Loading Preview Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi pasar tradisonal dilihat dari aspek konsumen, produk/komoditas, dan harga; mengetahui dampak kehadiran ritel modern (Indomaret dan Alfamart) terhadap kinerja pedagang di pasar tradisional, dilihat dari omset, keuntungan, dan jumlah tenaga kerja. Pasar tradisional yang dijadikan obyek penelitian adalah 5 pasar tradisional omset terbesar yang berada di wilayah Kabupaten Malang yaitu pasar Lawang, pasar Kepanjen, Pasar Lawang, Gondanglegi, Singosari, Tumpang, Kepanjen, dan Pasar Dampit. Sampel penelitian adalah pedagang di pasar tradisional, jumlah sampel yang diambil sebanyak 60 pedagang atau 12 pedagang pada masing-masing pasar, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dengan pedagang, sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan statistik inferensial yaitu Uji Beda sampel berpasangan (paired sample t test). Hasil penelitian tentang kondisi pasar tradisional menunjukkan bahwa konsumen di pasar tradisional didominasi oleh konsumen toko/warung yaitu konsumen yang berbelanja di pasar tradisional untuk tujuan dijual lagi. Produk yang dijual di pasar tradisional umumnya didominasi bahan makanan (sembako), baru kebutuhan rumah tangga lainnya, selanjutnya tentang harga, karena mekanisme transaksi di pasar tradisional dilakukan dengan tawar menawar maka harga komoditas antar pedagang sangat bersaing. Hasil penelitian tentang kinerja pasar tradisional menunjukkan omset pedagang justru mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (setelah berdiri ritel modern), sedangkan tingkat keuntungan mengalami penurunan, hal ini menunjukkan bahwa keberadaan ritel modern membawa dampak meningkatnya persaingan dalam mendapatkan konsumen, sehingga pedagang di pasar tradisional berusaha menurunkan margin keuntungan melalui mekanisme tawar menawar. Oleh karena itu walaupun sebenarnya omset meningkat, tetapi keuntungan secara keseluruhan menurun. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan omset dan keuntungan pedagang pasar tradisional sebelum dan sesudah keberadaan ritel modern (Alfamart dan Indomaret), sedangkan jumlah tenaga kerja tidak ada perbedaan yang signifikan.
Sarwoko, E. (2008). DAMPAK KEBERADAAN PASAR MODERN TERHADAP KINERJA PEDAGANG PASAR TRADISIONAL DI WILAYAH KABUPATEN MALANG. Jurnal Ekonomi Modernisasi, 4(2), 97-115. Retrieved from https://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JEKO/article/view/880
Oleh : Menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan mewah dan modern tersebut, terutama yang dibangun pihak swasta mengundang keresahan dan kekhawatiran para pedagang tradisional.
Saat ini jumlah pasar modern di Kota Surabaya jauh lebih banyak dibanding pasar tradisional. Setidaknya 65 persen sarana perbelanjaan di Surabaya didominasi pasar modern, baik berupa factory outlet, supermarket, minimarket, department store, maupun mal. Bisa dibayangkan, bagaimana mungkin seorang pedagang kecil dengan modal pas-pasan, dapat bersaing dengan pengusaha besar yang sudah memiliki asset lebih, baik dari segi modal, teknologi, sumber daya manusia maupun jaringan bisnis luas?
Menurut Sekretaris Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Surabaya, Buchori Imron mengatakan dampak dari menjamurnya mal-mal yang menjual dengan harga grosir sangat dirasakan para pedagang tradisional. Rata-rata pendpaatan pasar tradisional menurun hingga 70 persen. Supermarket dan pusat-pusat perbelanjaan mewah yang menjual harga murah bisa mematikan pedagang tradisional.
Pasar Modern Menjamur
Terus Tergerus Solusi Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan melahirkan lebih banyak lagi kebijakan pembangunan ekonomi yang bisa dirasakan langsung olehPedagang pasar tradisional sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah kota kepada publik. Yaitu dengan membuat regulasi yang tegas untuk melindungi pasar tradisional, dukungan perbaikan infrastruktur serta penguatan manajemen dan modal pedagang di pasar tradisional. Sedangkan untuk pasar modern perlu dilakukan pengkajian ulang mengenai target konsumen dan komponen barang yang dijual, termasuk mengenai harga. Secara yuridis, upaya untuk menyelamatkan nasib pasar tradisional dari serangan dahsyat pasar modern sudah ada. Sebut saja misalnya pemerintah pusat telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern pada 27 Desember 2007. Sebagai tindaklanjut, Pemerintah Propinsi bersama DPRD Jatim sudah membuat Rancangan Perda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Jawa Timur. Namun sudah berjalan dua tahun ini, Raperda tersebut belum disahkan. Berlarut-larutnya pengesahan Raperda tersebut tentu saja akan memberi ruang “bebas” bagi para pemodal besar atau ritelist untuk membangun jaringan ritel-ritel di berbagai tempat. Dan pada saat yang bersamaan, nasib pasar-pasar tradisional diperkampungan akan semakin terjepit dan terancam gulung tikar.Karena itu, Pemerintah propinsi agar segera mengesahkan Raperda Pasar Tradisional sehingga bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah kab/kota untuk melahirkan Perda yang lebih implementatif dan protektif terhadap pasar tradisional. Dalam Perda di tingkat kab/kota harus berani mengatur pembatasan pembangunan pasar modern. Jangan sampai Perda yang telah disahkan nanti menjadi “macan ompong”, tak mampu menjerat para kapitalist ritel. Selain itu, kalau bisa tak sekedar membatasi, tapi melarangnya. Mengingat pasar-pasar modern yang ada saat ini sudah terlalu banyak. Dan dampaknya sudah sangat terasa dan terlihat. Dengan regulasi yang jelas dan tegas, setidaknya dapat melindungi dan menyelamatkan pedagang tradisonal dari keterpurukan ekonomi akibat serangan pegadang kelas kakap yang sangat kapitalistik. |