Faktor apa yang menjadi sumber utama dari kerusakan lingkungan akibat populasi manusia?

Oleh: Lalu Suryadi S.,SP.MM.

Kasubbid Pangan dan Pertanian Bappeda NTB

Kemiskinan merupakan masalah multidimensi karena berkaitan dengan ketidakmampuan akses secara ekonomi, sosial budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan secara harfiah dapat dikatakan sebagai keadaan tidak memiliki apa-apa secara cukup. Kemiskinan juga didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata – rata seperti standar kesehatan masyarakat dan standar pendidikan.

Dalam berbagai pandangan ada tiga jenis kemiskinan yang sering di kemukakan yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh satu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut tidak mampu memanfaatkan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan relatif merupakan kondisi kemiskinan karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Sementara Kemiskinan absolut adalah apabila tingkat pendapatan seseorang dibawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum (basic needs), antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk hidup dan bekerja. Bentuk-bentuk kemiskinan yang ada serta berbagai ragam faktor penyebabnya, tentunya sangat mempengaruhi rumusan kebijakan yang dibuat.

Berbicara tentang faktor penyebab kemiskinan ada banyak hal yang menjadi sumber penyebab utama terjadinya kemiskinan, mulai dari permasalahan terbatasnya sumber daya alam yang ada pada suatu wilayah, sampai pada rendahnya kapasitas SDM yang dimiliki masyarakat sehingga tidak memiliki kemampuan, ide dan gagasan untuk membuat usaha yang bisa menghasilkan untuk peningkatan kesejahteraannya, sehingga walaupun sumber daya alam yang ada berlimpah tetapi kapsitas SDMnya rendah maka sumber daya yang berlimpah tersebut tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah.

Kemiskinan dan lingkungan hidup merupakan dua hal krusial yang sulit untuk dipisahkan karena keduanya saling mempengaruhi sehingga membahas keduanya menjadi topik yang seolah tak ada habisnya, ibarat bicara duluan mana telur atau ayam?. Secara teori, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU. No. 23/1997). Suparmoko (1997), menyebutkan bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu sistem terdiri dari lingkungan sosial (sociosystem), lingkungan buatan (echnosystem) dan lingkungan alam (ecosystem). Lingkungan hidup meliputi sumberdaya alam yang punya kemampuan untuk pulih kembali (recovery), namun akibat tekanan aktifitas manusia yang semakin ekstrim dibandingkan dengan laju pemulihan sumberdaya alam yang lambat, maka akan terjadi degradasi bahkan kerusakan sumberdaya alam yang semakin cepat, karena pergerakan upaya perusakan yang dilakukan oleh manusia lebih cepat daripada kemampuan alam untuk melakukan pemulihan kembali (recovery). Tekanan penduduk apabila tidak sebanding dengan ketersediaan sumberdaya alam tentu saja akan memperlambat pemulihan sumberdaya alam. Kerusakan terhadap lingkungan sangat sulit untuk dihindari apabila intensitas tekanan terhadap lingkungan terus menerus terjadi sehingga upaya pembangunan yang memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan menjadi salah satu cara yang diperlukan agar lingkungan tetap terjaga keberadaannya. Pengelolaan lingkungan yang salah akan berdampak fatal pada kerusakan lingkungan yang berkepanjangan hingga tidak dapat diperbaiki lagi dalam jangka panjang. Apabila hal tersebut terjadi maka sulit dihindarkan kondisi ini akan menimbulkan bencana lingkungan sebagaimana yang banyak terjadi baru-baru ini di beberapa wilayah seperti tanah longsor, banjir bandang dan bencana lainnya.

Kemiskinan dan kerusakan lingkungan berkorelasi negatif dan saling mempengaruhi. Kemiskinan terjadi karena kerusakan lingkungan atau sebaliknya lingkungan rusak karena adanya kemiskinan pada wilayah sekitar. Hubungan sebab akibat tersebut dapat terus menerus berlanjut membentuk suatu siklus yang tidak berujung. Pada kondisi seperti itu, kemiskinan akan semakin parah dan lingkungan semakin rusak. Semakin lama kondisi itu berlangsung, semakin kronis keadaanya. Sehingga status kemiskinan berubah secara tidak linier. Dari miskin, ke lebih miskin, dan akhirnya miskin sekali atau sangat miskin, demikian pula kecenderungan yang sama juga terjadi juga pada kerusakan lingkungan. Hal ini ditandai dengan aktivitas dan kehidupan manusia yang melebihi kapasitas alam. Manusia yang miskin untuk bertahan hidup karena tidak memiliki pilihan lain melakukan pemanfaatan SDA yang berlebihan melampaui daya dukung (carrying capacity) dari sumber daya alam yang ada.

Lalu bagaimana situasi yang terjadi di Provinsi NTB?, Pada Tahun 2018 Penduduk NTB lebih dari 700 ribu masih hidup dibawah garis kemiskinan dengan penghasilan kurang dari US$ 2 per hari, bahkan angka kemiskinan Provinsi NTB masih lebih tinggi dari rata-rata angka kemiskinan Nasional. Kemiskinan menjadi salah satu pemicu terjadinya tekanan terhadap lingkungan yang luar biasa. Degradasi dan kerusakan lingkungan sulit dihindarkan ketika penduduk masih dililit kemiskinan. Intensitas pemanfaatan sumber daya alam semakin tinggi karena hanya inilah sebagai satu-satunya tempat bergantung bagi kelangsungan hidup dalam kondisi miskin. Sebagai contoh apabila satu keluarga saat ini memiliki lahan 1 Ha. nantinya bila memiliki 4 anak maka akan dibagi masing-masing 25 are. Luas ini tentunya tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup si anak dan keluarganya apalagi kalau lahan yang dimiliki tersebut adalah lahan kering yang hanya di tanami 1 tahun sekali. Karena lahan tersebut tidak cukup untuk membiayai hidup keluarga tersebut maka alternatif yang akan dilakukan adalah mencari sumber daya lahan lain yang ada disekitarnya dan umumnya pilihan lahan tersebut adalah kawasan hutan. Lebih parahnya lagi apabila lahan tersebut kemiringannya lebih dari 450 yang secara teknis sangat berbahaya untuk di garap menjadi lahan pertanian karena dapat memicu longsor dan erosi. Dan kondisi lahan seperti ini tidak akan mampu bertahan lama sebagai fungsi lahan pertanian karena karakteristik kemiringan yang tinggi bila dilakukan pengolahan secara terus menerus maka lapisan top soil yang ada di permukaan lambat laun akan habis tergerus erosi sehingga pada akhirnya akan menyisakan batuan saja yang tidak memungkinkan untuk ditumbuhi tanaman. Apabila lahan tersebut sudah tidak produktif lagi karena lagi-lagi tidak ada pilihan lain maka pemanfaatan kawasan hutan untuk lahan pertanian berpindah lagi ke tempat lain sehingga hutan akan semakin terdesak dan habis dimanfaatkan untuk lahan pertanian baik secara legal melalui berbagai program pemanfaatan hutan maupun secara illegal melalui main kucing-kucingan dengan aparat yang berwenang. Kondisi ini terus berjalan dan dilakukan secara massive dan berjamaah dalam kawasan yang luas sehingga menyebabkan kerusakan sumber daya lahan yang parah dan berdampak pada terjadinya bencana longsor dan banjir bandang. Kejadian longsor dan banjir bandang yang terjadi biasanya tidak hanya membawa air dari lahan yang lebih atas tetapi juga membawa tanah, dan nutrisi serta tanaman yang ada di atasnya sehingga paripurnalah kerusakan yang terjadi pada sumber daya lahan tersebut.

Disamping menyebabkan kerusakan sumber daya lahan, banjir bandang yang terjadi sebagai akibat dari perusakan kawasan hutan untuk menjadi lahan pertanian juga menyebabkan kerusakan pada infrastruktur dan perumahan penduduk yang berada di bawahnya, bahkan juga dapat menyebabkan korban jiwa. Apabila kondisi ini terjadi maka dapat menyebabkan penduduk yang tadinya kaya menjadi miskin, yang hampir miskin menjadi miskin, yang sudah miskin menjadi semakin dalam tingkat kemiskinannya, akibat dari rusak dan hilangnya asset oleh bencana banjir. Tingkat kemiskinan juga dapat semakin parah karena seluruh asset yang semula menjadi sumber untuk mendapatkan penghasilan sudah tidak ada lagi sehingga berdampak pada tidak adanya pendapatan yang ujung-ujungnya juga bisa meningkatkan jumlah dan kedalaman kemiskinan masyarakat. Dari sisi akses masyarakat terhadap pelayanan public seperti sarana kesehatan, sarana pendidikan serta akses ke sarana ekonomi seperti pasar dan perbangkan juga mengalami hambatan sebagai akibat dari bencana banjir yang biasanya juga merusak infrastruktur jalan, jembatan, perkantoran, puskesmas, sekolah dan lain sebagainya. Hal ini juga menjadi pelengkap dari semakin beratnya beban penduduk miskin karena untuk mendapatkan akses ke sarana pelayanan public tersebut harus menambah biaya akibat kerusakan infrastruktur dan harus menjangkau lokasi pelayanan public yang lebih jauh.

Di sisi lain untuk masyarakat yang sudah diwarisi oleh nenek moyangnya dengan sumber daya lingkungan hidup yang sudah rusak parah, atau yang kondisi dan karakterisitik alamnya memang sangat kritis, tentunya juga menjadi penyebab susahnya untuk mendapatkan sumber penghasilan dari kondisi yang ada tersebut, sehingga untuk daerah yang seperti ini umumnya banyak yang taraf kesejahteraan masyarakatnya masuk dalam katagori penduduk miskin, karena sebagai penduduk yang berlatar belakang mata pencaharian turun-temurun sebagai petani tentu kehidupan dan mata pencahariannya sangat tergantung dari sumber daya alam disekitarnya. Daerah yang kondisi lingkungannya memang sudah rusak akan menghasilkan produktifitas yang sangat kecil, karena sumber daya lahan yang sudah rusak umumnya sangat miskin dengan unsur hara yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi produktifitas yang rendah ini juga diperparah lagi dengan minimnya ketersediaan sumber daya air pada daerah-daerah yang sudah rusak tersebut karena tidak ada lagi hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan yang mampu menampung air hujan, sehingga kalaupun ada upaya pemanfaatan untuk budidaya biasanya hanya bisa dilakukan sekali dalam satu tahun dengan mengandalkan air hujan. Namun daerah yang tidak memiliki tutupan lahan seperti ini pada musim hujan sangat rawan dengan bencana banjir, erosi dan tanah longsor, sehingga tidak jarang tanaman mengalami kerusakan akibat bencana tersebut yang mengakibatkan terjadinya gagal tanam maupun gagal panen. Jika hal tersebut terjadi sudah tentu akan berdampak pada turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat karena tidak ada lagi sumber pendapatan untuk mendukung kehidupannya.

Kondisi di atas merupakan gambaran umum yang terjadi di Provinsi NTB, dimana akibat perkembangan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menjadi 5.013.687 jiwa tahun 2018 dengan kepadatan 248,78 jiwa/km2, menyebabkan tekanan terhadap lingkungan semakin berat yang ditunjukkan oleh semakin luasnya lahan kritis di NTB yaitu seluas 870.211 hektar lebih yang terdiri dari dalam kawasan hutan seluas 432.941 hektar dan diluar kawasan hutan seluas 437.270 hektar. Terjadi peningkatan seluas 291.565 hektar jika dibandingkan dengan tahun 2016 seluas 578.646 hektar. Kondisi ini akan terus terjadi kedepannya jika seluruh komponen yang ada di NTB ini tidak segera berbenah memperbaiki keadaan dengan peningkatan kesadaran secara menyeluruh bahwa seluruh aktifitas kita di alam ini dalam rangka memanfaatkan potensi SDA harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan mengutamakan kelestariannya. Apabila kaidah-kaidah kelestarian alam ini kita abaikan maka akan tiba saatnya alam ini membalasnya dengan bencana dan apabila hal tersebut terjadi maka akan semakin banyak kerugian yang diperoleh manusia, baik sebagai akibat dari bencana tersebut, maupun akibat dari kerusakan SDA yang secara langsung berkontribusi pada menurunnya produktifitas lahan yang diindikasikan oleh hilangnya unsur hara dari tanah maupun semakin menipisnya ketersediaan air tanah. Dan jika berbagai dampak tersebut telah semakin paripurna maka manusia akan menuai buah dari hasil kerjanya berupa menurunnya tingkat kesejahteraan akibat tidak ada lagi sumber mata pencaharian yang biasanya mendapatkan kemurahan dari berkah sumber daya alam. Semoga kita semua diberikan kesadaran bahwa jika kita bersahabat dengan alam maka alam akan membalasnya dengan meningkatkan kesejahteraan kita, tapi jika kita bermusuhan dengan alam maka alam akan membalasnya dengan bencana dan kemiskinan.