Berikut adalah pernyataan yang benar terkait NPWP bendahara pengeluaran

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atas pengeluaran yang berasal dari APBN/APBD adalah bendahara pemerintah. Termasuk dalam pengertian bendahara pemerintah adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama. Sebagai pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak, bendahara pemerintah harus mengetahui aspek-aspek perpajakan terutama yang berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan serta Pajak Pertambahan Nilai.

Kewajiban bendahara pemerintah sehubungan dengan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai antara lain adalah pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Penghasilan Pasal 23, Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2), Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Materai.

Download Buku Bendahara Mahir Pajak versi 2016

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh Pasal 22 dilakukan sehubungan dengan pembayaran atas pembelian barang seperti: komputer, meubeler, mobil dinas, ATK dan barang lainnya oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak penyedia barang.

Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut adalah 1,5% x harga beli (tidak termasuk PPN) dipungut oleh:

  1. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga- lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
  2. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
  3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).

Pemungutan PPh Pasal 22 atas belanja barang tidak dilakukan dalam hal :

  1. pembelian barang dengan nilai pembelian paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dengan tidak dipecah-pecah dalam beberapa faktur;
  2. pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos
  3. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh berdasarkan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan Direktur Jenderal Pajak.
  4. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk termasuk impor yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE).
  1. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPb, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
  2. Untuk pemungutan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas :
    1. impor:
      1. barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I pada PMK No. 34/PMK.010/2017, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu yang dikenai bea masuk dengan tarif pembebanan tunggal, sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API);
      2. barang tertentu lainnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II pada PMK No. 34/PMK.010/2017, sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API);
      3. barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu sebagaimana tercantum dalam Lampiran III pada PMK No. 34/PMK.010/2017, sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai impor dengan mengunakan Angka Pengenal Impor (API);
      4. barang selain barang sebagaimana dimaksud pada huruf a), huruf b), dan huruf c) yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari nilai impor;
      5. barang sebagaimana dimaksud pada huruf c) dan huruf d) yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor;
      6. barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari harga jual lelang.
    2. ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, sesuai uraian barang dan pos tarif/Harmonized System (HS) sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV pada PMK No. 34/PMK.010/2017, oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya, sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Pabean Ekspor.
  3. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas adalah sebagai berikut :
    1. bahan bakar minyak sebesar :
      1. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bahan bakar minyak yang dibeli dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina;
      2. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bahan bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina;
      3. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b).
    2. bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
    3. pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
  4. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, yaitu:
    1. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
    2. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
    3. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
    4. Otomotif (tidak termasuk alat berat) = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
    5. Obat = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
  5. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, tidak termasuk alat berat, sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
  6. Atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur oleh badan usaha industri atau eksportir sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
  7. Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
  8. Atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan, sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari harga jual emas batangan.
  9. Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
  10. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
  3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
  4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
  7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
  8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
  10. Pembelian barang dengan dana BOS
  11. pembelian barang dengan nilai maksimal pembelian Rp 2.000.000,00 dengan tidak dipecah- pecah dalam beberapa faktur;
  12. pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos; dan
  13. pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

128,626 kali dilihat, 468 kali dilihat hari ini

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA