Bagaimana persyaratan konsep penstabil tegangan

Jika waktu tempuh dari kota A ke kota B 12 jam sejauh 300 km berapa jam kah jika sejauh 24000 km​

15. Melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik … untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, Pemerintah Indonesia menunjukkan dukungan nyata terhadap pengembangan kendaraan listrik. Kebijakan ini sebagai upaya dalam mengurangi jumlah gas rumah kaca di atmosfer, yaitu .... CH4 b. CFC d. PFC a. CO C. CH​

Sebuah benda bergetar hingga membentuk suatu gerak harmonis dengan persamaan y =0,04 sin 207tt dengan y adalah simpangan dalam satuan meter dan t dala … m sekon. Besarf frekuensidari persamaan tersebut adalah ... Hz​

seberkas sinar kuning dengan panjang gelombamh 5893 datang pada dua celah yang terpisah 0,15 cm satu sama lainnya. jarak antara layar dengan celah ter … sebut adalah 100 cm. tentukan petak garus gelap ketiga dan garis terang kelima

seluah banda bermassa 4 kg jatuh dari betinggian h dari permutaan tanah. Sesaat sebelum mencapai tanah energi kinetic banda 800 joule jika pengarah g … esekan Udara diabaikan maka... g = (10 m/s2)​

· Hasil Penilaian Harian mata pelajaran IPAsekelompok siswa tercatat sebagai berikut:80,70, 80, 90, 60, 80, 100, 90, 50, 50, 80, 90,70, 100, 80, 60, 7 … 0, 60, 80, 60, 70, 60,Sajikanlah data yang tercatat di atas dalambentuk table distribusi frekuensi !​

beban dengan massa 10kg di gantungkan pada ujung pegas .jika panjang pegas bertambah 2cm. maka besar energi potensial elastis pegas adalah ​

sebuah balok es 30 gram pada 0°c dicelupkan ke dalam bejana berisi 100 gram air pada 20°c . jika bejana dianggap tidak menyerap kalor berapakah suhu a … khir campuran? (L=226×10³ J/kg, C air = 4.200 J/kg°c)​

bola a dan b masing-masing bermassa 1 kg dan 2 kg bola a bergerak ke kanan dengan kecepatan 5 meter per sekon dan bola b bergerak ke kiri dengan kecep … atan 10 meter per sekon sehingga kedua bola bertumbukan jika sesudah tumbukan bola menjadi 1 hitung kecepatan sesudah tumbukan​

upaya yang dilakukan pasca terjadinya banjir​

Sebutkan dan jelaskan sumberdaya dan sistem informasi

tolong dibantu jawabbbbbbno 1​

Jelaskan pengertian media dalam komunikasi bisnis!

apa yang dimaksud dengan sistem kolaborasi elektronik dan berikan ontoh aplikasi yang termasuk dalam sistem

kak tolong jawb plis ​

Jelaskan langkah - langkah bagaiman cara memasang PSU/ Power supply!.

Berikut yang merupakan varietas yang tidak dapat diberikan PVT adalah….. a. Bunga hoya b. Bunga lipstik c. Terong mustang d. Ganja e. Melon meloni ​

Jelaskan apa yang dimaksud dengan server dan client! Simpulkan perbedaan mendasar dari kedua istilah tersebut!

Tindakan manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan terkait erat dengan informasi yang dihasilkan dari proses pengolahan data. Informasi yang di … perlukan perusahaan dapat dibagi dalam beberapa tipe. Jelaskan masing-masing tipe informasi dan berikan contohnya!

3. Menurut anda, apakah relevansi 4 konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mewujudkan profesionalitas asn ?.

Sampul LUar

Sampul Dalam

Penyusun: Rugianto, SPd., MT., 085253309714, email: Penelaah: Editor: Nurhadi Budi Santosa, SPd., MPd. 081333090009, email: Elustrator: Copyright@2016 Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dantenaga Kependidikan Bidang Otomotif dan Elektronika, Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

KATA SAMBUTAN Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut menjadikan guru sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam peningkatan mutu pendidikan terutama menyangkut kompetensi guru. Pengembangan profesionalitas guru melalui program Guru Pembelajar (GP) merupakan upaya peningkatan kompetensi untuk semua guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi guru telah dilakukan melalui uji kompetensi guru (UKG) untuk kompetensi pedagogik dan profesional pada akhir tahun 2015. Hasil UKG menunjukkan peta kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam penguasaan pengetahuan. Peta kompetensi guru tersebut `dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG melalui program Guru Pembelajar. Tujuannya untuk meningkatkan kumpetensi guru sebagai agen perubahan dan sumber belajar utama bagi peserta didik. Program Guru Pembelajar dilaksanakan melalui pola tatap muka, daring (online), dan campuran (blended) tatap muka dengan online. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kelautan Perikanan Teknolngi Informasl dan Komunlinisl (LP3TK KPTIK), dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS) merupakan Unit Pelaksana Teknis di Iingkungan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan yang bertanggung jawab dalam mengembangkan perangkat dan melaksanakan peningkatan kompetensl guru sesuai bidangnya. Adapun perangkat pembelajaran yang dikembangkan tersebut adalah modul untuk program Guru Pembelajar (GP) tatap muka dan GP online untuk semua mata pelajaran dan kelompok kompetensl. Dengan modul ini diharapkan program GP memberikan sumbangan yang sangat besar dalam peningkatan kualitas kompetensi guru. Mari kita sukseskan program GP ini untuk mewujudkan Guru Mulia Karena Karya. Jakarta, Februari 2016 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D, NIP 195908011985031002 i

DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL... ix PENDAHULUAN... 1 A. Latar belakang... 1 B. Tujuan Pembelajaran... 2 C. Peta Kompetensi... 2 D. Ruang Lingkup... 3 E. Saran Cara Penggunaan Modul... 3 Kegiatan Pembelajaran 1 : Komponen Sensor dan Transduser... 5 A. Tujuan... 5 B. Indikator Pencapaian Kompetensi... 5 C. Uraian Materi... 5 D. Aktifitas Pembelajaran... 24 E. Latihan/Tugas... 25 F. Rangkuman... 25 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 27 Kegiatan Pembelajaran 2 : Rangkaian Sumber Tegangan dan Arus Konstan.. 28 A. Tujuan... 28 B. Indikator Pencapaian Kompetensi... 28 C. Uraian Materi... 29 D. Aktifitas Pembelajaran... 65 E. Latihan/Tugas... 67 F. Rangkuman... 68 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 71 Kegiatan Pembelajaran 3 : Pembangkit Gelombang Sinusioda... 73 A. Tujuan... 73 B. Indikator Pencapaian Kompetensi... 73 C. Uraian Materi... 74 iii

D. Aktifitas Pembelajaran... 109 E. Latihan/Tugas... 110 F. Rangkuman... 111 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 113 Kegiatan Pembelajaran 4 : Rangkaian Pulse Width Modulation (PWM)... 115 A. Tujuan... 115 B. Indikator Pencapaian Kompetensi... 115 C. Uraian Materi... 115 D. Aktifitas Pembelajaran... 129 E. Latihan/Tugas... 130 F. Rangkuman... 130 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 130 Kegiatan Pembelajaran 5 : Rangkaian Digital... 132 A. Tujuan... 132 B. Indikator Pencapaian Kompetensi... 132 C. Uraian Materi... 132 D. Aktifitas Pembelajaran... 159 E. Latihan/Tugas... 160 F. Rangkuman... 160 G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 162 Kunci Jawaban Latihan/Tugas... 164 A. Kegiatan Pembelajaran 1.... 164 B. Kegiatan Pembelajaran 2.... 165 C. Kegiatan Pembelajaran 3.... 169 D. Kegiatan Pembelajaran 4... 173 E. Kegiatan Pembelajaran 5.... 174 Evaluasi... 176 A. Soal Evaluasi... 176 B. Kunci Jawaban Evaluasi... 179 Penutup... 180 A. Kesimpulan... 180 B. Tindak Lanjut... 180 Daftar Pustaka... 181 GLOSARIUM... 182 iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Keluaran dari sensor dan tranduser panas (D Sharon dkk, 1982)... 7 Gambar 1.2. Temperatur berubah secara kontinyu (D. Sharon, dkk, 1982)... 8 Gambar 1.3. Sifat dari sensor berdasarkan klasifikasi... 10 Gambar 1.4. Karakteristik beberapa jenis sensor suhu... 112 Gambar 1.5. Thermistor... 13 Gambar 1.6. Simbol dan fisik thermistor... 13 Gambar 1.7. Karakteristik Thermistor... 14 Gambar 1.8. Rangkaian Thermistor... 14 Gambar 1.9. Karakteristik PTC... 15 Gambar 1.10. Rangkaian PTC... 15 Gambar 1.11. Teknik kompensasi PTC... 15 Gambar 1.12. Sensor Suhu LM35... 16 Gambar 1.13. Rangkaian LM35... 17 Gambar 1.14. Grafik karakteristik LM35 terhadap suhu... 18 Gambar 1.15. Resitance Thermal Detector (RTD)... 18 Gambar 1.16. Bentuk fisik RTD... 19 Gambar 1.17. Grafik perbandingan resistansi dengan temperatur untuk variasi RTD metal... 200 Gambar 1.18. Sensor PT100 dan karakteristik... 200 Gambar 1.19. Photovoltaic... 222 Gambar 1.20. Light Dependent Resistor (LDR)... 222 Gambar 1.21. Photo diode... 233 Gambar 1.22. Photo Transistor... 233 Gambar 2.1. Prinsip sumber tegangan konstan... 299 Gambar 2.2. Prinsip sumber arus konstan... 31 Gambar 2.3. Prinsip dasar sumber arus dan sumber tegangan... 32 Gambar 2.4. Penstabil tegangan paralel dengan diode zener... 35 Gambar 2.5. Rangkaian dioda dan penempatan titik kerja... 40 Gambar 2.6. Kurva dioda terhadap perubahan temperatur... 42 Gambar 2.7. Beberapa contoh tegangan referensi... 43 Gambar 2.8. Penstabil tegangan paralel... 43 v

Gambar 2.9. Penstabil tegangan paralel dengan pasangan darlington... 47 Gambar 2.10. Penstabil tegangan paralel dengan opamp... 47 Gambar 2.11. Penstabil tegangan seri... 49 Gambar 2.12. Penstabil tegangan seri dapat diatur... 54 Gambar 2.13. Konsep penstabil tegangan non-inverting... 58 Gambar 2.14. Konsep penstabil tegangan inverting... 59 Gambar 2.15. Konsep sumber arus konstan sederhana... 59 Gambar 2.16. Konsep sumber arus konstan dengan dioda zener... 60 Gambar 2.17. Sumber arus konstan dengan dioda kompensator... 61 Gambar 2.18. Kurva keluaran Ic=f(V CE) pada beban R L berbeda... 62 Gambar 2.19. Konsep sumber arus konstan dengan FET... 63 Gambar 2.20. Konsep sumber arus konstan dengan opamp... 64 Gambar 3.1. Proses umpan balik pada sistim audio... 75 Gambar 3.2. Proses Umpan Balik sefasa k dan Vu belum memenuhi... 76 Gambar 3.3. Proses Umpan Balik sefasa dan k dengan Vu memenuhi... 76 Gambar 3.4. Proses Umpan Balik pada penguat non inverting... 77 Gambar 3.5. Proses Umpan Balik pada penguat inverting... 78 Gambar 3.6. Hubungan antara penguat dan band pass filter dalam satu rangkaian... 78 Gambar 3.7. Diagram blok osilator... 78 Gambar 3.8. Prinsip kerja rangkaian tangki LC... 79 Gambar 3.9. Proses pada induktor... 80 Gambar 3.10. Contoh induktor dalam bentuk sebenarnya... 80 Gambar 3.11. Gelombang tidak kontinyu dan kontinyu... 81 Gambar 3.12. Berbagai jenis Induktor... 82 Gambar 3.13. Rangkaian osilator Armstrong... 82 Gambar 3.14. Garis beban transistor... 83 Gambar 3.15. Rangkaian osilator Hartley... 85 Gambar 3.16. Rangkaian osilator Colpitts... 86 Gambar 3.17. Rangkaian pengganti seri kristal... 88 Gambar 3.18. Rangkaian pengganti paralel Kristal... 88 Gambar 3.19. Quart (kristal)... 89 Gambar 3.20. Rangkaian osilator kristal Hartley... 89 Gambar 3.21. Rangkaian osilator kristal Colpitts... 90 vi

Gambar 3.22. Rangkaian osilator Pierce... 90 Gambar 3.23. Grafik pengisian kondensator... 92 Gambar 3.24. Grafik pengosongan kondensator... 92 Gambar 3.25. Rangkaian osilator UJT... 93 Gambar 3.26. Rangkaian Astable Multivibrator... 95 Gambar 3.27. Rangkaian Monostable Multivibrator... 96 Gambar 3.28. Bentuk gelombang monostable multivibrator... 98 Gambar 3.29. Bistable multivibrator... 99 Gambar 3.30. Rangkaian blok internal LM555... 100 Gambar 3.31. Rangkaian astable multivibrator... 102 Gambar 3.32. Bentuk gelombang pada rangkaian astable multivibrator... 103 Gambar 3.33. Rangkaian penggeser fasa dan vektornya... 105 Gambar 3.34. Rangkaian osilator geseran fasa dengan transistor... 105 Gambar 3.35. Jaringan Lead Leg... 106 Gambar 3.36. Hubungan tegangan input output pada jembatan Wien... 107 Gambar 3.37. Rangkaian osilator jembatan wien dengan frekuensi variable... 107 Gambar 3.38. Jembatan pada osilator wien... 108 Gambar 4.1. Blok Diagram Pulse Width Modulation (PWM)... 116 Gambar 4.2. Konsep pembentukan tegangan PWM... 116 Gambar 4.3. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN... 117 Gambar 4.4. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN posisi level a... 118 Gambar 4.5. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN posisi level b... 118 Gambar 4.6. PWM Kondisi Tegangan V REF< Tegangan V IN... 119 Gambar 4.7. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN... 119 Gambar 4.8. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN posisi level a... 120 Gambar 4.9. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN posisi level b... 120 Gambar 4.10. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN... 121 Gambar 4.11. PWM Kondisi Tegangan V REF< Tegangan V IN... 121 Gambar 4.12. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN... 122 Gambar 4.13. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN... 122 Gambar 4.14. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN... 123 Gambar 4.15. PWM Kondisi Tegangan V REF< Tegangan V IN... 123 Gambar 4.16. Rangkaian PWM Menggunakan IC-LM324... 124 Gambar 5.1. Model umum rangkaian logika... 133 vii

Gambar 5.2. Peta Karnaugh... 136 Gambar 5.3. Penerapan rangkaian AND dan OR dengan penyederhanaan sukumin... 137 Gambar 5.4. Penerapan rangkaian AND dan OR dengan penyederhanaan sukumax... 139 Gambar 5.5. Contoh diagram pohon 2 dan 3 tingkat... 140 Gambar 5.6. Bentuk bentuk dasar Rangkaian dua tingkat... 142 Gambar 5.7. Peta Karnaugh fungsi pada persamaan di atas... 142 Gambar 5.8. Programmable Logic Devices... 143 Gambar 5.9. Macrocell... 144 Gambar 5.10. CPLD... 144 Gambar 5.11. Evolusi PLD... 145 Gambar 5.12. Diagram blok register geser... 145 Gambar 5.13. Register geser 4 bit menggunakan JK Flip-flop... 146 Gambar 5.14. Register geser untuk parallel/serial atau serial/parallel... 148 Gambar 5.15. Register dengan multiplekser pada masukan D flip-flop... 148 Gambar 5.16. Rangkaian counter 4 bit... 150 Gambar 5.17. Diagram pulsa counter 4 bit... 150 Gambar 5.18. Penggunaan ADC dan DAC dalam sistem digital... 152 Gambar 5.19. DAC tipe tangga... 154 Gambar 5.20. DAC tipe R-2R dengan Penguat OP-AMP... 155 Gambar 5.21. Keluaran dari DAC dengan masukan dari pencacah... 156 Gambar 5.22. Diagram koneksi kaki-kaki IC ADC0804... 157 Gambar 5.23. ADC Succesive-approximation... 157 Gambar 5.24. Contoh operasi ADC Succesive-approximation... 158 viii

DAFTAR TABEL Tabel 2. 1. Analisa rangkaian penstabil tegangan dioda zener... 40 Tabel 5. 1. Tabel kebenaran register geser... 146 ix

x

PENDAHULUAN A. Latar belakang Program Guru Pembelajar (GP) sebagai salah satu strategi pembinaan guru dan tenaga kependidikan diharapkan dapat menjamin guru dan tenaga kependidikan mampu secara terus menerus memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan GP akan mengurangi kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki guru dan tenaga kependidikan dengan tuntutan profesional yang dipersyaratkan. Guru dan tenaga kependidikan wajib melaksanakan program GP baik secara mandiri maupun kelompok. Khusus untuk program GP dalam bentuk diklat dilakukan oleh lembaga pelatihan sesuai dengan jenis kegiatan dan kebutuhan guru. Penyelenggaraan diklat program GP dilaksanakan oleh PPPPTK dan LPPPTK KPTK atau penyedia layanan diklat lainnya. Pelaksanaan diklat tersebut memerlukan modul sebagai salah satu sumber belajar bagi peserta diklat. Modul merupakan bahan ajar yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta diklat berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang disajikan secara sistematis dan menarik untuk mencapai tingkatan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Modul diklat program GP ini merupakan substansi materi pelatihan yang dikemas dalam suatu unit program pembelajaran yang terencana guna membantu pencapaian peningkatan kompetensi yang didesain dalam bentuk printed materials (bahan tercetak). Modul Diklat program GP ini berbeda dengan handout, buku teks, atau bahan tertulis lainnya yang sering digunakan dalam kegiatan pelatihan guru, seperti diktat, makalah, atau ringkasan materi/bahan sajian pelatihan. Modul Diklat program GP pada intinya merupakan model bahan belajar (learning material) yang menuntut peserta pelatihan untuk belajar lebih mandiri dan aktif. 1

B. Tujuan Pembelajaran Modul program GP ini bertujuan untuk memfasilitasi peserta dengan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dipersyaratkan pada kegiatan pembelajaran. Sikap, pengetahuan dan keterampilan tersebut merupakan kompetensi-kompetensi profesional yang mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Sehingga setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat: 1. membedakan komponen sensor dan transduser pada rangkaian elektronika sesuai jenis dan fungsinya, 2. menguji rangkaian sumber tegangan dan arus konstan (catu daya) mode linier, 3. menguji rangkaian pembangkit gelombang sinusioda sesuai prosedur, 4. menguji rangkaian Pulse Width Modulation (PWM), 5. membedakan rangkaian keluarga logika (PLD, shift register, counter dan rangkaian kombinasi). Kemampuan ini merupakan bagian dari pengembangan keprofesian berkelanjutan agar para guru dapat mengembangkan keilmuan yang diampunya secara kreatif di lingkup pendidikan kejuruan yang akan menyumbang pengembangan profesi di Paket Keahlian Teknik Elektronika Audio Video. C. Peta Kompetensi No Kompetensi Utama Profesional Kompetensi Inti Guru Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu Standar Kompetensi Guru Kompetensi Guru Paket Keahlian 6.1. Mengevaluasi prosedur penerapan rangkaian elektronika Indikator Esensial/ Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) 6.1.1. Membedakan komponen sensor dan transduser pada rangkaian elektronika 6.1.2. Menguji rangkaian sumber tegangan dan arus konstan (catu daya) mode linier 6.1.3. Menguji rangkaian pembangkit gelombang sinusioda 6.1.4. Menguji rangkaian PWM - (Pulse Width Modulation) 6.1.5. Membedakan rangkaian keluarga logika (PLD, shift register, counter dan rangkaian kombinasi) 2

D. Ruang Lingkup Pada modul diklat program GP ini akan membahas materi tentang penerapan rangkaian elektronika untuk Paket Keahlian Teknik Elektronika Audio Video dikemas dalam 5 kegiatan pembelajaran, meliputi: 1. kegiatan pembelajaran 1 bertujuan untuk memfasilitasi peserta mampu menguasai sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan pada kegiatan pembelajaran tentang komponen sensor dan transduser pada rangkaian elektronika, 2. kegiatan pembelajaran 2 bertujuan untuk memfasilitasi peserta mampu menguasai sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan pada kegiatan pembelajaran tentang rangkaian sumber tegangan dan arus konstan (catu daya) mode linier, 3. kegiatan pembelajaran 3 bertujuan untuk memfasilitasi peserta mampu menguasai sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan pada kegiatan pembelajaran tentang rangkaian pembangkit gelombang sinusioda, 4. kegiatan pembelajaran 4 bertujuan untuk memfasilitasi peserta mampu menguasai sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan pada kegiatan pembelajaran tentang rangkaian Pulse Width Modulation (PWM), 5. kegiatan pembelajaran 5 bertujuan untuk memfasilitasi peserta mampu menguasai sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan pada kegiatan pembelajaran tentang rangkaian keluarga logika (PLD, shift register, counter dan rangkaian kombinasi). E. Saran Cara Penggunaan Modul Untuk memperoleh hasil belajar secara maksimal, dalam menggunakan modul ini maka langkah-langkah yang perlu dilaksanakan antara lain: 1. bacalah dan pahami dengan seksama uraian-uraian materi yang ada pada masing-masing kegiatan belajar yang berupa paparan fakta/data, konsep, prinsip, dalil, teori, prosedur, keterampilan, hukum dan nilai-nilai. Bila ada materi yang kurang jelas, peserta diklat dapat bertanya pada instruktur pengampu kegiatan belajar, 3

2. kerjakan setiap tugas/latihan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman yang telah dimiliki terhadap materi-materi yang dibahas dalam setiap kegiatan belajar, sekaligus dapat memfasilitasi peserta dalam menganalisis untuk berpikir dan bersikap kritis serta memantapkan sikap, pengetahuan, serta keterampilan yang terkait dengan uraian materi, 3. baca ringkasan yang merupakan sari pati dari uraian materi kegiatan pembelajaran untuk memperkuat pencapaian tujuan kegiatan pembelajaran, 4. tulis umpan balik, rencana pengembangan dan implementasi dari kegiatan belajar pada halaman yang tersedia sebagai rencana tindak lanjut kegiatan pembelajaran, 5. cocokkan hasil latihan/kasus/tugas pada kunci jawaban untuk mengukur tingkat pemahaman dan keberhasilan anda, 6. untuk kegiatan belajar yang terdiri dari teori dan praktik mandiri, perhatikanlah hal-hal berikut: a. perhatikan petunjuk-petunjuk keselamatan kerja yang berlaku, b. buat/pahami setiap langkah kerja (prosedur praktikum) dengan baik, c. sebelum melaksanakan praktikum, identifikasi (tentukan) peralatan dan bahan yang diperlukan dengan cermat, d. gunakan alat sesuai prosedur pemakaian yang benar, e. untuk melakukan kegiatan praktikum mandiri yang belum jelas, harus beraudio Video dengan instruktur terlebih dahulu, f. setelah selesai, kembalikan alat dan bahan ke tempat semula, 7. jika belum menguasai level materi yang diharapkan, ulangi lagi pada kegiatan belajar sebelumnya atau bertanyalah kepada instruktur yang mengampu kegiatan pembelajaran yang bersangkutan, 8. bila anda kesulitan terhadap istilah/kata-kata/frase yang berhubungan dengan materi pembelajaran, anda dapat melihat pada daftar glosarium yang tersedia pada modul ini. 4

Kegiatan Pembelajaran 1 : Komponen Sensor dan Transduser A. Tujuan Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat membedakan komponen sensor dan transduser pada rangkaian elektronika sesuai jenis dan fungsinya dengan benar. B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah menyelesaikan materi pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat: 1. mendefinisikan pengertian sensor dan transduser, 2. menentukan persyaratan umum sensor dan transduser, 3. membedakan jenis sensor dan transduser, 4. membedakan klasifikasi sensor dan transduser, 5. menyebutkan macam-macam sensor dan transduser, 6. membedakan klasifikasi sensor dan transduser berdasar fungsinya. C. Uraian Materi 1. Definisi Sensor dan transduser Sensor adalah alat untuk mendeteksi / mengukur suatu besaran fisis berupa variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia dengan diubah menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor itu sendiri terdiri dari transduser dengan atau tanpa penguat/pengolah sinyal yang terbentuk dalam satu sistem pengindera. Dalam lingkungan sistem pengendali dan robotika, sensor memberikan kesamaan yang menyerupai mata, pendengaran, hidung, lidah yang kemudian akan diolah oleh kontroler sebagai otaknya. Sensor merupakan transducer yang digunakan untuk mendeteksi kondisi suatu proses. Sedangkan pengertian transducer secara umum yaitu perangkat keras untuk mengubah informasi suatu bentuk energi ke informasi 5

bentuk energi yang lain secara proporsional. Contoh sensor untuk mengukur level BBM dalam tangki mobil, besaran level/ posisi di konversikan ke sinyal transducer yang ada pada dashboard mobil menjadi besaran tahanan kemudian diubah ke besaran listrik untuk ditampilkan. Sedangkan transduser adalah alat yang mengubah suatu energi dari satu bentuk ke bentuk lain, yang merupakan elemen penting dalam sistem pengendali. Secara umum transduser dibedakan atas dua prinsip kerja yaitu: pertama, transduser input dapat dikatakan bahwa transduser ini akan mengubah energi non-listrik menjadi energi listrik. Kedua, transduser output adalah kebalikannya, mengubah energi listrik ke bentuk energi non-listrik. William D.C, (1993), mengatakan transduser adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya. Transmisi energi ini bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optik (radiasi) atau thermal (panas). Contoh; generator adalah transduser yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik, motor adalah transduser yang merubah energi listrik menjadi energi mekanik, dan sebagainya. 2. Peryaratan Umum Sensor dan Transduser Dalam memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini (D Sharon, dkk, 1982): a. Linearitas Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan (response) terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik. Gambar 1.1 memperlihatkan hubungan dari dua buah sensor panas yang berbeda. Garis lurus pada gambar 1.1(a). memperlihatkan 6

tanggapan linier, sedangkan pada gambar 1.1(b). adalah tanggapan nonlinier. Gambar 1.1. Keluaran dari sensor dan tranduser panas (D Sharon dkk, 1982) b. Sensitivitas Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan. Beberapa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan satu volt per derajat, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt ada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan dua volt per derajat, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. Sensor dengan tanggapan pada gambar 1.1(b) akan lebih peka pada temperatur yang tinggi dari pada temperatur yang rendah. c. Tanggapan Waktu (time response) Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisi merkuri. Misalkan perubahan temperatur terjadi sedikit demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu, seperti tampak pada gambar 1.2(a). 7

Frekuensi adalah jumlah siklus dalam satu detik dan diberikan dalam satuan Hertz (Hz). (1 Hertz berarti 1 siklus per detik, 1 kilohertz berarti 1000 siklus per detik). Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan setia. Tetapi apabila perubahan temperatur sangat cepat lihat gambar 1.2(b) maka tidak diharapkan akan melihat perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya akan menunjukan temperatur rata-rata. Gambar 1.2. Temperatur berubah secara kontinyu (D. Sharon, dkk, 1982) Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan frekuensi sebuah sensor. Misalnya satu milivolt pada 500 hertz. Tanggapan frekuensi dapat pula dinyatakan dengan decibel (db), yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu dengan daya keluaran pada frekuensi referensi. 3. Jenis Sensor dan Transduser Perkembangan sensor dan transduser sangat cepat sesuai kemajuan teknologi, semakin komplek suatu sistem dibangun maka semakin banyak jenis sensor yang digunakan. Sensor yang digunakan dapat dikatagorikan menjadi dua jenis sensor yaitu: a. Internal sensor, yaitu sensor yang dipasang di dalam bodi. Sensor internal diperlukan untuk mengamati posisi, kecepatan, dan akselerasi berbagai sambungan mekanik, dan merupakan bagian dari mekanisme servo. b. Eksternal sensor, yaitu sensor yang dipasang diluar bodi. 8

Sensor eksternal diperlukan karena dua macam alasan yaitu berfungsi sebagai keamanan dan penuntun. Yang dimaksud berfungsi sebagai keamanan adalah untuk perlindungan terhadap kerusakan yang ditimbulkannya sendiri, serta keamanan untuk peralatan, komponen, dan orang-orang dilingkungannya. 4. Klasifikasi Transduser Berikut ini merupakan klasifikasi transduser menurut William DC sebagai berikut: a. Self generating transduser (transduser pembangkit sendiri) adalah transduser yang hanya memerlukan satu sumber energi. Contoh: piezo electric, termocouple, photovoltatic, termistor, dan sebagainya. Ciri transduser ini adalah dihasilkannya suatu energi listrik dari transduser secara langsung. Dalam hal ini transduser berperan sebagai sumber tegangan. b. External power transduser (transduser daya dari luar). External power transduser adalah transduser yang memerlukan sejumlah energi dari luar untuk menghasilkan suatu keluaran. Contoh: RTD (resistance thermal detector), Starin gauge, LVDT (linier variable differential transformer), Potensiometer, NTC, dan sebagainya. 5. Macam-macam sensor dan transduser Sensor thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperature/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu. Contohnya: bimetal, termistor, termokopel, RTD, photo transistor, photo dioda, photo multiplier, photovoltaik, infrared, pyrometer, hygrometer, dsb. Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar, tekanan, aliran, level dsb. Contoh; strain gauge, linear variable deferential transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dsb. Sensor optik atau cahaya adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengernai 9

benda atau ruangan. Contoh; photo cell, photo transistor, photo diode, photo voltaic, photo multiplier, pyrometer optic, dsb. Sensor fisika mendeteksi besaran suatu besaran berdasarkan hukum-hukum fisika. Contoh sensor fisika adalah sensor cahaya, sensor suara, sensor gaya, sensor tekanan, sensor getaran/vibrasi, sensor gerakan, sensor kecepatan,sensor percepatan, sensor gravitasi, sensor suhu, sensor kelembaban udara, sensor medan listrik/magnit, dsb. 6. Klasifikasi sensor berdasar fungsinya Sensor dibedakan sesuai dengan aktifitas sensor yang didasarkan atas konversi sinyal yang dilakukan dari besaran sinyal bukan listrik (non electric signal value) ke besaran sinyal listrik (electric signal value) yaitu : sensor aktif (active sensor) dan sensor pasif (passive sensor). Pada gambar 1.3 berikut ditunjukkan sifat dari sensor berdasarkan klasifikasi sesuai fungsinya. Gambar 1.3. Sifat dari sensor berdasarkan klasifikasi 10

a. Sensor Aktif (active sensor) Sensor aktif adalah suatu sensor yang dapat mengubah langsung dari energi yang mempunyai besaran bukan listrik (seperti : energi mekanis, energi thermis, energi cahaya atau energi kimia) menjadi energi besaran listrik. Sensor ini biasanya dikemas dalam satu kemasan yang terdiri dari elemen sensor sebagai detektor, dan piranti pengubah sebagai transducer dari energi dengan besaran bukan listrik menjadi energi besaran listrik. Sensor-sensor yang tergolong sensor aktif ini banyak macam dan tipe yang dijual di pasaran komponen elektronik (sebagai contoh: thermocouple, foto cell atau yang sering ada di pasaran LDR (Light Dependent Resistor), foto diode, piezo electric, foto transistor, elemen solar cell, tacho generator, dan lain-lainnya). Prinsip kerja dari jenis sensor aktif adalah menghasilkan perubahan resistansi/tahanan listrik, perubahan tegangan atau juga arus listrik langsung bila diberikan suatu respon penghalang atau respon penambah pada sensor tersebut (contoh sinar/cahaya yang menuju sensor dihalangi atau ditambah cahayanya, panas pada sensor dikurangi atau ditambah dan lain-lainnya). 1). Sensor dengan perubahan suhu Sensor ini bekerjanya karena adanya perubahan suhu disekitar sensor, hasil pendeteksian berupa sinyal bukan listrik diubah menjadi sinyal listrik, biasanya berupa tegangan listrik. Dan umumnya setiap perubahan dalam 10 C menghasilkan tegangan listrik sebesar 1mV dc. Sensor suhu mempunyai beberapa model dan jenis contoh sensor suhu yang ada di pasaran, diantaranya PTC, NTC, PT100, LM35, thermocouple dan lain-lain. Berikut ini karakteristik beberapa jenis sensor suhu. 11

Gambar 1.4. Karakteristik beberapa jenis sensor suhu Pada gambar di atas IC sensor dan thermocouple memiliki linearitas paling baik, namun karena dalam tugas ini suhu yang diukur lebih dari 100 C, maka thermocouple yang paling sesuai karena mampu hingga mencapai suhu 1200 C. Sedangkan IC sensor linear mampu hingga 135 C. PTC dan NTC Termistor atau tahanan thermal adalah komponen semikonduktor yang memiliki karakter sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif. Ada 2 jenis termistor yang sering kita jumpai dalam perangkat elektronika yaitu NTC (Negative Thermal Coeffisien) dan PTC (Positive Thermal Coeffisien). Umumnya tahanan termistor pada temperatur ruang dapat berkurang 6% untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1 C. Kepekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk pengukuran, pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi. 12

Gambar 1.5. Thermistor Termistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti: mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5 W sampai 75 W dan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-manik (beads) dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer) dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincincincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau paralel guna memperbesar disipasi daya. Gambar 1.6. Simbol dan fisik thermistor 13

Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara eksponensial untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien): Teknik Kompensasi Termistor Karkateristik termistor berikut memperlihatkan hubungan antara temperatur dan resistansi seperti tampak pada gambar berikut: Gambar 1.7. Karakteristik Thermistor Untuk pengontrolan perlu mengubah tahanan menjadi tegangan, berikut rangkaian dasar untuk mengubah resistansi menjadi tegangan. Gambar 1.8. Rangkaian Thermistor Thermistor dengan koefisien positif (PTC, Positive Thermal Coeffisien) Grafik karakteristik termistor jenis PTC : 14

Gambar 1.9. Karakteristik PTC Dalam operasinya termistor jenis PTC memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan umumnya nilai tahanannya naik terhadap temperatur secara eksponensial. Gambar 1.10. Rangkaian PTC Untuk teknik kompensasi temperatur menggunakan rangkaian penguat jembatan lebih baik digunakan untuk jenis sensor resistansi karena rangkaian jembatan dapat diatur titik kesetimbangannya. Gambar 1.11. Teknik kompensasi PTC 15

LM 35 Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor Suhu LM35 yang banyak dipakai dalam rangkaian elektronika diproduksi oleh National Semiconductor. LM35 memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan. Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan ke sensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan ketentuan bahwa LM35 hanya membutuhkan arus sebesar 60 µa hal ini berarti LM35 mempunyai kemampuan menghasilkan panas (self-heating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah yaitu kurang dari 0,5 ºC pada suhu 25 ºC. Berikut ini ditunjukkan struktur sensor LM35 Gambar 1.12. Sensor Suhu LM35 Gambar di atas menunjukan bentuk dari LM35 tampak depan dan tampak bawah. 3 pin LM35 menujukan fungsi masing-masing pin diantaranya, pin 1 berfungsi sebagai sumber tegangan kerja dari LM35, pin 2 atau tengah digunakan sebagai tegangan keluaran atau 16

V out dengan jangkauan kerja dari 0 Volt sampai dengan 1,5 Volt dengan tegangan operasi sensor LM35 yang dapat digunakan antar 4 Volt sampai 30 Volt. Keluaran sensor ini akan naik sebesar 10 mv setiap derajad celcius sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: V LM35 = 10 mv/ o C. Gambar 1.13. Rangkaian LM35 Gambar di atas kiri adalah gambar skematik rangkaian dasar sensor suhu LM35-DZ. Rangkaian ini sangat sederhana dan praktis. Vout adalah tegangan keluaran sensor yang terskala linear terhadap suhu terukur, yakni 10 milivolt per 1 derajad celcius. Jadi jika Vout = 530mV, maka suhu terukur adalah 53 derajad Celcius.Dan jika Vout = 320mV, maka suhu terukur adalah 32 derajad Celcius. Tegangan keluaran ini bisa langsung diumpankan sebagai masukan ke rangkaian pengkondisi sinyal seperti rangkaian penguat operasional dan rangkaian filter, atau rangkaian lain seperti rangkaian pembanding tegangan dan rangkaian Analog-to-Digital Converter. Berikut ini merupakan karakteristik Sensor LM35 yaitu: a) memiliki sensitivitas suhu, dengan faktor skala linier antara tegangan dan suhu 10 mvolt/ºc, sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam celcius, b) memiliki ketepatan atau akurasi kalibrasi yaitu 0,5 ºC pada suhu 25 ºC, c) memiliki jangkauan maksimal operasi suhu antara -55 ºC sampai +150 ºC, d) bekerja pada tegangan 4 sampai 30 volt, 17

e) memiliki arus rendah yaitu kurang dari 60 µa, f) memiliki pemanasan sendiri yang rendah (low-heating) yaitu kurang dari 0,1 ºC pada udara diam, g) memiliki impedansi keluaran yang rendah yaitu 0,1 W untuk beban 1 ma, h) memiliki ketidaklinieran hanya sekitar ± ¼ ºC. Gambar 1.14. Grafik karakteristik LM35 terhadap suhu RTD (Resitance Thermal Detector) RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering digunakan. RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik isolator. Bahan kawat untuk RTD tersebut antara lain; platina, emas, perak, nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena dapat digunakan menyensor suhu sampai 1500 C. Tembaga dapat digunakan untuk sensor suhu yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah terserang korosi. Gambar 1.15. Resitance Thermal Detector (RTD) Bentuk konstruksi RTD secara umum dapat dilihat pada gambar berikut: 18

Gambar 1.16. Bentuk fisik RTD A. Cryogenic RTD B. Hollow Annulus High Pressure LH 2 RTD C. Hollow Annulus LH 2 RTD D. 1/8" Diameter LN 2 RTD Dalam penggunaannya, RTD (PT100) juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari RTD (PT100) adalah: a) ketelitiannya lebih tinggi dari pada termokopel, b) tahan terhadap temperatur yang tinggi, c) stabil pada temperatur yang tinggi, karena jenis logam platina lebih stabil dari pada jenis logam yang lainnya, d) kemampuannya tidak akan terganggu pada kisaran suhu yang luas. Sedangkan kekurangan dari RTD (PT100) adalah: a) lebih mahal dari pada termokopel, b) terpengaruh terhadap goncangan dan getaran, c) respon waktu awal yang sedikit lama (0,5 s/d 5 detik, tergantung kondisi penggu naannya), d) jangkauan suhunya lebih rendah dari pada termokopel, RTD (PT100) mencapai suhu 650 0 C, sedangkan termokopel mencapai suhu 1700 0 C. Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear terhadap temperatur uji tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model matematis linier adalah: Ro = tahanan konduktor pada temperature awal ( biasanya 0 o C) RT = tahanan konduktor pada temperatur t o C 19

α = koefisien temperatur tahanan Δt = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal Sedangkan model matematis nonliner kuadratik untuk RTD adalah: Grafik perbandingan resistansi dengan temperatur untuk variasi RTD metal. Gambar 1.17. Grafik perbandingan resistansi dengan temperatur untuk variasi RTD metal PT100 merupakan tipe RTD yang paling populer yang digunakan di industri. Resistance Temperature Detector merupakan sensor pasif, karena sensor ini membutuhkan energi dari luar. Elemen yang umum digunakan pada tahanan resistansi adalah kawat nikel, tembaga, dan platina murni yang dipasang dalam sebuah tabung guna untuk memproteksi terhadap kerusakan mekanis. Resistance Temperature Detector (PT100) digunakan pada kisaran suhu -200 0 C sampai dengan 650 0 C. Berikut adalah gambar dari sensor PT100. Gambar 1.18. Sensor PT100 dan karakteristik 20

Sensor Cahaya Komponen-komponen sensor cahaya merupakan alat terandalkan untuk mendeteksi energi cahaya. Alat ini melebihi sensitivitas mata manusia terhadap semua spectrum warna dan juga bekerja dalam daerah-daerah ultraviolet dan infra merah. Energi cahaya bila diolah dengan cara yang tepat akan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk teknik pengukuran, teknik pengontrolan dan teknik kompensasi. Sel-sel fotokonduktif (photoconductive cell), juga disebut tahanan cahaya (photo resistor) atau tahanan yang bergantung cahaya (LDRlight dependent resistor), dipakai luas dalam industri dan penerapan pengontrloan di laboratorium. Sedangkan sel-sel foto tegangan (photovoltatic cells), adalah alat semikonduktor untuk mengubah energi radiasi daya listrik. Contoh yang sangat baik adalah sel matahari (solar cell) yang digunakan dalam teknik ruang angkasa. Sensor cahaya adalah komponen elektronika yang dapat berfungsi mengubah suatu besaran optik (cahaya) menjadi besaran elektrik. Sensor cahaya berdasarkan perubahan elektrik yang dihasilkan dibagi menjadi 2 jenis yaitu: a) photovoltaic: yaitu sensor cahaya yang dapat mengubah perubahan besaran optik (cahaya) menjadi perubahan tegangan, salah satu sensor cahaya jenis photovoltaic adalah solar cell, b) photoconductive: yaitu sensor cahaya yang dapat mengubah perubahan besaran optik (cahaya) menjadi perubahan nilai konduktansi (dalam hal ini nilai resistansi), contoh sensor cahaya jenis photoconductive adalah LDR, Photo Diode,Photo Transistor. SOLAR CELL Solar cell merupakan jenis sensor cahaya photovoltaic, solar cell dapat mengubah cahaya yang diterima menjadi tegangan. Gambar simbol dan bentuk asli solar cell adalah: 21

Gambar 1.19. Photovoltaic Apabila solar cell menerima pancaran cahaya maka pada kedua kaki solar cell akan muncul tegangan DC sebesar 0,5 Vdc sampai 0,6 Vdc untuk tiap cell. Aplikasi solar cell yang paling sering kita jumpai adalah pada calculator. LDR (Light Dependent Resistor) LDR (Light Dependent Resistor) adalah sensor cahaya yang dapat mengubah besaran cahaya yang diterima menjadi besaran konduktansi. Gambar simbol dan bentuk asli adalah sebagai berikut: Gambar 1.20. Light Dependent Resistor (LDR) Apabila LDR menerima cahaya maka nilai konduktansi antara kedua kakinya akan meningkat (resistansi turun). Semakin besar cahaya yang diterima maka semakin tinggi nilai konduktansinya (nilai resistansinya semakin rendah). Aplikasi LDR salah satunya pada lampu penerangan jalan yang akan menyala otomatis pada saat cahaya matahari mulai redup. Photo Diode Photo diode adalah sensor cahaya yang mengadopsi prinsip dioda, yaitu hanya akan mengalirkan arus listrik satu arah saja. 22

Gambar 1.21. Photo diode Sama seperti LDR, photo diode juaga akan mengubah besaran cahaya yang diterima menjadi perubahan konduktansi pada kedua kakinya, semakin besar cahaya yang diterima semakin tinggi juga nilai konduktansinya dan sebaliknya. Pada photo diode walaupun nilai konduktansi tinggi (resistansi rendah) tetapi arus listrik hanya dapat dialirkan satu arah saja dari kaki Anoda ke kaki Katoda. Photo Transistor Photo transistor adalah sensor cahaya yang dapat mengubah besaran cahaya menjadi besaran konduktansi. Gambar 1.22. Photo Transistor Photo transistor prinsip kerjanya sama halnya dengan transistor pada umum, fungsi bias tegangan basis pada transistor biasa digantikan dengan besaran cahaya yang diterima photo transistor. Pada saat photo transistor menerima cahaya maka nilai konduktansi kaki kolektor dan emitor akan naik (resistansi kaki kolektor-emitor turun). 23

D. Aktifitas Pembelajaran 1. Selama proses pembelajaran, peserta hendaknya melakukan eksperimen mandiri untuk membedakan komponen sensor dan transduser pada rangkaian elektronika sesuai jenis dan fungsinya yang digunakan dalam rangkaian Teknik Elektronika Audio Video dengan benar. 2. Sebagai tugas praktek mandiri, buatlah langkah-langkah eksperimen secara detail, lengkap dengan keselamatan kerja tentang penerapan komponen sensor dan transduser yang banyak digunakan pada rangkaian Teknik Elektronika Audio Video, lakukan eksperimen sesuai dengan prosedur atau langkah kerja dan keselamatan kerja yang anda buat dan catatlah hasil eksperimen serta lakukan analisa datanya, kemudian buatlah kesimpulan! 3. Untuk menambah wawasan dan informasi anda, akses salah satu publikasi di website yang berkaitan tentang komponen sensor dan transduser sesuai jenis dan fungsinya yang banyak digunakan pada rangkaian Teknik Elektronika Audio Video serta jawablah pertanyaan berikut ini: a. Jelaskan definisi sensor dan transduser! b. Sebutkan persyaratan umum sensor dan transduser! c. Sebutkan jenis sensor dan transduser! d. Jelaskan klasifikasi sensor dan transduser! e. Jelaskan macam macam sensor dan transduser! f. Jelaskan klasifikasi sensor dan transduser berdasarkan fungsinya! 3. Amati lingkungan laboratorium anda, apakah jumlah fasilitas peralatan dan bahan serta prosedur pengujian rangkaian elektronika terutama untuk praktikum sensor dan transduser sudah standar? Jika belum standar, peluang apa saja yang bisa anda lakukan untuk menerapkannya sesuai standar? Untuk itu buatlah analisa data berupa kondisi ideal, kondisi nyata, kesenjangan antara kondisi ideal dan kondisi nyata, serta solusi yang diusulkan tentang penerapan komponen sensor dan transduser yang 24

banyak digunakan pada rangkaian Teknik Elektronika Audio Video di tempat anda bekerja! E. Latihan/Tugas 1. Jelaskan definisi sensor dan transduser! 2. Sebutkan persyaratan umum sensor dan transduser! 3. Sebutkan jenis sensor dan transduser! 4. Jelaskan klasifikasi sensor dan transduser! 5. Jelaskan macam macam sensor dan transduser! 6. Jelaskan klasifikasi sensor dan transduser berdasarkan fungsinya! F. Rangkuman 1. Definisi sensor dan transduser Sensor adalah alat untuk mendeteksi / mengukur suatu besaran fisis berupa variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia dengan diubah menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor itu sendiri terdiri dari transduser dengan atau tanpa penguat/pengolah sinyal yang terbentuk dalam satu sistem pengindera. 2. Persyaratan umum sensor dan transduser Persyaratan sensor meliputi: a) sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan (response) terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. b) Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan. c) Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. 3. Jenis sensor dan transduser Sensor yang digunakan dapat dikatagorikan menjadi dua jenis sensor yaitu Internal sensor, yaitu sensor yang dipasang di dalam bodi, diperlukan untuk mengamati posisi, kecepatan, dan akselerasi berbagai sambungan mekanik, dan merupakan bagian dari mekanisme servo, Eksternal sensor yaitu sensor yang dipasang diluar bodi. 25

4. Klasifikasi sensor dan transduser Adapun klasifikasi transducer meliputi : a) Self generating transduser (transduser pembangkit sendiri) adalah transduser yang hanya memerlukan satu sumber energi. Contoh: piezo electric, termocouple, photovoltatic, termistor, dsb. b). External power transduser (transduser daya dari luar) External power transduser adalah transduser yang memerlukan sejumlah energi dari luar untuk menghasilkan suatu keluaran. Contoh: RTD (resistance thermal detector), Starin gauge, LVDT (linier variable differential transformer), Potensiometer, NTC, dsb. 5. Klasifikasi sensor dan transduser berdasarkan fungsinya Sensor thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperature/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu. Contohnya: bimetal, termistor, termokopel, RTD, photo transistor, photo dioda, photo multiplier, photovoltaik, infrared, pyrometer, hygrometer, dsb. Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar, tekanan, aliran, level dsb. Contoh; strain gage, linear variable deferential transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dsb. Sensor optic atau cahaya adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengernai benda atau ruangan. Contoh; photo cell, photo transistor, photo diode, photo voltaic, photo multiplier, pyrometer optic, dsb. Sensor fisika mendeteksi besaran suatu besaran berdasarkan hukumhukum fisika. Contoh sensor fisika adalah sensor cahaya, sensor suara, sensor gaya, sensor tekanan, sensor getaran/vibrasi, sensor gerakan, sensor kecepatan,sensor percepatan, sensor gravitasi, sensor suhu, sensor kelembaban udara, sensor medan listrik/magnit, dsb. Sensor dibedakan sesuai dengan aktifitas sensor yang didasarkan atas konversi sinyal yang dilakukan dari besaran sinyal bukan listrik (non 26

electric signal value) ke besaran sinyal listrik (electric signal value) yaitu : sensor aktif (active sensor) dan sensor pasif (passive sensor). G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 1. Umpan Balik Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran ini, periksa penguasaan pengetahuan dan keterampilan anda menggunakan daftar periksa di bawah ini: No Indikator Ya Tidak Bukti 1. Mendefinisikan pengertian sensor dan transduser 2. Menentukan peryaratan umum sensor dan transduser 3. Membedakan jenis sensor dan transduser 4. Membedakan klasifikasi sensor dan transduser 5. Menyebutkan macam-macam sensor dan transduser 6. Membedakan klasifikasi sensor dan transduser berdasar fungsinya 2. Tindak Lanjut a. Buat rencana pengembangan dan implementasi praktikum sesuai standar di lingkungan laboratorium kerja anda. b. Gambarkan suatu situasi atau isu di dalam laboratorium anda yang mungkin dapat anda ubah atau tingkatkan dengan mengimplementasikan sebuah rencana tindak lanjut. c. Apakah judul rencana tindak lanjut anda? d. Apakah manfaat/hasil dari rencana aksi tindak lanjut anda tersebut? e. Uraikan bagaimana rencana tindak lanjut anda memenuhi kriteria SMART (spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, rentang/ketepatan waktu). 27

Kegiatan Pembelajaran 2 : Rangkaian Sumber Tegangan dan Arus Konstan A. Tujuan Setelah menyelesaikan materi pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat menguji rangkaian sumber tegangan dan arus konstan (catu daya) mode linier sesuai prosedur dengan benar. B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah menyelesaikan materi pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat: 1. menerapkan konsep dasar rangkaian sumber tegangan, 2. menerapkan konsep tahanan dalam dinamis dalam rangkaian sumber tegangan, 3. menerapkan konsep sumber arus konstan, 4. menerapkan konsep tahanan dalam sumber arus, 5. menerapkan konsep penstabil tegangan, 6. menentukan parameter penstabilan pada rangkaian penstabil tegangan, 7. menerapkan rangkaian penstabil tegangan dengan dioda zener. 8. menerapkan rangkaian penstabil tegangan paralel dengan transistor, 9. menerapkan rangkaian penstabil tegangan paralel dengan opamp, 10. menerapkan rangkaian penstabil tegangan seri dengan transistor, 11. menerapkan rangkaian penstabil tegangan dengan rangkaian pembanding, 12. menerapkan rangkaian penstabil tegangan dengan Op-Amp, 13. menerapkan rangkaian sumber arus konstan dengan transistor, 14. menerapkan rangkaian sumber arus konstan dengan FET, 15. menerapkan rangkaian sumber arus konstan dengan Operational Amplifier, 28

C. Uraian Materi 1. Konsep Dasar Rangkaian Sumber Tegangan Hampir semua rangkaian catu daya, diperlukan salah satu bentuk penyearahan untuk mengubah tegangan dan arus bolak balik menjadi tegangan dan arus searah. Gambar 2.1. menunjukkan sebuah blok rangkaian dari sumber tegangan konstan dan rangkaian penggantinya. Gambar 2.1. Prinsip sumber tegangan konstan Sebelum mempelajari rangkaian yang sebenarnya, beberapa hal lain yang penting mengenai catu daya perlu dipertimbangkan. Hal ini untuk tujuan diagnosa kesalahan, maka sangat perlu bagaimana sistem pengaturan daya disalurkan hingga berakhir sampai pada beban. Sebuah catu daya yang baik, salah satu syarat yang penting adalah dia harus dapat memberikan tegangan keluaran yang stabil untuk berbagai keperluan beban. Untuk itu diperlukan sistem pengendalian yang tepat sesuai dengan tuntutan spesifikasi rancangan. Untuk mengamati tingkat kestabilan sebuah piranti catu daya, maka pada saluran keluaran perlu diberi beban R L dan beban tersebut harus diatur mulai dari tahanan beban minimum R Lmin sampai pada batas tahanan beban maksimum R Lmak. Bila dilihat dari rangkaian pengganti seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1, dimana beban R L terhubung secara seri terhadap tahanan dalam r i dari catu daya. Dengan demikian untuk mengamati tingkat kestabilan dapat dengan mudah menggunakan persamaan pembagi tegangan yang sederhana: VKL V0 V KL - I.r 1 V0. 1 ri/r L 29

Dari persamaan di atas dapat disimpulkan, bahwa untuk mendapatkan pengaturan tegangan konstan syaratnya tahanan beban minimum harus jauh lebih besar dari tahanan dalam dinamis catu daya (R Lmin r i ). Dengan demikian tegangan dalam (V 0) ( 0 dibaca nol ) dari catu daya hanya bisa menyediakan sumber tegangan konstan pada rentang beban keluaran R L yang terbatas, dan ketika R L = r i, maka besarnya tegangan keluaran V KL = 0,5.V 0. dan bila R L=0 maka rangkaian menjadi terhubung singkat, sehingga besarnya arus hubung singkat adalah: I CS V r i 0 Dari persamaan ini dapat disimpulkan, bahwa semakin kecil tahanan dalam dinamis r i maka arus keluaran akan semakin bertambah besar. 2. Tahanan dalam dinamis Tahanan dalam dinamis r i dari sebuah rangkaian sumber tegangan konstan, adalah besarnya faktor perbandingan antara perubahan tegangan jepit V KL dengan perubahan arus I yang mengalir pada rangkaian. Manfaat dan fungsi dari r i; apabila beban keluaran R L mengalami hubungan singkat, maka disisi lain tahanan dalam dinamis r i sangat diperlukan sebagai tahanan pembatas/pengaman arus lebih. Untuk menentukan besarnya tahanan dalam dinamis dapat dengan cara mengamati perubahan tegangan keluaran V KL dan dibandingkan dengan perubahan arus I pada saat rentang beban R L tertentu. Sehingga perubahan arus I pada perubahan beban dapat ditentukan: Bila: R L1 R L2 maka: I = I 2 - I 1 I 1 I 2 V KL = V KL1-V KL2 V KL1 V KL2 Perubahan besarnya tegangan jepit (pembesaran/naiknya atau pengecilan/turunnya) dari V KL = V KL1-V KL2 sama dan sebanding dengan perubahan besarnya tahanan dalam dinamis (pengecilan/turunnya atau pembesaran/naiknya) tegangan jatuh yang memotong pada tahanan dalam dinamis ri: V KL = I - r I Sehingga persamaannya adalah: ri ΔVKL ΔI 30

Bila R L dirubah dengan harga yang yang ekstrim yaitu mulai dari R L = 0 sampai R L = (besar sekali), maka tegangan ini dinamakan tegangan jepit atau tegangan klem V KL = V 0 dan I = I k. V0 ri I k Bila sumber tegangan mempunyai tahanan dalam dinamis r i besar akibat dari perubahan beban R L, maka akan menyebabkan perubahan tegangan klem/jepit V KL menjadi besar. Sebaliknya bila perubahan tegangan jepit/klem V KL kecil, dengan demikian tahanan dalam dinamis r i dari sumber tegangan juga kecil. Sifat dari sumber tegangan konstan jika r i /R L<< 1. 3. Sumber Arus Konstan Gambar 2.2. menunjukkan rangkaian dasar dari sumber arus konstan, dimana jelas sekali letak perbedaan antara rangkaian sumber tegangan konstan dan sumber arus konstan. Pada sumber tegangan konstan posisi beban R L seri terhadap tahanan dalam r i, sedangkan pada sumber arus konstan posisi beban R L adalah paralel terhadap tahanan dalam r i. Gambar 2.2. Prinsip sumber arus konstan Agar supaya terdapat lingkaran arus maksimum I yang mengalir menuju ke beban R L, maka syaratnya sumber arus harus selalu mempunyai tahanan dalam dinamis r i yang besar. Sifat ini kebalikan dengan sumber tegangan konstan, dimana tahanan dalam dinamis r i harus ditentukan/dibuat sebesar mungkin. Karena r i R L, maka persamaan arus dapat disederhanakan menjadi: VO I r R i L V I R O L Dari persamaan ini dapat disimpulkan, bahwa arus yang mengalir ke beban R L praktis tidak lai dipengaruhi oleh perubahan tegangan jepit V 0. Kualitas dari sebuah sumber arus konstan sangat ditentukan oleh tegangan klem V 0 dan arus klem I K, karena untuk mendapatkan arus konstan syaratnya 31

tahanan beban minimum R Lmin harus jauh lebih kecil dari tahanan dalam dinamis r i (R Lmin ri). Dengan demikian tegangan klem (V 0 = I K.r i) hanya bisa menyediakan sumber arus konstan pada rentang beban keluaran R L tertentu saja, dan ketika tahanan dalam r i menurun sampai batas R L = r i, maka besarnya arus klem I K =. I, dimana rangkaian tidak lagi berfungsi sebagai sumber arus konstan. 4. Tahanan dalam sumber arus Sebuah sumber arus dikatakan ideal apabila mempunyai tahanan dalam r i= dengan arus klem masukan I K tetap konstan, dengan demikian persyaratan unjuk kerja sebagai sumber arus konstan dapat terpenuhi. 5. Penstabil Tegangan Telah dijelaskan di atas, bahwa untuk merealisasi sebuah rangkaian sumber tegangan konstan, syaratnya harus bisa mengusahakan tahanan dalam dibuat sekecil mungkin terhadap kebutuhan beban. Ada dua macam prinsip dasar penstabil tegangan yaitu penstabil tegangan paralel dan penstabil tegangan seri. Gambar 2.3. Prinsip dasar sumber arus dan sumber tegangan Gambar 2.3, menunjukkan prinsip dasar penstabil tegangan paralel (a) dan penstabil tegangan seri (b), dengan menerapkan pengaturan secara elektronik dari tahanan R p dan R s prinsip dari sumber tegangan dapat direalisasi, sehingga perubahan tahanan beban R L praktis tidak lagi dapat mempengaruhi tegangan keluaran Va atau arus keluaran I L. 6. Parameter yang menentukan Penstabilan Untuk mengetahui tingkat kestabilan/unjuk kerja sebuah penstabil tegangan, ada beberapa parameter yang perlu diperhatian yaitu: a. faktor kestabilan absolut (S a), b. faktor kestabilan relatif (S r), 32

c. tahanan dalam dinamis (r i). Yang dimaksud faktor kestabilan absolut adalah perbandingan perubahan tegangan masukan V 0 terhadap perubahan tegangan keluaran V a, sedangkan faktor kestabilian relatif adalah perbandingan tegangan masukan V 0 terhadap tegangan keluaran V a dikalikan dengan faktor kestabilan absolut, dimana hasilnya selalu S a S r. Faktor kestabilan sebuah sumber tegangan konstan sangat penting sekali untuk diketahui seberapa besar nilai faktornya, karena baik itu faktor kestabilan relatif maupun absolut secara tidak langsung dapat untuk mengetahui pengaruh besar kecilnya tahanan dalam dinamis r i. Sebuah sumber tegangan konstan yang ideal, adalah faktor kestabilan harus mempunyai harga yang besar dan konstan pada setiap perubahan beban keluaran R L. Dan selama faktor kestabilan mempunyai nilai yang berubah ubah, ini menunjukkan tahanan dalam dinamis r i juga ikut berubah, dengan demikian tegangan keluaran V a juga berubah akibat dari perubahan beban R L. Agar supaya didapat tegangan keluaran yang stabil/konstan, maka faktor kestabilan harus dibuat sebesar mungkin, ini berlaku baik untuk rangkaian sumber tegangan konstan maupun sumber arus konstan. Faktor kestabilan absolut (S a): V 0 Sa V a Faktor kestabilan absolut diukur pada saat kondisi beban R L dipertahankan konstan. Faktor kestabilan relatif (S r): S r ΔV V0 ΔV V a 0 a ΔV ΔV 0 a V. V a 0 S S r a V. V a 0 Faktor kestabilan relatif diukur pada saat kondisi beban R L dipertahankan konstan. 33

Menentukan tahanan dalam dinamis (r i ): r i ΔVa ΔI L Untuk menentukan tahanan dalam dinamis, diukur pada saat tegangan masukan V 0 dipertahankan konstan. 7. Rangkaian Penstabil Tegangan dengan dioda zener Pada Gambar 2.4a, telah dijelaskan secara praktis, bahwa untuk mendapatkan sumber tegangan konstan pada rangkaian paralel syaratnya tahanan depan R v harus ditetapkan besar terhadap tahanan paralel R p (tahanan R p dapat dianalogikan sebagai tahanan dalam dinamis r z). Tahanan R v terhubung dengan tahanan R p paralel R L dan membentuk rangkaian pembagi tegangan. Dengan demikian agar supaya tegangan V a tetap konstan, maka: a. bila R L diperbesar, maka R p harus menjadi kecil, dan arus I p naik, b. sebaliknya bila R L mengecil, maka R p akan mengecil, dan arus I p menjadi turun, c. dan bila V 0 naik, maka R p akan menjadi kecil, sedangkan arus I p akan naik, d. sebaliknya bila V 0 turun, maka R p akan menjadi besar dan arus I p menurun. Prinsip penstabilan akan bekerja dengan baik, apabila selama tegangan masukan V 0 ditetapkan/dipertahankan lebih besar dari tegangan keluaran Va. (V 0 V a). Batasan dimensi yang diperkenankan: V 0 = (2 sampai 4.V a). a. Penstabil Tegangan paralel dengan Diode Zener Pada Gambar 2.4, dengan bantuan diode zener dapat dengan mudah merealisasi sebuah penstabil tegangan paralel sederhana. 34

Gambar 2.4. Penstabil tegangan paralel dengan diode zener (a) Rangkaian penstabil tegangan, (b) Perubahan tahanan depan Rv terhadap perubahan tegangan masukan, (c) Dioda paralel terhadap beban, (d) pergeseran titik kerja terhadap perubahan beban. Pada Gambar 2.4a, menunjukkan rangkaian penstabil pada kondisi saat tanpa beban R L dengan perubahan tegangan masukan V 0. Sedangkan Gambar 4c dan 4d menunjukkan dimana rangkaian penstabil pada kondisi ini, beban dibuat berubah yang mana tujuannya adalah untuk mengamati tingkat kestabilannya. Telah dijelaskan di atas, bahwa pada saat tanpa beban R L, tahanan seri R V terhubung secara seri dengan diode zener rangkaian terhubung secara seri. Pada gambar 2.4b menggambarkan bahwa dengan membadingkan perubahan tegangan V 01 dan V 02 dengan V R1,1 dan V R1,2, jelas nampak sekali bahwa perubahan tegangan masukan V 0 adalah akibat dari perubahan tegangan jatuh pada tahanan depan R V. Sedangkan pada gambar 2.4c, menunjukkan dimana beban R L dengan diode zener Z D terhubung secara paralel dan keduanya berposisi secara seri dengan tahanan depan R V. 35

Berdasarkan kejadian yang diperlihatkan kurva diagram dari Gambar 2.4b dan 2.4c, maka pendimensian perubahan kebutuhan arus beban I L dapat diketahui, yaitu dengan cara menarik garis beban R L memotong titik kerja A 2 dibawah arus I zmin. Dengan demikian dari Gambar 2.4c, berlaku persamaan: V z = V a = V 0 R V.I = V 0 R V. (I Z + I L) Untuk itu bila tegangan masukan V 0 dan tegangan diode zener dipertahankan konstan, maka dengan demikian arus masukan (I = I L + I Z) harus konstan juga. Dari ini prinsip rangkaian penstabil harus memperhatikan, apakah pada saat tahanan R 2 dan diode zener D Z rangkaian terhubung secara seri dengan tahanan depan Rv dan bersifat sebagai sumber arus konstan yang ditentukan dari arus masukan I. Seperti yang diperlihatkan pada kurva Gambar 2.4d, bila ada kenaikan tegangan keluaran sebesar V Z, maka dengan demikian jelas tegangan masukan akan berubah mengecil sebesar V 0, dan agar supaya rangkaian dapat mempertahanakan tegangan keluaran konstan, maka kurva karakteristik diode zener harus berubah seperti apa yang diperlihatkan pada Gambar 4c dan 4d, dengan demikian perubahan tegangan keluaran V Z dapat dipertahankan kostan (perubahan V Z relatif kecil). Dari kurva diagram diode zener dapat ditentukan perubahan besarnya tahanan dinamis r z ΔV absolut dapat ditentukan: V 0 = I Z. R v + V Z ΔV0 Δ Z I.Rv 1 ΔV ΔV Z Z Z / ΔI, dengan demikian faktor kestabilan Z S a R r v z 1 Prinsip penstabilan akan sangat baik, apabila faktor perbadingan tahanan depan R v dan tahanan dinamis r z dibuat sebesar mungkin. ( R v / r Z 1) dan dengan bantuan tegangan/arus DC prinsip penstabilan untuk menentukan tahanan dinamis r z dapat ditentukan. 36

b. Diode Zener Dengan Beban RL Perubahan beban R L, maka akan menyebabkan arus masukan I sebagian mengalir menuju ke beban R L sebesar I L, sehingga menyebabkan arus yang mengalir ke diode I z menjadi berkurang ( I Z = I L), dengan demikian menyebabkan tahanan dinamis r z menjadi naik dan pada akhirnya besarnya tahanan paralel antara diode zener r z dan beban R L tetap terjaga dalam kondisi tetap konstan, sehingga tegangan keluaran tetap berada dan dapat dipertahankan konstan. Hal yang paling penting dimana perubahan beban R L harus memperhatikan batas daerah kerja diode zener yang diijinkan. Daerah kerja diode zener dalam pendimensiannya adalah harus berada dalam rentang antara arus I zmin dan arus I zmak, dan arus masukan (I = I z + I L) akan terpenuhi sebagai sumber arus konstan. Sehingga pada keluaran dapat dianalogikan seperti sebuah sumber tegangan konstan dengan/yang mempunyai tahanan dalam adalah sebesar: r i ΔVa ΔI L ΔVz ΔI z r z Besar kecilnya tahanan masukan dinamis dari diode zener r z sangat tergantung dari tipe dan arus zener I Z dioda. Diperkirakan dalam buku data (datasheet) bahwa besarnya tahanan dalam dinamis berkisar antara 1 sampai 150. c. Diode Zener Tanpa beban RL Didalam pendimensian selain harus memperhatikan batas arus diode zener minimum I zmin, juga harus memperhatikan batas arus diode zener maksimum. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar diode zener tidak mengalami kerusakan, karena pada kondisi tanpa beban R L arus yang mengalir lewat diode zener adalah arus zener maksimum I zmak. I zmak I V0 - V R v Z Untuk menentukan rugi/disipasi daya diode zener P Zmak pada saat tanpa beban R L adalah: 37

P Zmak V I Z Zmak V Z V0 - V R v Z d. Dimensi Rangkaian Penstabil Tegangan Dioda Zener Perubahan tegangan masukan V 0 harus selalu berada dalam kondisi lebih besar daripada tegangan keluaran diode zener V Z. Hal ini ditetapkan bertujuan untuk memperbaiki tingkat kestabilan. Dianjurkan rentang pemilihan tegangan masukan V 0 = 2 sampai 4 x V Z dan pilihan yang baik disarankan sebesar V 0 = 2 x V Z Untuk menentukan arus diode I zmin harus diketahui dahulu harga arus diode maksimum I zmak yang dapat diperoleh dari buku data. Pemilihan I zmak yang baik disarankan I zmin = 0,1 I zmak. Yang terakhir adalah penentuan tahanan depan R V; tahanan depan R V harus dipilih dan ditentukan dengan benar. Hal ini bertujuan untuk menentukan daerah titik kerja yang benar akibat berubahnya beban keluaran R L, arus diode zener (I zmin dan I zmak) dan perubahan tegangan masukan V 0, dan yang tidak kalah pentingnya adalah dapat membatasi arus zener maksimum I zmak. Setelah harga tahanan depan R vmin dan R vmak sudah ditentukan melalui perhitungan, maka besarnya tahanan depan R v dapat dicari harga rata ratanya dan nilainya selalu R vmak R vmin. Di atas telah dijelaskan, agar supaya perubahan tegangan diode zener V zmin dan V zmak dapat diabaikan, maka perubahan tegangan masukan V 0 harus dibuat besar terhadapnya. Dan sekaligus tahanan depan R V dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut: R v V0 - VZ I V I 0 Z - VZ I L Dari persamaan di atas dapat ditentukan harga R vmin dan R mak. R vmak V0 min - V I I Zmin Z Lmak saat R L = R Lmin I Lmak V R Z Lmin 38

R vmin VOmak - V I I Zmak Z Lmi n saat tanpa beban R L I Z=I Zmak Didalam penerapannya pada rangkaian tahanan depan Rv harus dipilih antara harga R vmin dan R vmak. Bila rangkaian penstabil diaplikasikan pada beban konstan, maka dalam pendimensian dipilih saat arus diode zener I Z sama dengan arus beban keluaran I L, sehingga berlaku persamaan seperti berikut: R v V0 - V 2 I e. Faktor ketabilan absolut (Sa); L Z S a ΔV ΔV 0 Z R 1 r v z 100Ω 1 26 4Ω Dengan perubahan tegangan masukan V 0 dijaga tidak melebihi 1Volt, maka perubahan tegangan zener V Z dapat ditentukan juga: ΔV0 ΔVZ Sa 1 26 38,5mV (Tegangan kesalahan akibat perubahan tegangan masukan ). Seperti yang telah dijelaskan di atas, agar supaya perubahan tegangan zener V Z kecil, maka faktor kestabilan S a harus dibuat sebesar mungkin. Kerugian dari rangkaian: Terbukti dari perhitungan, bahwa bila rangkaian penstabil tegangan digunakan untuk keperluan perubahan beban R L yang terlalu besar, maka akan menyebabkan perubahan tegangan zener V Z sebesar 94,4mV. Analisa rangkaian penstabil tegangan dioda zener 39

Gambar 2.5. Rangkaian dioda dan penempatan titik kerja Tabel 2. 1. Analisa rangkaian penstabil tegangan dioda zener Tentukan Rumus Diode Zener A Diode Zener B Diode Zener C Rv (R vmin) V0 mak - VZ 33V -10V I I 50mA 0mA Zmak Lmin 33V -10V 80mA 0mA 33V -10V 150mA 0mA 460 287.5 153.3 R v R vmak V0 min - VZ 27V -10V I I 5mA 80mA Zmin Lmak 27V -10V 8mA 80mA 27V -10V 15mA 80mA 200 193.2 178.9 Fungsi rangkaian R vmin R vmak Tidak, karena Tidak, karena R vmin R vmak ya R vmin R vmak Dimensi (R v) Disipasi Daya pada (P RV) Dipilih menurut E-12 (V Emak - Vz) Rv 2 X X 150 X X (33V -10) 150 3.53Watt 2 Dari tiga buah diode zener yang mempunyai type berbeda beda untuk tegangan yang sama, setelah ketiganya dianalisa dan direncanakan untuk kebutuhan beban yang sama, ternyata dari tiga buah diode hanya satu yang memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai penstabil 40

tegangan, yaitu diode zener (type BZY 70/10 I zmin = 15mA dan I zmak = 150mA). Kesalahan yang terjadi pada diode zener A dan B adalah terletak pada rentang arus zener minimum (I zmin) dan (I zmak) yang tidak mencukupi/ sesuai untuk kebutuhan perubahan beban (I L) dan perubahan tegangan masukan (V 0). Prinsip penstabilan tegangan akan berfungsi dengan baik, jika tegangan masukan (V 0) lebih besar dari tegangan keluaran diode zener (V z). Dimensi penstabilan tegangan dikatakan baik, jika faktor perbandingan antara tahanan depan (R v) dan tahanan dalam diode zener (r Z) didimensikan sebesar mungkin. Disipasi daya maksimum terjadi pada saat kondisi tanpa beban (R L): P Dmak V I Z Z V Z VO - V R V Z Hal yang tidak menguntungkan apabila dalam pendimensian arus diode zener menyebabkan panas yang berlebihan sehingga mengakibatkan koefisien temperatur mempengaruhi tingkat kestabilan tegangan keluarannya. Pada umumnya kebanyakan untuk diode zener dengan tegangan zener tertentu berlaku arus zener minimum 5mA. Dan tegangan zener yang dapat digunakan mulai dari V Z 2,4V sampai V Z 47V. Penyusunan tegangan diode zener tunggal kebanyakan dinormakan dalam urutan E-24, ini berlaku hanya untuk diode zener dengan tegangan mulai dari 2,4V; 2,7V; 3,0V; 3,3V; 3,6V dan seterusnya. Dan didalamnya masih disertakan informasi lain mengenai toleransi tegangan diode zener. Diode zener yang mempunyai kualitas baik berkisar antara 1% sampai 10%. Ada cara lain untuk mengartikan atau membedakan/mengelompokan tegangan dan toleransi diode zener berdasarkan alphabet yang ditulis didalamnya: Sebagai contoh: BZX83C6V8 41

BZX 83 C 6V8 B Silikon Z Zener Diode X Type Industri 83 Nomer Registrasi Toleransi C 5% Tegangan Zener 6,8V f. Koefisien Temperatur Dioda Zener Ada dua macam pengaruh akibat tegangan patah diode zener: Pada diode zener dengan tegangan patah V Z 6Volt terdapat pengaruh yang diakibatkan dari efek tegangan patah diode zener itu sendiri. Bila temperatur naik menyebabkan emisi medan menguat, sehingga disini arus patah dari diode zener akan berusaha menaikan temperatur dan akibatnya tegangan zener V Z menurun. Untuk semua jenis diode zener yang mempunyai tegangan patah V Z 6V mempunyai koefisien temperatur negatif (NTC). Sedangkan untuk diode zener dengan tegangan patah V Z 6Volt terdapat pengaruh yang sebaliknya akibat dari efek tegangan patah internal diode zener itu sendiri. Pada kenaikan temperatur yang besar diperlukan tegangan balik yang besar pula. Vz Gambar 2.6. Kurva dioda terhadap perubahan temperatur Untuk itu bila temperatur naik arus patah dari diode zener akan berusaha menaikan temperatur pula dan akibatnya tegangan zener V Z naik. Untuk semua jenis diode zener yang mempunyai tegangan patah V Z 6Volt mempunyai koefisien temperatur positif (PTC). 42

Gambar 2.6 memperlihatkan karakteristik dioda terhadap pengaruh perubahan temperatur. Terlihat dari kurva dua daerah yang mempunyai koefisien temperatur berbeda, yaitu daerah dimana dioda zener mempunyai koefisien temperatur positif (PTC) dan koefisien temperatur negatif (NTC), terdapat daerah yang terletak diantara tegangan zener V Z = 5V dan V Z = 6V yaitu diode zener yang mempunyai tegangan V Z = 5,6V. Dimana diode zener ini mempunyai sifat yang relatif tidak tergantung oleh kenaikan/perubahan temperatur, karena alasan tersebut diode zener ini kebanyakan diaplikasikan untuk keperluan tegangan acuan/referensi seperti contoh yang diperlihatkan pada Gambar 2.7. Gambar 2.7. Beberapa contoh tegangan referensi 8. Penstabil Tegangan Paralel Dengan Transistor Seperti yang diperlihatkan Gambar 2.8, bahwa tegangan keluaran V 2 ditentukan oleh penjumlahan tegangan diode zener V Z dan tegangan basis emitor transistor TR 1, dan lewat arus zener I Z besarnya arus basis I B1 dari transistor TR 1 ditentukan. Prinsip kerja rangkaian adalah sama seperti rangkaian penstabil pada umumnya, hanya letak perbedaanya adalah, disini arus keluaran yang menjadi objek untuk distabilkan atau ditetapkan konstan. Gambar 2.8. Penstabil tegangan paralel a. Prinsip kerja rangkaian: 43

Bila beban R L diperbesar, maka tegangan keluaran V 2 menjadi naik/besar, demikian pula dengan arus yang melalui basis transistor TR 1 juga menjadi besar, sehingga arus kolektor mengambil arus I C dan menyebabkan tegangan jatuh pada tahanan depan R V membesar. Dengan membesarnya tegangan jatuh pada tahanan depan R V, maka arus yang menuju ke beban R L menjadi mengecil dan tegangan keluaran V 2 = I L. R L menjadi konstan. Sebaliknya bila beban R L diperkecil, besarnya arus I B+I C memberikan pengaruh yang sama terhadap arus beban keluaran I L. Dengan demikian ketika arus beban mengalami perubahan, maka berubah pula arus kolektor I C dan arus diode zener I Z=I B, sehingga nilai penguatan arus B transistor juga berubah. I Z I B I C Bila rangkaian dalam kondisi tanpa beban, maka arus basis menerima beban maksimum I Bmak I C /, pada kondisi ini daya yang diterima transistor menjadi kecil karena akibat adanya tegangan jatuh pada tahanan kolektor menyebakan rugi daya pada transistor terbatasi ketika rangkaian dalam kondisi tanpa beban. b. Tegangan dan arus penstabil tegangan paralel Besarnya tegangan keluaran penstabil tegangan paralel adalah: V 2 = V z+v BE Pada Transistor silikon besarnya V BE =0,6V, pada Transistor germanium besarnya V BE =0,3V. V 2 = V z+0,6v atau V 2 = V z+0,3v Tegangan konstan keluaran V 2 ditentukan oleh besarnya nilai tegangan zener dioda. Tegangan masukan V 1: V 1 = V 2 + I 1.R 1 Semakin besar perbandingan V 1 terhadap V 2 maka semakin baik sifat penstabilannya, tetapi semakin besar kerugian rangkaian. 44

Pada arus masukan I 1, untuk penurunan rumus berikutnya penyimpangan arus yang mengalir lewat zener dioda dibuat sekecil mungkin sehingga dalam perhitungan dapat diabaikan terhadap arus yang lain: V1 V I R 1 2 I I L C Daerah arus beban I L min sampai I Lmax: I L = I 1- I C Tegangan V 2 tetap konstan, selama I c mengalir antara kolektor emitor. Pada tegangan keluaran konstan didapatkan daerah arus beban I Lmin = 0 ma (di mana I c = I cmax = I 1) sampai I Lmax= I cmax= I 1 (di mana I c = 0) c. Tahanan dalam penstabil tegangan paralel Telah dijelaskan di atas, bahwa perubahan tegangan masukan V 1 maupun tegangan keluaran V 2, akan menyebabkan perubahan arus basis I B dan arus kolektor I C, tegangan jatuh pada tahanan kolektor R C dan tahanan depan R V. Dan perubahan tegangan keluaran V 2 selalu tergantung dari perubahan tegangan V Z dan V BE: V 2 = V z+ V BE bila I L I c = I B dan I B= I z r i ΔV2 ΔI L ΔVz β.δi z ΔVBE β.δi B r i rz β r β BE r z r β BE Dari persamaan di atas bahwa besarnya tahanan dalam dinamis r i sangat ditentukan oleh tahanan dalam basis emitor r BE dari transistor dan tahanan dalam dinamis dari diode zener r z. 45

d. Faktor kestabilan absolut (Sa) Tingkat kestabilan suatu sumber tegangan paralel dapat dinyatakan seperti persamaan berikut: S a ΔV ΔV 1 2 R 1 r i 1 Jadi kestabilan suatu rangkaian sumber tegangan konstan adalah besarnya faktor perbandingan antara perubahan tegangan masukan V 1 dan perubahan tegangan keluaran V 2. e. Faktor kestabilan relatif Kestabilan suatu rangkaian sumber tegangan konstan dapat juga dinyatakan seperti persamaan berikut: S r S a V V 2 1 R (1 r Harga faktor kestabilan relatif (S r) selalu lebih kecil daripada harga faktor kestabilan absolut (S a). Bila faktor perbandingan V 1/V 2 ditetapkan relatif besar, maka tingkat kestabilan tidak akan berpengaruh terhadap stabilitas kerja rangkaian. Untuk mendapatkan faktor kestabilan S r besar, sebaiknya tegangan masukan V 1 tidak boleh terlalu besar, karena akan menyebabkab disipasi/rugi daya pada tahanan seri R 1 menjadi besar. f. Tahanan dalam sumber tegangan konstan paralel Pada penstabil tegangan paralel mempunyai tahanan dalam dinamis ri relatif besar, sehingga tidak memungkin bisa memperbaiki faktor kestabilan Sr maupun Sa. Kerugian: Pada penstabil tegangan paralel besarnya tahanan dalam r i sangat ditentukan nilai tahanan dalam r z dari diode zener dan tahanan dalam masukan dinamis antara basis emitor r BEdari transistor. Keuntungannya: Arus pembebanan dari dioda zener menentukan I B dari transistor, sehingga rangkaian ini hanya cocok untuk rangkaian berdaya besar dengan beban R L konstan. Rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 2.9 merupakan perbaikan dari rangkaian pada Gambar 2.8, dimana tegangan keluaran V 2 sangat i 1 V ). V 2 1 46

ditentukan oleh tegangan emitor basis V EB dari transistor TR 2 dan tegangan referensi diode zener. Selain itu penerapan untuk daya yang relatif besar kira kira sampai 30W rangkaian ini sangat dimungkinkan. Gambar 2.9. Penstabil tegangan paralel dengan pasangan darlington g. Kerugian dan Keuntungan Penstabil Tegangan Paralel Kerugian: Untuk tuntutan dan tujuan yang memerlukan kepresisian rangkaian ini belum/tidak mungkin untuk diterapkan, karena belum adanya kompensasi temperatur atau penstabilan titik kerja pada tegangan basis emitor V BE dan akhirnya menyebabkan tegangan keluaran menjadi tidak stabil. Keuntungan: Rangkaian ini lebih cocok untuk pengaturan yang memerlukan kecepatan tinggi, dengan beban pulsa/beban tersaklar maka rangkaian tersebut akan dapat menghasilkan tegangan keluaran relatif stabil. 1. Penstabil tegangan paralel dengan opamp. Keuntungan dan tujuan yang paling utama dari rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 2.10. adalah untuk mengeliminir/mengurangi pengaruh tegangan basis emitor V BE terhadap kestabilan tegangan keluaran V 2, dimana kelemahan ini ada pada rangkaian Gambar 2.8 dan Gambar 2.9. Gambar 2.10. Penstabil tegangan paralel dengan opamp Sebagai tegangan referensi digunakan diode zener dan dikombinasi dengan sebuah silikon dioda, yang mana tujuannya adalah untuk meniadakan tingkat 47

ketergantungan terhadap pengaruh temperatur, sehingga benar-benar didapatkan tegangan referensi yang stabil. Tahanan R 1 berfungsi untuk menetapkan titik kerja diode zener, sehingga dengan tahanan R 1 arus referensi dari diode zener dapat dibatasi dan ditentukan pada daerah yang benar. Agar tidak banyak disipasi daya yang besar pada tingkat masukan, maka untuk menentukan arus referensi dari diode zener cukup dipilih arus zener minimumnya saja I Zmin, pada umumnya Izmin dipilih kira kira 5mA. Besarnya tegangan keluaran V 2 ditentukan oleh besarnya tegangan referensi V ref, dan pembagi tegangan dari tahanan R 2 dan R 3. V 2 V ref R2 R. R 3 3 Sebagai contoh sebuah typical dari tegangan referensi diode V ref adalah (BZY 5V6). Transistor TR 1 berfungsi sebagai penguat arus, karena tegangan keluaran dari operational amplifier besarnya arus basis belum mencukupi untuk mendorong transistor TR 2 (TR 1, TR 2 terhubung secara Darlington). Meskipun rangkaian ini mempunyai tingkat kestabilan yang baik, namun secara praktis sangat sedikit untuk diterapkan, karena rangkaian tersebut mempunyai kelemahan untuk semua yang menerapkan penstabil jenis paralel, bahwa disipasi daya maksimum terjadi justru pada saat tanpa beban. Dan untuk mengatasi masalah tersebut pada umumnya penstabil tegangan seri menjadi pilihan yang terbaik. 2. Penstabil tegangan seri dengan transistor Pada Gambar 2.11. menunjukkan bahwa tahanan seri R s dapat dianalogikan sebagai pengaturan tegangan keluaran secara elektronik dan tahanan tersebut bisa diganti dengan sebuah transistor TR 1 seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.11. Melalui arus basis tahanan seri R S dapat dikendalikan dan besarnya tegangan keluaran Va sangat ditentukan oleh tegangan referensi diode zener V z. 48

Gambar 2.11. Penstabil tegangan seri Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tingkat kestabilan dari penstabil yang menggunakan diode zener mempunyai kelemahan, antara lain jika beban keluaran R L mengalami perubahan atau demikian juga tegangan masukannya, maka tegangan zener V z tidak dapat mempertahankan kestabilannya. Pada Gambar 2.11 menunjukkan sebuah penstabil tegangan seri perbaikan dari rangkaian penstabil tegangan yang hanya menggunakan sebuah diode zener. Dengan menambah satu transistor TR 1 yang terhubung secara seri, dimana arus masukan dihubungkan pada kaki kolektor. Sedangkan pada kaki emitor tingkat keluaran dihubungkan tahanan R 2 paralel dengan R L, kemudian pada kaki basis dihubungkan diode zener dan membentuk rangkaian pembagi arus yang mana tujuan dan fungsinya adalah untuk menentukan kestabilan besarnya tegangan keluaran V a. Dengan demikian besarnya tegangan kontrol adalah sama dengan besarnya tegangan basis emitor V BE, yang merupakan selisih dari keluaran V a dan tegangan referensi V z. V BE = V Z-V a Dengan demikian didapatkan tegangan keluaran konstan: V a = V Z-V BE Tingkat kestabilan dari tegangan keluaran V a sangat ditentukan oleh tegangan zener diode V z dan tegangan basis emitor V BE. Lewat tahanan R 1 mengalir arus I 1, dimana arus ini adalah hasil penjumlahan dari arus basis I B dan arus zener I Z. Selama tegangan masukan V 1 dan tegangan zener tidak mengalami perubahan, maka arus I 1 yang melewati tahanan R 1, arus zener I Z dan arus 49

basis I B secara matematis tetap kostan. Dengan demikian berlaku persamaan: I 1 I Z I B V1 - V R 1 Z Dari persamaan terdapat dua kemungkinan: Besarnya/nilai perubahan arus basis I B selalu sama besarnya dengan perubahan harga arus zener I Z, namun berlawanan arah. Jika arus basis I B berubah menuju harga positif maka arus zener I Z berubah ke harga negatif. Maka berlaku persamaan: I B = - I Z Jika tegangan masukan V 1 berubah, dengan demikian arus zener I Z ikut berubah. Maka persamaan pendekatan dapat ditulis: ΔI Z ΔV R 1 dengan demikian akan menyebabkan perubahan tegangan zener sebesar V Z = I Z x r z yang akan membuat tegangan keluaran V 2 ikut berubah. Agar supaya rangkaian mempunyai tingkat kestabilan yang baik, maka diode zener harus dipilih yang mempunyai tingkat kestabilan yang baik. Pada umumnya untuk kemampuan ini biasanya kebanyakan yang digunakan adalah diode zener 5.6V karena alasan tertentu. a. Faktor Kestabilan (Sr) S r ΔV ΔV 1 2 ΔV ΔV 1 Z R 1 r 1 z Untuk mendapatkan tingkat kestabilan yang baik maka S r harus dibuat sebesar mungkin, berarti harga tahanan R 1 harus dipilih sebesar mungkin dan arus zener I Z menetapkan supaya r z pada harga yang kecil. b. Permasalahan Kestabilan Sumber Arus Konstan Untuk mendapatkan faktor kestabilan relatif S r yang besar, tidak dapat dengan jalan menaikkan nilai tahanan R 1, karena akan mengakibatkan disipasi daya pada R 1 menjadi berlebihan. Untuk mengatasi masalah ini tahanan R 1 dapat diganti dengan teknik sumber arus konstan. 50

c. Keuntungan Sumber Tegangan Seri Rangkaian penstabil tegangan seri sering diterapkan pada daya yang besar dimana tingkat kestabilan dapat dengan mudah ditentukan oleh tegangan referensi dari zener diode. d. Pembatasan Daya P tot = I C.V CE Permasalahan, untuk membatasi rugi daya yang berlebihan pada transistor, agar tidak mengalami kerusakan dapat dilakukan dengan menambah tahanan seri terhadap kolektor transistor seri. Hal ini diperlukan saat transistor mendapat beban yang berlebihan sehingga arus kolektor terbatasi, dengan demikian terjadi pembagi tegangan antara kolektor-emitor dan tegangan jatuh pada tahanan R C. Sehingga rugi daya pada koletor-emitor dapat terbatasi dan persamaannya berubah menjadi: V CE = V 1-V 2-I C.R C e. Pembatas Arus Hubung Singkat Tahanan R C selain berfungsi untuk membatasi rugi daya pada transistor, juga dapat menjaga arus hubung singkat (V 2 = 0Volt). I Cmak I SC V R 1 C Rangkaian akan tetap bekerja sebagai penstabil tegangan selama tegangan kolektor emitor dari transistor dapat dikendalikan pada daerah titik kerjanya. Ketika tegangan kerja kolektor emitor berada pada daerah jenuh, maka mengalir arus kolektor I Cmak I Lmak sebesar: V I Lmak 1 - V 2 - V R C CEjenu h f. Tahanan beban R2 Rangkaian kolektor akan tetap berfungsi dengan normal apabila di kaki emitor diberi tahanan bantu beban, dimana tujuannya adalah untuk menjaga agar transistor seri dan diode zener tetap terjaga berada pada 51

daerah kerja stabil ketika rangkaian berada pada posisi tanpa beban (R L= ). Tanpa adanya tahanan R 2 titik kerja akan bergeser sampai keluar pada daerah kerja ketika rangkaian dalam keadaan tanpa beban R L, dan ini akan menyebabkan tegangan basis emitor transistor relatif sangat kecil, sehingga transistor seri berada dalam keadaan OFF. Dengan bantuan tahanan R 2 transistor tetap terjaga pada daerah titik kerja yang benar. Untuk penyetelan yang benar arus I R2 ditetapkan sedemikian rupa sehingga disipasi daya pada R 2 tetap kecil, (I R2 I L) dan biasannya diset sebesar arus zener minimum I Zmin. Catatan: Harga faktor kestabilan relatif (S r) selalu lebih kecil daripada harga faktor kestabilan absolut (S a). Bila faktor perbandingan V 1/V 2 ditetapkan relatif besar, maka tingkat kestabilan tidak akan berpengaruh terhadap stabilitas kerja rangkaian. Untuk mendapatkan faktor kestabilan S r besar, sebaiknya tegangan masukan V 1 tidak boleh terlalu besar, karena akan menyebabkab disipasi/rugi daya pada tahanan seri R 1 menjadi besar. Pada penstabil tegangan seri mempunyai tahanan dalam dinamis r i relatif kecil, sehingga sangat mungkin untuk bisa menaikan faktor kestabilan S r maupun S a. Kerugian: Pada penstabil tegangan seri disipasi daya maksimum terjadi saat Tahanan dalam dinamis r i sama dengan tahanan beban R L. Rugi daya maksimum mencapai 50%. Keuntungannya: Tingkat kestabilan rangkaian penstabil seri hanya ditentukan besarnya perbandingan antara tahanan R 1 dan tahanan dalam dinamis diode zener r z, sedangkan perubahan nilai dari transistor hampir tidak mempengaruhi faktor penstabilan. 3. Penstabil Tegangan dengan Rangkaian Pembanding Gambar 2.12, menunjukkan sebuah penstabil tegangan dengan menggunakan transistor TR 2 sebagai rangkaian Pembanding dan biasanya lebih dikenal dengan sebutan Error Amplifier, karena sesuai dengan fungsi 52

dan tugasnya adalah membandingkan tegangan kesalahan V R4 dengan tegangan referensi diode zener V Z, sehingga tingkat kestabilan dapat dikontrol secara terus menerus. Tegangan keluaran dari rangkaian ini ditentukan oleh tegangan referensi diode zener V Z, tegangan basis emitor transistor TR 2 dan pembagi tegangan dari tahanan R 3 dan R 4, sehingga persamaan tegangan pada basis dari transistor TR 2 adalah: V R4 = V BE2 + V REF Dengan demikian berlaku untuk persamaan keluaran: Va = V R4 + I 3.R 3 a. Prinsip Penstabilan Rangkaian: Bila tegangan mengalami V R4 (penurunan), maka arus basis I B2 dari transistor TR 2 akan turun, dengan turunnya I B2 menyebabkan tegangan basis emitor V BE2 menjadi turun, dengan demikian arus kolektor (I C2 I E2 = -v Z bila I 2 konstan) ikut turun, karena I 1 (konstan) maka perubahan arus kolektor dari transistor TR 2 berlaku persamaan I C2 = - I B1 artinya arus I B1 dari transistor seri TR 1 menjadi naik dan pada akhirnya arus kolektor I C1 I E1 mengalami kenaikan juga, dengan naiknya I E1 menyebabkan arus yang menuju tahanan R 3 (I 3) akan naik, dengan naiknya arus I 3, maka arus I 4 ikut naik, sehingga tegangan V R4 menjadi naik. dimana kejadian pertama tegangan V R4 adalah resultan/berbalikan arah dari kejadian kedua, sehingga tegangan keluaran Va tetap konstan. Bila tegangan mengalami V R4 (kenaikan), maka arus basis I B2 dari transistor TR 2 akan naik, dengan naiknya I B2 menyebabkan tegangan basis emitor V BE2 menjadi naik, dengan demikian arus kolektor (I C2 I E2 = -I Z bila I 2 konstan) ikut naik, karena I 1 (konstan) maka perubahan arus kolektor dari transistor TR 2 berlaku persamaan I C2 = - I B1 artinya arus I B1 dari transistor seri TR 1 menjadi turun dan pada akhirnya arus kolektor I C1 I E1 mengalami penurunan juga, dengan turunnya I E1 menyebabkan arus yang menuju tahanan R 3 (I 3) akan turun, dengan turunya arus I 3, maka arus I 4 ikut turun, sehingga tegangan V R4 menjadi turun dimana 53

kejadian pertama tegangan V R4 adalah resultan/berbalikan arah dari kejadian kedua, sehingga tegangan keluaran V a tetap konstan. IC1 UCE IE E Vo RC T1 R1 IB 1 I1=IB1+IC2 T2 VBE 1 R2 IC2 VBE2 Vref I2 R3 IB2 I3 R4 I3 RL Vref + VBE2 IL Va Gambar 2.12. Penstabil tegangan seri dapat diatur Agar supaya dalam perencanaan aplikasi dari rangkaian lebih mudah untuk dianalisa, maka besarnya arus dan tegangan perlu didimensikan, untuk besarnya batasan arus yang mengalir melalui tahanan R 3 dibuat jauh lebih besar dari arus yang mengalir melalui basis transistor TR 2 (I 3 I B2), dengan demikian arus yang mengalir melalui tahahan R 3 adalah: I 3 V R R4 4 Karena besarnya tegangan keluaran V a = V R4 + I 3.R 3, maka kedua persamaan dapat disubsitusikan: V V a R 3 R 3 VR4 VR4. VR4 1 R4 R4 R 3 V ref VBE2 1 R a 4 Bila kita lihat dari persamaan di atas, dimana tahanan R 3 dan R 4 merupakan pembagi dari tegangan keluaran V a dan pada saat tahanan R 3=0, maka tegangan keluaran merupakan tegangan minimum V a min: V a min = Vref + V BE2 Pengaturan tegangan keluaran yang paling besar tergantung dari tegangan masukan V 0, bila tegangan keluaran V a diperbesar, maka tegangan kolektor emitor V CE dari transistor TR1 akan mengecil sampai pada batas tegangan jenuhnya (V CEjenuh). Dan ketika pada saat rangkaian 54

terbebani maka akan terdapat tegangan jatuh pada tahanan R C dan ini juga akan membatasi tegangan keluaran maksimum. Dengan demikian tegangan keluaran maksimum dapat ditentukan: V amak = V 0 (I L + I 2 + I 3).R C - V Cejenuh b. Kompensasi temperatur Agar supaya tegangan referensi dari diode zener V Z mempunyai tingkat kestabilan yang baik dan tidak tergantung dari perubahan temperatur akibat pembebanan yang berlebihan, maka untuk mengatasi masalah tersebut perlu bantuan adanya tahanan R 2 dan besarnya arus yang mengalir melalui R 2 ditentukan pada titik kerja arus diode minimum I Zmin. Arus diode zener sebaiknya dipilih yang mempunyai batas Izmin yang kecil saja, (misalkan I zmin = 5mA). Prinsip jaringan pengaturan (umpan balik) dari rangkaian Gambar 2.11 ditentukan oleh transistor TR 1 sebagai transistor daya (transistor seri). Dan transistor TR 2 disebut sebagai transistor pembanding atau penguat galat (error amplifier) dimana fungsinya adalah membandingkan tegangan referensi V ref dengan tegangan kesalahan (galat) dari pembagi tegangan (sensor) yang dibangun oleh tahanan R 3 dan R 4. Bila tegangan keluaran V a mengalami penurunan, maka transistor TR 2 diperkuat dan berlawanan phasa, transistor TR 2 terhubung sebagai rangkaian dasar emitor bersama, dimana titik kerja transistor TR 2 tersebut dikendalikan oleh tegangan bias basis transistor TR 1. Dan ketika tegangan keluaran V a berubah dari setting point, maka faktor umpan balik (k. V) harus dapat menjaga agar tegangan keluaran tetap konstan, dimana: K adalah faktor pembagi tegangan dari /(R R ) R4 3 4 dan merupakan V adalah faktor penguatan dari transistor TR 1 Agar supaya tegangan keluaran V a mempunyai tingkat kestabilan yang tinggi/baik, maka salah satu persyaratanya transistor TR 2 harus mempunyai penguatan yang besar, hal ini sangat penting dimana pada tahanan R 3 = O, maka besarnya faktor umpan balik k = 1. Selain itu transistor TR 2 harus mempunyai tahanan masukan r i yang besar sehingga faktor umpan balik (k) tidak menjadi beban tingkat masukan dari 55

transistor TR 2. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah tuntutan dari tahanan R 1 juga harus besar. Didalam aplikasi transistor TR 2 dipilih yang mempunyai faktor penguatan arus B atau yang besar dan ini hanya mungkin dirangkai dalam konfigurasi kolektor bersama (common emitor). Rangkaian penstabil tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12 hanya akan dapat menghasilkan tegangan keluaran yang stabil, jika penentuan parameter-parameter seperti tahanan R 1, tegangan referensi V REF, dan penguat pembanding benar-benar diperhitungkan dengan tepat. Dalam beberapa kasus rangkaian ini masih banyak kelemahannya tidak hanya pengaruh dari tegangan keluaran akibat perubahan beban, antara lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh perubahan dari tegangan masukan. Perubahan tegangan masukan ini akan mengganggu tingkat kestabilan rangkaian melalui tahanan R 1 menuju basis transistor TR 1 dan efeknya tegangan tegangan keluaran menjdi tidak stabil. Dan ini menjadi masalah dari lingkaran pengaturan yang harus dapat direduksi/dikendalikan oleh kemampuan faktor umpan balik (k.v) yang dibangun oleh transistor TR 2. Kelemahan yang lain adalah bilamana rangkaian ini diaplikasikan untuk keperluan daya yang besar, maka akan mengalir arus jumlah melalui tahanan R 1 sebesar I 1 = I B1 + I C2. Dan ketika rangkaian menerima beban maksimum I Lmak, transistor seri TR 1 akan teraliri arus basis maksimum I B1mak, selama keperluan itu arus kolektor I C2 dari transistor TR 2 menjadi sangat kecil (I C2min). Dan pada saat tanpa beban R L, arus basis I B1 sangat kecil dan arus yang mengalir menuju kolektor transistor TR 2 I C2 berada pada level maksimum I C2mak, dimana besarnya kira kira sama sebanding dengan arus saat I B1 mencapai harga maksimumnya (I B1mak). Sehingga dengan pendekatan besarnya arus I 1 adalah: I 1 = I B1mak + I C2min dan atau, I 1 = I B1min + I C2mak 56

Maka dari itu ada dua kelemahan saat rangkaian diterapkan untuk keperluan daya yang besar: Pada arus beban I L yang besar tuntutannya transistor TR 1 harus mempunyai arus basis I B1 yang besar, hal ini bisa tercapai apabila tahanan R 1 nilainya diperkecil dan bila tahanan R 1 diperkecil dengan demikian penguatan transistor TR 2 menurun, sehingga menyebabkan faktor kestabilannya menjadi jelek dan akhirnya tegangan keluaran Va menjadi tidak stabil. Pada saat perubahan dari I B1 sangat besar, maka akan menyebabkan arus I C2 juga mengalami perubahan yang besar, sehingga dalam hal ini akan mempengaruhi tingkat kestabilan titik kerja dari tegangan referensi diode zener V Z. Dengan demikian syarat/tuntutan penstabilan tidak akan dapat terpenuhi dan akhirnya menyebabkan tidak stabilnya tegangan keluaran V a. Sebuah rangkaian penstabil tegangan dengan menggunakan jaringan umpan balik, syaratnya rangkaian pembanding/error amplifier harus mempunyai akurasi dan kecepatan seperti penguatan tegangan yang besar, tahanan dalam yang besar, settling time dan sumber tegangan/arus referensi yang benar benar stabil. 4. Penstabil Tegangan dengan Op-Amp. Pada Gambar 2.13 secara prinsip sama dengan yang diperlihatkan pada Gambar 2.12 dimana perbedaannya hanya terletak pada rangkaian pembandingnya yang berupa transistor yang mempunyai kelemahan karena tahanan dalam masukannya sangat dipengaruhi oleh tahanan basis emitor r BE yang pada umumnya relatif rendah dan sangat tergantung oleh kondisi temperatur dan ini sangat mengganggu kestabilan dari rangkaian. Oleh karena itu operational amplifier disini fungsinya selain dapat digunakan sebagai penguat juga dapat digunakan sebagai rangkaian pengubah impedansi yaitu sebagai pengubah tahanan dalam masukan yang tinggi menjadi tahanan dalam keluaran yang rendah atau dikenal juga dengan sebutan penyangga (buffer). 57

Gambar 2.13. Konsep penstabil tegangan non-inverting Rangkaian penstabil ini dihubungkan secara non-nverting dan dengan bantuan tahanan umpan balik dari R 1, R 2 dan tegangan referensi, sehingga besarnya tegangan keluaran V 2 dapat ditentukan: V R 1 R 1 2 VZ 2 Besarnya tegangan keluaran V 2 pada rangkaian ini adalah selalu lebih besar atau sama dengan besarnya tegangan referensi dari diode zener V Z Rangkaian pada Gambar 2.14 menunjukkan penstabil tegangan dengan operational amplifier dengan konfigurasi inverting, dan dengan tahanan bantu umpan balik dari R 1, R 2 dan dengan besarnya tegangan referensi diode zener V Z dapat ditentukan: V 2 - V Z R. R 1 2 Gambar 2.14. Konsep penstabil tegangan inverting Dengan rangkaian seperti yang diperlihatkan Gambar 2.14, besarnya tegangan keluaran konstan V 2 dapat dikondisikan untuk kebutuhan level 58

tegangan yang sangat kecil bila tahanan umpan balik R 1 dibuat lebih kecil dari tahanan R 2 (R 1 R 2), dimana polaritas tegangan keluaran V 2 berkebalikan dengan tegangan masukan Vz. 5. Rangkaian sumber arus konstan dengan transistor Ada dua macam dasar rangkaian penstabil arus, yaitu sumber arus seri dan paralel, yang mana pada dasarnya sama dengan yang diterapkan pada sumber tegangan konstan. Gambar 2.15. menunjukkan rangkaian sumber arus konstan dengan menggunakan transistor dengan beban di kaki kolektor. Pengendalian arus kolektor Ic tergantung dari arus basis I B, tapi arus kolektor I C tidak tergantung perubahan tegangan kolektor emitor. Gambar 2.15. Konsep sumber arus konstan sederhana Bila beban R L berubah, maka akan menyebabkan tegangan kolektor emitor berubah, sedangkan arus kolektor I C tetap konstan selama arus I B terjaga tidak mengalami perubahan. Dari Gambar 2.15 persamaan arus keluaran dapat diuraikan sebagai berikut: I 2=I C=. I B I B V1 - V R 1 BE dan besarnya I 2 adalah: V1 - V I2 β. R 1 BE Dari persamaan di atas dapat disimpulkan, bahwa rangkaian ini mempunyai kelemahan, bilamana tegangan masukan V 1 dan penguatan arus transistor mengalami perubahan, maka arus keluaran I 2 akan ikut berubah. Sehingga 59

rangkaian ini mempunyai tingkat kestabilan yang jelek karena tanpa umpan balik Tingkat kestabilan rangkaian sangat tergantung terhadap perubahan temperatur. Gambar 2.16. Konsep sumber arus konstan dengan dioda zener Berdasarkan Gambar 2.16 persamaan arus keluaran dapat dijabarkan sebagai berikut: I 2=I C=. I B I B Vz - V R B BE dan besarnya arus I 2 adalah Vz - V I2 β. R B BE Dari persamaan di atas dapat disimpulkan, bahwa ada perbaikan dari rangkaian sebelumnya, dimana bedanya perubahan arus keluaran I 2 hanya ditentukan oleh penguatan arus, sedangkan tegangan masukan V 1 tidak lagi mempengaruhi arus keluaran I 2. Kelemahan rangkaian ini mempunyai tingkat kestabilan arus keluaran I 2 sangat tergantung dari transistor artinya kompensasi temperatur terhadap kestabilan titik kerja masih sangat ditentukan oleh perubahan penguatan arus (diperlukan rangkaian kompensasi). Dimensi dan sifat dari kedua rangkaian adalah: Tahanan dalam dinamis ri r CE transistor. Arus keluaran I 2 dapat dipertahankan konstan antara rentang beban R L=0 sampai dengan R L V 1 / I2 60

Gambar 2.17 memperlihatkan suatu perbaikan rangkaian dari Gambar 2.16, dimana prinsip dasar sumber arus konstan yang menggunakan dasar rangkaian kolektor bersama (Pengikut emitor). Tegangan Diode Zener Vz berfungsi untuk menjaga tegangan dan arus basis tatap konstan, hal ini bertujuan agar tegangan keluaran V E dan arus I E dapat diperhanakan konstan meskipun beban R L berubah ubah. Berdasarkan prinsip dari rangkaian kolektor, maka persamaan tegangan keluaran V E dapat ditentukan V E= V z-v BE, Dengan demikian besarnya arus konstan keluaran I E dapat ditentukan melalui pendekatan I V E E / R E Gambar 2.17. Sumber arus konstan dengan dioda kompensator Besarnya arus keluaran yang ditransfer ke beban R L dapat dimungkinkan melalui pendekatan persamaan transfer arus pada rangkaian kolektor bersama: I E I B I ( C I C I C dengan I B β 1 β 1) dan bila β besar ( I E maka I I Besar kecilnya arus keluaran I L pada sumber arus konstan rangkaian kolektor bersama tidak tergantung dari perubahan beban R L yang diberikan padanya, tetapi hanya tergantung oleh besar kecilnya selisih tegangan diode zener V Z, tegangan basis-emitor V BE dan tahanan emitor R E, sehingga persamaannya adalah: VZ - V I E I C R E BE C ). E 61

Sifat rangkaian sumber arus konstan ideal adalah mempunyai tahanan dalam ri tak terhingga (ri= ). Untuk mendapatkan tahanan dalam dinamis masukan ri yang besar pada dimensi berada dalam orde M, maka syaratnya titik kerja transistor I C = f (V CE) harus dipilih pada daerah berada sumber arus konstan. Gambar 2.18 memperlihatkan daerah pengaturan titik kerja sumber arus konstan. Gambar 2.18. Kurva keluaran Ic=f(VCE) pada beban RL berbeda Dari Gambar 2.18 memperlihatkan pengendalian arus konstan dapat dilihat dari perubahan posisi titik A ke A, meskipun pada kurva diagram menunjukkan adanya perubahan tegangan V CE sebesar 6.5V ke U CE sebesar 10.5V, tapi arus I C tetap konstan sebesar 39mA. Arus keluaran I L ditentukan oleh besarnya nilai tahahanan beban R L=0 sampai beban R L=. Besarnya tahanan dalam dinamis sumber arus konstan ri sangat tergantung cara memilih dimensi yang benar, hal ini gar dapt memnentukan tahanan dalam ri yang sebesar besarnya. Untuk menentukan/mencari besarnya tahanan dalam ri dari sumber arus konstan dapat dilakukan dengan perhitungan teori dan pengukuran. Selama tegangan masukan V 1 dan tegangan zener tidak mengalami perubahan, maka arus I 1 yang melewati tahanan R 1, arus zener I Z dan arus basis I B secara matematis tetap kostan. Dengan demikian berlaku persamaan: 62

Menurut teori persamaan tahanan dalam dinamis dapat dinyatakan seperti persamaan berikut: ri r CE β.r (1 R 1 E ) 6. Sumber Arus Konstan dengan FET Gambar 2.19 menunjukkan sebuah sumber arus konstan dengan FET (Feld Effect Transistor). Melalui tegangan jatuh pada tahanan R S dapat ditentukan persamaan tegangan antara Gate dan Sourch V GS: V GS = -I D.R S = -V S 10 8 6 4 2-6 -5-4 -3-2 -1 0 0 Gambar 2.19. Konsep sumber arus konstan dengan FET Dengan bantuan kurva diagram I D = f(v GS), maka untuk setiap perubahan tahanan R S besarnya arus konstan dapat ditentukan: I L I D - V R GS S 7. Sumber Arus konstan dengan Operational Amplifier. Gambar 2.20 menunjukkan sebuah sumber arus konstan dengan menggunakan operational amplifier. 63

Gambar 2.20. Konsep sumber arus konstan dengan opamp Dengan menganggap dan berpedoman sifat sifat dari operational amplifier ideal, maka besarnya arus keluaran I L dapat ditentukan: Bila besarnya arus masukan Ie 0 dan tegangan V PN 0, maka: V IL R REF 1 Rangkaian sumber arus ini hanya dapat digunakan untuk kebutuhan arus yang kecil dan satu kelemahannya adalah, bahwa tegangan keluaran tidak terletak pada nol potensial Gambar 2.20. menunjukkan sebuah rangkaian sumber arus konstan perbaikan dari kelemahan Gambar 2.19, dimana tegangan keluaran terletak diantara Nol potensial. Untuk tujuan agar supaya lebih mudah dalam pendimensian, untuk itu nilai dari tahanan R 1 dan R 2 harus dibuat sama besar. 64

D. Aktifitas Pembelajaran 1. Selama proses pembelajaran, peserta hendaknya melakukan eksperimen mandiri untuk menguji rangkaian sumber tegangan dan arus konstan (catu daya) mode linier sesuai prosedur yang digunakan dalam rangkaian Teknik Elektronika Audio Video dengan benar. 2. Sebagai tugas praktek mandiri, buatlah langkah-langkah eksperimen secara detail, lengkap dengan keselamatan kerja tentang rangkaian sumber tegangan dan arus konstan (catu daya) mode linier yang banyak digunakan pada rangkaian Teknik Elektronika Audio Video, lakukan eksperimen sesuai dengan prosedur atau langkah kerja dan keselamatan kerja yang anda buat dan catatlah hasil eksperimen serta lakukan analisa datanya, kemudian buatlah kesimpulan! 3. Untuk menambah wawasan dan informasi anda, akses salah satu publikasi di website yang berkaitan tentang rangkaian sumber tegangan dan arus konstan (catu daya) mode linier yang banyak digunakan dalam Teknik Elektronika Audio Video serta jawablah pertanyaan berikut ini: a. Bagaimana konsep dasar rangkaian sumber tegangan dikatakan stabil? b. Bagaimana persyaratan konsep tahanan dalam dinamis dalam rangkaian sumber tegangan? c. Mengapa sumber arus konstan posisi beban R L adalah paralel terhadap tahanan dalam r i? d. Kapan tahanan dalam sumber arus dikatakan ideal? e. Bagaimana persyaratan konsep penstabil tegangan? f. Jelaskan beberapa parameter penstabilan pada rangkaian penstabil tegangan! g. Bagaimana persyaratan rangkaian penstabil tegangan agar supaya tegangan V a tetap konstan? h. Jelaskan kerugian dan keuntungan rangkaian penstabil tegangan paralel dengan transistor berikut! 65

i. Bagaimana keuntungan dan kerugian rangkaian penstabil tegangan paralel dengan opamp? j. Bagaimana keuntungan rangkaian penstabil tegangan seri dengan transistor? k. Bagaimana persyaratan rangkaian penstabil tegangan dengan rangkaian pembanding? l. Bagaimana keuntungan rangkaian penstabil tegangan dengan Op- Amp? m. Bagaimana penerapan rangkaian sumber arus konstan dengan transistor agar tidak tergantung pada perubahan temperatur? n. Berapakah nilai arus beban I L pada rangkaian sumber arus konstan dengan FET? o. Berapakah nilai arus beban I L pada rangkaian sumber arus konstan dengan Operational Amplifier pada gambar berikut? 4. Amati lingkungan laboratorium anda, apakah jumlah fasilitas peralatan dan bahan serta prosedur pengujian rangkaian sumber tegangan dan arus konstan (catu daya) mode linier sudah standar? Jika belum standar, peluang apa saja yang bisa anda lakukan untuk menerapkannya sesuai standar? Untuk itu buatlah analisa data berupa kondisi ideal, kondisi nyata, kesenjangan antara kondisi ideal dan kondisi nyata, serta solusi yang 66

diusulkan tentang pengujian rangkaian sumber tegangan dan arus konstan (catu daya) mode linier yang banyak digunakan dalam rangkaian Teknik Elektronika Audio Video di tempat anda bekerja! E. Latihan/Tugas 1. Bagaimana konsep dasar rangkaian sumber tegangan dikatakan stabil? 2. Bagaimana persyaratan konsep tahanan dalam dinamis dalam rangkaian sumber tegangan? 3. Mengapa sumber arus konstan posisi beban RL adalah paralel terhadap tahanan dalam ri? 4. Kapan tahanan dalam sumber arus dikatakan ideal? 5. Bagaimana persyaratan konsep penstabil tegangan? 6. Jelaskan beberapa parameter penstabilan pada rangkaian penstabil tegangan! 7. Bagaimana persyaratan rangkaian penstabil tegangan agar supaya tegangan Va tetap konstan? 8. Jelaskan kerugian dan keuntungan rangkaian penstabil tegangan paralel dengan transistor berikut! 9. Bagaimana keuntungan dan kerugian rangkaian penstabil tegangan paralel dengan opamp? 10. Bagaimana keuntungan rangkaian penstabil tegangan seri dengan transistor? 11. Bagaimana persyaratan rangkaian penstabil tegangan dengan rangkaian pembanding? 12. Bagaimana keuntungan rangkaian penstabil tegangan dengan Op-Amp? 13. Bagaimana penerapan rangkaian sumber arus konstan dengan transistor agar tidak tergantung pada perubahan temperatur? 14. Berapakah nilai arus beban I L pada rangkaian sumber arus konstan dengan FET? 67

15. Berapakah nilai arus beban I L pada rangkaian sumber arus konstan dengan Operational Amplifier pada gambar berikut? F. Rangkuman 1. Konsep Dasar Rangkaian Sumber Tegangan Sebuah catu daya yang baik, salah satu syarat yang penting adalah dia harus dapat memberikan tegangan keluaran yang stabil untuk berbagai keperluan beban. Untuk itu diperlukan sistem pengendalian yang tepat sesuai dengan tuntutan spesifikasi rancangan.. Untuk mengamati tingkat kestabilan sebuah piranti catu daya, maka pada saluran keluaran perlu diberi beban R L dan beban tersebut harus diatur mulai dari tahanan beban minimum R Lmin sampai pada batas tahanan beban maksimum R Lmak. 2. Tahanan dalam dinamis Tahanan dalam dinamis r i dari sebuah rangkaian sumber tegangan konstan, adalah besarnya faktor perbandingan antara perubahan tegangan jepit V KL dengan perubahan arus I yang mengalir pada rangkaian. Manfaat dan fungsi dari r i; apabila beban keluaran R L mengalami hubungan singkat, maka disisi lain tahanan dalam dinamis r i sangat diperlukan sebagai tahanan pembatas/pengaman arus lebih. 3. Sumber Arus Konstan Letak perbedaan antara rangkaian sumber tegangan konstan dan sumber arus konstan adalah pada sumber tegangan konstan posisi beban R L seri terhadap tahanan dalam r i, sedangkan pada sumber arus konstan posisi beban R L adalah paralel terhadap tahanan dalam r i. Agar supaya terdapat lingkaran arus maksimum I yang mengalir menuju ke beban R L, maka syaratnya sumber arus harus selalu mempunyai tahanan dalam dinamis r i 68

yang besar. Sifat ini kebalikan dengan sumber tegangan konstan, dimana tahanan dalam dinamis r i harus ditentukan/dibuat sebesar mungkin. 4. Tahanan dalam sumber arus Sebuah sumber arus dikatakan ideal apabila mempunyai tahanan dalam r i= dengan arus klem masukan I K tetap konstan, dengan demikian persyaratan unjuk kerja sebagai sumber arus konstan dapat terpenuhi. 5. Penstabil Tegangan Prinsip dasar penstabil tegangan paralel dan penstabil tegangan seri dengan menerapkan pengaturan secara elektronik dari tahanan R p dan R s prinsip dari sumber tegangan dapat direalisasi, sehingga perubahan tahanan beban R L praktis tidak lagi dapat mempengaruhi tegangan keluaran Va atau arus keluaran I L. 6. Parameter yang menentukan Penstabilan Tingkat kestabilan/unjuk kerja sebuah Penstabil tegangan, ada beberapa parameter yang perlu mendapat perhatian: Faktor kestabilan absolut (S a) Faktor kestabilan relatif (S r) Tahanan dalam dinamis (r i) 7. Rangkaian Penstabil Tegangan dengan dioda zener Agar supaya tegangan V a tetap konstan, maka ada dua rangkaian yang dapat direalisasi selama R p dalam kondisi: Bila R L diperbesar, maka R p harus menjadi kecil, dan arus I p naik. Sebaliknya bila R L mengecil, maka R p akan mengecil, dan arus I p menjadi turun. Dan bila V 0 naik, maka R p akan menjadi kecil, sedangkan arus I p akan naik. Sebaliknya bila V 0 turun, maka R p akan menjadi besar dan arus I p menurun. 8. Penstabil Tegangan Paralel Dengan Transistor Tegangan keluaran V 2 ditentukan oleh penjumlahan tegangan diode zener V Z dan tegangan basis emitor transistor TR 1, dan lewat arus zener I Z besarnya arus basis I B1 dari transistor TR 1 ditentukan. Prinsip kerja 69

rangkaian adalah sama seperti rangkaian penstabil pada umumnya, hanya letak perbedaanya adalah, disini arus keluaran yang menjadi objek untuk disetabilkan atau ditetapkan konstan. 9. Penstabil tegangan paralel dengan opamp Keuntungan dan tujuan yang paling utama dari rangkaian adalah untuk mengeliminir/mengurangi pengaruh tegangan basis emitor V BE terhadap kestabilan tegangan keluaran V 2, 10. Penstabil tegangan seri dengan transistor Melalui arus basis tahanan seri R S dapat dikendalikan dan besarnya tegangan keluaran Va sangat ditentukan oleh tegangan referensi diode zener V z. Tingkat kestabilan dari penstabil yang menggunakan diode zener mempunyai kelemahan, antara lain jika beban keluaran R L mengalami perubahan atau demikian juga tegangan masukannya, maka tegangan zener V z tidak dapat mempertahankan kestabilannya. Dengan menambah satu transistor TR 1 yang terhubung secara seri, dimana arus masukan dihubungkan pada kaki kolektor. Sedangkan pada kaki emitor tingkat keluaran dihubungkan tahanan R 2 paralel dengan R L, kemudian pada kaki basis dihubungkan diode zener dan membentuk rangkaian pembagi arus yang mana tujuan dan fungsinya adalah untuk menentukan kestabilan besarnya tegangan keluaran V a. Dengan demikian besarnya tegangan kontrol adalah sama dengan besarnya tegangan basis emitor V BE, yang merupakan selisih dari keluaran V a dan tegangan referensi V z 11. Penstabil Tegangan dengan Rangkaian Pembanding Sebuah penstabil tegangan dengan menggunakan trasistor TR 2 sebagai rangkaian Pembanding dan biasanya lebih dikenal dengan sebutan Error Amplifier, karena sesuai dengan fungsi dan tugasnya adalah membandingkan tegangan kesalahan V R4 dengan tegangan referensi diode zener V Z, sehingga tingkat kestabilan dapat dikontrol secara terus menerus. 70

Tegangan keluaran dari rangkaian ini ditentukan oleh tegangan referensi diode zener V Z, tegangan basis emitor transistor TR 2 dan pembagi tegangan dari tahanan R 3 dan R 4, 12. Penstabil Tegangan dengan Op-Amp Operational amplifier disini fungsinya selain dapat digunakan sebagai penguat juga dapat digunakan sebagai rangkaian pengubah impedansi yaitu sebagai pengubah tahanan dalam masukan yang tinggi menjadi tahanan dalam keluaran yang rendah atau dikenal juga dengan sebutan penyangga (buffer). 13. Rangkaian sumber arus konstan dengan transistor Rangkaian sumber arus konstan dengan menggunakan transistor dengan beban di kaki kolektor. Pengendalian arus kolektor Ic tergantung dari arus basis I B, tapi arus kolektor I C tidak tergantung perubahan tegangan kolektor emitor. 14. Sumber Arus Konstan dengan FET Melalui tegangan jatuh pada tahanan R S dapat ditentukan persamaan tegangan antara Gate dan Sourch V GS: V GS = -I D.R S = -V S Dengan bantuan kurva diagram I D = f(v GS), maka untuk setiap perubahan tahanan R S besarnya arus konstan dapat ditentukan. 15. Sumber Arus konstan dengan Operational Amplifier Rangkaian sumber arus ini lebih cocok digunakan untuk kebutuhan arus yang kecil dan yang perlu diperhatikan apabila rangkaian ini diaplikasikan untuk kebutuhan pada rangkaian sumber tegangan, maka yang harus diperhatikan adalah arah arus keluaran I L. G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 1. Umpan Balik Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran ini, periksa penguasaan pengetahuan dan keterampilan anda menggunakan daftar periksa di bawah ini: No Indikator Ya Tidak Bukti 1. Menerapkan konsep dasar rangkaian sumber tegangan 71

2. Menerapkan konsep tahanan dalam dinamis dalam rangkaian sumber tegangan 3. Menerapkan konsep sumber arus konstan 4. Menerapkan konsep tahanan dalam sumber arus 5. Menerapkan konsep penstabil tegangan 6. Menentukan parameter penstabilan pada rangkaian penstabil tegangan 7. Menerapkan rangkaian penstabil tegangan dengan dioda zener 8. Menerapkan rangkaian penstabil tegangan paralel dengan transistor 9. Menerapkan rangkaian penstabil tegangan paralel dengan opamp 10. Menerapkan rangkaian penstabil tegangan seri dengan transistor 11. Menerapkan rangkaian penstabil tegangan dengan rangkaian pembanding 12. Menerapkan rangkaian penstabil tegangan dengan Op-Amp 13. Menerapkan rangkaian sumber arus konstan dengan transistor 14. Menerapkan rangkaian sumber arus konstan dengan FET 15. Menerapkan rangkaian sumber arus konstan dengan Operational Amplifier 2. Tindak Lanjut a. Buat rencana pengembangan dan implementasi praktikum sesuai standar di lingkungan laboratorium kerja anda. b. Gambarkan suatu situasi atau isu di dalam laboratorium anda yang mungkin dapat anda ubah atau tingkatkan dengan mengimplementasikan sebuah rencana tindak lanjut. c. Apakah judul rencana tindak lanjut anda? d. Apakah manfaat/hasil dari rencana aksi tindak lanjut anda tersebut? e. Uraikan bagaimana rencana tindak lanjut anda memenuhi kriteria SMART (spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, rentang/ketepatan waktu). 72

Kegiatan Pembelajaran 3 : Pembangkit Gelombang Sinusioda A. Tujuan Setelah menyelesaikan materi pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat menguji rangkaian pembangkit gelombang sinusioda sesuai prosedur dengan benar. B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah menyelesaikan materi pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat: 1. menjelaskan proses umpan balik (feedback), 2. menjelaskan dasar-dasar osilator, 3. menjelaskan prinsip kerja rangkaian LC, 4. menguji rangkaian osilator Armstrong (Meissner), 5. menguji rangkaian osilator Hartley, 6. menguji rangkaian osilator Colpitts, 7. menguji rangkaian osilator Kristal, 8. menguji rangkaian osilator Pierce, 9. menguji rangkaian osilator Ralaksasi, 10. menjelaskan prinsip kerja rangkaian RC, 11. menguji rangkaian osilator UJT, 12. menguji rangkaian Astable Multivibrator, 13. menguji rangkaian monostable multivibrator, 14. menguji rangkaian Bistable multivibrator, 15. menguji rangkaian IC Pembangkit Gelombang, 16. menguji rangkaian Astable Multivibrator dengan IC, 17. menguji rangkaian osilator Geseran Fasa, 18. menguji rangkaian osilator Jembatan Wien, 73

C. Uraian Materi Banyak sistem elektronik menggunakan rangkaian yang mengubah energi DC menjadi berbagai bentuk AC yang bermanfaat. Osilator, generator, bell elektronika termasuk kelompok rangkaian ini. Pada penerima radio misalnya, sinyal DC diubah menjadi sinyal AC frekuensi-tinggi. Osilator juga digunakan untuk menghasilkan sinyal horizontal dan vertikal untuk mengontrol berkas elektron pada pesawat TV. Masih banyak lagi penerapan rangkaian ini pada sistem lain seperti kalkulator, komputer dan transmiter RF. Kita dapat mengelompokkan osilator berdasarkan metode pengoperasiannya menjadi dua kelompok, yaitu osilator umpan balik dan osilator relaksasi. Masing-masing kelompok memiliki keistimewaan tersendiri. Pada osilator umpan balik, sebagian daya keluaran diumpan balik ke masukan yang misalnya dengan menggunakan rangkaian LC. Osilator biasanya dioperasikan pada frekuensi tertentu. Osilator gelombang sinus biasanya termasuk kelompok osilator ini dengan frekuensi operasi dari beberapa Hz sampai Mega Hz. Osilator umpan balik banyak digunakan pada rangkaian penerima radio dan TV dan pada transmiter. Osilator relaksasi merespon piranti elektronik dimana akan bekerja pada selang waktu tertentu kemudian mati untuk periode waktu tertentu. Kondisi pengoperasian ini berulang secara mandiri dan kontinyu. Osilator ini biasanya merespon proses pemuatan dan pengosongan jaringan RC atau RL. Osilator ini biasanya membangkitkan sinyal gelombang kotak atau segitiga. Aplikasi osilator ini diantaranya pada generator penyapu horizontal dan vertikal pada penerima TV. Osilator relaksasi dapat merespon aplikasi frekuensi-rendah dengan sangat baik. 1. Umpan Balik (Feedback) 74

Gambar 3.1. Proses umpan balik pada sistim audio Kita sering melihat contoh terjadinya umpan balik pada sistem-suara yang digunakan pada suatu pertemuan, jika mikropon terletak terlalu dekat dengan speaker, maka sering terjadi proses umpan balik dimana suara dari speaker terambil kembali oleh mikropon diteruskan ke amplifier menghasilkan dengung. Gambar 3.1 memperlihatkan proses terjadinya umpan balik dimaksud. Kondisi ini dikenal dengan umpan balik mekanik. Terjadinya umpan balik pada sistem ini sangat tidak diharapkan, namun sistem umpan balik pada osilator sangat diperlukan agar terjadi osilasi secara kontinyu. 2. Dasar-dasar Osilator Sebelum masuk pada masalah osilator untuk mempermudah pemahaman ilustrasi dapat dilihat pada ke 4 buah gambar yang ada di bawah. Pada Gambar 3.2 tersebut ada dua blok utama yaitu sebuah penguat yang antara tegangan input dan outputnya pergeseran fasa 0 o dan penguatan tegangan sebesar Av =1 kali Dibagian umpan balik dengan faktor redaman k=1/3 artinya ada sebesar 1/3 tegangan output yang diumpan balikkan ke input, dari gambar tersebut dapat dilihat lama kelamaan tegangan output yang dikeluarkan makin lama makin kecil dan akhirnya habis, kalau kita perhatikan dua variabel tadi antara Vu dan k jika kita kalikan 1 x 1/3 = 1/3 hasilnya kurang dari 1. 75

Gambar 3.2. Proses Umpan Balik sefasa k dan Vu belum memenuhi Pada Gambar 3.3 di ubah dengan menaikkan tingkat penguatan tegangan Av menjadi 3X dengan tanpa terjadi pergeseran fasa antara input dan output dan jaringan umpan balik dengan redaman 1/3. Dari gambar tersebut nampak akan terjadinya kelangsungan pembentukan tegangan sinus yang diperoleh dari rangkaian tersebut disini nampak kalau kita kalikan antara Av dengan k =1 akan menyebabkan terjadinya kelangsungan osilasi itu sendiri. Gambar 3.3. Proses Umpan Balik sefasa dan k dengan Vu memenuhi 76

Pada Gambar 3.4 besarnya Av di rubah dengan menaikkan penguat tegangan Av 4X tanpa terjadi pergeseran fasa antara input dan output dan jaringan umpan balik dengan redaman k=1/3. AV k=1/3 Gambar 3.4. Proses Umpan Balik pada penguat non inverting Dari gambar tersebut nampak akan terjadinya proses semakin lama tegangan output yang dihasilkan akan semakin membesar sehingga kalau hal tersebut berlangsung terus menerus maka akan didapatkan tegangan output berupa tegangan kotak. Sekali lagi kalau kita perhatikan antara dua variabel tadi dan jika kita kalikan akan didapat Vu x k = 4 x 1/3 = 1,33X Pada Gambar 3.5 besarnya Av di rubah kedudukan semula penguat tegangan Av 3X tetapi terjadi pergeseran fasa antara input dan output sebesar 180 o dan jaringan umpan balik dengan redaman k=1/3. Dari gambar tersebut nampak akan terjadinya proses penjumlahan antara dua sinyal yang sama besar tetapi umpan balik tidak sefasa, sehingga secara matematis saling meniadakan, sehingga proses osilasi tidak akan mungkin terjadi, karena persyaratannya tidak memenuhi. 77

A V =3 jaringan umpan balik k=1/3 Gambar 3.5. Proses Umpan Balik pada penguat inverting Ilustrasi di atas baru melibatkan dua buah variabel untuk dapat berlangsungnya proses sebuah osilasi, sedangkan pada frekuensi berapa osilator tersebut beroperasi (bekerja) merupakan bagian selanjutnya dari osilator atau istilah lain harus ada tambahan rangkaian penentu frekuensi bisa juga berupa BPF (Band Pass Filter), seperti yang ditunjukkan pada Gambar berikut ini. Gambar 3.6. Hubungan antara penguat dan band pass filter dalam satu rangkaian Diagram blok osilator umpan balik diperlihatkan pada Gambar 3.7 terlihat osilator memiliki perangkat penguat, jaringan umpan balik, rangkaian penentu frekuensi dan catu daya. Sinyal masukan diperkuat oleh penguat (amplifier) kemudian sebagian sinyal yang telah diperkuat dikirim kembali ke masukan melalui rangkaian umpan balik. Sinyal umpan balik harus memiliki fase dan nilai yang betul agar terjadi osilasi. a b Gambar 3.7. Diagram blok osilator 78

3. Pengoperasian Rangkaian LC Frekuensi osilator umpan balik biasanya ditentukan dengan menggunakan jaringan induktor kapasitor (LC). Jaringan LC sering disebut sebagai rangkaian tangki, karena kemampuannya menampung tegangan AC pada frekuensi resonansi. Untuk melihat bagaimana sinyal AC dapat dihasilkan dari sinyal DC, marilah kita lihat rangkaian tangki LC seperti terlihat pada Gambar berikut ini. Gambar 3.8. Prinsip kerja rangkaian tangki LC Pada saat saklar ditutup sementara (Gambar 3.8b), maka kapasitor akan terisi sebesar tegangan baterai. Perhatikan arah arus pengisian. Gambar 3.8b memperlihatkan kapasitor telah secara penuh termuati, selanjutnya akan kita lihat bagaimana rangkaian tangki menghasilkan tegangan dalam bentuk gelombang sinus. Pertama, kita berasumsi kapasitor pada Gambar 3.8c telah termuati. Gambar 3.8c memperlihatkan kapasitor dikosongkan melalui induktor. Arus pengosongan melewati L menyebabkan terjadinya elektromagnet yang membesar di sekitar induktor. Gambar 3.9c memperlihatkan kapasitor telah dikosongkan berakibat terjadinya penurunan elektromagnet di sekitar induktor. Ini menyebabkan arus akan tetap mengalir dalam waktu yang 79

singkat. Gambar 3.9d memperlihatkan proses pengisian kapasitor melalui arus induksi dari hasil penurunan medan magnet. Gambar 3.9. Proses pada induktor Selanjutnya kapasitor mulai dikosongkan lagi melalui L. Perhatikan pada Gambar 3.9e, arah arus pengosongan berkebalikan dari sebelumnya. Elektromagnet mulai membesar lagi (polaritas terbalik). Gambar 3.9f menunjukkan kapasitor telah dikosongkan dan termuati lagi melalui arus induksi (Gambar 3.9g). Demikian seterusnya proses ini akan berulang dan menghasilkan tegangan AC. Gambar 3.10 memperlihatkan contoh induktor dalam bentuk sebenarnya. Gambar 3.10. Contoh induktor dalam bentuk sebenarnya Frekuensi tegangan AC yang dibangkitkan oleh rangkaian tangki akan tergantung dari harga L dan C yang digunakan. Ini yang disebut sebagai frekuensi resonansi dengan harga fr 1 2 LC dimana fr adalah frekuensi resonansi dalam Hertz (Hz), L adalah induktasi dalam Henry dan C adalah kapasitansi dalam Farad. Resonansi terjadi saat 80

reaktansi kapasitif X C besarnya sama dengan reaktansi induktif X L Rangkaian tangkai akan berosilasi pada frekuensi ini. Pada frekuensi osilasi rangkaian tangki LC tentunya memiliki resistansi yang akan mengganggu aliran arus pada rangkaian. Akibatnya, tegangan AC akan cenderung menurun setelah melakukan beberapa putaran osilasi. Gambar 3.11a memperlihatkan hasil gelombang rangkaian tangki. Perhatikan bagaimana amplitudo gelombang mengalami penurunan yang biasa disebut sebagai gelombang sinus teredam (damped sine wave). Dalam hal ini, rangkaian telah terjadi kehilangan energi yang diubah dalam bentuk panas. Osilasi rangkaian tangki dapat dibuat secara kontinyu jika kita menambahkan energi secara periodik dalam rangkaian. Energi ini akan digunakan untuk mengganti energi panas yang hilang. Gambar 3.11b menunjukkan gelombang kontinu (continuous wave-cw) pada rangkaian tangki yang secara periodik ditambahkan energi pada rangkaian. a b Gambar 3.11. Gelombang tidak kontinyu dan kontinyu Tambahan energi pada rangkaian tangki dengan menghubungkan kapasitor dengan sumber DC, tidak mungkin dilakukan secara manual. Proses pemutusan dan penyambungan dengan kapasitor dilakukan secara elektronik dengan menggunakan jasa transistor. Perlu diingat bahwa induktansi dari kumparan akan tergantung pada frekuensi pengoperasian. Osilator LC biasanya dioperasikan pada daerah RF. Bentuk kumparan osilator pada daerah RF diperlihatkan pada Gambar 3.12. Induktansi kumparan biasanya dapat diubah dengan menggeser batang ferit yang ada di dalam kumparan. Ini akan membantu mengatur frekuensi dari rangkaian tangki. 81

(a) (b) Gambar 3.12. Berbagai jenis Induktor 4. Osilator Armstrong (Meissner) Osilator Armstrong seperti diperlihatkan pada Gambar 3.13 merupakan hasil penerapan osilator LC. Rangkaian dasar dibuat dengan memberikan bias maju pada sambungan rangkaian osilator, pada emitor-basis dan bias mundur pada kolektor. Pemberian bias dilakukan lewat resistor R3. Resistor R1 dan R2 berlaku sebagai pembagi tegangan. Gambar 3.13. Rangkaian osilator Armstrong 82

Gambar 3.14. Garis beban transistor Saat awal transistor diberi daya, resistor R1 dan R2 membawa transistor ke titik pengoperasian Q pada bagian tengah garis beban (lihat Gambar 3.14). Keluaran transistor (pada kolektor) secara ideal adalah 0 volt. Saat terjadi hantaran arus awal pada saat dihidupkan, terjadi derau (noise) yang akan terlihat pada kolektor, namun biasanya berharga sangat kecil. Misalnya kita mempunyai sinyal -1 mv yang nampak pada kolektor. Transformator T1 akan membalik tegangan ini dan menurunkannya dengan faktor 10 (perbandingan primer-sekunder 1:10). Sinyal sebesar +0,1 mv akan nampak pada C1 pada rangkaian basis. Perhatikan bahwa β = 100, dengan tegangan +0,1 mv berada pada basis, transistor memiliki β TR1 akan memberikan sinyal keluaran sebesar -10 mv pada kolektor. Perubahan polaritas dari + ke pada keluaran akibat adanya karakteristik dasar penguat emitor bersama. Tegangan keluaran sekali lagi akan mengalami penurunan oleh transformator dan diberikan pada basis TR1. Sinyal kolektor sebesar -10 mv sekarang akan menyebabkan terjadinya tegangan sebesar + 1 mv pada basis. Melalui penguatan transistor, tegangan kolektor akan segera menjadi -100 mv. Proses ini akan berlangsung, menghasilkan tegangan kolektor sebesar - 1 V dan akhirnya -10 V. Pada titik ini, transistor akan membawa garis beban sampai mencapai kejenuhan (perhatikan daerah ini pada garis beban). Sampai pada titik ini tegangan kolektor tidak akan berubah. 83

Dengan tanpa adanya perubahan pada Vcc pada kumparan primer T1, tegangan pada kumparan sekunder secepatnya akan menjadi nol. Tegangan basis secapatnya akan kembali pada titik Q. Penurunan tegangan basis ke arah negatif ini (dari jenuh ke titik Q) membawa Vcc ke arah positif. Melalui transformator, ini akan nampak sebagai tegangan ke arah positif pada basis. Proses ini akan berlangsung melewati titik Q sampai berhenti pada saat titik cutoff dicapai. Transformator selanjutnya akan berhenti memberikan masukan tegangan ke basis. Transistor segera akan berbalik arah. R1 dan R2 menyebabkan tegangan basis naik lagi ke titik Q. Proses ini akan terus berulang: TR1 akan sampai di titik jenuh kembali ke titik Q ke cutoff kembali ke titik Q. Dengan demikian tegangan AC akan terjadi pada kumparan sekunder dari transformator, Frekuensi osilator Armstrong ditentukan oleh nilai C1 dan S (nilai induktasi diri kumparan sekunder) dengan mengikuti persamaan frekuensi resonansi untuk LC. Perhatikan C1 dan S membentuk rangkaian tangki dengan mengikutkan sambungan emitor-basis dari TR1 dan R1. Keluaran dari osilator Armstrong seperti pada Gambar 3.13 dapat diubah dengan mengatur harga R3, penguatan akan mencapai harga tertinggi dengan memasang R3 pada harga optimum. Namun pemasangan R3 yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya distorsi, misalnya keluaran akan berupa gelombang kotak karena sinyal keluaran terpotong. 5. Osilator Hartley Osilator Hartley seperti pada Gambar 3.15 banyak digunakan pada rangkaian penerima radio AM dan FM. Frekuensi resonansi ditentukan oleh harga L1 dan C1. Kapasitor C2 berfungsi sebagai penggandeng AC ke basis TR1. 84

+12V R1 RFC C5 Output C2 C4 C1 L1 5mH R2 R3 C3 Gambar 3.15. Rangkaian osilator Hartley Tegangan bias TR1 diberikan oleh resistor R2 dan R1. Kapasitor C4 sebagai penggandeng variasi tegangan kolektor dengan bagian bawah T1. Kumparan penarik RF (L1) menahan AC agar tidak ke pencatu daya. L1 juga berfungsi sebagai beban rangkaian. TR1 adalah dari tipe n-p-n dengan konfigurasi emitor bersama. Saat daya DC diberikan pada rangkaian, arus mengalir dari bagian negatif dari sumber lewat R1 ke emitor. Kolektor dan basis keduanya dihubungkan ke bagian positif dari Vcc. Ini akan memberikan bias maju pada emitor-basis dan bias mundur pada kolektor. Pada awalnya I E, I B dan Ic mengalir lewat TR1. Dengan Ic mengalir lewat L1, tegangan kolektor mengalami penurunan. Tegangan ke arah negatif ini diberikan pada bagian bawah T1 oleh kapasitor C4. Ini mengakibatkan arus mengalir pada kumparan bawah. Elektromagnet akan membesar di sekitar kumparan. Ini akan memotong kumparan bagian atas dan memberikan tegangan positif mengisi kapasitor C1. Tegangan ini juga diberikan pada TR1 melalui C2. TR1 akhirnya sampai pada titik jenuh dan mengakibatkan tidak terjadinya perubahan pada Vc. Medan di bagian bawah T1 akan dengan cepat habis dan mengakibatkan terjadinya perubahan polaritas tegangan pada bagian atas. Keping C1 bagian atas sekarang menjadi negatif sedangkan bagian bawah menjadi positif. Muatan C1 yang telah terakumulasi akan mulai dilucuti melalui T1 melalui proses rangkaian tangki. Tegangan negatif pada bagian atas C1 menyebabkan TR1 berubah ke negatif menuju cutoff. Selanjutnya ini akan mengakibatkan Vc membesar dengan cepat. Tegangan ke arah positif kemudian ditransfer ke bagian bawah T1 oleh C4, memberikan umpan balik. Tegangan ini akan tertambahkan pada tegangan C1. 85

Perubahan pada Vc berangsur-angsur berhenti, dan tidak ada tegangan yang dibalikkan melalui C4. C1 telah sepenuhnya terlucuti. Medan magnet di bagian bawah L1 kemudian menghilang. C1 kemudian termuati lagi, dengan bagian bawah berpolaritas positif dan bagian atas negatif. TR1 kemudian berkonduksi lagi. Proses ini akan berulang terus. Rangkaian tangki menghasilkan gelombang kontinyu dimana hilangnya isi tangki dipenuhi lagi melalui umpan balik. Sifat khusus osilator Hartley adalah adanya tapped coil. Sejumlah variasi rangkaian dimungkinkan. Kumparan mungkin dapat dipasang seri dengan kolektor. 6. Osilator Colpitts Gambar 3.16 memperlihatkan rangkaian osilator Colpitts. Tegangan bias untuk basis diberikan oleh R1 dan R2 sedangkan untuk emitor diberikan oleh R4. R1 R3 C4 22nF +12V Output R2 R4 C3 C1 C2 L1 5mH Gambar 3.16. Rangkaian osilator Colpitts Osilator Colpitts sangat mirip dengan osilator Shunt-fed Hartley. Perbedaan yang pokok adalah pada bagian rangkaian tangkinya. Pada osilator Colpitts, digunakan dua kapasitor sebagai pengganti kumparan yang terbagi. Umpan balik dikembangkan dengan menggunakan medan elektrostatik melalui jaringan pembagi kapasitor. Frekuensi ditentukan oleh dua kapasitor terhubung seri dan induktor. Kolektor diberi bias mundur dengan menghubungkan ke bagian positif dari Vcc melalui R3. Resistor ini juga berfungsi sebagai beban kolektor. Transistor dihubungkan dengan konfigurasi emitor-bersama. Ketika daya DC diberikan pada rangkaian, arus mengalir dari bagian negatif Vcc melalui R4, 86

TR1 dan R3. Arus I C yang mengalir melalui R3 menyebabkan penurunan tegangan Vc dengan harga positif. Tegangan yang berubah ke arah negatif ini dikenakan ke bagian atas C1 melalui C3. Bagian bawah C2 bermuatan positif dan tertambahkan ke tegangan basis dan menaikkan harga I B, transistor TR1 akan semakin berkonduksi sampai pada titik jenuh. Saat TR1 sampai pada titik jenuh maka tidak ada lagi kenaikan Ic dan perubahan Vc juga akan terhenti. Tidak terdapat umpan balik ke bagian atas C2. C1 dan C2 akan dikosongkan lewat L1 dan selanjutnya medan magnet di sekitarnya akan menghilang. Arus pengosongan tetap berlangsung untuk sesaat. Keping C2 bagian bawah menjadi bermuatan negatif dan keping C1 bagian atas bermuatan positif. Ini akan mengurangi tegangan maju TR1 dan Ic akan menurun. Harga Vc akan mulai naik. Kenaikan ini akan diumpankan kembali ke bagian atas keping C1 melalui C3. C1 akan bermuatan lebih positif dan bagian bawah C2 menjadi lebih negatif. Proses ini terus berlanjut sampai TR1 sampai pada titik cutoff. Saat TR1 sampai pada titik cutoff, tidak ada arus Ic. tidak ada tegangan umpan balik ke C1, gabungan muatan yang terkumpul pada C1 dan C2 dikosongkan melalui L1. Arus pengosongan mengalir dari bagian bawah C2 ke bagian atas C1. Muatan negatif pada C2 secepatnya akan habis dan medan magnet di sekitar L1 akan menghilang. Arus yang mengalir masih terus berlanjut. Keping C2 bagian bawah menjadi bermuatan positif dan keping C1 bagian atas bermuatan negatif. Tegangan positif pada C2 menarik TR2 dari daerah daerah cutoff. Selanjutnya Ic akan mulai mengalir lagi dan proses dimulai lagi dari titik ini. Energi umpan balik ditambahkan ke rangkaian tangki sesaat pada setiap adanya perubahan. Besarnya umpan balik pada rangkaian osilator Colpitts ditentukan oleh perbandingan kapasitansi C1 dan C2. Harga C1 pada rangkaian ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan C2 atau X C1 > X C2 Tegangan pada C1 lebih besar dibandingkan pada C2. Dengan membuat C2 lebih kecil akan diperoleh tegangan umpan balik yang lebih besar. Namun dengan menaikkan umpan balik terlalu tinggi akan 87

mengakibatkan terjadinya distorsi. Biasanya sekitar 10-50% tegangan kolektor diumpan-balikkan ke rangkaian tangki sebagai umpan balik. 7. Osilator Kristal Osilator Kristal digunakan untuk menghasilkan sinyal dengan tingkat kestabilan frekuensi yang sangat tinggi. Kristal pada osilator ini terbuat dari quartz atau Rochelle salt dengan kualitas yang baik. Material ini memiliki kemampuan mengubah energi listrik menjadi energi mekanik berupa getaran atau sebaliknya. Kemampuan ini lebih dikenal dengan piezoelectric effect. Kristal untuk osilator ini dilekatkan di antara dua pelat logam. Kontak dibuat pada masing-masing permukaan kristal oleh pelat logam ini kemudian diletakkan pada suatu wadah. Kedua pelat dihubungkan ke rangkaian melalui soket. Gambar 3.17. Rangkaian pengganti seri kristal Gambar 3.18. Rangkaian pengganti paralel Kristal 88

Gambar 3.19. Quart (kristal) Pada osilator ini, kristal berperilaku sebagai rangkaian resonansi seri. Kristal seolah-olah memiliki induktansi (L), kapasitansi (C) dan resistansi (R). Gambar 3.18 memperlihatkan rangkaian setara dari bagian ini. Harga L ditentukan oleh massa kristal, harga C ditentukan oleh kemampuannya berubah secara mekanik dan R berhubungan dengan gesekan mekanik. Rangkaian setara resonansi seri akan berubah jika kristal ditempatkan pada suatu wadah atau pemegang. Kapasitansi akibat adanya keping logam akan terhubung paralel dengan rangkaian setara kristal. Gambar 3.20 memperlihatkan rangkaian setara kristal yang dilekatkan pada pemegang. Jadi pada hal ini kristal memiliki kemampuan untuk memberikan resonansi paralel dan resonansi seri. Gambar 3.20. Rangkaian osilator kristal Hartley Kristal ini dapat dioperasikan pada rangkaian tangki dengan fungsi sebagai penghasil frekuensi resonansi paralel. Kristal sendiri dapat dioperasikan sebagai rangkaian tangki. Jika kristal diletakkan sebagai umpan balik, ia akan merespon sebagai piranti penghasil resonansi seri. 89

Kristal sebenarnya merespon sebagai tapis yang tajam. Ia dapat difungsikan sebagai umpan balik pada suatu frekuensi tertentu saja. Osilator Hartley dan Colpitts dapat dimodifikasi dengan memasang kristal ini. Gambar 3.21. Rangkaian osilator kristal Colpitts Stabilitas osilator akan meningkat dengan pemasangan kristal. Gambar 3.20 dan Gambar 3.21 memperlihatkan pemasangan kristal pada osilator Hartley dan Colpitts. 8. Osilator Pierce Osilator Pierce seperti diperlihatkan pada Gambar 3.22 menggunakan kristal sebagai rangkaian tangkinya, pada osilator ini kristal merespon sebagai rangkaian resonansi paralel. Jadi osilator ini adalah merupakan modifikasi dari osilator Colpitts. Pengoperasian osilator Pierce didasarkan pada umpan balik yang dipasang dari kolektor ke basis melalui C1 dan C2, kedua transistor memberikan kombinasi pergeseran fase sebesar 180 o. Keluaran dari emitor-bersama mengalami umpan balik agar sefase atau sebagai umpan balik regeneratif. Gambar 3.22. Rangkaian osilator Pierce 90

Nilai C1 dan C2 menentukan besarnya tegangan umpan balik. Sekitar 10 50 % dari keluaran dikirim kembali sebagai umpan balik untuk memberikan energi kembali ke kristal. Jika kristal mendapatkan energi yang tepat, frekuensi resonansi yang dihasilkan akan sangat tajam. Kristal akan bergetar pada selang frekuensi yang sangat sempit. Keluaran pada frekuensi ini akan sangat stabil. Namun keluaran osilator Pierce adalah sangat kecil dan kristal dapat mengalami kerusakan dengan strain mekanik yang terus-menerus. 9. Osilator Relaksasi Osilator ralaksasi utamanya digunakan sebagai pembangkit gelombang sinusiodal. Gelombang gigi gergaji, gelombang kotak dan variasi bentuk gelombang tak beraturan termasuk dalam kelas ini. Pada dasarnya pada osilator ini tergantung pada proses pengosongan-pengisian jaringan kapasitor-resistor. Perubahan tegangan pada jaringan digunakan untuk mengubah-ubah konduksi piranti elektronik. Untuk pengontrol, pada osilator dapat digunakan transistor, UJT (uni junction transistors) atau IC (integrated circuit). 10. Rangkaian RC Proses pengisian dan pengosongan kapasitor pada rangkaian seri RC telah kita bahas sebelumnya pada bagian sebelumnya. Pengisian dan pengosongan kapasitor akan mengikuti fungsi eksponensial dengan konstanta waktu( ) yang tergantung pada harga RC. 91

Pengisian Pengosongan + A B Vcc - + + ++ C Gambar 3.23. Grafik pengisian kondensator Pada proses pengisian, satu konstanta waktu dapat mengisi sebanyak 63% dari sumber tegangan yang digunakan dan akan penuh setelah lima kali konstanta waktu. Sebaliknya saat terjadi pelucutan, isi kapasitor akan berkurang sebanyak 37% setelah satu konstanta waktu dan akan terkosongkan secara penuh setelah lima (lihat Gambar 3.24). Pengisian Pengosongan + A B Vcc - + + ++ C Gambar 3.24. Grafik pengosongan kondensator 11. Osilator UJT 92

Pengisian dan pengosongan kapasitor melalui resistor dapat digunakan untuk menghasilkan gelombang gigi gergaji. Saklar pengisian dan pengosongan pada rangkaian Gambar 3.23 dan 3.24 dapat diganti dengan saklar elektronik, yaitu dengan menggunakan transistor atau IC. Rangkaian yang terhubung dengan cara ini dikelompokkan sebagai osilator relaksasi. Saat piranti berkonduksi disebut aktif dan saat tidak berkonduksi disebut rileks. Gelombang gergaji akan terjadi pada ujung kaki kapasitor. Pada Gambar 3.25 diperlihatkan penggunaan UJT untuk osilator relaksasi. Jaringan RC terdiri atas R1 dan C1. Sambungan dari jaringan dihubungkan dengan emitor dari UJT. UJT tidak akan berkonduksi sampai pada harga tegangan tertentu dicapai. Saat terjadi konduksi sambungan E-B1 menjadi beresistansi rendah. Ini memberikan proses pengosongan C dengan resistansi rendah. Arus hanya mengalir lewat R3 saat UJT berkonduksi. Pada rangkaian ini sebagai R3 adalah speaker. Gambar 3.25. Rangkaian osilator UJT Saat awal diberi catu daya, osilator UJT dalam kondisi tidak berkonduksi Sambungan E- B1 berbias mundur. Dalam waktu singkat muatan pada C1 akan terakumulasi (dalam hal ini ukuran waktu adalah R.C). Dengan termuatinya C1 akan menyebabkan sambungan E - B1 menjadi konduktif atau memiliki resistansi rendah. Selanjutnya terjadi pengosongan C1 lewat sambungan E-B1 yang memiliki resistansi rendah. Ini akan menghilangkan bias maju pada emitor. UJT 93

selanjutnya menjadi tidak berkonduksi dan C1 mulai terisi kembali melalui R1. Proses ini secara kontinyu akan berulang. Osilator UJT dipakai untuk aplikasi yang memerlukan tegangan dengan waktu kenaikan (rise time) lambat dan waktu jatuh (fall time) cepat. Sambungan E-B1 dari UJT memiliki keluaran tipe ini. Antara B1 dan tanah pada UJT menghasilkan pulsa tajam (spike pulse). Keluaran tipe ini biasanya digunakan untuk rangkaian pengatur waktu dan rangkaian penghitung. Sebagai kesimpulan osilator UJT sangat stabil dan akurat untuk konstanta waktu satu atau lebih rendah. 12. Astable Multivibrator Multivibrator merupakan jenis osilator relaksasi yang sangat penting. Rangkaian osilator ini menggunakan jaringan RC dan menghasilkan gelombang kotak pada keluarannya. Astabel multivibrator biasa digunakan pada penerima TV untuk mengontrol berkas elektron pada tabung gambar. Pada komputer rangkaian ini digunakan untuk mengembangkan pulsa waktu. Multivibrator difungsikan sebagai piranti pemicu (trigerred device) atau freerunning. Multivibrator pemicu memerlukan sinyal masukan atau pulsa. Keluaran multivibrator dikontrol atau disinkronkan (sincronized) oleh sinyal masukan. Astable multivibrator termasuk jenis free-running. Sebuah multivibrator terdiri atas dua penguat yang digandeng secara silang. Keluaran penguat yang satu dihubungkan dengan masukan penguat yang lain. Karena masing-masing penguat membalik sinyal masukan, efek dari gabungan ini adalah berupa umpan balik positif. Dengan adanya (positif) umpan balik, osilator akan regenerative (selalu mendapatkan tambahan energi) dan menghasilkan keluaran yang kontinu. Gambar 3.26 memperlihatkan rangkaian multivibrator menggunakan dua buah transitor bipolar dengan konfigurasi emitor bersama. R1 dan R2 memberikan tegangan bias maju pada basis masing-masing transistor. Kapasitor C1 menggandeng kolektor TR1 ke basis TR2. Kapasitor C2 menggandeng kolektor TR2 ke basis TR1. 94

+12V R1 R2 R3 R4 1k C1 10k 10k C2 1k Q Q TR1 TR2 Gambar 3.26. Rangkaian Astable Multivibrator Akibat adanya gandengan silang, satu transistor akan konduktif dan yang lainnya cutoff. Kedua transistor secara bergantian akan hidup dan mati sehingga keluaran diberi label Q atau Q. Ini menunjukkan bahwa keluaran mempunyai polaritas terbalik. Saat daya diberikan pada multivibrator pada Gambar 3.26, satu transistor misalnya TR1 berkonduksi terlebih dahulu. Dengan TR1 berkonduksi terjadi penurunan tegangan pada R1 dan Vc menjadi berharga lebih rendah dari Vcc. Ini mengakibatkan terjadinya tegangan ke arah negatif pada C1 dan tegangan basis positif akan berkurang. Konduksi TR2 akan berkurang dan tegangan kolektornya akan naik ke harga Vcc. Tegangan ke arah positif dikenakan pada C2. Tegangan ini akan ditambahkan pada basis TR1 dan membuatnya lebih berkonduksi. Proses ini berlanjut sampai TR1 mencapai titik jenuh dan TR2 mencapai cutoff. Saat tegangan keluaran masing-masing transistor mencapai kestabilan, maka tidak terdapat tegangan umpan balik. TR2 akan kembali berbias maju melalui R2. Konduksi pada TR2 akan mengakibatkan penurunan pada Vc. Tegangan ke arah negatif ini akan akan diberikan pada basis TR1 melalui C2. Konduksi TR1 menjadi berkurang. Vc pada TR1 naik ke harga Vcc. Ini akan tergandeng ke basis TR2 melalui C1. Proses ini berlangsung terus sampai TR2 mencapai titik jenuh dan TR1 mencapai cutoff. Tegangan keluaran kemudian menjadi stabil dan proses akan berulang. Frekuensi osilasi dari multivibrator ditentukan oleh konstanta waktu R2 dan C1 dan R3 dan C2. Nilai R2 dan R3 dipilih sedemikian sehingga masingmasing transistor dapat mencapai titik jenuh. C1 dan C2 dipilih untuk GND 95

mendapatkan frekuensi pengoperasian yang dikehendaki. Jika C1 sama dengan C2 dan R2 sama dengan R3 maka keluaran akan simetris. Berarti kedua transistor akan hidup dan mati dalam selang waktu yang sama dengan frekuensi sebesar: 1 fo 1,4RC 13. Monostable Multivibrator Monostable multivibrator memiliki satu kondisi stabil sehingga sering juga disebut sebagai multibrator one-shot. Saat osilator terpicu untuk berubah ke suatu kondisi pengoperasian, maka pada waktu singkat akan kembali ke titik awal pengoperasian. Konstanta waktu RC menentukan periode waktu perubahan keadaan. Monostable multivibrator termasuk jenis osilator triggered. Skema rangkaian monostable multivibrator diperlihatkan pada Gambar 3.27. Rangkaian memiliki dua kondisi yaitu kondisi stabil dan kondisi tak stabil. Rangkaian akan rileks pada kondisi stabil saat tidak ada pulsa. +12V R1 1k Q C1 R2 10k R3 10k R4 1k Q TR1 TR2 C2 GND Masukan pemicu R5 10k Gambar 3.27. Rangkaian Monostable Multivibrator Kondisi tak stabil diawali dengan pulsa pemicu pada masukan. Setelah selang waktu 0,7.RC rangkaian kembali ke kondisi stabil. Rangkaian tidak mengalami perubahan sampai ada pulsa pemicu yang datang pada masukan. 96

Kita lihat sekarang pengoperasian monostable multivibrator saat daya diberikan ke rangkaian. Awalnya tidak ada pulsa masukan pemicu. TR2 berbias maju dari jaringan pembagi terdiri atas R2, D1 dan R5. Harga R2 dipilih agar TR2 mencapai titik jenuh. Resistor R1 dan R3 masing-masing membuat kolektor berbias mundur. Dengan basis TR2 berbias maju, ini secepatnya akan membawa transistor ke titik jenuh. Tegangan kolektor TR2 jatuh ke harga yang sangat rendah. Tegangan ini terhubung ke basis TR1 melalui R4. Namun V B tidak cukup besar untuk membawa TR1 berkonduksi. Karenanya rangkaian akan tetap berada pada kondisi ini selama daya masih diberikan. Rangkaian berada pada kondisi stabil. Untuk mengawali suatu perubahan, pulsa pemicu harus diberikan pada masukan. Gambar 3.28 memperlihatkan pulsa pemicu dan keluaran yang dihasilkan multivibrator. C2 dan R5 pada rangkaian masukan membentuk jaringan diferensiator. Tepi kenaikan (leading edge) dari pulsa pemicu menyebabkan terjadinya aliran arus yang besar melalui R5. Setelah C2 mulai termuati arus lewat R5 mulai menurun. Saat pulsa pemicu sampai pada tepi penurunan (trailing edge), tegangan C2 jatuh ke nol. Dengan tidak adanya sumber tegangan yang dikenakan pada C2, kapasitor akan terkosongkan melalui R5. Karenanya pulsa dengan polaritas kebaliknya terjadi pada tepi penurunan pulsa masukan, Pulsa masukan kemudian berubah ke positif dan suatu pulsa negatif tajam (negative spike) muncul pada R5. D1 hanya berkonduksi selama terjadi negative spike dan diumpankan pada basis TR2. Ini mengawali terjadinya perubahan pada multivibrator. Saat basis TR2 menerima negative spike, ini akan membawa transistor ke arah cutoff. Ini akan mengakibatkan tegangan kolektor TR2 naik dengan cepat ke harga + Vcc dan membuat basis TR1 menjadi positif. Saat TR1 berkonduksi, resistansi sambungan kolektor-basis menjadi sangat rendah. Arus pengisian mengalir melewati TR1, C1 dan R2. Kaki R2 bagian bawah menjadi negatif akibat pengisian C1 dan mengakibatkan basis TR2 negatif. 97

TR2 tetap berada pada keadaan cutoff. Proses ini akan tetap berlangsung sampai C1 terisi. Arus pengisian lewat R2 kemudian akan menurun dan bagian atas R2 menjadi positif. TR2 secepatnya menjdi berkonduksi dan membawa TR1 cutoff. Karenanya rangkaian kembali berubah pada kondisi stabil dan akan terus dipertahankan sampai ada pulsa masukan pemicu berikutnya datang. Gambar 3.28. Bentuk gelombang monostable multivibrator a) Bentuk gelombang masukan pemicu, b) Gelombang keluaran diferensiator dan c) Gelombang keluaran multivibrator. 14. Bistable Multivibrator Bistable multivibrator mempunyai dua keadaan stabil. Pulsa pemicu masukan akan menyebabkan rangkaian diasumsikan pada salah satu kondisi stabil. Pulsa kedua akan menyebabkan terjadinya pergeseran ke kondisi stabil lainnya. Multivibrator tipe ini hanya akan berubah keadaan jika diberi pulsa pemicu. Multivibrator ini sering disebut sebagai flip-flop. Ia akan lompat ke satu kondisi (flip) saat dipicu dan bergeser kembali ke kondisi lain (flop) jika dipicu. Rangkaian kemudian menjadi stabil pada suatu kondisi dan tidak akan berubah atau toggle sampai ada perintah dengan diberi pulsa pemicu. 98

Gambar 3.29 memperlihatkan skema rangkaian multivibrator bistable dengan menggunakan BJT. Saat awal catu daya diberikan pada rangkaian, maka multivibrator diasumsikan berada pada suatu kondisi stabil. Salah satu transistor akan berkonduksi lebih cepat dibandingkan yang lain. Marilah kita asumsikan TR1 pada rangkaian pada Gambar 3.29 berkonduksi lebih dahulu dibandingkan TR2. Gambar 3.29. Bistable multivibrator Tegangan kolektor TR1 akan turun dengan cepat. Sambungan langsung antara kolektor dan basis menyebabkan penurunan tegangan pada TR2 dan turunnya arus I B dan Ic. Vc dari TR2 naik ke harga Vcc. Tegangan ke arah positif ini tersambung kembali ke basis TR1 lewat R3. Ini menyebabkan TR1 semakin berkonduksi dan sebaliknya mengurangi konduksi TR2. Proses ini berlangsung terus sampai TR1 jenuh dan TR2 cutoff. Rangkaian akan tetap pada kondisi stabil ini. Untuk mengawali perubahan kondisi diperlukan pulsa pemicu. Pulsa negatif yang diberikan pada basis TR1 akan membuatnya menjadi cutoff. Pulsa positif yang diberikan pada basis TR2 menyebabkan transistor ini berkonduksi. Polaritas di atas khusus untuk transistor n-p-n. Pada rangkaian, kita berasumsi bahwa pulsa negatif diberikan pada basis TR1. Saat ini terjadi, I B dan Ic dari TR1 akan turun secepatnya. Vc dari TR1 naik ke harga Vcc. Tegangan ke arah positif ini tersambung kembali ke basis TR2. I B dan Ic dari TR2 akan naik dengan cepat. Ini menyebabkan turunnya Vc dari TR2. 99

Sambungan langsung Vc melalui R3 menyebabkan turunnya I B dan I C dari TR1. Proses ini berlangsung terus sampai TR1 cutoff dan TR2 jenuh. Rangkaian akan tetap pada kondisi ini sampai ada perintah untuk berubah atau catu daya dilepas. 15. IC Pembangkit Gelombang IC NE/SE 555 adalah piranti multiguna yang telah secara luas digunakan. Piranti ini dapat difungsikan sebagai astable multivibrator. Rangkaian khusus ini dapat dibuat dengan komponen dan daya yang minimal. Rangkaian dapat dengan mudah dibuat dan sangat reliabel. Chip khusus ini telah banyak diproduksi oleh beberapa pabrik. Sebagai tanda, semua produksi terdapat angka 555 misalnya SN72555, MC14555, SE555, LM555 dan CA555. Rangkaian internal IC 555 biasanya dilihat bagian dalam sebagai blok-blok. Dalam hal ini, chip memiliki dua komparator, sebuah bistable flip-flop, sebuah pembagi resistif, sebuah transistor pengosong dan sebuah keluaran. Gambar 3.30 memperlihatkan blok fungsional IC 555. VCC RA DISCHARGE CONTROL VOLTAGE R R COMP TRESHOLD R FLIP FLOP OUTPUT TRIGER COMP C R RESET Gambar 3.30. Rangkaian blok internal LM555 Pembagi tegangan pada IC terdiri dari tiga resistor 5kΩ. Jaringan dihubungkan secara internal ke Vcc dan tanah dari sumber. Tegangan yang ada di resistor bagian bawah adalah sepertiga Vcc. Tegangan pada titik tengah pembagi tegangan sebesar dua pertiga harga Vcc. Sambungan ini berada pada pin 5 dan titik ini didesain sebagai pengontrol tegangan. Dua buah komparator pada IC 555 merespon sebagai rangkaian saklar. 100

Tegangan referensi dikenakan pada salah satu masukan pada masingmasing komparator. Tegangan yang dikenakan pada masukan lainnya memberikan awalan terjadinya perubahan pada keluaran jika tegangan tersebut berbeda dengan harga referensi. Komparator berada pada dua pertiga Vcc dimana pin 5 dihubungkan ke tengah resistor pembagi. Masukan lain ditandai dengan pin 6 disebut sebagai ambang pintu (threshold). Saat tegangan pada pin 6 naik melebihi dua pertiga Vcc, keluaran komparator akan menjadi positif. Ini kemudian dikenakan pada bagian reset dari masukan flip-flop. Komparator 2 adalah sebagai referensi sepertiga dari Vcc. Masukan positif dari komparator 2 dihubungkan dengan bagian bawah jaringan pembagi resistor. Pin 2 eksternal dihubungkan dengan masukan negatif komparator 2. Ini disebut sebagai masukan pemicu (trigger). Jika tegangan pemicu jatuh di bawah sepertiga Vcc, keluaran komparator akan berharga positif. Ini akan dikenakan pada masukan set dari flip-flop. Flip-flop IC 555 termasuk jenis bistable multivibrator, memiliki masukan set dan reset dan satu keluaran. Saat masukan reset positif maka keluaran akan positif. Tegangan positif pada set akan memberikan keluaran menjadi negatif. Keluaran flip-flop tergantung pada status dua masukan komparator. Keluaran flip-flop diumpankan ke keluaran dan transistor pengosong. Keluaran dihubungkan dengan pin 3 dan transistor pengosongan dihubungkan dengan pin 7. Keluaran adalah berupa penguat daya dan pembalik sinyal. Beban yang dipasang pada terminal 3 akan melihat apakah keluaran berada pada Vcc atau tanah, tergantung kondisi sinyal masukan. Arus beban sebesar sampai pada harga 200 ma dapat dikontrol oleh terminal keluaraan. Beban yang tersambung pada Vcc akan mendapat energi saat pin 3 berubah ke tanah. Beban yang terhubung ke tanah akan hidup saat keluaran berubah ke Vcc. Kemudian akan mati saat keluaran berubah ke tanah. Transistor TR1 disebut transistor pengosongan (discharge transistor). Keluaran flip-flop dikenakan pada basis TR1. Saat flip-flop reset (positif), akan membuat TR1 berbias maju. Pin 7 terhubung ke tanah melalui TR1. 101

Saat flip-flop set (negatif), akan membuat TR1 berbias mundur. Ini akan membuat pin 7 menjadi tak terhingga atau terbuka terhadap tanah. Karenanya pin 7 mempunyai dua kondisi, terhubung singkat atau terbuka. Kita selanjutnya akan melihat bagaimana respon rangkaian internal IC 555 sebagai sebuah multivibrator. 16. Astable Multivibrator dengan IC Jika digunakan sebagai astable multivibrator, IC 555 berlaku sebagai Osolator RC. Bentuk gelombang dan frekuensi keluaran utamanya ditentukan oleh jaringan RC. Gambar 3.31 memperlihatkan rangkaian astable multivibrator menggunakan IC LM555. Gambar 3.31. Rangkaian astable multivibrator Biasanya rangkaian ini digunakan sebagai pembangkit waktu (time base generator) untuk rangkaian lonceng (clock) dan pada komputer. Pada rangkaian ini diperlukan dua resistor, sebuah kapasitor dan sebuah sumber daya. Keluaran diambil dari pin 3. Pin 8 sebagai Vcc dan pin 1 adalah tanah. Tegangan catu DC dapat berharga sebesar 5V 15 V. Resistor dihubungkan antara Vcc dan terminal pengosongan (pin 7). Resistor dihubungkan antara pin 7 dengan terminal ambang (pin 6). Kapasitor dihubungkan antara ambang pintu dan tanah. Pemicu (pin 2) dan ambang pintu (pin 6) dihubungkan bersama. Saat daya mula-mula diberikan, kapasitor akan terisi melalui R A dan R B. Ketika tegangan pada pin 6 ada sedikit kenaikan di atas dua pertiga Vcc, maka terjadi perubahan kondisi pada komparator 1. Ini akan me-reset flip-flop dan keluarannya akan bergerak ke positif. Keluaran (pin 3) bergerak ke R A R B 102

tanah dan basis TR1 berprategangan maju. TR1 mengosongkan C lewat R B ke tanah. Ketika tegangan pada kapasitor C turun sedikit di bawah sepertiga Vcc, ini akan memberikan energi ke komparator 2. Antara pemicu (pin 2) dan pin 6 masih terhubung bersama. Komparator 2 menyebabkan tegangan positif ke masukan set dari flip-flop dan memberikan keluaran negatif. Keluaran (pin 3) akan bergerak ke harga Vcc. Tegangan basis TR1 berbias mundur. Ini akan membuka proses pengosongan (pin7). C mulai terisi lagi ke harga Vcc lewat R A dan R B. Proses akan berulang mulai titik ini. Kapasitor C akan terisi dengan harga berkisar antara sepertiga dan dua pertiga Vcc. Perhatikan gelombang yang dihasilkan pada Gambar 3.32. Gambar 3.32. Bentuk gelombang pada rangkaian astable multivibrator Frekuensi keluaran astable multivibrator dinyatakan sebagai f =1/T Ini menunjukkan sebagai total waktu yang diperlukan untuk pengisian dan pengosongan kapasitor C. Waktu pengisian ditunjukkan oleh jarak t1 dan t3. Jika dinyatakan dalam detik t1=0,693(r A+R B)C. Waktu pengosongan diberikan oleh t2 dan t4. dalam detik, t2=0,693 R B.C Dalam satu putaran atau satu periode pengoperasian waktu yang diperlukan adalah sebesar: T = t1+t2 atau T = t3+t4 103

Dengan menggunakan harga t1 dan t2 atau t3 dan t4, maka persamaan frekuensi dapat dinyatakan sebagai f o 1 T (R A 1,44 2R B ) C Perbandingan resistansi R A dan R B sangat penting untuk pengoperasian astable multivibrator. Jika R B lebih dari setengah harga R A, rangkaian tidak akan berosilasi. Harga ini menghalangi pemicu untuk jatuh dari harga dua pertiga Vcc ke sepertiga Vcc. Ini berarti IC tidak mampu untuk memicu kembali secara mandiri atau tidak siap untuk operasi berikutnya. Hampir semua pabrik pembuat IC jenis ini menyediakan data pada pengguna untuk memilih harga R A dan R B yang sesuai terhadap harga C. 17. Osilator Geseran Fasa Osilator geseran fasa menggunakan penguat dasar yang membalik, pada transistor dengan menggunakan common emitor atau jika menggunakan Opamp digunakan penguat inverting, penguat mempunyai pergeseran fasa 180 o antara input dan output. Sebagian tegangan output yang dikembalikan lagi ke input dilalukan kepada jaringan penggeser fasa tiga tingkat, satu tingkat jaringan CR dapat menggeser berkisar antara 0 o sampai 90 o tergantung dengan frekuensinya, karena itu pada frekuensi tertentu jaringan CR besarnya pergeseran fasanya adalah 60 o, osilator geseran fasa mempunyai jaringan penggeser tiga tingkat, karena nilai C dan R yang sama besar, maka jika dijumlahkan pergeseran fasanya menjadi 180 o, dan jika ditambahkan total jumlah pergeseran fasa dan fasa penguatnya adalah 180 o + 180 o = 360 o atau sama dengan 0 o, osilasi akan bisa dimulai jika perkalian antara penguat (A) dan faktor umpan balik (k) =1 atau lebih besar. Frekuensi resonansi = f o 1 2 RC 6 104

C1 C2 C3 Uc3 U1 Uc1 Uc2 Uc3 R1 UR1 R2 UR2 R3 =U2 =U3 UR3 R3 UR2 =U3 UR1 =U2 Uc2 U1 Uc1 Gambar 3.33. Rangkaian penggeser fasa dan vektornya Penguat dari osilator ini sebesar 29X karena akibat peredaman dari proses pergeseran fasa dari ketiga tingkat tegangannya menjadi 1/29. Gambar 3.34 memperlihatkan rangkaian geseran fasa dengan menggunakan transistor. Terlihat C1 sampai dengan C3 dan R1 sampai dengan R3 merupakan untaian penggeser fasa. Dan transistor dirangkai dalam rangkaian emitor bersama. +12V C1 C2 C3 Output R1 R2 R3 GND Gambar 3.34. Rangkaian osilator geseran fasa dengan transistor 18. Osilator Jembatan Wien Osilator dinamakan demikian karena penemunya Max Wien lahir tahun 1866 di Kaliningrad Rusia dan tinggal di Jerman adalah orang pertama yang mencetuskan osilator jenis ini dengan ide penggeser phasa 2 tingkat. Osilator jembatan Wien adalah rangkaian osilator standard untuk frekuensi rendah dalam jangkah beberapa Hz sampai dengan ratusan KHz dengan menggunakan penguat dasar non inverting. Jaringan Lead Lag 105

Untuk memahami bagaimana osilator jembatan Wien bekerja kita harus membahas jaringan lead lag, jaringan itu terdiri dari hubungan RC seri dan RC parallel. Gambar 3.35. Jaringan Lead Leg Dengan rangkaian umpan balik tersebut pada frekuensi rendah sudut fasa akan mendahului dan pada frekuensi tinggi akan ketinggalan dan pada frekuensi tertentu (fo) pergeseran fasanya tepat 0 o, sifat yang penting ini memungkinkan jaringan lead lag menentukan frekuensi osilasinya. Pada frekuensi yang sangat rendah kapasitor seri pada gambar 5.35a seperti terbuka (Xc ~) sehingga tidak ada tegangan output, demikian juga pada frekuensi tinggi, kapasitor paralel seperti terhubung singkat (Xc sangat kecil) dan tidak ada tegangan output, diantara kedua harga ekstrim tersebut terdapat harga maksimum pada tegangan outputnya, dan saat itu pula pergeseran fasanya adalah 0 o, frekuensi resonansinya f o 1 2 RC Gambar 5.35 c menunjukkan sudut fasa dari tegangan output terhadap input, pada gambar tersebut nampak pada frekuensi rendah sudut pergeseran fasa adalah positip dan rangkaian sebagai jaringan lead, sementara itu pada saat frekuensi tinggi (diatas frekuensi resonansi) sudut fasa adalah negatip dan rangkaian bekerja sebagai jaringan lag pada frekuensi fo pergeseran frekuensinya 0 o. Karena itu jaringan lead lag pada gambar tersebut bekerja sebagai rangkaian resonator, tegangan output maksimum dari rangkaian tersebut pada saat fo, dan sudut fasanya 0 o, Jaringan lead lag adalah kunci untuk bagaimana osilator jembatan wien bekerja. Hubungan antar tegangan pada osilator jembatan wien diperlihatkan pada Gambar 3.36. 106

UB R C C R UB2 RQ Rk U2 Frekuensi resonansinya : 1 fo 2 RC pada frekuensi resonansi jaringan lead lag adalah: U UB 2 3 B dan dibutuhkan penguatan sebesar Av 3 Gambar 3.36. Hubungan tegangan input output pada jembatan Wien Untuk mendapatkan frekuensi yang dapat diubah ubah osilator Wien sangat memungkinkan dengan cara resistor dipasang variabel seperti yang ditunjukkan Gambar 3.37. Gambar 3.37. Rangkaian osilator jembatan wien dengan frekuensi variable Resistor pada hubungan seri dan hubungan paralellnya harus dirubah bersama sama, dengan memilih potensio stereo maka pengaturan tersebut dapat dengan mudah direalisasikan Dari teori diketahui penguatan A adalah penguatan op-amp yang dibentuk oleh rangkaian resistor Rf dan R1 yang dirangkai ke input negatif op-amp. Rumus penguatannya adalah : Rf 2R1 A 1 A 1 A 3 R1 R1 Pada rangkain Gambar 3.37 diketahui Rf = 2R1, sehingga dengan demikian besar pengguat A = 3. Dengan hasil ini, untuk memenuhi syarat terjadinya osilasi dimana AB = 1 maka B penguatannya harus 1/3. Rangkaian penggeser phasa pada Gambar 3.37 dengan pesyaratan osilasi yaitu 107

Vout/Vin = 1/3. Akan ditemukan bahwa rangkaian penggeser phasa tersebut akan mencapai nilai maksimum pada satu frekuensi tertentu. Nilai maksimun ini akan tercapai jika C = R dan diketahui = 2 f. Selanjutnya jika diuraikan dapat diketahui besar frekuensi ini adalah : f o 1 2 RC Ini yang dikenal dengan sebutan frekuensi resonansi (resonant frequency). Dengan demikian osilator wien yang dibuat akan menghasilkan gelombang sinus dengan frekuensi resonansi tersebut. Wien Bridge pada frekuensi osilasi tegangan output vo dan input V+ sefasa pada 0 derajat sinyal akan berbentuk segi empat dan frekuensi akan turun apabila penguatan terlalu besar perbandingan nilai kapasitor dan resistor menentukan tingkat kestabilan frekuensi. Mengapa rangkaian ini diberi nama jembatan? Dimana jembatannya? Pertanyaan ini mungkin akan timbul saat melihat rangkaian yang tidak ada jembatan pada rangkaian tersebut. Bagaimana kalau Gambar osilator jembatan wien dirubah posisinya baik untuk rangkaian lead lag maupun jaringan umpan balik penguatnya, sehingga seperti yang terlihat pada Gambar berikut ini. Gambar 3.38. Jembatan pada osilator wien Tentu sekarang sudah dapat melihat ada jembatannya bukan. Ya, rangkaian yang berbentuk seperti dioda bridge itulah jembatannya, jembatan Wien. 108

D. Aktifitas Pembelajaran 1. Selama proses pembelajaran, peserta hendaknya melakukan eksperimen mandiri untuk menguji rangkaian pembangkit gelombang sinusioda yang digunakan dalam rangkaian Teknik Elektronika Audio Video dengan benar. 2. Sebagai tugas praktek mandiri, buatlah langkah-langkah eksperimen secara detail, lengkap dengan keselamatan kerja tentang pengujian rangkaian pembangkit gelombang sinusioda yang digunakan dalam rangkaian Teknik Elektronika Audio Video, lakukan eksperimen sesuai dengan prosedur atau langkah kerja dan keselamatan kerja yang anda buat dan catatlah hasil eksperimen serta lakukan analisa datanya, kemudian buatlah kesimpulan! 3. Untuk menambah wawasan dan informasi anda, akses salah satu publikasi di website yang berkaitan tentang rangkaian pembangkit gelombang sinusioda yang dapat digunakan dalam Teknik Elektronika Audio Video serta jawablah pertanyaan berikut ini: a. Mengapa terjadi proses umpan balik (feedback) dalam sistem audio? b. Jelaskan dasar-dasar osilator berdasarkan blok diagramnya! c. Berapakah nilai frekuensi resonansi pada rangkaian LC? d. Jelaskan prinsip kerja rangkaian osilator Armstrong (Meissner)! e. Apakah fungsi L pada rangkaian umpan balik osilator Hartley? a. Fungsi L sebagai f. Apakah yang membedakan rangkaian osilator Colpitts dengan osilator Shunt-fed Hartley? g. Mengapa osilator Kristal menghasilkan sinyal dengan tingkat kestabilan frekuensi yang sangat tinggi? h. Jelaskan kelemahan osilator Pierce? i. Jelaskan konsep dasar rangkaian osilator Ralaksasi! j. Jelaskan konsep dasar rangkaian RC! k. Jelaskan konsep dasar rangkaian osilator UJT? l. Jelaskan konsep dasar rangkaian Astable Multivibrator! m. Jelaskan konsep dasar rangkaian monostable multivibrator! n. Jelaskan konsep dasar rangkaian Bistable multivibrator? 109

o. Jelaskan konsep dasar rangkaian internal IC Pembangkit Gelombang IC p. Kapan digunakan rangkaian Astable Multivibrator dengan IC LM555? q. Jelaskan konsep dasar rangkaian osilator Geseran Fasa! r. Jelaskan konsep dasar rangkaian osilator Jembatan Wien? 4. Amati lingkungan laboratorium anda, apakah jumlah fasilitas peralatan dan bahan serta prosedur pengujian rangkaian pembangkit gelombang sinusioda yang dapat digunakan dalam Teknik Elektronika Audio Video sudah standar? Jika belum standar, peluang apa saja yang bisa anda lakukan untuk menerapkannya sesuai standar? Untuk itu buatlah analisa data berupa kondisi ideal, kondisi nyata, kesenjangan antara kondisi ideal dan kondisi nyata, serta solusi yang diusulkan tentang pengujian rangkaian pembangkit gelombang sinusioda yang banyak digunakan pada rangkaian Teknik Elektronika Audio Video di tempat anda bekerja! E. Latihan/Tugas 1. Mengapa terjadi proses umpan balik (feedback) dalam sistem audio? 2. Jelaskan dasar-dasar osilator berdasarkan blok diagramnya! 3. Berapakah nilai frekuensi resonansi pada rangkaian LC? 4. Jelaskan prinsip kerja rangkaian osilator Armstrong (Meissner)! 5. Apakah fungsi L pada rangkaian umpan balik osilator Hartley? Fungsi L sebagai 6. Apakah yang membedakan rangkaian osilator Colpitts dengan osilator Shunt-fed Hartley? 7. Mengapa osilator Kristal menghasilkan sinyal dengan tingkat kestabilan frekuensi yang sangat tinggi? 8. Jelaskan kelemahan osilator Pierce? 9. Jelaskan konsep dasar rangkaian osilator Ralaksasi! 10. Jelaskan konsep dasar rangkaian RC! 11. Jelaskan konsep dasar rangkaian osilator UJT? 12. Jelaskan konsep dasar rangkaian Astable Multivibrator! 13. Jelaskan konsep dasar rangkaian monostable multivibrator! 14. Jelaskan konsep dasar rangkaian Bistable multivibrator? 110

15. Jelaskan konsep dasar rangkaian internal IC Pembangkit Gelombang IC 16. Kapan digunakan rangkaian Astable Multivibrator dengan IC LM555? 17. Jelaskan konsep dasar rangkaian osilator Geseran Fasa! 18. Jelaskan konsep dasar rangkaian osilator Jembatan Wien? F. Rangkuman Diagram blok osilator umpan balik memiliki perangkat penguat, jaringan umpan balik, rangkaian penentu frekuensi dan catu daya. Sinyal masukan diperkuat oleh penguat (amplifier) kemudian sebagian sinyal yang telah diperkuat dikirim kembali ke masukan melalui rangkaian umpan balik. Sinyal umpan balik harus memiliki fase dan nilai yang betul agar terjadi osilasi. Frekuensi osilator umpan balik biasanya ditentukan dengan menggunakan jaringan induktor kapasitor (LC). Jaringan LC sering disebut sebagai rangkaian tangki, karena kemampuannya menampung tegangan AC pada frekuensi resonansi. Osilator Armstrong merupakan hasil penerapan osilator LC. Rangkaian dasar dibuat dengan memberikan bias maju pada sambungan rangkaian osilator, pada emitor-basis dan bias mundur pada kolektor. Osilator Hartley banyak digunakan pada rangkaian penerima radio AM dan FM. Osilator Colpitts sangat mirip dengan osilator Shunt-fed Hartley. Perbedaan yang pokok adalah pada bagian rangkaian tangkinya. Pada osilator Colpitts, digunakan dua kapasitor sebagai pengganti kumparan yang terbagi. Umpan balik dikembangkan dengan menggunakan medan elektrostatik melalui jaringan pembagi kapasitor. Frekuensi ditentukan oleh dua kapasitor terhubung seri dan induktor. Kristal osilator digunakan untuk menghasilkan sinyal dengan tingkat kestabilan frekuensi yang sangat tinggi. Kristal pada osilator ini terbuat dari quartz atau Rochelle salt dengan kualitas yang baik. Material ini memiliki kemampuan mengubah energi listrik menjadi energi mekanik berupa getaran atau sebaliknya. Kemampuan ini lebih dikenal dengan piezoelectric effect. 111

Osilator Pierce menggunakan kristal sebagai rangkaian tangkinya, pada osilator ini kristal merespon sebagai rangkaian resonansi paralel. Jadi osilator ini adalah merupakan modifikasi dari osilator Colpitts. Osilator ralaksasi utamanya digunakan sebagai pembangkit gelombang sinusosidal. Gelombang gigi gergaji, gelombang kotak dan variasi bentuk gelombang tak beraturan termasuk dalam kelas ini. Pada dasarnya pada osilator ini tergantung pada proses pengosongan-pengisian jaringan kapasitor-resistor. Perubahan tegangan pada jaringan digunakan untuk mengubah-ubah konduksi piranti elektronik. Untuk pengontrol, pada osilator dapat digunakan transistor, UJT (uni junction transistors) atau IC (integrated circuit). Osilator UJT, Pengisian dan pengosongan kapasitor melalui resistor dapat digunakan untuk menghasilkan gelombang gigi gergaji. Saklar pengisian dan pengosongan pada rangkaian Gambar 23 dan 24 dapat diganti dengan saklar elektronik, yaitu dengan menggunakan transistor atau IC. Multivibrator merupakan jenis osilator relaksasi yang sangat penting. Rangkaian osilator ini menggunakan jaringan RC dan menghasilkan gelombang kotak pada keluarannya. Astabel multivibrator biasa digunakan pada penerima TV untuk mengontrol berkas elektron pada tabung gambar. Monostable multivibrator memiliki satu kondisi stabil sehingga sering juga disebut sebagai multibrator one-shot. Saat osilator terpicu untuk berubah ke suatu kondisi pengoperasian, maka pada waktu singkat akan kembali ke titik awal pengoperasian. Konstanta waktu RC menentukan periode waktu perubahan keadaan. Monostable multivibrator termasuk jenis osilator triggered. Bistable multivibrator mempunyai dua keadaan stabil. Pulsa pemicu masukan akan menyebabkan rangkaian diasumsikan pada salah satu kondisi stabil. Pulsa kedua akan menyebabkan terjadinya pergeseran ke kondisi stabil lainnya. Bistable multivibrator mempunyai dua keadaan stabil. Pulsa pemicu masukan akan menyebabkan rangkaian diasumsikan pada salah satu kondisi stabil. Pulsa kedua akan menyebabkan terjadinya pergeseran ke kondisi stabil lainnya. 112

IC NE/SE 555 adalah piranti multiguna yang telah secara luas digunakan. Piranti ini dapat difungsikan sebagai astable multivibrator. Rangkaian khusus ini dapat dibuat dengan komponen dan daya yang minimal. Rangkaian dapat dengan mudah dibuat dan sangat reliabel. Astable multivibrator, IC 555 berlaku sebagai Osolator RC. Bentuk gelombang dan frekuensi keluaran utamanya ditentukan oleh jaringan RC. Osilator geseran fasa menggunakan penguat dasar yang membalik, pada transistor dengan menggunakan common emitor atau jika menggunakan Op-amp digunakan penguat inverting, penguat mempunyai pergeseran fasa 180 o antara input dan output. Osilator jembatan Wien adalah rangkaian osilator standard untuk frekuensi rendah dalam jangkah beberapa Hz sampai dengan ratusan KHz dengan menggunakan penguat dasar non inverting. G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 1. Umpan Balik Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran ini, periksa penguasaan pengetahuan dan keterampilan anda menggunakan daftar periksa di bawah ini: No Indikator Ya Tidak Bukti 1. Menjelaskan proses umpan balik (feedback) 2. Menjelaskan dasar-dasar osilator 3. Menjelaskan prinsip kerja rangkaian LC 4. Menguji rangkaian osilator Armstrong (Meissner) 5. Menguji rangkaian osilator Hartley 6. Menguji rangkaian osilator Colpitts 7. Menguji rangkaian osilator Kristal 8. Menguji rangkaian osilator Pierce 9. Menguji rangkaian osilator Ralaksasi 10. menjelaskan prinsip kerja rangkaian RC 113

11. Menguji rangkaian osilator UJT 12. Menguji rangkaian Astable Multivibrator 13. Menguji rangkaian monostable multivibrator 14. Menguji rangkaian Bistable multivibrator 15. menguji rangkaian IC Pembangkit Gelombang 16. Menguji rangkaian Astable Multivibrator dengan IC 17. Menguji rangkaian osilator Geseran Fasa 18. Menguji rangkaian osilator Jembatan Wien 2. Tindak Lanjut a. Buat rencana pengembangan dan implementasi praktikum sesuai standar di lingkungan laboratorium kerja anda. b. Gambarkan suatu situasi atau isu di dalam laboratorium anda yang mungkin dapat anda ubah atau tingkatkan dengan mengimplementasikan sebuah rencana tindak lanjut. c. Apakah judul rencana tindak lanjut anda? d. Apakah manfaat/hasil dari rencana aksi tindak lanjut anda tersebut? e. Uraikan bagaimana rencana tindak lanjut anda memenuhi kriteria SMART (spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, rentang/ketepatan waktu).. 114

Kegiatan Pembelajaran 4 : Rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) A. Tujuan Setelah menyelesaikan materi pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat menguji rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) sesuai prosedur dengan benar B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah menyelesaikan materi pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat: 1. menjelaskan konsep dasar rangkaian Pulse Width Modulation (PWM), 2. menjelaskan prinsip kerja rangkaian PWM, 3. menganalisa rangkaian PWM. C. Uraian Materi 1. Konsep Dasar Rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) Sebuah rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) sederhana dapat direalisasi dengan menggunakan sebuah rangkaian schmitt trigger, rangkaian integrator, dan rangkaian komparator. Penguat operasional blok A menunjukkan rangkaian schmitt trigger berfungsi untuk memdapatkan keluaran tegangan kotak. Penguat operasional blok B menunjukkan rangkaian integrator bertugas merubah tegangan keluaran dari schmitt trigger menjadi tegangan segitiga (gigi gergaji). Besarnya frekuensi tegangan gigi gergaji tergantung dari besanya nilai dari resistor R dan kapasitor C. Untuk mendapatkan tegangan kotak dengan lebar pulsa berubah (PWM-Pulse Width Modulation), tegangan keluaran segitiga integrator dibandingkan dengan tegangan referensi DC pada rangkaian komparator blok C. Gambar 4.1 memperlihatkan konsep dasar dari blok diagram rangkaian modulasi lebar pulsa atau Pulse Width Modulation (PWM) yang akan dibangun dengan menggunakan komponen diskrit. 115

Gambar 4.1. Blok Diagram Pulse Width Modulation (PWM) Lebar dutycycle (D) PWM ditentukan oleh level pengaturan tegangan referensi V REF dan tegangan keluaran segitiga rangkaian integrator B. Level pengaturan tegangan referensi V REF ditetapkan diantara nilai dari level tegangan keluaran segitiga rangkaian integrator B yang diberikan pada rangkaian komparator C. Tegangan keluaran dari komparator berbentuk segitiga dengan durasi tergantung pada tegangan referensi V REF seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Semakin rendah nilai dari tegangan referensi V REF, maka akan semakin lebar durasi waktu pulsa positif dari tegangan keluaran V OB. Gambar 4.2. Konsep pembentukan tegangan PWM 2. Prinsip Kerja Rangkaian PWM 116

Untuk menjelaskan prinsip kerja rangkaian dapat diasumsikan, dimana keadaan penguat operasional dalam kondisi ideal dan penguat operasional menggunakan catu daya DC tunggal (single ended DC supply). Terminal positip dari penguat operasional dihubungkan ke terminal positip V B sumber tegangan dan terminal negatip penguat operasional dihubungkan ke massa 0V. Kondisi-1 Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0 dan tegangan masukan gergaji V IN=0 dengan posisi level tegangan referensi V REF lebih besar dari tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT =0 seperti yang diperlihatkan Gambar 4.3. Gambar 4.3. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0Vdengan posisi level tegangan referensi V REF lebih besar dari tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT =0V (tegangan DC membentuk garis lurus arah horisontal) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.4. 117

Gambar 4.4. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN posisi level a Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REFsama dengan tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT> 0V (tegangan DC mengayun ke arah positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.5. Gambar 4.5. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN posisi level b Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REF lebih kecil dari tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT> 0V (tegangan DC pulsa positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.6. 118

Gambar 4.6. PWM Kondisi Tegangan V REF< Tegangan V IN Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REF sama dengan tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT>0V (tegangan DC pulsa positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.7. Gambar 4.7. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REF lebih besar dari tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT> 0V (tegangan DC pulsa positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.8. 119

Gambar 4.8. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN posisi level a Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REF lebih besar dari tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT>0V (tegangan DC pulsa positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.9. Gambar 4.9. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN posisi level b Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REF sama dengan tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT>0V (tegangan DC pulsa positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.10. 120

Gambar 4.10. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REF lebih kecil tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT>0V (tegangan DC pulsa positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.11. Gambar 4.11. PWM Kondisi Tegangan V REF< Tegangan V IN Kondisi-2 Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0 (potensiometer diatur sehingga tegangan referensi dibuat lebih kecil dari kondisi-1) dan tegangan masukan gergaji V IN=0 dihasilkan tegangan keluaran V OUT =0 seperti yang diperlihatkan Gambar 4.12. 121

Gambar 4.12. PWM Kondisi Tegangan V REF> Tegangan V IN Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REF sama dengan tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT>0V (tegangan DC pulsa positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.13. Gambar 4.13. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REF sama dengan tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT>0V (tegangan DC pulsa positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.14. 122

Gambar 4.14. PWM Kondisi Tegangan V REF= Tegangan V IN Pada saat kondisi tegangan referensi V REF>0V dan tegangan masukan gergaji V IN>0V dengan posisi level tegangan referensi V REF lebih kecil tegangan masukan V IN, dihasilkan tegangan keluaran V OUT>0V (tegangan DC pulsa positif) seperti yang diperlihatkan Gambar 4.15. Gambar 4.15. PWM Kondisi Tegangan V REF< Tegangan V IN 3. Analisa Rangkaian PWM Gambar 4.16 memperlihatkan skema rangkaian modulasi lebar pulsa (Pulse Width Modulation-PWM) dengan menggunakan IC LM324. 123

Gambar 4.16. Rangkaian PWM Menggunakan IC-LM324 Resistor R3 dan R4 menentukan besarnya level tegangan DC untuk masukan inverting rangkaian schmitt trigger blok A dan masukan noninverting rangkaian integratorblok B. Resistor R1 menentukan besarnya tegangan gigi gergaji yang dikeluarkan oleh rangkaian integrator untuk tegangan masukan rangkaian schmitt trigger. Besarnya tegangan referensi V DC menyebabkan tegangan umpan balik pada terminal inverting penguat operasional blok B mendekati sama dengan besarnya tegangan referensi V DC. Tegangan umpan balik pada terminal non-inverting rangkaian schmitt terigger blok A menyebabkan tegangan keluaran rangkaian schmitt trigger dalam kondisi level tinggi, yaitu dimulai dari 0V sampai mencapai nilai maksimum dari tegangan sumber tegangan V B. Dengan mengasumsikan bahwa tegangan pada terminal A non-inverting lebih kecil daripada tegangan referensi V DC, sehingga menyebabkan tegangan keluaran pada penguat operasional menjadi 0V (nol). Dengan tegangan Voa (t=0) sama dengan 0V, maka besarnya arus yang mengalir pada resistor R dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: 124

Arus DC konstan melalui resistor R menyebabkan arus pengisian melintas pada kapasitor naik secara kontinyu. Tegangan antara kapasitor C dengan polaritas seperti yang ditunjukkan pada skema rangkaian Gambar 4.16 dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: DimanaV C-minmerupakannilai tegangan diantara kapasitor C dari proses pengisian operasi sebelumnya dan diasumsikanbahwa rangkaian dioperasikan untuk waktu pengisian yang panjang (lama). Dengan memberi tanda pada tegangan V C-min karena tegangan pengisian yang melintas pada kapasitor mengalami kenaikan selama proses pengisian. Proses pengisian akan naik secara kontinyu selama tegangan pada terminal non-inverting sedikit lebih besar daripada tegangan V DCdi terminal inverting. Pada kondisi tertentu (sekejab), sehingga tegangan diantara kapasitor akan mencapai titik maksimum dan dengan demikian akan membuat tegangan keluaran pada penguat operasional blok B. Dengan mengasumsikan bahwa waktu yang diperlukan untuk mencapai tegangan diantara kapasitor mencapai nilai pada titik maksimumtc. Dengan mengasumsikan bahwa waktu yang diambil oleh tegangan jatuh diantara kapasitor untuk mencapai nilai maksimum adalah T C, di mana C di bawah garis tegak untuk selama waktu pengisian. Tegangan pengaturanv a(t) = V DC pada saatnilai maksimal dari tegangan keluaranrangkaian integrator blok Bdapat dinyatakandengan persamaan berikut: Sehingga besarnya tegangan keluaran maksimum rangkaian integrator blok B dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: 125

Dengan demikiannilai maksimum tegangan jatuh diantara kapasitor Cdapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut: Tegangan maksimum pada kapasitor tergantung oleh nilai elemen umpan balik dari resistorr 1, R 2 dan pengaturan level tegangan referensiv DColeh potensiometer R 7. Berdasarkan persamaan diatas dan dengan mengasumsikan bahwa pada saat kondisi t = T C dan v(t C) = V C,mak, maka besarnya tegangan pada kapasitor C dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: Dengan menggunakan persamaan di atas dapat dicari nilai tegangan minimum di antara kapasitor C. Setelah tegangan keluaran pada rangkaian integrator blok B mencapai nilai V obmax, yang merupakan hasil diferensial dari tegangan keluaran rangkaian schmitt trigger bloka menjadi lebih besar dari nol, sehinggategangan ini dapat digunakan untuk mengaktifkan keluaran rangkaian schmitt trigger blok A mencapai level tinggi. Di bawah kondisi ideal, tegangan keluaran tinggi dibatasi oleh teganganv B. Namun dalam kondisi riil, tegangan keluaranselalu kurang dari V Bakibat kondisi tegangan jatuh internal dari rangkaian penguat operasional itu sendiri. Secara analisis, kita asumsikan bahwa tegangan tinggi pada rangkaian blok A adalah sama dengan tegangan suplai V B. Permasalahan, bilamanategangan tersebut kurang dari tegangan sumber dc akan dianalisa kemudian dengan bantuan sebuah contoh. Selama tegangan sumberv B lebih besar daripada V DC, maka arah arus balik melalui rangkaian integrator R dan C. Arah arus pada rangkaian integrator akan berbalik arah ketika kapasitor mulai mengosongkan muatan listrik dari nilai maksimum ke nilai minimum selama 126

waktu T D detik. Sampai proses sinyal keluaran dari IC Integrator blok B mencapai nilai minimum V obmin danmenyebabkan nilai diferensial tegangan pada terminal masukan membalik dan tegangan keluarannya menjadi nol lagi. Siklus dimulai lagi dari awal. Ekspresi tegangankeluaran minimum pada rangkaian blok B dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut: DimanaV oa,mak = V B untuk kondisi penguat operasional ideal. Untuk nilai tegangan V B kurang dari 1V atau 2V kurang praktiuntuk mencatu penguat operasionaal. Nilai mimimum tegangan keluaran penguat operasional blok B dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: Oleh karena nilai tegangan minimal dari kapasitor dengan polaritas seperti ditunjukkan pada skema rangkaian Gambar 16, sehingga nilai tegangan kapasitor minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: Untuk mendapatkan arus pada saat waktu pengosongant D. Selama siklus perioda pengosongan, maka besarnya arus yang melalui resistor R dapat dicari dengan persamaan berikut: menunjukkan sumber arus konstan lebih kecil dari nol karenav DC<V oa-mak. Dengan demikian perubahan tegangan pengosongan kapasitor secara linier dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: 127

Tegangan kapasitor ketika mencapai nilai minimum t T D besar. Jadi, nilai tegangan minimum dari kapasitor dapat ditentukan dengan menggunkan persamaan berikut: Dengan demikian perbedaan perubahan tegangan diantara kapasitor dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: Ringkasan, untuk menentukan nilai V C-mak dan V C-min. untuk menentukan nilai waktu pengisian dan waktu pengosongan. Perioda waktu dan frekuensi dari gelombang segitiga adalah: T = T C+ T D f = 1/T Solusi untuk mengurangi kerugian yang mempengaruhi performansi PWM daya: Sistem penggerak motor tidak berbanding lurus dengan masukan. Maka Solusi adalah 1) Rangkaian kompensator.atau 2) Gunakan kontrol loop tertutup. Pengaturan kecepatan motor ketika terjadi perubahan beban dengan menggunakan switched ESC (misalnya Victor 884) diperlukan untuk mendapatkan pengaturan kecepatan konstan seperti pada sistem seperti conveyor bola, atau lengan robot. Maka solusi adalah 1) Gunakan gigi atau peredam kecepatan lain untuk memilih kecepatan yang sesuai atau 2) Gunakan kontrol loop tertutup. Sistem loop tertutup (dikendalikan sistem kecepatan motor dengan umpan balik) baik tidak akan stabil pada kecepatan rendah, atau lamban pada kecepatan tinggi. Maka solusi adalah Kurangi gain proporsional saat kecepatan rendah. 128

D. Aktifitas Pembelajaran 1. Selama proses pembelajaran, peserta hendaknya melakukan eksperimen mandiri untuk menguji rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) sesuai prosedur yang digunakan dalam rangkaian Teknik Elektronika Audio Video dengan benar. 2. Sebagai tugas praktek mandiri, buatlah langkah-langkah eksperimen secara detail, lengkap dengan keselamatan kerja tentang pengujian rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) sesuai prosedur yang digunakan dalam rangkaian Teknik Elektronika Audio Video, lakukan eksperimen sesuai dengan prosedur atau langkah kerja dan keselamatan kerja yang anda buat dan catatlah hasil eksperimen serta lakukan analisa datanya, kemudian buatlah kesimpulan! 3. Untuk menambah wawasan dan informasi anda, akses salah satu publikasi di website yang berkaitan tentang rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) yang banyak digunakan pada rangkaian Teknik Elektronika Audio Video serta jawablah pertanyaan berikut ini: a. Jelaskan konsep dasar rangkaian Pulse Width Modulation (PWM)! b. Jelaskan prinsip kerja rangkaian PWM! c. Bagaimana cara memperoleh Lebar dutycycle (D) pada rangkaian PWM! 4. Amati lingkungan laboratorium anda, apakah jumlah fasilitas peralatan dan bahan serta prosedur pengujian rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) sudah standar? Jika belum standar, peluang apa saja yang bisa anda lakukan untuk menerapkannya sesuai standar? Untuk itu buatlah analisa data berupa kondisi ideal, kondisi nyata, kesenjangan antara kondisi ideal dan kondisi nyata, serta solusi yang diusulkan tentang pengujian rangkaian Pulse Width Modulation (PWM)yang banyak digunakan pada rangkaian Teknik Elektronika Audio Video di tempat anda bekerja! 129

E. Latihan/Tugas 1. Jelaskan konsep dasar rangkaian Pulse Width Modulation (PWM)! 2. Jelaskan prinsip kerja rangkaian PWM! 3. Bagaimana cara memperoleh Lebar dutycycle (D) pada rangkaian PWM! F. Rangkuman Untuk mendapatkan tegangan kotak dengan lebar pulsa berubah (PWM- Pulse Width Modulation), tegangan keluaran segitiga integrator dibandingkan dengan tegangan referensi DC pada rangkaian komparator. Lebar dutycycle (D) PWM ditentukan oleh level pengaturan tegangan referensi V REF dan tegangan keluaran segitiga rangkaian integrator. Level pengaturan tegangan referensi V REF ditetapkan diantara nilai dari level tegangan keluaran segitiga rangkaian integrator yang diberikan pada rangkaian komparator. Tegangan keluaran dari komparator berbentuk segitiga dengan durasi tergantung pada tegangan referensi V REF. Semakin rendah nilai dari tegangan referensi V REF, maka akan semakin lebar durasi waktu pulsa positif dari tegangan keluaran V OB. G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 1. Umpan Balik Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran ini, periksa penguasaan pengetahuan dan keterampilan anda menggunakan daftar periksa di bawah ini: No Indikator Ya Tidak Bukti 1. Menjelaskan konsep dasar rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) 2. Menjelaskan prinsip kerja rangkaian PWM 3. Menganalisa rangkaian PWM 2. Tindak Lanjut a. Buat rencana pengembangan dan implementasi praktikum sesuai standar di lingkungan laboratorium kerja anda. 130

b. Gambarkan suatu situasi atau isu di dalam laboratorium anda yang mungkin dapat anda ubah atau tingkatkan dengan mengimplementasikan sebuah rencana tindak lanjut. c. Apakah judul rencana tindak lanjut anda? d. Apakah manfaat/hasil dari rencana aksi tindak lanjut anda tersebut? e. Uraikan bagaimana rencana tindak lanjut anda memenuhi kriteria SMART (spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, rentang/ketepatan waktu). 131

Kegiatan Pembelajaran 5 : Rangkaian Digital A. Tujuan Setelah menyelesaikan materi pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat membedakan rangkaian digital sesuai standar dengan benar. B. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah mengikuti menyelesaikan materi ini, peserta diharapkan dapat: 1. membedakan rangkaian digital kombinasi, 2. membedakan konsep teknologi Programmable Logic Device (PLD), 3. membedakan macam-macam rangkaian shift register, 4. membedakan rangkaian penghitung (counter), 5. membedakan rangkaian pengubah kuantitas D/A & A/D, 6. membedakan rangkaian keluarga logika. C. Uraian Materi 1. Rangkaian Digital Kombinasi Semua rangkaian logika dapat digolongkan atas dua jenis, yaitu rangkaian kombinasi (combinational circuit) dan rangkaian berurut (sequential circuit). Perbedaan kedua jenis rangkaian ini terletak pada sifat keluarannya. Keluaran suatu rangkaian kombinasi setiap saat hanya ditentukan oleh masukan yang diberikan saat itu. Keluaran rangkaian berurut pada setiap saat, selain ditentukan oleh masukannya saat itu, juga ditentukan oleh keadaan keluaran saat sebelumnya, jadi juga oleh masukan sebelumnya. Jadi, rangkaian berurut tetap mengingat keluaran sebelumnya dan dikatakan bahwa rangkaian ini mempunyai ingatan (memory). Kemampuan mengingat pada rangkaian berurut ini diperoleh dengan memberikan tundaan waktu pada lintasan balik (umpan balik) dari keluaran 132

ke masukan. Secara diagram blok, kedua jenis rangkaian logika ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Model umum rangkaian logika (a) Rangkaian kombinasi (b) Rangkaian berurut Perhatikan bahwa rangkaian berurut juga dibangun dari rangkaian kombinasi. Rangkaian ini menerima masukan melalui rangkaian kombinasi dan mengeluarkan keluarannya juga melalui rangkaian kombinasi. Jadi, rangkaian kombinasi merupakan dasar dari seluruh rangkaian logika. Sinyal yang diumpanbalik dalam rangkaian berurut umumnya merupakan keluaran elemen memori didalamnya, yang pada dasarnya juga dibangun dari rangkaian kombinasi. Tundaan dalam lintasan umpan balik itu boleh jadi hanya tundaan yang disumbangkan oleh rangkaian kombinasi pada lintasan tersebut, tetapi boleh jadi ditambahkan dengan sengaja. Umpan balik ini tidak ada pada rangkaian kombinasi. Rangkaian berurut ini akan diuraikan belakangan. Bab ini hanya akan menguraikan rangkaian kombinasi. a. Perancangan Rangkaian Kombinasi Rangkaian kombinasi mempunyai komponen-komponen masukan, rangkaian logika, dan keluaran, tanpa umpan balik. Persoalan yang 133

dihadapi dalam perancangan (design) suatu rangkaian kombinasi adalah memperoleh fungsi Boole beserta diagram rangkaiannya dalam bentuk susunan gerbang-gerbang. Seperti telah diterangkan sebelumnya, fungsi Boole merupakan hubungan aljabar antara masukan dan keluaran yang diinginkan. Langkah pertama dalam merancang setiap rangkaian logika adalah menentukan apa yang hendak direalisasikan oleh rangkaian itu yang biasanya dalam bentuk uraian kata-kata (verbal). Berdasarkan uraian kebutuhan ini ditetapkan jumlah masukan yang dibutuhkan serta jumlah keluaran yang akan dihasilkan. Masing-masing masukan dan keluaran diberi nama simbolis. Dengan membuat tabel kebenaran yang menyatakan hubungan masukan dan keluaran yang diinginkan, maka keluaran sebagai fungsi masukan dapat dirumuskan dan disederhanakan dengan cara-cara yang telah diuraikan dalam babbab sebelumnya. Berdasarkan persamaan yang diperoleh ini, yang merupakan fungsi Boole dari pada rangkaian yang dicari, dapat digambarkan diagram rangkaian logikanya Ada kalanya fungsi Boole yang sudah disederhanakan tersebut masih harus diubah untuk memenuhi kendala yang ada seperti jumlah gerbang dan jenisnya yang tersedia, jumlah masukan setiap gerbang, waktu perambatan melalui keseluruhan gerbang (tundaan waktu), interkoneksi antar bagian-bagian rangkaian, dan kemampuan setiap gerbang untuk mencatu (drive) gerbang berikutnya. Harga rangkaian logika umumnya dihitung menurut cacah gerbang dan cacah masukan keseluruhannya. Ini berkaitan dengan cacah gerbang yang dikemas dalam setiap kemasan. Gerbang-gerbang logika yang tersedia di pasaran pada umumnya dibuat dengan teknologi rangkaian terpadu (Integrated Circuit, IC). Pemaduan (integrasi) gerbang-gerbang dasar seperti NOT, AND, OR, NAND, NOR, XOR pada umumnya dibuat dalam skala kecil (Small Scale Integration, SSI) yang mengandung 2 sampai 6 gerbang dalam setiap kemasan. Kemasan yang paling banyak digunakan dalam rangkaian 134

logika sederhana berbentuk DIP (Dual-In-line Package), yaitu kemasan dengan pen-pen hubungan ke luar disusun dalam dua baris sejajar. Kemasan gerbang-gerbang dasar umunya mempunyai 14-16 pin, termasuk pen untuk catu daya positif dan nol (Vcc dan Ground). Setiap gerbang dengan 2 masukan membutuhkan 3 pin (1 pin untuk keluaran) sedangkan gerbang 3 masukan dibutuhkan 4 pen. Karena itu, satu kemasan 14 pin dapat menampung hanya 4 gerbang 2 masukan atau 3 gerbang 3 masukan. Dalam praktek kita sering terpaksa menggunakan gerbang-gerbang yang tersedia di pasaran yang kadang-kadang berbeda dengan kebutuhan rancangan kita. Gerbang yang paling banyak tersedia di pasaran adalah gerbang-gerbang dengan 2 atau 3 masukan. Umpamanya, dalam rancangan kita membutuhkan gerbang dengan 4 atau 5 masukan dan kita akan mengalami kesulitan memperoleh gerbang seperti itu. Karena itu kita harus mengubah rancangan sedemikian sehingga rancangan itu dapat direalisasikan dengan gerbang-gerbang dengan 2 atau 3 masukan. Kemampuan pencatuan daya masing-masing gerbang juga membutuhkan perhatian. Setiap gerbang mampu mencatu hanya sejumlah tertentu gerbang lain di keluarannya (disebut sebagai fan-out). Ini berhubungan dengan kemampuan setiap gerbang dalam menyerap dan mencatu arus listrik. Dalam perancangan harus kita yakinkan bahwa tidak ada gerbang yang harus mencatu terlalu banyak gerbang lain di keluarannya. Ini sering membutuhkan modifikasi rangkaian realisasi yang berbeda dari rancangan semula. b. Rangkaian AND dan OR Masalah waktu perambatan terutama penting untuk sistem yang membutuhkan kecepatan tinggi. Kegagalan satu bagian rangkaian memenuhi kebutuhan waktu yang ditentukan dapat membawa kegagalan keseluruhan sistem dalam penyerempakan (synchronization), bukan hanya tak terpenuhinya kecepatan yang diinginkan. Untuk memenuhi tuntutan waktu ini, kadang-kadang kita perlu menambah atau mengurangi cacah tingkat (level) rangkaian logika yang kita rancang, yaitu menambah 135

atau mengurangi cacah gerbang dalam deretan terpanjang yang menghubungkan masukan dengan keluaran. Semakin banyak tingkatnya, semakin panjang pula tundaan waktu yang dialami sinyal masukan untuk mencapai keluaran. Perlu diperhitungkan bahwa selain mengubah tundaan waktu, pada umumnya, pengubahan tingkat suatu rangkaian logika juga akan mengubah cacah gerbang dan cacah masukan gerbang yang diperlukan, dan kerena itu mengubah harga realisasi rangkaian. Pada umumnya, penambahan tingkat (penambahan waktu tunda) suatu realisasi fungsi dalam bentuk jumlah-perkalian dapat dilakukan dengan menguraikan suku-suku fungsi tersebut, sedangkan penambahan tingkat realisasi fungsi dalam bentuk perkalian-jumlah dapat dilakukan dengan mengalikan beberapa suku fungsi bersangkutan. Sebagai contoh, kita perhatikan fungsi: f(a,b,c,d)= m(2,3,7,8,9,12). Peta Karnaugh untuk fungsi ini ditunjukkan pada Gambar 5.2. Untuk menyatakan fungsi ini sebagai jumlah-perkalian, maka kita melakukan penggabungan semua kotak yang berisi 1 seperti yang ditunjukkan dengan penggabungan 1, 2, 3, dan 4 pada Gambar 5.2. Gambar 5.2. Peta Karnaugh 136

Fungsi minimum yang kita peroleh adalah: Realisasi langsung persamaan di atas akan menghasilkan rangkaian 2 tingkat AND-OR, yaitu rangkaian yang terdiri atas gerbang AND pada masukan diikuti oleh gerbang OR pada keluaran, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.3(a). Rangkaian ini membutuhkan 5 gerbang dan 16 masukan. Untuk menambah cacah tingkatnya menjadi 3, persamaan di atas dapat diuraikan menjadi berbentuk : Seperti ditunjukkan pada Gambar 5.3(b), realisasi fungsi ini merupakan rangkaian OR-AND-OR 3-tingkat yang membutuhkan 12 masukan untuk 5 gerbang. Kelihatan di sini bahwa dengan penambahan cacah tingkat kita dapat mengurangi cacah masukan gerbang [bandingkan dengan 16 masukan untuk 5 gerbang pada Gambar 5.3(a)]. Perhatikan bahwa kedua rangkaian pada Gambar 5.3 memakai gerbang OR pada keluarannya. Ini merupakan ciri rangkaian untuk fungsi dalam bentuk jumlah-perkalian. Gambar 5.3. Penerapan rangkaian AND dan OR dengan penyederhanaan sukumin 137

Untuk mengekspansikan di atas dalam bentuk perkalian-jumlah, kita harus menggabungkan semua sukumax (kotak berisi 0) seperti yang ditunjukkan dengan penggabungan sukumin pada Gambar 5.3 dengan fungsi minimum: Fungsi ini menjurus kepada realisasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.4(a), yang merupakan rangkaian OR-AND 2 tingkat dengan harga 5 gerbang dan 14 masukan. Dengan mengatur letak suku-sukunya dan dengan menggunakan rumus (x + y)(x + z) = x + yz, persamaannya dapat ditulis dalam bentuk: Realisasi persamaan ini merupakan rangkaian AND-OR-AND 3 tingkat, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.4 (b) dengan kebutuhan gerbang sebanyak 7 dan 16 masukan. Jelas bahwa rangkaian ini lebih mahal dari rangkaian AND OR 2-tingkat sebelumnya (7 : 5 gerbang dengan 16 : 16 masukan). Kalau diperhatikan keempat rangkaian pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4, dapat dilihat bahwa rangkaian Gambar 5.4 (a) adalah rangkaian yang terbaik untuk rangkaian dua tingkat dan Gambar 5.3(b) adalah yang terbaik untuk tiga tingkat. Biasanya, hal ini baru dapat diketahui setelah menggambarkan rangkaian, baik dengan keluaran AND maupun dengan keluaran OR. Untuk melihat cacah tingkat dan kebutuhan gerbang dan masukan tanpa harus menggambarkan rangkaian secara lengkap dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram pohon persamaan fungsi yang dihadapi. 138

Gambar 5.4. Penerapan rangkaian AND dan OR dengan penyederhanaan sukumax Diagram pohon (tree diagram) suatu rangkaian logika merupakan gambaran rangkaian logika dengan keluaran sebagai akar (root) dan peubah masukan sebagai cabang/ranting/daunnya. Setiap gerbang digambarkan sebagai titikcabang/simpul (node) dengan masukan sebagai ranting dan keluaran sebagai cabang. Pada setiap simpul dicantumkan cacah masukan gerbang yang bersangkutan. Gerbang keluaran, yaitu gerbang paling akhir pada rangkaian itu, hanya ditunjukkan sebagai simpul dan cabang tanpa lengan keluaran. Untuk fungsi dalam persdiatas, sebagai contoh, diagram pohonnya dapat digambarkan seperti pada Gambar 5.5. Dari diagram ini dapat segera dilihat cacah tingkatnya dan kebutuhan gerbang dan masukan gerbang. Misalnya dari diagram pohon pada Gambar 5.5(b), segera terlihat bahwa rangkaiannya merupakan rangkaian 3 tingkat yang menggunakan 5 gerbang dengan cacah masukan gerbang adalah 2 + 2 + 3 + 3 + 2 = 12. Suku yang sama dalam persamaan fungsi yang direalisasikan, yang menunjukkan adanya gerbang yang digunakan lebih dari satu kali, tetap digambarkan sebagai simpul terpisah dalam diagram pohon, tetapi hanya satu dari simpul yang sama itu yang diberi angka cacah masukan. Simpul tanpa angka masukan dalam diagram pohon tidak diikut-sertakan dalam perhitungan, cacah gerbang dan cacah masukan. 139

Gambar 5.5. Contoh diagram pohon 2 dan 3 tingkat c. Rangkaian NOR dan NAND Seperti telah pernah disinggung di bagian depan, karena pemakaiannya yang lebih umum, gerbang-gerbang NOR dan NAND pada umumnya lebih mudah diperoleh di pasaran. Karena itu, desain sistem yang kecilkecil yang memakai komponen rangkaian terpadu (Integrated Circuit, IC) skala kecil (SSI) dan menengah (MSI) sering diusahakan memakai gerbang-gerbang NOR dan NAND. Hal ini tentunya tidak perlu dilakukan dalam mendesain sistem dalam rangkaian terpadu skala besar (LSI, Large Scale Integration) atau yang sangat besar (VLSI, Very Large Scale Integration) yang semakin banyak digunakan. Dengan memakai hukum demorgan yang diberikan dalam gerbang logika dasar, rangkaian yang tersusun atas OR dan AND dapat diubah menjadi susunan gerbang-gerbang NOR dan NAND. Prinsip yang penting dalam hal ini adalah kenyataan bahwa jika suatu fungsi dikomplemenkan dua kali, maka hasilnya kembali ke bentuk sebenarnya, yaitu : 140

Perhatikan fungsi minimum dalam bentuk jumlah perkalian: Dengan menggunakan hukum de Morgan, fungsi ini dapat diubah ke bentuk lain sebagai berikut: Persamaan di atas mewakili bentuk dasar rangkaian AND-OR, NAND- NAND, OR-NAND, dan NOR-OR yang juga dapat diubah menjadi rangkaian NOR-NOR-NOT. Rangkaian-rangkaian ini digambarkan pada Gambar 5.6. Kalau menginginkan rangkaian yang hanya mengandung gerbang NOR, lebih baik kita mulai dengan bentuk perkalian-jumlah sebagai ganti bentuk jumlah-perkalian. Fungsi di atas, sebagai contoh, sebenarnya merupakan fungsi jumlah-perkalian: atau fungsi perkalian-jumlah: yang dapat digambarkan dalam peta Karnaugh seperti ditunjukkan dalam dalam Gambar 5.7. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa fungsi di atas dapat dinyatakan sebagai: dengan harga 4 gerbang dengan 12 masukan yang lebih murah dibanding persamaan yang berharga 5 gerbang dengan 13 masukan. 141

Gambar 5.6. Bentuk bentuk dasar Rangkaian dua tingkat Gambar 5.7. Peta Karnaugh fungsi pada persamaan di atas 2. Programmable Logic Devices (PLDs) Programmable Logic Devices (PLDs) diperkenalkan pada pertengahan tahun 1970-an. Konsep dasar dari PLD sendiri adalah bagaimana membuat sebuah sirkuit logika kombinasional yang bersifat programmable (mampu diprogram). Perlu diingat, sirkuit kombinasional merupakan sirkuit yang di dalamnya tidak memiliki elemen memori. Hal ini berbeda dengan microprocessor yang mampu menjalankan sebuah program, namun nantinya mempengaruhi perangkat keras yang telah sudah ditentukan terlebih dahulu. Sedangkan kemampuan pemrograman PLD sudah direncanakan pada tingkat perangkat keras. Dengan kata lain, PLD adalah sebuah chip yang memiliki tujuan utama 142

agar nantinya mampu mengatur perangkat keras sedemikain rupa sesuai dengan spesifikasinya. Gambar 5.8. Programmable Logic Devices Generasi PLD yang pertama dikenal dengan nama PAL (Programmable Array Logic) atau PLA (Progrramable Logic Array), tergantung pada bentuk skema pemrogramannya. PAL/PLA biasanya hanya menggunakan gerbang logika (tidak ada flip flop), serta hanya memperbolehkan implementasi dari sebuah sirkuit kombinasional saja. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka dibuatlah PLD yang telah memiliki sebuah flip-flop pada tiap output sirkuitnya. Dengan demikian, fungsi sekuensial sederhana dapat diimplementasikan dengan baik (bukan lagi hanya fungsi kombinasional saja). Selanjutnya, pada awal tahun 1980-an, tambahan untaian logika ditambahkan pada tiap-tiap output PLD. Output baru tersebut diberi nama Macrocell yang diisi flip-flop, gerbang logika dan multiplekser. Selain itu, Macrocell sendiri juga bersifat programmable. Apalagi pada cell tersebut disediakan sinyal feedback yang berasal dari output sirkuit ke progrramable array. Sinyal tersebut nantinya akan memberikan PLD tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi. Struktur baru dari PLD inilah yang kemudian secara umum diberi nama PAL (GAL). Arsitektur yang serupa juga dikanal dengan sebutan PALCE (PAL CMOS Electrically erasable/programmable). Semuanya (baik 143

PAL, PLA, PLD, maupun GAL/PALCE) secara umum kini lazim disebut sebagai SPLDs (Simple PLDs). Gambar 5.9. Macrocell Berikutnya, beberapa perlengkapan GAL dibuat pada chip yang sama dengan menggunakan penjaluran (routing) yang lebih canggih, menggunakan teknologi silikon yang lebih rumit serta beberapa tambahan yang menjadi ciri khas, seperti dukungan JTAG, dan antarmuka untuk beberapa standar logika. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan nama CPLD (Complex PLD). CPLD saat ini lebih tekenal karena kepadatan (density) yang tinggi, hasil yang memuaskan, dan biaya yang cukup rendah. Gambar 5.10. CPLD 144

Akhirnya, pada pertengahan 1980-an, FPGA (Field Proframmable Gate Arrays) mulai diperkenalkan. FPGA berbeda dari CPLDs dari segi arsitektur, teknologi, ciri khas serta dari segi biaya. FPGA utamanya ditujukan untuk implementasi yang membutuhkan ukuran besar besar, serta untuk sirkuit yang memiliki kemampuan tinggi. Dari penjelasan singkat di atas, dapat disingkat sejarah evolusi PLD pada tabel berikut: Gambar 5.11. Evolusi PLD Perlu diingat, semua jenis PLD (baik simpel atau kompleks) bersifat nonvolatile. Mereka semua bersifat OTP (One-time programmable) atau hanya sekali pemrograman saja. PLD dapat bersifat reprogrammable (dapat diprogram ulang) dengan menggunakan EEPROM atau Flash memory (pada umumnya, sekarang menggunakan flash memory). Di sisi lain, FPGA bersifat volatile sehingga digunakan SRAM untuk menyimpan koneksi. Selain itu, dibutuhkan konfigurasi ROM untuk mengisi koneksi antara satu dengan yang lain saat dihidupkan daya listrik. Bagaimanapun juga, pilihan non-volatile seperti menggunakan antifuse. 3. Rangkaian Shift Register Pada dasarnya shift register merupakan koneksi seri dari Flip flop yang menggunakan clock untuk memindah data yang ada pada Flip flop sebelumnya dan dipindah ke data yang ada pada Flip flop selanjutnya. Q1 Q2 Q 3 Q4 Masukan FF1 FF2 FF3 FF4 Clock Gambar 5.12. Diagram blok register geser 145

Mode Operasinya adalah sebagai berikut: Dengan mengasumsikan sebelumnya bahwa Clock pertama, semua keluaran dari Q 1 sampai dengan Q 4 adalah 0 dan masukan input adalah 1. Setelah itu Data ini akan ditampilkan pada output Q 1 pada Clock pertama ( t n+1). Sebelum ke Clock ke 2, Input kembali menjadi 0. Dan pada saat clock kedua ( t n +2 ) keluaran Q1 menjadi 0 dan Q 2 menjadi 1. Setelah Clock t n+3 Q 1 = 0, Q 2 = 0 dan Q 3 menjadi 1. Setelah clock ke ( t n+4), Q 4 menjadi kondisi 1. Kemungkinan di atas dapat diilustrasikan pada tabel kebenaran berikut: Tabel 5. 1. Tabel kebenaran register geser Clock t n t n+1 t n+2 t n+3 t n+4 t n+5 Masukan 1 0 0 0 0 0 Q 1 0 1 0 0 0 0 Q 2 0 0 1 0 0 0 Q 3 0 0 0 1 0 0 Q 4 0 0 0 0 1 0 Pada tabel di atas dijelaskan ketika memasuki clock ke 5 semua keluaran kembali menjadi NOL. Berikut ini adalah register geser dengan menggunakan JK Flip-flop: Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Masukan J Q J Q J Q J Q 1 K Q K Q K Q K Q Clock Gambar 5.13. Register geser 4 bit menggunakan JK Flip-flop Selama Shift register tersebut hanya memasang 4 buah Flip-flop, maka informasi yang akan didapat hanya sebanyak 4 buah, oleh karena itulah dinamakan sebagai 4-bit Shift register atau register geser 4 bit. Dengan Shift Register ini ada 2 kemungkinan dasar untuk membaca kembali informasi yang ada, yaitu: 146

a. Setelah clock ke 4 informasi telah masuk secara simultan yang ditampilkan pada keluaran Q 1 sampai dengan Q 4. Informasi ini dibaca secara serial (satu setelah yang lainnya) dan dapat juga dibaca secara parallel. b. Jika hanya Q 4 saja yang digunakan sebagai output keluaran, data yang telah dimasukkan secara serial juga bisa dibaca secara serial. Shift register ini dapat digunakan sebagai penyimpanan sementara dan atau delay dari deretan informasi. Hal yang perlu diperhatikan setelah ini adalah aplikasi dari konversi serial / parallel maupun parallel / serial. Dalam Operasi Parallel / serial data a sampai d dimasukkan bersamaan ke register dengan clock yang telah ditentukan. Keluaran serial akan muncul satu persatu pada indikator keluaran. Bagaimnapun juga jika data dimasukkan secara serial pada input dan sinkron dengan clocknya, maka setelah melengkapi barisan input, keluaran akan dapat dilihat secara parallel pada keluaran Q 1 sampai dengan Q 4 ( Operasi Serial / Parallel ). Register geser diterapkan dengan fungsi yang berbeda-beda pada sistem komputer. Dimana macam-macam tipe yang digunakan adalah sebagai berikut: a. pergeseran data, b. masukan data serial dengan serial data keluaran, c. masukan data serial dengan keluaran data parallel, d. masukan data parallel dengan keluaran data seri, e. masukan data parallel dengan keluaran data parallel. Mode Operasi Parallel In / Parallel out dapat digunakan sebagai latihan untuk mengunakan register geser dengan mentransfer data pada masukan parallel ke data keluaran menggunakan pulsa yang telah ditentukan. Kemudian data ini akan tersimpan sementara sampai ada data yang dimasukkan. Kemudian Data pada register ini akan dihapus melalui input reset (operasi memori penyangga). 147

Keluaran paralel Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Reset Masukan serial Clock 1 J K c Q J c Q J c Q J c Q p Q K pq K p Q K p Q & & & & Set a b c d Masukan paralel Gambar 5.14. Register geser untuk parallel/serial atau serial/parallel Akhirnya, register geser yang digunakan pada sistem mikroprosesor sebagai memori penyangga. Gambar 5.15. Register dengan multiplekser pada masukan D flip-flop 148

Prinsip dari operasi rangkaian ini ialah, dengan memakai input kontrol S 0, S 1, ke 4 multiplekser akan dapat dinyalakan salah satu dari ke 4 masukannya. Kemudian data yang telah dipilih pada input akan muncul pada keluaran. Contohnya, jika masukan paralel E 3 sampai E 0 dipilih maka data masukan akan dihadirkan secara parallel pada masukan D dari flip-flop. Dengan tepi clock positif selanjutnya, data dimasukkan ke flip-flop dan akan ditampilkan pada keluaran Q 3 sampai dengan Q 0. Data ini akan tersimpan hingga adanya pulsa clock yang membawa data baru pada E 3 s/d E 0 ke dalam register. Dengan kombinasi kontrol S 0, S 1 yang lain. Input sebelah kanan pada multiplekser dapat dihubungkan ke Output. Data yang akan dimasukkan pada sebelah kiri rangkaian dapat dimasukkan secara serial ke dalam register. Prosesnya adalah sebagai berikut : Jika kombinasi serial 1010 ada pada masukan sebelah kiri, maka pada saat clock pertama nilai 1 akan muncul pada keluran Q 0 dan pada masukan yang telah dipilih pada multiplekser selanjutnya. Pada saat clock kedua, keluaran akan menjadi Q 0 = 0 dan Q 1 =1, sedangkan pada clock ketiga Q 0 = 1, Q 1 = 0, dan pada Clock ke 4 Q 0 = 0, Q 1 = 1, Q 2 = 0 dan Q 3 = 1. Kombinasi masukan serial ini telah dibacakan ke register yang ada di sebelah kiri. Data serial yang ada pada masukan sebelah kanan akan di bawa secara analog. Masukan x 3 sampai x 0 tidak dimasukkan pada contoh ini. Sering untuk menghapus semua flip flop secara bersama sama adalah dengan cara mengeset semua masukan x 3 sampai x 0 ke logika 0. Jika masukan x semuanya dipilih melalui S 0, S 1 setelah pulsa clock berikutnya akan mengeset semua keluaran x 3 sampai x 0 ke logika 0. 4. Rangkaian Counter Counter adalah rangkaian digital yang didalamnya terdapat hubungan yang telah ditetapkan batasnya terhadap jumlah pulsa dan keadaan keluarannya. Komponen utama sebuah counter adalah flip-flop. Mode operasi counter akan dijelaskan dengan bantuan pulsa diagram seperti tampak pada Gambar 5.16. Sebelum clock pertama, keluaran Q 1 sampai dengan Q 4 adalah 0. Angka 0 disetarakan dengan kombinasi biner 0000. Setelah clock 149

pertama bentuk bitnya menjadi 0001 yang diinterprestasikan sebagai angka 1. 0 1 2 3 2 2 2 2 Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Clock J Q J Q J Q J Q K Q K Q K Q K Q 1 Gambar 5.16. Rangkaian counter 4 bit Clock 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 t Q1 1 0 t Q2 1 0 t Q3 1 0 t Q4 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0 t Gambar 5.17. Diagram pulsa counter 4 bit Setelah clock kedua, 0010 akan muncul yang sesuai dengan angka 2, dan seterusnya. Seluruhnya terdapat 16 macam kombinasi yang sesuai dengan angka 0 sampai dengan 15. Setelah clock ke 16 seluruh keluaran akan kembali ke kondisi awal yaitu 0000. Untuk clock selanjutnya, proses di atas akan diulangi kembali. 150

Secara umum dapat disimpulkan bahwa n-bit counter dapat diasumsikan sebagai 2 n kombinasi keluaran yang berbeda-beda. Sejak angka 0 harus dialokasikan ke salah satu kombinasi ini, counter akan mampu menghitung hingga 2 n 1 sebelum hitungan diulang kembali. Bila suatu counter terdiri atas 8 flip flop yang disusun seri, maka akan ada 2 8 = 256 kombinasi biner yang berbeda yang berarti angka antara 0 sampai dengan 255. Dengan mengubah sambungan memungkinkan untuk mereduksi kapasitas hitungan misalnya sebuah counter 4 bit yang memiliki 16 variasi keluaran dapat dibuat menjadi hanya 10 variasi keluaran. Counter akan menghitung o sampai 9 secara berulang ulang dan counter jenis ini disebut counter BCD. Sering pula counter tidak hanya untuk menghitung naik dari 0000 ke 0001 dan seterusnya melainkan dapat pula dipergunakan sebagai penghitung turun dengan nilai awal adalah 1111 kemudian 1110 dan seterusnya sampai 0000 kemudian kembali ke 1111, counter yang seperti ini disebut counter down. Suatu counter akan berfungsi sebagai counter up atau counter down dapat dipilih dengan sebuah kontrol untuk menentukan arah hitungan. Beberapa counter dapat dibuat dari berbagai macam variasi. Kriteria penting suatu counter antara lain adalah: a. arah hitungan ( niak atau turun), b. kontrol clock (serentak atau tak serentak), c. kapasitas hitungan, d. kode hitungan, e. kecepatan menghitung, f. kemampuan counter untuk diprogram, yang artinya hitungan mulai berapa dapat diatur. 5. Rangkaian pengubah kuantitas D/A & A/D a. Analog Interfacing Kebanyakan variable fisik pada dasarnya bersifat analog, yaitu dapat mempunyai nilai berapapun dalam sebuah jangkauan kontinyu dari nilainilai. Misalnya tegangan listrik, temperature, tekanan, intensitas cahaya, dan lain-lain. Ketika sebuah sistem digital seperti komputer digunakan untuk memantau dan/atau mengendalikan sebuah proses fisik. Kita harus 151

menangani perbedaan antara sifat digital dari komputer dan sifat analog dari variabel proses. Gambar 5.18 memperlihatkan lima komponen yang terlibat ketika sebuah komputer digunakan untuk memantau dan mengendalikan sebuah variabel fisik analog. Gambar 5.18. Penggunaan ADC dan DAC dalam sistem digital Berikut adalah penjelasan komponen-komponen yang digunakan: 1) Transduser. Variabel fisik biasanya merupakan kuantitas non-elektrik. Sebuah transduser adalah sebuah piranti yang mengubah variabel fisi ke sebuah variabel elektrik. Contoh transduser misalnya thermistor, tachometer, transduser tekanan, photodiode, dan lain-lain. Keluaran elektrik transduser biasanya berupa arus atau tegangan yang besarnya proporsional dengan variabel fisik yang dipantau. Sebagai contoh, variabel fisik yang dipantau adalah suhu air dalam sebuah tangki besar yang mempunyai masukan dari pipa air dingin dan pipa air panas. Suhu air pada sebuah tangki berkisar antara 60 ºC sampai dengan 100ºC, dan sebuah rangkaian pengkondisi thermistor akan menghasilkan keluaran tegangan yang berkisar antara 600mV sampai dengan 1000mV. 2) Analog to Digital Converter (ADC). Keluaran analog elektrik dari transduser bertindak sebagai masukan analog ke ADC. ADC mengkonversi masukan analog menjadi sebuah keluaran digital. Keluaran digital terdiri dari sejumlah bit yang mewakili nilai masukan analog. Misalnya, ADC akan mengubah nilai analog keluaran transduser yang berkisar 800mV sampai dengan 1500mV menjadi nilai biner dari 01010000 (80 10) hingga 10010110 (150 10). Keluaran biner dari ADC 152

proporsional dengan tegangan analog masukan, sehingga tiap unit dari keluaran digital mewakili 10mV. 3) Komputer. Representasi digital dari variabel proses ditransmisikan dari ADC ke komputer digital, yang akan menyimpan nilai digital dan mengolahnya sesuai dengan sebuah program yang dieksekusi. Program tersebut dapat melakukan perhitungan atau operasi yang lain terhadap representasi digital dari suhu air, untuk kemudian menghasilkan sebuah keluaran digital yang pada akhirnya akan digunakan untuk mengendalikan suhu. 4) Digital to analog converter (DAC) Keluaran dari komputer dihubungkan dengan sebuah DAC, yang akan mengubah keluaran tersebut ke tegangan atau arus analog yang sebanding. Contoh: komputer mungkin menghasilkan keluaran digital yang berkisar dari 00000000 hingga 11111111, yang akan dikonversi DAC menjadi tegangan yang berkisar dari 0 hingga 10 Volt. 5) Aktuator, sinyal analog dari DAC sering dihubungkan dengan sebuah piranti atau rangkaian yang bertindak sebagai sebuah aktuator untuk mengendalikan variabel fisik. Pada contoh suhu air di atas, aktuator mungkin adalah katup yang dikendalikan secara elektrik, yang mengatur aliran air panas kedalam tangki sesuai dengan tegangan analog dari DAC. Kecepatan aliran akan bervariasi sebanding dengan tegangan analog, misalnya 0 Volt akan membuat katup tertutup dan 10 Volt akan menghasilkan aliran maksimal. b. Digital to Analog Converter (DAC) Karena kebanyakan metode konversi A/D menggunakan konversi D/A dalam proses konversinya, kita akan meninjau konversi D/A terlebih dahulu. DAC adalah suatu rangkaian elektronik yang berfungsi mengubah sinya/data digital menjadi sinyal analog. Banyak sistem menerima data digital sebagai sinyal masukan dan kemudian mengubahnya menjadi tegangan atau arus analog. Data digital dapat disajikan dalam berbagai macam sandi/kode, yang paling lazim adalah dalam bentuk kode biner 153

murni atau kode desimal dalam bentuk biner (Binary Coded Decimal / BCD). Keluaran V out dari suatu DAC n bit diberikan oleh rumus: Koefisien-koefisien a di atas menggunakan kata biner, a=1 atau 0, jika bit bit ke-n adalah 1 atau 0. Tegangan Vref adalah tegangan acuan stabil yang digunakan dalam rangkaian. Bit paling berarti (Most Significant Bit / MSB) adalah bit yang bersesuaian dengan a n-1, dan bobotnya adalah V ref/2, sedangkan bit paling tak berarti (LSB) bersesuaian dengan a 0, dan bobotnya sama dengan V ref/(2n). Rangkaian DAC mempunyai banyak jenis dan tipe, salah satunya adalah DAC tipe tangga. Susunan tangga dalam rangkaian ini merupakan piranti pembagi arus, dan karena itu perbandingan hambatannya merupakan hal yang paling penting dari harga mutlaknya. Konfigurasi DAC tipe tangga adalah penguat jumlah dengan R masukan yang naik 2 n kalinya. Logika digital diwujudkan dengan nilai tegangan D 0, D 1, D 2, D 3 = 0 Volt untuk logika 0 (Low) dan 5 Volt untuk logika 1 (High). Gambar 5.19. DAC tipe tangga 154

DAC yang lain adalah tipe R-2R seperti gambar berikut, Rangkaian DAC tipe ini lebih sederhana dan mudah dibangun karena nilai-nilai resistor yang digunakan dalam rangkaian hanya R dan 2R. Gambar 5.20. DAC tipe R-2R dengan Penguat OP-AMP Resolusi (step size) Resolusi dari sebuah DAC didefinisikan sebagai perubahan keluaran analog yang paling kecil yang bisa terjadi sebagai hasil perubahan pada input digital. Resolusi juga disebut step size, karena mewakili besarnya perubahan di Vout seiring perubahan di masukan digital satu langkah demi langkah. Pada gambar di bawah, resolusi atau step size besarnya adalah 1 Volt. Saat pencacah memberikan masukan 1111, maka keluaran DAC adalah 15 Volt, nilai ini disebut keluaran skala penuh (full scale output). Dengan demikian keluaran analog dari sebuah DAC dapat dirumuskan sebagai: Keluaran analog = step size x masukan digital Cara lain untuk menghitung resolusi atau step size dari sebuah DAC adalah: 155

Dengan A fs adalah keluaran analog skala penuh dan n adalah cacah bit nilai digital. Untuk ADC, pada dasarnya resolusi dapat dihitung dengan cara yang sama, hanya sinyal analog adalah masukan dan sinya digital adalah keluaran. Gambar 5.21. Keluaran dari DAC dengan masukan dari pencacah c. Analog to Digital Converter ADC adalah sebuah perangkat elektronik yang dirancang untuk mengubah sinyal atau informasi yang bersifat analog menjadi sinyal digital. Ada beberapa cara untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital, yaitu: 1) succesive approximation, 2) integration (single, dual dan quat slope), 3) counter comparator dan servo, 4) paralel conversion, 5) windows comparator. Rangkaian ADC ada yang sudah dikemas dalam satu chip IC, salah satu contohnya adalah ADC0804 yaitu jenis CMOS 8 bit succesive approximation. 156

Gambar 5.22. Diagram koneksi kaki-kaki IC ADC0804 Gambar 5.23. ADC Succesive-approximation (a) diagram blok yang disederhanakan (b) diagram alir cara kerja 157