Contoh kasus masalah kerukunan umat beragama di Indonesia

Contoh kasus masalah kerukunan umat beragama di Indonesia
Ilustrasi masjid dan gereja. ©2015 Merdeka.com/americanbedu.com

NEWS | 23 Juli 2015 08:03 Reporter : Mustiana Lestari

Merdeka.com - Indonesia sudah tumbuh dan berkembang sebagai negara yang penuh dengan keragaman. Bahasa, agama, dan suku yang berbeda bukan menjadi halangan bagi masyarakat Indonesia untuk hidup berdampingan.

Namun tragedi pembakaran kios dan musala di Tolikara, Papua, di hari Raya Lebaran menghentak toleransi antarumat beragama yang selama ini terjalin. Sejumlah menteri menyebut hal itu terjadi di luar kewajaran dan timbul karena provokasi sejumlah pihak.

Banyak orang menyayangkan kejadian tersebut, padahal banyak di wilayah Indonesia lain kerukunan antarumat beragama dapat terjalin kuat. Meski berbeda keyakinan, kerukunan umat beragama ini dapat menjadi contoh kebhinekaan yang baik.

Berikut adalah kerukunan antarumat yang dapat dijadikan contoh.

2 dari 4 halaman

Contoh kasus masalah kerukunan umat beragama di Indonesia
ilustrasi masjid. ©2014 Merdeka.com/Shutterstock/Naufal MQ

Sejak zaman kemerdekaan, Muslim dan Nasrani di Kelurahan Kratonan, Kecamatan Serengan Solo, mempunyai tempat ibadah yang saling berdampingan, selalu saling bantu dan saling menghormati satu sama lainnya, tanpa pernah diwarnai gesekan sedikit pun.Umat Islam di wilayah ini, melaksanakan kegiatan salat dan ibadah lainnya di Masjid Al Hikmah. Sedangkan umat Nasrani melaksanakan ibadatnya di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan. Uniknya kedua tempat ibadah tersebut saling bersebelahan dan hanya dipisahkan tembok batu bata. Bahkan kedua tepat ibadah tersebut mempunyai alamat yang sama yakni Jalan Gatot Subroto No 222, Solo."Kami sudah terbiasa saling bantu, saling menghormati sejak puluhan tahun. Masjid dan gereja ini, punya alamat sama, Jalan Gatot Subroto No 222," ujar Takmir Masjid Al Hikmah, Haji Muhammad Nashir Abu Bakar, Rabu (22/7).Menurut Nashir, kerukunan kedua umat telah berlangsung sejak awal kemerdekaan, pasalnya Masjid Al Hikmah memang dibangun sejak awl kemerdekaan, yakni tahun 1947. Sementara GKJ Joyodiningratan sudah dibangun 10 tahun sebelumnya atau sejak tahun 1937.

Pantauan merdeka.com, di gereja tersebut juga digunakan sebagai sekolah taman kanak-kanak. Sedangkan di masjid masyarakat juga sering memanfaatkannya untuk pengajian, TPA (Taman Pendidikan Alquran), serta kegiatan lainnya. Toleransi juga terlihat dalam kehidupan bermasyarakat sehingga peribadatan kedua umat beragama hingga saat ini dapat berjalan lancar.

Kerukunan dan toleransi dipaparkan oleh Nashir. Ia menceritakan, suatu saat perayaan Idul Fitri jatuh pada hari Minggu, di mana saat tersebut umat Nasrani juga melakukan kegiatan peribadatan di pagi hari."Saat itu pihak gereja langsung telepon kami dan menanyakan apakah benar Idul Fitri jatuh hari Minggu. Kemudian mereka dengan rela hati memundurkan jadwal peribadatan paginya menjadi siang. Itu agar kami leluasa menjalankan Salat Idul Fitri," kisah Nashir.Ditemui terpisah, Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung Istining Hyang yang mengakui jika kerukunan dan toleransi tersebut sudah berlangsung lama. Ia menceritakan, saat ada acara peribadatan umat Nasrani, umat Muslim juga mempersilakan halaman depan masjid untuk tempat parkir.

"Kalau ada perayaan Natal atau Paskah, biasanya halaman depan masjid kita pakai untuk tempat parkir. Kami saling memberi kesempatan untuk berkegiatan sehingga peribadahan dapat berjalan lancar. Kalau ada pihak yang mengganggu kerukunan dan toleransi, kami akan secara bersama-sama mengatasinya," jelasnya.

3 dari 4 halaman

Contoh kasus masalah kerukunan umat beragama di Indonesia
Gereja. ©2012 Merdeka.com/dok

Pelaksanaan Salat Idul Fitri beberapa hari lalu Masjid Jami' Kota Malang biasa memanfaatkan halaman gereja Katolik Paroki 'Hati Kudus Yesus' sebagai tempat salat. Kejadian seperti ini sudah terjadi sekian tahun lamanya."Beberapa masjid sudah lama bekerja sama dengan gereja, termasuk masjid Sabilillah di Blimbing dengan gereja Albertus di depannya," kata Ketua FKUB Kota Malang, Joko SantosoPerlu diketahui, karena jumlah jamaah salat Idul Fitri 1436 H di Masjid Agung Jami Kota Malang membludak, panitia memanfaatkan halaman gereja. Jamaah meluber hingga halaman Gereja Katolik Paroki 'Hati Kudus Yesus' yang berjarak 100 meter.Yohanes Kristiawan, penjaga gereja menceritakan, masyarakat memenuhi halaman gereja sejak pukul 05.00 WIB. Gerbang gereja yang memang sengaja dibuka, langsung dipenuhi masyarakat. Halaman gereja tersebut memang sudah biasa dimanfaatkan untuk Salat Idul Fitri setiap tahun.Masyarakat pun bisa khusuk mengikuti salat sampai selesai. "Mereka langsung menggelar tikar, sajadah dan kertas koran yang sudah dibawa untuk alas salat," ujarnya.Ketua Takmir Zainudin Abdul Muchid mengatakan kalau sudah lama terjalin kerja sama antara masjid jami dan gereja 'Hati Kudus Yesus. Kasus jamaah yang salat di halaman gereja merupakan yang sudah terbangun sekian lama.

Masjid Jami merupakan masjid tertua di Kota Malang dengan dikelilingi oleh gereja. Usianya sudah lebih dari seabad, sehingga komunikasi sudah sekian tahun terjalin. "Kalau rukun dilihat juga enak, masyarakat juga senang pemimpinnya rukun," katanya.

4 dari 4 halaman

Contoh kasus masalah kerukunan umat beragama di Indonesia
Ilustrasi Imlek. ©Shutterstock/Thong Wing Hoong

Jelang perayaan Imlek yang jatuh pada 19 Februari lalu kesibukan sudah mulai nampak di berbagai Kongco di Bali. Tidak terlepas juga adanya Kongco Dwipayana Tanah Kilap, Kuta Bali.Bahkan kegiatan upacara sudah mulai berlangsung sejak Senin (16/2) lalu, di griya Kongco ini. "Untuk hari ini hanya mempersiapkan perayaan malam tahun baru. Kita mulai siapkan sejumlah lampion," terang Ratu Bagus Adnyana, pemangku di Griya Dwipayana, Rabu(18/2) di Tanah Kilap Kuta.Katanya Griya yang dibangun tahun 1999 ini, seiring dengan pelepasan Pura Narmada Tanha Kilap yang terletak di sebelah Kongco. Griya yang terletak di tepi bendungan Tukad Badung, sedikitnya ada 28 tempat pemujaan yang dilakukan di Griya ini.Bahkan berikut urutan dan tata cara meletakkan dupa juga sudah dituntun, sehingga siapapun yang akan melakukan pemujaan tidak lagi dibingungkan harus kemana lebih dahulu menghaturkan puja.Hal menarik di areal Kongco yang dikenal nama 'Ling Sii Miao', juga terdapat bangunan pelinggih Padmasana dan Betara Lingsir tempat pemujaan bagi umat Hindu Bali."Di sinilah letak perpaduan dan keeratan hubungan kami, intinya semua sama dan tertuju kepada hal yang sama dengan penuh kasih sayang," tutur Ratu Bagus.Selain itu juga ada tempat pemujaan 7 Bidadari yang dipercaya memberikan cinta kasih kerejekian dan peningkatan spiritual."Biasanya umat Hindu yang datang ke Kongco ini sehabis dari Padamasana langsung menghaturkan bhaktinya ke Tuju Bidadari," ungkapnya.

Dijelaskannya, setiap hari-hari besar umat Hindu di Bali Kongco ini ramai dipadati umat Hindu. "Menariknya saat hari sembahyangan umat Hindu, saling berbaur dengan warga kami yang juga sembahyangan," ungkap pemangku di Kongco Dwipayana. (mdk/dan)

Baca juga:
Menengok kerukunan dua agama samawi di Kratonan Solo
Redam konflik, tokoh Kristen se-Jawa Timur sowan ke KH Hasyim Muzadi
Contohlah toleransi di Malang, halaman gereja untuk Salat Id
Warga kristen Barat tengah gandrung ikut berpuasa Ramadan

Bimo Wiwoho | CNN Indonesia

Senin, 12 Feb 2018 07:42 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Penyerangan terhadap kegiatan ibadah di Gereja St. Lidwina, Sleman, DIY, Minggu (12/2) dianggap, sebagai bentuk kepercayaan diri yang samakin tinggi dari kelompok intoleran. Ketergasan pihak kepolisian akan jadi kunci untuk memukul balik gerakan ini.

"Ini menandakan apa? tidak lain karena kelompok intoleransi ini merasa semakin percaya diri sehingga mereka semakin berani terang-terangan dalam melakukan aksinya, entah ini ada kaitannya dengan situasi politik atau tidak, yang jelas ini berbahaya bagi kerukunan umat beragama," ujar Ketua Yayasan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Tedi Kholiludin, di Semarang, Minggu (11/2) seperti dikutip dari Antara.

Hal ini dikatakannya terkait dengan serangan terhadap jemaat Gereja Lidwina, Sleman, Yogyakarta, pada Minggu (11/2) pagi, oleh seseorang dengan pedang terhunus. Empat orang terluka akibat sabetan pedang, salah satunya adalah Romo Edmund Prier. Tedi menambahkan, kasus sejenis terjadi di Desa Siwal, Baki, Kabupaten Sukoharjo, Jateng, pada (19/8/2017). Ketika itu, sekelompok orang berpentutup wajah membawa senjata tajam menyerang warga dan anggota Barisan Ansor Serbaguna yang sedang bertugas menjaga acara HUT RI."Atas dasar perbedaan keyakinan keagamaan, mereka semakin terbuka dalam melakukan penolakan kegiatan keagamaan, pengusiran tokoh yang berbeda agama, bahkan penyerangan secara langsung dan membabi buta," ujarnya.

Contoh kasus masalah kerukunan umat beragama di Indonesia
Petugas kepolisian melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus penyerangan di Gereja Katholik St. Lidwina, Jambon, Trihanggo, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (11/2).(Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menambahkan, keterbukaan kaum intoleran dalam melakukan aksinya didukung juga oleh lemahnya penegakan hukum. Ini tercermin dalam insiden yang menimpa Ahmadiyah, di Cikeusik, Pandeglang, Banten, 2011.Sebanyak enam pengikut Ahmadiyah meninggal dunia. Sementara, para pelaku hanya divonis hukuman penjara tiga sampai enam bulan penjara. Pengikut Ahmadiyah pun mendapatkan vonis serupa karena dianggap memicu keresahan."Biasanya pihak minoritas cenderung dipaksa mengalah dan dikorbankan agar konflik tidak meluas dan berkepanjangan," ucapnya.Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhd Abdullah Darraz menilai, kekerasan terhadap umat beragama sebagaimana terjadi di Gereja Bedog, Sleman, Yogyakarta, dapat mengoyak kerukunan beragama jika tidak ditangani dengan baik oleh unsur-unsur terkait."Jangan sampai kasus-kasus semacam ini menguap begitu saja sehingga menciptakan tanda tanya dan kecurigaan di benak publik yang mungkin bisa turut mengoyak jalinan hubungan sosial-keagamaan di Indonesia," cetusnya.Senada, Ketua Setara Institute Hendardi mengkritis kinerja aparat penegak hukum yang selama ini dianggapnya cenderung memihak. Padahal, aparat tidak boleh bersikap lunak terhadap kelompok intoleran dalam penegakkan hukum."Setara berkali-kali mengingatkan, lemahnya penegakkan hukum atas kasus-kasus serupa akan mengundang kejahatan lain yang lebih besar," ujar dia.

Contoh kasus masalah kerukunan umat beragama di Indonesia
Buya Syafii Maarif saat mendatangi Gereja Santa Lidwina, Sleman Minggu (11/2). Ia mengutuk aksi kekerasan tersebut. (Foto: Detikcom/Ristu Hanafi)

Dia juga meminta kepada para politikus untuk tidak bermain api dengan isu agama, khususnya pada masa Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Sebab, hal itu sangat rentan menimbulkan perpecahan di masyarakat."Kerukunan antar-elemen bangsa dan ikatan kebangsaan terlalu luhur untuk dirusak demi dipertukarkan dengan jabatan politik," kata Hendardi.Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, aksi kekerasan tersebut tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun."Peristiwa tindak kekerasan terhadap sejumlah pemuka agama belakangan ini di beberapa tempat, bahkan terjadi di rumah ibadah, adalah perilaku yang tak bisa dibenarkan sama sekali, atas dasar alasan apapun juga," kata dia.Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim) Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengatakan, pihaknya telah menerjunkan Detasemen Khusus 88/Antiteror Polri untuk menyelidiki peristiwa itu."Kami mengimbau tidak mengambil langkah-langkah atau analisis masing-masing karena Kapolda (DIY) saat ini mengumpulkan ormas untuk menginformasikan peristiwa apa yang sebenarnya terjadi," tuturnya.

Ia juga mengaku meninjau soal kemungkinan peningkatan pengamanan di gereja-gereja. "Melihat perkembangan situasi yang ada, nanti intelijen memberikan masukan apakah akan ditingkatkan atau tidak," tandasnya. (arh/gil)

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA