Berapa lama bandeng presto dapat disimpan dengan plastik biasa?

Bandeng presto


Siapa sih yang tidak mengenal bandeng presto? Yup, bandeng presto adalah ikan bandeng yang dimasak menggunakan panci presto. Panci presto menghasilkan uap air bertekanan tinggi. Hal tersebut dapat membuat daging ikan bandeng menjadi lunak. Tidak hanya dagingnya, bahkan duri, kepala ikan bandeng pun akan melunak.


Lalu, bagaimana sih cara pembuatan bandeng presto?. Proses pembuatan bandeng presto adalah ikan bandeng dibumbui dengan bawang putih, kunyit, dan garam. Ikan bandeng yang sudah diberi bumbu kemudian dibungkus daun pisang. Setelah itu dimasukkan ke dalam panci presto yang dapat dikunci rapat. Lalu, ikan bandeng akan matang secara merata.


Setelah matang, bandeng presto dapat dikemas. Cara mengemas bandeng presto akan menentukan daya tahan ikan. Jika dibungkus menggunakan plastik biasa, bandeng presto hanya dapat bertahan selama 5 hari. Namun jika dibungkus menggunakan plastik tahan udara, bandeng presto dapat bertahan hingga 3 bulan.


Bagaimana? menarik kan? Mudah kan?. Rasanya yang terkenal enak,  bandeng presto juga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Selamat mencoba.


Berapa lama bandeng presto dapat disimpan dengan plastik biasa?

Lihat Foodie Selengkapnya

Beri Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Video Pilihan

1 PENYIMPANAN IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO PADA SUHU DINGIN DALAM WADAH PLASTIK POLYPROPILENE RIGID KEDAP UDARA DAN PLASTIK POLYETHILENE Oleh : UMI HARTATIK F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PENYIMPANAN IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO PADA SUHU DINGIN DALAM WADAH PLASTIK POLYPROPILENE RIGID KEDAP UDARA DAN PLASTIK POLYETHILENE SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh : UMI HARTATIK F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENYIMPANAN IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO PADA SUHU DINGIN DALAM WADAH PLASTIK POLYPROPILENE RIGID KEDAP UDARA DAN PLASTIK POLYETHILENE SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh : UMI HARTATIK F Dilahirkan pada tanggal 2 November 1984 Di Semarang Tanggal Lulus : Bogor, Menyetujui, Drs, Purwoko, M.Si. Dosen Pembimbing I Ir. Sugiarto, M.Si. Dosen Pembimbing II

4 Umi Hartatik. F Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene. Di bawah bimbingan Purwoko dan Sugiarto. RINGKASAN Gaya hidup serba praktis yang saat ini menjadi tren di kalangan ibu-ibu rumah tangga membuat penyimpanan produk pangan menjadi sangat penting. Ibuibu modern tersebut tidak mau direpotkan dalam hal menyiapkan bahan setiap kali memasak. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menyimpan bahan makanan di dalam refrigerator maupun freezer. Ikan adalah salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan. Ikan merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Pada daging ikan terdapat unsur-unsur berguna bagi tubuh manusia seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan garam-garam mineral. Upaya mempertahankan kesegaran atau mutu adalah hal yang paling utama. Cara mengemas dan menyimpan bahan makanan agar tahan lama menjadi penting. Penyimpanan pada suhu rendah atau pada kondisi beku dapat memperpanjang umur simpan bahan dan produk pangan yang mudah rusak. Penyimpanan dingin akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Namun demikian penyimpanan dingin yang tidak sesuai dapat pula menyebabkan kerusakan bahan dan produk pangan. Terkait dengan masalah penyimpanan, penghematan volume ruang penyimpanan dapat dilakukan jika bahan atau produk pangan ditempatkan dalam wadah yang kaku dan mempunyai bentuk simetris sehingga wadah-wadah tersebut dapat ditumpuk di dalam lemari es. Salah satu wadah yang dapat digunakan adalah wadah-wadah plastik rigid kedap udara yang saat ini banyak beredar di pasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui efektifitas kemasan polypropilene rigid kedap udara terhadap perubahan mutu ikan nila dan bandeng presto selama penyimpanan. Perubahan mutu yang dianalisa adalah perubahan fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik. Penelitian terdiri dari empat tahap yaitu, persiapan, penyimpanan, analisis, dan penentuan efektifitas kemasan. Hasil analisis proksimat menunjukan bahwa baik ikan nila maupun banding presto mengalami penurunan nilai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar lemak kasar akibat penyimpanan. Selama penyimpanan, kualitas ikan nila dan banding presto mengalami perubahan. Laju pertumbuhan mikroba selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam plastik PP rigid kedap udara lebih rendah dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Secara kimiawi, laju pembentukan TMA dan TVN selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam plastik PP rigid kedap udara lebih rendah dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Penurunan kadar protein yang terjadi selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam plastik PP rigid kedap udara juga lebih rendah dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Penilaian panelis

5 terhadap kenampakan, bau, konsistensi, lender, dan jamur pada ikan nila dan bandeng presto relative sama antara yang disimpan dalam plastik PP rigid kedap udara dan plastik HDPE atau HDPE perforated. Berdasarkan parameter yang telah disajikan di atas, kemasan PP rigid kedap udara dapat menahan laju perubahan mutu selama penyimpanan lebih baik dibanding HDPE dan HDPE perforated. Jadi, kemasan PP rigid kedap udara lebih efektif digunakan untuk menyimpan ikn nila, udang, dan bandeng presto dibanding plastik HDPE atau HDPE perforated.

6 Umi Hartatik. F Cold Storage of Nila and Bandeng Presto stored in Polypropilene Rigid and Polyethilene. Supervised by Purwoko and Sugiarto. SUMMARY Practical life style which is become trend right now make storage of food product become important. Modern housewife do not want to get trouble during preparing food. One of the solution is store food in the refrigerator and freezer. Fish is one of the food product that easy to spoilage. Fish has high nutrition. Fish contains proteins, fats, carbohydrat, vitamin, and minerals. Preservation to keep freshness of fish is very important. Storage and packaging of food is important to extend shelf life. Cold storage or freeze storage able to prolonged shelf life food that easy to deteriorte. Cold storage will inhibit spoilage microbial growth. But, bad cold storage will cause injury to the food. The aim of the present study was to know effectivity of polypropilene rigid and polyethilene to the qulity change of nila and bandeng presto during storage. Quality change of nila and bandeng presto that is studied are physic, chemist, microbiology, and sensory change. The proximat analysis of nila and bandeng presto in this study indicate degradation of the water content, ash, proteins, fat, and fiber during storage. During storage quality of nila and bandeng presto gardually dteriorate. Bacteria grew most quickly in nila and bandeng presto kept in HDPE or HDPE perforated. Concentration of TMA and TVN increased gradually with storage time for nila and bandeng presto kept under two different storage conditions. The lowest value of concentration TMA and TVN obtained from nila and bandeng presto in PP rigid. Protein value of HDPE-stored nila and bandeng presto decreased more quickly than PP rigid-stored nila and bandeng presto. Sensory assesment of nila and bandeng presto revealed no differences among the different treatment. The assesment is done to the appereance, odour, consistency, and mold of nila and bandeng presto during storage. The observed quality of nila and bandeng presto indicate that PP rigid able to inhibit quality deterioration better than HDPE and HDPE perforated. In this experiment, PP rigid more effective than HDPE to store nila and bandeng presto.

7 RIWAYAT HIDUP Umi Hartatik dilahirkan di Semarang pada tanggal 2 November 1984 sebagai anak pertama dari bapak Sarmin Marhami dan ibu Subinah. Tahun 2003 lulus dari Sekolah Menengeh Umum Negeri 3 Semarang dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen Profesi Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun dan penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar dan Laboratorium Bioproses. Selain itu, penulis juga mendapatkan beasiswa dari Yayasan Goodwill International pada tahun 2006 sampai sekarang. Kegiatan praktek lapangan penulis dilakukan di PTPN XI PG. Redjosarie Magetan untuk mempelajari teknologi proses produksi gula tebu. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene untuk mendapatkan gelar Sarjana teknologi Pertanian di bawah bimbingan Drs, Purwoko, MSi dan Ir, Sugiarto, MSi.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak dan Ibu yang dengan penuh kesabaran telah mendidik penulis dengan kasih sayang dan senantiasa mendukung penulis serta tak henti-hentinya selalu berdoa demi kesuksesan penulis dengan penuh ketulusan. 2. Bapak Drs. Purwoko, M.Si. selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sampai dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Bapak Ir. Sugiarto, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang telah membantu dan memberikan pengarahan bagi penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi. 4. Ibu Ir. Indah Yuliasih, M.Si. dan Ibu Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si. atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian. 5. Ibu Sri, Ibu Ega, Pak Sugiardi, Pak Edi, Ibu Rini, Pak Dicky, dan Pak Gunawan atas bantuan yang diberikan selama penelitian. 6. Teman-teman TIN 40. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Oktober 2007 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada banyak pihak yang telah membantu penulis selama ini : 1. My only sister Ndunge, thanks for all ur support and giving me happiness. 2. Teman satu bimbingan-ku Tri Amet Ahmadi, Dono, akhirnya aku bisa menyusulmu, senang bisa satu bimbingan denganmu. 3. Tim Magetan : Idesh, Mayang, Amet, msa-masa PL di tengah kebun tebu bersama kalian adalah pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup. 4. Mitoelillut, cara berfikir-mu yang soooooo...simple membuatku belajar banyak dari-mu. 5. De Citoel, kepolosan dan ke-watado-an mu menydarkanku bahwa hidup perlu rileks. 6. Anul, dibalik ke-anak2an mu terdapat jiwa seorang ibu yang mulia dan so dewasa. 7. Idesh, intuisimu dan kisahmu tentang cinta dan kehidupan sungguh membuatku selalu terbengong-bengong. 8. Mayang, tukng apal dan analis yang sok puitis, rumah merpati mu adalah shelter penyelamat kita semua, ke MangDu yuk Yasmin yang Mamin, selalu bisa positive-thinking di saat orang-orang sedang emosi, dan apapun kata dunia bagimu AAC is the best movie ever. 10. Endah Merdeka, kebaikan hatimu tak terkira Ndah, bagimu semua orang adalah sahabat. 11. Idesh, MangNyang, viva buat retak...! hehehe. 12. Idesh, MangNyang, Mamen, Endah, Detri, independent woman rock the world!! 13. Endah, Endang, Mayang, Mamin, Idesh, Dika, Anna, Mila, Ratih, Windi, jalan-jalan, nomat, makan,foto-foto, and karaoke-an yuk Dudi dan Yusuf Ucup, PPI tak akan se-seru kemaren tanpa kehadiran kalian dalam tim Cinna-Alle.

10 15. Teman-teman seperjuangan dalam Energy Creative : Umam dan Lisna, Biopellet...G double O D J O B, GOOD JOB! GOOD JOB! 16. Fardian, you are my best mar...ups salah...tarot trainer...hehehe. 17. Tim Tupperware yang kompak (Adith, Agung murid, Farah, Derry, Helmi, Hendrick, Nurul, Ratih, Renata,Sendy, dan Purwati), susah, senang, sedih, marah telah kita lalui bersama di lab..., arigato ne. 18. Teman-teman TIN 40, banyak yang telah kudapat selama berteman dengan kalian semua. 19. Penghuni Ponytail Belakang dan ex-penghuni : Mitoelillut, Anul, De Citoel, Mba Ocha, Ririn, Mba Neni, Mba Ninit, Mba Susi, Mba Febi, Mba Mpiet, Ratna, Entit, Abank Pepen, Nira, tinggal serumah dengan kalian semua membuatku tak ingin meninggalkan kos ini selamanya. 20. Semua sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan, namun jasa mereka turut membentuk dan menjadikan penulis seperti sekarang ini.

11 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman v I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 C. RUANG LINGKUP... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. IKAN NILA... 3 B. BANDENG PRESTO... 4 C. PROSES PENURUNAN MUTU HASIL PERIKANAN Proses Autolisis Proses Kimiawi Proses Bakteriologis... 7 D. PENYIMPANAN DINGIN DAN PENYIMPANAN BEKU E. KEMASAN PLASTIK III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN C. TATA LAKSANA PENELITIAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN KEMASAN DAN KONDISI PENYIMPANAN B. KARAKTERISTIK IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO C. PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN Total Mikroba Kimia Fisik x xi xii

12 4. Organoleptik D. PENENTUAN EFEKTIFITAS KEMASAN V. A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 45

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri, dan penurunan mutu ikan... 8 Tabel 2. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang tidak segar Tabel 3. Karakteristik bahan kemasan yang digunakan Tabel 4. Hasil analisa proximat awal ikan nila dan bandeng presto Tabel 5. a w minimum untuk syarat kehidupan mikroorganisme... 24

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram alir tata laksana penelitian Gambar 2. Grafik total mikroba selama penyimpanan ikan nila Gambar 3. Grafik total mikroba selama penyimpanan bandeng presto.. 21 Gambar 4. Grafik nilai a w selama penyimpanan ikan nila Gambar 5. Grafik nilai a w selama penyimpanan bandeng presto Gambar 6. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan ikan nila.. 23 Gambar 7. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto... Gambar 8. Grafik pembentukan TVN selama penyimpanan ikan nila Gambar 9. Grafik pembentukan TVN selama penyimpanan bandeng presto... Gambar 10. Grafik nilai ph selama penyimpanan ikan nila Gambar 11. Grafik nilai ph selama penyimpanan bandeng presto Gambar 12. Grafik kadar protein selama penyimpanan ikan nila Gambar 13. Grafik kadar protein selama penyimpanan bandeng presto.. 33 Gambar 14. Grafik kekerasan selama penyimpanan ikan nila Gambar 15. Grafik kekerasan selama penyimpanan bandeng presto Gambar 16. Grafik Nilai Organoleptik selama penyimpanan ikan nila Gambar 17. Grafik Nilai Organoleptik selama penyimpanan bandeng presto

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Metode analisis mutu Lampiran 2. Score sheet organoleptik ikan basah Lampiran 3. Kurva standar kadar protein (Lowry) Lampiran 4. Perhitungan karakteristik kemasan Lampiran 5. Penampakan Ikan Nila segar selama penyimpanan Lampiran 6. Penampakan Bandeng Presto selama penyimpanan Lampiran 7. Analisis regresi Ikan Nila Lampiran 8. Analisis regresi Bandeng Presto... 62

16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gaya hidup serba praktis yang saat ini menjadi tren di kalangan ibu rumah tangga membuat penyimpanan produk pangan menjadi sangat penting. Ibu-ibu modern tersebut tidak mau direpotkan dalam hal menyiapkan bahan setiap kali memasak. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menyimpan bahan makanan siap olah di dalam refrigerator maupun freezer. Ikan banyak dikonsumsi karena merupakan sumber protein. Salah satu jenis ikan segar yang banyak dikonsumsi adalah ikan nila. Ikan nila biasa disimpan dalam keadaaan segar di dalam freezer. Untuk produk olahan ikan, bandeng presto sangat populer karena rasanya yang enak, praktis penyajiannya, dan durinya lunak. Bandeng presto biasa disimpan pada suhu dingin. Cara mengemas dan menyimpan bahan makanan agar tahan lama menjadi penting. Penyimpanan pada suhu rendah atau pada kondisi beku dapat memperpanjang umur simpan bahan dan produk pangan yang mudah rusak. Penyimpanan dingin akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Penyimpanan dingin yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan bahan dan produk pangan, misalnya dengan terjadinya chilling injury dan freezing injury. Ruang penyimpanan dingin seperti lemari es dan cold storage pada umumnya memiliki kelembaban udara rendah. Kelembaban udara rendah menyebabkan terjadinya penguapan kandungan air dari bahan dan produk pangan yang disimpan di dalamnya. Kehilangan kandungan air menyebabkan terjadinya pelayuan bahan dan produk pangan. Dalam penyimpanan bahan dan produk pangan perlu diperhatikan agar kerusakan fisiologis dan mikrobiologis dapat dihambat, serta kerusakan yang disebabkan oleh kehilangan kandungan air dapat dicegah. Kedua hal tersebut dapat dilakukan dengan penyimpanan dalam wadah yang kedap udara atau yang permeabilitas uap airnya rendah.

17 Terkait dengan masalah penyimpanan, penghematan volume ruang penyimpanan dapat dilakukan jika bahan atau produk pangan ditempatkan dalam wadah yang kaku dan mempunyai bentuk simetris sehingga wadahwadah tersebut dapat ditumpuk di dalam lemari es. Salah satu wadah yang dapat digunakan adalah wadah-wadah plastik rigid kedap udara yang saat ini banyak beredar di pasaran. Bahan dan produk perikanan pada umumnya mempunyai sifat sangat mudah rusak (highly perishable). Kondisi penyimpanan dan pengemasan yang tidak sesuai akan mempercepat kerusakan yang terjadi pada bahan dan produk perikanan. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan mutu ikan nila dan bandeng presto selama proses penyimpanan di dalam wadah plastik PP rigid kedap udara dan kantong plastik HDPE perforated. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian yang dilakukan meliputi penyimpanan ikan nila segar dan bandeng presto dengan menggunakan wadah plastik kedap udara dan plastik biasa sebagai kontrol. Ikan nila segar disimpan di dalam freezer sedangkan bandeng presto disimpan di dalam chiller. Lemari es yang digunakan untuk menyimpan adalah lemari es rumah tangga dan metode penyimpanan yang digunakan juga metode penyimpanan yang biasa dilakukan pada rumah tangga. Selama proses penyimpanan dilakukan pengujian parameter mutunya, antara lain uji total mikroba, total volatil nitrogen, trimethylamine, derajat keasaman (ph), protein, kekerasan, water activity (a W ), dan organoleptik.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. IKAN NILA Ikan nila memiliki nama ilmiah Oreochromis niloticus. Di dalam taksonomi, ikan nila termasuk ke dalam genus Oreochromis, famili Cichlidae, Subordo Percoidea, Ordo Percomorphi, Kelas Osteichthyes, subfilum Vertebrata, dan Filum Chordata (Suyanto, 2005). Ikan nila bersaudara dekat dengan ikan mujahir. Ciri ikan nila adalah garis vertikal yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti ini juga terdapat di sirip punggung dan sirip dubur. Sedangkan ikan mujahir tidak memiliki garis-garis vertikal di ekor, sirip punggung, dan sirip dubur (Suyanto, 2005). Berdasarkan warnanya, daging ikan dapat dibedakan atas daging merah (dark meat) dan daging putih (white meat). Perbedaan warna tersebut disebabkan karena adanya protein mioglobin pada daging merah. Daging putih mempunyai kadar protein lebih tinggi dan kadar lemak lebih rendah diandingkan dengan daging merah (Stansby, 1963). Komposisi daging ikan pada umumnya terdiri dari 66-84% air, 15-24% protein, 0,1-22% lemak, 1-3% karbohidrat dan 0,8-2% bahan anorganik (Suzuki, 1981). Menurut Stansby (1963), komposisi tersebut dapat bervariasi antarspesies, antarindividu dalam satu spesies, dan antarbagian dari satu individu ikan. Variasi ini dipengaruhi oleh umur, laju metabolisme, dan aktivitas pergerakan ikan. Air merupakan komponen dominan pada daging ikan. Kadar air tersebut mempunyai hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak, di mana semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kadar lemaknya (Suzuki, 1981). Komponen terbesar kedua pada ikan adalah protein, yang terdiri dari protein sarkoplasma, aktomiosin, dan stroma. Komponen terbesar berikutnya adalah lemak yang mengandung 95% trigliserida dan asam lemak penyusunnya sebagian besar berantai lurus dan memiliki atom karbon sebanyak buah (Stansby, 1963).

19 Bakteri dapat merombak protein, lemak, dan asam amino dalam jaringan tubuh ikan. Bakteri dapat merombak protein hasil autolisis seperti asam-asam amino, urea, histidin dan trimethylamine oksida (Siebert and Schmitt, 1982). B. BANDENG PRESTO Menurut SNI ikan bandeng presto adalah produk yang diolah dari ikan bandeng yang mengalami perlakuan sebagai berikut: pencucian, pembuangan insang dan isi perut, dengan atau tanpa pembelahan, penambahan bumbu serta, pengukusan pada suhu dan tekanan tinggi sehingga tulang dan durinya lunak. Ikan bandeng di dalam taksonomi termasuk genus Chanos, dengan nama latin Chanos chanos. Ciri-ciri ikan bandeng yaitu bentuk agak panjang, pipih, dan sisik kecil-kecil. Ikan ini mempunyai sirip ekor bercagak, bagian punggung berwarna keperakan, bagian perut keperakan, dan sirip berwarna gelap (Schuster, 1975). Komposisi ikan bandeng terdiri dari air 74,8%, protein 19%, lemak 5%, abu 1,2%. Komposisi tersebut bervariasi mulai dari kadar air 28-90%, protein 6-28%, lemak 0,2-6,4% dan abu 0,4-1,5% (Stansby, 1963). Bandeng presto adalah salah satu bentuk produk pemindangan modern. Pengolahan pindang presto bertujuan menghasilkan pindang berduri lunak serta waktu pemasakan yang singkat. Pemindangan adalah pengolahan ikan dengan cara merebus ikan dalam air dengan garam tanpa perlakuan lanjutan sehingga kegiatan enzim autolisis serta bakteri pembusuk dapat dicegah (Nitibaskara dan Sukarsa, 1979). Definisi lain pemindangan adalah suatu teknik pengolahan dan pengawetan dengan cara memasak atau merebus ikan dalam suasana bergaram selama jangka waktu tertentu di dalam wadah dan kemudian melakukan pengurangan kadar air sampai batas waktu tertentu (Panjaitan, 1980). Pindang mempunyai kekurangan yaitu daya awetnya singkat. Pindang air garam hanya tahan disimpan selama dua sampai empat hari, sedangkan pindang garam masa simpannya hanya dua minggu sampai sebulan lamanya.

20 Pindang presto daya awetnya juga singkat, hanya beberapa hari saja pada temperatur kamar (Nitibaskara, 1980). Pada pemindangan bekerja secara serentak dua fungsi bersama-sama yaitu pemanasan dan penggaraman. Pemanasan dan penggaraman mengakibatkan perubahan biokimia, terutama mendenaturasikan protein daging ikan. Pemindangan dapat pula menghambat laju pembusukan dengan membunuh sebagian bakteri pembusuk pada ikan (Ilyas dan Hanafiah, 1980). Pada pindang, gejala kemunduran mutu mula-mula ditandai dengan penampakan yang menjadi pudar dan tidak sesegar semula. Perubahan ini diikuti oleh semakin berkurangnya rasa dan aroma khas pindang. Kemudian berangsur-angsur timbul bau dan rasa yang tidak enak. Pengamatan secara objektif yang dilakukan selama proses kemunduran mutu pindang menunjukkan adanya kenaikan jumlah bakteri dan jumlah basa menguap (Total Volatil Bases) (Ilyas dan Hanafiah, 1980). Penyimpanan pindang pada suhu 4 o C dapat memperpanjang daya awet pindang sampai 20 kali bila dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu kamar (Ilyas dan Hanafiah, 1980). Cara pengemasan yang lebih baik, yaitu dengan memakai kantong-kantong plastik juga dapat memperbaiki penampakan pindang serta mencegah perubahan kadar air (Nitibaskara, 1980). C. PROSES PENURUNAN MUTU HASIL PERIKANAN Mutu ikan berkaitan dengan tingkat kesegaran ikan. Kesegaran adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikategorikan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya masih baik (advance), ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang sudah tidak segar lagi (mutu rendah/ busuk) (Hadiwiyoto, 1993). Setelah ikan ditangkap dan mati maka dalam tubuh ikan berlangsung proses ke arah pembusukan. Ikan hasil tangkapan mudah sekali mengalami

21 kerusakan, terutama di daerah tropis, di mana suhu dan kelembaban sangat memungkinkan terjadinya proses pembusukan. Proses penurunan mutu (deteriorasi) pada ikan disebabkan oleh tiga macam kegiatan yaitu autolisis, kimiawi, dan bakteriologis (Ilyas, 1983). 1. Proses Autolisis Proses penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim yang menguraikan senyawa kimia pada jaringan tubuh ikan. Enzim bertindak sebagai katalisator yang menjadi pendorong dan motor segala perubahan senyawa biologis yang terdapat pada ikan. Enzim-enzim yang berperan di sini sebetulnya sudah melakukan kegiatan sejak ikan masih hidup, tetapi ketika itu hasilnya bermanfaat dalam proses pembentukan energi dan pemeliharaan tubuh. Ketika ikan telah mati, enzim masih tetap bekerja, tetapi kali ini satu arah, yaitu hanya memecah protein daging ikan (Connell, 1980b). Autolisis belum dapat disebut pembusukan karena hasil hidrolisis protein dan lemak masih dapat dimakan manusia. Namun demikian, autolisis merubah struktur daging sehingga kekenyalan menurun, daging menjadi lembek, terbagi menjadi lapisan-lapisan dan terpisah dari tulang. Kerusakan ini menyebabkan bagian perut robek. Selain itu, pemecahan protein menghasilkan substrat yang disukai bakteri yang menyebabkan pembusukan (Murniyati, 2000). Penguraian protein dan lemak dalam proses autolisis juga akan menyebabkan perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan (Ilyas, 1983). 2. Proses Kimiawi Proses penurunan mutu ikan secara kimiawi disebabkan karena proses oksidasi lemak pada ikan yang mengakibatkan bau dan rasa tengik, sehingga gejala ini dinamakan ketengikan. Disamping itu rupa ikan dan dagingnya berubah ke arah coklat kusam (Ilyas, 1983). Pengukuran kemunduran mutu ikan secara kimiawi dapat dilakukan dengan mengukur derajat keasaman (ph) daging ikan. Pada umumnya ikan

22 yang sudah tidak segar, dagingnya mempunyai ph lebih basa (tinggi) daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya senyawasenyawa yang bersifat basa seperti misalnya ammonia, trimethylamine, dan senyawa-senyawa volatil lainnya (Hadiwiyoto, 1993). Penentuan kesegaran ikan secara kimiawi lainnya adalah dengan menggunakan prinsip penetapan Total Volatil Bases (TVB). Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena proses penguraian asam amino yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto, 1993). 3. Proses Bakteriologis Pada ikan hidup terdapat bakteri dalam jumlah besar pada saluran pencernaan, insang, saluran darah, dan permukaan kulit, tetapi bagian tubuh ikan tersebut mempunyai barrier terhadap penyerangan bakteri ke dalam daging ikan. Setelah ikan mati kemampuan barrier ikan tersebut akan hilang sehingga bakteri segera masuk ke dalam daging ikan melalui keempat bagian tersebut (Connel, 1980a). Bakteri yang umum ditemukan pada ikan adalah bakteri dari golongan Pseudomonas, Alcaligenes, Micrococus, Sarcina, Flavobacterium, Serratia, Vibio, dan Bacillus. Pada ikan segar yang baru ditangkap yang dominan adalah bakteri jenis Micrococus dan Flavobacterium, kemudian setelah pembusukan berlangsung dominasi beralih kepada jenis-jenis bakteri pembusuk seperti Pseudomonas dan Achromobacter (Ilyas, 1983). Senyawa-senyawa yang dihasilkan dalam dekomposisi oleh bakterial dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesegaran atau kebusukan ikan. Senyawa senyawa yang tersebut adalah Indol, H 2 S, Hipoxantin, Histamin, Volatile Reducing Substance (VRS), Total Volatile Base (TVB), dan Tri Methyl Amine (TMA) (Connel, 1980a). Akibat dari serangan bakteri yang dimulai dari fase rigor mortis adalah penurunan mutu ikan. Penurunan mutu tersebut dapat dilihat dari berubahnya lendir menjadi pekat, bergetah dan amis, mata terbenam dan

23 sinarnya pudar, insang dan isi perut berubah warna dengan susunan yang berantakan dan berbau menusuk, akhirnya seluruh ikan busuk (Ilyas, 1983). Penurunan mutu ikan dipengaruhi oleh kegiatan bakteri sedangkan kegiatan bakteri erat kaitannya dengan suhu. Tabel 1 menunjukkan hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan penurunan mutu ikan. Tabel 1. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan penurunan mutu ikan. Suhu Kegiatan Bakteri Mutu Ikan 25 o C-10 o C Luar biasa cepat Cepat turun, awet 3-10 jam. 10 o C-2 o C Pertumbuhan kurang cepat. 2 o C-(-1 o C) Pertumbuhan jauh berkurang. Mutu menurun kurang cepat, daya awet 2-5 hari Penurunan mutu agak dihambat, daya awet 3-10 hari. -1 o C Kegiatan dapat ditekan. Daya awet maksimum 5-20 hari. -2 o C-(-10 o C) Ditekan tidak aktif Penurunan mutu minimum, tekstur tidak kenyal dan rasa ikan tidak segar, daya awet 7-30 hari. >-18 o C Ditekan minimum, bakteri tersisa tidak aktif Ikan beku, daya awet setahun. Sumber: Yunizal dan Widodo (1998) Parameter untuk menentukan kesegaran ikan dapat terdiri dari faktor fisik (organoleptik), kimiawi, maupun mikrobiologi. Parameter fisik meliputi penampakan luar ikan, kelenturan daging ikan, keadaan mata ikan, serta keadaan daging dan insang ikan. Yang menjadi parameter fisik adalah sebagai berikut (Hadiwiyoto, 1993) :

24 a. Penampakan luar Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram. Keadaan ini terjadi karena belum banyak perubahan biokimiawi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Penampakan ini makin lama akan menjadi suram warnanya, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba. b. Kelenturan daging ikan Ikan segar dagingnya cukup lentur. Apabila daging ikan dibengkokkan, maka setelah dilepas segera akan kembali lagi ke bentuk semula. Kelenturan ini disebabkan karena belum terputusnya benang-benang daging. Pada ikan busuk benang-benang daging ini sudah banyak yang putus dan dinding selnya rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturannya. c. Keadaan mata Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya. d. Keadaan daging ikan Ikan yang masih baik kesegarannya dagingnya kenyal, jika ditekan dengan jari telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan belum kehilangan cairan dagingnya sehingga daging ikan masih terlihat basah. Pada permukaan tubuhnya belum terdapat lendir yang menyebabkan penampakan ikan menjadi kusam/suram dan tidak menarik. Beberapa jam setelah ikan mati, daging akan menjadi kaku, karena kerusakan pada benang-benang dagingnya, maka makin lama akan makin hilang kesegarannya, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan tekstur kekenyalannya.

25 e. Keadaan insang dan sisik Warna insang dapat digunakan sebagai tanda kesegaran ikan. Ikan yang masih segar mempunyai warna insang merah cerah. Sedangkan ikan yang tidak segar, warna insangnya berubah menjadi coklat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. kematian ikan menyebabkan peranan darah (hemoglobin) berhenti, bahkan darah dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi gelap. Sisik ikan juga merupakan tanda kesegaran ikan. Pada ikan yang mempunyai sisik, ikan segar ditandai dengan masih melekat kuatnya sisik, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya. Tabel 2 memperlihatkan tanda ikan segar dan ikan tidak segar. Tabel 2. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang tidak segar. Parameter Ikan Segar Ikan Tidak Segar Penampakan Cerah, terang, mengkilat, tidak berlendir. Suram, kusam, berlendir Mata Mulut Sisik Insang Daging Bau Menonjol keluar Terkatup Melekat kuat Merah cerah Kenyal, lentur Segar, normal Cekung, masuk ke rongga mata Terbuka Mudah lepas Merah gelap, coklat Tidak kenyal, lunak Busuk, bau asam (Hadiwiyoto, 1993) D. Penyimpanan Dingin dan Penyimpanan Beku Untuk menghambat pembusukan ikan segar dapat dilakukan dengan cara pendinginan, pembekuan, dan penyimpanan beku. Proses pembekuan berarti penghilangan panas dari produk agar suhunya menurun melalui 0 C

26 dan terus menurun sampai -20 C, -30 C atau bahkan sampai -50 C (Ilyas, 1983). Pengawetan untuk produk-produk mati bertujuan untuk menghambat proses penurunan mutu yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan proses-proses kimiawi maupun fisik. Untuk produk-produk tertentu, suhu di atas titik beku sudah cukup untuk memperpanjang masa simpannya, tetapi dengan pembekuan proses pembusukan dapat dihambat sehingga dapat disimpan untuk periode waktu yang lebih lama (Moeljanto, 1992). Pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan yang mudah busuk untuk beberapa hari. Pembekuan dan penyimpanan beku dapat mengawetkan bahan pangan lebih lama hingga mencapai beberapa bulan (Muchtadi, 1983). Menurut Moeljanto (1992), mutu dan penampakan produk beku serta biaya pembekuan dipengaruhi oleh bentuk atau ukuran produk, cara pembekuan, dan kecepatan pembekuan. Pada pembekuan komersial, ada dua macam cara pembekuan yang dapat dilakukan, yaitu pembekuan cepat (quick freezing) dan pembekuan lambat (slow freezing). Pembekuan cepat didefinisikan sebagai proses di mana suhu bahan pangan yang disimpan dapat melewati zona pembekuan kristal maksimum selama 30 menit atau kurang. Pembekuan lambat memakan waktu lebih lama yaitu 3-72 jam (Desrosier, 1988). Menurut Tressler dan Evers (1957), pembekuan cepat mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan pembekuan lambat, diantaranya : a. Kristal es yang terbentuk lebih kecil sehingga kerusakan sel-sel dapat dikurangi. b. Periode pembekuan menjadi lebih singkat sehingga mengurangi difusi garam dan air membentuk kristal es. c. Produk dibekukan dengan cepat dibawah suhu pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir sehingga mencegah terjadinya dekomposisi akibat pertumbuhan mikroorganisme selama pembekuan. Produk yang telah dibekukan perlu mengalami thawing (pencairan) untuk memperoleh kondisi seperti keadaan segar. Pada umumnya thawing dilakukan untuk mencairkan kembali bahan pangan beku yang akan diolah

27 lebih lanjut. Dikenal empat macam thawing yang dilakukan untuk bahan pangan beku, yaitu : a. Thawing pada suhu refrigerator atau pada suhu lemari es. b. Thawing pada suhu kamar. c. Thawing pada air kran yang mengalir. d. Thawing dengan cara langsung dimasak. (Forrest et al., 1975). E. Kemasan Plastik Berbagai upaya dilakukan orang untuk mencegah kerusakan suatu bahan pangan, yaitu antara lain dengan teknik pengemasan. Kombinasi antara pengemasan dan kondisi penyimpanan yang tepat ternyata dapat meningkatkan umur simpan suatu bahan pangan (Syarief dan Halid, 1991). Pengemasan merupakan suatu rancangan struktur yang digunakan sebagai produk pangan. Pengemasan pangan bertujuan untuk melindungi produk dari kontaminasi atau loss, melindungi produk dari kerusakan atau degradasi, mempermudah transportasi produk dan sebagai sarana yang tepat untuk membantu pemasaran produk (Sacharow dan Griffin, 1970). Fungsi utama pengemasan menurut Soeparno (1970) adalah untuk melindungi produk dari kerusakan fisik, kimiawi, dan kontaminasi mikroorganisme. Selain itu, pengemasan juga dapat memudahkan transportasi, penyimpanan, serta membuat penyajiannya lebih menarik konsumen. Sacharow dan Griffin (1970) menambahkan bahwa prinsip pengemasan adalah untuk mencegah penguapan, terkena bau, dan menahan transfer oksigen. Plastik didefinisikan sebagai suatu polimer dari monomer-monomer organik dengan berat molekul tinggi. Pembuatan plastik berlangsung dalam suatu proses yang disebut proses polimerisasi dari bahan baku plastik yang berasal dari gas alam, batu bara, minyak bumi dan lain-lain (Pawitan,1986). Menurut Paine (1977) plastik dapat didefinisikan sebagai campuran dari bahan yang komponen-komponen utamanya polimer sintetis, dapat dibentuk menjadi serat, lembaran, maupun padatan, dapat dicetak dan

28 kemudian mengeras. Selain polimer sebagai komponen utamanya, plastik juga mengandung beberapa bahan berikut yaitu: penguat, pelarut, pelumas, pemlastis, katalis, penyerap UV, dan zat warna. Polyethylene mempunyai rumus umum ( CH 2 -CH 2 ) n yang dihasilkan dari proses polimerisasi adisi gas etilen yang diperoleh sebagai hasil samping industri arang dan minyak (Syarief et al.,1989). Berdasarkan densitasnya, PE terdiri dari 3 jenis, yaitu Low Density Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), High Density Polyethylene (HDPE). Ciri-ciri ketiga plastik tersebut adalah sebagai berikut: LDPE: mempunyai densitas 0,910-0,925 g/cm 3, dihasilkan melalui proses tekanan tinggi. Digunakan sebagai kantong, mudah dikelim, dan murah. MDPE: mempunyai densitas 0,926-0,940 g/cm 3, lebih kaku dari LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi daripada LDPE. HDPE: mempunyai densitas 0,941-0,965 g/cm 3, paling kaku diantara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi. LDPE (Low Density Polyethilene) dibuat dari gas etilen, karena tersusun dari banyak rantai cabang maka stuktur molekul LDPE kurang rapat dan amorf. PE memiliki sifats lemas, lebih lunak, kekuatan tarik rendah, serta tidak tahan panas dan bahan kimia. PE apabila dipanaskan pada suhu tinggi akan mengakibatkan pembentukan karbonil yang menyebabkan timbulnya bau plastik terhadap produk yang ada di dalamnya (Syarief et al., 1989). Dibandingkan dengan PE, PP (Polypropilene) mempunyai kekuatan tarik dan kejernihan yang lebih baik serta permeabilitas uap air dan gas lebih rendah. Sifat-sifat PP yang lain adalah tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dengan O 2, tidak menimbulkan racun, dan mampu melindungi bahan dari kontaminan (Pontastico, 1988). Rumus kimia dari PP adalah (-CHCH 3 -CH 2 -) n. PP mempunyai densitas 0,9 g/cm 3 dan kekuatan tariknya lebih besar dari PE. Dalam bentuk murni pada suhu -30 o C PP mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Sifat PP lebih kaku daripada polietilen dan tidak mudah sobek, sehingga mudah dalam

29 penanganan distribusi. Permeabilitas PP terhadap uap air rendah, permeabilitas gas sedang, dan tidak baik untuk mengemas produk yang mudah teroksidasi. Ketahanan PP pada suhu tinggi (150 C) tinggi, sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus disterilisasi. Titik lebur PP tinggi, sehingga tidak dapat dibuat kantong dengan sifat kelim panas yang baik. Pada suhu tinggi, polipropilen mengeluarkan benang-benang plastik. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak, baik untuk kemasan sari buah dan minyak, serta tidak terpengaruh pelarut pada suhu kamar, kecuali HCl. Pada suhu tinggi, polipropilen dapat bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin, dan asam nitrat kuat (Syarief et al., 1989).

