Bagaimana prosedur penyelesaian kasus HAM Internasional?

Proses peradilan Internasional mengacu pada peraturan yang digariskan dalam Internasional Criminal Court (ICC) atau mengacu kepada yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional (MPI). Peradilan HAM

 Internasional pada dasarnya bertitik tolak dari dua persoalan utama yaitu sebagai berikut.

1. Pengakuan (Acknowledgement)

Pengakuan tentang adanya pelanggaran HAM di masa

lampau.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Menghukum pelaku pelanggar HAM yang berat dan sekaligus mengembalikan harkat dan martabat korban pelanggaran HAM tersebut. Dalam pelaksanaannya ada pendapat yang pro dan kontra terhadap konsep pengakuan sebagai salah satu bentuk akuntabilitas dalam kasus pelanggaran HAM yang berat. Pendapat yang pro dan kontra tersebut berpusat pada masalah penghukuman (stencing) sebagai salah satu konsekuensi hukum dan peradilan HAM Internasional.

Pendapat ProKontra

- Penghukuman dapat memelihara keadilan bagi korban (Retributif Justice).

- Memperkuat legitimasi pemerintahan transisi.

- Mencegah terjadinya pelanggaran HAM.

- Penghukuman dapat menimbulkan pembalasan dendam.

- Menciptakan distorsi sosial yang berkepanjangan.

- Tidak relevan dengan pelanggaran ham.

Konsekuensi jika suatu Negara tidak menegakkan HAM

Konsepsi tentang HAM dewasa ini telah berkembang pesat dari wujud yang sempit seperti paham liberalisme dan individualisme menuju ke arah paham kemanusiaan yang lebih luas dan lebih mendalam. Itulah yang menyebabkan mengapa HAM harus ditegakkan di setiap negara. Karena kalau tidak, maka konsekuensinya negara yang mengabaikan HAM akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dalam hubungan dengan negara-negara lain di dunia berupa sanksi nasional, regional, dan internasional.

Pada dasarnya kekuatan penunjang utama HAM adalah kekuatan moral dan hati nurani kemanusiaan yang didukung oleh kekuasaan pendapat umum dunia. Oleh karena itu, perlindungan dan penegakan HAM di suatu negara merupakan tanggung jawab negara yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar negara tersebut dapat melaksanakan fungsi perlindungan dan penegakan HAM sehingga eksistensi keutuhan wilayah serta kesatuan politik negara tersebut tidak diancam dan dibahayakan oleh penegak HAM.

Kasus-kasus di negara yang tidak menegakkan HAM pada umumnya disebabkan belum dipahaminya konsep HAM yang modern dan adanya akses pelanggaran disiplin serta tata tertib oleh beberapa oknum di lapangan. Oleh karena itu, pengertian-pengertian HAM dan kaitannya dengan kehidupan perlu dimasyarakatkan ke seluruh kalangan dan lapisan.

Sanksi Internasional atas Pelanggaran HAM

Esensi pelanggaran HAM bukan semata-mata pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku, melainkan degradasi terhadap kemanusiaan dengan cara merendahkan martabat dan derajat manusia. Oleh karena itu, pelanggaran HAM tidak selalu identik dengan pelanggaran hukum walaupun terdapat unsur perencanaan, dilakukan secara sistematik dan tujuan tertentu dan bersifat kolektif baik berdasarkan agama, etnik, atau ras tertentu.

Dewasa ini pelanggaran HAM tidak sebatas yuridikasi nasional, melainkan sudah menjadi yuridikasi internasional. Menghadapi masalah pelanggaran HAM yang terjadi di setiap negara di dunia, diperlukan sanksi internasional yang mengacu kepada ketentuan dalam Statuta Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) atau SMPI atau Statu Roma (SR. 1998) atau dapat juga mengacu kepada praktik penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat seperti di Rwanda (1994).

Jika dianalisis secara seksama jiwa SMPI/SR terletak pada mukadimahnya yang antara lain berbunyi bahwa “Yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional (MPI) bersifat komplementer terhadap yuridiksi pengadilan nasional”. Hal ini berarti jika di suatu negara terjadi kasus pelanggaran HAM berat (kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi) yuridiksi MPI tidak otomatis berlaku di negara tersebut.

Namun ada ketentuan lain dalam SMPI/SR yang menyatakan bahwa yuridiksi MPI dapat memasuki wilayah suatu negara jika negara tersebut tidak berkeinginan atau tidak mampu melaksanakan tugas penyidikan atau penuntutan dalam tiga hal, yaitu sebagai berikut.

1. Proses peradilan atau putusan pengadilan yang dijatuhkan ditujukan untuk melindungi seseorang dari pertanggungjawaban pidana sebagaimana ditentukan dalam SMPI/SR.

2. Proses persidangan ditunda-tunda tanpa alasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak konsisten dengan tujuan untuk mengadili seseorang ke hadapan sidang pengadilan.

3. Persidangan dilaksanakan tidak secara independent atau bersifat memihak sehingga tidak konsisten dengan tujuan pemberian sanksi melalui sidang pengadilan.

Ketentuan mengenai prakondisi dalam SMPI/SR 1998 diperluas dalam Statu Mahkamah Ad Hoc Rwanda dan bekas jajahan Yugoslavia dengan menambah satu prakondisi lain yaitu jika proses peradilan nasional mendakwa pelanggaran HAM yang berat sebagai tindak pidana biasa (ordinary crimes). Seluruh ketentuan mengenai prakondisi tersebut disebut prinsip Inadmissibility. Ketentuan tentang prinsip ini bersifat unik dan mengandung standar ganda. Di satu sisi kedaulatan hukum negara anggota PBB diakui dalam melaksanakan sanksi/proses peradilan pelanggaran HAM, tetapi di sisi lain dapat dikesampingkan jika prakondisi yang ditetapkan dilanggar. Dengan ketentuan ini secara tidak langsung, status hukum dan yuridiksi MPI berada di atas seluruh sistem peradilan nasional sehingga dapat dikatakan MPI merupakan suprapengadilan nasional.

Referensi bacaan Hak Asasi Manusia Karya Sri Widayati, S.Pd

(illustration from pinterest and belong to the owner)

Abdul Latif, Mahkamah Konstitusi Dalam Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokrasi, Total Media, Yogjakarta, 2007

A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi , Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Indonesian Center for Civic Education (ICCE), Kencana Prenada Media, Jakarta, 2008

Ahmad Kosasih , “ HAM dalam Perspektif Islam ; Menyingkap Persamaan dan Perbedaan antara Islam dan Barat”, Jakarta: Salemba Diniyyah, Edisi Pertama, 2003

Bambang Sutiyoso, Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di Indonesia, UII Press, Yogjakarta, 2010

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial Pandangan Deontologis, Rawls dan Habermas Dua Teori Filsafat Politik Modern, Gramedia Pustaka Utama, 2005

Eddy, O.S., Hiariej, “Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Serius terhadap HAM, Jakarta: Erlangga 2010

Endang Sutrisno, Bunga Rampai Hukum & Globalisasi, Genta Press, Yogjakarta, 2007

Hamid Awaluddin, “HAM Politik, Hukum, dan Kemunafikan Internasional”, Jakarta: Buku Kompas, 2012

H.A.R, Tilaar ,Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogi Transformatif untuk Indonesia, PT Grasindo , Jakarta, 2002

Iman Santosa,” Hukum Pidana Internasional”,Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013

Max Boli Sabon, Hak Asasi Manusia Bahan Pendidikan Untuk Perguruan Tinggi, Universitas Atma Jaya , 2014

Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta: Kencana Prenada Media, Cetakan ke-3, 2005

Masyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM), dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia,2006

Romli Atmasasmita, “Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum”, Bandung: Mandar Maju, 2001

R. Wiyono, “Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia”, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006

Sacipto Rahardjo, “Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat, dalam Muladi, Hak Asasi Manusia , Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat”, Bandung: Refika Aditama, 2005

Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Pustaka Utama Grafiti, 2008

Syawal Abdulajid & Anshar, “Pertanggungjawaban Pidana Komando Militer Pada Pelanggaran Berat HAM” (Suatu Kajian Dalam Teori Pembaharuan Pidana), Yogjakarta: LaksBang PRESSindo

Suparman Marzuki, “ Robohnya Keadilan! Politik Hukum HAM Era Reformasi “, Yogjakarta: PUSHAM-UII, 2010

Zamroni, Pendidikan untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society, Yogjakarta, BIGRAF Publishing, 2001

Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Abdussalam, H. R. (2010). HAM dalam Proses Peradilan. Jakarta: PTIK Press.

