Dalil mengenai perintah berpakaian yang baik

DALIL-DALIL :

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ

Hai anak Adam [530], sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa [531] itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin- pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-A’raf  : 26-27).

[530] Maksudnya ialah: umat manusia [531] Maksudnya ialah: selalu bertakwa kepada Allah.

Diriwayatkan dari :

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلَةٍ. (رواه النسائي)   

dari ‘Amru bin Syu’aib dari Bapaknya dari Kakeknya dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Makanlah dan bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan sombong.” (HR. an-Nasa’i (no.2512), Syaikh al-Albani menghasankannya (Shahih Sunan an-Nasa’i (no.2399)), Ahmad (no.6656), Ibnu Majah (no.3605) dan hadits diatas pun diriwayatkan oleh al-Bukhari secara mu’allaq di awal kitab al-Libas).

Di Antara Adab-Adab Mengenakan Pakaian Dan Berhias

1. Wajibnya Menutup Aurat

Allah telah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya di mana Allah telah menutup mereka dengan pakaian yang nampak, kemudian membimbing mereka dengan pakaian maknawi yang kedudukannya lebih agung dari pakaian yang pertama. Allah berfirman :

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ

Hai anak Adam [530], sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa [531] itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin- pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-A’raf  : 26-27).

[530] Maksudnya ialah: umat manusia [531] Maksudnya ialah: selalu bertakwa kepada Allah.

Tentang tafsir ayat ini, Ibnu Katsir mengatakan : Allah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya berupa pakaian dan perhiasan. Pakaian adalah yang menutup aurat, yaitu keburukan, dan perhiasan adalah apa yang dipakai untuk berhias secara zhahir. Maka yang pertama termasuk perkara yang darurat dan perhiasan termasuk perkara sekunder dan termasuk kebutuhan tambahan. (Tafsir al-Qur’an al-Azhim (II/217), cet. Darul Kutub al-‘ilmiyyah, Beirut, th.1418 H)).

Menutup aurat termasuk adab yang agung yang diperintahkan dalam Islam, bahkan laki-laki dan wanita dilarang melihat aurat sebagian dari mereka sendiri karena akan menimbulkan kerusakan. Syari’at Islam datang untuk menutup setiap pintu yang bisa membawa seseorang kepada keburukan, dan aurat adalah sesuatu yang seseorang tidak senang menampakkan dan melihatnya. Karena kata aurat itu diambil dari kata al-‘aur yang berarti al’aib (yang memalukan), dan juga setiap sesuatu yang engkau tidak suka jika memandangnya, karena memandangnya dianggap sebagai sesuatu yang ‘aib (memalukan). Demikian yang dikatakan oleh Syaikh Utsaimin. (Asy-Syarhul Mumti’ (II/133)).

Diriwayatkan :

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ. (رواه مسلم)

dari Abi Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah (boleh) seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, dan perempuan melihat aurat perempuan, dan tidaklah (boleh) seorang laki-laki bersatu dengan laki-laki lain dalam satu baju. Dan tidaklah (boleh) seorang wanita bersatu dengan wanita lain dalam satu baju.” (yaitu janganlah keduanya berbaring dengan telanjang di bawah (di balik) satu kain, sebagaimana yang dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ at-Tirmidzi). (HR.Muslim (no.512), Ahmad (no.11207), at-Tirmidzi (no.2793) dan Ibnu Majah (no.661)).

Masalah : Apakah paha laki-laki termasuk aurat??

Jawab : Lajnah Da’imah menyatakan : Jumhur fuqaha’ berpendapat bahwa paha laki-laki juga termasuk aurat. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang sanad hadits-haditsnya tidak ada yang luput dari kritikan, apakah sandanya bersambung atau tidak, atau tentang kedha’ifan sebagian perawinya. Akan tetapi sebagian hadits tersebut bisa saling menguatkan antara satu sama lain sehingga derajatnya naik dengan menggabungkan seluruh riwayat yang ada untuk dijadikan hujjah atas masalah yang dibahas. Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa’, Ahad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari hadits Jarhad al-Islami, ia berkata :

Rasulullah pernah melintas dan ketika itu aku mengenakan burdah dan pahaku tersingkap, maka beliau bersabda : Tutuplah pahamu karena sesunggguhnya paha itu adalah aurat. At-Tirmidzi menghasankan hadits ini. (Syaikh al-Albani menshahihkan riwayat Abu Dawud (no.3389)).

Dan sebagian ulama lain ada yang berpendapat bahwa paha laki-laki tidak termasuk aurat. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan :

Dari Anas (ia mengatakan) bahwa Nabi membuka sarung dari pahanya sehingga aku sungguh melihat putihnya paha beliau. Diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Bukhari, dan ia berkata : Sanad hadits Anas lebih bagus dan hadits Jarhad lebih hati-hati. (Lihat Shahih al-Bukhari, kitab ash-Shalah, bab Maa Yudzkar fil Fakhdz)).

Dan pendapat kebanyakan ulama adalah lebih hati-hati karena hadits pertama merupakan ketentuan dalam pembahasan ini, sedangkan hadits Anas masih mengandung kemungkinan (akan sebab) lain. (Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah (no.2252)(VI/167-165)).

2. Laki-Laki Diharamkan Menyerupai Wanita Dan Begitu Juga Wanita Diharamkan Menyerupai Laki-Laki

Dalam hal ini terdapat larangan yang keras dan laknat yang tetap dari Rasulullah, diriwayatkan :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ. (رواه البخاري)

dari Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma dia berkata; “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR.Al-Bukhari (no.5435,6331), Ahmad (no.1983), at-Tirmidzi (no.2783), Abu Dawud (no.4097) Ibnu Majah (no.1904) dan ad-Darimi (no.2649)).

Masalah : Apabila penyerupaan tersebut memang merupakan sifat asli seseorang, apakah ia termasuk ke dalam laknat dan celaan??

Jawab : Ibnu Hajar berkata : Adapun seseorang yang penyerupaan tersebut merupakan sifat aslinya maka ia hanya diperintahkan untuk meninggalkan sifat tersebut dan membiasakan diri untuk meninggalkan kebiasannya itu secara bertahap. Apabila ia tidak melaksanakannya dan terus-menerus bersifat seperti itu maka ia masuk dalam celaan, terlebih lagi jika nampak bahwa ia meridhai sifat tersebut ada pada dirinya, dan keridhaan ini terucap jelas dari mereka. (Fat-hul Bari (X/345)).

3. Disunnahkan Menampakkan Nikmat Allah Dalam Berpakaian Dan Yang Lainnya

Diriwayatkan :

عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثَوْبٍ دُونٍ فَقَالَ أَلَكَ مَالٌ قَالَ نَعَمْ قَالَ مِنْ أَيِّ الْمَالِ قَالَ قَدْ آتَانِي اللَّهُ مِنْ الْإِبِلِ وَالْغَنَمِ وَالْخَيْلِ وَالرَّقِيقِ قَالَ فَإِذَا آتَاكَ اللَّهُ مَالًا فَلْيُرَ أَثَرُ نِعْمَةِ اللَّهِ عَلَيْكَ وَكَرَامَتِهِ. (رواه أبوا داود)   

dari Abu Al Ahwash dari Bapaknya ia berkata, “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan baju yang lusuh. Maka beliau bertanya: “Apakah engkau mempunyai harta?” Ia menjawab, “Ya.” beliau bertanya lagi: “Harta apa saja?” ia menjawab, “Allah telah memberiku unta, kambing, kuda dan budak.” Beliau bersabda: “Jika Allah memberimu harta maka tampakkanlah wujud dari nikimat-Nya dan pemberian-Nya itu pada dirimu.” (HR. Abu Dawud (no.3541), dan lafazh ini berdasarkan riwayatnya, dan Syaikh al-Albani menshahihkannya, Ahmad (no.15457), dan an-Nasa’i (no.5223)).

Dan dalam hal ini manusia berada di dua sisi dan pertengahan, satu kaum terlalu menekan dirinya dan terlalu berhemat, entah karena alasan agama (menurut persangkaan mereka) atau karena memang bakhil. Dan kaum yang satu lagi berlebih-lebihan dan melampaui batas.

4. Haramnya Menyeret Kain (Menjulurkannya Melebihi Mata Kaki) Karena Sombong

Diriwayatkan :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا. (رواه البخاري)

dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada hari kiamat kelak, Allah tidak akan melihat orang yang menjulurkan kain sarungnya karena sombong.” (HR.Al-Bukhari (no.5342), Muslim (no.2078), Ahmad (no.8778), dan Malik (no.1698)).

Diriwayatkan :

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَأَبِي هُرَيْرَةَ قَالَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِزُّ إِزَارُهُ وَالْكِبْرِيَاءُ رِدَاؤُهُ فَمَنْ يُنَازِعُنِي عَذَّبْتُهُ. (رواه مسلم)

dari Abu Sa’id Al Khudri dan Abu Hurairah keduanya berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kemuliaan adalah sarung-Nya dan kesombongan adalah selendang-Nya. Barang siapa menentang-Ku, maka Aku akan mengadzabnya.”

Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ هَنَّادٌ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي وَالْعَظَمَةُ إِزَارِي فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا قَذَفْتُهُ فِي النَّارِ. (رواه أبوا داود)   

dari Abu Hurairah. Hannad berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Kesombongan adalah selendang-Ku, kebesaran adalah sarung-Ku, barangsiapa mengambil salah satu dari keduanya dari-Ku, maka ia akan Aku lemparkan ke dalam neraka.” (HR.Muslim (no.4752), Ahmad (no.7335), Abu Dawud (no.3567), dan Ibnu Majah (no.4174)).

Ibnu Hajar berkata : Seluruh dalil yang ada menjelaskan bahwa barangsiapa mengenakan pakaian bagus untuk menampakkan dan menunjukkan nikmat Allah kepadanya serta bersyukur atas nikmat tersebut tanpa merendahkan orang yang tidak memilikinya, maka pakaian-pakaian yang boleh ia kenakan tidak akan memudharatkannya walaupun pakaian yang ia pakai sangat berharga. Dalam Shahih Muslim disebutkan :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ. (رواه مسلم)

dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya laki-laki menyukai apabila baju dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah itu bagus menyukai yang bagus, kesombongan itu menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR.Muslim (no.131), Ahmad (no.3779)). (Fat-hul Bari (X/271)).

Catatan Penting : Ibnu Hajar berkata : Dari hadits diatas (hadits yang beliau maksudkan adalah hadits yang menjelaskan tentang orang yang menyeret pakaiannya karena kesombongan) dapat diambil satu ulasan bahwa kaitan sifat sombong dengan menyeret pakaian untuk menjelaskan bahwa hal itu sering terjadi. Dan menolak kebenaran serta berjalan dengan penuh kecongkakan adalah perkara tercela walaupun dilakukan oleh orang yang menyingsingkan lengan baju. (Fat-hul Bari (X/271)).

5. Haramnya Pakaian Syuhrah (Pakaian Kebesaran Agar Seseorang Menjadi Terkenal Karena Pakaian Tersebut)

Diriwayatkan :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (رواه أحمد)   

dari Ibnu Umar, berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengenakan baju kebesaran agar terkenal di dunia, Allah Taala memakaikan baginya baju kehinaan hari kiamat.” (HR. Ahmad (no.5406), dan lafazh hadits ini menurut riwayatnya, Abu Dawud (no.4029), Syaikh al-Albani menghasankannya (no.3399), dan Ibnu Majah pun meriwayatkannya (no.3606)).

Ibnu Raslan berkata : Karena memakai pakaian syuhroh di dunia bertujuan agar menjadi mulia dan menyombongkan diri terhadap orang lain, maka Allah akan memakaikannya pada hari kiamat pakaian yang terkenal dengan kehinaannya dan meremehkannya di antara mereka sebagai hukuman baginya, dan hukumannya itu sesuai dengan jenis amal… Dan sabda Nabi : Pakaian kehinaan, yaitu Allah akan memakaikan pakaian kehinaan kepadanya pada Hari Kiamat. Yang dimaksud adalah pakaian yang menyebabkan kehinaan pada hari kiamat sebagaimana seseorang mengenakan pakaian di dunia dengan tujuan agar dimuliakan oleh orang lain dan bersikap angkuh di depan mereka, sebagaimana dikatakan dalam ‘Aunuk Ma’bud. (Syarah Sunan Abi Dawud (jilid VI (XI/50-51)) dengan sedikit perubahan).

Ibnu Taimiyyah berkata : Pakaian syuhroh itu dimakruhkan karena termasuk pakaian kesombongan dan pakaian rendahan di luar kebiasaan orang-orang. Sesungguhnya para salaf dahulu menganggap makruh dua jenis syuhrah, yaitu pakaian kesombongan dan pakaian rendahan. Dan dalam hadits disebutkan :

Baransiapa yang mengenakan pakaian syuhroh, maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan, dan yang terbaik adalah pertengahan. (al-Fatawa (XXII/138)).

6. Haramnya Emas Dan Sutera Bagi Laki-Laki, Kecuali Karena Udzur

Diriwayatkan :

عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ حَرِيرًا فَجَعَلَهُ فِي يَمِينِهِ وَأَخَذَ ذَهَبًا فَجَعَلَهُ فِي شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي. (رواه أبوا داود)   

dari Ali bin Abu Thalib radliallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mangambil sutera lalu meletakkannya pada sisi kanannya, dan mengambil emas lalu meletakkannya pada sisi kirinya. Kemudian beliau bersabda: “Sesugguhnya dua barang ini haram bagi umatku yang laki-laki.” (HR. Abu Dawud (no.3535), dan Syaikh al-Albani menshahihkannya (no.3422), an-Nasa’i (no5144), dan Ibnu Majah (no.3595)).

Dan :

عَنْ أَبُو أُمَامَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَبِسَ الْحَرِيرَ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ. (رواه مسلم)

dari Abu Umamah; Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang memakai kain sutera ketika di dunia, maka dia tidak akan memakainya di akhirat kelak.” (HR.Muslim (no.3867)).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ. (رواه البخاري)

dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau melarang mengenakan cincin emas. (HR.Al-Bukhari (no.5415), Muslim (no.2089), Ahmad (no.9709), dan an-Nasa’i (no.5273)).

Hadits-hadits diatas dan juga atsar-atsar yang telah dikemukakan sebelumnya (dan selainnya) menunjukkan haramnya emas dan perak bagi laki-laki, kecuali dalam beberapa keadaan yang dikecualikan dari pengharaman ini, yaitu laki-laki dibolehkan memakai sutera jika ia menderita gatal dan sangat terganggu dengan gatal tersebut.

عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ أَنَسًا حَدَّثَهُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَالزُّبَيْرِ فِي قَمِيصٍ مِنْ حَرِيرٍ مِنْ حِكَّةٍ كَانَتْ بِهِمَا. (رواه البخاري)

dari Qatadah bahwa Anas bercerita kepada mereka bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberi keringanan kepada ‘Abdur Rahman bin ‘Auf dan Az Zubair untuk menggunakan baju yang terbuat dari sutera karena alasan penyakit gatal yang diderita keduanya. (HR.Al-Bukhari (no.2703), Muslim (no.2076), Ahmad (no.11821), at-Tirmidzi (no.1722), an-Nasa’i (no.5310), Abu Dawud (no.4056) dan Ibnu Majah (no.3592))).

Dan seseorang dibolehkan memakainya dalam peperangan atau untuk menolak kemudharatan, seperti orang yang tidak mendapatkan pakaian kecuali pakaian sutera untuk menutup auratnya, atau untuk menghalau rasa dingin. Dibolehkan memakai sutera apabila sutera itu merupakan bagian dari pakaian kira-kira empat jari atau kurang, berdasarkan hadits :

عَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ خَطَبَ بِالْجَابِيَةِ فَقَالَ نَهَى نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ إِلَّا مَوْضِعَ إِصْبَعَيْنِ أَوْ ثَلَاثٍ أَوْ أَرْبَعٍ. (رواه مسلم)

dari ‘Umar bin Al Khaththab pernah berpidato di Jabiyah sebagai berikut; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang memakai sutera kecuali sekedar dua, tiga, atau empat jari saja. (HR.Al-Bukhari (no.5828), Muslim (no.3860), dan lafazh hadits ini menurut periwayatan beliau, Ahmad (no.367), an-Nasa’i (no.5312), dan Ibnu Majah (no.2820)).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : Adapun memakaikan sutera kepada anak-anak yang belum mencapai usia baligh, maka ada dua pendapat yang populer di kalangan ulama, namun yang paling tepat dari keduanya adalah pendapat yang mengatakan tidak boleh.

Umar bin al-Khaththab pernah melihat seorang anak (kecil) dari az-Zubair mengenakan pakaian dari sutera, maka Umar merobek-robeknya dan berkata : Janganlah kalian memakaikan sutera kepada mereka. Demikian pula Ibnu Mas’ud pernah merobek baju sutera yang dikenakan oleh anaknya… (al-Fatawa (XXII/143)).

7. Laki-Laki Disunnahkan Memendekkan Pakaian Dan Wanita Memanjangkannya

diriwayatkan :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ. (رواه البخاري)

dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Barangsiapa menjulurkan kain sarungnya hingga dibawah mata kaki, maka tempatnya adalah neraka.”

