Berikut ini hal hal yang merupakan identifikasi laporan keuangan kecuali

KEBIJAKAN

AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

BAB II
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
01. Definisi
02. Tujuan Laporan Keuangan
03. Tanggung Jawab Pelaporan Keuangan
04. Komponen-Komponen Laporan Keuangan
05. Tanggung Jawab Pelaporan Keuangan
06. Struktur dan Isi
A. Pendahuluan
65. Standar Akuntansi Pemerintah Daerah ini mensyaratkan adanya pengungkapan tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format ilustrasi standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi masing-masing.
66. Standar Akuntansi Pemerintah Daerah ini menggunakan istilah pengungkapan dalam arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
B. Identifikasi Laporan Keuangan
67. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama.
68. Standar Akuntansi Pemerintah Daerah hanya berlaku untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan menurut Standar Akuntansi Pemerintah Daerah dari informasi lain, namun bukan merupakan subyek yang diatur dalam Standar ini.
69. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan :
a. nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;
b. cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian dari beberapa entitas pelaporan;
c. tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan;
d. mata uang pelaporan; dan
e. tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan keuangan.
70. Persyaratan dalam paragraf 64 dapat dipenuhi dengan penyajian judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan. Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah pengguna dalam memahami laporan keuangan.
71. Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka diungkapkan dan informasi yang relevan tidak hilang.
C. Periode Pelaporan
72. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan mengungkapkan informasi berikut :
a. alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun,
b. fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
73. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan konsolidasian.
D. Periode Pelaporan
74. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat waktu.
E. Laporan Realisasi Anggaran
75. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBD.
76. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah daerah dalam satu periode pelaporan.
77. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut :
a. Pendapatan-LRA;
b. belanja;
c. transfer;
d. surplus/defisit-LRA;
e. pembiayaan;
f. sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.
78. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
79. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.
F. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
80. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut :
a. Saldo Anggaran Lebih awal;
b. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih;
c. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan;
d. Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; dan
e. Lain-lain;
f. Saldo Anggaran Lebih Akhir.
81. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
G. Neraca
82. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
H. Klasifikasi
83. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
84. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
85. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang.
86. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
87. Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut :
a. kas dan setara kas;
b. investasi jangka pendek;
c. piutang pajak dan bukan pajak;
d. persediaan;
e. investasi jangka panjang;
f. aset tetap;
g. kewajiban jangka pendek;
h. kewajiban jangka panjang;
i. ekuitas.
88. Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 84 disajikan dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintah Daerah mensyaratkan, atau jika penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan suatu entitas pelaporan.
89. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah didasarkan pada faktor-faktor berikut ini :
a. Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;
b. Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan;
c. Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.
90. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang- kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan.
I. Aset Lancar
91. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika :
a. diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
b. berupa kas dan setara kas.
Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan sebagai aset nonlancar.
92. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
J. Aset Non Lancar
93. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum.
94. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca.
95. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen.
96. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
97. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan.
98. Investasi nonpermanen terdiri dari :
a. Investasi dalam Surat Utang Negara;
b. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada fihak ketiga; dan
c. Investasi nonpermanen lainnya.
99. Investasi permanen terdiri dari :
a. Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
b. Investasi permanen lainnya.
100. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
101. Aset tetap terdiri dari :
a. Tanah;
b. Peralatan dan mesin;
c. Gedung dan bangunan;
d. Jalan, irigasi, dan jaringan;
e. Aset tetap lainnya; dan
f. Konstruksi dalam pengerjaan.
102. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya.
103. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya.
K. Pengakuan Aset
104. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.
105. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah.
L. Pengukuran Aset
106. Pengukuran aset adalah sebagai berikut :
a. Kas dicatat sebesar nilai nominal;
b. Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan;
c. Piutang dicatat sebesar nilai nominal;
d. Persediaan dicatat sebesar :
1. Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
2. Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
3. Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.
107. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan yang sah atas investasi tersebut;
108. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
109. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
110. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut.
111. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
M. Kewajiban Jangka Pendek
112. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang.
113. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
114. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
N. Kewajiban Jangka Panjang
115. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika :
a. jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan;
b. entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dasar jangka panjang; dan
c. maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
116. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang (refinancing) atau digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang.
117. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
a. pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai konsekuensi adanya pelanggaran, dan
b. tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
O. Pengakuan Kewajiban
118. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
119. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul.
P. Pengukuran Kewajiban
120. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
Q. Ekuitas
121. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan.
122. Saldo ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas.
07. Informasi yang disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan
08. Laporan Arus Kas
09. Laporan Operasional
10. Laporan Perubahan ekuitas
11. Catatan atas Laporan Keuangan
12. Contoh Format Neraca
13. Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas
14. Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Kembali

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA