Guna mencapai tujuan paragraf persuasif harus menyertakan

A.   Pendahuluan

lat komunikasi yang paling ampuh adalah bahasa. Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi (Chaer dan Leonie Agustina, 2010:11). Dengan bahasa, manusia sebagai makhluk sosial dapat berhubungan satu sama lain secara efektif. Dengan bahasa kita menyatakan perasaan, pendapat, bahkan dengan bahasa kita berpikir dan bernalar. Oleh sebab itu, agar komunikasi berjalan dengan lancar, tidak menimbulkan salah paham, kita perlu terampil berbahasa baik lisan maupun tulis (Tarigan dalam Sutari 1997:3).

Di era globalisasi seperti sekarang ini, semakin dirasakan betapa pentingnya fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Untuk itu, pembelajaran bahasa di sekolah harus mendapat perhatian yang serius agar siswa terampil dalam berbahasa. Pengajaran keterampilan berbahasa mendorong siswa terlibat sepenuhnya pada latihan atau praktik pemakaian bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan demikian, proses pengajaran keterampilan berbahasa harus dilaksanakan secara terpadu dan komunikatif.

Keterampilan berbahasa dalam hubungannya dengan kegiatan menulis semakin mempertajam kepekaan terhadap kesalahan-kesalahan ejaan, struktur bahasa, dan pilihan kata. Hal ini disebabkan menulis pada hakikatnya berupa kegiatan melahirkan apa yang dirasakan, dikehendaki, dan dipikirkan yang disampaikan dengan bahasa tulis. Menulis juga merupakan keterampilan yang melibatkan seluruh penguasaan kebahasaan, baik penguasaan ejaan, morfologi, sintaksis, maupun semantik. Penguasaan keempat aspek tersebut harus dapat diintegrasikan dengan tepat karena keempat aspek tersebut saling mendukung dalam proses keberhasilan mengomunikasikan maksud dan gagasan yang disampaikan oleh penulis pada pembacanya. Hal ini menginformasikan bahwa gagasan perlu dikomunikasikan dengan jelas, tepat, dan teratur sehingga tidak menimbulkan keraguan bagi penulis sendiri dan pembacanya.

Tujuan pengajaran bahasa Indonesia dalam aspek menulis adalah siswa mampu menuangkan pengalaman dan gagasan, mampu mengungkapkan perasaan secara tertulis dengan jelas, mampu menuliskan informasi sesuai dengan pokok bahasan (konteks) dan keadaan (situasi). Siswa harus peka pada lingkungan dan mampu mengungkapkannya dalam karangan. Tujuan khusus yang terakhir dari aspek menulis ialah agar siswa memiliki kegemaran menulis untuk meningkatkan pengetahuan dan memanfaatkannya dalam kegiatan sehari-hari (Badudu 1999:10).

Dalam dunia pendidikan, keterampilan menulis mempunyai arti yang sangat penting. Siswa yang tidak mampu menulis dengan baik kemungkinan besar akan menghadapi kendala dalam berkomunikasi, namun siswa yang sering menulis, secara tidak langsung akan mengasah kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan segala permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, banyak siswa yang tidak menyadari pentingnya keterampilan menulis. Bahkan sebagian besar mereka merasa malas dan enggan menulis, karena dalam proses menulis dibutuhkan pemikiran yang mendalam dan waktu yang luang, termasuk menulis karangan persuasi.

Keterampilan menulis karangan persuasi tergolong keterampilan yang tidak mudah dikuasai. Hal tersebut dikarenakan penulis persuasi harus mampu memengaruhi pembaca agar percaya dan bersikap sesuai apa yang diungkapkannya. Pernyataan-pernyataan yang diungkapkan harus disertai dengan fakta-fakta yang mendukung dan membuktikan gagasan-gagasan penulisnya sehingga dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang luas agar penulis mampu meyakinkan pembaca terhadap isi tulisannya. Selain itu, diperlukan latihan secara rutin dan bertahap agar bisa menulis karangan persuasi secara terampil. Bila hal tersebut dapat terpenuhi, keterampilan menulis karangan persuasi tidaklah sulit untuk dikuasai, namun pada kenyataanya guru tidak memiliki waktu yang cukup untuk membimbing siswa dalam menguasai keterampilan menulis karangan persuasi.

Mengingat lemahnya kondisi pembelajaran menulis karangan persuasi di sekolah semacam itu, wajar apabila siswa tidak berminat dalam melaksanakan pembelajaran sehingga kurang terampil dalam menulis karangan persuasi. Rendahnya minat siswa juga tidak lepas dari faktor perencanaan dan pendekatan pembelajaran menulis karangan persuasi. Pemilihan media yang menarik dan efektif disertai pendekatan yang tepat dapat meningkatkan semangat dan keaktifan siswa dalam melaksanakan pembelajaran menulis karangan persuasi di kelas.

Salah satu alternatif pemilihan media dan pendekatan untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan persuasi siswa adalah menerapkan pendekatan kontekstual dan media iklan layanan masyarakat dalam pembelajaran menulis karangan persuasi. Pembelajaran tersebut menuntut siswa untuk menguasai kompetensi dasar yang telah disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu siswa dapat menulis gagasan untuk meyakinkan atau mengajak pembaca bersikap atau melakukan sesuatu dalam bentuk paragraf persuasif. Kompetensi dasar tersebut akan dapat tercapai dengan baik apabila siswa telah memenuhi indikator-indikator pembelajaran yang meliputi (1) mampu menemukan topik, permasalahan, dan pesan yang ingin disampaikan oleh iklan layanan masyarakat, (2) mampu mengorganisasikan isi tulisan persuasi yang bertujuan untuk meyakinkan atau mengajak pembaca bersikap atau melakukan sesuatu dengan menunjukkan fakta atau bukti yang dapat mendukung gagasannya, (3) mampu menulis karangan persuasi dengan memperhatikan penggunaan bahasa dan EYD, dan (4) mampu menyunting karangan persuasi milik teman, baik segi ejaan maupun bahasa.

Proses pembelajaran dianggap berhasil jika kompetensi dasar yang disampaikan tercapai. Hal itu dapat dilihat dari pencapaian indikator yang maksimal. Begitu juga proses pembelajaran menulis karangan persuasi dianggap berhasil jika indikator yang disampaikan tercapai dengan maksimal. Pada Indikator mampu menemukan topik, permasalahan, dan pesan yang ingin disampaikan oleh iklan layanan masyarakat, siswa sudah mampu mengidentifikasi topik yang terkandung dalam iklan layanan masyarakat. Namun, siswa masih belum mampu menemukan semua permasalahan dan pesan yang ingin disampaikan oleh iklan layanan masyarakat. Dalam hal ini, imajinasi siswa masih belum berkembang secara maksimal.

Kelemahan siswa terdapat pada indikator mampu mengorganisasikan isi tulisan persuasi yang bertujuan untuk meyakinkan atau mengajak pembaca bersikap atau melakukan sesuatu dengan menunjukkan fakta atau bukti yang dapat mendukung gagasannya. Hal ini dikarenakan siswa belum memahami karakteristik tulisan persuasi serta malas membaca dan menyimak sehingga informasi yang diketahui siswa terbatas. Selain itu, penguasaan kosakata dan pengalaman siswa dalam menulis karangan persuasi masih minim. Akhirnya, siswa tidak mampu meyakinkan pembaca karena tidak dapat mengungkapkan fakta-fakta sebagai bukti yang dapat memperkuat pendapat yang disampaikan.

Kelemahan siswa juga terdapat pada indikator mampu menulis karangan persuasi dengan memperhatikan penggunaan bahasa dan Ejaan Yang Disempurnakan. Siswa kesulitan dalam mengembangkan kerangka karangan persuasi yang telah dibuat menjadi sebuah paragraf yang kohesif dan koheren. Selain itu, karangan persuasi yang dihasilkan siswa menunjukkan rendahnya penguasaan kosakata, kekurangtepatan diksi, ketidakefektifan kalimat, serta ketidakbakuan ejaan.

Dari kelemahan-kelemahan di atas, indikator yang terakhir secara otomatis tidak tercapai dengan baik. Untuk menyunting karangan persuasi milik teman, siswa harus paham dan mampu menulis karangan persuasi dengan baik dan benar. Perlu kecermatan dan ketelitian dalam menyunting karangan yang telah dibuat oleh teman, sedangkan siswa belum mampu menguasainya.

Berdasarkan pengamatan di kelas, proses pembelajaran menulis karangan persuasi dilakukan dengan ceramah dan hanya menjelaskan materi menulis karangan persuasi dengan disertai contoh. Hal ini berdampak pada motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, perilaku sebagian besar siswa masih belum menunjukkan perilaku yang positif ketika pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, pembaharuan dalam pembelajaran menulis karangan persuasi perlu dilakukan.

Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa (Nurhadi dan Senduk 2003:4).

Dengan pendekatan kontekstual, proses belajar mengajar akan terasa lebih hidup. Siswa akan merasa lebih dilibatkan, sedangkan guru hanya sebagai mediator dan fasilitator. Siswa akan mengetahui betapa bermanfaatnya materi pelajaran yang dipelajari untuk kehidupan mereka di masyarakat. Selain itu, siswa juga dapat melihat makna dari bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks dunia nyata.

Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Nurhadi dan Senduk 2003:31).

Dalam proses pembelajaran kontekstual, siswa diharapkan dapat memahami apa dan bagaimana menulis karangan persuasi yang baik. Siswa juga berlatih menyelesaikan langkah-langkah pemecahan suatu masalah dengan diberikan bantuan secukupnya dari guru sebagai mediator dan fasilitator. Dengan pendekatan pembelajaran yang demikian, siswa diharapkan dapat bersifat aktif dan kreatif, khususnya dalam menulis karangan persuasi.

Penggunaan media baik cetak maupun elektronik dalam proses pembelajaran dapat mempermudah guru dalam menyampaikan materi, sekaligus menjadikan siswa lebih bersemangat. Untuk itu, guru harus dapat memilih, mengombinasikan, mempraktikkan bahan ajar dan media yang sesuai sehingga siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran. Untuk mengatasi masalah pembelajaran menulis persuasi di sekolah, salah satu media yang dapat digunakan adalah iklan layanan masyarakat atau yang dikenal dengan public service advertising.

Kasali (1995:201) menyatakan bahwa iklan layanan masyarakat merupakan iklan yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Dalam iklan tersebut disajikan pesan-pesan sosial yang dimaksudkan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah masalah yang harus mereka hadapi, yakni kondisi yang bisa mengancam keserasian dan kehidupan umum.

Melalui penggunaan media iklan layanan masyarakat siswa akan dapat menemukan poin-poin penting karena dalam iklan tersebut tersirat permasalahan, upaya penanggulangan, beserta pernyataan yang bersifat memengaruhi pembaca/pemirsanya. Dari iklan ini siswa juga dapat menangkap pesan-pesan moral yang bersifat mendidik serta relevan dengan kondisi di sekitar siswa. Hal ini akan memberi dampak yang baik bagi kepekaan siswa terhadap masalah yang sedang terjadi di sekitar mereka. Selain itu, iklan layanan masyarakat diharapkan mampu merangsang imajinasi siswa untuk memilih kata dan kalimat yang lebih variatif, menarik, dan persuasif.

Kurangnya penggunaan metode, media, model, dan teknik yang tepat dalam menyampaikan materi menjadi faktor utama yang dapat menyebabkan rendahnya keterampilan siswa dalam menghasilkan tulisan. Guru harus dapat memilih, mengkombinasikan, dan mempraktikkan berbagai cara penyampaian bahan yang sesuai situasi. Guru juga dapat menggunakan model quantum teaching teknik dengan media brosur.

B.   Menulis

Teori tentang hakikat menulis meliputi beberapa pembahasan, yaitu pengertian menulis, tujuan menulis, manfaat menulis, dan jenis-jenis karangan. Uraian tentang teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

1.    Pengertian Menulis

Tarigan (1982:3-4) mengungkapkan bahwa menulis pada hakikatnya adalah suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.

Berbeda dengan pendapat Tarigan, Supriadi menyatakan bahwa menulis merupakan suatu proses kreatif yang lebih banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat). Menulis tidak ubahnya dengan melukis (dalam Wagiran dan Doyin 2005:4). Penulis memiliki banyak kesempatan untuk menuangkan gagasan dalam tulisannya. Kendatipun secara teknis terbatas pada kriteria-kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung kepada kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Banyak orang yang mempunyai ide-ide bagus dibenaknya sebagai hasil pengamatan, tulisan, diskusi, atau membaca namun menjadi mentah ketika dituangkan dalam tulisan.

Sejalan dengan pendapat Tarigan, Wagiran dan Doyin (2005:2) menyatakan bahwa menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dipergunakan dalam komunikasi secara tidak langsung. Keterampilan menulis tidak didapatkan secara alamiah, tetapi harus melalui proses belajar dan berlatih. Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, kosakata, struktur kalimat, pengembangan paragraf, dan logika berbahasa.

Berbeda dengan pendapat-pendapat di atas, Suparno dan Yunus (2007:1.3) mengungkapkan bahwa menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan merupakan sebuah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya. Dengan demikian, dalam komunikasi tulis paling tidak terdapat empat unsur yang terlibat: penulis sebagai penyampai pesan (penulis), pesan atau isi tulisan, saluran atau media berupa tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.

Menurut Suriamiharja (dalam Suriamiharja dkk. 1996:1), menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Menulis dapat juga berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Selanjutnya, diartikan bahwa menulis adalah menjelmakan bahasa lisan, mungkin menyalin atau melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, membuat laporan, dan sebagainya. Berkenaan dengan bidang tulis menulis, Nurhadi (1995:343) keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang paling tinggi tingkatannya. Menulis adalah suatu proses penuangan ide atau gagasan dalam bentuk paparan bahasa tulis berupa rangkaian simbol-simbol.

Senada dengan teori di atas, Wiyanto (2004:1-2) berpendapat menulis mempunyai dua arti. Pertama, menulis berarti mengubah bunyi yang dapat didengar menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat. Kedua, menulis mempunyai arti kegiatan mengungkapakan gagasan secara tertulis. Orang yang melakukan kegiatan ini dinamakan penulis, sedangkan hasil kegiatannya dinamakan tulisan. Sementara menurut Subyantoro (2009:223) menulis merupakan keterampilan berbahasa produktif dan reseptif serta kegiatan menulis membutuhkan kreativitas dalam memanfaatkan grafologi, kosakata, struktur kalimat, pengembangan paragraf degan menggunakan karangan narasi yang dilengkapi dengan melalui media agar terlihat guru.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan serangkaian kegiatan melukiskan lambang grafik yang mengungkapkan dan menggambarkan gagasan secara tertulis agar dapat dibaca, dimengerti, dan dipahami oleh pembaca atau orang lain. Sedangkan hakikat menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang berupa kegiatan menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan untuk disampaikan kepada pembaca. Keterampilan menulis tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus melalui proses belajar dan berlatih.

2.   Tujuan Menulis

Dalam melakukan segala aktivitas, dapat dipastikan terdapat tujuan mengapa seseorang melakukan aktivitas tersebut. Begitu pula halnya ketika seseorang melakukan aktivitas menulis. Hartig menyatakan tujuan menulis yaitu :

Setidaknya ada tujuh tujuan yang hendak dicapai dalam menulis, yaitu: Pertama, tujuan penugasan (assignment purpose), yaitu penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri. Kedua, tujuan altruistik (altruistic purpose), yaitu untuk menyenangkan pembaca, menghindarkan kedukaan pembaca, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Ketiga, tujuan persuasif (persuasive purpose), yaitu meyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. Keempat, tujuan informasional (informational purpose), yaitu memberi informasi atau keterangan kepada pembaca. Kelima, tujuan pernyataan diri (self expressive purpose), yaitu memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca. Keenam, tujuan kreatif (creative purpose), yaitu melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai nilai-nilai artistik dan nilaii-nilai kesenian. Ketujuh, tujuan pemecahan masalah (problem solving purpose), yaitu menjelaskan, menjernihkan dan meneliti secara cermat gagasan sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca (dalam Tarigan 1982:24-25).

Pendapat yang lebih sederhana diungkapkan oleh Sujanto (1988:68). Ia mengungkapkan pendapat berbeda tentang tujuan menulis, menurutnya tujuan menulis yaitu untuk mengekspresikan perasaan, memberi informasi, memengaruhi pembaca, dan memberi hiburan. Tujuan menulis untuk mengekspresikan perasaan dipengaruhi oleh keinginan penulis untuk menuangkan gagasan-gagasannya sebagai bahan introspeksi maupun untuk menunjukkan sikap pribadi. Tujuan informatif ditunjukkan penulis dengan cara mengungkap informasi tentang subjek yang bersangkutan secara logis dan objektif. Apabila tulisan berisi keinginan penulis untuk memengaruhi pembaca agar bersikap dan bertingkah laku tertentu, maka tulisannya bersifat persuasif, sedangkan tujuan untuk memberi hiburan ditunjukkan apabila penulis berkeinginan untuk membuat pembaca menjadi senang dan gembira melalui tulisannya.

Keraf (1995:6) memiliki pendapat sendiri tentang tujuan menulis. Dikemukakannya bahwa tujuan umum menulis dipengaruhi oleh kebutuhan dasar manusia, yaitu (1) keinginan untuk memberi informasi kepada orang lain dan memperoleh informasi dari orang lain mengenai suatu hal, (2) keinginan untuk meyakinkan seseorang mengenai suatu kebenaran akan suatu hal, dan lebih jauh mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, (3) keinginan untuk menggambarkan atau menceraitakan bagaimana bentuk atau wujud suatu barang atau objek, atau mendeskripsikan cita rasa suatu benda, hal atau bunyi, dan (4) keinginan untuk meneritakan kepada orang lain tentang kejadian-kejadian atau peristiwa yang telah terjadi, baik yang dialami maupun yang didengar dari orang lain.

Pendapat berbeda diungkapkan oleh Akhadiah (dalam Usman 2008:19-20) yang menyatakan bahwa tujuan menulis adalah suatu gambaran penulis dalam kegiatan menulis selanjutnya. Dengan menentukan tujuan penulisan, akan diketahui apa yang harus dilakukan pada tahap penulisan. Kita akan tahu bahan-bahan yang dipelukan, macam organisasi karangan yang akan diterapkan, atau mungkin juga sudut pandangan yang akan dipilih. Tujuan merupakan penentu yang pokok dan akan mengarahkan serta membatasi karangan. Kesadaran mengenai tujuan selama proses penulisan akan menjaga keutuhan tulisan.

Hipple (dalam Tarigan 1986:24-25) mengemukakan bahwa tujuan menulis, yaitu (1) assigment yaitu untuk penugasan buku karena bukan kemauan sendiri, (2) altruistik, yaitu untuk menyenangkan pembaca, (3) persuasif, yaitu untuk menyakinkan para pembaca dan kebenaran gagasan yang diutamakan, (4) informasional, yaitu untuk memberi informasi, (5) pernyataan diri, yaitu memperkenalkan diri sebagai perangkat kepada pembaca, (6) kreatif, yaitu untuk mencapai nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kesenian, dan (7) pemecahan masalah, yaitu untuk mencerminkan mencerminkan atau menjelajahi pikiran-pikiran agar dapat dimengerti oleh pembaca.

Menurut Keraf (1995:6), kebutuhan dasar manusia yang mempengaruhi tujuan menulis, yaitu: (1) keinginan untuk memberi informasi keadaan orang lain dan memperoleh informasi dari orang lain mengenai sesuatu hal, (2) keinginan untuk meyakinkan seseorang mengenai suatu kebenaran akan suatu hal, dan lebih jauh mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, (3) keinginan untuk menggambarkan atau menceritakan bagaimana bentuk atau wujud suatu barang atau mendeskripsikan cita rasa suatu benda, hal atau bunyi, (4) keinginan untuk menceritakan kepada orang lain tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik yang dialami maupun yang didengar dari orang lain. Banyak keuntungan yang didapat dan peroleh dari kegiatan menulis.

Agak berbeda dengan pendapat Keraf, menurut Akhadiah, dkk. (1991:1-2) ada delapan tujuan menulis yang akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan menulis, penulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuannya tentang topik. Untuk mengembangkan topik tersebut, penulis harus berpikir menggali pengetahuan dan pengalamannya.

b. Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan. Dengan menulis, seorang penulis terpaksa bernalar untuk menghubung-hubungkan serta membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.

c. Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis.

d. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.

e. Penulis dapat berlatih mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat.

f.   Penulis dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara objektif.

g. Dengan menulis sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah untuk memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret.

h. Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas, tujuan pengajaran menulis adalah agar siswa memiliki keterampilan menulis sehingga siswa mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan yang dimiliki dalam bentuk tulis. Tujuan menulis lainnya adalah untuk menuangkan ide dan gagasan guna memberi informasi, meyakinkan, menghibur, menggambarkan, serta mengekspresikan perasaan dan emosi untuk disampaikan dan dinikmati oleh pembaca. Tujuan menulis dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan dasar manusia.

3.   Fungsi Menulis

Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir, juga dapat memudahkan daya tanggap atau presepsi kita, memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi dan menyususn bagi pemahaman (Tarigan 1982: 22). Menurut (Wiryanto 2007) fungsi menulis ada enam, yaitu (1) sarana berkomunikas tanpa perlu hadir secara langsung, (2) sebagai rekaman suatu peristiwa, data atau apa saja yang perlu diingat kembali, (3) sarana menata pikran, (4) sarana meningkatkan rasa percaya diri, (5) sarana menghabiskan waktu luang secara positif, dan (6) sarana artikulasi diri.

Keterampilan menulis digunakan untuk mencatat, merekam meyakinkan, melaporkan, menginformasikan, dan memepengaruhi pembaca. Fungsi seperti ini hanya dapat dicapai dengan baik oleh para pembelajar yang dapat menyusun dan merangkai jalan pikiran dan mengemukakan secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif. Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan kata, serta struktur kalimat (Mc Crimmon dalam Wiryanto 2007). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa fungsi menulis adalah sebagai alat atau sarana komunikasi yang tak langsung guna menyampaikan informasi, menata pikiran dan merekam suatu peristiwa.

4.   Manfaat Menulis

Menurut Akhadiah (1996:1-2) ada delapan manfaat yang dapat dirasakan dari kegiatan menulis yaitu, (1) Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya, (2) Penulis dapat terlatih mengembangkan berbagai gagasan, (3) Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis, (4) Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis kemudian mengungkapkan secara tersurat, (5) Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih objektif, (6) dengan menulis sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan karena dapat menganalisis tulisan tersebut secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret, (7) dengan menulis akan mendorong kita untuk terus belajar secara aktif, dan (8) dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

Berbeda dengan pendapat di atas, Percy (dalam Nurudin 2007:26-27) mengemukakan ada enam manfaat kegiatan menulis, yaitu (1) suatu sarana untuk pengungkapan diri, (2) suatu sarana untuk pemahaman, (3) suatu sarana untuk membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan, dan suatu perasaan harga diri, (4) suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran dan pencerapan terhadap lingkungan sekeliling seseorang, (5) suatu sarana untuk keterlibatan secara bersemangat dan bukan penerimaan yang pasrah, dan (6) suatu sarana untuk mengembangkan suatu pemahaman dan kemampuan menggunakan bahasa. Pendapat berbeda juga diungkapkan oleh Suparno dan Yunus (2007:1.4). Dikemukakan ada beberapa manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan menulis, yaitu (1) peningkatan kecerdasan, (2) pengembangan daya inisiatif dan kretivitas, (3) penumbuhan keberanian, dan (4) pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan menulis. Menulis dapat dijadikan sebagai sarana untuk berkomunikasi antara penulis dan pembaca melalui media tulisan. Dengan menulis, seseorang akan memiliki rasa percaya diri, kepuasan pribadi, kebanggaan tehadap karya-karyanya, dan dapat mengembangkan pemahaman serta kreativitas berpikir seseorang untuk menuangkan ide dan gagasannya.

C.   Karangan Persuasi

Beberapa teori yang akan dibahas dalam karangan persuasi adalah hakikat karangan persuasi, karakteristik karangan persuasi, dan langkah-langkah menulis karangan persuasi. Uraian tentang teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

1.    Pengertian Karangan

Karangan adalah bentuk tulisan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam satu kesatuan tema yang utuh. Karangan diartikan pula dengan rangkaian hasil pikiran atau ungkapan perasaan ke dalam bentuk tulisan yang teratur.

Pada umumnya, karangan dipandang sebagai suatu perbuatan atau kegiatan komunikatif antara penulis dan pembaca berdasarkan teks yang telah dihasilkan (Ahmadi, 1988: 20). Begitu juga istilah karangan (komposisi) yang dikemukakan Ahmadi (1990: 1) bahwa karangan diartikan sebagai rangkaian katakata atau kalimat. Selain itu, karangan menurut Gie (1995: 17) memiliki pengertian hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca.

Sirait, dkk (1985: 1) memberi batasan pengertian karangan yaitu setiap tulisan yang diorganisasikan yang mengandung isi dan ditulis untuk suatu tujuan tertentu biasanya berupa tugas di kelas. Widyamartaya (1990) mengatakan bahwa mengarang dapat dipahami sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami dengan tepat seperti yang dimaksud oleh pengarang.

Karangan merupakan suatu proses menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan suatu sistem tanda konvensional yang dapat dilihat. Karangan terdiri dari paragraf-paragraf yang mencerminkan kesatuan makna yang utuh. Menurut Keraf (1994: 2) karangan adalah bahasa tulis yang merupakan rangkaian kata demi kata sehingga menjadi sebuah kalimat, paragraf, dan akhirnya menjadi sebuah wacana yang dibaca dan dipahami.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan karangan adalah hasil rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan atau buah pikirannya melalui bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain yang membacanya.

2.    Ciri-Ciri Karangan yang Baik

Pada dasarnya, karangan memiliki ciri-ciri yang bisa mengidentifikasikan bahwa karangan tersebut dapat dikatakan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (1985:6) karangan yang baik adalah karangan yang mencerminkan kemampuan pengarang untuk menggunakan nada yang serasi, karangan yang mencerminkan pengarang mampu menyusun karangan secara utuh dan tidak samar-samar dan dapat meyakinkan pembaca.

Menurut Enre (1998:8) karangan yang baik adalah karangan yang bermakna jelas, bulat dan utuh, ekonomis dan memenuhi kaidah-kaidah gramatikal. Akhidiah, dkk (1993:9) menjelaskan karangan yang baik memiliki beberapa ciri, diantaranya : bermakna jelas, merupakan kesatuan yang bulat, singkat dan padat, memiliki kaidah kebahasaan dan komunikatif. Selain itu, Darmadi (1996:24) mengungkapkan bahwa beberapa ciri karangan yang baik adalah : signifikan, jelas, memiliki kesatuan dan mengorganisasikan yang baik ekonomis, mempunyai pengembangan yang memadai, menggunakan bahasa yang dapat diterima dan mempunyai kekuatan.

Berdasarkan pendapat di atas, terdapat beberapa persamaan ciri karangan yang baik yaitu, sebagai berikut.

a. Kejelasan. Aspek kejelasan dalam suatu karangan sangat diperlukan agar karangan tersebut lebih mudah dipahami dan jelas untuk dibaca oleh pembacanya.

b. Kesatuan dan Organisasi. Aspek kesatuan yang baik tampak pada setiap kalimat penjelas yang logis dan mendukung ide utama paragraf, sedangkan aspek organisasi yang baik tampak dari posisi kalimat yang tepat pada tempatnya dengan kata lain kalimat tersebut tersusun dengan urut dan logis.

c. Ekonomis. Ciri ekonomis berkaitan erat dengan soal keefisienan, baik waktu maupun tenaga. Kedua keefisienan itu sangat diperlukan oleh pembaca di dalam menangkap isi yang terkandung dalam sebuah karangan.

d. Pemakaian Bahasa yang Dapat Diterima. Pemakaian bahasa yang dapat diterima akan sangat mempengaruhi tingkat kejelasan karangan. Pemakaian bahasa ini menyangkut banyak aspek. Pemakaian bahasa dalam suatu karangan harus mengikuti kaidah bahasa yang ada, baik menyangkut kaidah pembentukan kalimat (sintaksis), kaidah pembentukan kata (morfologi), kaidah ejaan yang berlaku, kaidah peristilahan maupun kaidah-kaidah yang lain yang relevan.

Karangan adalah pengungkapan gagasan atau ide dalam sebuah karya tulis untuk dipahami oleh pembaca. Karangan terdiri dari karangan fiksi dan karangan nonfiksi. Karangan fiksi adalah karangan yang dibuat dengan menggunakan sisi imajinatif dari pengarang. Contohnya adalah dongeng dan cerita pendek. Sedangkan karangan nonfiksi adalah karangan yang dibuat berdasarkan suatu kejadian atau realita yang benar-benar terjadi. Karangan nonfiksi dibagi menjadi karangan ilmiah dan karangan informatif.

Karangan ilmiah merupakan karangan yang dibuat berdasarkan hasil pengamatan atau penelitian. Cara penulisannya memiliki struktur dan aturan tersendiri yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat ilmiah. Karangan ilmiah ini harus mengungkapkan fakta-fakta yang didapat dari penelitian tanpa menambah maupun mengurangi hasilnya. Biasanya karangan ilmiah mencantumkan kesimpulan agar pembaca dapat lebih mudah memahami isi karangan. Ciri-ciri karangan ilmiah adalah tidak persuasif, tidak argumentatif, objektif, sistematis, dan teratur. Hal ini menyebabkan karangan ilmiah tidak begitu menarik dan kemungkinan pembaca akan merasa bosan.

Karangan informatif adalah karangan yang berisi tentang informasi atas suatu objek atau peristiwauntuk memperluas pengetahuan pembaca. Karangan informatif merupakan bagian dari karangan nonfiksi yang berarti karangan ini dibuat tanpa menggunakan imajinasi pengarang. Jadi tidak ada karangan yang dibuat-buat untuk menarik pembaca. Karangan informatif biasanya terdapat dalam berita-berita koran yang menghadirkan fakta dan realita yang nyata.

Pada umumnya, karangan dipandang sebagai suatu perbuatan atau kegiatan komunikatif antara penulis dan pembaca berdasarkan teks yang telah dihasilkan (Ahmadi, 1988: 20). Begitu juga istilah karangan (komposisi) yang dikemukakan Ahmadi (1990: 1) bahwa karangan diartikan sebagai rangkaian kata-kata atau kalimat. Selain itu, karangan menurut Gie (1995: 17) memiliki pengertian karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca.Sirait, dkk (1985: 1) memberi batasan pengertian karangan adalah setiap tulisan yang diorganisasikan yang mengandung isi dan ditulis untuk suatu tujuan tertentu biasanya berupa tugas di kelas.

Widyamartaya (1990) mengatakan bahwa mengarang dapat dipahami sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami dengan tepat seperti yang dimaksud oleh pengarang. Karangan merupakan suatu proses menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan suatu sistem tanda konvensional yang dapat dilihat. Karangan terdiri dari paragraf-paragraf yang mencerminkan kesatuan makna yang utuh. Menurut Keraf (1994: 2) pengertian karangan adalah bahasa tulis yang merupakan rangkaian kata demi kata sehingga menjadi sebuah kalimat, paragraf, dan akhirnya menjadi sebuah wacana yang dibaca dan dipahami.

Berdasarkan pengertian karangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan karangan adalah hasil rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan atau buah pikirannya melalui bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain yang membacanya.

3.   Jenis-jenis Karangan

Menurut Wiyanto (2004:64-69), jenis tulisan atau paragraf terbagi menjadi lima macam, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Deskripsi; paragraf yang bertujuan memberikan kesan kepada pembaca terhadap objek, gagasan, tempat, peristiwa, dan semacamnya yang ingin disampaikan penulis. Narasi; paragraf yang bertujuan mengisahkan atau menceritakan dengan disertai alur penceritaan dan tokoh yang diceritakan. Eksposisi; paragraf yang bertujuan memaparkan, menjelaskan, menyampaikan informasi, mengajarkan, dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan atau desakan agar pembaca menerima atau mengikutinya. Argumentasi; paragraf yang bertujuan menyampaikan suatu pendapat, konsepsi, atau opini, tertulis kepada pembaca, sedangkan persuasi; paragraf yang tidak hanya memaparkan gagasan dengan alasan, bukti, atau contoh tetapi juga diikuti dengan ajakan, bujukan, rayuan, imbauan, atau saran kepada pembaca.

Sependapat dengan Wiyanto, Suparno dan Yunus (2007:1.10-1.13) juga mengemukakan jenis tulisan atau ragam wacana terbagi menjadi lima, yaitu (1) argumentasi; ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya, (2) persuasi; ragam wacana yang ditujukan untuk memengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya, (3) deskripsi; ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya, (4) eksposisi; ragam wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembaca, dan (5) narasi; ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat lima jenis tulisan atau ragam karangan, yaitu argumentasi, persuasi, deskripsi, eksposisi, dan narasi. Masing-masing karangan tersebut memiliki tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan isinya, termasuk jenis argumentasi yang tidak sama dengan persuasi. Persuasi adalah tulisan yang isinya daya bujuk yang menggiurkan pembaca untuk meyakini dan menuruti imbauan penulisnya, baik diungkapkan secara implisit maupun secara eksplisit. Mereka yang menerima persuasi harus yakin bahwa keputusan yang diambilnya benar dan bijaksana serta dilaksanakan tanpa paksaan. Karena tidak memerlukan kekerasan, penulis harus berupaya untuk merangsang dan mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya dengan meyodorkan bukti-bukti. Berbeda dengan argumentasi yang menitikberatkan sasaran pada logika, persuasi lebih mementingkan pada emosi atau perasaan pembaca.

Salisbury (dalam Tarigan 1982:26-27) membagi tulisan berdasarkan bentuknya, yaitu (1) bentuk-bentuk objektif, yang mencakup: penjelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan dan dokumen dan (2) bentuk-bentuk subyektif, yang mencakup otobiografi, surat-surat, penilaian pribadi, esai informal, potret gambaran dan satire. Berbeda dengan pendapat Salisbury, Morris dkk (dalam Tarigan 1982:27) membuat klasifikasi, yaitu (1) eksposisi, yang mencakup enam metode analisis, yaitu klasifikasi, definisi, eksempletasi, sebab dan akibat, komparasi dan kontras, serta proses, (2) argumen, yang mencakup argumen formal (deduksi dan induksi), serta persuasi informal, dan (c) deskripsi, yang meliputi deskripsi ekspositori dan deskripsi artistik/literater.

Sementara menurut Weaver (dalam Tarigan 1982:27) membuat klasifikasi, yaitu (1) eksposisi, yang mencakup definisi dan analisis; (2) deskripsi, yang mencakup deskripsi ekspositoris dan deskripsi literer; (3) narasi, yang mencakup urutan waktu, motif, konflik, titik pandang dan pusat minat; dan (4) argumentasi, yang mencakup induksi dan deduksi. Melengkapi ketiga pendapat di atas, Brooks & Warren mengklasifikasikan ragam tulis berdasarkan betuknya, yaitu (1) eksposisi, yang mencakup: komparasi dan kontras, ilustrasi, klasifikasi, definisi, dan analisis, (2) persuasi, (3) argumen, dan (4) deskripsi.

4.   Hakikat Karangan Persuasi

Nursisto (1999:45) mengatakan bahwa persuasi atau imbauan adalah jenis karangan yang di samping mengandung alasan-alasan dan bukti atau fakta, juga mengandung ajakan atau imbauan agar pembaca mau menerima dan mengikuti pendapat atau kemauan penulis. Selanjutnya, Aristoteles (dalam Nursisto 1999:121) mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengadakan persuasi, yakni watak dan kredibilitas penulis, kemampuan penulis menyugesti pembaca, dan bukti-bukti.

Persuasi diturunkan dari verba to persuade, yang artinya membujuk atau menyarankan. Persuasi merupakan kelanjutan atau pengembangan dari argumentasi. Persuasi mula-mula memaparkan gagasan dengan alasan, bukti atau contoh untuk meyakinkan pembaca. Kemudian diikuti dengan ajakan, bujukan, rayuan, imbauan, atau saran kepada pembaca. Beda argumentasi dan persuasi terletak pada sasaran yang ingin dibidik oleh paragraf tersebut. Argumentasi menitikberatkan sasaran pada logika pembaca, sedangkan persuasi pada emosi/perasaan pembaca walaupun tidak melepaskan logika. Dengan kata lain, yang digarap paragraf argumentasi adalah benar salahnya gagasan/pendapat. Sementara itu, paragraf persuasi menggarap pembaca agar mau mengikuti kehendak penulis (Wiyanto 2004:68).

Berbeda dengan pendapat di atas, Suparno dan Yunus (2007:5.47) mengungkapkan bahwa karangan persuasi adalah karangan yang berisi paparan berdaya-bujuk, berdaya-ajuk, ataupun berdaya imbau yang dapat yang dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti imbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis. Dengan kata lain, persuasi berurusan dengan masalah mempengaruhi orang lain lewat bahasa.

Paragraf persuasif pada hakikatnya mirip dengan argumentasi karena keduannya memerlukan alasan dan bukti dalam proses berpikir. Paragraf argumentasi hanya menunjukkan kebenaran dan meyakinkan pembaca, sedangkan persuasi bertujuan untuk mencarai kepercayaan, kemufakatan, atau kesesuaian pendapat dengan pembaca dan akhirnya pembaca bersedia melakukan suatu tindakan. Kepercayaan atau kemufakatan dapat dicapai melalui berbagai cara, misalnnya dengan alasan-alasan,baik rasional maupun irasional, bukti-bukti atau kebenaran, dan fakta.

Dalam sebuah bukunya, Keraf (1995:14) mengemukakan bahwa persuasif merupakan suatu wacana penyimpangan dari argumentasi dan khusus berusaha mempengaruhi orang lain atau pembaca agar melakukan sesuatu bagi orang yang melakukan persuasif, walaupun yang dipersuasi sebenarnya tidak terlalu percaya dengan apa yang dikatakan itu. Pendapat Keraf di atas pada dasarnya masih tergolong lemah karena persuasif dituntut untuk sepenuhnya mempengaruhi emosi pembaca agar melakukan sesuatu yang diinginkan penulis dengan kepercayaan mutlak. Persuasi lebih condong menggunakan atau memanfaatkan aspek-aspek psikologis untuk mempengaruhi orang lain.

Argumentasi maupun persuasi sama-sama menggunakan fakta dan evidensi digunakan seperlunya. Apabila terlalu banyak menggunakan fakta atau evidensi, akan ketahuan kelemahannya sehingga pihak yang dipersuasi tidak akan terpengaruh. Hartati (2000) menyempurnakan beberapa definisi persuasif sebagai tulisan yang berisi imbuhan atau ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang diharapkan penulisnya. Agar hal yang disampaikannya itu dapat mempengaruhi orang lain, tulisan tersebut harus disertai penjelasan fakta-fakta. Kata persuasi diturunkan dari verba to persuade (Ing), yang artinya membujuk atau menyarankan. Paragraf persuasif merupakan kelanjutan atau pengembangan argumentasi. Persuasif mula-mula memaparkan gagasan dengan alasan, bukti atau contoh untuk meyakinkan pembaca kemudian diikuti dengan ajakan, bujukan rayuan, imbauan, atau saran kepada pembaca (Wiyanto 2004:68).

Senada dengan Hartati, Albert (dalam Tarigan 1982:108-109) tulisan persuasif adalah tulisan yang merebut perhatian pembaca, yang dapat menarik minat, dan yang dapat meyakinkan mereka bahwa pengalaman membaca merupakan suatu hal yang amat penting. Sementara menurut Regina (2008), persuasi adalah jenis paragraf yang mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat penulis dengan disertai dengan bukti dan fakta (benar-benar terjadi). Tujuannya adalah agar pembaca yakin bahwa ide, gagasan, atau pendapat tersebut adalah benar dan terbukti dan juga melaksanakan apa yang menjadi ajakan dari ide tersebut. Senada dengan Regina, Sawali (2008:1) mengatakan bahwa paragraf persuasi merupakan paragraf yang berisi imbauan atau ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang diharapkan oleh penulisnnya. Persuasi biasanya disertai penjelasan dan fakta-fakta sehingga meyakinkan dan dapat mempengaruhi pembaca.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paragraf persuasif adalah paragraf yang bersifat membujuk, mempengaruhi para pembaca agar melakukan sesuatu yang diinginkan pengarang atau penulisnya. Tulisan atau karangan persuasif biasanya menggunakan kalimat-kalimat yang sifatnya mengajak atau mempengaruhi pembaca agar bersikap atau melakukan sesuatu. Karangan persuasi juga merupakan karangan yang bertujuan untuk membujuk, mengajak dan memengaruhi pembaca dengan pendekatan psikologis sehingga pembaca tertarik dan berminat serta mau melakukan apa yang diinginkan oleh penulis. Dalam karangan persuasi mula-mula memaparkan gagasan dengan alasan yang logis, bukti atau fakta sebagai penunjang untuk meyakinkan pembaca. Selanjutnya, diikuti dengan ajakan, bujukan, rayuan, imbauan, atau saran dengan menitikberatkan pada emosi atau perasaan pembaca.

5.    Karakteristik Karangan Persuasi

Kajian tentang karangan persuasi dan argumentasi sering kali dijadikan satu karena memiliki banyak persamaan. Untuk itu, tidak heran kalau masih banyak orang yang tidak dapat membedakan kedua jenis karangan tersebut. Akan tetapi, jika dilihat dari karakteristiknya, kedua jenis karangan itu sebenarnya berbeda, meskipun perbedaannya sangat halus. Perbedaan itu terletak pada fokus dan penekanannya.

Tarigan (1982:108-109) mengatakan bahwa tulisan persuasif adalah tulisan yang dapat merebut perhatian pembaca, yang dapat menarik minat, dan yang dapat meyakinkan mereka bahwa pengalaman membaca merupakan suatu hal yang amat penting. Ciri-ciri tulisan persuasif antara lain sebagai berikut:

1) tulisan persuasif haruslah jelas dan tertib. Maksud dan tujuan penulis dinyatakan secara terbuka atau dikemukakan dengan jelas. Bahan-bahan diatur sedemikian rupa sehingga para pembaca mengalihkan perhatian pada sepenggal tulisan, maka seyogianyalah padanya ada beberapa pertanyaan yang jawabannya dapat ditemui segera di situ. Maksud dan tujuan penulis dinyatakan secara terbuka atau dikemukakan dengan jelas. Bahan-bahan diatur sedemikian rupa sehingga para pembaca mengalihkan perhatian pada sepenggal tulisan, seyogianyalah padanya ada beberapa pertanyaan yang jawabanya dapat ditemui segera,

2) tulisan persuasif haruslah hidup dan bersemangat. Segala sesuatu yang mempunyai daya tarik yang kuat terhadap indera adalah hidup. Lebih khusus lagi, kata-kata yang hidup, cerah, bersemangat adalah kata-kata yang dapat menyentuh perasaan, suasana, pandangan, pikiran, selera, dan gairah,

3) tulisan persuasif beralasan kuat. Tulisan yang beralasan kuat berdasar pada fakta-fakta dan penalaran-penalaran. Bebas dari generalisasi-generalisasi yang hampa serta pendapat-pendapat yang tidak mempunyai dasar dan prasangka yang tidak-tidak, dan

4) tulisan persuasif harus bersifat dramatik. Tulisan persuasif harus dapat memanfaatkan ungkapan-ungkapan yang hidup dan kontras-kontras yang mencolok. Sama halnya dalam drama pentas, penulis persuasif pun haruslah dapat membuat rasa tegang atau suspense. Penulis harus dapat menarik pembaca berjalan dari satu puncak ke puncak lain.

Pedapat berbeda diungkapkan oleh Suparno dan Yunus (2007:5.47-5.48) tentang karakteristik karangan persuasi bila dibandingkan dengan karangan argumentasi. Adapun karakteristik karangan persuasi adalah sebagai berikut: (1) dalam karangan persuasi, selain menggunakan logika, perasaan juga memegang peranan penting. Keterlibatan unsur logika dalam karangan persuasi itu menyebabkan persuasi sering menggunakan prinsip-prinsip argumentasi, (2) diksi karangan persuasi mencari efek tanggapan emosional. Tidak jarang pula karangan persuasi adalah suatu bentuk eksposisi yang dirangkai dengan deskripsi tetapi mempunyai tujuan tertentu, yakni menggoda pembaca untuk melakukan sesuatu atau mengarahkan pembaca kepada suatu sikap tertentu, (3) karangan persuasi berusaha mencapai suatu persetujuan atau penyesuaian kehendak penulis dengan pembacanya; ia merupakan proses untuk meyakinkan pembaca supaya pembaca mau menerima apa yang diinginkan penulis, dan (4) penyikapan terhadap ide yang terdapat dalam dalam persuasi di samping penyikapan logika, juga penyikapan emosional. Karangan persuasi ini biasanya dipakai dalam dunia politik, pendidikan, advertensi, dan dunia propaganda.

1) selain menggunakan logika, unsur perasaan dalam karangan persuasi juga memegang peranan penting. Keterlibatan unsur logika dalam karangan persuasi itu menyebabkan persuasi sering menggunakan prinsip-prinsip argumentasi,

2) diksi karangan persuasi mencari efek tanggapan emosional. Tidak jarang pula karangan persuasi adalah suatu bentuk eksposisi yang dirangkai dengan deskripsi tetapi mempunyai tujuan tertentu, yakni menggoda pembaca untuk melakukan sesuatu atau mengarahkan pembaca kepada suatu sikap tertentu,

3) karangan persuasi berusaha mencapai suatu persetujuan atau penyesuaian kehendak penulis dengan pembacanya; ia merupakan proses untuk meyakinkan pembaca supaya pembaca mau menerima apa yang diinginkan penulis, dan

4) penyikapan terhadap ide yang terdapat dalam dalam persuasi di samping penyikapan logika, juga penyikapan emosional. Karangan persuasi ini biasanya dipakai dalam dunia politik, pendidikan, advertensi, dan dunia propaganda.

Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Firdian (2008) mengungkapkan beberapa karakteristik dari karangan persuasi yaitu (1) harus menimbulkan kepercayaan pendengar atau pembacanya, (2) bertolak atas pendirian bahwa pikiran manusia dapat diubah, (3) harus menciptkan kesesuaian melalui kepercayaan antara penulis dan pembaca, (4) harus menghindari konflik agar kepercayaan tidak hilang dan tujuan tercapai, dan (5) harus ada fakta dan data secukupnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik karangan persuasi yaitu (1) bertujuan untuk menimbulkan kesesuaian antara pembaca dan penulis, (2) bertolak dari pandangan bahwa manusia dapat diubah (pikirannya), (3) selain logika, perasaan juga memegang peranan penting dalam karangan persuasi, (4) diksi karangan persuasi mencari efek tanggapan emosional, (5) menggunakan data dan fakta secukupnya, dan (6) karangan persuasi harus hidup dan bersemangat.

6.   Langkah-langkah Menulis Karangan Persuasi

Para pakar membagi kegiatan mengarang itu menjadi menjadi tiga tahap, yakni (1) tahap kegiatan prapenulisan (prewriting), (2) tahap kegiatan penulisan (writing), dan (3) tahap kegiatan pascapenulisan (post-writing). Dengan kata lain, kegiatan mengarang adalah kegiatan yang mengikuti alur proses yang bertahap dan berurutan.

Menurut Widyamartaya (1996:9) mengarang adalah suatu proses kegiatan pikiran manusia yang hendak mengungkapkan kandungan jiwanya kepada orang lain, atau kepada diri sendiri, dalam tulisan. Kegiatan mengarang ini adalah suatu kegiatan manusiawi yang sadar dan berarah, mempunyai swakerja atau mekanika yang perlu diperhatikan agar karangan yang dibuat berhasil dengan baik. Swakerja ini meliputi kegiatan-kegiatan pada tahap penegasan ide dan kegiatan-kegiatan pada tahap penulisan karangan. Berikut ini adalah swakerja mengarang, yaitu (1) memilih bahan pembicaraan (topik), (2) menentukan tema dari bahan pembicaraan itu, (3) menentukan tujuan karangan yang akan dibuat serta bentuk karangan, (4) menentukan pendekatan terhadap tema pembicaraan, (5) membuat bagan atau rencana pembicaraan, (6) pandai memulai karangan, (7) pandai membangun paragraf dan menjalin kesinambungan paragraf, (8) pandai mengakhiri atau menutup karangan, dan (9) pandai membuat judul karangan.

Pada dasarnya, penyusunan karangan persuasi tidak jauh berbeda dengan karangan argumentasi. Nursisto (1999:76) mengemukakan bahwa menulis karangan persuasi sama persis dengan argumentasi, bedanya hanya pada penutup yaitu berupa imbauan dan ajakan. Lebih lanjut lagi, menurutnya agar sebuah hasil karangan argumentasi menjadi baik, runtut, dan tidak menyimpang dari tujuan penyusunan karangan, perlu ditempuh langkah-langkah yaitu (1) menentukan topik, (2) menentukan tujuan, (3) mengumpulkan bahan, (4) menyusun kerangka, (5) mengembangkan kerangka, (6) koreksi dan revisi, dan (7) menulis naskah.

Untuk melengkapi pendapat di atas, Akhmadi (dalam Suparno dan Yunus 2007:49-51) mengatakan bahwa untuk dapat menyusun karangan persuasi yang efektif diperlukan kemampuan menciptakan persuasi, yaitu kemampuan memanfaatkan alat-alat persuasi seperti (1) bahasa, (2) nada, (3) detail, (4) pengaturan (organisasi), dan (5) kewenangan. Inilah alat-alat persuasi yang dapat dipakai untuk mengembangkan sebuah karangan persuasi.

Bahasa adalah alat yang cukup primer dalam mewujudkan paparan persuasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat dijadikan alat yang paling ampuh untuk memengaruhi pembaca agar melakukan sesuatu sesuai kehendak penulis. Selain itu, bahasa yang digunakan dalam mengadakan persuasi juga harus diperhatikan karena sifat dan kepribadian seseorang bisa dilihat dari bahasa yang digunakan dan ini akan berpengaruh terhadap kepercayaan pembaca.

Nada yang dimaksud adalah nada pembicaraan. Nada tersebut berkaitan dengan sikap pengarang dalam menyampaikan gagasannya. Sebagai pengarang, kita harus dapat menentukan nada karangan persuasi kita. Kita harus bisa membayangkan respon apa yang ada pada pembaca. Dalam karangan persuasi, detail cukup penting dalam kedudukannya sebagai alat persuasi. Yang dimasksud detail adalah uraian terhadap ide pokok sampai ke bagian yang sekecil-kecilnya. Dengan kehadiran detail yang baik, usaha penalaran dan tujuan persuasi menjadi lebih jelas. Organisasi menyangkut masalah pengaturan detail dalam sebuah karangan. Dalam persuasi, pengaturan detail menggunakan prinsip “mengubah keyakinan dan pandangan”. Artinya, detail-detail itu bagaimana pun pengaturannya harus kita usahakan mampu mengarahkan keyakinan dan pandangan pembaca.

Kewenangan dapat disebut sebagai alat persuasi. Kewenangan menyangkut “penerimaan dan kesadaran” pembaca terhadap pengarang. Setiap orang mempunyai kewenangan untuk membuat persuasi atas dasar kualitas pola berpikir yang bagus dan bermutu. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah menulis karangan persuasi yaitu: (1) menentukan topik/tema, (2) merumuskan tujuan, (3) menyusun kerangka karangan, (4) mengumpulkan data dan fakta yang mendukung dari berbagai sumber, (5) mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan persuasi, dan (6) koreksi dan revisi karangan persuasi.

7.   Kerangka Karangan

Kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap (Keraf, 1994: 149). Pada dasarnya, untuk menyusun karangan dibutuhkan langkah-langkah awal untuk membentuk karangan itu menjadi karangan yang teratur dan sistematis. Maka, sebelum membuat karangan lebih baik dibuat susunan-susunan yang dapat memudahkan dalam mengembangkan karangan tersebut. Susunan-susunan tersebut dapat dikatakan sebagai kerangka karangan. Adapun langkah-langkah untuk menyusun karangan tersebut, yaitu sebagai berikut.

a.    Menentukan tema dan judul

Tema adalah pokok persoalan, permasalahan, atau pokok pembicaraan yang mendasari suatu karangan, cakupannya lebih besar dan menyangkut pada permasalahan yang diangkat. Sedangkan yang dimaksud dengan judul adalah kepala karangan, dan lebih pada penjelasan awal (penunjuk singkat) isi karangan yang akan ditulis.

b.    Mengumpulkan bahan

Sebelum melanjutkan menulis, perlu ada bahan yang menjadi bekal dalam menunjukkan eksistensi tulisan seperti mengumpulkan ide dan inovasi. Banyak cara mengumpulkannya, masing-masing penulis mempunyai cara sesuai dengan tujuan penulisannya.

c.    Menyeleksi bahan

Setelah ada bahan maka perlu dipilih bahan-bahan yang sesuai dengan tema pembahasan. Polanya melalui klarifikasi bahan yang telah dikumpulkan dengan teliti dan sistematis.

d.    Membuat kerangka karangan

Kerangka karangan menguraikan tiap topik atau masalah menjadi beberapa bahasan yang lebih fokus dan terukur. Kerangka karangan belum tentu sama dengan daftar isi atau uraian per bab. Kerangka ini merupakan catatan kecil yang sewaktu-waktu dapat berubah dengan tujuan untuk mencapai tahap yang sempurna.

e.    Mengembangkan kerangka karangan

Proses pengembangan karangan tergantung pada materi yang hendak ditulis. Pengembangan karangan juga jangan menumpuk dengan pokok permasalahan yang lain. Untuk itu pengembangannya harus sistematis, dan terarah. Alur pengembangan juga harus disusun secara teliti dan cermat.

8.   Karangan Persuasi yang Baik

Paragraf persuasi yang baik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu terdapat pokok pikiran yang tertuang menjadi kalimat utama, dalam sebuah paragraf harus terdapat beberapa kalimat penjelas, harus memperhatikan kepaduan dan keserasian paragraf (kohesi dan koherensi), harus memperhatikan pilihan kata yang digunakan, ejaan dan tanda baca dengan baik, didahului argumen atau alasan dan bukti untuk meyakinkan pembaca, serta harus ada unsur himbauan atau ajakan. Karangan persuasi yang baik harus memerhatikan beberapa hal, yaitu (1) kalimat utama dan kalimat penjelas (2) kepaduan dan keserasian paragraf (kohesi dan koherensi), (3) pilihan kata (diksi) yang digunakan, (4) ejaan dan tanda baca, (5) argumen atau alasan dan bukti untuk meyakinkan pembaca, dan (6) imbauan atau ajakan.

a.    Kalimat Utama dan Kalimat Penjelas

Wiyanto (2004:25-27) mengatakan bahwa paragraf yang baik mengandung satu pikiran. Pokok pikiran itu dituangkan dalam salah satu kalimat diantara kalimat-kalimat yang tergabung dalam sebuah paragraf. Kalimat yang mengandung pokok pikiran disebut kalimat utama atau kalimat topik, sedangkan kalimat penjelas tidak dapat dipisahkan dengan kalimat utama. Dinamakan kalimat penjelas karena ada kalimat utama. Sebaliknya, dinamakan kalimat utama karena ada kalimat penjelas. Kalimat penjelas berisi pikiran penjelas yang diwujudkan dalam kalimat-kalimat yang isinya menjelaskan, merinci, membandingkan, atau memberi contoh secara khusus. Soedjito dan Hasan (1991:12) mengatakan bahwa kalimat dalam paragraf yang mengungkapkan pikiran/gagasan utama disebut kalimat utama (kalimat topik), sedangkan kalimat-kalimat yang mengungkapkan pikiran penjelas disebut kalimat penjelas. Jadi, dalam sebuah paragraf hanya terdapat satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas.

b.    Kohesi dan Koherensi

Kesatuan atau kohesi ini berkaitan dengan penggunaan kata-katanya. Pada satu paragraf bisa saja mengemukakan satu gagasan utama, namun belum tentu paragraf tersebut dikatakan kohesi jika kata-kata yang digunakan tidak padu. Kriteria kesatuan atau kohesi ini menyangkut keeratan hubungan makna antar gagasan dalam sebuah paragraf. Sebagai satu kesatuan gagasan sebuah paragraf hendaknya hanya mengandung satu gagasan utama, yang diikuti oleh beberapa gagasan pengembang atau penjelas. Oleh karena itu, rangkaian kalimat yang terjalin dalam sebuah paragraf hanya mempersoalkan satu gagasan utama.

Kesatuan paragraf juga harus memperhatikan dengan jelas suatu maksud atau sebuah tema tertentu, untuk menjamin adanya kesatuan paragraf, setiap paragraf hanya berisi satu pikiran. Paragraf dapat berupa beberapa kalimat, tetapi seluruhnya harus merupakan kesatuan. Tidak satu kalimatpun yang sumbang yang tidak mendukung kesatuan paragraf. Apabila dalam satu paragraf terdapat dua gagasan utama atau lebih, tiap-tiap gagasan utama itu seharusnya dituangkan dalam paragraf yang berbeda. Sebaliknya, jika dua buah paragraf hanya mengandung satu gagasan utama, kedua paragraf itu seharusnya digabungkan menjadi satu.

Paragraf adalah rangkaian kalimat yang secara bersama-sama menjelaskan satu unit gagasan penulis. Kalimat-kalimat itu tidak lepas dan terpisah satu dengan yang lain tetapi saling berhubungan dan tarik menarik. Pendapat lain tentang kohesi juga diungkapkan oleh Wiyanto (2004:32). Menurutnya, paragraf adalah rangkaian kalimat yang secara bersama-sama menjelaskan satu unit gagasan penulis. Kalimat-kalimat itu tidak lepas dan terpisah satu dengan yang lain tetapi saling berhubungan dan tarik menarik. Istilah yang tepat untuk mengungkapkan makna tarik-menarik adalah kohesi. Antara kalimat satu dengan kalimat lain yang membentuk sebuah paragraf harus berhubungan secara baik, terjalin erat, dan kompak. Kekompakkan hubungan itu menyebabkan pembaca mudah mengrtahui hubungan kalimat satu dengan kalimat lain. Paragraf yang demikian dinamakan paragraf yang serasi (koheren).

Menurut Widyamartaya (1990:38) pertauatan atau koherensi adalah asas yang menghendaki agar ada saling kait antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam tiap paragraf (dan juga antara paragraf yang satu dengan paragraf yang lain). Pertauatan menghendaki agar jangan ada kata atau frasa yang tidak jelas rujukannya.

Pendapat yang berbeda juga diungkapkan oleh Hartono (2000:21). Beliau mengemukakan bahwa koherensi adalah hubungan yang mengacu pada sesuatu yang berada di luar teks. Sesuatu biasanya berupa pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca atau pendengar. Kalimat yang sepintas kelihatannya tidak berkaitan akan menjadi koherens jika sesuatu tersebut dipakai dalam teks. Teks tersebut kemudian dapat diinterpretasikan. Antara kalimat satu dengan kalimat lain yang membentuk sebuah paragraf harus berhubungan secara baik, terjalin erat, dan kompak. Kekompakan hubungan itu menyebabkan pembaca mudah mengetahui hubungan kalimat satu dengan kalimat lain. Paragraf yang demikian dinamakan paragraf yang serasi (koherens).

Halliday dan Hassan (dalam Hartono 2000:21) mengungkapkan bahwa kohesi adalah hubungan interpretasi sebuah unsur teks tergantung pada unsur lain dalam teks. Unsur tersebut dapat berupa kata dengan kata, kalimat dengan kalimat lain yang berlaku pada bahasa tertentu. Kohesi dapat pula disebut sebagai pertalian bentuk. Ciri-ciri yang membentuk kepaduan bentuk itu antara lain yaitu referensi, substitusi, ellipsis, konjungsi, dan hubungan leksikal.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesatuan dan kepaduan kalimat yang digunakan dalam menulis karangan persuasi mencerminkan cara berpikir seseorang. Ide atau gagasan harus disusun secara teratur, membedakan mana yang merupakan gagasan-gagasan pokok, dan mana yang merupakan gagasan-gagasan tambahan. Dengan demikian, karangan persuasi yang dihasilkan dengan memperhatikan kohesi dan koherensi akan mudah dipahami oleh pembacanya.

Kriteria kepaduan menyangkut keeratan hubungan antarkalimat dalam paragraf dari segi makna dan proposisi. Sebagai suatu bentuk pengungkapan gagasan, sebuah paragraf harus memperlihatkan kepaduan hubungan antarkalimat yang terjalin di dalamnya. Oleh karena itu, kepaduan paragraf dapat diketahui susunan kalimat yang sistematis, logis, dan mudah dipahami. Kepaduan semacam itu dapat dicapai jika kalimat-kalimat dalam paragraf yang berupa penggantian, pengulangan, penghubung antarkalimat atau gabungan dari ketiganya. Maka suatu paragraf dikatakan koheren, apabila ada kekompakan antara gagasan yang dikemukakan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimatkalimatnya memiliki hubungan timbal balik serta secara bersama-sama membahas satu gagasan utama. Tidak dijumpai satupun kalimat yang menyimpang dari gagasan utama ataupun loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan. Koherensi merupakan kekompakkan hubungan antara sebuah kalimat dan kalimat lain yang membentuk paragraf. Kepaduan (koherensi) membuat karangan terpadu, konsisten, dan terpahami. Kepaduan itu tercapai jika ada jalinan dan ada peralihan yang jelas di antara kalimat dan perenggangan.

c.    Pilihan Kata atau Diksi

Diksi atau pilihan kata memiliki tiga pengertian. Pertama, diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau mengungkapkan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik.digunkan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat, dan nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi komunikasi. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendahraan kata bahasa itu.

Menurut Akhadiah (1988:83), dalam memilih kata ada dua persyaratan pokok yang harus diperhatikan, yaitu ketepatan dan kesesuaian. Persyaratan kesesuaian menyangkut makna, aspek logika kata-kata; kata-kata yang dipilih harus secara tepat mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. Selanjutnya, persyaratan kesesuaian menyangkut kecocokan antara kata-kata yang dipakai dengan situasi dan keadaan pembaca.

Pendapat berdeda juga diungkapkan oleh Keraf (2000:24), ia menyatakan bahwa pilihan kata atau diksi memiliki tiga pengertian, yaitu (1) pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi; (2) pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar; (3) pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.

Melengkapi pendapat di atas, Wagiran dan Doyin (2005:43) mengatakan bahwa semakin banyak kosakata yang dimiliki seseorang akan semakin mudah orang tersebut memilih dan menggunakan kata secara tepat. Seorang penulis memiliki peluang yang lebih banyak untuk memilih dan mempertimbangkan penggunaan kata secara tepat sebelum tulisan tersebut dibaca orang. Untuk mendayagunakan diksi secara tepat perlu diperhatikan ketepatan dan kesesuaian diksi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan pemilihan diksi yang tepat akan membantu membentuk kalimat yang efektif. Kalimat dikatakan efektif bila kalimat tersebut dapat menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis.

d.    Ejaan dan Tanda Baca

Ejaan tidak saja berkisar pada persoalan cara melambangkan bunyi-bunyi ujaran serta penempatkan tanda-tanda baca dan sebagainya, tetapi juga meliputi hal-hal seperti: memotong suatu kata dan menggabungkan kata-kata baik dengan imbuhan maupun antara kata dengan kata (Keraf 1984:47). Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam tulis menulis, harus pula ditunjang oleh penerapan peraturan ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia, yaitu Ejaan yang Disempurnakan (Akhadiah 1988:179). Dalam sebuah tulisan, penggunaan ejaan dan tanda baca sangat penting untuk diperhatikan mengingat bahwa setiap tanda dalam tulisan mempunyai sebuah makna tersendiri. Penggunaan ejaan dan tanda baca yang salah akan mengubah makna yang terkandung dalam sebuah tulisan.

Secara lebih spesifik, Badudu (1990:7) menyampaikan bahwa ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis menulis yang distandarisasikan; yang lazimnya mempunyai tiga aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad; aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis; aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca.

Pendapat berbeda diungkapkan oleh Keraf (2002:47), ia mengatakan bahwa ejaan tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda-tanda baca dan sebagainya, tetapi juga meliputi hal-hal seperti: memotong suatu kata, menggabungkan kata-kata, baik dengan imbuhan maupun antara kata dengan kata.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan ejaan dan tanda baca dalam kegiatan tulis menulis sangat menunjang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, penguasaan secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan memungkinkan penulis mempergunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan konotasi yang berbeda-beda, baik itu dalam bidang fonologi, morfologi, maupun sintaksis.

e.    Argumen atau Alasan dan Bukti

Syarat yang harus dipenuhi agar pembicara (dalam hal ini penulis) dapat berhasil dalam persuasi adalah kesanggupan untuk menyodorkan bukti-bukti (evidensi) mengenai suatu kebenaran. Baik argumentasi maupun persuasi sama-sama menggunakan logika. Perbedaannya terletak dalam kadar argumennya (Keraf 1982: 123-124).

Senada dengan pendapat di atas, Wiyanto (2004:68) mengatakan bahwa paragraf persuasi merupakan kelanjutan atau pengembangan argumentasi. Persuasi mula-mula memaparkan gagasan dengan alasan, bukti atau contoh untuk meyakinkan pembaca. Kemudian diikuti dengan ajakan, bujukan, rayuan, himbauan, atau saran kepada pembaca.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa walaupun emosi merupakan unsur yang penting dalam persuasi, namun fakta-fakta tetap merupakan faktor yang dapat menanamkan kepercayaan untuk persuasi. Baik argumentasi maupun persuasi sama-sama menggunakan logika. Perbedaanya terletak dalam kadar argumennya.

f.     Imbauan atau Ajakan

Himbauan atau ajakan dalam paragraf persuasif harus diwujudakan secara konkret untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki. Himbauan atau ajakan merupakan pembentuk utama paragraf persuasi. Himbauan dan ajakan akan membuka jalan agar keinginan, sikap, kepercayaan, keputusan, atau tindakan yang telah ditentukan penulis dapat diterima oleh pembaca. Himbauan dan ajakan menggunakan rangkaian kata-kata yang menarik dan meyakinkan dapat mempengaruhi pembaca dengan mudah.

D.   Pendekatan Kontekstual

1.    Hakikat Pendekatan Kontekstual

Menurut Nurhadi dan Senduk (2003:4), pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya.

Lebih lanjut, Nurhadi dan Senduk (2003:5) menambahkan bahwa pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang sedang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan bagi siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk simulasi, dan masalah yang memang ada di dunia nyata.

Senada dengan pendapat di atas, Trianto mengatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (2007:101-104) ).

Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan sebuah konsep belajar yang diciptakan secara alamiah, yaitu dengan cara mengaitkan materi pelajaran yang diperoleh siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta bagaimana cara siswa belajar. Dengan demikian, hasil pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya.

2.   Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (dalam Nurhadi dan Senduk 2003:13-14), ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, yaitu (1) melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections), (2) melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work), (3) belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning), (4) bekerja sama (collaborating), (5) berpikir kritis dan kretif (critical and creative thinking), (6) mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual), (7) mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), dan (8) menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment).

Untuk memperkuat pendapat di atas, The Nothwest Regional Education Laboratory USA (dalam Nurhadi dan Senduk 2003:14-15) mengidentifikasikan adanya enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual, yaitu (1) pembelajaran bermakna, (2) penerapan pengetahuan, (3) berpikir tingkat tinggi, (4) kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar, (5) responsif terhadap budaya, dan (6) penilaian autentik.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran kontekstual adalah (1) pembelajaran bermakna, (2) penerapan pengetahuan, (3) berpikir tingkat tinggi, (4) berpikir kritis dan kreatif, (5) kurikulum dikembangkan berdasarkan standar, (6) belajar yang diatur sendiri dan belajar bekerja sama, (7) responsif terhadap budaya, dan (8) menggunakan penilaian autentik.

3.   Prinsip-prinsip Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas

Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil belajar. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.

Menurut Nurhadi dan Senduk (2003:20), untuk menerapkan pembelajaran kontekstual guru perlu memegang prinsip pembelajaran yang meliputi (1) merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa, (2) membentuk kelompok belajar yang saling tergantung, (3) menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri, (4) mempertimbangkan keragaman siswa, (5) memperhatikan multi-intelegensi, (6) menggunakan teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan (7) menerapkan penilaian autentik.

Secara lebih spesifik, diungkapkan bahwa sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan Contextual Teaching And Learning jika menerapkan tujuh konponen utama dalam pembelajarannya. Contextual Teaching And Learning dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Depdiknas 2002 dalam Trianto 2007:106).

Secara garis besar, langkah-langkah penerapan Contextual Teaching And Learning di kelas adalah sebagai berikut.

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

b.  Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

c.  Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d.  Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

e.  Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

f.   Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

g.  Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

E.    Media Pembelajaran

Untuk mempermudah pemahaman tentang media iklan layanan masyarakat yang akan digunakan dalam pembelajaran menulis karangan persuasi, terlebih dahulu akan diuraikan tentang hakikat media pembelajaran, manfaat media pembelajaran, kriteria pemilihan media pembelajaran. Uraian mengenai teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

1.    Hakikat Media Pembelajaran

Soeparno (1988:1-2) menjelaskan bahwa media adalah suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (message) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada penerimanya (receiver). Dalam proses belajar mengajar, pesan atau informasi yang dimaksud berasal dari guru. Sedangkan penerima informasinya adalah peserta didik. Pesan atau informasi yang dikomunikasikan tersebut berupa sejumlah kemampuan yang harus dikuasai oleh para peserta didik. Kemampuan tersebut dapat dikomunikasikan melalui berbagai saluran, yaitu saluran penglihatan (visual), saluran pendengaran (audio), saluran penglihatan dan pendengaran (audiovisual), saluran perasaan (sense), dan saluran yang berwujud penampilan (performance).

Gerlach dan Ely (dalam Arsyad 2002:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Secara implisit, Gagne dan Briggs (dalam Arsyad 2002:4) mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video, kamera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), poster, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sarana atau perantara yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa.

2.   Manfaat Media pembelajaran

Sudjana dan Rivai (2005:2) mengemukakan manfaat media dalam proses pembelajaran siswa yang meliputi (1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (2) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran, (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran, dan (4) siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

Sejalan dengan pendapat di atas, Arsyad (2002:25-27) mengungkapkan beberapa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar meliputi (1) media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar, (2) media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya, (3) media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, dan (4) media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.

Pendapat yang lebih sederhana dikemukakan oleh Angkowo dan Kosasih (2007:11). Angkowo dan Kosasih mengungkapkan bahwa media pembelajaran dapat digunakan untuk menciptakan komunikasi yang efektif antara guru dan murid. Media pembelajaran juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Berdasarkan beberapa manfaat media pembelajaran yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran, yaitu (1) menarik perhatian, menumbuhkan, serta meningkatkan motivasi belajar siswa, (2) memperjelas penyajian materi pengajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai karena proses dan hasil belajar siswa meningkat, (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, (4) siswa akan lebih aktif dalam proses belajar, (5) menciptakan komunikasi yang efektif antara guru dan siswa, (6) mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, (7) dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa, dan (8) memungkinkan terjadinya interaksi langsung anatara siswa dengan guru, masyarakat, dan lingkungan.

3.   Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik termasuk dalam memilih media pembelajaran yang akan digunakan. Pemilihan media pembelajaran bersumber dari konsep bahwa media merupakan bagian dari sistem instruksional atau maksud-maksud dari pengajaran secara keseluruhan. Mengingat fungsi media pembelajaran yang begitu penting, perlu adanya kriteria dalam pemilihan media pembelajaran.

Soeparno (1988:10-11) mengemukakan dalam memilih media, beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu (1) karakteristik media untuk mengetahui kesesuaian media dengan informasi yang akan dikomunikasikan, (2) kesesuaian media dengan tujuan yang hendak dicapai, (3) kesesuaian media dengan metode atau teknik yang dipergunakan, (4) kesesuaian media dengan materi, (5) kesesuaian media dengan tingkatan dan kondisi siswa, (6) kesesuaian media dengan situasi belajar, (7) kesesuaian media dengan kreativitas guru, dan (8) jangan menggunakan media tertentu dengan alasan media tersebut merupakan barang baru atau barang satu-satunya.

Melengkapi pendapat di atas, Arsyad (2002:75), ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih media, yaitu (1) sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (2) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi, (3) praktis, luwes, dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber daya lainnya untuk memproduksi, tidak perlu dipaksakan, (4) Guru terampil menggunakannya. Ini merupakan salah satu kriteria utama, (5) pengelompokan sasaran, dan (6) mutu teknis.

Senada dengan pendapat di atas, Sudjana dan Rivai (2007:4) berpendapat bahwa dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria antara lain (1) ketepatan dengan tujuan pengajaran, (2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran, (3) kemudahan memperoleh media, (4) keterampilan guru dalam menggunakannya, (5) tersedia waktu untuk menggunakannya sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung, dan (6) sesuai dengan taraf berpikir siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan media pembelajaran meliputi (1) Ketepatan dengan tujuan pengajaran, (2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran, (3) kemudahan memperoleh media, (4) keterampilan guru dalam menggunakannya, (5) tersedia waktu untuk menggunakannya sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung, (6) pengelompokan sasaran, (7) memenuhi persyaratan teknis tertentu, dan (8) sesuai dengan taraf berpikir siswa.

4.   Iklan Layanan Masyarakat sebagai Media Pembelajaran

Tulisan ini menggunakan iklan layanan masyarakat sebagai media pembelajaran. Berikut ini akan dijelaskan beberapa teori mengenai iklan, yaitu (1) pengertian iklan, (2) jenis iklan, (3) media iklan, (4) media iklan layanan masyarakat, (5) pemanfaatan media iklan layanan masyarakat dalam pembelajaran.

Menurut Dunn dan Barban (dalam Widyatama 2007:15) iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi nonpersonal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasif) kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga nonkomersial, maupun pribadi yang berkepentingan. Selanjutnya, Kotler (dalam Widyatama 2007:16) mengartikan iklan sebagai semua bentuk penyajian nonpersonal, promosi ide-ide, promosi barang, produk, atau jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar. Iklan merupakan salah satu jenis wacana persuasif yang secara dominan terdapat unsur yang mampu memengaruhi orang lain.

Widyatama (2007:17-24) merangkum pengertian iklan di atas dalam bentuk prinsip pengertian iklan antara lain (1) adanya pesan tertentu, (2) dilakukan oleh komunikator, (3) dilakukan dengan cara nonpersonal, (4) diisampaikan oleh khalayak tertentu, (5) dalam penyajian pesan tersebut dilakukan dengan cara membayar, dan (6) penyampaian pesan tersebut mengharapkan dampak tertentu.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa iklan adalah suatu bentuk komunikasi yang berisi informasi yang bersifat persuasif tentang suatu produk barang atau jasa yang disampaikan oleh produsen melalui media tertentu. Melalui unsur persuasif itulah yang menjadikan iklan dapat menjangkau pendengar atau pembaca sebagai konsumen.

Iklan adalah penyiaran yang ditujukan kepada khalayak dapat berupa penawaran, pengenalan, pemberitahuan atau hanya berupa pernyataan saja. Namun demikian, apabila kita melihat berdasarkan sifat atau tujuan dari iklan itu sendiri tampaklah ada perbedaan-perbedaan. Perbedaan inilah yang kemudian membedakan jenis iklan. Jenis iklan ada tiga, yaitu:

1) iklan yang bersifat penawaran suatu produk barang atau jasa, bertujuan untuk menjual barang atau jasa karena itu barang atau jasa yang ditawarkan dijelaskan secara lengkap, tetapi singkat mengenai manfaat atau keuntungannya. Iklan penawaran biasanya menggunakan kata-kata semboyan atau nasihat yang disertai gambar barang atau jasa yang ditawarkan,

2) iklan yang bersifat pengumuman atau pemberitahuan tujuannya ialah untuk memberitahukan atau mengumumkan sesuatu kepada orang banyak. Iklan ini biasanya menggunakan judul dengan kata-kata, pengumuman, berita duka cita, ucapan terima kasih, dan sebagainya, dan

3) iklan yang bersifat reklame tujuannya ialah untuk memperkenalkan barang ataujasa dengan maksud untuk menarik perhatian masyarakat. Kadang-kadang dilakukan dengan propaganda yaitu dengan memuji-muji barang yang ditawarkan dan disertai dengan gambar-gambar yang mencolok.

Melengkapi pernyataan di atas, secara teoretis iklan terdiri atas dua jenis, yaitu iklan standar dan iklan layanan masyarakat (Liliveri 1992:31-32).

1) Iklan standar, yaitu iklan yang ditata secara khusus untuk memperkenalkan barang atau jasa pelayanan untuk konsumen melalui sebuah media.

2) Iklan layanan masyarakat, yaitu iklan yang tidak mencari keuntungan akibat pemasangannya kepada khalayak.

Iklan layanan masyarakat berbeda dengan iklan-iklan komersial yang memperkenalkan atau menawarkan barang atau jasa untuk konsumennya melalui media tertentu. Menurut Nurhadi (dalam Hagijanto 2005:9), iklan layanan masyarakat atau public service advertisement adalah jenis periklanan yang dilakukan oleh suatu organisasi komersial maupun nonkomersial (sering juga disebut pemerintah) untuk mencapai tujuan sosial maupun sosioekonomis (terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat).

Sejalan dengan pendapat di atas, Widyatama (2007:104) menyatakan bahwa iklan layanan masyarakat adalah iklan yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau mendidik khalayak dan tujuan akhirnya bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan sosial. Keuntungan sosial yang dimaksud adalah munculnya penambahan pengetahuan, kesadaran sikap, dan perubahan perilaku masyarakat terhadap masyarakat terhadap masalah yang diinginkan, serta mendapatkan citra baik di mata masyarakat.

Berdasarkan dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa iklan layanan masyarakat adalah jenis periklanan yang dilakukan oleh suatu organisasi komersial maupun nonkomersial (sering juga disebut pemerintah) untuk menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak melaui sebuah media dengan tujuan akhir mencapai keuntungan sosial.

Pembelajaran menulis karangan persuasi dalam tulisan ini menggunakan pendekatan kontekstual. Ketika melaksanakan pembelajaran kontekstual, ketujuh komponen pendekatan kontekstual saling berkaitan satu dengan lainnya. Dalam pembelajaran menulis karangan persuasi ini dipilih media iklan layanan masyarakat untuk membantu siswa dalam mengembangkan kreativitas berpikirnya dalam menulis. Penggunaan media iklan layanan masyarakat dapat memudahkan siswa dalam mengaitkan materi pelajaran yang diperoleh dengan kehidupan nyata dalam lingkungannya. Dalam sebuah iklan yang sarat akan pesan-pesan yang bersifat mengajak pembaca agar melakukan sesuatu yang diharapkan oleh pengiklan, biasanya terdiri atas gambar dan teks yang berusaha meyakinkan pembaca. Untuk itu, siswa diharapkan akan bisa menuangkan ide dan gagasannya dengan pilihan kata yang sesuai dengan konteks yang diinginkan.

5.   Sintaks

Sintaks pembelajaran menulis karangan persuasi dengan pendekatan kontekstual melalui media iklan layanan masyarakat adalah sebagai berikut.

Fase Kegiatan Guru
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran dan memotivasi siswa.

2. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran

Menyajikan informasi kepada peserta didik dengan memperlihatkan/menayangkan media iklan layanan masyarakat dan contoh karangan persuasi sebagai pemodelan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

Mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa melalui kegiatan tanya jawab ketika siswa merumuskan atau mengkonstruksi pengetahuan barunya dalam mengenali konsep dan unsur-unsur karangan persuasi.

4. Membentuk kelompok bekerja dan belajar

Mengarahkan siswa untuk berkelompok dan membimbing kelompok belajar pada saat berdiskusi untuk menemukan tema, permasalahan, dan pesan yang ingin disampaikan oleh iklan layanan masyarakat, serta pada saat siswa menulis dan menyunting karangan persuasi.

5. Melakukan refleksi

Membimbing siswa dalam merefleksi pembelajaran yang telah dilakukan melalui tanya jawab tentang kesulitan yang dihadap siswa. Guru mengarahkan siswa untuk mengisi lembar catatan harian siswa.

6. Melakukan penilaian autentik (evaluasi)

Mengevaluasi hasil keterampilan menulis karangan persuasi siswa dan mengomentari serta memberikan saran perbaikan terhadap hasil kerja siswa.

7. Memberikan penghargaan

Menghargai baik upaya maupun hasil belajar siswa dengan memberikan penguatan atau penghargaan.

6.   Sistem Sosial

Sistem sosial yang berlangsung dalam pembelajaran ini adalah keterlibatan guru, siswa, dan masyarakat umum. Kedudukan guru pada hakikatnya sebagai fasilitator, sedangkan siswa berkedudukan sebagai subjek pembelajaran sehingga bebas menggali pengetahuan-pengetahuan dari luar lingkungan sekolah yang dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Sementara itu, masyarakat umum dan komponen di luar sekolah dapat dijadikan sebgai objek sasaran yang dapat membantu siswa meningkatkan keterampilannya. Saat proses pemodelan, guru dan siswa terlibat dalam kegiatan memahami teknis pelaksanaan sebelum siswa melakukan unjuk kerja. Pada bagian tertentu, kegiatan dilakukan secara kelompok dan pada bagian lain, siswa harus menyelesaikan persoalan secara mandiri. Kegiatan yang dilakukan secara kerja sama misalnya saat siswa mencari bahan-bahan tulisan dari berbagai sumber. Siswa dapat saling berbagi dan guru dapat memberikan masukan-masukan. Pada saat siswa sudah cukup memilki bahan dan siap untuk menulis, prinsip kerja sama sudah tidak berlaku lagi, siswa harus menulis secara individu.

7.   Peran Guru

Selama proses pembelajaran menulis persuasi dengan pendekatan kontekstual komponen inkuiri dan media iklan layanan masyarakat, guru bertindak sebagai pengarah, fasilitator, dan motivator. Guru melakukan pemodelan secara klasikal. Guru merangsang siswa dengan sebuah topik yang dimunculkan dalam bentuk iklan layanan masyarakat. Saat siswa mulai kesulitan untuk memahami pesan dari teks dan gambar, serta topik yang disajikan, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya maupun berdiskusi dengan anggota kelompoknya sehingga masalah yang ada dapat terselesaikan. Guru juga bisa bertindak sebagai instruktur dengan cara penyampaian yang memotivasi dan mengarahkan siswa untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang dapat menunjang tulisan persuasi siswa.

8.   Sarana Pendukung

Sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanaan strategi pembelajaran menulis persuasi dengan pendekatan kontekstual melalui iklan layanan masyarakat adalah alat atau media yang dapat memudahkan siswa memahami topik persuasi, yaitu media iklan layanan masyarakat. Selain itu, sarana dan prasarana seperti perpustakaan, televisi, radio, dan koran juga dapat dimanfaatkan siswa untuk menemukan bahan-bahan yang bisa menunjang siswa dalam menulis karangan persuasi. Siswa juga dapat memanfaatkan segala informasi yang berupa fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

F.   Model Quantum Teaching

1.    Pengertian

Menurut Bobbi DePorter, dkk. (2003:3) quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya dan quantum teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas dan interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar. Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum teaching merupakan orkestras bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.

Segala hal yang dilakukan dalam kerangka quantum teaching, yaitu setiap interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode intruksional dibangun di atas prinsip Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka artinya pentingnya bagi seorang guru memasuki dunia murid sebagai langkah pertama. Alasannya adalah karena tindakan ini akan memberikan izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan siswa menuju kesabaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Caranya adalah dengan mengaitkan materi yang diajarkan guru dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan ini terbentuk, guru dapat membawa mereka kedalam dunianya serta memberi pemahaman akan isi dunia itu sehingga siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunianya dan mnerapkannya pada situasi baru.

Quantum teaching juga memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap, yaitu (1) segalanya berbicara, segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh Anda, dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pelajaran; semuanya mengirim pesan tentang belajar, (2) segalanya bertujuan, semua yang terjadi dalam pengubahan mempunyai tujuan semuanya, (3) pengalaman sebelum pemberian nama, otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu.

Proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari, (4) akui setiap usaha, belajar mengandung risiko. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka, dan (5) jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Perayaan adalah sarapan pelajatr juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

Kerangka perancangan quantum teaching adalah TANDUR yang berarti, yaitu (1) tumbuhkan, sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan AMBAK, (b) alami, berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan kebutuhan untuk mengetahui, (3) namai, berikan data, tepat saat minat memuncak, (4) ulangi, rekatkan gambaran keseluruhannya, dan (5) rayakan, ingat jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.

2.   Media Brosur

Kedudukan media pengajaran ada dalam komponen metode pengajaran sebagai salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya. Fungsi utama dari media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang dipergunakan guru. Penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat mempertinggi kualitas proses belajar mengajar yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar siswa. Menurut Soeparno (1987:1) menyatakan bahwa media merupakan suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (message) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada penerimanya (receiver).

Berbeda dengan Soeparno, Arsyad (2003:3) menjelaskan bahwa media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, dan pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan sehingga secara khusus media dapat didefinisikan sebagai alat-alat grafis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa media adalah suatu alat bantu yang berfungsi untuk menunjang pembelajaran dan menyampaikan suatu pesan secara kepada penerimanya.

Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa terhadap pelajaran semakin meningkat serta dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar lebih baik. Penggunaan media brosur pada dasarnya merupakan pengembangan variasi dari media pembelajaran dalam bentuk grafis, yaitu media yang mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan kuat melalui suatu kombinasi pengungkapan kata-kata dan gambar-gambar (Sudjana 2009:68).

Berbeda dengan pendapat Mc Intosh (1979:480) menyatakan bahwa brosur adalah kumpulan kertas yang ukurannya tidak seberapa besar dan terdiri atas kertas yang dilipat tetapi tidak dijahit. Untuk menyempurnakan kembali pendapat Mc Intosh, Tim Prima Pena (2005:146) berpendapat bahwa brosur adalah sebuah cetakan yang berisi informasi teretulis dan disebarkan untuk umum atau bahan informasi tertulis (cetakan yang diberikan masyarakat).

Brosur atau pamflet memuat informasi atau penjelasan tentang suatu produk, layanan, fasilitas umum, profil perusahaan, sekolah, atau dimaksudkan sebagai sarana beriklan. Informasi dalam brosur ditulis dalam bahasa yang ringkas, dan dimaksudkan mudah dipahami dalam waktu singkat. Brosur juga didesain agar menarik perhatian, dan dicetak di atas kertas yang baik dalam usaha membangun citra yang baik terhadap layanan atau produk tersebut.

Media brosur ini sangat menarik dan medidik siswa dalam pembelajaran menulis terutama menulis paragraf persuasif. Hal ini berhubungan dengan daya imajinasi dan kreativitas siswa dalam menulis suatu cerita atau peristiwa. Adanya media brosur ini akan sangat membantu siswa untuk menulis paragraf persuasif, yakni paragraf yang berupa ajakan atau himbauan dan memudahkan siswa dalam belajar bahasa dan memberikan makna belajar. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa media brosur adalah media yang berupa gambar yang diperkuat atau diperjelas dengan suatu gagasan untuk membujuk para pembaca.

Media brosur ini efektif karena siswa akan berpikir logis untuk menulis paragraf persuasif sesuai dengan gambar tersebut dan dengan media ini akan dapat meningkatkan daya imajinasi siswa sehingga dapat memudahkan siswa dalam menulis paragraf persuasif. Media brosur dapat digunakan sebagai media pembelajaran menulis paragraf persuasif dengan cara atau langkah-langkah, yaitu memberikan sebuah brosur kepada siswa yang telah membentuk enam kelompok, tiap-tiap kelompok mendapat satu brosur yang berbeda kemudian siswa membaca dan memahami brosur tersebut dengan memperhatikan gambar, tempat, suasana, dan tulisan yang ada dalam brosur tersebut. Siswa mulai menulis paragraf persuasif secara individu. Fungsi pembentukan kelompok dalam pembelajaran ini adalah untuk membedakan bahwa antara kelompok satu, dua, tiga dan seterusnya bisa menulis paragraf persuasif dengan topik yang berbeda.

Penggunaan media brosur dalam pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan menulis paragraf persuasif karena media ini sangat cocok jika digunakan sebagai media pembelajaran menulis paragraf persuasif. Penggunaan media brosur dalam pembelajaran juga dapat membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran serta mempermudah siswa untuk menulis paragraf persuasif.

Media brosur mempunyai kemenarikan sendiri bagi siswa karena adanya gambar yang disertai dengan gagasan/tulisan dapat menciptakan minat peserta didik dan bersemangat untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini akan memudahkan siswa mengembangkan imajinasi sehingga ide-ide cerita dapat muncul dan memudahkan siswa membuat paragraf persuasif.

3.   Penerapan Model Quantum Teaching

Teknik TANDUR pada Pembelajaran Menulis Paragraf Persuasif Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. Keterampilan menulis memiliki peranan yang sangat penting bagi siswa karena sebagian besar tugas dan kewajiban mereka bisa ditunaikan dengan baik jika disertai keterampilan menulis yang memadai, dengan demikian terdapat korelasi antara keterampilan menulis dengan keberhasilan siswa di sekolah.

Pembelajaran menulis paragraf persuasif dengan menggunakan model quantum teaching dan teknik TANDUR media brosur diharapkan siswa akan lebih aktif karena semua kegiatan pembelajaran difokuskan pada siswa. Langakah-langkah pengajaran menulis paragraf persuasif dengan menggunakan model quantum teaching akan diuraikan sebagai berikut.

Fase 1 Tumbuhkan: Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Guru mengarahkan peserta didik untuk mengenal secara umum hal yang berkaitan dengan paragraf persuasif. Guru mengarahkan siswa untuk mengenal ciri-ciri dan unsur-unsur paragraf persuasif (pemahaman siswa terhadap paragraf persuasif). Fase 2 Alami: Guru mengarahkan peserta didik untuk berkelompok dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh dari media brosur. Dan tiap-tiap kelompok dipandu guru untuk menyusun dan mengembangkan kerangka paragraf yang meliputi penentuan pikiran utama dan pikiran penjelas sehingga membentuk paragraf persuasif yang baik. Fase 3 Namai : Guru meminta tiap-tiap kelompok untuk menyunting paragraf persuasif yang dibuat oleh kelompok lain. Fase 4 Demonstrasi : Guru meminta tiap-tiap kelompok untuk memperbaiki paragraf persuasif yang telah disunting oleh kelompok lain. Fase 5 Ulangi : Guru menyuruh siswa untuk menulis paragraf persuasif secara individu. Fase 6 Rayakan : Guru memberikan penghargaan atas karyapeserta didik. Guru memilih teks paragraf persuasif terbaik dan memberi pujian (dengan mengacungkan jempol dan mengucapkan kata “Hebat!” Fase 7 Mengevaluasi hasil karya : Guru dan peserta didik melakukan refleksi dan evaluasi terhadap hasil

Langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan berpedoman pada model quantum teaching teknik TANDUR dengan media brosur. Siswa mengembangkan keterampilan yang dimiliki dengan kerja kelompok dan kerja individu. Standar kompetensi yang digunakan dalam tulisan ini, yaitu mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf, sedangkan kompetensi dasarnya adalah menulis gagasan untuk memeyakinkan para pembaca untuk melakukan sesuatu yang ditulis dalam bentuk paragraf persuasif.

Indikator yang harus dicapai oleh siswa meliputi tiga hal, yaitu (1) siswa mampu mengembangkan topik menjadi paragraf persuasif, (2) siswa mampu menulis gagasan untuk meyakinkan para pembaca dengan kalimat persuasif, (3) siswa mampu menulis paragraf persuasif berdasarkan media brosur, dan (4) siswa mampu menyunting paragraf persuasif yang ditulis teman.

Tujuan dari pembelajaran ini diharapkan siswa dapat menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk paragraf persuasif. Materi pokok yang digunakan dalam pembelajaran ini, yaitu (1) pengertian paragraf persuasif, (2) ciri-ciri paragraf persuasif, dan (3) langkah-langkah menulis paragraf persuasif. Model dan teknik yang digunakan adalah model quantum teaching dan teknik TANDUR.

Sumber belajar dan media yang digunakan adalah buku pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang menunjang, lembar kerja siswa, dan media brosur. Aspek penilaian yang dinilai, yaitu (1) pengembangan kerangka paragraf, (2) ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca, (3) keefektifan kalimat, (4) pilihan kata atau diksi, (5) kohesi dan koherensi, (6) argumen atau alasan dan bukti, (7) kalimat yang bersifat persuasif (mengajak), dan (8) kerapian tulisan.

Sistem sosial yang berlangsung dalam pembelajaran ini adalah keterlibatan guru, siswa, dan masyarakat umum. Peran guru pada hakikatnya adalah sebagai fasilitator dan evaluator. Guru haruslah memahami karakteristik anak didiknya dalam pembelajaran, guru berperan dalam pengembangan rancangan pembelajaran, dan melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran. Masyarakat umum dan komponen di luar sekolah dapat dijadikan sebagai objek sasaran yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan keterampilannya.

Saat pembelajaran berlangsung guru dan siswa terlibat dalam teknis pelaksanaan sebelum siswa melakukan unjuk kerja. Siswa bertugas untuk menyelesaikan persoalannya secara mandiri. Pada kegiatan ini siswa bisa bekerja sama dengan teman-temannya untuk mencari bahan atau sumber informasi yang dibutuhkan. Setelah siswa mampu mencari bahan yang cukup, prinsip kerja sama sudah tidak berlaku dan siswa haruslah menulis secara individual. Selama proses pembelajaran menulis paragraf persuasif dengan model quantum teaching teknik TANDUR media brosur guru bertindak sebagai model, fasilitator, konsultan, motivator, dan evaluator. Guru melakukan pemodelan secara klasikal. Guru merangsang siswa dengan sebuah contoh paragraf persuasif. Saat siswa mulai kesulitan untuk memahami paragraf tersebut, guru memberikan pengarahan secara umum mengenai paragraf persuasif. Guru mulai menerapkan model quantum teaching dan teknik TANDUR media brosur dalam pembelajaran. Guru juga bisa bertindak sebagai instruktur dan mengarahkan siswa untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang dapat menunjang menulis paragraf persuasif.

Sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanaan strategi pembelajaran menulis paragraf persuasif adalah menerapkan model quantum teaching teknik TANDUR. Model quantum teaching teknik TANDUR media brosur ini diharapkan dapat mempermudah siswa dalam menulis paragraf persuasif. Sarana dan prasarana yang dapat mendukung dalam pelaksanaan pembelajaran adalah perpustakaan yang telah ada di sekolah. Adanya perpustakaan siswa dapat mengakses beberapa sumber informasi dari internet dan buku atau referensi yang telah ada. Siswa juga dapat memperkuat dalam menulis paragraf persuasifnya dengan menuangkan fakta-fakta, hasil penelitian, observasi, dokumentasi, berita atau sumber informasi yang dapat meyakinkan para pembacanya.

G.   Penutup

Penuangan ide, gagasan, dan imajinasi dalam pikiran ke dalam bentuk tulisan memerlukan cara yang tepat serta latihan secara terus menerus. Hal ini berdasarkan pada alasan bahwa keterampilan menulis bukan merupakan bakat alami yang dengan sendirinya dapat dimiliki oleh seseorang. Keberhasilan pengajaran keterampilan menulis sangat ditentukan oleh proses pengajaran menulis itu sendiri. Kemampuan menulis dapat dicapai dengan latihan. Latihan tersebut dapat berupa imitasi, komprehensi, dan produksi. Dengan proses tersebut, siswa dapat secara runtut menguasai keterampilan, khususnya menulis karangan persuasi.

Pembelajaran keterampilan menulis karangan persuasi memang menjadi salah satu hal yang penting dan menarik untuk dikaji dan diteliti. Sebagai salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa, keterampilan menulis karangan persuasi ini juga memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan. Manfaat yang diperoleh siswa dari keterampilan menulis persuasi ialah siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, dan sistematis serta peka terhadap persoalan-persolan yang sedang berkembang sehingga siswa juga mampu menganalisis untuk memecahkan persoalan tersebut. Di samping itu, siswa juga mampu beretorika dengan baik untuk memengaruhi pembaca melalui tulisannya. Manfaat tersebut akan diperoleh siswa apabila mampu menguasai keterampilan menulis persuasi dengan baik.

Banyak sekali manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan menulis karangan persuasi. Untuk itu, tulisan ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis karangan persuasi dengan menggunakan pendekatan kontekstual melalui media iklan layanan masyarakat. Cara tersebut diharapkan dapat menarik minat siswa dan memudahkan siswa dalam menulis karangan persuasi sehingga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.

Penggabungan antara pendekatan kontekstual dan media iklan layanan masyarakat sangat cocok untuk pembelajaran menulis karangan persuasi. Dengan menerapkan pendekatan kontekstual pada proses pembelajaran menulis karangan persuasi, kondisi kelas akan menjadi lebih hidup karena siswa dilibatkan secara langsung dan dituntut berperan secara aktif. Dengan cara inilah, siswa akan mengalami proses belajar yang bermakna, yaitu proses belajar secara aktif untuk menemukan masalah dalam pembelajaran dan pemecahan masalah dengan langkah-langkah ilmiah serta mampu menerapkan keterampilan memecahkan masalah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan kontekstual ini dipilih karena pendekatan ini dapat membantu siswa dalam berpikir kritis dan analitis ketika melihat suatu masalah yang terjadi di masyarakat. Penggunaan pendekatan kontekstual melalui media iklan layanan masyarakat juga membantu kegiatan siswa agar dapat berpikir untuk menemukan suatu permasalahan dan kemudian mendiskusikannya dengan teman maupun bertanya kepada guru sebagai fasilitator sehingga bisa memecahkan masalah untuk dibahas dalam kelas secara keseluruhan. Oleh karena itu, materi pembelajaran atau informasi tidak terbatas pada materi buku saja, tetapi dapat bersumber dari berbagai permasalahan yang termuat dalam iklan layanan masyarakat.

Iklan layanan masyarakat yang banyak mengandung pesan moral dapat memberikan efek bagi pembacanya. Efek inilah yang nantinya diharapkan dijadikan ide untuk dikembangkan menjadi karangan persuasi. Dengan demikian, penggunaan media iklan layanan masyarakat dalam pembelajaran keterampilan menulis karangan persuasi ini diharapkan dapat memotivasi siswa dalam belajar dan mempermudah siswa dalam menemukan dan menuangkan gagasan serta idenya ke dalam sebuah karangan persuasi. Selain itu, media ini juga diharapkan mampu merangsang imajinasi siswa untuk memilih kata dan kalimat yang lebih variatif, menarik, dan persuasif.

Daftar Pustaka

Akhadiah, Sabarti, dkk. 1986. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Badudu, Jus. 1990. Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung : CV Pustaka Prima.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching Learning). Jakarta: Depdiknas.

Deporter, Bobbi, dkk. 2000. Quantum Teaching. Bandung : KAIFA.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswa Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Doyin, Mukh dkk. 2005. Kamus Kata Baku Bahasa Indonesia. Semarang: Teras Pustaka.

Hartono, Bambang. 2000. Kajian Wacana Bahasa Indonesia. Semarang: UNNES.

Karsana, Ano. 1986. Keterampilan Menulis. Jakarta: Karunika.

Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan (Konsep dan Aplikasinya di Indonesia). Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Keraf, Gorys. 1971. Komposisi: sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Jakarta: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Keraf, Gorys.1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah.

Keraf, Gorys.1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.

Keraf, Gorys. 1989. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia.

Keraf, Gorys.1994. Komposisi. Ende: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1995. Eksposisi. Jakarta: Gramedia Widia Sarana.

Nurhadi, Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan. Bandung: Angkasa.

Nursisto.1999. Penuntun Mengarang. Yogyakarta: Adicipta Karya Nusa

Nurudin. 2007. Dasar-dasar Penulisan. Malang: UMM Press.

Soedjito, dan Mansur Hasan. 1991. Keterampilan Menulis Paragraf. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Soenardji dan Bambang Hartono. 1998. Asas-asas Menulis. Semarang: IKIP Semarang Press

Soeparno. 1987. Media Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Intan Pariwara.

Subyantoro. 2007. Tulisan Tindakan Kelas. Semarang: Rumah Indonesia.

Subyantoro. 2009. Pelangi Pembelajaran Bahasa. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.

Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: CV Widya Karya.

Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2009. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, Nana, dan Ahmad Rivai. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, Nana. 2009. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, Nana., Rivai. 2009. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. 2007. Metode Tulisan Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sujanto. 1988. Keterampilan Berbahasa Membaca-Menulis-Berbicara untuk Mata Kuliah Dasar Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: P2LPTK.

Suparno dan Muhammad Yunus. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Universitas Terbuka.

Suriamiharja, Agus, dkk. 1996. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sutari, Ice dkk. 1997. Menyimak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sutikno, M. Sobry. 2009. Belajar dan Pembelajaran (Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil). Bandung: Prospect.

Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.

Tarigan, Djago. 1990. Proses Belajar Mengajar Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wagiran dan Mukh. Doyin. 2005. Curah Gagasan. Semarang: Rumah Indonesia.

Wagiran. 2007. Bahan Perkuliahan Telaah Kurikulum Bahasa Indonesia.

Widyamartaya, A. 1990. Seni Menggayakan Kalimat. Yogyakarta: Kanisius.

Widyamartaya, A. 1996. Kreatif Mengarang. Yogyakarta: Kanisius.

Widyatama, Rendra. 2007. Pengantar Periklanan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Wiyanto, Asul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Guna mencapai tujuan paragraf persuasif harus menyertakan