30 III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah ikan nila, udang, dan bandeng presto. Ikan nila dibeli di PD. Djamhur Mas, Jl. Raya Darmaga Ciputih Bogor. Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila dengan bobot sekitar 200 gram per ekor. Bandeng presto dibeli di supermarket Giant. Bandeng presto yang digunakan adalah bandeng presto dengan kemasan vakum dengan tanggal kadaluarsa 9 September Kemasan atau wadah penyimpan berupa Polipropilen rigid kedap udara berbentuk kotak dan HDPE perforated fleksibel. Bahan yang digunakan untuk analisa antara lain adalah akuades, Na 2 CO 3 -anhidrat, NaOH 0,1 N, CuSO 4.5H 2 O, garam Rochele (Na-K-tartarat), pereaksi Folin Ciocalteu, protein BSA, TCA 7 %, TCA 5 %, larutan kalium karbonat jenuh, larutan asam borat 2 %, larutan HCl 0,02 N, H 2 SO 4 pekat, CuSO 4, Na 2 SO 4, NaOH 50 %, NaOH 0,02 N, indikator Mensel, larutan pengencer (garam fisiologis), medium PCA, H 2 SO 4 0,325 N, NaOH 1,25 N, air panas, aseton/alkohol, dan pelarut heksan. Alat yang digunakan selama penelitian adalah lemari es yang memiliki ruangan freezer suhu -10 sampai -20 C, plastik polipropilen rigid kedap udara untuk penyimpanan beku, dan HDPE perforated. Peralatan untuk analisa terdiri atas penetrometer, a w -meter, neraca, sentrifusa, tabung sentrifusa, spektrofotometer, kuvet, labu Kjeldahl, oven, desikator, kompor listrik, cawan aluminium, cawan porselen, tanur, labu ukur, cawan conway, pipet, gelas piala, gelas ukur, labu Erlenmeyer, buret, sudip, ph meter, soxhlet apparatus, pendingin balik, inkubator, blender, kertas saring, corong, pipet steril, cawan petri, kapas, tabung pengencer, tabung reaksi, clean bench, autoklaf, colony counter, dan bunsen.

31 B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan Juli Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengemasan, Penyimpanan, Distribusi dan Sistem Transportasi, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisa dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Teknologi Kimia, Departemen Teknologi Industri Pertanian. C. TATA LAKSANA PENELITIAN Tata laksana penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Tata laksana penelitian dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu persiapan, penyimpanan, analisa, dan penentuan efektivitas kemasan. Ikan nila Pencucian, pembersihan sisik dan isi perut Bandeng Presto Analisa proksimat Analisa proksimat Dikemas dengan plastik polipropilen rigid kedap udara dan plastik HDPE perforated Dikemas dengan plastik polipropilen rigid kedap udara dan plastik HDPE (kemasan asli) Disimpan dalam freezer suhu -10-(-20)ºC Disimpan dalam chiller suhu 4-10ºC Analisa mutu dan analisa proksimat (pada akhir penyimpanan) Perubahan mutu Gambar 1. Diagram alir tata laksana penelitian

32 1. Persiapan Bahan Bahan berupa ikan nila dikeluarkan dari kemasannya dihilangkan sisik dan isi perutnya, dicuci dengan air bersih, kemudian dimasukkan ke dalam wadah PP rigid kedap udara untuk penyimpanan beku yang sudah dicuci menggunakan larutan desinfektan dan disemprot alkohol di dalam freezer. Sebagai pembanding digunakan bahan yang sama, tetapi kemasan yang digunakan adalah kemasan HDPE perforated dari pasar swalayan. Bandeng presto dikemas di dalam wadah PP rigid kedap udara dan disimpan di dalam refrigerator. Sebagai pembanding digunakan bandeng presto yang masih dikemas dalam kemasan asli yang sudah dibuka. 2. Penyimpanan Penyimpanan beku dilakukan dalam freezer dengan suhu -10 o C sampai (-20)ºC) selama 4-6 minggu. Sedangkan penyimpanan dingin dalam lemari es (suhu 4-10º C). Penyimpanan dengan wadah PP rigid kedap udara di dalam lemari es dan freezer dapat dilakukan bertumpuk-tumpuk sesuai dengan ruangan yang tersedia dan ukuran wadah yang sesuai, sedangkan untuk penyimpanan produk pembanding tidak dilakukan penumpukan, karena dikhawatirkan terjadi kerusakan fisik jika dilakukan penumpukan. Pengamatan ikan nila yang disimpan beku dilakukan setiap tiga hari sekali untuk dianalisa selama 33 hari penyimpanan. Seangkan untuk bandeng presto yang disimpan dingin, pengamatan untuk analisa dilakukan setiap hari selama 14 hari penyimpanan. 3. Analisa. Analisa dilakukan dua kali dalam satu minggu selama 4-6 minggu penyimpanan. Pengambilan sampel dilakukan dengan memotong ikan yang disimpan sesuai kebutuhan analisa. Bahan kemudian disimpan kembali dalam freezer dan lemari pendingin. Analisa yang dilakukan meliputi analisa fisik (uji kekerasan), analisa kimia (uji kadar air, uji ph, kadar protein (Lowry), uji total volatil bases, uji trimethylamine, dan uji

33 water activity), analisa mikrobiologi (TPC), dan uji organoleptik. Pada awal dan akhir penyimpanan juga dilakukan analisa proksimat terhadap bahan. Metode analisa dapat dilihat pada Lampiran Penentuan efektivitas kemasan. Penentuan efektivitas kemasan dilakukan berdasarkan hasil analisa ikan nila, udang, dan bandeng presto selama penyimpanan. Laju penurunan mutu masing-masing produk di dalam kedua kemasan dibandingkan. Kemasan dikatakan efektif bila laju penurunan mutu selama penyimpanannya rendah.

34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN KEMASAN DAN KONDISI PENYIMPANAN Karakteristik kemasan yang paling utama terkait dengan mutu produk adalah permeabilitas terhadap gas, uap air, dan bahan organik yang volatil. Karakteristik bahan kemasan yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Karakteristik bahan kemasan yang digunakan Jenis Kemasan Bahan Kemasan Luas Permukaan (cm 2 ) Tebal (cm) Total Permeasi (cm 3 /hari) (hasil perhitungan) O 2 CO 2 H 2 O PP rigid kedap udara untuk freezer PP rigid kedap udara untukrefrigerator PP 1550,5 0,150 3,23 13,11 96,87 PP 1479,6 0,186 2,48 10,08 74,55 Plastik kemasan swalayan HDPE perforated ,009 Kemasan bandeng presto HDPE 720 0,012 43,31 169,31 708,75 Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa tebal plastik polipropilen rigid kedap udara lebih besar dibandingkan HDPE perforated dan HDPE. Hal tersebut menyebabkan plastik polipropilen rigid kedap udara bersifat lebih kaku dibandingkan HDPE perforated dan HDPE. Nilai laju transmisi gas oksigen, laju transmisi gas karbon dioksida, dan laju transmisi uap air plastik polipropilen rigid kedap udara lebih rendah dibandingkan HDPE perforated. Kecilnya nilai laju transmisi gas oksigen, laju transmisi gas karbon dioksida, dan laju transmisi uap air menyebabkan plastik polipropilen rigid kedap udara

35 dapat melindungi produk yang dikemas dari proses oksidasi dan hidrolisis, sehingga dapat mempertahankan kualitas produk yang dikemas. B. KARAKTERISTIK IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO. Sebelum dilakukan penyimpanan, perlu diketahui keadaan awal dari bahan yang akan disimpan. Berikut ini disajikan hasil analisis awal ikan nila dan bandeng presto pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisa proksimat awal ikan nila dan bandeng presto Komposisi (%) Komponen Ikan Nila Bandeng Presto Air (bb) 82,9 56,7 Protein (bk) 40,0 43,5 Lemak (bk) 13,7 23,3 Abu (bk) 2,3 8,4 Serat Kasar (bk) 8,4 6,5 Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa komposisi penyusun terbesar dari ikan nila dan bandeng presto adalah air. Kadar air ikan nila adalah 82,9 %, sedangkan bandeng presto sebesar 56,74 %. Protein dan lemak berturut-turut adalah komponen dominan lainnya. Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Sedangkan kadar serat yang terukur adalah serat yang tidak larut. Komponen penyusun serat antara lain adalah selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin. C. PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN Parameter untuk menentukan kesegaran ikan dapat terdiri dari faktor fisik (organoleptik), kimiawi, maupun mikrobiologi. Faktor kimiawi terdiri dari derajat keasaman (ph), total volatil nitrogen (TVN), trimethylamine

36 (TMA), dan kadar protein. Sedangkan faktor mikrobiologi dilihat dari total mikroba. Faktor-faktor tersebut dianalisa untuk menentukan layak atau tidaknya ikan nila dan bandeng presto untuk dikonsumsi setelah penyimpanan. 1. Total Mikroba Uji mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui kandungan mikroba di dalam produk dan pengaruhnya terhadap penurunan mutu produk. Pengukuran jumlah mikroorganisme dalam produk dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan. Billions 1, 2 1 y = 787,32e 1,0891x R 2 = 0,9467 HDPE perforated hari kesel/gram (x 10^9) 0, 8 0,6 0,4 0,2 PP rigid y = 1046,7e 0,9849x R 2 = 0, Gambar 2. Grafik total mikroba selama penyimpanan ikan nila. Pada penyimpanan ikan nila, pertumbuhan mikroba berjalan secara eksponensial. Pertumbuhan mikroba pada ikan nila yang disimpan di plastik HDPE perforated mengikuti pola e sel/gram/hari. Pola pertumbuhan mikroba ikan nila yang disimpan pada PP rigid kedap udara e sel/gram/hari. Dari angka pertumbuhan tersebut serta dilihat dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa pertumbuhan mikroba pada ikan nila yang disimpan di plastik HDPE perforated lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di PP rigid kedap udara. Pertumbuhan mikroba pada penyimpanan bandeng presto berbeda dari penyimpanan ikan nila. Pada penyimpanan bandeng presto, pertumbuhan mikroba berjalan secara linier.

37 sel/gram (x 10^3) Thousands y = 5760,5x ,5 R 2 = 0,9754 y = 5354,1x ,1 R 2 = 0,9756 HDPE PP rigid hari ke- Gambar 3. Grafik total mikroba selama penyimpanan bandeng presto. Pola pertumbuhan mikroba pada bandeng presto yang disimpan di plastik HDPE sebesar 5,7 x 10 3 sel/gram/hari sedangkan bandeng presto yang disimpan di PP rigid kedap udara pola pertumbuhannya 5,3 x 10 3 sel/gram/hari (Gambar 3). Dari data di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan mikroba pada bandeng presto yang disimpan di plastik HDPE perforated lebih cepat dibandingkan yang disimpan di PP rigid kedap udara. Pertumbuhan mikroba pada ikan segar jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan mikroba pada bandeng presto. Hal ini dapat terjadi karena bandeng presto telah mengalami proses pengolahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, bandeng presto juga telah diberi bumbu seperti garam, bawang putih, bawang merah, dan kunyit yang memiliki sifat antimikroba. Dilihat dari aspek total mikroba, plastik PP rigid kedap udara lebih baik untuk menyimpan ikan nila dan bandeng presto dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Plastik PP rigid kedap udara dapat menghambat pertumbuhan mikroba dengan lebih baik. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada penyimpanan dingin dan beku adalah water activity (a w ). a w adalah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk hidup dan tumbuh. Water

38 activity adalah rasio dari tekanan uap air substrat produk dan tekanan uap air murni pada temperatur yang sama (Gorga dan Ronsivalli, 1988). Sebagian besar makanan segar memiliki nilai a w di atas 0,99 (Jay, 2000). Hasil pengukuran nilai a w selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. hari keaw 0,9 0,88 0,86 0,84 0,82 0,8 0,78 0,76 0,74 0, PP rigid HDPE perforated Gambar 4. Grafik nilai a w selama penyimpanan ikan nila hari keaw 0,94 0,92 0,9 0,88 0,86 0,84 0,82 0,8 0,78 0,76 0, PP rigid HDPE Gambar 5. Grafik nilai a w selama penyimpanan bandeng presto. Nilai a w ikan nila dan bandeng presto disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Nilai a w ikan nila selama penyimpanan berkisar antara 0,78 sampai 0,89. Nilai a w pada produk bandeng presto selama penyimpanan mempunyai kisaran yang lebih tinggi yaitu antara 0,8 sampai 0,92.

39 Selama penyimpanan, nilai a w naik. Kenaikan nilai a w menyebabkan mikroba lebih mudah berkembang karena ketersediaan air untuk beraktivitas semakin mencukupi. Nilai a w erat sekali kaitannya dengan kadar air. Kadar air dalam produk meningkat karena terjadi perubahanperubahan pada komponen produk. Perubahan komponen tersebut dapat menyebabkan daya pengikat air produk menjadi turun sehingga kadar air bebas dalam produk menjadi meningkat. Akibat dari kenaikan nila a w ini adalah meningkatnya jumlah mikroba yang tumbuh sepeti sudah disajikan sebelumnya. Masing-masing spesies dari golongan mikroorganisme mempunyai syarat aw tertentu untuk kehidupan optimalnya. Dibawah a w itu akan terjadi penundaan fase-fase pertumbuhan sampai akhirnya pada suatu a w tertentu mikroorganisme tidak lagi dapat hidup (Adnan, 1982). Tabel 5 menunjukkan a w minimal sebagai syarat kehidupan berbagai golongan mikroorganisme. Tabel 5. a w minimum untuk syarat kehidupan mikroorganisme Organisme Bakteria Ragi Jamur Bakteri halofilik Fungi xerofilik Ragi osmofilik a w minimum Sumber: Bone, 1969 di dalam Adnan, 1982 Nilai a w di atas menunjukkan bahwa selama penyimpanan ikan nila baik di wadah PP rigid kedap udara maupun HDPE perforated, kondisi a w bahan tidak berbeda untuk setiap titik pengamatan yang sama begitu pula

40 dengan kondisi a w bandeng presto. Pola pertumbuhan mikroba yang terjadi ternyata berbeda antara ikan nila dan bandeng presto yang disimpan di wadah PP rigid dan HDPE. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah kondisi kemasan selama penyimpanan. Kemasan mempengaruhi konsentrasi gas di lingkungan. Faktor ini termasuk ke dalam faktor ekstrinsik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Dari Tabel 3. dapat diketahui bahwa permeabilitas gas kemasan plastik dan kemasan asli lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas gas wadah kedap udara. Permeabilitas ini mempengaruhi ketersediaan O 2 di dalam kemasan. Ketersediaan O 2 sangat penting untuk respirasi dan pertumbuhan mikroba. Dalam proses respirasi, O 2 dikonsumsi oleh mikroba sehingga jumlah O 2 semakin berkurang. Karbondioksida (CO 2 ) dikeluarkan sebagai hasil dari proses respirasi sehingga jumlahnya semakin meningkat. Karbondioksida (CO 2 ) menghambat respirasi dan pertumbuhan bakteri aerobik penyebab kebusukan pada ikan seperti Pseudomonas, Acinetobacter, Alteromonas, Yersinia, Enterobacter, dan Microbacteriium selain itu, pada konsentrasi CO 2 yang tinggi, laju pertumbuhan bakteri anaerobik berkurang (Burg, S.P, 2004). Pada wadah kedap udara transport gas keluar masuk wadah sangat kecil, yaitu sekitar 10,08-13,11 cm 3 /hari untuk CO 2 dan 2,48-3,23 cm 3 /hari, sehingga ketersediaan O 2 terbatas dan CO 2 terperangkap dan terakumulasi di dalam kemasan. Nilai permeasi yang kecil berkorelasi dengan laju pertukaran gas yang rendah. Pada kemasan plastik HDPE pembungkus bandeng presto, jumlah ketersediaan O 2 di dalam kemasan cenderung tetap karena nilai permeasi gasnya tinggi, yaitu 169,23 cm 3 /hari untuk CO 2 dan 43,31 cm 3 /hari untuk O 2. Pada kemasan HDPE perforated gas keluar masuk secara langsung tanpa melalui proses permeasi karena kemasan tersebut berpori. CO 2 hasil respirasi tidak sampai terakumulasi dan terperangkap tetapi dapat keluar dan berganti dengan O 2. Suhu penyimpanan adalah faktor yang erat kaitannya dengan pertumbuhan mikroba dan mempunyai keterkaitan dengan kondisi a w. Pada penyimpanan beku, air pada jaringan produk akan membeku sehingga

41 mobilisasi mikroorganisme dapat dihambat sehingga fungsi biologinya yang menyebabkan pembusukan tidak dapat terjadi. Pada beberapa jenis mikroorganisme tetap dapat tumbuh pada suhu rendah. Jenis mikroorganime psycrophilic dapat tumbuh pada suhu dibawah 0 o C. Jenis bakteri psycrophilic yang umum terdapat di dalam produk makanan adalah jenis Pseudomonas dan Enterococcus. Menurut Connell (1980), bakteri Pseudomonas dan Enterococcus secara alami sudah terdapat di dalam badan ikan. Selain itu, menurut Jay (2000) pada saat freezing mikroba tidak mati namun hanya mengalami dormansi dan pada saat thawing pada suhu 4-5 o C mikroba mampu tumbuh dengan kecepatan dua kali lipat sehingga kebusukan cepat terjadi pada saat proses thawing. Proses thawing dilakukan pada suhu refrigerator yaitu antara 4-10 o C. Jay (2000) menyatakan bahwa salah satu efek freezing dan thawing pada jaringan hewan adalah menyebabkan jaringan hewan mengeluarkan enzim lisosom yang terdiri dari aktepsin, nuklease, fosfat, dan lain-lain. Enzim tersebut dapat mendegradasi makromolekul sehingga terbentuk molekulmolekul sederhana yang dapat digunakan oleh mikroorganisme pembusuk untuk hidup. Menurut SNI (1991), produk perikanan dapat dikonsumsi apabila nilai total mikrobanya tidak melebihi 5 x 10 5 sel/gram sampel. Berdasarkan parameter mutu total mikroba, ikan nila yang disimpan dalam wadah PP rigid kedap udara dengan kondisi thawing-freezing berulang-ulang dapat bertahan hingga hari penyimpanan ke-17. Ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE perforated dapat dikonsumsi sampai hari ke-12. Untuk bandeng presto baik yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara maupun plastik HDPE masih dapat dikonsumsi hingga hari terakhir pengamatan yaitu hari ke Kimia Secara kimiawi, degradasi produk selama penyimpanan dianalisa berdasarkan perubahan kimiawi pada komponen produk. Salah satu indikasi dari kebusukan produk perikanan adalah terbentuknya trimethylamine

42 (TMA) dan total nitrogen volatil (TVN). Pembentukan TMA selama penyimpanan disajikan dibawah ini. y = x R 2 = HDPE perforated PP rigid y = x R 2 = hari kemg TMA/100 g Gambar 6. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan ikan nila hari ke- Gambar 7. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto mg TMA/ 100g y = x R 2 = y = x R 2 = HDPE PP rigid Hasil pengukuran nilai TMA pada Gambar 6 dan Gambar 7 memperlihatkan bahwa selama penyimpanan kedua produk mengalami peningkatan seiring dengan lama penyimpanan dan laju pertumbuhan mikroba. Pada penyimpanan ikan nila dan bandeng presto, nilai awal TMA adalah 0 mg TMA/ 100g karena TMA yang terbentuk sangat kecil dan tidak terdeteksi.

43 Selama penyimpanan ikan nila pada Gambar 6 terlihat bahwa laju pembentukan TMA ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE perforated lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TMA pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah 1,91 mg TMA/100 g/ hari. Laju pembentukan TMA pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah 1,32 mg TMA/100 g/ hari. Gambar 7 menunjukkan laju pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE dan PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE sebesar 1,17 mg TMA/100 g/ hari. Laju pembentukan TMA bandeng presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara lebih lambat yaitu sebesar 0,98 mg TMA/100 g/ hari. Pembentukan TMA adalah hasil dari aktivitas mikroba. Pada kemasan PP rigid, laju pertumbuhan mikroba lebih rendah dibandingkan kemasan HDPE untuk kedua produk. Pada kemasan PP, laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah e sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar sel/gram/hari. Sedangkan pada kemasan HDPE laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah e sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar sel/gram/hari. Hal ini disebabkan pada kemasan PP rigid ketersediaan O 2 untuk keberlangsungan hidup mikroorganisme terbatas karena laju permeasi O 2 -nya yang relatif lebih rendah. Jumlah total mikroba yang rendah dapat mengurangi pembentukn TMA selama penyimpanan. Pengukuran nilai TMA sangat penting sebagai indikator kimiawi kesegaran produk perikanan. Trimethylamine oxide, salah satu komponen yang terdapat pada produk perikanan diurai oleh mikroba menghasilkan komponen berbau trimethylamine (Burgess, 1967). Mikroba pengurai TMAO menjadi TMA yang paling dominan adalah Pseudomonas yang merupakan jenis mikroba psycrophilic. Jenis mikroba ini selama penyimpanan beku masih dapat tumbuh dengan baik. Level maksimum nilai TMA untuk kualitas produk yang dapat diterima berdasarkan standar

44 yang diberlakukan di Australia dan Jepang adalah 5 mg trimethylamine nitrogen /100 g (Jay, 2000). H 3 C Trimethylamine-N-oxide N CH 3 H 3 C TMA Sumber: Jay (2000) Penentuan kesegaran produk perikanan secara kimiawi tidak hanya dengan mengukur nilai TMA tetapi juga dapat dilihat dari jumlah total volatil nitrogen yang terbentuk. Berikut ini ditampilkan grafik laju pembentukan TVN selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto. mg TVN/ 100 g y = x R 2 = y = x R 2 = HDPE perforated PP rigid hari ke- Gambar 8. Grafik pembentukan TVN selama penyimpanan ikan nila y = 2.239x R 2 = y = x R 2 = hari kemg TVN/ 100g HDPE PP rigid Gambar 9. Grafik pembentukan TVN selama penyimpanan bandeng presto.

45 Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9 di atas maka terlihat selama penyimpanan nilai TVN semakin tinggi untuk kedua produk. Dari data yang dihasilkan laju pembentukan TVN selama penyimpanan memperlihatkan bahwa laju pembentukan TVN ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE perforated lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TVN pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah 2,53 mg TVN/100 g/ hari. Laju pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah 1,73 mg TVN/100 g/ hari. Gambar 9 menunjukkan laju pembentukan TVN selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE perforated dan PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TVN selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE perforated 2,24 mg TVN/100 g/ hari. Bandeng presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara laju pembentukan TVNnya lebih lambat yaitu 1,90 mg TVN/100 g/ hari. Pembentukan TVN merupakan hasil dari aktivitas miroorganisme dan enzim yang terdapat di dalam produk. Penguraian asam amino menjadi bahan volatil yang disebabkan aktivitas mikroorganisme pada kemasan PP rigid dapat dihambat lajunya karena ketersediaan O 2 bagi mikroorganisme lebih terbatas dibandingkan dengan kemasan HDPE. Pada kemasan PP rigid laju pertukaran gas O 2 dan CO 2 juga relatif lebih kecil sehingga pertumbuhan mikroba yang menyebabkan penguraian komponen lebih kecil. Nilai TVN cenderung lebih besar dari nilai TMA karena Total volatil nitrogen (TVN) meliputi total volatil base (TVB) dan komponen nitrogen lainnya. Sedangkan TVB meliputi amonia, dimethylamine dan trimethylamine. Maksimum level TVB untuk kualitas produk perikanan yang dapat diterima adalah 30 mg TVN/ 100g. Standar ini berlaku di Australia dan Jepang (Jay, 2000). Selain itu, menurut Ferber (1965), tingkat kesegaran ikan berdasarkan nilai TVN-nya adalah sebagai berikut:

46 a. Ikan yang sangat segar mempunyai nilai TVN 10 mg/ 100 gram atau lebih kecil. b. Ikan segar mempunyai nilai TVN antara mg/100 gram. c. Garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi mempunyai nilai TVN mg/100 gram. d. Ikan busuk dan tidak dapat dikonsumsi apabila nilai TVN lebih besar dari 30 mg/ 100 gram. Berdasarkan parameter TVN, ikan nila yang disimpan di dalam wadah PP rigid kedap udara pada akhir penyimpanan masih masuk kategori garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi. Ikan nila yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated pada hari ke-32 sudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi. Untuk bandeng presto yang disimpan di dalam wadah PP rigid kedap udara pada akhir penyimpanan masih masuk kategori garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi. Pada bandeng presto yang disimpan dalam plastik HDPE sudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi lagi pada hari ke-13. Parameter kimia lainnya yang dapat menggambarkan kesegaran produk ikan adalah nilai keasaman atau ph. Nilai ph menggambarkan derajat keasaman pada ikan. Perubahan ph terjadi karena selama penyimpanan terjadi perubahan kimia di dalam komponen produk. Data perubahan ph selama penyimpanan disajikan di bawah ini. hari keph PP rigid HDPE perforated Gambar 10. Grafik nilai ph selama penyimpanan ikan nila.

47 7 6 5 hari keph PP rigid HDPE Gambar 11. Grafik nilai ph selama penyimpanan bandeng presto. Perubahan nilai ph dipengaruhi oleh perubahan produk setelah kematian. Pada produk ikan nila, tren nilai ph mengalami penurunan kemudian mengalami peningkatan kembali. Hal ini dikarenakan selama awal penyimpanan, ikan nila mengalami rigor mortis. Ikan nila yang dipakai dalam penelitian ini adalah ikan nila hidup yang dimatikan hanya sesaat sebelum disimpan beku. Pada awal penyimpanan, kondisi otot ikan nila masih baik sehingga nilai ph yang terukur masih netral. Kemudian setelah ikan mati, sirkulasi darah terhenti dan ketersediaan oksigen berkurang, potensial redoks pun menurun, daging ikan mengalami pengerasan. Saat seperti inilah yang disebut rigor mortis. Saat terjadi respirasi, selain rigor mortis, glikogen terhidrolisis menjadi asam laktat menyebabkan ph menurun. Selama waktu penyimpanan nilai ph mengalami peningkatan kembali. Hal ini dikarenakan selama waktu penyimpanan protein dan derivatnya akan diuraikan baik secara mikrobiologis maupun enzimatis menjadi turunan-turunannya yang bersifat basa sehingga mengakibatkan nilai ph menjadi naik. Nilai ph produk ikan nila selama penyimpanan berkisar antara 6,1 sampai 7,9 (Gambar 10). Nilai ph produk bandeng presto selama penyimpanan berkisar antara 5,9 sampai 6,3 (Gambar 11). Pada awal penyimpanan terlihat bahwa ph bandeng presto mendekati ph netral. Selama penyimpanan terjadi

48 penguraian baik mikro maupun makromolekul menjadi senyawa yang bersifat basa sehingga ph menjadi tinggi. Dari hasil data di atas, perubahan nilai ph diakibatkan oleh perubahan kondisi kimiawi produk. Perubahan produk ini akan mengarah kepada pembusukan. Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan yang sudah tidak segar mempunyai ph lebih basa atau tinggi daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti amonia, trimethylamine, dan senyawa volatil lainnya. Selama penyimpanan, protein mengalami degradasi dan denaturasi membentuk komponen-komponen yang lebih sederhana. Proses ini mengakibatkan kandungan protein dalam produk mengalami penurunan. Berikut ini data penurunan protein selama penyimpanan. hari kemg protein/ g sample 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 y = -0,0044x + 0,0877 R 2 = 0,9626 y = -0,0041x + 0,0875 R 2 = 0, Gambar 12. Grafik kadar protein selama penyimpanan ikan nila 0,03 HDPE perforated PP rigid g protein/ g sample m 0,02 0,01 y = -0,0013x + 0,0248 R 2 = 0,9589 y = -0,0014x + 0,022 R 2 = 0,9532 HDPE PP rigid hari ke- Gambar 13. Grafik kadar protein selama penyimpanan bandeng presto.

49 Laju penurunan protein selama penyimpanan ikan nila pada Gambar 12 memperlihatkan bahwa ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE perforated lebih cepat lajunya dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara. Laju penurunan potein pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah sebesar 0,0044 mg protein/ g sampel. Sedangkan laju pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah sebesar 0,0041 mg protein/ g sampel. Gambar 13 menunjukkan laju penurunan protein selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE perforated dan PP rigid kedap udara. Laju penurunan protein selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE perforated sebesar 0,0014 mg protein/ g sampel.. Sedangkan bandeng presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara laju penurunannya lebih lambat yaitu sebesar 0,0013 mg protein/ g sampel.. Penurunan protein selama penyimpanan disebabkan oleh degradasi dan denaturasi oleh mikroba. Protein dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana untuk digunakan oleh mikroorganisme sebagai bahan makanan. Peningkatan jumlah total mikroba menyebabkan degradasi protein menjadi komponen-komponen sederhana semakin besar. Pembentukan TMA dan TVN yang semakin meningkat selama penyimpanan bisa menjadi salah satu indikatornya. Selama penyimpanan, baik ikan nila maupun bandeng presto, jumlah total mikroba semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan mikroba yang bernilai positif. Pada kemasan PP, laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah e sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5,3 x 10 3 sel/gram/hari. Sedangkan pada kemasan HDPE laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah e sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5,7 x 10 3 sel/gram/hari. Selain itu, pembentukan TMA dan TVN pun juga meningkat selama penyimpanan. Pada kemasan PP, laju pembentukan TMA dan TVN pada ikan nila adalah 1,32 mg TMA/100 g/ hari dan 1,73 mg TVN/100 g/ hari dan pada bandeng presto sebesar 0,98 mg TMA/100 g/ hari dan 1,90 mg TVN/100 g/ hari. Sedangkan pada kemasan HDPE laju pembentukan TMA dan TVN pada ikan nila adalah 1,91 mg TMA/100 g/ hari dan 2,53

50 mg TVN/100 g/ hari dan pada bandeng presto sebesar 1,17 mg TMA/100 g/ hari dan 2,24 mg TVN/100 g/ hari. Berdasarkan pengukuran kandungan protein, selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto terjadi penurunan kadar protein dalam bahan. Kandungan protein pada ikan nila pada akhir penyimpanan berdasarkan analisa proksimat akhir adalah sebesar 36% bk untuk ikan nila yang disimpan dalam PP rigid dan 26 % bk untuk yang disimpan dalam HDPE perforated. Dibandingkan dengan kandungan protein pada awal penyimpanan yaitu 40% bk, penurunan kandungan protein ikan nila yang disimpan pada HDPE perforated lebih besar. Kandungan protein awal bandeng presto adalah sebesar 43,5 % bk sedangkan di akhir penyimpanan kandungan proteinnya sebesar 29% bk untuk yang disimpan dalam wadah PP rigid dan 21% bk untuk yang disimpan dalam plastik HDPE. 3. Fisik (Kekerasan) Kualitas fisik berhubungan dengan penampakan ikan secara fisik. Pada tahap pembusukan, mikroba pembusuk akan mengeluarkan enzim proteolitik yang akan merusak struktur komponen protein sehingga menyebabkan keempukan daging. Data pengukuran kekerasan daging disajikan di bawah ini. mm/10 detik y = 0,5554x + 1,4644 R 2 = 0,901 y = 0,4847x + 2,5173 R 2 = 0,9558 HDPE perforated PP rigid hari ke- Gambar 14. Grafik kekerasan selama penyimpanan ikan nila

51 10 9 y = 0,3586x + 3,6581 R 2 = 0, k 7 mm/10 deti y = 0,253x + 3,915 R 2 = 0,9239 HDPE PP rigid hari ke- Gambar 15. Grafik kekerasan selama penyimpanan bandeng presto Nilai kekerasan yang terukur pada Gambar 14 dan Gambar 15 adalah kedalaman (mm) daging yang dapat ditembus oleh alat penetrometer tanpa beban selama 10 detik. Peningkatan nilai kedalaman berkorelasi dengan kelunakan daging. Laju peningkatan keempukan daging selama penyimpanan ikan nila pada Gambar 14 memperlihatkan bahwa ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE perforated lebih cepat lajunya dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara. Laju peningkatan keempukan daging pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah sebesar 0,55 mm/ 10 detik. Sedangkan laju pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah sebesar 0,48 mm/ 10 detik. Gambar 15 menunjukkan laju peningkatan keempukan daging selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE perforated dan PP rigid kedap udara. Laju peningkatan keempukan daging selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE perforated sebesar 0,36 mm/ 10 detik. Sedangkan bandeng presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara laju penurunannya lebih lambat yaitu sebesar 0,25 mm/ 10 detik. Nilai kekerasan produk ikan nila dan bandeng presto memperlihatkan tren meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa seiring penyimpanan, daging produk mengalami keempukan yang disebabkan oleh perubahan kimiawi. Peningkatan keempukan daging ikan nila dan bandeng presto disebabkan

52 oleh turunnya nilai kadar air yang terdapat dalam daging ikan. Kerusakan protein selama penyimpanan akibat aktifitas mikroba menyebabkan kemampuan protein mengikat air berkurang. Air yang berada di antara protein daging semakin sedikit. Hal tersebut menyebabkan rongga di antara protein daging semakin banyak dan keempukan daging bertambah. Penurunan kandungan air dalam ikan nila dan bandeng presto selama penyimpanan ditunjukkan melalui hasil analisa proksimat di awal dan akhir penyimpanan. Kandungan air ikan nila di awal adalah 82,9% bb sedangkan bandeng presto sebesar 56,7% bb. Kandungan air ikan nila di akhir penyimpanan turun menjadi 73% bb untuk yang disimpan dalam PP rigid dan 63% bb untuk yang disimpan dalam HDPE. Penurunan kandungan air ikan nila yang disimpan pada HDPE perforated lebih besar dibandingkan dengan yang disimpan pada PP rigid. Kandungan air bandeng presto juga mengalami penurunan selama penyimpanan yaitu 53,8% bb untuk yang disimpan dalam HDPE dan 53,2% bb yang disimpan dalam PP rigid. 4. Organoleptik Uji organoleptik yag digunakan berdasarkan penilaian score sheet organoleptik produk perikanan. Parameter pengamatan untuk ikan nila basah atau segar meliputi mata, daging dan perut serta konsistensi daging. Pengamatan bandeng presto meliputi penampakan, bau, konsistensi daging, ada atau tidaknya lendir dan jamur. Berikut ini hasil pengujian organoleptik selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto.

53 mutu score hari ke- Gambar 16. Grafik nilai organoleptik selama penyimpanan ikan nila PP rigid HDPE perforated score mutu PP rigid HDPE hari ke- Gambar 17. Grafik nilai organoleptik selama penyimpanan bandeng presto Data yang disajikan pada Gambar 16 dan Gambar 17 adalah hasil ratarata penilaian panelis parameter-parameter mutu yang telah disebutkan di atas. Skala skor yang digunakan adalah angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk ikan nila dan bandeng presto adalah nilai yang sama atau lebih kecil dari 5 (lima) (SNI, 1991). Di dalam skor mutu ikan nila, nilai 9 (sembilan) diberikan kepada produk apabila produk memiliki ciri sebagai berikut ini : mata cerah, bola mata menonjol, kornea jernih, sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, dinding perut dagingnya utuh, bau isi perut segar, konsistensinya padat, elastis bila ditekan dengan jari, dan sulit menyobek daging dari tulang belakang. Sedangkan untuk produk bandeng presto adalah sebagai berikut : penampakan utuh, bersih, rapi, sangat menarik, bau harum segar spesifik

54 jenis, konsistensi padat, kompak, cukup lembab, tidak berlendir dan tidak terdapat atau nampak jamur. Batas penolakan ditetapkan pada skor 5 (lima) karena pada saat skor mutunya menunjukkan angka lima, keadaan ikan nila adalah sebagai berikut ini : bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh, sayatan daging mulai pudar, di dua perut lembek, banyak pemerahan sepanjang tulang belakang, bau susu, konsistensi agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang. Sedangkan keadaan bandeng presto adalah penampakan utuh tetapi kurang menarik, sudah timbul bau agak tengik walaupun belum basi, agak berair konsistensinya agak rapuh, lendir mulai kental dan bau sedikit asam. Pada kondisi ini baik ikan nila maupun bandeng presto sudah tidak enak rasanya dan tidak baik untuk dikonsumsi. Dari Gambar 16, berdasarkan skor mutu organoleptik ikan nila yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated dapat dikonsumsi sampai penyimpanan hari ke-18 sedangkan yang disimpan dalam kemasan PP rigid masih dapat diterima sampai penyimpanan hari ke- 24. Hal ini dikarenakan pada penyimpanan dengan wadah PP rigid laju pembentukan komponen volatil (TVN) lebih rendah sehingga implikasi ke parameter bau pada organoleptik lebih baik. Jumlah total mikroba yang rendah selama penyimpanan dengan plastik PP rigid juga dapat dilihat secara fisik melalui pembentukan lendir pada ikan dan kecerahan bola mata. Aktivitas mikroba menyebabkan terbentuknya lendir baik pada daging maupun pada mata yang menyebabkan penampakan mata tidak cerah. Selain itu untuk parameter konsistensi, penguraian protein yang menyebabkan keempukan daging pada kemasan PP juga lebih rendah sehingga pada skor organoleptik untuk parameter konsistensi juga lebih tinggi nilainya. Pada penyimpanan bandeng presto, sampai akhir penyimpanan yaitu hari ke-14, skor mutu organoleptik masih menunjukkan nilai yang baik yaitu 7 (tujuh). Nilai tujuh ini memiliki ciri sebagai berikut: penampakan utuh, kurang rapi, bersih, menarik, bau hampir netral, konsistensi padat, kompak, lendir tipis, tidak jelas, dan tidak berbau.

55 D. PENENTUAN EFEKTIFITAS KEMASAN Penentuan efektifitas kemasan dilakukan berdasarkan kemampuan kemasan dalam mempertahankan mutu. Kriteria-kriteria mutu yang digunakan adalah total mikroba, TMA, TVN, kadar protein, kekerasan, dan organoleptik. Kemasan PP rigid kedap udara lebih efektif dibandingkan dengan HDPE perforated yang digunakan sebagai kontrol apabila laju perubahan mutu untuk masing-masing produk yang disimpan lebih kecil. Dari data yang telah disajikan di atas (Gambar 2 sampai Gambar 17), kemasan PP rigid kedap udara dapat menahan laju perubahan mutu selama penyimpanan lebih baik dibanding HDPE dan HDPE perforated. Hal ini ditunjukkan dengan angka laju penurunan mutu produk untuk setiap kriteria mutu yang lebih kecil. Laju pertumbuhan mikroba selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam wadah PP rigid lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan mikroba dalam kemasan HDPE. Umur simpan ikan nila dan bandeng presto berdasarkan parameter total mikroba pun lebih lama pada penyimpanan dengan menggunakan wadah PP rigid. Laju pembentukan TMA dan TVN selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam wadah PP rigid lebih kecil dibandingkan dengan laju pembentukan TMA dan TVN dalam kemasan HDPE. Umur simpan ikan nila dan bandeng presto berdasarkan parameter TMA dan TVN pun lebih lama pada penyimpanan dengan menggunakan wadah PP rigid. Uji organoleptik juga menunjukkan bahwa kondisi ikan nila dan bandeng presto yang disimpan dalam wadah PP rigid lebih baik dibandingkan yang disimpan dalam plastik HDPE. Jadi, kemasan PP rigid kedap udara lebih efektif digunakan untuk menyimpan ikn nila dan bandeng presto dibanding plastik HDPE atau HDPE perforated.

56 V. KESIMPULAN A. KESIMPULAN Kemasan PP rigid kedap udara lebih efektif digunakan untuk menyimpan ikan nila dan bandeng presto dibanding plastik HDPE atau HDPE perforated. Parameter untuk menentukan kesegaran ikan dapat terdiri dari faktor fisik (organoleptik), kimiawi (derajat keasaman (ph), total volatil nitrogen (TVN), trimethylamine (TMA), dan kadar protein), maupun mikrobiologi (total mikroba). Skor mutu organoleptik menunjukkan bahwa ikan nila yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated dapat dikonsumsi sampai penyimpanan hari ke-18, sedangkan yang disimpan dalam kemasan PP rigid masih dapat diterima sampai penyimpanan hari ke-24. Skor mutu organoleptik bandeng presto menunjukkan bahwa bandeng presto yang disimpan dalam kemasan PP rigid maupun kemasan HDPE masih dapat dikonsumsi sampai hari terakhir penyimpanan yaitu hari ke-14. Nilai ph ikan nila selama penyimpanan berkisar antara 6,1 sampai 7,9. Nilai ph produk bandeng presto selama penyimpanan berkisar antara 5,9 sampai 6,3. Laju pembentukan TMA ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE perforated adalah 1,91 mg TMA/100 g/hari, sedangkan dalam plastik PP rigid kedap udara adalah 1,32 mg TMA/100 g/hari. Laju pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE sebesar 1,17 mg TMA/100 g/hari dan pada plastik PP rigid kedap udara lebih lambat yaitu sebesar 0,98 mg TMA/100 g/hari. Ikan nila yang disimpan di dalam wadah PP rigid kedap udara pada akhir penyimpanan memiliki nilai TVN yang masih termasuk kategori garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi. Ikan nila yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated pada hari ke-32 sudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi. Bandeng presto yang disimpan di dalam wadah PP rigid kedap udara pada akhir penyimpanan masih masuk kategori garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi, sedangkan bandeng presto

57 yang disimpan dalam plastik HDPE sudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi lagi pada hari ke-13. Laju penurunan protein pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah sebesar 0,0044 mg protein/ g sampel, sedangkan laju pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah sebesar 0,0041 mg protein/ g sampel. Laju penurunan protein selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE perforated sebesar 0,0014 mg protein/ g sampel, sedangkan laju pada bandeng presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara laju penurunannya lebih lambat yaitu sebesar 0,0013 mg protein/ g sampel. Pertumbuhan mikroba pada penyimpanan berjalan secara eksponensial dengan laju pertumbuhan sebesar e sel/gram/hari (plastik HDPE perforated) dan e sel/gram/hari (plastik PP rigid kedap udara). Pertumbuhan mikroba pada penyimpanan berjalan secara linier dengan laju pertumbuhan sebesar 5,7 x 10 3 sel/gram/hari (plastik HDPE) dan 5,3 x 10 3 sel/gram/hari (PP rigid kedap udara). Plastik PP rigid kedap udara lebih baik untuk menyimpan ikan nila dan bandeng presto dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat disampaikan antara lain adalah : 1. Plastik PP rigid lebih disarankan untuk digunakan sebagai wadah atau kemasan penyimpan ikan nila dan bandeng presto dibandingkan plastik HDPE karena lebih baik dalam mempertahankan mutu. 2. Plastik PP rigid lebih disarankan digunakan untuk menyimpan karena lebih praktis, rapi, dan menghemat ruang.

58 DAFTAR PUSTAKA Anonim Pengkajian Pengembangan Perikanan Tuna dan Cakalang di Wilayah Perikanan Indonesia Timur. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, dan S. Budiyanto Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press. Bogor. Badan Standar Nasional SNI : Petunjuk Pengujian Organoleptik Produk Perikanan. BSN Burgess Fish Handling and Processing. Chemical Publishing Company. Inc. New York. Connell, J.J. 1980a. Control of Fish Quality. Fishing News (Book) Ltd. Surrey London b. Advance in Fish Science and Technology. Fishing News (Book) Ltd. Surrey London. Desrosier, N.W. dan D.K. Tressler Fundamentals of Food Freezing. AVI Publishing Company Inc., Connecticut. FAO Food Composition Table For Use in East Asia. FAO. Fardiaz, S Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ferber, L Freshness Test. Di dalam Fish as Food Vol IV. Academic Press Inc., New York. Forrest, J.G., E.D. Aberk, H.B. Hendrick, M.D. Judge, dan R.A. Merks Principle of Meat Science. W.H. Freman and Company, San Fransisco. Gorga, C. dan L. J. Ronsivalli Quality Assurance of Seafood. Van Nostrand Reinhold. New York. Ilyas Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. CV. Paripurna. Jakarta. Jay, M J Modern Food Microbiology. APAC Publisher Services. Singapura Moeljanto, R Pendinginan dan Pembekuan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta Muchtadi, T.R Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi-Institut Pertanian Bogor, Bogor.

59 Murniyati, A.S Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Jakarta Paine, F A The Packaging Media. Blackle and Sons LTD. Scotland. Pawitan, D.1986.Mempelajari Daya Tahan Berbagai Jenis Plastik Terhadap Radiasi UV. Fakultas Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor.Bogor. Piringer, O. G. dan A. L. Baner. Plastic Packaging Materials for Food Barrier Function, Mass Transport, Quality Assurance, and Legislation. Wiley- VCH. Jerman. Pontastico. E B Postharvest Phsicology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. Penerjemah: Kamariyani. UGM Press. Yogyakarta. Sacharow, S. dan R.C. Griffin Food Packaging. AVI Publishing, Westport Connecticut. Stansby, ME Industrial Fishery Technology. Reinhold Publishing Co. New York. Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Suyanto Budidaya Ikan Nila. Penebar Swadaya. Jakarta Suzuki, T Fish and krill Protein. Applied Science Publishing Ltd. New York. Syarief, R Teknologi Pengemasan Bahan.Laboratorium Rekayasa Proses Pangan PAU.IPB. Bogor Syarief, R. dan Halid H Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta. Tressler, D.K dan C F Evers The Freezing Preservation of Foods. Vol 2. The AVI Publ. Co., Inc. Westport, Connecticut. Yunizal dan Widodo, Penanganan Ikan Segar. Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi. Jakarta

60

61 Lampiran 1. METODE ANALISIS A. Analisis Proksimat 1. Kadar Air (AOAC, 1984) Cawan aluminium dikeringkan di dalam oven suhu 105 o C selama 20 menit dan didinginkan dalam desikator. Cawan aluminium yang telah dingin kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh daging dihaluskan dan dimasukkan ke dalam cawan. Contoh daging dikeringkan di dalam oven bersuhu ºC sampai bobot konstan. Sebelum ditimbang, cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan bobot contoh selama pengeringan terhadap bobot awal contoh. % Kadar Air = a b x 100 % a Dimana a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) 2. Kadar Abu (AOAC, 1984) Cawan porselen dibakar di dalam tanur suhu 500 o C selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh daging yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan dibakar sampai tidak berasap lagi, kemudian dimasukkan dalam tanur bersuhu 600ºC sampai bobot konstan. Sebelum ditimbang, cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Kadar abu dihitung dengan rumus : % Kadar Abu = bobot abu (gram) x 100 % bobot contoh (gram) 3. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984) Sebanyak 1 gram daging dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml dan tambahkan 100 ml H 2 SO 4 0,325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Bahan

62 didinginkan, kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. Bahan dihidrolisis kembali di dalam autoklaf bersuhu 105ºC selama 15 menit. Setelah itu, bahan disaring menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui bobotnya). Kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas + 25 ml H 2 SO 4 0,325 N dan air panas + 25 ml aseton/alkohol. Angkat dan keringkan kertas saring + bahan dalam oven bersuhu 110 ºC selama ± 1-2 jam. Kadar Serat (%) = (bobot kertas saring + bahan) bobot kertas saring x 100 % bobot awal bahan 4. Kadar Lemak Kasar (AOAC, 1984) Bahan yang akan diukur kadar lemak kasarnya mula-mula ditimbang sebanyak 5 gram. Kemudian dibungkus dengan kertas saring yang dibentuk seperti kantong dan ditutup dengan kapas tidak berlemak sebelum dibungkus bahan dikeringkan terlebih dahulu untuk menghilangkan airnya. Bungkusan ini kemudian diletakkan pada soxlet apparatus dan diekstrak lemaknya dengan heksan. Pelarut dapat dipisahkan dengan cara penyulingan, sampai pelarut terlihat jernih. Labu yang berisi minyak kemudian dikeringkan dengan alat pengering pada suhu C kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar Lemak Kasar (%) = (bobot labu + minyak) bobot labu awal x 100 % bobot contoh (gram) 5. Kadar Protein (Lowry, 1951) Sebanyak 1 ml filtrat contoh (yang telah tersaring) dari 1 gram sampel dalam 9 ml akuades, ditambahkan 5 ml pereaksi C, dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 0.5 ml pereaksi D, dikocok dan dibiarkan kembali selama 30 menit. Absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Konsentrasi protein dihitung berdasarkan kurva standar menggunakan protein BSA. Prosedur penentuan protein standar sama dengan sampel. Kandungan protein standar yang digunakan adalah 0,500 g/l, 0,250 g/l, 0,167 g/l, 0,125 g/l, 0,100 g/l, 0,083 g/l, dan 0,050 g/l. Pereaksi Lowry yang digunakan adalah sebagai berikut :

63 1. Pereaksi A : 2 % Na 2 CO 3 -anhidrat dalam 0,1 N NaOH 2. Pereaksi B : 0,5 % CuSO 4.5H 2 O dalam larutan 1 % garam rochele (Na- K-tartarat) 3. Pereaksi C : Larutan campuran yang terdiri dari 50 ml pereaksi A dan 1 ml pereaksi B 4. Pereaksi D : Pereaksi Folin Ciocalteu dan air dengan perbandingan 1:1 6. Karbohidrat by Difference (Winarno, 1997) Karbohidrat (%) = 100 % - (kadar air (%) + kadar abu (%) + kadar protein (%) + kadar lemak (%) + kadar serat (%)) B. Analisis Mutu 1. Analisis Fisik a. Kekerasan Uji kekerasan daging ayam diukur secara objektif dengan menggunakan alat Penetrometer dan menggunakan jarum Penetrometer serta pemberat jika diperlukan. Kekerasan adalah jarak penembusan jarum Penetrometer dalam milimeter per 50 gram pemberat per 10 detik jika menggunakan pemberat ukuran 50 gram. 2. Analisis Kimia a. Uji ph (AOAC, 1984) Pengukuran ph daging dilakukan dengan alat ph meter. Alat ph meter mula-mula dikalibrasi dengan larutan buffer pada ph 4 dan 7. Elektroda dibilas menggunakan akuades dan dikeringkan. Sebanyak 10 gram daging dihaluskan dengan menggunakan blender dengan menambahkan akuades sebanyak 100 ml sampai homogen selama satu menit. Kemudian dituang ke dalam gelas ukur. Setelah itu, elektroda dicelupkan ke dalam sampel dan nilai ph dapat dibaca pada layar ph meter.

64 b. Kadar Protein (Lowry, 1951) Sebanyak 1 ml filtrat contoh (yang telah tersaring) dari 1 gram sampel dalam 9 ml akuades, ditambahkan pereaksi C, dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 0.5 ml pereaksi D, dikocok dan dibiarkan kembali selama 30 menit. Absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Konsentrasi protein dihitung berdasarkan kurva standar menggunakan protein BSA. Prosedur penentuan protein standar sama dengan sampel. Kandungan protein standar yang digunakan adalah 0,500 g/l, 0,250 g/l, 0,167 g/l, 0,125 g/l, 0,100 g/l, 0,083 g/l, dan 0,050 g/l. Pereaksi Lowry yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Pereaksi A : 2 % Na 2 CO 3 -anhidrat dalam 0,1 N NaOH 2. Pereaksi B : 0,5 % CuSO 4.5H 2 O dalam larutan 1 % garam rochele (Na- K-tartarat) 3. Pereaksi C : Larutan campuran yang terdiri dari 50 ml pereaksi A dan 1 ml pereaksi B 4. Pereaksi D : Pereaksi Folin Ciocalteu dan air dengan perbandingan 1:1 c. Uji Total Volatil Bases (TVB) (AOAC, 1984) Mula-mula ditimbang sebanyak 1 gram contoh daging yang telah dirajang halus dan dimasukkan ke dalam gelas plastik, lalu diblender bersama dengan 3 ml TCA (trichloroacetic acid) 7 % dan disaring sampai diperoleh filtrat contoh. Selanjutnya pipet 1 ml filtrat contoh yang telah diperoleh di atas ke dalam bagian outer chamber dan tutup cawan conway pada posisi hampir menutup. Kemudian tambahkan 1 ml larutan kalium karbonat jenuh ke dalam outer chamber yang berlawanan dan 1 ml larutan asam borat 2 % ke dalam inner chamber. Setelah itu, cawan conway ditutup

65 dengan rapat dengan cara mengolesi pinggirnya dengan vaselin. Di samping itu dikerjakan pula blanko, dimana larutan contoh diganti dengan larutan 5 % TCA, dengan prosedur kerja sama seperti di atas. Cawan conway yang telah ditutup rapat kemudian digoyang perlahan-lahan selama satu menit dan disusun pada rak-rak inkubator. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 35 C selama 2 jam atau suhu kamar selama 1 malam. Setelah inkubasi, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N hingga warnanya menjadi merah muda (pink). Kemudian larutan asam borat pada cawan conway contoh dititrasi pula dengan cara yang sama, sampai diperoleh warna merah muda seperti pada blanko. Kadar TVB = (ml titrasi contoh ml titrasi blanko) x 80 mg N/100 g daging d. Uji Trimethylamine (TMA) (AOAC, 1984) Mula-mula ditimbang sebanyak 1 gram contoh daging yang telah dirajang halus dan dimasukkan ke dalam gelas plastik, lalu diblender bersama dengan 3 ml TCA (trichloroacetic acid) 7 % dan disaring sampai diperoleh filtrat contoh. Selanjutnya pipet 1 ml filtrat contoh yang telah diperoleh di atas ke dalam bagian outer chamber dan tutup cawan conway pada posisi hampir menutup. Kemudian tambahkan 1 ml larutan kalium karbonat jenuh ke dalam outer chamber yang berlawanan dan 1 ml asam borat ke dalam inner chamber. Tambahkan 0,5 ml larutan formalin netral ke dalam outer chamber. Setelah itu, cawan conway ditutup dengan rapat (air tight) dengan cara mengolesi pinggirnya dengan vaselin. Di samping itu

66 dikerjakan pula blanko, dimana larutan contoh diganti dengan larutan 5 % TCA, dengan prosedur kerja sama seperti di atas. Cawan conway yang telah ditutup rapat kemudian digoyang perlahan-lahan selama satu menit dan disusun pada rak-rak inkubator. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 35 C selama 2 jam atau suhu kamar selama 1 malam. Setelah inkubasi, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway blanko dititrasi dengan larutan HCL 0,02 N hingga warnanya menjadi merah muda (pink). Kemudian larutan asam borat pada cawan conway contoh dititrasi pula dengan cara yang sama, sampai diperoleh warna merah muda seperti pada blanko. Kadar TVB = (ml titrasi contoh ml titrasi blanko) x 80 mg N/100 g daging e. Water Activity (a w ) Pengukuran a w daging dilakukan dengan alat a w -meter. a w -meter mula-mula dikalibrasi dengan standar a w 11,3 % dan 90,1 %. Sebanyak 5 gram daging yang telah dihaluskan dengan menggunakan blender dimasukkan ke dalam tempat sampel. Setelah itu, dilakukan pengukuran a w dan nilai a w sampel dapat dibaca pada layar a w -meter. C. Analisis Mikrobiologi/Uji Total Plate Count (DSN, 1992) Penentuan TPC dilakukan dengan menggunakan metode tuang (pour plate). Sebanyak 1 ml sampel hasil pengenceran (pengenceran dilakukan sampai P -8 ) diambil dengan menggunakan pipet steril dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya dituangkan medium PCA ke dalam cawan petri yang telah berisi sampel hasil pengenceran dan dihomogenkan dengan cara cawan diputar membentuk angka delapan. Pemupukan dilakukan dengan metode tuang single layer. Setelah campuran agar beserta sampel membeku, cawan petri diinkubasi pada suhu 37 C selama

67 24-48 jam dengan posisi terbalik. Hasil analisis jumlah bakteri dilaporkan dengan metode Standard Plate Count (SPC). D. Analisis Organoleptik (SNI, 1991) Uji organoleptik yang digunakan dalam analisis ikan nila, udang, dan bandeng presto adalah uji skor mutu atau uji deskriptif skala terukur yang menyangkut penilaian seseorang akan mutu fisik produk yang biasa dinilai dengan panca indera. Dalam uji organoleptik ini digunakan sepuluh orang panelis semi terlatih yang diminta tanggapan pribadinya tentang mutu sampel daging yang diuji. Tanggapan ini dituliskan dalam kuesioner untuk uji organoleptik. Parameter yang diuji secara organoleptik dan scoresheet penilaian dapat dilihat di Lampiran 2.

68 Lampiran 2. SCORE SHEET ORGANOLEPTIK IKAN BASAH Nama: Tanggal: SPESIFIKASI I. MATA - Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9 - Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8 - agak Cerah, bola mata rata, kornea agak 7 keruh, pupil agak keabu-abuan -bola mata agak cekung, pupil berubah keabuabuan, kornea agak keruh 6 -bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, 5 kornea agak keruh -bola mata cekung, pupil mulai putih susu, 4 kornea keruh -bola mata cekung, pupil putih susu, kornea 3 keruh -bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning 1 tebal NILAI KODE CONTOH N1 N2 NP2 NP2 II. DAGING DAN PERUT -sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, dinding perut dagingnya utuh, bau isi perut segar -sayatan daging cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, dinding perut dagingnya utuh, bau netral -sayatan daging cemerlang, berwarna asli, sedikit ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut agak lembek, bau netral -sayatan daging cemerlang, didua perut agak lembek, agak pemerahan sepanjang tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu -sayatan daging mulai pudar, didua perut lembek, banyak pemerahan sepanjang tulang belakang, bau susu -sayatan daging tidak cemerlang, didua perut lunak, pemerahan sepanjang tulang belakang, rusuk lembek, bau perut sedikit asam -sayatan daging kusam, dinding perut lunak sekali, wana merah jelas sekali sepanjang

69 tulang belakang, bau asam amoniak -sayatan daging kusam sekali, wana merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut membubar, bau busuk III. KONSISTENSI -padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang -agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai jenisnya -agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang -agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang -agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang - lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, mudah menyobek daging dari tulang belakang - lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang - lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang - sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang

70 SCORE SHEET ORGANOLEPTIK BANDENG PRESTO Nama: Tanggal: SPESIFIKASI I. KENAMPAKAN - utuh, bersih, rapi, sangat menarik 9 - utuh, bersih, rapi, menarik 8 - utuh, kurang rapi, bersih, menarik 7 - utuh, kurang rapi, bersih, agak menarik 6 - utuh, kurang menarik 5 - tidak utuh, agak kotor 4 - tidak utuh, kurang menarik, kotor 3 - hancur, kurang menarik, kotor 1 NILAI KODE CONTOH U1 U2 UP2 UP2 II. BAU -harum segar spesifik jenis 9 -sangat enak, segar, harum 8 -hampir netral 7 -netral 6 -agak tengik, tidak basi 5 -agak tengik, basi 4 - tengik, agak busuk 3 - busuk 1 III. KONSISTENSI - padat, kompak, cukup lembab 9 - padat, kompak, agak lembab 8 - padat, kompak 7 - kurang kompak, lembab 6 -agak berair, mulai agak rapuh 5 -berair, mulai terurai 3 -berair/ basah, lengket, membubur 1 IV. LENDIR - tidak berlendir 9 - lendir tipis tidak jelas, tidak berbau 7 - lendir tipis, tidak berbau 6 - lendir mulai kental, bau sedikit asam 5 -berlendir basi 3 -lendir busuk 1 V. JAMUR - tidak ada/ tidak tampak 9 - ada/ tampak 1

71 Lampiran 3. Kurva standar kadar protein (Lowry) 0.8 y = x R 2 = Absorbansi Konsentrasi Protein BSA (mg/l)

72 Lampiran 4. Perhitungan karakteristik kemasan Tabel 5. Koefisien permeabilitas P (cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 ) polimer terhadap gas dan air Polimer Permean T C P x Polipropilen Densitas g cm -3 O Kristalinitas 50 % CO H 2 O Sumber : Piringer dan Baner (2000) Contoh perhitungan: 1. Oxygen Transmission Rate O 2 TR (cm 3 /hari) = Ai x Ji = Ai x Px P d P PP = 1.7 x cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 x 8.75 x cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 1 cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 = cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 x m cm 2 = x 10-3 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 O 2 TR plastik polipropilen rigid kedap udara = cm 2 x x 10-3 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 x 0.21 atm cm = 3.23 cm 3 /hari 2. Carbon Dioxyde Transmission Rate CO 2 TR (cm 3 /hari) = Ai x Ji = Ai x Px P d P PP = 6.9 x cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 x 8.75 x cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 1 cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 = cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 x m cm 2 = x 10-3 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 CO 2 TR plastik polipropilen rigid kedap udara = cm 2 x x 10-3 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 x 0.21 atm cm = cm 3 /hari

73 3. Water Vapor Transmission Rate WVTR (cm 3 /hari) = Ai x Ji = Ai x Px P d P PP = 51 x cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 x 8.75 x cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 1 cm 3 cm cm -2 s -1 Pa -1 = cm 3 cm m -2 hari -1 atm -1 x m cm 2 = x 10-2 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 WVTR plastik polipropilen rigid kedap udara = cm 2 x x 10-2 cm 3 cm cm -2 hari -1 atm -1 x 0.21 atm cm = cm 3 /hari

74 Lampiran 5. Penampakan Ikan Nila segar selama penyimpanan Hari Ke- 0 PP Rigid Kedap Udara HDPE Perforated

75 33

76 Lampiran 6. Penampakan Bandeng Presto selama penyimpanan Har i Ke- 0 PP Rigid Kedap Udara HDPE Perforated 3 6 9

77 12 14

Apakah pembungkus yang baik agar bandeng presto bertahan lama?

Caranya, bandeng presto itu disimpan dalam plastik press. Dengan bungkus itu, bandeng presto bisa tahan hingga satu minggu. Bisa tahan tujuh hari manakala bungkusnya tidak rusak. "Jangan jatuh karena plastik pressnya bisa pecah dan bocor.

Bagaimana ketahanan bandeng presto dibungkus dengan plastik biasa?

Cara mengemas bandeng presto akan menentukan daya tahan ikan. Jika dibungkus plastik biasa, ikan akan bertahan selama 5 hari. Namun, jika dibungkus dengan menggunakan plastik tahan udara, ikan akan bertahan hingga 3 bulan. Bandeng presto adalah ikan bandeng yang dimasak dengan menggunakan panci presto.

Berapa lama daya tahan bandeng presto?

Umumnya daya simpan bandeng presto non vakum hanya bertahan 2 hari sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memperpanjang daya simpan bandeng presto non vakum pada suhu kamar.

Bagaimana cara penyimpanan yang benar pada hasil olahan bandeng presto?

Untuk penyimpanan ikan bandeng presto dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penyimpanan pada suhu ruang dan penyimpanan pada suhu dingin (lemari es). Pengemasan vakum dan penyimpanan pada suhu dingin atau suhu rendah dapat memperpanjang daya tahan simpan bandeng presto.