Dan dalam riwayat Ahmad disebutkan :

عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِزْرَةُ الْمُؤْمِنِ مِنْ أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ فَأَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ إِلَى مَا فَوْقَ الْكَعْبَيْنِ فَمَا كَانَ مِنْ أَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ فَفِي النَّارِ. (رواه أحمد)   

dari Abu Hurairah berkata; Abul Qasim shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Batas sarung bagi seorang mukmin laki laki adalah dari pertengahan betis ke bawah hingga di atas kedua mata kaki, maka apa yang ada di bawahnya adalah masuk neraka.” (HR.Al-Bukhari (no.5341), Ahmad (no.10151), dan an-Nasa’i (no.5330)).

Dan :

عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ قَالَ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا قَالَ أَبُو ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ. (رواه مسلم)

dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tiga golongan manusia yang Allah tidak akan mengajak mereka bicara pada hari kiamat, tidak melihat mereka, tidak mensucikan dosanya dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih.” Abu Dzar berkata lagi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membacanya tiga kali. Abu Dzar berkata, “Mereka gagal dan rugi, siapakah mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang melakukan isbal (memanjangkan pakaian), orang yang suka memberi dengan menyebut-nyebutkannya (karena riya’), dan orang yang membuat lakubarang dagangan dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim (no.154), Ahmad (no.20811), at-Tirmidzi (no.1211), an-Nasa’i (no.2564), Abu Dawud (no.4087), Ibnu Majah (no.2208) dan ad-Darimi (no.2605)).

Catatan Penting : Maksud memanjangkan pakaian bagi wanita adalah untuk menutup kedua kakinya. Jika pakaiannya tidak sampai menutup kedua kakinya dan ia memakai kaos kaki atau apa pun yang bisa menutupinya maka hukumnya boleh. Syaikh Utsaimin berkata : Sesungguhnya menutup kedua kaki bagi wanita adalah perkara yang disyari’atkan, bahkan wajib menurut pendapat kebanyakan ulama, maka hendaklah wanita menutup kedua kakinya, baik dengan pakaian yang lebar, kaos kaki kanadir (semacam sepatu wanita) atau yang serupa dengannya. (Fatawa asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (II/838)).

diriwayatkan :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ. (رواه البخاري)

dari Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang menjulurkan pakaiannya karena kesombongan maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari qiyamat”. Kemudian Abu Bakr berkata; “Sesungguhnya sebelah dari pakaianku terjulur kecuali bila aku memeganginya (mengangkatnya) “. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Sesungguhnya kamu melakukan itu bukan bermaksud sombong”. (HR.Al-Bukhari (no.3392), dan lafazh hadits ini menurut periwayatan beliau, Muslim (no.2085), Ahmad (no.5328),  at-Tirmidzi (no.1730), an-Nasa’i (no.5335), Abu Dawud (no.4085), Ibnu Majah (no.3659), dan Malik (no.16696)).

Kami katakan kepada orang yang beralasan demikian : Kami membolehkan anda menjulurkan pakaian anda apabila anda telah memenuhi tiga perkara : Pertama : Sarung (kain) yang menjulur ke bawah adalah salah satu dari dua sisinya, bukan seluruh sisinya. Kedua : Anda telah menjaga pakaian anda dengan mengangkatnya setiap kali terjatuh, sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar, maka dengan demikian anda tidak sengaja melakukannya. Ibnu Hajar berkata : Dalam riwayat Ahmad disebutkan : Sesungguhnya sarungku terkadang melorot, Ibnu Hajar berkata : Seakan-akan ikatannya terlepas apabila ia berjalan atau melakukan gerakan lainnya tanpa adanya kesengajaan darinya. Apabila ia menjaga pakaian tersebut maka pakaiannya tidak akan melorot ke bawah, karena setiap kali hampir melorot ia akan kencangkan ikatannya. (Fat-hul Bari (X/266)). Ketiga : Nabi bersaksi bahwa anda bukanlah orang yang melakukannya karena sombong!! Dan yang terakhir ini telah tertiadakan sekarang dan tidak ada alasan lain.

Ibnu Hajar berkata : Hadits ini menerangkan bahwa apabila seseorang menyeret pakaiannya karena tergesa-gesa maka ia tidak termasuk ke dalam larangan… (Fat-hul Bari (X/267)). Dan hal ini pun terjadi pada diri Abu Bakar sebagaimana telah kami kemukakan. (ini adalah ringkasan yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin as-Shalih al-‘Utsaimin dalam syarah beliau atas kitab al-libas dari Shahih al-Bukhari (kaset volume 2 side A).

Bersambung ke poin no.8-14.

Digubah dan diringkas secara bebas oleh ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Kitabul ‘Adab karya Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub.