Fungsi musik gamelan bali dalam pertunjukan wisatawan yaitu sebagai sarana

Gamelan atau di Bali dikenal dengan sebutan gambelan biasa digunakan dalam acara-acara prosesi ritual adat Dilihat dari sisi perkembangan jaman, gamelan Bali dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu, gamelan wayah, gamelan madya, dan gamelan anyar Gamelan biasa digunakan dalam acara prosesi ritual adat seperti upacara kematian yang kita kenal dengan tradisi ngaben

DI Pulau Dewata Bali, gamelan atau dikenal dengan sebutan gambelan biasa ditampilkan dalam berbagai ragam acara. Sebagian besar dimainkan untuk hiburan atau mengiringi pertunjukan kesenian seperti tari, drama, dan teater. Sebagian lagi untuk mengiringi upacara ritual atau sebagai sajian instrumental saja.

Gamelan Bali memiliki ciri khas. Berbeda dari gamelan Jawa yang cenderung lembut atau gamelan degung Sunda yang mendayu-dayu, bunyi gamelan Bali meledak-ledak dan ritmenya cepat. Hal ini disebabkan oleh perangkat berbentuk seperti sambal berukuran kecil yang biasa disebut ceng-ceng. Bentuk wilahnya (bilah pada saron) pun lebih tebal dan bentuk penconnya (bentuk gamelan seperti bonang) lebih banyak daripada wilahnya.

Gamelan Bali ada beragam jenis. Dari bahan pembuatannya, ada gamelan perunggu yang lebih dikenal sebagai gamelan krawang karena dirakit oleh pande krawang (ahli perunggu). Ada gamelan slonding yang terbuat dari besi. Ada juga rindik yang terbuat dari bambu. Dari ketiganya, gamelan slonding adalah yang paling antik dan langka karena jarang digunakan. 

Menurut Pande Made Sukerta dalam Jenis-jenis Tungguhan Karawitan Bali, karawitan atau perangkat gamelan yang berakar dari budaya Bali ada 33 jenis. Semuanya memiliki bentuk, tungguhan (instrumen), fungsi, repertoar, rasa musikal atau karakter yang berbeda dan hidup di lingkungan pendukungnya masing-masing. 

Faktor utama yang mendukung kemunculan banyak perangkat gamelan di Bali adalah kegiatan keagamaan, khususnya agama Hindu di Bali, yang membutuhkan karawitan atau gamelan sebagai pemberi suasana religius dan atau sebagai rangkaian upacara.  

Mengingat banyaknya jenis, gamelan Bali telah dibagi menjadi tiga kelompok besar menurut zamannya.

Kelompok pertama adalah gamelan wayah (tua) yang diperkirakan telah ada sebelum abad ke-15. Gamelan tua didominasi permainan alat-alat yang berbentuk bilahan seperti gambang, caruk, genggong, selonding, gong luwang, gong bheri, gender wayang, angklung, bebonangan, dan balaganjur.

Salah satu gamelan tua, bahkan langka, yang terkenal adalah gamelan gambang. Keberadaan gamelan ini bermula dari konflik internal Kerajaan Gelgel. Gusti Ngurah Klanting tak terima kakaknya menjadi raja. Ayahnya, Dalem Waturenggong (1460-1550), mempertimbangkan keberatannya tapi dengan syarat yang berat: mencari lontar milik wong gamang (orang halus). Di luar dugaan, Gusti Ngurah Klanting memenuhi permintaan ayahandanya. Maka, kerajaan pun dibagi menjadi dua. 

Namun, sebelum dinobatkan menjadi raja, Gusti Ngurah Klanting diminta membuat seperangkat gamelan yang gending-gendingnya diambil dari lontar tersebut. Terciptalah gamelan gambang yang namanya diambil dari lontar wong gamang. Gamelan itu kemudian digunakan sebagai sarana perlengkapan dalam upacara ngaben. 

Istilah gambang, kaitannya dengan Kerajaan Gelgel pada abad ke-15-17, juga disebutkan dalam Prasasti Purana Tatwa Pura Kalaci. Kata I Nyoman Mariyana dkk dalam “Gamelan Gambang Kwanji Sempidi: Kajian Sejarah, Musikalitas dan Fungsi” di jurnal Kalangwan Vol. 5 No. 2, Desember 2019, prasasti itu menyebut I Gusti Ngurah Sentong adalah seorang pemain gambang yang mahir dan mengetahui banyak gending gambang seperti Kebo Lalatikan, Misa Gagang, dan Dangdang Gendis. Disebutkan pula tentang fungsi gambang pada upacara ngaben.

Kelompok kedua adalah gamelan madya. Gamelan ini berasal dari abad ke-16-19. Pada era ini barungan (ansambel) gamelan sudah memakai kendang dan instrumen-instrumen berpencon. Beberapa gamelan dalam kategori gamelan madya adalah gamelan pagambuhan, semar pagulingan, gong gede, batel barong, bebarongan, pelehongan, joged pingitan, dan gong degdog.

Sebagai contoh, gamelan semar pegulingan. Dahulu, gamelan ini berfungsi menghibur raja. Biasa dimainkan pada malam hari saat raja hendak tidur. Seiring waktu, gamelan semar pegulingan disajikan untuk mengiringi tarian atau teater. 

Terakhir adalah gamelan anyar. Gamelan ini termasuk jenis golongan baru, yang meliputi jenis-jenis barungan gamelan yang muncul pada abad ke-20. Barungan gamelan ini tampak pada salah satu ciri yang paling menonjol, yakni pada permainan kendang. Gamelan-gamelan yang masuk kategori gamelan baru antara lain gamelan joged bumbung, jegog, bumbung gebyog, kendang mabarung, gamelan geguntangan, gamelan gong kebyar, gamelan janger, gong suling, dan tektekan.

Dari kelompok gamelan baru, gong kebyar yang muncul pada 1915 jadi yang paling populer di Bali. Malahan tak hanya dimainkan pengrawit laki-laki. Belakangan gong kebyar juga dimainkan pengrawit perempuan. Dinamakan gong kebyar karena saat ditabuh untuk pertama kali menyebabkan kekagetan luar biasa.

Namun gamelan Bali selalu dinamis dan terbuka bagi pembaharuan dan pengembangan bentuk-bentuk baru selaras perkembangan zaman. Inilah yang membuat gamelan Bali terus eksis dan mendapat tempat di tengah masyarakatnya. Dalam beberapa dekade belakangan, sejumlah musisi menyusun komposisi baru dan secara kreatif memasukkan elemen gamelan ke dalam karya komposisi mereka, yang kemudian disebut sebagai gamelan kontemporer. 

Gamelan kontemporer Bali tak dapat dipisahkan dari adanya Pekan Komponis Muda di Taman Ismail Marzuki (TIM) tahun 1979. Forum PKM ini diadakan setiap tahun dan kemudian menjadi ikon pembaharuan musik tradisi. “Komponis-komponis muda Bali selalu ikut tampil dengan menyajikan karya-karya terbaru yang saat itu dikenal dengan nama ‘komposisi baru’ untuk berpatisipasi dalam forum tersebut,” tulis I Gede Arya Sugiartha dalam “Pergulatan Ideologi dalam Penciptaan Musik Kontemporer Bali” di Jurnal Panggung Vol. 25 No. 2, Juni 2015.

Gamelan Bali atau musik tradisional bukan saja bisa dinikmati dari segi musikalitas semata namun juga ekspresi musikal. Ritme, melodi, dan tempo menjadi pertimbangan tambahan yang dipadukan pula dengan tata saji pendukungnya, termasuk kostum dan tata rias.*

Gamelan Bali adalah salah satu jenis gamelan yang ada di Indonesia. Orang-orang Bali lebih menyebutnya sebagai "Gambelan". Gamelan ini memiliki perbedaan dengan gamelan jawa yaitu bentuk wilah (bilah pada saron) lebih tebal, bentuk pencon (bentuk gamelan seperti bonang) lebih banyak daripada wilah, ritme lebih cepat.[1] Gamelan Bali sangat khas terutama melalui bunyinya yang meledak-ledak, berkecepatan tinggi, serta bagian gending yang lebih dinamis. Ritme musik yang cepat terutama disebabkan oleh perangkat berbentuk seperti simbal berukuran kecil yang biasa disebut Ceng-Ceng.

Fungsi musik gamelan bali dalam pertunjukan wisatawan yaitu sebagai sarana

Gamelan Bali

Fungsi musik gamelan bali dalam pertunjukan wisatawan yaitu sebagai sarana

Seorang penari yang diiringi gamelan Bali

Dalam pengkategorian Gamelan Bali telah disebutkan bahwa Gamelan Wayah adalah jenis yang paling tua dari Gamelan Bali, yakni telah ada sebelum abad ke XV. Terdapat beberapa gamelan yang termasuk dalam golongan ini. Salah satunya yakni Gamelan Gambang.

Keberadaan Gamelan Gambang dimulai dari konflik yang terjadi dalam tubuh kerajaan Gelgel. Bermula dari Gusti Ngurah Klanting salah satu putra dari Dalem Waturenggong (1460-1550) yang tidak bisa menerima kakaknya menjadi raja, I Gusti Ngurah Tabanan. Mengetahui hal tersebut, Dalem memerintahkan kepada Gusti Ngurah Klanting sebuah tugas yang tidak masuk akal dengan maksud menghukum, yakni mencari lontar milik wong gamang (orang halus). Singkat cerita, diluar dugaan Dalem Waturenggong, Gusti Ngurah klanting bisa memenuhi permintaan ayahandanya. Lontar yang diminta telah didapatkan dan betapa terkejutnya Dalem karena memang lontar itulah yang diinginkannya.

Melalui kejadian itu, kemudian kerajaan dibagi menjadi dua. Sayangnya sebelum dinobatkan menjadi raja, Gusti Ngurah Klanting diminta membuat seperangkat gamelan yang gending-gendingnya di ambil dari lontar tersebut. Terciptalah gamelan gambang yang namanya diambil dari lontar wong gamang. Gamelan tersebut difungsikan sebagai sarana perlengkapan di dalam upacara Ngaben (Pitra Yadnya). Sejak saat itu atau melalui petunjuk dari I Gusti Ngurah Klanting, mulailah orang-orang mempergunakan Gambelan gambang sebagai pengiring prosesi Ngaben.

Disisi lain, salah seorang keluarga Arya Simpangan (sekaa gambang sekarang) yang dulunya pernah tinggal di kerajaan Tabanan, merasa senang dengan gambelan tersebut. Selanjutnya ia tertarik juga untuk membuat gamelan ketika pulang ke Sembuwuk. Sejak saat itulah Gambelan Gambang ada juga di Banjar Sembuwuk Desa Pejeng Kaja.[2]

Terkait dengan bahan pembuatannya, orang-orang Bali telah mengkategorikan alat musik mereka. Ada gamelan perunggu yang lebih dikenal sebagai gamelan krawang karena dirakit oleh pande krawang (ahli perunggu). Ada juga gamelan yang terbuat dari bambu, serta ada juga Gamelan Slonding yang terbuat dari besi. Dari ketiganya, gamelan slonding adalah yang paling antik dan langka karena jarang digunakan. Gamelan Bali sangatlah beragam, termasuk pada prinsip memainkannya, terlebih pada jenis-jenis gamelan pada masa pra Hindu-Jawa (Bali Aga).

Di Bali bagian timur, prinsip permainan gamelan agak berbeda dengan yang ada di Bali selatan dan utara yang memang berkaitan dengan lingkungan keraton yang sebagian masih terpengaruh budaya Jawa. Sejauh ini, setidaknya ada kurang lebih 25-30 genre karawitan Bali yang dibedakan berdasarkan jenis-jenis instrumen, fungsi, dan bahasa. Mengingat banyaknya jenis, Gamelan Bali telah dibagi menjadi tiga kelompok besar menurut zamannya, diantaranya sebagai berikut:

Gamelan Wayah (gamelan tua)

Jenis ini diperkirakan telah ada sebelum abad ke-15 M. Umumnya didominasi oleh alat-alat berbentuk bilahan dan belum dilengkapi oleh kendang. Kalaupun ada kendang, peranannya tidal begitu menonjol. Beberapa gamelan yang masuk pada jenis ini meliputi;

  1. Angklung
  2. Gender Wayang
  3. Baleganjur
  4. Genggong
  5. Bebonangan
  6. Geng Beri
  7. Caruk
  8. Gong Luwang
  9. Gambang
  10. Selonding

Gamelan Madya

Jenis ini diperkirakan muncul pada kisaran abad ke-16 s.d ke-19 M. Ini adalah barungan gamelan dimana kendang sudah digunakan bersma dengan instrumen-instrumen berpencon. Keberadaan kendang dalam kategori ini telah memainkan peranan penting. Beberapa gamelan yang termasuk dalam golongan madya antara lain;

  1. Batel Barong
  2. Bebarongan
  3. Joged Pingitan
  4. Penggambuhan
  5. Gong Gede
  6. Pelegongan
  7. Semar Pagulingan

Gamelan Anyar (gamelan baru)

Jenis ini diperkirakan ada pada kisaran abad ke-20 dengan ciri-ciri yang lebih menonjolkan permainan kendang. Beberapa gamelan dalam kategori ini termasuk;[2]

  1. Adi Merdangga
  2. Manikasanti
  3. Bumbung Gebyog
  4. Semaradana
  5. Bumbang
  6. Gong Suling
  7. Geguntangan
  8. Jegog
  9. Genta Pinara Pitu
  10. Kendang Mabarung
  11. Gong Kebyar
  12. Okakan atau Grumbungan
  13. Janger
  14. Tektekan
  15. Joged Bumbung

 

Réyong

Alat musik dalam gamelan bali disebut juga dengan rincikan dan berikut adalah nama alat musik tersebut:[3]

  1. Jiyèng,
  2. Réyong,
  3. Kanthil,
  4. Gangsa,
  5. Jigog,
  6. Jublak,
  7. Gong,
  8. Kenong,
  9. Kethuk,
  10. Cèng-cèng(Kecrak),
  11. Kendhang,
  12. Gendèr
  13. Suling

  1. ^ "Gamelan Bali dan Jawa berkembang di Mancanegara". Oase Kompas. 23 Juni 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-12. Diakses tanggal 2012-10-06. 
  2. ^ a b Kulo, Blog (2018-05-26). "Gambelan (Gamelan) Bali - Alat Musik Tradisional Khas Budaya Bali". Blog Kulo. Diakses tanggal 2019-02-17. 
  3. ^ Sadra,Wayan.1996.Teknik Bermain Gamelan:Karawitan Bali.ISI Press.Surakarta.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_Bali&oldid=18620893"