Bangsa Melanesia diperkirakan berasal dari daerah

Page 2

Bab IV DPRD Provinsi Riau Masa Reformasi A. Periode 1999-2004

B.1 Tugas dan Wewenang B.2 Fraksi-fraksi B.3 Alat Kelengkapan Dewan B.3.1 Pimpinan B.3.2 Panitia Musyawarah B.3.3 Komisi-komisi B.3.4 Badan Kehormatan ...... B.4 Pergantian Antar Waktu B.5 Sekretariat DPRD B.6 Pelaksanaan Tugas DPRD Riau B.6.1 Fungsi Legislasi B.6.2 Fungsi Pengawasan B.6.3 Fungsi Anggaran

A. Sejarah Pembentukan Provinsi Riau

Masa-masa prasejarah Riau, sebagaimana juga Sumatera, masih gelap dan sulit diketahui. Sangat sedikit fosil-fosil purba nenek moyang manusia purba Riau yang dapat di temukan di kawasan ini. Fosil-fosil purbahan bukan dari laut sebelum zaman Holosen dan sesudah zaman Mesozoikum dapat dikatakan tidak ada. Sejak kapan manusia purba pertama yang mendiami Riau, nyaris tidak diketahui sama sekali. Bukti-bukti yang dapat menjelaskan hanyalah penemuan sisa alat-alat yang terbuat dari batu. Sisa itu ditemukan dibawah lapisan tufa yang diperkirakan berasal dari letusan gunung berapi Toba 75.000 tahun yang lalu yang menyebabkan terbentuknya Danau Toba yang sekarang. Pada masa itu terbukti adanya manusia zaman batu di Sumatera.

Setelah ribuan tahun kemudian para ahli purbakala memperkirakan belum ada penduduk tergolong ras Melayu yang mendiami Kepulauan Indonesia dan Malaysia, sudah ada penduduk penghuni kawasan ini yang tergolong ras Weddoid dan Austroloid. Mereka adalah suku bangsa pengembara, berburu meramu hasil-hasil hutan dan menganut kebudayaan Batu Tua (Mesolithicum). Para ahli purbakala dan antropologi mengemukakan, suku bangsa zaman Mesolitikum itu berasal dari daerah Hoabinh di Indo Cina. Mereka bertubuh kecil tetapi kuat, berkulit hitam, dan rambutnya lebat. Mereka hidup semasa 5.000 hinga 3.000 tahun yang silam dan menganut kebudayaan Hoabinchina. Mereka datang dari arah Selatan menuju Semenanjung Malaysia, menyeberang ke daratan Sumatera, dan lainnya menuju Kepulauan Melanesia di Lautan Pasific. Suku bangsa inilah diduga yang pertama mendiami Riau dan Semenanjung Malaysia. Suku bangsa berikut adalah yang sudah agak maju yang mendukung kebudayaan Batu Baru (Neolitikum) dan kebudayaan Batu Besar (Megalitikum).

Mereka ini disebut sebagai asal mula ras rumpun bangsa Melayu yang dikenal sebagai Proto Melayu. Perpindahan terjadi pada masa Neolitikum sekitar 3.000 hingga 1.500 tahun yang lalu. Kaum Proto Melayu ini disamping telah memakai kapak Batu juga sudah menggunakan alat-alat terbuat dari besi dan perunggu. Mirip alat-alat drum (nekara) perunggu yang berasal dari Dongson.

Page 3

buku-buku terlihat nafas Islam yang dominan dan sangat kental.

Melaka juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di kawasan ini. Disamping itu pada masa kejayaan ini pulalah Bahasa Melayu berkembang semakin luas dan mendalam dalam pergaulan antar bangsa di kasawan ini. Bahasa Melayu tumbuh menjadi bahasa lingua franca (bahasa pergaulan). Inilah masa kemaharajaan Melayu Melaka yang cemerlang dan mencapai puncak kejayaannya.

Setelah dikuasainya Melaka oleh Portugis pada tahun 1511, sebagai dimulainya era kolonialisme Barat di kawasan ini, maka terjadilah kemunduran pada kerajaan Melayu ini. Orang-orang Melayu mulai mengalihkan pusat perdagangannya ke pusat bandar-bandar lain, ternasuk ke Tanjungpinang dan Pulau Bintan.

Sultan Mahmud Syah | yang menguasai Melaka pada waktu itu berusaha mengalihkan perdagangan dari Melaka ke Bandar-bandar di beberapa tempat termasuk di Bintan. Ia memperkenalkan Tanjungpinang kepada padagang-padagang dari India, Cina dan dari daerah lain di Indonesia masa itu, sebagai Bandar perdagangan Internasional. Kerajaan Melayu Johor

Karena situasi kurang menguntungkan pada masa itu, usaha sultan untuk mengembangkan Bintan sebagai pusat kerajaan Melayu agak terhambat dan Sultan kemudian memindahkan seluruh kegiatan perdagangan dan ibu kota kerajaan Melayu dari Bintan ke Johor, bersama ini Belanda melalui VOC juga mulai melakukan campur tangan dan memonopolikan usaha perdagangan hasil bumi di Johor dengan berbagai cara. Belanda juga terus melakukan penguasaan daerah-daerah bekas taklukan Portugis di Melaka, termasuk di Riau. Sehingga Riau yang semula merupakan pusat perdagangan Internasional, di persempit dan diisolir.

Pada masa itu Melayu Johor yang terus menerus dibawah kekuasaan Portugis (kemudian dilanjutkan oleh Belanda dan Inggris), tidak dapat berkembang dengan baik. Usaha menumbuhkan Johor sama dengan peran semula Melaka, selalu terhambat dengan berbagai konflik, baik di dalam kalangan pejabat istana maupun konfik dagang. Sehingga kehidupan ekonomi dan politik pada pusat Kemaharajaan di Johor mulai terasa goyah.

Campur tangan kaum pedagang Bugis dan Minangkabau sampai urusan ke lingkungan pejabat istana semakin menambah kesulitan Sultan Mahmud dalam menghadapi serangan Portugis. Setelah terbunuhnya Sultan Mahmud Syah pada tahun 1699 di Johor oleh Mengat Sri Rama. Bendahara Abdul Jalil yang berkedudukan di Johor diangkat menjadi Sultan.

Page 4

DPRDS | antar 4 kabupaten dalam Keresidenan Riau di Bengkalis pada 7 Agustus 1957. Pada tanggal 1-9 September 1955 delegasi DPRDS 4 Kabupaten itu mengadakan pertemuan dengan pemuka-pemuka Riau menghadap Menteri Dalam Negeri Mr.R.Soenaryo yang menghasilkan keterangan Nomor De/44/12/13/7 yang ditandatangini oleh Menteri Dalam Negeri. Isinya : "Persoalan itu akan diberi perhatian seperlunya dan pembagian wilayah RI dalam daerah yang baru sedang direncanakan”. Saat ini di Jakarta juga dibentuk Badan Penghubung Persiapan Provinsi Riau di Jakarta. Pada perkembangan berikutnya dilangsungkan Kongres Rakyat Riau pada 31 Januari hingga 2 Februari 1958.

Keputusan Kongres Hasil KongresRakyat Riau memberikan beberapa keputusan penting yaitu : 1. Menuntut supaya daerah Riau yang meliputi Kabupaten Kampar,

Bengkalis, Indragiri dan Kepulauan Riau segera dijadikan daerah

otonomi tingkat satu Riau (Provinsi). 2. Menyatakan bahwa yang dimaksud dengan rakyat Riau adalah

bangsa Indonesia yang tinggal dan mencari nafkah di situ, tanpa

memandang suku. 3. Usaha untuk melaksanakan tujuan tersebut :

- Membuat dan mengirimkan resolusi kepada pemerintah dan

DPR. - Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan provinsi Riau

untuk membuat nota penjelasan mengenai keputusan tersebut. - Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan provinsi Riau untuk menyelenggarakan dan melaksanakan segala pekerjaan guna mencapai tujuan tersebut. - Panitia Persiapan provinsi Riau diharuskan menambah anggot

anya. 4. Tuntutan melalui parlemen, agar pembentukan Provinsi Riau

dapat disamakan dengan pembentukan provinsi-provinsi di Kali mantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Aceh.

Akhirnya Sidang Kabinet Pada tanggal 1 Juli 1957 menyetujui Riau dan Jambi menjadi Provinsi, dan dengan Undang-Undang Darurat No. 19 tahun 1957 dan kemudian ditetapkan dengan Undang-Undang No.61 tahun 1958 menjadi Provinsi Riau. Kemudian, pada tanggal 5 Maret 1958 dilantik di Tanjungpinang yang menjadi ibukota Provinsi Riau, Mr.S.M Amin menjadi Gubernur yang pertama.

Page 5

DPRDS | antar 4 kabupaten dalam keresidenan Riau di Bengkalis pada 7 Agustus 1957. Pada tanggal 1-9 September 1955 delegasi DPRDS 4 Kabupaten itu mengadakan pertemuan dengan pemuka-pemuka Riau menghadap Menteri Dalam Negeri Mr.R.Soenaryo yang menghasilkan keterangan Nomor De/44/12/13/7 yang ditandatangini oleh Menteri Dalam Negeri. Isinya : "Persoalan itu akan diberi perhatian seperlunya dan pembagian wilayah RI dalam daerah yang baru sedang direncanakan". Saat ini di Jakarta juga dibentuk Badan Penghubung Persiapan Provinsi Riau di Jakarta. Pada perkembangan berikutnya dilangsungkan Kongres Rakyat Riau pada 31 Januari hingga 2 Februari 1958.

Keputusan Kongres Hasil Kongres Rakyat Riau memberikan beberapa keputusan penting yaitu : 1. Menuntut supaya daerah Riau yang meliputi Kabupaten Kampar,

Bengkalis, Indragiri dan Kepulauan Riau segera dijadikan daerah

otonomi tingkat satu Riau (Provinsi). 2. Menyatakan bahwa yang dimaksud dengan rakyat Riau adalah

bangsa Indonesia yang tinggal dan mencari nafkah di situ, tanpa

memandang suku. 3. Usaha untuk melaksanakan tujuan tersebut :

- Membuat dan mengirimkan resolusi kepada pemerintah dan

DPR. - Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan provinsi Riau

untuk membuat nota penjelasan mengenai keputusan tersebut. - Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan provinsi Riau untuk menyelenggarakan dan melaksanakan segala pekerjaan guna mencapai tujuan tersebut. - Panitia Persiapan provinsi Riau diharuskan menambah anggot

anya. 4. Tuntutan melalui parlemen, agar pembentukan Provinsi Riau

dapat disamakan dengan pembentukan provinsi-provinsi di Kali mantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Aceh.

Akhirnya Sidang Kabinet Pada tanggal 1 Juli 1957 menyetujui Riau dan Jambi menjadi Provinsi, dan dengan Undang-Undang Darurat No. 19 tahun 1957 dan kemudian ditetapkan dengan Undang-Undang No.61 tahun 1958 menjadi Provinsi Riau. Kemudian, pada tanggal 5 Maret 1958 dilantik di Tanjungpinang yang menjadi ibukota Provinsi Riau, Mr.S.M Amin menjadi Gubernur yang pertama.

Page 6

FOTO-FOTO SEKRETARIS DPRD PROVINSI RIAU

DARI MASA KE MASA

Luas Provinsi Riau 329.867.61 km2 yang terdiri wilayah daratan 94.561,61 km2 (28,67%) dan lautan perariran seluas 235.306 km masih memiliki potensi sumber daya alam kelautan dan pesisir yang belum tergalikan, disamping daerah aliran sungai, kawasan bakau (mangrove), kawasan gambut dan kawasan pasang surut yang potensial bagi pengembangan sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan pertambangan.

Namun demikian berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 tanggal 25 Oktober 2002 tentang Provinsi Kepulauan Riau, maka luas wilayah Riau mengalami perubahan menjadi 114.056,90 km2 dan selanjutnya sisanya merupakan wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Secara administratif pemerintahan, setelah direalisasikannya pemekaran provinsi, maka Provinsi Riau terdiri atas 11 kabupaten/kota yaitu: Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Siak dan Kabupaten Bengkalis.

Berdasarkan data sensus nasional tahun 2003, jumlah penduduk Riau, sebelum pemekaran berjumlah 5.307.863 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 3,8% per tahun. Sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi Riau pada tahun 2003 mencapai 5,20% dan diperkirakan pada

Page 7

Sejarah terus bergulir, dan pada akhirnya Riau menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah dengan gabungan wilayah Sumatera Barat, Jambi dan Keresidenan Riau. Kondisi ini ternyata tidak membawa manfaat yang berarti terhadap pembangunan Riau, sehingga timbullah keingin rakyat Riau untuk hidup dalam wilayah tersendiri.

