dubois menemukan sebuah atap tengkorak berbentuk pendek dan memanjang ke belakang dengan volume otak 900-an cc, sebuah femur [tulang paha] kiri yang menunjukkan bahwa pemiliknya telah berjalan tegak, dan sebuah gigi prageraham manusia. Dubois menduga fosil-fosil ini milik dari satu individu yang sama.

Pitechantropus Erectus selama ini dianggap sebagai spesies awal di tahap evolusi manusia. Fosil yang ditemukan Dubois menunjukkan Pitechantropus Erectus memiliki tinggi 160-180 cm, tetapi sedikit lebih kecil dari Pitechantropus Mojokertensis. Rahangnya menonjol ke depan, ada tonjolan kening di dahi, tidak punya dagu, hidung lebar, dan leher tegap, menjadi ciri-cirinya yang lain.

Pithecanthropus Soloensis

Fosil Pithecanthropus Soloensis ditemukan oleh G.H.R von Koenigswald, Ter Haar, dan Oppenoorth di Desa Ngandong, Jawa Tengah. Arti nama Pitechantropus Soloensis adalah manusia kera dari Solo. Ciri-cirinya: tengkorak lonjong tebal, dan padat, serta memiliki rongga mata cukup panjang.

Homo Wajakensis

Fosil manusia purba jenis Homo Wajakensis ditemukan Van Rietschoten pada tahun 1889. Tempat penemuannya di Desa Wajak, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Manusia purba jenis Homo Wajakensis yang ditemukan di Desa Wajak ini adalah yang pertama di Asia. Ciri Homo Wajakensis adalah memiliki tulang tengkorak, rahang atas, dan rahang bawah, serta tulang paha dan tulang kening. Otaknya bervolume sekitar 1.630 cc. Mukanya terlihat datar dan lebar. Selain itu, manusia purba ini memiliki rahang padat dan gigi besar.

Berdasarkan temuan tulang pahanya, postur tubuh Homo Wajakensis laki-laki [W2] mencapai 173 cm. Manusia Wajak hidup antara 40.000-25.000 tahun yang lalu.

Homo Floresiensis

Fosil manusia purba Homo Floresiensis ditemukan di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Ciri-ciri dari Homo Floresiensis adalah memiliki tinggi satu meter, dahi sempit tidak menonjol, tengkorak kecil,dan tulang rahang menonjol.

Fosil Homo Floresiensis ditemukan di sebuah situs gua bukit karst di Flores, Kabupaten Manggarai, NTT, yang bernama Liang Bua. Karena tubuhnya mini, Homo Floresiensis kerap dijuluki manusia hobbit.

Penelitian di situs ini pertama kali dilakukan oleh Theodore Verhoeven, seorang pastor dari Belanda yang mengajar di Seminari Mataloko, Ngada, Flores Tengah. Riset di situs ini lantas dilanjutkan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Penemuan fosil manusia purba Homo Floresiensis terjadi pada 2003 dan sempat menggemparkan dunia arkeologi internasional. Situs Liang Bua diperkirakan berusia 60.000-100.000 tahun, dan alat baru Homo Floresiensis diduga sudah ada sejak 50.000-190.000 tahun yang lalu.

Homo Soloensis

Fosil manusia purba jenis Homo Soloensis ditemukan oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pada tahun 1931-1933 di Desa Sangiran, Kabupaten Sragen. Diperkirakan manusia purba ini hidup pada 300-900 ribu tahun lalu.

Ciri yang terlihat adalah tinggi badan mencapai 210 cm, struktur tulang wajah tidak mirip dengan manusia kera, dan volume otaknya dari 1.000 cc sampai 1.300 cc.

Homo Sapiens

Homo sapiens ini mendapat sebutan manusia cerdas. Volume otaknya mencapai 1.350-1.450 cc. Tinggi badannya antara 130-210 cm, dengan berat badan 30-150 kg. Diperkirakan homo sapiens hidup sejak 25.000-40.000 tahun lalu. Di Indonesia, sudah ada beberapa lokasi situs penemuan fosil homo sapiens.

Homo erectus dan homo sapiens mempunyai morfologi yang berbeda. Kerangka Homo erectus lebih kekar dan kompak daripada Homo sapiens. Ini mengindikasikan, secara fisik, Homo sapiens lebih lemah dibanding Homo erectus.

Namun, biometrik Homo sapiens menunjukkan karakter yang lebih berevolutif dan lebih canggih daripada Homo erectus. Kapasitas otak homo sapiens jauh lebih besar. Segi-segi morfologi dan tingkatan kepurbaannya menunjukkan perbedaan yang nyata di antara dua spesies yang berada dalam satu genus Homo tersebut. Homo sapiens tampil sebagai spesies sangat tangguh dalam beradaptasi dengan iklim dan sekaligus menyebar di dunia dengan cepat.

Sayangnya, kemunculan Homo sapiens sebagai manusia modern di bumi masih jadi perdebatan di ilmu paleoantropologi. Kapan, di mana, dan bagaimana proses transformasi dari Homo erectus ke Homo sapiens belum terjawab secara utuh.

Baca juga:

  • Temuan Manusia Purba di Brebes Bisa Ubah Materi Sejarah di Sekolah
  • Ratusan Jejak Manusia Purba Ditemukan di Afrika

Baca juga artikel terkait MANUSIA PURBA atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
[tirto.id - ica/add]

Penulis: Ilham Choirul Anwar Editor: Addi M Idhom Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA