Bagaimana kata fraksi pks tentang revisi uu teroris

UU Terorisme yang baru akan bikin negara efektif dan akuntabel memberantas terorisme.

Jumat , 25 May 2018, 18:43 WIB

Republika/Iman Firmansyah

Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii berjalan usai menyerahkan berkas laporan pembahasan RUU kepada pimpinan DPR pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).

Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PKRS DPR RI menyambut baik selesainya pembahasan revisi UU 15/2003 Tentang Pemberantasan Tindak Terorisme. Keberadaan UU ini diharapkan akan bisa menumpas terorisme hingga ke akar-akarnya.Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, lahirnya UU ini merupakan bentuk komitmen Parlemen, termasuk Fraksi PKS di dalamnya, agar negara efektif dan akuntabel dalam memberantas terorisme. Hal ini penting dalam upaya melindungi rakyat dan negara dari ancaman dan kebiadabab teroris.

"Kita di DPR akhirnya mencapai kesepakatan terbaik untuk menghadirkan UU Pemberantasan Terorisme yang lebih efektif dengan tetap menjujung tinggi supremasi hukum. Kita semua berharap teroris dapat ditumpas sampai ke akar-akarnya apapun motif dan alasan," kata Jazuli.

DPR pada Jum'at (25/5), mengesahkan UU Pemberantasan Terorisme, melalui Sidang Paripurna DPR. Seluruh Fraksi di DPR dan Pemerintah akhirnya menyepakati pasal-pasal revisi, termasuk yang paling akhir tentang definiasi terorisme yang mencakup tujuan politik, ideologi, dan gangguan keamanan negara. Melalui UU ini, Jazuli berharap aparat keamanan dapat melakukan pencegahan dan penindakan yang lebih efektif. Terutama dalam membongkar akar, motif, dan aktor intelektual terorisme, yang menurut aparat kepolisian selama ini sebenarnya sudah dapat diidentifikasi.

Undang-undang ini memberi penguatan pada aspek pencegahan, penindakan, dan pengawasan. Dengan demikian, lanjut Jazuli, pada saat yang sama, aparat dapat dan harus lebih akuntabel menjelaskan kepada publik siapa sebenarnya jaringan, aktor, serta otak atau master mind di balik aksi-aksi teroris biadab selama ini.

"Melalui UU ini kita tegaskan tidak ada tempat bagi terorisme di negara kita," ungkapnya. Seluruh aparat terkait baik aparat intelijen, kepolisian, BNPT, maupaun TNI, lanjutnya,  akan bekerja sinergis dalam memberantas terorisme secara terukur, akuntabel, dan tetap menjunjung supremasi hukum.

  • uu terorisme
  • revisi uu terorisme
  • definisi terorisme
  • pengesahan uu terorisme

24-05-2018 / PANITIA KHUSUS

Anggota Pansus Akbar Faizal foto : Kresno/mr

Sepuluh fraksi di DPR RI terbelah dua dalam menyikapi definisi terorisme yang diusulkan pemerintah dalam rapat Panja RUU Terorisme. Ada dua definisi yang diajukan pemerintah pada rapat marathon yang membahas definisi terorisme untuk melengkapi penyusunan revisi atas UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Inilah dua alternatif definisi yang diajukan pemerintah dalam rapat Pansus, Rabu (23/5/2018), di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta. Bunyi dua definisi tersebut adalah:

Alternatif 1 :
Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban, yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Alternatif 2 :
Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, atau politik, atau gangguan keamanan negara.


Dua alternatif ini membelah sepuluh fraksi yang ada di DPR dalam rapat Pansus RUU Terorisme. Dua Fraksi yaitu F-PKB dan F-PDI Perjuangan memilih alternatif 1. Sedangkan delapan fraksi yaitu  F-PG, F-Gerindra, F-PD, F-PKS, F-PAN, F-PPP, F-Nasdem, dan F-Hanura memilih alternatif 2. Ke delapan fraksi yang memilih alternatif 2 ini memberi sedikit catatan agar kata “negara” di belakangnya dihapus.

Anggota Pansus dari F-PKB Mohammad Toha yang ditemui Parlementaria usai rapat mengatakan, sangat wajar bila ada perdebatan dalam menyusun undang-undang, apalagi ini menyangkut defenisi. “Kita akan cenderung ke alternatif satu,” ucap Toha. Sementara Anggota Pansus dari F-PDI Perjuangan Risa Mariska juga senada dengan Toha yang lebih memilih rumusan alternatif satu.

Anggota F-Nasdem Akbar Faizal yang juga mengikuti jalannya rapat, memilih alternatif dua, lantaran ingin mendapat rumusan tentang keamanan yang bersifat umum. Senada dengan Akbar, Anggota F-PAN Hanafi Rais menerima alternatif dua, karena makna keamanan tanpa kata “negara” bisa dimaknai luas.

Dalam rapat tersebut, pihak pemerintah yang diwakili oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkum HAM Enny Nurbaningsih belum mengambil sikap. Hadir pula pakar hukum pidana Muladi dan Harkristuti Harkrisnowo.

Terkait masalah defenisi ini, akan dilanjutkan dalam Rapat Kerja Pansus Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan Menteri Hukum dan HAM hari Kamis (24/5/2018). (mh/sc)

Lihat Foto

KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan dukungannya terhadap usulan pembentukan Pansus Angket Tenaga Kerja Asing. Penandatanganan usulan Pansus TKA dilakukan oleh Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini. Usulan tersebut sebelumnya telah diinisiasi oleh Fraksi Partai Gerindra yang diwakili oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan anggota Komisi III Muhammad Syafii untuk merespons terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini menyambut gembira disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi UU.

Menurut Jazuli, UU tersebut merupakan komitmen parlemen, termasuk Fraksi PKS, agar negara efektif dan akuntabel dalam memberantas terorisme dan melindungi rakyat.

"Kita semua berharap teroris dapat ditumpas sampai ke akar-akarnya apapun motif dan alasan sehingga seluruh rakyat merasa aman dan negara terlindungi," kata Jazuli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (26/5/2018).

Anggota Komisi I ini berharap, aparat keamanan dapat melakukan pencegahan dan penindakan yang lebih efektif, terutama dalam membongkar akar, motif, dan aktor intelektual terorisme.

Apalagi, aparat kepolisian sebenarnya sudah bisa mengidentifikasi jaringan teroris.

"Melalui UU ini kita tegaskan tidak ada tempat bagi terorisme di negara kita," kata Jazuli.

Jazuli juga berharap, aeluruh aparat terkait baik aparat intelijen, kepolisian, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme maupaun Tentara Nasional Indonesia dapat bekerja sinergis dalam memberantas terorisme secara terukur, akuntabel, dan tetap menjunjung supremasi hukum.

Revisi UU 15/2003 disahkan menjadi UU melalui Sidang Paripurna di DPR, Jumat (25/5/2018). Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Pol Tito Karnavian langsung memberikan peringatan kepada organisasi teroris pasca disahkannya RUU Antiterorisme menjadi undang-undang.

Undang-undang Antiterorisme yang baru, kata Tito, memberikan ruang kepada pemerintah untuk dapat mengajukan suatu organisasi sebagai organisasi teroris ke pengadilan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Lihat Foto

PERSDA NETWORK/BINA HARNANSA

Ilustrasi Densus 88

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI mendukung dipercepatnya penyelesaian revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme.

Namun, Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini tidak ingin revisi UU Pemberantasan Terorisme itu melahirkan pasal yang bersifat karet.

"Fraksi PKS menyatakan perang terhadap teroris, karena teroris adalah musuh bersama dan musuh kita semua," ujar Ketua Fraksi PKS di DPR RI Jazuli Juwaini di kediaman dinas, Kalibata, Sabtu (3/6/2017).

"Teroris tidak boleh hidup di Indonesia. Maka kami mendukung UU Terorisme. Tetapi Undang-Undang Terorisme jangan sampai banyak pasal karetnya," kata dia.

Pasal "karet" yang dimaksud yakni pasal yang tidak jelas dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.

"Nanti yang kami khawatirkan, keinginan memberantas teroris, tapi justru melanggar hak asasi. Ini yang tidak boleh. Ini yang harus jelas. Tidak boleh ada pasal-pasal karet," ujar Jazuli.

(Baca juga: Rapat RUU Terorisme "Deadlock", Masa Penahanan Terduga Teroris Belum Disepakati)

Soal rencana pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, PKS juga setuju. Sebab, terorisme memang seharusnya tidak diurus oleh polisi saja, melainkan oleh TNI yang juga memiliki kemampuan.

"Pelibatan TNI ada rasionalisasinya. Kami ini tidak merendahkan kemampuan polisi. Polisi kita ini sudah hebat. Tapi dalam menangani persoalan terorisme itu harus ada pihak lain untuk sama-sama menegakan supremasi hukum dalam bidang terorisme," ujar Jazuli.

(Baca juga: TNI Harus Tunduk pada Peradilan Umum jika Tangani Terorisme)

Kompas TV

Pro Kontra Pelibatan TNI Berantasan Terorisme (Bag 1)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA