Bagaimana tanggapan rakyat boyolali tentang tampang boyolali

tirto.id - Pidato Prabowo Subianto soal tampang Boyolali tak bisa masuk ke hotel dapat reaksi keras dari pengusaha hotel. Prabowo dianggap memberikan komentar tanpa dasar.

“Ngawur. Itu enggak benar," kata Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani kepada reporter Tirto, Sabtu (3/11/2018).

Pidato “tampang Boyolali" disampaikan Prabowo saat meresmikan kantor Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi di Boyolali, Selasa (30/10). Dalam pidato yang dilansir di akun youtube Gerindra TV itu (menit 16.16 hingga 17.26), Prabowo bicara soal kemiskinan saat menyinggung tampang Boyolali itu.

Dalam pidatonya ini, Prabowo berkata “kalau masuk mungkin kalian diusir karena tampang kalian tidak tampang orang kaya. Tampang kalian, ya, tampang-tampang Boyolali ini...,'.

Menurut Haryadi, karena sejauh ini belum pernah ada konsumen yang melaporkan petugas hotel bertindak diskriminatif lantaran cara berpakaian atau perawakan.

“Hotel itu kan ruang publik. Semua orang bisa dateng dan tidak ada perbedaan," ujarnya.

Baca juga:

  • Yang Tak Bisa Diraih Prabowo tapi Sukses Dicapai Orang Boyolali

Haryadi juga menyoroti penggunaan frasa tampang Boyolali yang dikaitkan dengan industri perhotelan. Selain karena tidak ada hubungan dan menyinggung warga Boyolali, pernyataan itu juga membangkitkan kembali memori kolektif masyarakat Indonesia tentang zaman penjajahan Hindia-Belanda.

“Kalau zaman [kolonial] Belanda mungkin ada [diskriminasi]. Dulu, kan, pribumi enggak boleh masuk, bahkan disamakan seperti anjing," tuturnya.

Pada sisi lain, Haryadi menganggap, pidato Prabowo berpotensi memunculkan perasaan antipati yang kuat dari masyarakat. Perasaan ini muncul terutama dari warga dengan kelas ekonomi bawah yang tak pernah merasakan langsung pelayanan hotel-hotel di Jakarta.

“Kok tega banget sih ngomong begitu. Yang namanya hotel enggak ada pembatasan orang, maaf ya, dia jelek ataupun bagus. Kan enggak ada peraturan itu," kata dia.

Kendati demikian, Haryadi yakin masyarakat sudah cerdas dan pidato tersebut tak akan berpengaruh pada industri perhotelan.

“Jadi enggak usah, lah, sebut yang kayak gitu. Kalau bagi kami ya itu, kan, pendapat pribadi Pak Prabowo. Tapi kenyataannya enggak ada," imbuhnya.

Dihubungi terpisah, Head of Marketing Communiation Hotel Milenium Jakarta, Rita Purnaeni, menyampaikan hotel di Jakarta umumya punya standar pelayanan yang nyaris mirip satu sama lain. Pelayanan hotel mengutamakan kepentingan calon konsumen terlepas dari latar belakang pekerjaan atau strata sosial mereka.

Rita mengakui memang ada perbedaan perlakuan berbeda kepada konsumen yang sudah jadi jadi langganan dan konsumen baru. Namun, menurut dia, tidak pernah ada pengusiran tamu.

“Tamu yang sudah sering datang pastinya kita akan lebih kenal dan biasanya kami sapa dengan nama mereka supaya ada rasa welcome back. Tapi kalau untuk service, kami selalu usahakan memberikan yang terbaik," kata Rita.

Baca juga:

  • Pidato "Tampang Boyolali" & Taktik Prabowo Garap Basis Suara Jokowi

Pada kesempatan terpisah, Faldo Maldini selaku juru bicara BPN Prabowo-Sandi mengatakan, ada pemotongan pidato Prabowo. Itu dilakukan sebagai usaha menghilangkan substansi kritik Prabowo.

“Sudah diplintir pihak tertentu. Ada pihak yang mau hate spin. Pelintiran kebencian," katanya kepada reporter Tirto, Jumat (2/11).

Faldo mengatakan pernyataan Prabowo adalah metafora yang digunakan untuk menyindir pemerintah saat ini lantaran belum sukses menyejahterakan masyarakat desa, seperti di Boyolali. Dia tidak ingin penurunan kesejahteraan terus berlangsung. “Itu pesan pak Prabowo," kata Faldo.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan menarik lainnya Hendra Friana
(tirto.id - hen/tii)

Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Sumber gambar, Antara Foto/Aloysius Jarot Nugroho

Keterangan gambar,

Para demonstran di Boyolali, Minggu (04/11), meminta Prabowo Subianto meminta maaf karena mengeluarkan pernyataan kontroversial tentang masyarakat kabupaten tersebut.

Pernyaatan calon presiden Prabowo Subianto tentang kemiskinan masyarakat Boyolali, Jawa Tengah, memicu pro-kontra dan dikaitkan dengan konstelasi politik tahun 2019.

Namun akademisi menyebut kesejahteraan versi Jakarta tak selalu sama dengan nilai kebahagiaan lokal.

"Kebahagiaan dan kemakmuran relatif, tidak bisa diukur dengan material saja," kata Guru Besar Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Negeri Surakarta, Andrik Purwasito, Senin (05/11).

"Orang Jawa mengukur kebahagiaan juga dari sisi spiritual," ujar Andrik saat dihubungi.

Andrik mengatakan, penilaian terhadap suatu kelompok masyarakat seharusnya didasarkan pada indikator lokal. Menginap di hotel berbintang, kata Andrik, belum tentu penanda kemakmuran warga pedesaan.

"Daerah pegunungan tidak boleh dikatakan miskin. Ada rahmat gunung berupa air yang cukup. Mestinya data itu diolah dahulu, tanya pada orang Boyolali," kata Andrik.

Pernyataan Prabowo yang ramai dibicarakan muncul saat ia meresmikan kantor Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno di kabupaten itu, 30 Oktober lalu.

Politikus Partai Gerindra, Andre Rosiade, menyebut melalui pidato itu Prabowo sebenarnya tengah mengkritik perekonomian Indonesia. Andre mengklaim kalimat Prabowo disalahartikan oleh sebagian pihak.

"Ada upaya memelintir pernyataan Prabowo. Ini menggiring kita ke politik rasial dan kebencian."

"Substansi pidato kesenjangan ekonomi, tidak ada niat mendiskreditkan atau menghina masyarakat Boyolali," ujar Andre.

Sumber gambar, Dhemas Reviyanto

Keterangan gambar,

Prabowo menyatakan pernyataannya soal 'masyarakat Boyolali yang miskin dan tak pernah masuk hotel mewah' hanyalah candaan semata.

Merujuk transkrip yang dilansir Kompascom, pidato Prabowo terdiri dari 790 kata.

Di tengah pidatonya, Prabowo berkata, "negara dan bangsa kita masih dalam keadaan tidak baik, ekonomi kita tidak di tangan bangsa kita sendiri."

Kemudian Prabowo menuturkan, "Saya keliling Jakarta saya lihat gedung-gedung mewah, gedung-gedung menjulang tinggi, hotel-hotel mewah."

"Tapi saya yakin kalian tidak pernah masuk hotel-hotel tersebut. Kalian kalau masuk mungkin kalian diusir, tampang kalian tampang tidak orang kaya, tampang kalian, tampang Boyolali."

"Karena itulah saya melihat rakyat masih banyak yang tidak mendapatkan keadilan dan tidak dapat kemakmuran, dan tidak dapat kesejahteraan," kata Prabowo saat itu.

Bagaimanapun, kubu Jokowi tetap berkeras Prabowo mengkritik pemerintah secara keliru. Sebagai tokoh nasional yang tengah maju dalam pemilihan presiden, Prabowo diminta tak mengeluarkan pernyataan kontroversial.

"Jangan asosiasikan perilaku negatif pada kelompok atau daerah tertentu. Semua kelompok harus dirangkul dengan bahasa dan tutur kata yang lebih baik," kata politikus Golkar, Ace Hasan Syadzily.

Sumber gambar, Getty Images/Ulet Ifansasti

Keterangan gambar,

Masyarakat Boyolali rutin menggelar tradisi spiritual nyadran yang telah dimulai sejak era Sunan Kalijaga.

Merujuk data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, tingkat kemiskinan di Boyolali terus menurun dalam periode 1999 hingga 2013.

Pada 1999, persentase kemiskinan di kabupaten itu mencapai 36.91%. Angka itu turun menjadi 13,27% tahun 2013.

Adapun, Badan Pusat Statistik menyebut jumlah penduduk miskin di Boyolali mencapai 116.390 orang atau 11,96% pada 2017. Persentase itu di atas kemiskinan nasional yang berkisar 10,12%.

Andrik Purwasito mengatakan beragam proyek pembangunan pernah muncul di Boyolali, baik yang memicu resistensi maupun yang mampu melibatkan partisipasi warga.

Pembangunan Waduk Kedung Ombo merupakan salah satu proyek kontroversial di kabupaten itu. Selama 1985 hingga 1991, penduduk dari 37 desa digusur pemerintah untuk merealisasikan waduk tersebut.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menuding proyek itu memicu kemiskinan di Boyolali. Ganti rugi yang ditetapkan pemerintah kala itu disebut lebih rendah dari anggaran yang dipinjamkan Bank Dunia.

"Warga Boyolali kritis pada persoalan kehidupan tapi adaptif pada pembangunan dan pembaruan. Demokratisasi di sana berjalan cukup baik," ujar Andrik.

Sumber gambar, Barcroft Media

Keterangan gambar,

Usaha ukiran kayu berkembang di Boyolali, salah satunya ukiran motor besar yang diekspor ke Eropa.

Dalam konstelasi politik, Boyolali lekat dengan PDIP, Partai berlambang kepala Banteng itu memegang 25 dari total 45 kursi DPRD. Bupati Boyolali saat ini, Seno Samudro, memenangkan pilkada 2015 dengan dukungan PDIP.

Ahad lalu, Seno dan sejumlah anggota DPRD setempat berunjuk rasa di jalanan Boyolali. Mereka mendesak Prabowo meminta maaf pada warga Boyolali.

Pada hari yang sama di Tangerang, Banten, Joko Widodo menyatakan orangtuanya berasal dari Boyolali. Namun Jokowi tak menyebut apapun yang berkaitan dengan pidato Prabowo.

"Yang namanya berpolitik itu ya yang harusnya beradab, beretika dan dengan tata krama," katanya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA