Bagaimana sikap pemerintahan militer jepang terhadap pergerakan nasional Indonesia

Bagaimana sikap pemerintahan militer jepang terhadap pergerakan nasional Indonesia

Bagaimana sikap pemerintahan militer jepang terhadap pergerakan nasional Indonesia
Lihat Foto

Australian War Memorial

Rakyat yang dipaksa bekerja oleh Jepang sakit dan kurang gizi. Mereka ditemukan oleh pasukan sekutu (Australia) di Kalimantan pada tahun 1945 setelah ditinggal tentara Jepang.

KOMPAS.com - Pendudukan Jepang dari 1942 hingga 1945 menjadi salah satu masa terkelam bangsa Indonesia.

Kehidupan rakyat kala itu sangat memprihatinkan. Tenaga dan sumber daya Indonesia diperas untuk kepentingan perang Jepang.

Namun, berkat penjajahan Jepang pula Indonesia bisa punya angkatan perang yang terlatih dan merdeka pada 17 Agustus 1945.

Apa saja dampak pendudukan Jepang bagi kehidupan saat itu? Berikut penjelasannya seperti dikutip dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019).

Baca juga: Kedatangan Jepang di Indonesia, Mengapa Disambut Gembira?

Dampak politik

Ketika pertama datang ke Indonesia, Jepang disambut gembira oleh rakyat Tanah Air. Jepang mengenalkan dirinya sebagai "saudara tua" dan "pembebas" Asia dari kapitalisme dan imperialisme bangsa Eropa.

Bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya yang tadinya dilarang oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, diizinkan oleh Jepang.

Setiap pagi, lagu Indonesia Raya diputar di radio. Bendera Merah Putih juga dikibarkan di samping bendera Jepang.

Namun itu hanya berlangsung sesaat. Tak berapa lama, Jepang malah melarang pemutaran Indonesia Raya dan pengibaran merah putih.

Bagaimana sikap pemerintahan militer jepang terhadap pergerakan nasional Indonesia

Bagaimana sikap pemerintahan militer jepang terhadap pergerakan nasional Indonesia
Lihat Foto

Konflik Bersejarah - Ensiklopedi Pendudukan Jepang (2013)

Rakyat Indonesia sedang melakukan seikerei. Seikerei adalah penghormatan setiap pagi pada Tenno Heika (Kaisar Jepang) dengan cara membungkuk ke arah Tokyo.

Rakyat juga diwajibkan untuk seikerei. Seikerei adalah penghormatan setiap pagi pada Tenno Heika (Kaisar Jepang) dengan cara membungkuk ke arah Tokyo.

Baca juga: Perang Asia Timur Raya: Latar Belakang dan Posisi Jepang

Media komunikasi seperti surat kabar, majalah, kantor berita, radio, film, dan pertunjukan sandiwara dibatasi dan diawasi ketat. Saluran-saluran itu hanya digunakan untuk propaganda yang menguntungkan Jepang.

Bagaimana sikap pemerintahan militer jepang terhadap pergerakan nasional Indonesia

Bagaimana sikap pemerintahan militer jepang terhadap pergerakan nasional Indonesia
Lihat Foto

Konflik Bersejarah - Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia (2013)

Letnan Jenderal Imamura Hitoshi (kedua dari kiri) berfoto bersama para petinggi militer Jepang di Saigon, Vietnam. Perwira paling kanan adalah Marsekal Terauchi, Panglima Jepang di Asia Tenggara.

KOMPAS.com - Ketika Jepang mulai menduduki Tanah Air, salah satu hal yang pertama dilakukan adalah membentuk sistem pemerintahan.

Dikutip dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019), ada dua dokumen yang mencatatat penyelenggaraan pemerintahan militer Jepang di Indonesia dari 1942-1945.

Dokumen pertama adalah Nampo Senryochi Gyosei Jisshi Yoryo atau Asas-asas Mengenai Pemerintahan di Wilayah-wilayah Selatan yang Diduduki.

 Baca juga: PETA, Pasukan Indonesia Bentukan Jepang

Dokumen itu memuat empat rencana pokok pemerintah Jepang setelah militer menguasai negara-negara di Asia Tenggara/Asia Selatan:

  1. Sasaran pemerintah militer adalah memulihkan ketertiban umum, mempercepat penguasaan sumber-sumber yang vital bagi pertahanan nasional, dan menjamin berdikari di bidang ekonomi bagi personel militer.
  2. Status terakhir wilayah-wilayah yang diduduki dan pengaturannya pada masa depan akan ditentukan terpisah.
  3. Dalam pelaksanaan pemerintahan militer, organisasi-organisasi pemerintahan yang ada akan dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan menghormati struktur organisasi tradisional dan kebiasaan-kebiasaan setempat.
  4. Penduduk setempat akan dibina sedemikian rupa sehingga mempunyai kepercayaan kepada pasukan-pasukan Jepang. Dengan demikian, gerakan-gerakan kemerdekaan pendudukan setempat dapat dicegah.

 Baca juga: Heiho dan PETA, Organisasi Militer Bentukan Jepang

Dokumen kedua adalah Nampo Senryochi Gyosei Jisshi ni Kansuru riku-kaigun Chuuoo Kyotei atau Persetujuan Pokok antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut mengenai Pemerintahan Militer di Wilayah-wilayah yang Diduduki.

Dokumen itu menyebutkan wilayah Indonesia akan menjadi wewenang Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang.

Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali dipegang Angkatan Darat. Sementara Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua berada di bawah Angkatan Laut.

Baca juga: Kedatangan Jepang di Indonesia, Mengapa Disambut Gembira?

Mengacu pada kedua dokumen itu, sejak kapitulasi atau penyerahaan kekuasaan Hindia Belanda kepada Jepang lewat Perjanjian Kalijati pada 8 Maret 1942, berdirilah tiga pemerintahan militer Jepang di Indonesia. Berikut pembagiannya:

  1. Pulau Sumatera diperintah oleh Tentara ke-25 Angkatan Darat Jepang (Tomi Shudan). Markas besarnya di Bukittinggi.
  2. Pulau Jawa dan Bali dipegang Tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang (Asamu Shudan). Markas besarnya di Batavia.
  3. Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dikuasai Angkatan Laut. Pimpinannya adalah Armada ke-3 Angkatan Laut Jepang. Markas besarnya di Makassar.

Di antara tiga pembagian itu, Tentara ke-16 paling dominan. Ini karena Jawa adalah pusat pemerintahan dan politik sejak zaman Hindia Belanda.

 Baca juga: Pemerintahan Sipil Jepang di Indonesia

Pemerintahan sementara langsung kemudian diberlakukan sesuai dengan Osamu Seirei (Undang-Undang yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Ke-16). Ketentuan dalam undang-undang tersebut sebagai berikut:

  1. Jabatan Gubernur Jenderal pada masa Hindia Belanda dihapuskan. Kekuasaannya diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa.
  2. Para pejabat pemerintah sipil beserta pegawainya di masa Hindia
  3. Belanda tetap diakui kedudukannya, asalkan setia terhadap tentara pendudukan Jepang.
  4. Badan-badan pemerintah dan undang-undang di masa Belanda tetap diakui secara sah untuk sementara waktu. Asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang.

Baca juga: Gerakan Tiga A dan Propaganda Jepang

Pembahasan mengenai sikap kaum pergerakan terhadap penjajahan Jepang di Indonesia.

GridKids.id - Kids, bagaimana sikap kaum pergerakan terhadap penjajahan Jepang di Indonesia?

Sejarah mencatat, Jepang resmi mengambil alih pemerintahan di Indonesia dari Belanda usai penandatanganan Perjanjian Kalijati.

Perjanjian Kalijati yang terjadi pada tanggal 8 Maret 1942 silam di Kalijati, dekat Subang, Jawa Barat.

Perjanjian ini adalah tanda resmi menyerahnya Belanda terhadap Jepang di Perang Asia Timur Raya atau yang menjadi serangkaian dari Perang Dunia II.

Di dalam artikel ini, GridKids akan membahas mengenai bagaimana sikap kaum pergerakan terhadap penjajahan Jepang di Indonesia.

Lalu, bagaimana sikap kaum pergerakan saat Jepang masuk ke Indonesia? Berikut ini penjelasannya!

Sikap kaum pergerakan terhadap penjajahan Jepang adalah awalnya menyambut dengan baik.

Ya, kedatangan Jepang di Nusantara memunculkan harapan akan bantuan Jepang dapat mengakhiri penderitaan atas penjajahan Belanda.

Namun seiring tahun berlalu, Jepang memanfaatkan Indonesia untuk kepentingannya dalam perang.

Baca Juga: Kelas 6 SD: Pengaruh Masa Penjajahan pada Kehidupan Sosial Budaya di Asia Tenggara

Sebelum masa pendudukan Jepang di Indonesia. yaitu masa kolonialisme Belanda, sudah banyak berdiri organisasi-organisasi pergerakan nasional. Beberapa diantaranya cenderung bersikap non kooperatif seperti Sarikat Islam, Perhimpunan Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partindo, dan lain-lain. Organisasi tersebut memiliki bersifat radikal yang tidak bersedia bekerja sama dengan pemerintah penjajah. Untuk itu, pada saat Jepang menancapkan kedudukannya di Indonesia, Jepang mengambil langkah tegas dengan membubarkan seluruh organisasi pergerakan, kecuali MIAI. Majelis Islam A’la Indonesia tetap dipertahankan karena anti Barat sehingga dianggap sevisi dengan pemerintah Jepang. Sebagai gantinya, pemerintah Jepang membentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti Gerakan 3A, PUTERA, PETA, dan Jawa Hokokai dengan bertujuan untuk memperkuat kedudukannya.

Dengan demikian, kebijakan Jepang untuk menghindari bayang-bayang organisasi pergerakan radikal dan non kooperatif adalah melarang semua kegiatan politik dan segala bentuk perkumpulan termasuk organisasi pergerakan.