Artikel ini merupakan cuplikan singkat dari sebuah buku; ‘Adat Perkawinan, Suatu Perubahan Prosesi Adat Perkawinan Pada Suku Gayo’. Buku hasil penelitian Disertasi yang ditulis oleh salah seorang putra terbaik Gayo, Dr. Luthfi Auni, MA, Dosen Senior Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Kependidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh. Penelitian ini merupakan kajian yang menelaah perubahan-perubahan bentuk perkawinan dalam masyarakat suku Gayo, dan lebih spesifik lagi membahas secara detail tentang perubahan-perubahan pada Pola Prosesi Adat Istiadat Perkawinan suku Gayo termasuk faktor-faktor yang melatar belakangi perubahan-perubahan tersebut, dengan pendekatan teori-teori ilmu sosial dan teori yang relevan lainnya. Dalam latar belakangnya dijelaskan bahwa suku Gayo memiliki sistim perkawinan tradisional yang unik. Keunikan ini merupakan hasil olah pikir (discovery) para Filosof tradisional suku Gayo yang telah menciptakan sebuah pranata perkawinan yang mencakup sistim, bentuk dan tahapan-tahapan dari awal sampai akhir prosesi sebuah perkawinan, yang begitu teratur dan apik. Konsep perkawinan suku Gayo menganut sistim perkawinan eksogami belah/klen yang melarang melakukan perkawinan dari satu belah/klen atau jalur keturunan darah yang sama. Untuk mendukung dan mengaplikasikan konsep ini, para filosof suku Gayo menciptakan dua bentuk perkawinan yaitu kerje juelen dan angkap. Bentuk Perkawinan juelen berdasarkan konsep patrilineal dan patrilokal, di mana seluruh keturunan dari hasil perkawinan tersebut masuk ke belah si suami dan menetap di belah suami selamanya. Sedang bentuk perkawinan angkap berdasarkan konsep matrilineal dan matrilokal, yang mengharuskan suami berpindah belah ke belah si istri sehingga secara otomatis keturunan dari hasil perkawinan itu masuk ke belah istri (Luthfi, 2019: 25). Tidak hanya sampai di situ, para filosof terdahulu juga menciptakan berbagai tahapan dan pola prosesi adat istiadat yang begitu teratur dan apik dalam sebuah prosesi perkawinan suku Gayo yang terdiri dari perangkat lunak (software) dan dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dan lambang-lambang adat (hardware) yang kesemuanya memiliki makna dan falsafah sebagai warisan bagi generasi suku Gayo. Dewasa ini, bentuk-bentuk perkawinan tradisional sebagaimana dijelaskan sudah berubah dan beralih ke bentuk perkawinan Kuso Kini yang merupakan bentuk perkawinan pada masyarakat modern. Konsep perkawinan Kuso Kini memberikan kebebasan kepada pasangan nikah untuk memilih menetap di pihak suami atau istri, tidak lagi terikat dengan konsep kerje juelen maupun kerje angkap (Luthfi, 2019: 208). Tidak hanya terjadi pada bentuk perkawinan, tetapi perubahan besar juga telah terjadi pada tahapan-tahapan dan pola prosesi adat istiadat yang merupakan bagian-bagian utama dalam prosesi perkawinan suku Gayo. Dalam realitas kekinian, meskipun sebahagian pola prosesi adat istiadat tradisional masih diikuti, namun semuanya telah berubah dan beradaptasi dengan masa sekarang. Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa pemahaman terhadap falsafah dan makna dari lambang-lambang adat yang terdapat dalam setiap perangkat dan perlengkapan perkawinan tradisional suku Gayo juga sudah kurang dipahami. Penelitian yang sudah dibukukan ini berfokus pada tiga pembahasan yang diurai secara detail, yakni: pertama, pola prosesi adat istiadat Suku Gayo tradisional; kedua, pola prosesi adat istiadat perkawinan suku Gayo masa kini; ketiga, faktor yang melatar belakangi perubahan pola prosesi adat istiadat perkawinan suku Gayo. Dalam mengurai dan menganalisis tiga fokus kajian ini, penulisnya menggunakan teori perubahan sosial, tindakan sosial dan teori budaya. Berdasarkan pembahasan dan analisis mendalam penulisnya menyimpulkan; pertama, perubahan bentuk perkawinan kerje juelen dan angkap dilatarbelakangi oleh perubahan sikap dan pola pikir tradisional ke pola pikir modern. Kedua, perubahan-perubahan pola prosesi adat istiadat perkawinan suku Gayo sebagai wujud inovasi yang dilatar belakangi oleh adanya perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat yang berlatar belakang dimensi kultural, dimensi struktural, dan dimensi interaksional. Ketiga, perubahan perubahan pola prosesi adat istiadat perkawinan suku Gayo yang bersifat kultural dan interaksional dilatar belakangi oleh perubahan sikap. Sedangkan perubahan dari aspek struktural dilatar belakangi oleh agen-agen perubahan. Keempat, arah perubahan prosesi adat istiadat perkawinan suku Gayo adalah penggabungan tradisional dan modern melalui proses akulturasi. Kelima, perubahan-perubahan pola prosesi adat istiadat perkawinan suku Gayo terjadi melalui proses difusi dari berbagai unsur budaya luar. Keenam kurangnya generasi muda untuk memahami berbagai makna filosofi yang terkandung dalam perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) karena tidak adanya bahan referensi tertulis, kurangnya peran lembaga adat dan berkurangnya ahli adat. Ketujuh, faktor-faktor eksternal yang melatar belakangi perubahan-perubahan pola prosesi adat istiadat perkawinan dalam suku Gayo karena adanya agen-agen perubahan dan saluran-saluran perubahan dalam masyarakat suku Gayo. Beberapa Catatan Ada beberapa catatan khusus terhadap buku ini; pertama, penulisnya mampu memetakan secara apik seluruh pola dan tahapan prosesi perkawinan suku Gayo Tradisional yang menganut sistem perkawinan eksogami yang melarang perkawinan dari satu belah/klen (jalur keturunan darah yang sama), yang kemudian diwujudkan dalam dua bentuk perkawinan yakni juelen dan angkap. Kedua, dapat menjelaskan berbagai perubahan yang telah terjadi yang terkait bentuk dan prosesi serta tahapan adat istiadat perkawinan suku Gayo serta faktor-faktor yang menyebabkan perubahan tersebut. Ketiga, menariknya lagi penulis dalam bukunya sebagai hasil studi lapangan yang bersumber dari tokoh-tokoh dan ahli adat suku Gayo mampu mendapatkan data-data hampir seluruh makna filosofi dari konsep perkawinan adat isiatiadat suku Gayo dan makna-makna atau filosofi yang terkandung dalam perangkat lunak dan perangkat keras yang terdapat dalam prosesi dan tahapan sebuah perkawinan suku Gayo. Tentu hal ini sangat bermanfaat dalam usaha melestarikan arti dan kandungan adat istiadat khususnya aspek prosesi dan tahapan adat istiadat perkawinan suku Gayo yang menjadi khasanah referensi tertulis yang dapat dibaca oleh generasi muda sekarang. Penulis mengakui bahwa sebuah perubahan sosial dalam masyarakat adalah keniscayaan dan sesuatu yang tidak mungkin dihindari karena zaman terus berubah sesuai waktunya. Namun demikian perubahan sosial itu mestinya tidak membuat nilai-nilai lama terkubur, hilang dan dilupakan oleh generasi selanjutnya. Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi tertulis khususnya terkait dengan berbagai perubahan yang telah terjadi pada bentuk dan tahapan serta pola prosesi adat istiadat perkawinan suku Gayo serta berbagai faktor internal dan eksternal yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut.
Commentscomments Bagaimana kutu berkembang biak apa sambungan kata dari selamat malam ke Kakak sama datang titik-titik denge Presiden Joko Widodo Menjadi Kepala Negara Pertama di Dunia yang Disuntik Vaksin SinovacPresiden Joko Widodo resmi menjadi orang pertama di Indonesia … Bacalah contoh slogan dibawah in, kemudian tuliskan makna yg terkandung dlm slogan tersebut Perhatikan gambar berikut! Dari gambar diatas, tuliskan informasi yang terdapat pada gambar tersebut Perhatikan gambar berikut! Dari gambar poster diatas, tentukanlah kaidah kebahasaan yg terkandung dalam gambar tersebut Makanan cepat saji biasanya memerlukan waktu untuk diolah terlebih dahulu. Sedangkan siap santap bisa langsung diambil karena sudah dibuat dari awal. … Menunjukkan untuk siapa iklan diatas Struktur berita terdiri dari kepala lead, tubuh dan ekor berita. Telaahlah teks diatas berdasarkan struktur teks berita tersebut berikan contoh kalimat iklan tentang: 1. penghapus |