Afrilene, Resvia. (2015). Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional. Retrieved from //resvia-a-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-134615-Prinsip-Hukum-Internasional

Atmasasmita, Romli. (1991). Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia. Bandung: PT. Alumni.

Atmasasmita, Romli. (1995). Pengantar Hukum Pidana Internasional. Bandung: Eresco.

Attamimi, A. Hamid S. (1992). Teori Perundang-Undangan Indonesia: Suatu Sisi Pengetahuan Perundang-Undangan Indonesia yang Menjelaskan dan Mencerminkan. In Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Davidson, Scott. (1994). Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori, dan Praktek dalam Pergaulan Internasional. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Dirdjosisworo, Soedjono. (2002). Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Djamali, R. Abdoel. (2005). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Effendi, A. Masyhur. (2005). Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM). Bogor: Ghalia Indonesia.

Effendy, Rusli, Ali, Achmad, & Lolo, Poppy Andi. (1991). Teori Hukum. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.

Fauzan, Achmad. (2005). Perundang-Undangan Lengkap tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus & Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ishaque, Khalid M. (1974). Human Rights in Islam Law. The Review: International Commission of Jurists, 12, 30 – 39.

Kusumah, Mulyana W. (1982). Analisis Kriminologi Tentang Kejahatan-Kejahatan Kekerasan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Kusumah, Mulyana W., & Abdullah, Fauzi. (1982). Hak-Hak Asasi Manusia dan Struktur-Struktur dalam Masyarakat Indonesia. Bandung: PT. Alumni.

Lee, Roy S. (Ed.) (1999). The International Criminal Court: The Making of Rome Statute; Issues, Negotiations and Results. Boston: Kluwer Law International.

Lewis, Leah. (1987). Hak-Hak Asasi Manusia. Jakarta: Pradnya Paramita.

Marzuki, Peter Mahmud. (2005). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mauna, Boer. (2011). Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika. Bandung: PT. Alumni.

Muhtaj, Majda El. (2005). Hak Asasi manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 Sampai dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Muladi. (1994). HAM dan Keterbukaan. Bandung: ITB.

Natsif, Fadli Andi. (2016). Kejahatan HAM: Perspektif Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

O’manique, John. (2010). The Origins of Justice: The Evolution of Morality, Human Rights, and Law. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.

Parthiana, I. Wayan. (2003). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: CV. Mandar Maju.

Poerbopranoto, Koentjoro. (1982). Hak-Hak Asasi Manusia dan Pancasila. Jakarta: Pradnya Paramita.

Prakoso, Djoko, & Nirwanto, Djaman Andhi. (1984). Euthanasia: Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Qamar, Nurul. (2009). Pengantar Hukum Ekonomi. Makassar: Pustaka Refleksi.

Qamar, Nurul. (2010). Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan: Civil Law System, Common Law System. Makassar: Pustaka Refleksi.

Qamar, Nurul. (2014). Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi (Human Rights in Democratiche Rechsstaat). Jakarta: Sinar Grafika.

Qamar, Nurul. (2015). Pengantar Hukum Tata Negara. Makassar: Arus Timur.

Qamar, Nurul, & Rezah, Farah Syah. (2015). Ilmu Kenegaraan (Staatswissenchaff). Jakarta: Mitra Wacana Media.

Qamar, Nurul, Syarif, Muhammad, Busthami, Dachran S., Kamal, Muhammad, Aswari, Aan, Djanggih, Hardianto, & Rezah, Farah Syah. (2017). Metode Penelitian Hukum (Legal Research Methods). Makassar: CV. Social Politic Genius (SIGn).

Saleh, Roeslan. (1982). Pikiran-Pikiran tentang Pertanggungan Jawab Pidana. Jakarta: Aksara Baru.

Siswanto, Arie. (2005). Yurisdiksi Material: Mahkamah Kejahatan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia.

Soekanto, Soerjono. (1983). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

Starke, J. G. (2004). Pengantar Hukum Internasional (Vol. 1). Jakarta: Sinar Grafika.

Statuta Roma: Mahkamah Pidana Internasional. (1998). Jakarta: Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM).

Sudarto. (1993). Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: PT. Alumni.

Susanti, Aviantina. (2014). Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Terhadap Etnis Rohingya di Myanmar Berdasarkan Hukum Internasional. Student Journal Universitas Brawijaya, Februari.

Thontowi, Jawahir, & Iskandar, Pranoto. (2006). Hukum Internasional Kontemporer. Bandung: Refika Aditama.

Tumpa, Harifin A. (2010). Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA