Sidang Jemaat Kekasih Tuhan. Kita berkumpul hari ini merayakan hari kenaikan Tuhan kita Yesus Kristus ke Surga. Dalam bacaan kita diceritakan bahwa sebelum Tuhan Yesus terangkat ke sorga ada semacam diskusi yang terjadi antara Tuhan Yesus dengan para murid seputar pemulihan kerajaan Israel. Murid – murid berharap agar Tuhan Yesus memulihkan kerajaan Israel. Namun Tuhan Yesus menjawab bahwa masa pemulihan kerajaan bagi Israel akan tiba, hanya kapan waktunya mereka tidak perlu mengetahuinya, karena hal itu ditentukan oleh Bapa. Yang harus mereka ketahui adalah bahwa mereka akan menerima kuasa ketika Roh Kudus turun ke atas mereka untuk dapat menjadi saksi-Nya. Menjadi saksi Tuhan Yesus artinya memberi kesaksian tentang bagaimana dan apa makna kehadiran Tuhan Yesus di dunia. Kesaksian itu tidak saja terbatas pada ucapan, melainkan tindakan (aksi) yang mencerminkan makna dan tujuan kehadiran Tuhan Yesus di dunia. Apa artinya semua ini?Mungkin kita harus bertanya lebih dahulu apa makna dan tujuan kehadiran Tuhan Yesus didunia agar supaya kita mengetahui apa yang harus kita saksikan. Sebenarnya kita dapat melihat dari sejumlah pelayanan Tuhan Yesus namun Lukas 4:18-19 menolong kita untuk mengerti secara garis besar apa maksud kehadiran Tuhan Yesus di dunia: Roh Tuhan ada padaku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang – orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang – orang tawanan, dan penglihatan kepada orang – orang buta, untuk membebaskan orang – orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang“. Dari Lukas 4:18-19 kita dapat melihat bahwa pengutusan Tuhan Yesus oleh Allah adalah pemulihan keadaan dan kehidupan yang telah dirusakkan, menjadi kehidupan yang berharkat. Ini berarti kehadiran Yesus di dunia adalah untuk menghadirkan damai di bumi karena Ia adalah pembawa damai atau dikenal dengan Raja Damai. Hal inilah yang harus disaksikan oleh murid – murid Tuhan Yesus dan menjadi tugas kita sebagai pengikut Tuhan Yesus. Berarti siapa yang mengaku sebagai pengikut Tuhan Yesus dipundak masing – masing terpikul tugas ini: menjadi saksi akan perbuatan dan pelayanan Kristus. Menjadi saksi berarti turut terlibat atau dengan kata lain meneruskan perjuangan Kristus untuk menyampaikan kabar baik tadi kepada semua orang dan dimana saja kita berada. Menyampaikan kabar baik (injil) dalam bentuk keterlibatan secara aktif dalam pemulihan keadaan yang tidak aman menjadi aman, memulihkan keadaan yang rusuh menjadi damai sehingga damai sejahtera meliputi dunia ini. Suatu tugas yang lumayan berat. Tuhan Yesus tahu itu, oleh sebab itu Ia sebagai Guru yang baik tidak saja memberi tugas kepada murid – murid-Nya melainkan Ia pun membekali dengan modal yang cukup untuk menjalankan tugas tersebut yakni Roh Kudus. Roh Kudus akan memampukan kita untuk menjadi saksi bagiNya.Tugas dan sekaligus modal dasar untuk hidup sebagai saksi – saksi Kristus. Menjadi saksi Kristus sering disalah pahami hanya dengan batasan – batasan ucapan belaka. Tetapi yang dituntut oleh Tuhan Yesus adalah lebih dari sekedar kata – kata (ucapan – ucapan) oleh sebab itu kita diberi kuasa untuk bertindak, melakukan hal – hal yang mendatangkan damai dan sejahtera di tempat kita masing – masing. Saudara-saudara. Ketika Tuhan Yesus sudah terangkat ke Surga, para murid masih tinggal tertegun menatap Dia yang terangkat, setelah itu datang malaikat menegur para murid yang tinggal diam dan cuma terpaku akan kuasa Allah, seakan – akan malaikat berkata: „jangan cuma berdiam diri dan terpaku, lakukan apa yang ditugaskan kepadamu“. Seakan – akan Malaikat memperingatkan mereka untuk tidak berhenti pada menyaksikan kuasa Allah tetapi sudah saatnya untuk bekerja untuk menjalankan tugas sebagaimana yang diamanatkan oleh Dia yang baru saja pergi dan terangkat ke sorga. Menjadi saksi berarti aktif melakukan kehendak-Nya dan bukan hanya menunggu seperti para murid yang kemudian ditegur oleh malaikat. Demikian halnya kita sekalian, terkadang kita cuma terpaku atau berdiam diri menyaksikan keadaan sekitar kita yang semakin merisaukan. Sikap yang pasif terkadang kita ambil karena kita tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini. Kita terkadang cuma sebatas melihat. Firman Allah akan menghentakkan kepasifan kita untuk bangkit dari kepasifan. Ada tugas yang utama yang harus kita lakukan yakni menghadirkan damai dan sejahtera. Mungkin suatu hal yang terlalu berlebih – lebihan kalau kita dituntut untuk menghadirkan damai dan sejahtera di saat – saat seperti ini, dimana situasi politik sudah semakin tidak terkontrol lagi. Kita kemudian cuma dapat bertanya: apa yang harus kita perbuat, bagaimana caranya menyatakan damai dan sejahtera itu. Kita mulai dari lingkungan yang terkecil, rumah tangga, tetangga dan di tempat dimana kita berada: hadirkan damai, upayakan hubungan yang baik antar sesama. Karena disaat – saat seperti sekarang ini ketika manusia telah ditempa dengan segala bentuk kekerasan, orang akan semakin agresif. Tugas kita sebagai saksi Kristus, terlebih dahulu adalah bagaimana kita berdamai dengan diri kita sendiri dengan kata lain bagaimana kita tidak ikut agresif tetapi sebaliknya mampu menyejukkan suasana yang panas. Itulah salah satu bentuk bagaimana menghadirkan damai sejahtera. Allah mengenal kita dengan kemampuan kita masing – masing. Oleh sebab itu kita pun diberi kuasa untuk bertindak sesuai dengan kemampuan dan keadaan kita masing – masing. Allah tidak pernah menuntut yang lebih dari yang kita punyai. Oleh sebab itu mulailah dengan hal – hal yang kecil dan dalam lingkungan yang kecil karena sesuatu yang kecil kalau dikerjakan oleh kita semua akan menjadi modal yang besar dalam rangka melaksanakan tugas kita yang berat itu. Kiranya Roh Kudus menolong dan memampukan kita untuk menjadi saksi-saksi Kristus di dunia ini. Amin. (yp).
Bapak, Ibu, Saudara, Pemirsa Mimbar Kristen Kementerian Agama dan umat Kristen Indonesia yang saya kasihi. Renungan hari ini mengangkat tema: “Berdamai Dengan Diri Sendiri.” “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (1 Yohanes 1:9) Bapak, Ibu, Saudara yang kekasih di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Apakah syarat untuk berdamai dengan diri sendiri? Syaratnya adalah harus berani mengaku dosa di hadapan Tuhan. Lalu apa yang dikatakan berdamai dengan diri sendiri itu? Berdamai dengan diri sendiri adalah orang yang mampu menjaga tingkat kedamaian dan kesejahteraan di dalam hidupnya tanpa dipengaruhi oleh keadaan apapun, baik di dalam maupun di luar kehidupannya. Bapak, Ibu dan Saudara. Ada beberapa prinsip mengalami damai sejahtera. Pertama, di mana ada kekudusan dan kebenaran, di situlah ada damai sejahtera (Yesaya 57:51). Kedua, damai sejahtera hanya ada di dalam diri Tuhan Yesus Kristus (Efesus 2:14). Dan ketiga, damai sejahtera tidak akan pernah terjadi jikalau hal baik dan hal jahat tetap bersatu. Bapak, Ibu dan Saudara. Mengapa orang sulit berdamai dengan diri sendiri? Hari ini, mari kita belajar, mengapa orang sulit berdamai dengan diri sendiri. Pertama, karena masih keras kepala. Dalam Kejadian 4:6-7 dijelaskan: “Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." Alasan pertama mengapa kita sulit berdamai dengan diri sendiri adalah karena keras kepala atau tegar tengkuk. Orang yang keras kepala, tidak mau menurut nasihat manusia. Penyebab keras kepala adalah selalu menutupi kekurangannya dan selalu menutupi kesalahannya. Akibatnya adalah orang yang memiliki sikap keras kepala itu sulit diajak berdiskusi, sulit diajak ngomong baik-baik dan sulit memiliki teman atau sahabat. Padahal, seorang pembawa damai itu adalah orang yang selalu setia kepada Firman Tuhan dan menjadikan Firman itu sebagai landasan hidup walau banyak yang harus dihadapi dalam tantangan. Pembawa damai adalah orang yang berani menghadapi semua persoalan dan kesulitan yang ada tanpa berniat untuk menghindar apalagi lari dari kenyataan yang dihadapi. Pembawa damai adalah mereka yang berani mengambil keputusan dalam situasi sulit apapun agar tidak terjerat dalam lingkaran kesulitan yang berlarut-larut. Saudara, kalau damai itu definisinya seperti itu sementara pembawa damai belum berdamai dengan diri sendiri, mana mungkin akan terjadi kedamaian? Alasan kedua mengapa orang sulit berdamai dengan dirinya sendiri adalah karena masih hidup dalam kesombongan dan keangkuhan. Dalam Yesaya 2:11 dijelaskan, “Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya Tuhan sajalah yang Maha Tinggi pada hari itu.” Orang sombong hanya menghargai dirinya sendiri dan secara berlebihan, orang sombong maunya dianggap hebat dari yang lain, orang sombong suka merendahkan orang lain dan tidak mau menghargai orang lain. Padahal, pembawa damai itu berarti hanya berniat untuk selalu berbuat kebaikan bagi sesamanya. Pembawa damai itu berarti orang yang rela berkorban menahan diri walaupun harus menderita dan yang penting tidak terjadi keributan atau kekacauan. Pembawa damai selalu mengutamakan kepentingan orang lain ketimbang kepentingan diri sendiri. Kalau damai itu definisinya atau artinya begitu sementara yang membawa damai belum mengalami damai pribadi, yaitu masih ada suatu kesombongan, mana mungkin damai itu akan terjadi. Alasan ketiga mengapa orang sulit berdamai dengan diri sendiri, karena masih hidup dalam kemunafikan. Dalam 1 Yohanes 4:20 dijelaskan, “Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” Orang munafik selalu mengatakan yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya. Orang munafik selalu ingin terlihat baik, sementara dia itu adalah tidak baik. Orang munafik adalah orang yang bermuka dua. Padahal, pembawa damai itu ibarat pertemuan orang yang saling berjabat tangan atau salaman, hingga ada keinginan untuk merasakan damai. Tidak ada kesombongan, kebohongan, benci, dan gosip di setiap percakapan dalam pertemuan tersebut. Bahkan, percakapan yang terjadi hanya menyenangkan hati tanpa ada unsur ketidakbaikan. Pembawa damai adalah orang yang selalu pro aktif untuk melakukan yang baik, selalu menyelesaikan setiap masalah dan persoalan yang ada. Pembawa damai adalah orang yang tidak pernah kecil hati pada saat orang lain tidak menghargai apa yang ia lakukan, meski dia telah melakukannya dengan penuh pengorbanan dan perjuangan keras. Kalau pengertian damai yang seperti itu sementara pembawa damai masih munafik, apakah akan terjadi damai? Tidak mungkin. Bapak, Ibu dan Saudaraku. Oleh sebab itu, agar dapat berdamai dengan diri sendiri, maka kita harus berhenti hidup dari keras kepala, berhenti hidup dari kesombongan dan keangkuhan, berhenti hidup dari kemunafikan. Bapak, Ibu dan Saudara. Keberadaan orang percaya seharusnya selalu membawa damai bagi semua orang. Sebab, membawa damai berarti mengekspresikan kasih Allah. Bukan sebaliknya, kita justru menjadi batu sandungan dan membuat orang lain kecewa dan sakit hati. Bukti bahwa kita sudah menjalankan tugas pendamaian adalah ketika hidup kita sudah menjadi kesaksian bagi banyak orang. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata: “Berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Oleh karena itu, libatkan selalu Allah dalam langkah kehidupan kita, maka sebutan anak-anak Allah akan menjadi predikat dalam kehidupan kita. Kalau kita disebut anak-anak Allah, maka kita adalah ahli waris di dalam kerajaan Sorga. Oleh sebab itu, marilah kita terus-menerus mengoreksi diri kita, membereskan hidup kita, senantiasa bertobat secara sungguh-sungguh, tetap memelihara iman kepada Tuhan Yesus dan hubungan kasih dengan sesame, supaya hubungan kita dengan Tuhan semakin akrab, semakin karib sehingga Tuhan sayang kepada kita. Amin. Pdt. Hariyadi, M.Th. (Ketua Sinode Gereja Anugerah Injil Sepenuh) (sumber: kemenag.go.id) |