Bagaimana cara Bank Dunia menghitung persentase distribusi pendapatan nasional

Aspek pemerataan pendapatan merupakan hal yang penting untuk dipantau, karena pemerataan hasil pembangunan merupakan salah satu strategi dan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Ketimpangan dalam menikmati hasil pembangunan di antara kelompok-kelompok penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan masalah-masalah sosial. Penghitungan distribusi pendapatan menggunakan data pengeluaran sebagai proxy pendapatan. Walaupun hal ini tidak dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya, namun paling tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk melihat arah dari perkembangan yang terjadi.

Pada kesempatan saya akan berbagi informasi mengenai cara menghitung ukuran ketimpangan pendapatan kriteria Bank Dunia. Indikator ini mengukur tingkat pemerataan pendapatan dengan memperhatikan persentase pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk berpendapatan rendah. Tingkat ketimpangan pendapatan penduduk menurut kriteria Bank Dunia terpusat pada 40 persen penduduk berpendapatan terendah. Tingkat ketimpangan pendapatan penduduk ini digambarkan oleh porsi pendapatan dari kelompok pendapatan ini terhadap seluruh pendapatan penduduk, yang di golongkan sebagai berikut:

a. memperoleh < 12 persen, maka tingkat ketimpangan pendapatan di anggap tinggi b. memperoleh 12 – 17 persen, maka tingkat ketimpangan pendapatan di anggap sedang

c. memperoleh 17 persen,maka tingkat ketimpangan pendapatan di anggap rendah.

Saya akan memberikan contoh penghitungan ukuran ketimpangan pendapatan kriteria Bank Dunia dengan menggunakan data mentah Susenas 2011. Berikut langkah-langkah penghitungan:
1. Buka data mentah Susenas 2013 bok 4.3 yang didalamnya ada variabel pengeluaran rumahtangga per kapita (kapita). Data blok 4.3 merupakan data pengeluaran rumahtangga dengan jumlah case sebanyak rumahtangga sampel susenas (data tingkat rumahtangga).

2. Aktifkan penimbang individu weind
3. Pilih Transform — Rank Cases

4. Akan terbuka jendela rank cases. Selanjutnya masukkan variabel ‘kapita’ ke kotak variable(s) dan pilih ‘rank types’.Selanjutnya setelah tampil jendela rank types, beri tanda cek pada ‘Ntiles’ dan isikan angka 5. Seperti pada gambar berikut:

Akan terbentuk variabel baru bernama Nkapita yang membagi sampel menjadi 5 bagian sama banyak (persentil) 20 %.

5. Selanjutnya lakukan recode variabel (Transform — recode into the same variables) Nkapita menjadi 3 kelompok, kode 1 dan 2 dikelompokkan menjadi 1 (40% terbawah), kode 3 dan 4 menjadi 2 (40% menengah) dan 5 menjadi 3 (20% tertinggi). Beri keterangan valuenya.

6. Pilih Analyse — Tables — Custom Tables. Drag variabel ‘Nkapita’ ke rows dan variabel ‘kapita’ ke column. Klik summary statistics, masukkan ‘sum’, seperti gambar berikut:

Jangan lupa menambahkan tabel total. Setelah di run akan keluar hasil berikut:

7. Lanjutkan dengan excel untuk mendapatkan persentasenya:

Perlu diingat di sini bahwa, karena saya menggunakan data provinsi sumatera selatan maka variabel Nkapita hanya berlaku untuk tingkat provinsi, tidak bisa digunakan untuk kategori wilayah yang lebih rendah misalnya jika dibedakan menurut kabupaten/kota atau perkotaan/pedesaan.

8. Jika menginginkan untuk kategori yang lebih rendah misalnya kabupaten/kota, maka harus diulangi prosesnya dari rank cases dengan memasukkan variabel ‘b1r2’ pada kotak ‘by’. Jika dalam data sheet kita sudah ada variabel Nkapita, maka proses rank cases selanjutnya akan menghasilkan variabel baru dengan nama NTI001. Variabel ini pun hanya bisa digunakan untuk menghitung ukuran tingkat kabupaten/kota tidak untuk yang lebih rendah ataupun provinsi.

Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia – sebuah negara kepulauan yang beragam dengan lebih dari 300 kelompok etnis – telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang mengesankan sejak berhasil mengatasi krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an.

Saat ini, Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, ekonomi terbesar kesepuluh di dunia dalam hal paritas daya beli. Indonesia juga telah meraih capaian luar biasa dalam pengurangan kemiskinan dengan menurunkan lebih dari separuh angka kemiskinan sejak tahun 1999 menjadi di bawah 10 persen pada tahun 2019 sebelum pandemi COVID-19 melanda. Tahun Ini Indonesia memegang Presidensi G20, mendorong semua negara anggotanya untuk bekerja sama dalam mencapai pemulihan yang lebih kuat dan lebih berkelanjutan dari berbagai dampak pandemi.

Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia mengikuti rencana pembangunan jangka 20 tahun, dari tahun 2005 hingga 2025. Rencana tersebut dibagi menjadi rencana jangka menengah 5 tahun yang disebut RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), masing-masing dengan prioritas pembangunan yang berbeda. Rencana pembangunan jangka menengah yang berjalan saat ini merupakan tahap terakhir dari rencana pembangunan jangka 20 tahun tersebut di atas. Rencana pembangunan ini bertujuan untuk memperkuat perekonomian Indonesia dengan meningkatkan modal manusia dan daya saing di pasar global.

Dengan kondisi perekonomian yang terdampak oleh pandemi, status Indonesia berubah dari negara berpenghasilan menengah ke atas menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah mulaiJuli 2021. Pandemi juga secara sebagian mengurangi kemajuan terakhir dalam pengurangan kemiskinan, dari angka terendah yang pernah dicapai yaitu 9,2 persen pada September 2019 menjadi 9,7 persen pada September 2021.

Seiring proses pemulihan perekonomian, pada tahun 2022 pertumbuhan PDB Indonesia diperkirakan mencapai 5,1 persen , didukung oleh meningkatnya ekspor komoditas serta kebijakan fiskal yang bersifat akomodatif untuk mengatasi pandemi. Namun demikian, kondisi global yang semakin menantang dan berbagai dampak berkepanjangan dari COVID-19 dapat menghambat pemulihan tersebut.

Indonesia mampu mencatatkan keberhasilan dalam mengurangi angka stunting dari 37 persen pada tahun 2013 menjadi 24,4 persen pada tahun 2021. Tapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan pembangunan modal manusia Indonesia yang kuat dan produktif.Indeks Modal Manusia Bank Duniamengungkap bahwa hilangnya pembelajaran yang disebabkan oleh penutupan sekolah-sekolah selama pandemi COVID-19 akan berdampak pada generasi penerus Indonesia.

Bank Dunia mendukung dilaksanakannyatanggap darurat COVID-19 oleh pemerintah Indonesia, termasuk upaya penguatan unsur-unsur tanggap darurat pandemi, dukungan bagi program vaksinasi COVID-19 gratis pemerintah, peningkatan bantuan sosial maupun sistem perawatan kesehatan, serta berbagai tindakan yang diambil untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan.

Di Indonesia, perubahan iklim dapat berdampak pada ketersediaan air, kesehatan dan gizi, pengelolaan risiko bencana, serta pembangunan wilayah perkotaan – khususnya di kawasan pesisir, yang berimplikasi pada kemiskinan dan ketidakmerataan.

Indonesia memiliki hutan hujan tropis ketiga terluas di dunia (94,1 juta hektare), dan merupakan tempat bagi lahan gambut terbesar di dunia (14,9 juta hektare) serta hutan bakau (3,31 juta hektare). Beragam sumber daya alam tersebut menyimpan karbon dalam jumlah yang sangat besar yang dapat mengurangi berbagai dampak perubahan iklim, sangat penting bagi kelangsungan mata pencaharian rakyat Indonesia, serta mendukung pembangunan jangka panjang Indonesia. Bank Dunia mendukung berbagai upaya Indonesia untuk mengurangi dampak perubahan maupun beradaptasi terhadap iklim dalam rangka menjalankan suatu aksi iklim yang berdampak di sektor-sektor seperti tata guna lahan, kelautan, dan energi, serta dengan menggerakkan keuangan untuk iklim(climate financing). Adapun kegiatan Bank Dunia termasuk dukungan terkait program pemerintah Indonesia dalam Rehabilitasi Mangrove Nasional serta perancangan dan penerapan beberapa instrumen penetapan harga karbon (carbon pricing) karena peran pentingnya dalam meningkatkan pendanaan bagi berbagai aksi iklim.

Pembaharuan Terakhir:5 April 2022

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA