Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia

Abdullah, Rozali, Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif), Rajawali Pers, Jakarta, 2009

Asshiddiqie, Jimly, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia Pergeseran Keseimbangan antara Individualisme dan Kolektivisme dalam Kebijakan Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi Selama Tiga Masa Demokrasi, 1945-1980- an, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994

-----------------, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, FH.UII Press, Yogyakarta, 2004

Aristoteles, Politik (La Politica), Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris Oleh Benjamin Jowett dan diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia oleh Syamsur Irawan Kharie, Visi Media, Jakarta, 2007

A. Dahl, Robert, Perihal Demokrasi Menjelajahi Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2001

Budiman, Arif Teori Negara Negara, Kekuasaan dan Ideologi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002

Chaidar, Al, Pemilu 1999 Pertarungan Ideologis Partai-partai Islam Versus Partai-partai Sekuler, Islam Kaffah, 1419 H

Hasbi, Artani, Musyawarah & Demokrasi, Analisis Konseptual Aplikatif dalam Lintasan Sejarah Pemikiran Politik Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001

Huda, Ni’matul, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, UII Press, Yogyakarta, 2005

Harun, Refly, Memilih Sistem Pemilu Dalam Periode Transisi, Jurnal Konstitusi, Vol. II, No.1, Juni 2009, Mahkamah Konstitusi dengan Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 2009

J. Prihatmoko, Joko, Mendemokratiskan Pemilu dari Sistem Sampai Elemen Teknis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008

Koirudin, Profil Pemilu 2004, Evaluasi Pelaksanaan, Hasil dan Perubahan Peta Politik Nasional Pasca Pemilu Legislatif 2004, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004

Kelsen, Hans, Teori Umum Hukum dan Negara Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Bee Media Indonesia, Jakarta, 2007

Mulyosudarmo, Soewoto, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi, Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur dan In-Trans, Malang, 2004

Nurtjahjo, Hendra, Filsafat Demokrasi, Bumi Aksara Jakarta, 2006

O. Santoso, Kholid (Ed.), Mencari Demokrasi Gagasan dan Pemikiran, Sega Arsy, Bandung, 2009

Purnama, Eddy, Negara Kedaulatan Rakyat Analisis Terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia dan Perbandingannya dengan Negara-negara Lain, Nusa Media, Malang, 2007

Revitch, Diane & Abigail Thernstrom (ed), Demokrasi Klasik & Modern – Tulisan Tokoh-tokoh Pemikir Ulung Sepanjang Masa, Yayasan Obor Indonesia, Yogyakarta, 2005

Rawls, John, Teori Keadilan Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006

Samidjo, Ilmu Negara, CV. Armico, Bandung, 1986

Sorensen, Georg, Demokrasi dan Demokratisasi Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang Sedang Berubah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003

Strong, C.F., Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Kajian Tentang Sejarah & Bentuk-bentuk Konstitusi Dunia, Penerbit Nuansa dengan Penerbit Nusamedia, Bandung, 2004

Tim Penyusun Naskah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002, Buku VIII Warga Negara dan Penduduk, Hak Asasi Manusia, dan Agama, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008

Risalah Rapat Pansus Rancangan Undang-Undang Tentang Pemilu, Pembahasan DIM Persandingan, Rapat Kerja ke-5 (Rapat ke-17), tanggal 23 September 2002

Risalah Rapat Pansus RUU Tentang Pemilu, Pembahasan DIM Fraksi-fraksi dengan Pemerintah, tanggal 30 Oktober 2002

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 Syamsuddin Haris, Menata Ulang Sistem Pemilu, Harian Kompas, 13 April 2009

Partai Diprediksi Bakal Tak Lolos PT, Harian Kompas, 17 Februari 2009

Kacung Marijan, Pemerintahan Demokratis, Harian Kompas, 23 Februari 2009

Jajak Pendapat Kompas, Membebaskan Dukungan Politik Calon Wakil Rakyat, Harian Kompas, 2 Februari 2009

Suara Rakyat Dihormati, Harian Kompas, 24 Desember 2008

Pemerintah Tidak Pernah Kuat dan Efisien, Harian Kompas, 18 Maret 2009

Kisruh DPT, Siapa Bertanggung Jawab? Harian Kompas, 16 April 2009

Valina Singka, Pelajaran Pemilu Legislatif Menuju Pemilu Presiden, Harian Kompas, 25 Mei 2009

Sistem Perlu Tata Ulang, Harian Kompas, 14 November 2009, hlm. 5 Denny Indrayana, Menegakkan Daulat Rakyat, Kompas, 6 Januari 2009

Ta Legowo, Pradoks DPR 2009-2014, Harian Kompas, 11 Mei 2009

Juanda Nawawi, Demokrasi dan Clean Governance, http://www.resepkita.com forum/popprinter_friendly-.asp?TOPIC_ID=1380, diakses tanggal 1 Januari 2010


Page 2

View or download the full issue PDF

Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
  
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
 
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
 
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
 
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
 
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
 
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia
Apakah Kedaulatan rakyat telah sudah dilaksanakan sepenuhnya di indonesia

(p-ISSN: 1829-7706 e-ISSN: 2548-1657).

Sebagai negara yang merdeka, Indonesia berhak menentukan kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan negaranya atau yang sering disebut dengan istilah kedaulatan, dari awal lahirnya negeri ini pada 17 agustus 1945, Indonesia sudah dinyatakan sebagai negara yang menganut paham kedaulatan rakyat. Bukti tersebut dapat dilihat dari alinea ke-4 pembukaan UUD 1945.

Hanyasaja terdapat perbedaan dalam implementasi kedaulatan rakyat pada masa sebelum UUD 1945 diamandemen dan sesudah UUD 1945 diamandemen.

Sebelum UUD 1945 diamandemen kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen. Sehingga menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

Setelah UUD 1945 diamandemen, kedaulatan rakyat yang dianut di Indonesia berubah cara pelaksanaannya menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sebagaimana pasal 1 ayat (2) UUD 1945 pasca amandemen.

Namun pasca amandemen UUD 1945 ini, mengakibatkan kedaulatan rakyat hanya di simbolkan pada pelaksanaan pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung. Padahal kedaulatan rakyat tidak hanya sebatas pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung saja,

Kedaulatan Rakyat Seharusnya

Dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 pasca amandemen, dikatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” seharusnya Majelis Permusyawaratan Rakyat tetap menjadi lembaga tertinggi negara, karena dalam Undang-Undang Dasar pasca amandemen, tidak ada pasal yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat yang sebelumya sebagai lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara yang setingkat dengan lembaga tinggi negara yang lain.

Apabila kedaulatan rakyat yang sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 pasca amandemen, maka seharusnya MPR tetap menjadi lembaga tinggi negara, namun bukan berarti akan mengulang kembali masa orde baru.

Karena pada masa orde baru, UUD belum diamandemen, dan dalam UUD sebelum amandemen tersebut disebutkan bahwa MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya, dan MPR berhak memilih presiden dan wakilnya berdasarkan suara terbanyak di MPR. Maka pada saat sebelum diamandemennya UUD 1945, dikatakan bahwa presiden merupakan mandataris MPR, karena dipilih oleh MPR.

Dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa “kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Apabila benar bangsa Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dan kedaulatan rakyat tersebut dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, maka seharusnya MPR tetap menjadi lembaga tertinggi negara.

Karena kata permusyawaratan/perwakilan yang terdapat dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 tersebut, hanya tersemat pada lembaga negara yang bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Walaupun MPR menjadi lembaga tertinggi negara, tidak akan menimbulkan situasi politik seperti pada masa orde baru. Karena kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, bukan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Maka keadaan pada masa orde baru tidak akan terulang apabila saat ini MPR menjadi lembaga tertinggi negara lagi, selama aturan yang ada pada UUD tetap seperti UUD yang ada saat ini.

Bukan Hanya Pemilu

Negeri yang katanya menganut kedaulatan rakyat, yang katanya rakyat menjadi pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia, yang katanya berhak memilih presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan secara langsung, hanya diwajibkan untuk memenuhi kewajibannya kepada negara, yaitu ikut serta dalam pelaksanaan pemilihan umum.

Jika hanya karena melaksanakan pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung dapat dikatakan sudah melaksanakan kedaulatan rakyat, maka apabedanya kedaulatan rakyat yang dianut di Indonesia, dengan kedaulatan negara seperti yang dianut Korea Utara.

Korea Utarapun sebagai negara melaksanakan pemilihan umum presiden, namun pelaksanaan pemilihan umum tersebut hanya sebagai cara untuk mengkontrol rakyatnya, jika rakyat tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum, maka dapat dikatakan pengkhianat negara.

Indonesia adalah negara yang menganut kedaulatan rakyat, yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, seharusnya bukan hanya diwajibkan untuk memilih pemimpin saja, akantetapi seharusnya mendapatkan laporan pertanggung jawaban tentang apasaja yang telah dilakukan dan dicapai oleh presiden yang dipilih oleh seluruh rakyat dalam pemilihan umum. Karena pertanggung jawaban presiden dan wakil presiden merupakan hak rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Dan karena rakyat indonesia yang begitu banyak, mulai dari sabang sampai merauke. Dapat dipastikan orang sabang tidak akan tahu secara detail tentang pencapaian apa saja yang diraih oleh presiden di daerah papua, dan begitupun sebaliknya, masyarakat papua tidak akan mengetahui secara banyak apa saja pencapaian yang diraih oleh presiden di Indonesia bagian barat dan tengah.

Ada yang berpendapat bahwa pasca reformasi, presiden dan wakil presiden tidak perlu melakukan laporan pertanggung jawaban jabatan di MPR, karena saat ini presiden bukan menjadi mandataris MPR. Adapun yang berpendapat apabila presiden terpilih kembali dalam pemilu berikutnya, maka laporan pertaanggung jawaban presiden tersebut diterima oleh masyarakat Indonesia.

Kedua anggapan tersebut sebenarnya adalah anggapan yang merugikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia. Karena rakyat tidak tahu secara penuh pencapaian tersebut. Karena rakyat hanya tahu dari media saja belum tentu terbukti keabsahan pencapaian tersebut.

Maka alangkah baiknya apabila laporan pertanggung jawaban presiden tersebut dilaksanakan dalam sebuah lembaga negara, dan lembaga negara tersebut harus lembaga yang merepresentasikan rakyat, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat. Bukan hanya dari hasil pemilihan umum selanjutnya dan pemberitaan media saja.


Lihat Catatan Selengkapnya


Page 2

Sebagai negara yang merdeka, Indonesia berhak menentukan kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan negaranya atau yang sering disebut dengan istilah kedaulatan, dari awal lahirnya negeri ini pada 17 agustus 1945, Indonesia sudah dinyatakan sebagai negara yang menganut paham kedaulatan rakyat. Bukti tersebut dapat dilihat dari alinea ke-4 pembukaan UUD 1945.

Hanyasaja terdapat perbedaan dalam implementasi kedaulatan rakyat pada masa sebelum UUD 1945 diamandemen dan sesudah UUD 1945 diamandemen.

Sebelum UUD 1945 diamandemen kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen. Sehingga menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

Setelah UUD 1945 diamandemen, kedaulatan rakyat yang dianut di Indonesia berubah cara pelaksanaannya menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sebagaimana pasal 1 ayat (2) UUD 1945 pasca amandemen.

Namun pasca amandemen UUD 1945 ini, mengakibatkan kedaulatan rakyat hanya di simbolkan pada pelaksanaan pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung. Padahal kedaulatan rakyat tidak hanya sebatas pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung saja,

Kedaulatan Rakyat Seharusnya

Dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 pasca amandemen, dikatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” seharusnya Majelis Permusyawaratan Rakyat tetap menjadi lembaga tertinggi negara, karena dalam Undang-Undang Dasar pasca amandemen, tidak ada pasal yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat yang sebelumya sebagai lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara yang setingkat dengan lembaga tinggi negara yang lain.

Apabila kedaulatan rakyat yang sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 pasca amandemen, maka seharusnya MPR tetap menjadi lembaga tinggi negara, namun bukan berarti akan mengulang kembali masa orde baru.

Karena pada masa orde baru, UUD belum diamandemen, dan dalam UUD sebelum amandemen tersebut disebutkan bahwa MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya, dan MPR berhak memilih presiden dan wakilnya berdasarkan suara terbanyak di MPR. Maka pada saat sebelum diamandemennya UUD 1945, dikatakan bahwa presiden merupakan mandataris MPR, karena dipilih oleh MPR.

Dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa “kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Apabila benar bangsa Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dan kedaulatan rakyat tersebut dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, maka seharusnya MPR tetap menjadi lembaga tertinggi negara.

Karena kata permusyawaratan/perwakilan yang terdapat dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 tersebut, hanya tersemat pada lembaga negara yang bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Walaupun MPR menjadi lembaga tertinggi negara, tidak akan menimbulkan situasi politik seperti pada masa orde baru. Karena kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, bukan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Maka keadaan pada masa orde baru tidak akan terulang apabila saat ini MPR menjadi lembaga tertinggi negara lagi, selama aturan yang ada pada UUD tetap seperti UUD yang ada saat ini.

Bukan Hanya Pemilu

Negeri yang katanya menganut kedaulatan rakyat, yang katanya rakyat menjadi pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia, yang katanya berhak memilih presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan secara langsung, hanya diwajibkan untuk memenuhi kewajibannya kepada negara, yaitu ikut serta dalam pelaksanaan pemilihan umum.

Jika hanya karena melaksanakan pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung dapat dikatakan sudah melaksanakan kedaulatan rakyat, maka apabedanya kedaulatan rakyat yang dianut di Indonesia, dengan kedaulatan negara seperti yang dianut Korea Utara.

Korea Utarapun sebagai negara melaksanakan pemilihan umum presiden, namun pelaksanaan pemilihan umum tersebut hanya sebagai cara untuk mengkontrol rakyatnya, jika rakyat tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum, maka dapat dikatakan pengkhianat negara.

Indonesia adalah negara yang menganut kedaulatan rakyat, yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, seharusnya bukan hanya diwajibkan untuk memilih pemimpin saja, akantetapi seharusnya mendapatkan laporan pertanggung jawaban tentang apasaja yang telah dilakukan dan dicapai oleh presiden yang dipilih oleh seluruh rakyat dalam pemilihan umum. Karena pertanggung jawaban presiden dan wakil presiden merupakan hak rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Dan karena rakyat indonesia yang begitu banyak, mulai dari sabang sampai merauke. Dapat dipastikan orang sabang tidak akan tahu secara detail tentang pencapaian apa saja yang diraih oleh presiden di daerah papua, dan begitupun sebaliknya, masyarakat papua tidak akan mengetahui secara banyak apa saja pencapaian yang diraih oleh presiden di Indonesia bagian barat dan tengah.

Ada yang berpendapat bahwa pasca reformasi, presiden dan wakil presiden tidak perlu melakukan laporan pertanggung jawaban jabatan di MPR, karena saat ini presiden bukan menjadi mandataris MPR. Adapun yang berpendapat apabila presiden terpilih kembali dalam pemilu berikutnya, maka laporan pertaanggung jawaban presiden tersebut diterima oleh masyarakat Indonesia.

Kedua anggapan tersebut sebenarnya adalah anggapan yang merugikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia. Karena rakyat tidak tahu secara penuh pencapaian tersebut. Karena rakyat hanya tahu dari media saja belum tentu terbukti keabsahan pencapaian tersebut.

Maka alangkah baiknya apabila laporan pertanggung jawaban presiden tersebut dilaksanakan dalam sebuah lembaga negara, dan lembaga negara tersebut harus lembaga yang merepresentasikan rakyat, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat. Bukan hanya dari hasil pemilihan umum selanjutnya dan pemberitaan media saja.


Lihat Catatan Selengkapnya