Dinasti bani umayyah membangun pusat pengembangan ilmu dan adab kota yang dimaksud adalah

Pasal 34 ayat 3 UUD NRI Tahun 1945, “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak .“ … Pasal tersebut merupakan penjelamaan dari pokok pikiran … Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.A. pertamaB. keduaC. ketigaD. keempat ​

Masyarakat di Kawasan Asia Tenggara memiliki kehidupan sosial budaya yang beragam. Negara-negara ASEAN memiliki persamaan dalam keadaan sosial, yaitu … .... A. sebagian besar penduduk di negara ASEAN bekerja sebagai petani kecuali Singapura B. semua negara di Kawasan Asia Tenggara tidak pernah dijajah kecuali negara Thailand C. sebagian besar penduduk di negara ASEAN bekerja sebagai nelayan kecuali negara Filipina D. semua negara di Kawasan Asia Tenggara tidak pernah dijajah kecuali negara Malaysia

Kerajaan islam pertama yang ada di indonesia beserta pendirinya

faktor yang menyumbang kepada kemajuan ekonomi sebuah negara​

siapakah nama bapak teman saya​

كَانَ اِذَا أَتَاهُ اَمْرٌ يَسُرُّهُ اَوْبُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شُكْرًا لِلَّهِ Hadits di atas berisi tentang ...kak tolong bantu jawab​

Bagaimana sistem kemiliteran Daulah Mamluk?​

Bagaimana keperwiraan Sultan Az-Zahir Ruknuddin Baybar Al-Bunduqdari??................................................................................ … .................................​

jelaskan peroporsi dan komposisi pada lukisan perjamuan terakhir​

Abbasiyah mendasarkan kekhalifahan pada​?(ga ngasal ya awas kalo ngasal gue hapus tu jawaban.)

Dinasti bani umayyah membangun pusat pengembangan ilmu dan adab kota yang dimaksud adalah

Dinasti bani umayyah membangun pusat pengembangan ilmu dan adab kota yang dimaksud adalah
Lihat Foto

Encyclopædia Britannica

Masjid Agung Damaskus atau Masjid Umayyah yang berdiri di Kota Tua Damaskus, Suriah.

KOMPAS.com - Dinasti Bani Umayyah merupakan pemerintahan Islam yang berlangsung sejak tahun 661 hingga 750.

Pendiri dari Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan atau Muawiyah I, yang sekaligus menjadi khalifah pertama dari dinasti ini.

Sebagai khalifah pertama, Muawiyah I dipandang dapat menghadirkan budaya baru dalam sistem pemerintahan tata negara dan kehidupan beragama.

Selama memimpin, ia berusaha sebaik mungkin untuk memulihkan kembali persatuan dalam wilayah Islam.

Muawiyah I juga berusaha membangun sistem pemerintahan monarki Islam dengan menunjuk putranya, Yazid, sebagai putra mahkota.

Keputusan ini kemudian diikuti oleh para khalifah sesudahnya. Oleh sebab itu, Muawiyah I dianggap sebagai pembawa budaya baru karena mendirikan sistem monarki dalam sejarah politik Islam.

Berikut ini kebudayaan yang dikembangkan pada masa Dinasti Bani Umayyah.

Baca juga: Latar Belakang Berdirinya Dinasti Bani Umayyah

Bidang pemerintahan

Masa kekuasaan Muawiyah I telah mengubah sistem pemerintahan dari demokrasi menjadi monarki atau kerajaan.

Kemudian, Dinasti Bani Umayyah juga menerapkan sistem pemerintahan konfederasi provinsi, yakni dengan menggabungkan beberapa provinsi berbeda menjadi satu.

Muawiyah I juga membentuk empat diwan (departemen), yaitu:

  • Diwan ar-Rasail, bertugas untuk mengurus surat-surat negara
  • Diwan al-Kharraj, mengurus perpajakan
  • Diwan al-Jundi, bertugas mengurus kemiliteran negara
  • Diwan al-Khatim, sebagai pencatat

Selain itu, Muawiyah I membuat lambang negara untuk Bani Umayyah berupa sebuah bendera merah dan menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan.

Baca juga: Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Bani Umayyah

Bidang sosial

Pada masa Dinasti Bani Umayyah, mulai dikenal istilah stratifikasi sosial. Periode ini juga memunculkan empat macam golongan orang Arab, yaitu golongan kaum Muslimin, neomuslim (kaum Muslim baru), anggota mazhab, dan para budak.

Namun, meski stratifikasi sudah ada, kondisi sosial Bani Umayyah masih terbilang baik dan masyarakat bisa hidup dengan damai.

Para khalifah juga tidak segan melindungi gereja, katedral, candi, dan beberapa tempat suci lainnya.

Bahkan, mereka bersedia membangun kembali setiap tempat ibadah yang sudah hancur menggunakan dana dari kas negara.

Budaya baru yang juga muncul ketika Dinasti Umayyah berkuasa adalah mulai digunakannya alat-alat makan, seperti serbet, sendok, dan garpu.

Baca juga: Kekhalifahan Bani Umayyah: Masa Keemasan dan Akhir Kekuasaan

Bangunan atau Arsitektur

Dinasti Bani Umayyah mencapai masa keemasan ketika dipimpin oleh Khalifah al-Walid I atau al-Walid bin Abdul Malik, yang memerintah antara 705-715.

Pada masanya, dibangun jalan raya, pabrik, gedung, dan panti asuhan untuk orang cacat.

Selain itu, salah satu bentuk pertumbuhan kebudayaan pada masa Bani Umayyah adalah perkembangan di bidang arsitektur, ditandai dengan dibangunnya masjid-masjid yang memenuhi kota.

Para arsitek Muslim-Arab mengembangkan arsitektur yang mereka punya berdasarkan dari yang sudah ada sebelumnya.

Untuk pertama kalinya, Muawiyah I memperkenalkan sebuah menara kepada rakyatnya.

Salah satu karya tercantik dari masa Dinasti Umayyah adalah Kubah Karang di Yerusalem, yang dibangun oleh Abdul Malik bin Marwan, khalifah yang berkuasa antara 685-705.

Selain itu, Abdul Malik juga membangun masjid lain, yaitu Masjid Kubah Emas atau Masjid Umar.

Referensi: 

  • Manshur, Fadlil Munawwar. (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Budaya Arab Pada Masa Dinasti Umayyah. Humaniora Volume XV. No. 2/2003. 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Heri Ruslan

Di Abad Pertengahan,  Wasith menjadi salah satu kota terpenting dan besar di dunia Islam.

‘’Telah menceritakan kepada kami Abdan. Telah mengabarkan kepada kami Abdullah. Telah mengabarkan kepada kami Syu'bah dari Asy'ats dari bapaknya dari Masruq dari Aisyah radliallahu 'anha, ia berkata; ‘Nabi SAW menyukai sebelah kanan sejauh beliau bisa melakukannya, yakni dalam bersuci, memakai terompah, dan menyisir, dan setiap urusannya’. Syu'bah mengatakan, Asy'ats di kota Wasith mengucapkan kata-kata lain sebelum ini.” (HR Bukhari).

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari di atas, tertulis  nama sebuah kota, yakni Wasith. Lalu di manakah kota itu terletak? Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith Al-Nabawi, Wasith adalah sebuah kota yang berada di kawasan Sawad, Irak. ‘’Kota ini dinamai Wasith karena terletak di tengah-tengah (tawassuth) antara Bashrah dan Kufah,’’ ujar pakar hadis itu.

Kota Wasith dibangun oleh Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi -- gubernur Irak untuk Kekhalifahan Umayyah yang berbasis di Damaskus, Suriah --  pada tahun 83 H/ 706 M. Menurut Ensiklopedi Britannica,  Wasith sempat menjelma sebagai kota perdagangan dan militer di abad pertengahan.

‘’Wasith menjadi pusat kota di Irak pada masa Kekhalifahan Umayyah,’’ papar Dr Syauqi.  Setelah menguasai kota itu,  Gubernur Irak, Al-Hajjaj melakukan pembangunan besar-besaran.  Ia membangun istana, masjid agung, membuka jaringan irigasi dan pertanian di seluruh kota Wasith.

Kota itu letaknya juga amat strategis, yakni di tepi Sungai Tigris yang menjadi pusat jaringan penghubung menuju seluruh bagian di wilayah Irak. Tak heran jika kota itu menjelma menjadi pusat galangan kapal yang besar dan pusat perdagangan.

Di abad pertengahan,  Wasith menjadi salah satu kota terpenting dan besar di dunia Islam. Kota itu tak hanya dikenal sebagai pusat bisnis dan perdagangan, namun juga masyhur sebagai pusat intelektual.  Tak heran jika dari kota itu lahir sederet ulama dan ilmuwan Muslim terkemuka dalam bidang hukum, hadis, sastra dan syair.

Pada era kekuasaan Umayyah, Wasit tampil sebagai pusat intelektual dunia Islam. Ibnu Batuta, pengembara Muslim legendaris dari Maroko sempat berkunjung ke kota itu. Dalam catatan perjalanannya bertajuk Ar-Rihla, Ibnu Batutta mengagumi perkembangan keilmuwan di Wasith.

‘’Bagi orang-orang yang mengunjunginya, Wasith memberi manfaat dengan pengetahunan. Suasananya mendorong setiap orang untuk memiliki pemikiran yang maju.  Dan orang-orang Wasith adalah yang terbaik di Irak,’’ papar Ibnu Batuta menggambarkan geliat dan kemajuan ilmu pengetahuan yang berkembang dan dicapai masyarakat Wasith ketika itu.

Ketika era  kekuasaan Dinasti Ummayah berakhir Wasith masih menjadi salah satu kota yang penting.  Begitu Kekhalifahan Abbasiyah berdiri, ibu kota pemerintahan Islam  berpindah dari Damaskus (Suriah) ke Baghdad. Pada awal-awal perpindahan pusat kekuasaan itu,  kota Wasith masih tetap diperhitungkan.

Namun, seiring berkembangnya Baghdad menjadi metropolis dunia di Abad Pertengahan, pamor Wasith pun mulai meredup. Bahkan, sejak abad ke-15 M, kota itu hampir kurang dikenal lagi.  Seorang geografer asal Turki menggambarkan Wasith pada awal abad ke-17 M, sebagai kota yang terletak di tengah gurun.

Ketika Kekhalifahan Usmaniah atau Ottoman yang berpusat di Turki menguasai dunia,  Wasit menjadi provinsi dan Al-Kut menjadi ibu kotanya. Dinasti Ottoman membangun kembali Wasith sebagai pos terdepan untuk menghalau serangan dari Dinasti Safawiyah yang berpusat di Iran.

Kota Wasith kembali dikenal pada era Perang Dunia I, ketika pasukan Inggris melakukan invansi. Sekarang, Wasith menjadi salah satu provinsi di Irak dan letaknya di bagian tengah Irak.  Kota itu berjarak 172 kilometer dari Baghdad.

Provinsi Wasith luasnya mencapai 17.153 kilometer persegi atau sekitar 3,9 persen dari luas negara Irak. Wilayah itu merupakan sentra pertanian, karena memiliki jaringan irigasi yang bersumber dari Sungai Dijla.

Sehingga, Provinsi Wasith dikenal dengan hasil pertaniannya, seperti gandum, jerai, jagung, beras, kapas, dan bunga matahari. Tak hanya itu,  kota itu juga  menjadi penghasil aneka sayuran dan buah-buahan. Provinsi Wasith dihuni oleh 1,03 juta penduduk pada 2006. Populasinya mencapai 3,9 persen dari total penduduk Irak.

tirto.id - Sejarah peradaban Islam mencatat, dinasti pertama selepas masa Kekhalifahan Rasyidin (632-661 Masehi) adalah Dinasti Umayyah yang dipelopori oleh Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Kendati sistem politiknya bertolak jauh dari sistem Kekhalifahan Rasyidin, namun di masa Kekhalifahan Umayyah, perkembangan ilmu pengetahuan terbilang pesat.

Berbeda dari masa Kekhalifahan Rasyidin yang menggunakan musyawarah untuk mengangkat khalifah, dinasti-dinasti Islam setelahnya, termasuk Kekhalifahan Umayyah, mewariskan kekuasaan melalui jalur keturunan. Dengan kata lain, khalifah dipilih dari anak khalifah sebelumnya.

Dilansir dari artikel ilmiah yang dimuat di Jurnal Tarbiya, Dinasti Umayyah berdiri sejak tahun 661 dan berakhir pada 750 Masehi. Selama 89 tahun berdiri, terdapat 14 khalifah berkuasa di Kekhalifahan Umayyah. Ada 5 khalifah yang paling terkenal, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Al-Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, dan Hasyim bin Abdul Malik.

Di masa Kekhalifahan Umayyah, keluarga khalifah dan pemerintahannya menaruh perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan. Sejumlah bidang ilmu berkembang pesat, seperti seni rupa yang dibuktikan dengan pahatan-pahatan, seni ukir, dan lukisan kaligrafi dari masa tersebut. Selain itu, bidang arsitektur juga berkembang dengan dibangunnya Kubah Al-Sakhrah di Baitul Maqdia di masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan.

Dalam uraian "Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Masa Dinasti Umayyah" yang dimuat di Buletin Ilmiah Al-Turas, Nurhasan menuliskan sejumlah bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat itu meliputi ilmu-ilmu agama, bahasa, sejarah, geografi, filsafat, astronomi, matematika, fisika, dan ilmu pengetahuan alam lainnya.


Berikut penjelasan atas perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan pada masa Kekhalifahan Umayyah:

1. Ilmu-ilmu Agama

Sebenarnya, ilmu-ilmu agama sudah diminati sejak zaman Kekhalifahan Rasyidin, namun di masa Dinasti Umayyah, jenis keilmuan ini berkembang amat pesat. Banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang mengembara untuk berdakwah. Di pelosok-pelosok negeri itulah, berdiri berbagai pusat kajian Islam yang mempelajari Alquran, hadis, dan fikih. Pusat-pusat kajian Islam itu terdapat di Makkah, Madinah, Kufah, Bashrah, Fustat, hingga Damaskus.

Di antara ilmu-ilmu agama yang berkembang adalah ilmu qiraat atau seni membaca Alquran, serta ilmu tafsir. Tokoh-tokoh di bidang qiraat dan tafsir adalah Nafi' bin Abdurrahman, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Ibnu Katsir, dan lain sebagainya.

Berkembang juga ilmu hadis dengan tokoh seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, dan lainnya, ilmu fikih dengan tokoh besar seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, dan lainnya.

2. Ilmu Bahasa Arab

Sebenarnya, ilmu bahasa Arab pada masa sebelum Islam sudah berkembang jauh. Namun, selama itu, sebagian besar penduduk jazirah Arab adalah ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Tradisi keilmuan bahasa mereka berbentuk lisan, bukan tulisan. Pada masa Kekhalifahan Umayyah, ilmu bahasa Arab dikodifikasi sedemikian rupa dan ditulis sesuai cabang-cabang bahasanya. Sebagai misal, Abu Al-Aswad Ad-Duali dari Bashrah yang menuliskan ilmu nahwu. Yahya bin Ya'mar, murid Abu Al-Aswad kemudian menggeluti ilmu saraf dan balagah.

Pada masa Dinasti Umayyahini ini juga, Ahmad Al-Farahidi menyusun kamus atau mu'jam bahasa Arab dan kaidah-kaidah bahasa Arab.

3. Ilmu Sejarah

Perkembangan ilmu sejarah di masa Dinasti Umayyah dimulai dari penulisan sirah nabawiyah atau perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Data-data sejarah ini dikulik melalui sumber-sumber lisan dari sahabat-sahabat Rasulullah.

Di masa Kekhalifahan Umayyah, kitab sejarah yang pertama kali ditulis adalah Al-Maghazi dan Al-Sirah yang ditulis Ibnu Syihab Az-Zuhri untuk merekam riwayat perjalanan Nabi Muhammad SAW.

Sejarawan-sejarawan yang terkenal di masa Kekhalifahan Umayyah antara lain Ibnu Ishaq Al-Waqidi, Ibnu Hisyam, Muhammad bin Umar Al-Waqidi, dan lainnya.

4. Ilmu Kalam

Di bidang ilmu kalam, di masa Kekhalifahan Umayyah berkembang aliran-aliran pemikirian Jabariyah yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran Qadariyah yang dipelopori Ma'bad Al-Juhani, dan aliran Mu'tazilah yang dipelopori oleh Washil bin Atha'. Aliran-aliran pemikiran dan ilmu kalam ini mencoba menafsirkan ajaran Islam dengan metode filsafat. Namun, banyak tokohnya yang mendapat tekanan dari pemerintah. Kendati demikian, aliran pemikiran dan ilmu kalam tetap berkembang pesat.

5. Sastra

Jenis sastra yang berkembang di masa Kekhalifahan Umayyah adalah syair atau puisi. Syair-syair ini didendangkan di banyak pertemuan. Bahkan, pada masa itu, terdapat Pasar Ukaz yang menjadi tempat untuk pertunjukan syair Arab. Di masa Dinasti Umayyah, orang yang memiliki kecakapan lisan, baik itu orator dan penyair memiliki kedudukan sangat terhormat di kabilahnya. Diterakan, bangsa Arab bahkan tidak mengucapkan ucapan selamat, kecuali pada tiga hal, yaitu lahirnya anak kuda kesayangan, lahirnya bayi laki-laki, dan kemunculan seorang penyair.

Di era Kekhalifahan Umayyah pula, terdapat beberapa aliran syair yang berkembang, misalnya syair ghazal yang penuh nuansa cinta dan erotisme. Syair ghazal ini dikembangkan oleh Umar bin Abu Rabiah. Selain itu, berkembang juga syair politik yang dikenal dengan sebutan Al-Syi'r Al-Hizbi.


6. Ilmu Kimia dan Kedokteran

Untuk keperluan praktis, ilmu kimia dan kedokteran turut berkembang pesat. Tokoh terkenal yang mendalami bidang ini adalah Khalid bin Yazid bin Mu'awiyah yang belajar di Alexandria, Mesir. Ia menerjemahkan karya-karya Yunani di bidang kedokteran, kimia, farmasi, dan matematika ke bahasa Arab. Tokoh lainnya dari golongan Nasrani adalah Ibnu Atsal dan Abu Hakam Al-Nashrani. Ia merupakan dokter pribadi khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Abu Hakam adalah spesialis bidang farmasi dan obat-obatan, dari pil, tablet, hingga ramuan herbal.

Video yang berhubungan