Gerakan ini dipelopori beberapa pemuka masyarakat Riau. Mereka menginginkan daerah otonomi tersendiri. Hal ini, kemudian diperkuat dengan Kongres Pemuda Riau 17 Oktober 1954 di Pekanbaru.

Begitu heroiknya para pemuda dan rakyat Riau berjuang. Selanjutnya, setelah keinginan untuk berdiri sendiri sebagai sebuah daerah otonom bernama Provinsi Riau terpenuhi, langkah selanjutnya adalah menyusun tatanan pemerintahan yang terlembaga sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Salah satunya, adalah pembangunan ideologi dan politik. Pembangunan dua sector ini di Provinsi Riau sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. Secara ideologis pembangunan diarahkan kepada terwujudnya tatanan masyarakat dan rakyat secara umum berdasarkan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara dan konskwen. Untuk terlaksananya tugas pokok tersebut dilakukan beberapa usaha, diantaranya yang paling penting adalah mengadakan konsolidasi dalam politik dengan mengisi lembaga legislative berbentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, yang selanjutnya disingkat DPRD-GR, dengan komposisi anggota partai politik 19 kursi dan Golongan Karya (Golkar) 26 kursi.

Komposisi ini berdasarkan Surat Keputusan Mendagri No. Pemda 4/9/26-27 tanggal 13 November 1967 dan 10 Februari 1970 No. Pemda 5/2/24-31. Berdasarkan Keputusan DPRD-GR No. 01/KPTS/DPRD/1968 ditetapkan Pimpinan DPRD-GR Riau sebagai berikut: Ketua

: M Yatim D, BA (Alim Ulama Islam) Wakil Ketua : M Syafei Abdullah (PSII) Wakil Ketua : Drs. Hudaya (SOKSI) Wakil Ketua : Drs. Maridin Arbis (NU)

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Mendagri No. 12/1969 tanggal 4 Desember 1969 komposisi DPRD-GR berubah menjadi Golongan Politik 22 kursi dan Golongan karya 23 kursi. Pada saat itu diangkat anggota MPRS dari Riau, yaitu:

a) Arifin Achmad (Gubernur KDH Provinsi Riau) b) Raja Rusli BA

Page 8

- Fraksi Karya Pembangunan (FKP) Ketua

: H. Thamrin Nasution, BA Wakil Ketua

: H. Himron Saheman Wakil Ketua

: Syed Abdullah Gazaly Wakil Ketua

: Marjadi, SH Sekretaris

: Drs. Ismed Harunsyah Wakil Sekretaris

: Harun Ghazali, BA Wakil Sekretaris

: Drs. Mujtahid Thalib - Fraksi Persatuan Pembangunan (FPP) Ketua

: H. M. Nur Rahman Sekretaris

: Nurbay Juss Wakil Sekretaris : R. M. Yunus K - Fraksi ABRI Ketua

: Sartidjo, BA Sekretaris

: Idris Siradj - Fraksi PDI Ketua merangkap anggota : Malik Mansyur

Dengan telah terbentuknya beberapa alat kelengkapan dewan beserta keanggotaannya, termasuk juga fraksi-fraksi, maka DPRD Provinsi Daerah Tingkat | Riau melaksanakan fungsi dan tugas serta kewenangannya berdasarkan aturan dan ketentuan yang berlaku.

Salah satu hasil-hasil yang dicapai dalam periode 1982-1987 ini, adalah pemilihan Gubernur Riau masa bakti 1985-1990. Dalam prosesnya, ada tiga calon yang mendapat restu dari Mendagri pada tanggal 2 September 1985. Sebagai hasil pemilihan telah diajukan tiga calon terpilih Kepala Daerah kepada Presiden melalui Mendagri, yaitu:

1. H. Imam Munandar 2. Drs. H. Ismail Suko 3. H. Abdurrachman Hamid

Selanjutnya, dengan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 1171 M tanggal 12 September 1985, telah ditetapkan H. Imam Munandar sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat | Riau Masa Bakti 19851990. Pelantikannya dilaksanakan tanggal 3 Oktober 1985 oleh Menteri

Page 9

Page 10

Dari hasil pemilu tersebut, maka terpilihlah para anggota DPRD Riau Masa Bakti 1987-1992. Adapun susunan pimpinan dewan pada periode ini, adalah sebagai berikut: Ketua

: Himron Saheman Wakil Ketua : Suratno Admodiharjo Wakil Ketua : Abdul Kadir Abbas

Wakil Ketua : Karsun Kastha Sedangkan susunan pimpinan fraksi-fraksi pada masa ini, adalah:

Ketua Fraksi Karya Pembangunan : Ismet Harunsyah Ketua Fraksi PPP

: Nurbay Juss Ketua Fraksi PDI

: Suratno Admodiharjo Ketua Fraksi ABRI

: Chaerudin Mustafa Menurut Ketua DPRD Riau Masa Bakti 1987-1992, Himron Saheman, ada empat kebijakan penting dalam periode ini. Pertama, pengusulan pahlawan nasional Tuanku Tambusai, dan Sultan Syarief Kasim II. Selain itu juga pengusulan pembangunan Bandara Sultan Syarif Kasim II, pengganti Bandara Simpang Tiga, dengan perpanjangan landasan pacu (runway), agar bisa didarati pesawat bermesin jet dan berukuran besar. Pada periode inilah penetapan Hari Jadi Provinsi Riau dibahas dan ditetapkan bersama DPRD Riau dan Pemerintah Daerah Tingkat I Riau. Serta terakhir juga ditetapkan nama Rumah Sakit Umum Riau menjadi RSUD Riau.

Untuk pembahasan empat kebijakan penting tersebut, dibentuk tim khusus yang beranggotakan Himron Saheman, Wan Ghalib, Kolonel purnawirawan polisi Jalik Haris, Suratno Admodiharjo, Karsun Kastha. Tim khusus inilah yang membahas dan merumuskan empat kebijakan penting itu. Pada masa ini, pembangunan Bandara Sultan Syarif Kasim Il berhasil diselesaikan dan bisa didarati pesawat jet berukuran besar. Begitu juga dengan penetapan nama RSUD Riau. Sementara penetapan Hari Jadi Provinsi Riau, dalam pembahasan tim, sempat terjadi selisih pendapat anggota tim. Dua opsi berkembang dan harus dipilih salah satunya. Pertama, apakah Hari Jadi Provinsi Riau berdasarkan tanggal ditetapkannya Undang-undang pemecahan Provinsi Sumatera Tengah menjadi tiga provinsi, Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi, atau opsi kedua, ditetapkan berdasarkan tanggal dilantiknya Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau yang pertama, Muhamad Amin Nasution.

Perbedaan pendapat ini, akhirnya tidak bisa dituntaskan pada masa DPRD Riau 1987-1992, dan dilanjutkan pada masa DPRD Riau berikutnya. Pada periode DPRD Riau 1987-1992 ini juga mulai dirintis pembangunan Gedung Djoeang, yang sekarang berdiri megah di Jalan Sudirman.

Page 11

Sama seperti periode sebelumnya, susunan keanggotaan fraksifraksi di DPRD Provinsi Daerah Tingkat Riau pun dibentuk. Pembentuk fraksi-fraksi ini dikukuhkan dengan Surat Keputusan DPRD Provinsi Daerah Tingkat | Riau 03/KPTS/DPRD/1992 tanggal 22 Agustus 1992, terdiri dari:

- Fraksi Persantuan Pembangunan (FPP) Ketua

: H. Nurbay Juss Wakil Ketua : Drs. H. Wan Abubakar MS Sekretaris : Syahril Syam - Fraksi Karya Pembangunan (FKP) Ketua

: Drs. H. Ruspan Aman Wakil Ketua : H. Bakri K, BA Wakil Ketua : Drs. Anwar Saleh Wakil Ketua : Drs. Suhartoko Sekretaris : Drs. H. Umar Umayyah, BSc Wakil Sekr : Bunaya Sidhi, SH Wakil Sekr : Drs. ML. Toruan Wakil Sekr : Drs. Darmansyah Bendahara : Elidar Chaidir, SH - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (FPDI) Ketua

: Nurdin Islamy Wakil Ketua : Mariati HM Sekretaris : Edward Aritonang

Page 12

Dalam sejarah pembentukan DPRD di Riau, terhitung sejak DPR Gotong Royong (GR) hingga sekarang, periodesasi keanggotaan DPRD Riau yang paling singkat adalah dua tahun, yakni Periode 1997-1999, yang sebenarnya para anggota dewan pada periode ini dipilih untuk masa lima tahun, yakni 1997-2002.

Kondisi ini disebabkan karena terjadinya perubahan mendasar dalam tatanan sistem pemerintahan termasuk juga lembaga legislatif di Indonesia. Perubahan ini kita kenal dengan peralihan dari era Orde Baru kepada era Reformasi yang masih berjalan hingga saat ini.

Titik pijak dari perubahan ini, dimulai atau ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru di bawah kopemimpinan Presiden Soeharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun. 21 Mei 1998 adalah hari yang sangat bersejarah bagi negeri ini, dimana ketika itu Presiden RI Soeharto dan perangkat-perangkatnya turun dari tahta kekuasaannya.

Arus desakan mundur kepada penguasa Orde Baru ini tak hanya terjadi di Ibu Kota Negara, Jakarta. Di Riau, gelombang tersebut mengalir begitu kencang. Aksi demonstrasi mahasiswa ketika itu terjadi di manamana. Begitu juga dengan aksi-aksi lainnya yang bermuara kepada penurunan kepercayaan elemen masyarakat kepada pemerintah ter masuk juga kepada kalangan anggota DPRD di daerah, dan DPR/MPR di pusat. Suasana mencekam timbul di mana-mana, yang menjadikan negeri ini seperti tidak terkendali.

Untung saja kondisi itu tidak berlangsung lama. Perlahan-lahan pemerintah mulai mengembalikan citranya di mata rakyat. Berbagai aturan perundang-undangan dibuat, termasuklah di dalamnya aturan untuk melaksanakan pemilihan umum (pemilu) kembali, yang dilaksanakan pada tahun 1999.

Kalangan politisi pun tidak dibenarkan masuk dalam ranah birokrasi. Artinya, antara ranah politik dengan birokrasi benar-benar terpisah sama sekali, sehingga para anggota DPRD Riau periode 1997-2002 tadi diminta untuk memilih, apakah tetap berada di ranah politik dengan cara bergabung dengan partai politik, dan jika ingin kembali duduk di dewan harus dipilih ulang dalam pemilu 1999, atau kembali ke asalnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau lingkungan birokrasi. Ketika itulah, akhrinya segenap dari kalangan anggota DPRD Riau yang dipilih me lalui Pemilu 1997 lebih memilih jalur birokrasi dan tidak lagi bergabung dengan partai politik. Sebagian kecil saja yang berani melepas status PNS-nya, untuk selanjutnya tunak di partai politik dan ikut kembali

Page 13

Page 14

f. Memilih Anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dari unsur

daerah g. Melaksanakan pengawasan terhadap: 1) pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang

undangan. 2) pelaksanaan Keputusan Gubernur. 3) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4) kebijakan Pemerintah Daerah.

5) pelaksanaan kerja sama internasional di daerah. h. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah

terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentin

gan daerah; i. Menampung dan menindak lanjuti aspirasi daerah dan masyarakat; j. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah

terhadap rencana pengusahaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menyangkut kepentingan orang banyak diatur dalam

Peraturan Daerah; k. Memberi pertimbangan kepada Komisi Pemeriksa tentang pembentu

kan dan keanggotaan Komisi Pemeriksa di daerah untuk kemudian

ditetapkan dengan keputusan Presiden. 1. Memberikan persetujuan atas usul Gubernur tentang pembentukan,

penghapusan, penggabungan/atau pemekaran daerah; m. Memberikan persetujuan atas usul Pemerintah Daerah terhadap

perubahan nama daerah, perubahan nama lainnya dan pemindahan

Ibukota daerah; n. Memberikan persetujuan pinjaman Pemerintah Daerah dari sumber

dalam negeri dan/atau dari sumber luar negeri untuk kegiatan

Pemerintah Daerah; 0. Memberikan persetujuan penghapusan dan pengalihan Aset daerah

dan, p. Memberikan persetujuan atas usul Pemda tentang Pembentukan

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). B. Kewajiban Sebagai wakil rakyat DPRD Provinsi Riau dalam pasal 5 Keputusan DPRD Provinsi Riau Nomor 13/KPTS/DPRD/2002 berkewajiban untuk mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Mengamalkan Pancasila dan Perundang-undangan yang

Page 15

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA