Dewasa ini kasus perdagangan manusia banyak diberitakan di media cetak maupun elektronik. Kebanyakan dari korbannya ialah perempuan dan anak-anak. Berbagai modus perekrutan korbannya pun beragam, mulai dari penawaran pekerjaan diluar negeri dengan gaji yang besar hingga bujuk rayu lainnya melalui social network seperti facebook. Dan ada pula dengan cara paksa dan penculikan. Manusia dijadikan
objek atau lahan bagi pelaku perdagangan untuk memperoleh uang dan keuntungan diri sendiri saja. Pelaku perdagangan manusia tidak memikirkan kondisi korban, bagi mereka yang terpenting adalah keuntungan duniawi yang dihasilkan dalam praktek perdagangan manusia itu sendiri. Pelaku perdagangan manusia melakukan beberapa modus guna menjerat korban khususnya wanita dan anak yang berekonomi lemah dan minim ilmu pengetahuan. Modus perekrutan yang ditemukan dari kasus yang ditangani ada yang
dengan cara bujuk rayu, hal itu dilakukan pelaku dengan remaja-remaja yang biasanya dilakukan di mall-mall yang ditawari kemewahan dan uang. Ada dengan cara penawaran pekerjaan di luar kota/negeri dengan gaji yang besar. Bahkan ada kasus dimana ada teman yang baru dikenal di facebook menjadikan si anak itu sebagai korban dengan mengajak jumpa terlebih dahulu, lalu di ajak ketempat yang tidak diketahui si korban lalu adanya penyekapan dan seterusnya dikirim ke luar daerah. Perdagangan manusia merupakan kejahatan dan pelanggaran berat Hak Asasi Manusia. Kasus perdagangan manusia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Perdagangan manusia merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan merupakan tragedi terhadap nilal kemanusiaan itu sendiri. Pada praktek perdagangan manusia, umumnya yang menjadi korban adalah perempuan dan anak. Mereka merupakan kelompok rentan yang sering kali dijadikan sasaran empuk para trafficker.
Perdagangan manusia tidak lagi mengenal batas wilayah, baik antar kota, propinsi di Indonesia maupun antar negara. Perdagangan manusia memiliki makna yang cukup luas. Berdasarkan Protokol Palermo PBB, maksud dari perdagangan manusia yaitu: Human Trafficking/Trafficking in persons shall mean the recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of
fraud, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person for the purpose of exploitation. Undang-Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang memiliki definisi perdagangan manusia dengan mentransplantasi Protokol Palermo PBB tersebut memiliki makna sebagai berikut: Perdagangan manusia
ialah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maaupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang
tereksploitasi. Dari definisi tersebut, terdapat unsur-unsur yang berlaku pada perdagangan manusia, terdiri atas tiga unsur yaitu: 1. Proses: 2. Sarana 3. Tujuan Terkait dengan tujuan perdagangan manusia, adapun bentuk-bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia adalah: Perdagangan manusia merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang memperlakukan manusia/korban semata-mata sebagai komoditi yang dibeli, dijual, dikirim, dan dijual kembali. Padahal Islam melalui ajaran-ajarannya telah melindungi kehormatan dan harga diri manusia, bahkan sampai kepada bentuk mensucikannya. Kemuliaan manusia yang Allah berikan
adalah dengan dikhususkannya beberapa nikmat yang tidak diberikan kepada makhluk yang lain. Kemudian dengan nikmat itu manusia mendapatkan tugasnya sebagai makhluk sempurna di bumi ini. Maka hal tersebut mengisyaratkan bahwa seseorang manusia tidak boleh direndahkan dengan cara disamakan dengan barang dagangan, seperti hewan atau yang lainnya yang dapat dijual-belikan. Menjadikan manusia sebagai objek transaksi sama saja membuat suatu kesalahan dan kerusakan dalam aturan yang telah ditetapkan. Kriteria Pelaku dan Korban Perdagangan ManusiaDalam praktek perdagangan manusia, pelaku merupakan pihak yang membuat seseorang terjerat dalam lingkaran praktek perdagangan manusia. Orang-orang terdekat lebih dominan menjadi pelaku perdagangan manusia. Bisa jadi orang tua menjual anaknya kepada orang lain demi uang yang tak seberapa. Bisa jadi saudara, tetangga, teman bahkan suami/pacar pun menjadi pelakunya. Dari merekalah kemudian korban diserahkan kepada oknum-oknum tertentu untuk dijadikan objek perdagangan selanjutnya. Di samping itu, perlu diketahui bahwa pihak-pihak yang memalsukan dokumen si korban yang dikirim keluar negeri tersebut pun termasuk pelaku perdagangan manusia. Jadi, siapapun bisa jadi pelakunya. Dan biasanya para pelaku bekerja sangat rapih dan terorganisir agar sulit untuk tersentuh oleh aparat penegak hukum. Artinya, pelaku perdagangan manusia merupakan orang-orang yang cukup memiliki nyali serta strategi tersendiri untuk bisa mengendalikan korban agar menghasilkan bagi mereka. Berikut adalah kriteria pelaku perdagangan manusia berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Mengenai kriteria korban, siapa saja bisa menjadi korban, tidak mengenal umur maupun jenis kelamin, namun pada umumnya yang sering menjadi korban adalah perempuan dan anak karena posisinya yang rentan (rawan terhadap tindakan eksploitasi). Ada pun individu yang rentan menjadi korban perdagangan manusia adalah:
Klasifikasi Wilayah Praktek Perdagangan ManusiaSetidaknya ada tiga klasifikasi daerah dalam praktek perdagangan manusia, yaitu: 1. Daerah asal atau Sending Area Daerah asal atau daerah pengirim merupakan daerah di mana korban berasal. Biasanya daerah ini merupakan wilayah dengan tingkat kemiskinan dan tingkat anak putus sekolah yang cukup tinggi sehingga orang tua mengijinkan anaknya bekerja keluar daerah untuk membantu perekonmian keluarga. 2. Daerah persinggahan sementara atau Transit Area Daerah persinggahan merupakan daerah persinggahan yang menampung korban yang telah direkrut sebelum mencapai daerah tujuan. Pada daerah ini biasanya korban sudah mulai dieksploitasi. Beberapa ciri korban perdagangan manusia di wilayah transit yang bisa dikenali adalah:
3. Daerah penerimaan/tujuan Daerah ini merupakan daerah akhir dimana korban ditempatkan. Pada daerah ini, korban mengalami eksploitasi baik itu secara ekonomi maupun seksual. Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami korban di daerah tujuan antara lain:
Dua Negara tetangga yang termasuk ke dalam area transit dan tujuan dari praktek ini adalah Malaysia dan Singapura. Dampak Perdagangan ManusiaTidak sedikit dampak yang ditimbulkan dari praktek perdagangan manusia. Adanya dampak fisik, psikologis, dan dampak sosial serta emosional yang dialami oleh keluarga dan korban perdagangan manusia itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan tersebut yaitu:
Disinilah peran masyarakat untuk membantu para korban untuk segera hilang rasa traumanya. Namun realitanya, beberapa anggota masyarakat seakan mencap buruk para korban, menjadikan korban sebagai ”buah bibir” yang padahal tak sepatutnya seperti itu. Faktor Terjadinya Perdagangan ManusiaFaktor merupakan hal yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam suatu keadaan. Begitupun dengan praktek perdagangan manusia yang juga memiliki hal yang menyebabkan korban masuk dalam perangkap para pelaku praktek perdagangan manusia. 1. Faktor Ekonomi Forrel menyatakan “Traffickers are motivated by money”. Artinya pelaku perdagangan manusia termotivasi oleh uang. Faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab utama terjadinya perdagangan manusia yang dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan lapangan kerja yang tidak ada atau tidak memadai dengan besarnya jumlah penduduk. Hal inilah yang menyebabkan seseorang untuk mencari pekerjaan meskipun harus keluar dari daerah asalnya dengan resiko yang tidak sedikit. Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja mendorong jutaan penduduk Indonesia untuk melakukan migrasi di dalam dan keluar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarga mereka sendiri. Selain kemiskinan, kesenjangan tingkat kesejahteraan antar negara juga menyebabkan perdagangan manusia. Negara-negara yang tercatat sebagai penerima para korban perdagangan manusia dari Indonesia lebih kaya dari Indonesia seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Saudi Arabia. Hal ini disebabkan mereka memilih harapan akan lebih sejahtera jika bermigrasi ke negara lain. Selain itu, gaya hidup elit dengan budaya konsumtif sudah mewarnai sebagian masyarakat terutama yang bermukim di perkotaan. Wanita muda berkeinginan menikmati kemewahan hidup tanpa perlu perjuangan lebih. Menempuh jalur cepat untuk mendapatkan kemewahan walaupun tidak memiliki pekerjaan atau penghasilan yang memungkinkan mereka mendapatkan kemawahan itu. Dan bagi para pelaku perdagangan manusia, kondisi inilah yang menjadi peluang untuk menjaring korban untuk diperdagangkan. Dengan demikian, pengaruh kemiskinan dan kemakmuran dapat merupakan salah satu faktor perdagangan manusia. Oleh karena itu, kemiskinan dan keinginan untuk memperbaiki keadaan ekonomi seseorang masih menjadi faktor sosial yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan. 2. Ketidakadaan Kesetaraan Gender Faktor ini memiliki latar belakang yang cukup luas untuk dijadikan salah satu faktor perdagangan manusia. Ketidakadaan kesetaraan gender salah satu faktor perdagangan manusia, yakni sebagai berikut: Nilai sosial budaya patriarki yang masih kuat menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara. Hal ini ditandai dengan adanya pembakuan peran, yaitu sebagai istri, sebagai ibu, pengelola rumah tangga, dan pendidikan anak-anak di rumah, serta pencari nafkah tambahan dan jenis pekerjaannya pun serupa dengan tugas di dalam rumah tangga. Misalnya menjadi pembantu rumah tangga dan mengasuh anak. Selain peran perempuan tersebut, perempuan juga mempunyai beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan, yang kesemuanya itu berawal dari diskriminasi terhadap perempuan yang menyebabkan mereka tidak atau kurang memiliki akses, kesempatan dan kontrol atas pembangunan, serta tidak atau kurang memperoleh manfaat pembangunan yang adil dan setara dengan laki-laki. Banyak perempuan dan anak yang menjadi korban, hal ini karena dalam masyarakat terjadi perkawinan usia muda yang dijadikan cara untuk keluar dari kemiskinan. Dalam keluarga anak perempuan seringkali jadi beban ekonomi keluarga, sehingga dikawinkan pada usia muda. Mengawinkan anak dalam usia muda telah mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial, karena pertama, tingkat kegagalan pernikahan semacam ini sangat tinggi, sehingga terjadi perceraian dan rentan terhadap perdagangan orang. Setelah bercerai harus menghidupi diri sendiri walaupun mereka masih anak-anak. Pendidikan rendah karena setelah menikah mereka berhenti sekolah dan rendahnya keterampilan mengakibatkan tidak banyak pilihan yang tersedia dan dari segi mental, ekonomi atau sosial tidak siap untuk hidup mandiri, sehingga cenderung memasuki dunia pelacuran sebagai salah satu cara yang paling potensial untuk mempertahankan hidup. Pernikahan dini seringkali mengakibatkan ketidaksiapan anak menjadi orang tua, sehingga anak yang dilahirkan rentan untuk tidak mendapat perlindungan dan seringkali berakhir pula dengan masuknya anak kedalam dunia eksploitasi seksual komersial. Adanya ketidaksetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan yang membuat perempuan terpojok dan terjebak pada praktek perdagangan manusia. Ini terjadi pada perempuan yang mengalami perkosaan dan biasanya sikap atau respon masyarakat umumnya tidak berpihak pada mereka. Perlakuan masyarakat itu yang mendorong perempuan memasuki dunia eksploitasi seksual komersial. Sebenarnya, keberadaan perempuan di dunia eksploitasi seksual lebih banyak bukan karena kemauan sendiri, tetapi kondisi lingkungan sosial budaya di mana perempuan itu berasal sangat kuat mempengaruhi mereka terjun ke dunia eksploitasi sosial terutama untuk dikirim ke kota-kota besar. 3. Faktor Penegak Hukum Hukum seharusnya bertindak dan memihak bagi siapapun tanpa memandang status. Hukum merupakan serangkaian peraturan yang memilki sanksi bagi pelaku tindak kejahatan. Penegakan hukum terletak pada sikap menyerasikan nilai-nilai yang terjabarkan dan sikap untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Kurangnya penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam mengadili pelaku perdagangan manusia, termasuk pemilik, pengelola, perusahaan tenaga kerja merupakan celah hukum yang menguntungkan para trafficker. Berdasarkan data pusat, penyebab terjadinya praktek perdagangan manusia secara menyeluruh yang terjadi di Indonesia ialah sebagai berikut:
Berdasarkan data yang diperoleh dari BP3AKB propinsi Jawa Barat, faktor terjadinya perdagangan manusia terdiri atas adanya faktor-faktor dari sisi penawaran dan permintaan. Adapun faktor dari sisi penawaran yaitu:
Sedangkan faktor dari sisi permintaannya, yaitu:
Jadi, dapat disimpulkan faktor terjadinya perdagangan manusia di Indonesia sebagai berikut:
Pengaturan hukum atas praktek Perdagangan ManusiaBerikut adalah beberapa peratuan terkait dengan penanganan praktek perdagangan manusia di Indonesia:
Dari serangkaian peraturan tersebut, terdapat peraturan yang mencakup tahapan pencegahan artinya tindakan yang dilakukan sebelum manusia dijadikan korban. Namun ada juga peraturan yang mencantumkan sanksi bagi pelaku yang telah menjalankan praktek perdagangan manusia. Sanksi inilah yang diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku perdagangan manusia. Berikut beberapa pasal yang memuat sanksi bagi pelaku perdagangan manusia. Pada Bab II pasal 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebutkan bahwa: Pada Bab II pasal 3 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Selanjutnya pada Bab II pasal 4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada Bab II pasal 5 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 6 Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 7
Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 8 Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 9 Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 10 Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 11 Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 12 Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 15 Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 16 Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi: Pada pasal 17 Bab II Undang-undang Nomor 21 Tahun
2007 berbunyi: Dalam menguraikan teori tentang masyarakat Durkheim menaruh perhatian yang besar terhadap kaedah hukum yang dihubungkannya sebagai jenis solidaritas dalam masyarakat, hukum dirumuskan sebagai kaedah yang bersanksi di mana berat ringannya tergantung pada (1) sifat pelanggaran, (2) anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya perilaku tertentu, (3) peranan sanksi tersebut dalam masyarakat. Dengan disahkannya Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO), diharapkan penanganan terhadap terjadinya perdagangan orang akan semakin membaik. Pemerintah telah berusaha dengan berbagai cara untuk menangani dampak dari masalah yang ditimbulkan oleh bisnis perdagangan orang (trafficking), baik melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, seminar, pelatihan-pelatihan kerja dan yang terakhir adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang ‘’Pemberantasan Perdagangan Orang’’ . Selain itu terdapat sanksi yang tujuan utamanya adalah pemulihan keadaan (seperti keadaan sebelum terjadinya pelanggaran) terhadap kaedah-kaedah yang mungkin menyebabkan kegoncangan dalam masyarakat. Kaedah dengan sanksi semacam itu merupakan kaedah hukum restitutif dengan pengurangan unsur pidana yang terdapat di dalamnya. Kaedah hukum tersebut kemudian dikaitkan dengan bentuk solidaritas yang menjadi ciri masyarakat tertentu, oleh karena itu jenis kaedah hukum merupakan akibat dari bentuk solidaritas tertentu, antara lain: 1. Solidaritas mekanis yang terutama terdapat pada masyarakat sederhana yang relatif masih homogen struktur sosial dan kebudayaannya. Dalam bentuk ini warga masyarakat tergantung pada kelompoknya dan keutuhan masyarakatnya terjamin oleh hubungan antar manusia karena adanya tujuan bersama. Dalam hal ini tujuan utama dari sosiologi hukum adalah untuk menyajikan sebanyak mungkin kondisi yang diperlukan agar hukum dapat berlaku secara efisien. Peran dari sosiologi hukum adalah untuk memahami hukum dalam konteks sosial, menganalisa terhadap efektifikasi hukum dalam masyarakat baik sebagai sarana pengendalian sosial maupun sebagai sarana untuk merubah masyarakat. Sosiologi hukum itu mempelajari hukum dalam keefektifannya, atau Law in action dan mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat. Intinya, mempelajari sosiologi hukum itu ada tiga hal penting, yaitu memahami hukum dalam konteks sosial, menganalisis efektifitas hukum serta mengevaluasi kekuatan pengaruh struktur sosial dan proses sosial dalam membentuk aturan hukum. KesimpulanHukum di Indonesia itu sekarang jika diibaratkan sebagai seorang manusia, maka dia adalah manusia yang kehilangan jati dirinya, yang lupa akan jati dirinya sendiri. Ia menjadi terasing pada dirinya sendiri. Ia tidak menyadari apa yang menjadi hakekat dan tujuan hidupnya. Maka kurang lebih seperti itulah hukum di Indonesia sekarang ini. Bagaimana bisa hukum itu memberi rasa keadilan dan bagaimana bisa hukum itu berjalan efektif jika dalam proses pembuatan produk hukum itu sendiri, banyak sekali kepentingan-kepentingan yang memboncenginya atau bahkan ada istilah UU pesanan. Oknum pemerintah yang secara tak langsung mengeluarkan dokumen-dokumen yang tak ditinjau ulang, kurang memperhatikan tugas sebenar-benarnya, sehingga seharusnya anak di bawah umur yang mestinya mengecap pendidikan menjadi korban perdagangan. Selain itu, oknum-oknum pemerintah daerah ada yang melegalkan tempat-tempat prostitusi untuk menaikkan pendapatan daerah di mana secara tidak langsung pendapatan asli daerah menjadi bertambah dan di sisi lain sangat menguntungkan Pemda. Seperti halnya tempat lokalisasi yang terdapat di setiap daerah wisata hal ini seakan menjadi peluang bagi pelaku untuk terus merekrut para korban untuk dijadikan PSK. Bila lima unsur yang mempengaruhi jalannya penegakan hukum, yaitu: Undang-Undang, penegak hukumnya, sarana–prasarana, masyarakat serta sosial dan budaya hukum, dapat beriringan satu sama lain alias berjalan bersama-sama mencapai satu tujuan yakni memberantas tindak pidana perdagangan orang, maka target yang diinginkan pun tercapai. Namun jika lima unsur tersebut cacat pada salah satu unsurnya, rasanya sangat berat untuk dapat memberantas tindak pidana perdagangan orang tersebut. Artinya, perlu adanya kesamaan persepsi di semua pihak dan masyarakat dalam menyikapi rangkaian peraturan yang telah dibuat guna mencapai masyarakat yang bebas “trafficking”. Silakan lihat juga Iklan Layanan Masyarakat tentang Perdagangan Orang berikut ini https://www.youtube.com/watch?v=mkULxScK7xU&rel=0 Referensi
Sumber |