Apakah penyebab terbentuknya koneksi antara kebutuhan dan respon dengan tingkah laku

Apakah penyebab terbentuknya koneksi antara kebutuhan dan respon dengan tingkah laku

Apakah penyebab terbentuknya koneksi antara kebutuhan dan respon dengan tingkah laku
Lihat Foto

freepik.com/vectorjuice

Ilustrasi teori perilaku manusia

KOMPAS.com - Perilaku manusia adalah suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subyek tersebut.

Berdasarkan buku Psikologi untuk Keperawatan (2002) oleh Sunaryo, perilaku manusia hakekatnya ,erupakan proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup.

Perilaku manusia timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung atau tidak langsung.

Teori perilaku manusia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat empat determinan seseorang dalam berperilaku, yaitu:

Baca juga: Perilaku Manusia dan Ciri-Cirinya

Teori S-O-R

Teori ini menyatakan bahwa adanya sebuah reaksi atay respon karena adanya stimulan atau rangsangan terhadap manusia. Proses perubahan perilaku ini menggambarkan proses belajar paa individu, teridiri dari:

  1. Stimulus, diterima atau tidaknya stimulus emnandakan efektif dan tidaknyanya rangsangan untuk menimbulkan suatu respons.
  2. Apabila stimulus mendapat perhatian maka diterima secara efektif, dapat dimengerti, menarik, dan kemudian membawa individu ini untuk melakukan sebuah tindakan.
  3. Dari stimulus yang direspon individu akhirnya terhjadi sebuah perubahan perilaku.

Teori Snehandu B. Kar

Dalam buku Pengantar Psikologi untuk Kebidanan (2021) Puspita Puji Rahayu dan kawan-kawan, perilaku yang ada pada individu merupakan fungsi dari:

  1. Dukungan sosial dari lingkungan atau masyarakat sejitar
  2. Niat seseorang untuk bertindak
  3. Fasilitas kesehatan
  4. Otonomi pribadi
  5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak

Baca juga: Contoh Sikap Tanggung Jawab dalam Keluarga

Teori dukungan sosial

Meurpakan sebuah dukungan atau bantuan berupa informasi, saran, tindakan tingkah laku yang nyata dari lingkungan sosial.

Dukungan sosial mengacu pada memebrikan kenyamanan pada orang lain atau menghargainya. Selain itu dukungan sosial adalah adnaya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan kepada individu lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial meliputi:

  1. Kebutuhan fisik, berupa sandang, pangan, dan papan
  2. Kebutuhan sosial, orang yang mudah bersosialisasi dengan lingkungannya.
  3. Kebutuhan psikis, ketika seseorang sedang dalam masalah tentu akan membutuhkan dukungan, motivasi, dan solusi dari orang lain.

Baca juga: Akibat dari Sikap Tanggung Jawab

Teori social cognitive of self-regulation

Teori ini menganalisis proses yang mendasari penentuan nasib individu, altruisme, dan moral perilaku. Teori ini menekankan pada interaksi antara orang dan lingkungan mereka.

Komponen dalam teori social cognitive of self-regulation, yaitu:

  1. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dan kelmpok, namun mereka dapat mengatur perilaku mereka sendiri.
  2. Keyakinan tentang kemampuan pribadi atau kelompok untuk melakukan perilaku yang membawa hasil yang diinginkan.
  3. Belajar untuk melakukan perilaku baru dari pribadi individu lain atau media.
  4. Penggunaan dan penyalahgunaan imbalan dan hukuman untuk memodifikasi perilaku
  5. menyediakan alat, sumber daya, atau lingkungan perubahan yang membuat lebih mudah untuk melakukan perilaku baru.
  6. Mengontrol diri melalui selft monitoring, penetapan tujuan, umpan balik, dan penghargaan diri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

You're Reading a Free Preview
Pages 5 to 8 are not shown in this preview.

Adanya proses pembentukan perilaku dalam psikologi menjadi hal yang menarik ketika kita memperhatikan kebiasaan yang ada pada orang-orang di sekitar kita. Sebagai ilmu yang mempelajari perilaku, sudah pasti psikologi akan menjelaskan banyak hal mengenai bagaimana seseorang bisa berperilaku. Bagaimana kebiasaan dan hal-hal lain terkait dengan sikap dan sifat manusia, itulah yang berusaha dipelajari dalam psikologi. Psikologi memiliki cakupan yang luas, tidak terbatas hanya pada satu hal saja. Pada akhirnya, penerapannya pun bahkan bisa ditemui dalam hampir setiap aspek ilmu pengetahuan.

Baca juga:

Mengapa hal demikian bisa terjadi? Ini sudah barang tentu karena esensi dari psikologi yang selalu berusaha menyingkap perilaku-perilaku individu. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah psikologi juga bisa menjawab mengenai bagaimana perilaku itu bisa terbentuk? Sudah tentu secara sekilas kita bisa menyatakan ya untuk pertanyaan ini. Berikut adalah beberapa tokoh yang sudah mengungkapkan mengenai bagaimana proses pembentukan perilaku:

Pavlov menjelaskan mengenai bagaimana terbentuknya perilaku ini erat kaitannya dengan gerakan refleks. Menurutnya, gerakan refleks yang ada sebenarnya bisa dipelajari. Seseorang berperilaku juga tergantung dari refleks. Ia membagi refleks menjadi dua macam yaitu refleks yang wajar dan refleks yang bersyarat. Pada dasarnya, keduanya membentuk seseorang untuk berperilaku dan berespon dengan apa yang ada di sekitarnya.

Kita mungkin pernah mendengar mengenai “Operant Conditioning Theory”. Skiner cukup terkenal dengan teorinya ini dimana ia mengungkapkan bahwa ada stimulan (S) dan respon (R) yang saling memiliki hubungan sehingga bisa membentuk tingkah laku seseorang. Sebenarnya Skiner menekankan bahwa dua hal ini terkait dengan kebiasaan belajar tertentu. (Baca juga: Hubungan perilaku dengan sikap)

Thorndike menjelaskan dua hal mengenai bagaimana suatu perilaku bisa terbentuk. Ia mengungkapkan bahwa ada Law of Effects dan Law of Exercise. Law of Effects mengemukakan bahwa seseorang akan membentuk kebiasaan dan perilaku baru tertentu sebagai efek dari apa yang sudah ia dapati sebelumnya secara tiba-tiba. Efek ini seperti misalnya rasa senang karena ada perbuatan yang dilakukan sebelumnya. Sementara Law of Exercise menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu bisa dibangun ketika terus menerus dilatih.

Siapa yang tidak mengenal Piaget dengan teori perkembangan kognitifnya? Piaget juga menggambarkan mengenai bagaimana perilaku seseorang itu akan bergantung dengan tahapan perkembangan kognitif yang ada. Meski pun rentang yang ia ungkapkan ada pada rentang usia anak, namun setidaknya kita bisa tahu bahwa mungkin saja perilaku seseorang saat ini dipengaruhi oleh faktor tumbuh kembang di masa kanak-kanaknya.

Hampir mirip dengan teori domain belajar milik Bloom, Gagne juga menjelaskan bahwa ada tiga aspek yang berperan dalam proses pembentukan perilaku yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan juga aspek psikomotorik. Ketiganya akan saling terkait dan mempengaruhi jenis perilaku apa yang akan ditampilkan oleh seseorang. (Baca juga: Aspek psikologi dalam perilaku)

Ausubel menjelaskan bahwa perilaku seseorang bisa terbentuk melalui dua dimensi. Dimensi yang pertama adalah dimensi yang berhubungan dengan bagaimana cara suatu informasi diberikan atau disajikan pada seseorang. Dimensi kedua adalah mengenai bagaimana teknis spesifik informasi tersebut dipelajari. Ketika ada kegagalan dalam menerima informasi, bisa saja perilaku yang terbentuk juga akan terpengaruh.

Gestalt lebih terbuka dengan teori mengenai proses pembentukan perilaku pada manusia. Ia menganggap manusia merupakan satu kesatuan utuh baik dari segi jasmani dan rohani, sehingga apa pun yang terjadi atau dimiliki oleh individu tersebut merupakan suatu kebebasan tersendiri. Gestalt juga lebih mempercayai bahwa individu mungkin akan lebih banyak berkembang ketika ia mampu mengoptimalkan kemampuan yang ada di dalam dirinya. (Baca juga: Strategi Behavioristik dalam Modifikasi Perilaku)

Hul berpendapat bahwa perilaku terbentuk karena adanya kebutuhan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Melalui kebutuhan tersebut, seseorang akan tergerak dan termotivasi untuk melakukan sesuatu hal. Hul juga berpendapat bahwa kebutuhan masing-masing orang ini akan berperan penting untuk memberikan hal yang memang berkontribusi pada perilaku yang akan dimiliki oleh seseorang.

Perilaku setiap orang memang berbeda-beda. Psikologi berusaha menelaah hal ini dan ada banyak sekali teori mengenai pembentukan perilaku. Kita bisa mencari tahu lebih banyak mengenai proses pembentukan perilaku dalam psikologi supaya kita lebih memahami konsep tersebut.

BAB I
PENDAHULUAN

Definisi psikologi Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata-kata yunani: psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harafiah psikologi berarti ilmu jiwa.[1]

 Manusia adalah makhluk yang unik karena memilki perbedaan dengan individu lainnya. Sikap (attitude) merupakan konsep paling penting dalam psikologi sosial yang membahas unsur sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Selain itu, sikap atau attitude adalah suatu konsep paling penting dalam psikologi sosial

Istilah sikap dalam bahasa inggris disebut “attitude” pertama kali digunakan oleh Herbert spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjukan suatu status mental seseorang.[2] Kesadaran individu  yang menentukan perbuatan nyata  dan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan terjadi itulah yang dinamakan sikap. Jadi sikap ialah suatu hal yang menentukan sikap sifat hakekat, baik perbuatan sekarang maupun perbuatan yang akan datang.[3]

Menurut Ensiklopedi Amerika, tingkah laku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungan. Tingkah laku timbul apabila ada sesuatu yang dapat menimbulkan reaksi, yakni disebut dengan rangsangan.

Tingkah laku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia  dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika. Tingkah laku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

1.2 Proses dan Komponen Sikap

Terdapat tiga komponen sikap, tiga komponen sikap itu adalah komponen respons evaluative kognitif, komponen respons evaluative afektif, dan komponen respons evaluative perilaku. Ketiga komponen itu secara bersama merupakan penentu bagi jumlah keseluruhan sikap seseorang ( Manstead, 1996; Strickland, 2001)

  1. Komponen Respons evaluative kognitif

Gambaran tentang cara seseorang dalam mempersepsi objek, peristiwa atau situasi sebagai sasaran sikap. Komponen ini adalah pikiran, keyakinan atau ide seseorang tentang suatu objek. Dalam bentuk yang paling sederhana, komponen kognitif adalah kategori-kategori yang digunakan dalam berpikir.
Aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek atau subyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak manusia. Nilai – nilai baru yang diyakini benar, baik, indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap individu.[4]

  1. Komponen Respons evaluative afektif

Adalah perasaan atau emosi yang dihubungkan dengan suatu objek sikap. Perasaan atau emosi meliputi kecemasan, kasihan, benci, marah, cemburu,atau suka. Dinegara Amerika Serikat, kemungkinan berpindahnya oaring kulit hitam ke daerah perumahan orang kulit putih dapat menimbulkan rasa cemas banyak warga kulit putih.

  1. Komponen Respons evaluative perilaku

Adalah tendensi untuk berperilaku pada cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Dalam hal ini, tekanan lebih pada tendensi untuk berperilaku dan bukan pada perilaku secara terbuka. Misalnya, orang melakukan tendensi untuk melakukan tindakan diskriminatif terhadap anggota dari sekelompok etnis tertentu, namun karena tindakan itu secara social dan legal dilarang, maka ia tidak melakukannya. Berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinandan keinginannya.[5]

Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat positif atau negatif. Manifestasikan sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau subyek. Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Dari manapun kita memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem.
komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap  dan Ketiga komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak secara bersama- sama membentuk sikap.

Jelasnya :

  1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir , tetapi harus dipelajari selama perkembangan hidupnya. Karena itu sikap selalu berubah-ubah dan dapat dipelajari. Berbeda dangan instink/naluri manusia yang dibawanya sejak lahir. Ia bersifat tetap dan mempunyai sifat motif-motif biogenetis seperti: rasa lapar, haus seksual.
  2. Sikap semata-mata tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan suatu objek. Pada umumnya sikap tidak berkenaan dengan satu objek saja, melainkan juga dapat berkenaan dengan deretan-deretan objek-objek yang serupa. Misalnya: si A seorang pemberani. Dalam hal ini mungkin bukan si A sendiri yang pemberani, melainkan orang-orang sebangsa A juga pemberani.
  3. Sikap, pada umumnya mempunyai segi-segi motivasi dan emosi; sedangkkan pada kecakapan dan pengetahuan hal ini tidak ada.[6]

BAB II

PEMBAHASAN

Sikap, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai kesiapan untuk bertindak. Sedangkan menurut Oxford Advanced Learner Dictionary, sikap merupakan cara menempatkan atau membawa diri,merasakan, jalan pikiran, dan perilaku.[7] G.W.Allport mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.[8]

Dalam sikap ini ada beberapa pengertian tentang sikap (attitude) dan perilaku (behavior) Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan mental yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh terhadap respons individu, organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perceptual, dan kognitif.

Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu. Jadi sikap didevinisikan sebagai berikut : ”sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu”[9]

Sikap (Attitude) adalah:

  1. Berorientasi kepada respon

Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek.

  1. Berorientasi kepada kesiapan respon

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan

  1. Berorientasi kepada skema triadic

Sikap merupakan konstelasi komponen-komponenkognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.[10]

Perilaku, dalam pengertian umum adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.[11] Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Secara biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Drs. Sunaryo M.Kes perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Jadi, Psikologi Perilaku mempelajari bagaimana mengembangkan perilaku hidup organisme dalam menanggapi kondisi tertentu.

Pengkondisian klasik dan operan mendefinisikan Perilaku Psikologi. Psikologi perilaku didasarkan pada teori bahwa perilaku semua dipelajari melalui pengkondisian. Perilaku Psikologi,  juga dikenal sebagai behaviorisme, berpendapat bahwa semua perilaku yang diperoleh oleh interaksi dengan lingkungan, melalui dua jenis utama conditioning, operant conditioning dan pengkondisian klasik.

Perilaku psikolog berteori bahwa semua perilaku dapat dipelajari dan dinilai tanpa mempertimbangkan keadaan mental internal. Perilaku mempunyai beberapa dimensi, yaitu:

  1. Fisik, dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan intensitasnya.
  2. Ruang, suatu perilaku mempunyai dampak  kepada lingkungan (fisik maupun sosial) dimana perilaku itu  terjadi.
  3. Waktu, suatu perilaku mempunyai  kaitan dengan masa lampau maupun masa yang akan datang.

B.     Pembentukan dan Perubahan Sikap

Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sesuai yang di nyatakan oleh Sheriff & Sheriff (1956), bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang diberikan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek teretntu (Hudaniah, 2003).

Sikap timbul karena adanya stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsanga oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya : keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat.

Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang besar dan lam pembentukan sikap putra-putrinya. Sebab keluargalah  sebagai kelompok primer  bagi anak  merupakan pengaruh yang sangat dominan. Sikap seseorang tidak selamanya. Iia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesan. Antara perbuatan dan sikap adanya timbal balik. Tetapi sikap tidak selamanya menjelma dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku.orang-orang terkadang menampakan diri dalam keadaan  “diam” saja.

Hal ini tidak berarti bahwa  ayah itu tidak bersikap. Ayah itu telah bersikap, hanya perwujuan sikapnya diam memang dalam kasus ini ada dua kemungkinan:

  • Ayah itu diam- diam dengan alasan kalau buru- buru anak itu dilerai, akan menimbulkan kebiasaan tidak baik.
  • Ayah itu akan cepat- cepat bertindak misalnya menggendong atau membelikan kueh kesukannya agar anaak itu cepat berhenti menangis.

Sikap atau attitude  merupakan organisasi kognitif yang dinamis, yang banyak dimuati unsur- unsur emosional (efektif) dan disertai kesiagaan untuk beraksi. Banyak orang yang lebih suka mempergunakan istilah  sikap hidup atau sikap emosi;  karena sikap saja lebih mencerminkan posisi jasmaniah. Sedang pada attitude ini banyak terdapat unsur efektif dan folutif kemauan, dan kesedian untuk beraksi atau bertingkah laku tertentu.

Mac Dougall (kartono, Kartini, 1994 : 297). menyebutkan attitude/ sikap sebagai santimen. Maka santimen merupakan totalitas dari instink- instink yang terorganisir, yang berkaitan erat dengan emosi- emosi, dan semuanya menjadi sumber penyebab tingkah laku manusia; sehingga menimbulkan bentuk tingkah laku yang berkesinambungan, teratur dan berlangsung cukup lama.

Jadi sikap sosial merupakan organisasi dari unsur- unsur kognitif, emosional dan momen- mmen kemauan, yang khusus di pengaruhi oleh pengalaman- pengalaman masa lampau, sehingga sifatnya sangat dinamis, dan memberikan pengarahan pada setiap tingkah laku.[12]

Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu misalnya: ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Didalam perkembanganya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau grup. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan  sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau ligkungan yang terima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap objek tertentu atau suatu objek.[13] Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, antara lain:

  1. Faktor intern : yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri.[14] Faktor ini brupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang dating dari luar. Misalnya, orang yang sangat haus, akan lebih memperhatikan perangsang yang dapat menhilangkan hausnya itu dari perangsang-perangsang yang lain.
  2. Faktor ekstern : yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok. Misalnya, interaksi antara manusia yang dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya melalui alat-alat komunikasi seperti : surat kabar, radio, televise, majalah dan sebagainya.

            Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi denagan sendirinya, sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan didalam kelompok, komunikasi surat kabar, buku, poster, radio, televise dan sebagainya.[15]

  1. Proses Pembentukan dan Perubahan Sikap

Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat macam:

Kejadian- kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan memengaruhi terbentuknya suatu sikap.

Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.

Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tentu sehingga akhirnya terbentuk sikap menegenal hal tersebut.

Trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman– pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.

  1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

  1. Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
  2. Kebudayaan. B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
  3. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
  4. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
  5. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
  6. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.[16]

BAB III

HUBUNGAN SIKAP DAN TINGKAH LAKU

Adanya hubungan yang erat antara sikap dan tingkah laku di dukung oleh pengertian sikap yang mengatakan bahwa  sikap merupakan kecendrungan  untuk bertindak.  Tetapi beberapa penelitian yang mencoba menghubungkan  antara sikap dan tingkah laku menunjukkan hasil yang agak  berbeda , yaitu menunjukan hubungan yang kecil saja atau hubungan yang negatif.[17]

Adanya hubungan yang erat antara sikap (attitude) dengan tingkah laku (behavior) didukung oleh pengertian sikap yang mengatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak.[18] Dalam penelitian-penelitian yang dilakukan oleh warner dan De Fluer (1969) didevinisikan adanya 3 postula hubungan antara sikap dan tingkah laku.

  1. Postula keajengan (consistency) : sikap verbal merupakan alasan yang masuk akal untuk menduga apa yang akan dilakukan oleh seseorang bila ia berhadapan oleh objek sikapnya. Bukti yang kuat untuk postula ini kerap kali ditemukan di dalam pola tingkah laku individu yang memiliki sikap ekstrim terhadap yang khusus. Misalnya: Skala Prasangka.
  2. Postulat ketidak ajengan (inconsistency) : postulat ini membantah adanya hubungan yang konsisten antara sikap dan tingkah laku adlah dimensi individual yang berbeda dan terpisah. Jadi, sikap dan tingkah laku tidak tergantung sama lain.
  3. Postulat konsistensi kontingen (postulat keajengan yang tidak tertentu). Postulat ini mengusulkan bahwa hubungan antara sikap dan tingkah laku tergantung pada faktor-faktor situasi tertentu pada variable antara.[19]

Fungsi sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:

  1. sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.

Bahwa sikap adalah sesuatu  yang bersifat communicabel, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Justru karena itu sesuatu golongan yang mendasarkan atas kepentingan bersama dan pengalamn bersama. Biasanya ditandai oleh  adanya sikap anggotanya yang sama terhadap sesuatu objek. Sehingga dengan demikian  sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelmpoknya atau dengan anggota kelompoknya yang lain.

  1. Sikap befungsi sebagai  alat pengatur tingkah laku.

kita tau bahwa tingkah laku anak kecil dan binatang pada umumnya merupakan aksi- aksi yang spontan terhadap sekitarnya.

  1. Sikap berfungsi sebagai pengatur pengalaman.

Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia  didalam menerima  pengalaman- pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua pengalaman yang bersal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana- mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian, lalu dipilih.

Sikap berfungsi sebagai pernyataan keperibadian sikap sering mencerminkan  pribadi sesorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya.[20]

BAB IV

KESIMPULAN

Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial.

Sikap timbul karena ada stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya: keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap putra-putranya. Sebab keluargalah sebagai kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ini bukan berarti orang tidak bersikap. Ia bersikap juga hanya bentuknya: diam.

Menurut pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulusyang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S – R atau suatu kaitan Stimulus – Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Behaviorisme percaya bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar, manusia belajar dari lingkungannya dan dari hasil belajar itulah ia berperilaku.

Bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang diberikan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek teretntu

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sikapdan tingkah laku, antara lain:

  1. Faktor intern : yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri.
  2. Faktor ekstern : yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia.

Kemudian sikap akan terbentuk atau berubah melalui empat macam; Adopsi, Diferensiasi, Integrasi,dan Trauma.

Oleh karena itu, manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Pendekatan ini juga berpendirian bahwa manusia dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis. Perilaku adalah hasil pengalaman dan perilaku digerakkan atau dimotivasikan oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan (Rakhmat,1994). Pendekatan ini juga disebut  psikologi Stimulus-Response (S-R). Pendekatan S-R yang ketat tidak mempertimbangkan pengalaman kesadaran seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. “Psikologi Sosial,” Rineka Cipta: Jakarta. Cet Kedua, 2002

Azwar, Saifuddin. “Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.” Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.

Hanurawan, Fattah. Psikologi Sosial Suatu Pengantar.PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010.

Sarwoni, Wirawan, Sarlito. “Pengantar Umum Psikologi,” Bulan Bintaang: Jakarta. Cet kedua, 1982.

Sri Utami Rahayuningsih. 2008. Sikap ( Attitude ) (Online ) http:// www.Atttitude,blogspot.Com, diakses Rabu, 12 Oktober 2016. Pukul. 22:00

http://himasio-unsyiah.blogspot.co.id/2011/10/sikap-sosial.html diakses pada Rabu, 12 Oktober 2016.

http://www.psychoshare.com/file-821/psikologi-kepribadian/sikap-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi.html. Diakses pada Senin, 10 Oktober 2016.

[1] Sarlito Wirawan Sarwoni, “Pengantar Umum Psikologi,” (Bulan Bintaang: Jakarta. Cet kedua, 1982), halm. 9.

[2] Abu Ahmadi, “Psikologi Sosial,” (Rineka Cipta: Jakarta. Cet Kedua, 2002). Halm. 161.

[3] Ibid., halm. 162.

[4] Sarwoni, “Pengantar Umum,” halm. 9.

[5] Ahmadi, “Psikologi Sosial,” halm. 162.

[6] Ahmadi, “Psikologi Sosial,” halm. 179.

[7]  dalam Ramdhani,2008.

[8] Menunit G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak.

[9] Sarwoni, “Pengantar Umum,” halm. 103.

[10] Sri Utami Rahayuningsih. 2008. Sikap ( Attitude ) (Online ) http:// www. Atttitude, blogspot.Com, diakses Rabu, 12 Oktober 2016. Pukul. 22:00

[11] Soekidjo Notoatmodjo, 1987: halm. 1.

[12] http://himasio-unsyiah.blogspot.co.id/2011/10/sikap-sosial.html diakses pada Rabu, 12 Oktober 2016.

[13] Ahmadi, “Psikologi Sosial,” halm. 170.

[14] Ibid., halm. 171.

[15]  Ibid. hlm 170.

[16] http://www.psychoshare.com/file-821/psikologi-kepribadian/sikap-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi.html. Diakses pada Senin, 10 Oktober 2016.

[17] Ibid., Net

[18] Abu Ahmadi “Psikologi Sosial” halm. 173.

[19] Ibid., halm 173-176.

[20] Abu Ahmadi “Psikologi Sosial” halm. 179.