Show
Jawaban: E. Masjid beratap tumpang Penjelasan: Contoh : Masjid Menara kudus yg didirikan oleh Sunan Kudus
jawaban: (E) masjid beratap tumpang. penjelasan: Persinggungan arsitektur Masjid Agung Demak dengan bangunan Majapahit bisa dilihat dari bentuk atapnya. Namun, kubah melengkung yang identik dengan ciri masjid sebagai bangunan Islam, malah tak tampak. Sebaliknya, yang terlihat justru adaptasi dari bangunan peribadatan agama Hindu. KOMPAS.com - Indonesia di era kuno pernah mendapat pengaruh yang sangat kuat dari agama Hindu. Hal itu dibuktikan dengan ada beberapa kerajaan Hindu di Indonesia, seperti Kutai dan Tarumanegara di Jawa Barat. Setelah mendapat pengaruh Hindu selama berabad-abad, Indonesia kemudian memasuki era Islam yang ditandai dengan masuknya agama ini pada abad ke-13. Adanya pengaruh Hindu dan Islam ini kemudian membuat adanya akulturasi budaya yang berkembang di Indonesia. Baca juga: 6 Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit Proses akulturasi Hindu dan IslamProses akulturasi Hindu dan Islam di Indonesia terjadi secara dinamis tanpa harus menghilangkan kebudayaan yang sudah ada. Hal itu berdasarkan dari sifat dari kebudayaan yang selalu dinamis. Baca juga: Empat Fase Perkembangan Agama Hindu di India Pada abad ke-5, masyarakat Indonesia sudah mendapat pengaruh agama Hindu. Ini dibuktikan dengan adanya penggunaan bahasa Sansekerta pada prasasti yang ditemukan di bekas berdirinya kerajaan Hindu. Baca juga: Sejarah Singkat Bahasa Sanskerta Bangunan bercorak Hindu dan IslamSalah satu contoh bentuk akulturasi antara Hindu dan Islam adalah dalam bentuk bangunan. Hal itu dibuktikan dengan Masjid Agung Kudus yang memiliki bentuk seperti bangunan pura atau candi pada menara masjidnya. Bangunan Masjid Agung Kudus mencerminkan bentuk dari hasil akulturasi yang terjadi antara Hindu dan Islam di Indonesia. Selain itu, arsitektur masjid kuno Indonesia memiliki bentuk atap bertingkat lebih dari satu. Baca juga: Masjid Tonson, Masjid Tertua di Thailand Ini merupakan bentuk arsitektur yang masih terpengaruh oleh budaya Hindu. Contohnya gaya arsitektur pada beberapa masjid berikut ini::
Selain itu, makam yang ada di Jawa, seperti makam raja di Imogiri, juga masih terpengaruh oleh kebudayaan Hindu. Hal itu didasarkan pada letak makam yang berada di atas sebuah bukit atau tempat tinggi. Bangunan makam di Jawa memiliki filosofi yang terpengaruh oleh kebudayaan Hindu, yakni semakin tinggi suatu tempat maka akan semakin dekat dengan Tuhan. Baca juga: Kertajaya, Raja Terakhir Kediri yang Mengaku Dewa Tradisi Hindu dan IslamAda beberapa bentuk akulturasi yang terjadi di bidang budaya antara Hindu dan Islam. Salah satunya adalah tahlilan atau yasinan pada agama Islam. Tradisi ini adalah acara doa bersama untuk leluhur atau keluarga yang sudah meninggal. Pengaruh Islam juga terjadi dalam agama Hindu yang melakukan upacara atau ritual untuk mendoakan leluhur yang sudah meninggal. Ada juga ziarah makam yang biasa dilakukan oleh sebagian umat Islam menjelang bulan Ramadhan. Ziarah makam ini juga dilakukan oleh umat Hindu, seperti Raja Hayam Wuruk yang gemar mendatangi beberapa candi pendharmaan leluhurnya. Akulturasi budaya Islam dan Hindu juga terjadi dalam bidang penanggalan di era Sultan Agung. Sultan Agung menginginkan adanya penanggalan baru, sehingga kemudian diciptakan sebuah kalender perpaduan Kalender Saka dan Hijriah. Makam Hindu dan IslamPermakaman di Indonesia juga mengalamai pengaruh atau akulturasi dengan kebudayaan Hindu dan Islam. Permakaman Islam di Nusantara biasanya akan dibuatkan jirat atau kijing. Namun, khusus bagi orang penting atau berpengaruh, biasanya akan didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup pada makam. Adapun makam para raja akan dibuat megah dan lengkap dengan makam keluarga serta pengiringnya. Biasanya permakaman raja-raja Islam akan ditempatkan di atas bukit yang dibuat dengan berundak-undak. Hal itu hampir sama dengan konsep bangunan punden berundak era Hindu. Baca juga: Mengapa Thailand Jadi Negara ASEAN yang Tidak Pernah Dijajah? Referensi:
Jawaban yang tepat dari pertanyaan di atas adalah E. Untuk lebih detailnya, yuk pahami penjelasan berikut: Interaksi antara kebudayaan Hindu Buddha, Islam dan lokal telah melahirkan bentuk baru tanpa menghilangkan ciri aslinya. Interaksi tersebut dikenal dengan nama akulturasi. Salah satu bentuk akulturasi terlihat dari bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia. Bangunan tersebut memiliki ciri salah satunya, yaitu atapnya berupa atap tumpang. Atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan tingkat yang paling atas berbentuk limas. Jumlah tumpang biasanya selalu gasal/ ganjil, ada yang tiga, ada juga yang lima. Ada pula yang tumpangnya dua, tetapi yang ini dinamakan tumpang satu, jadi angka gasal juga. Atap yang demikian disebut meru. Atap masjid biasanya masih diberi lagi sebuah kemuncak/ puncak yang dinamakan mustaka. |