Hukum puasa bagi lansia (Foto: Pexels) Show
Inas Rifqia Lainufar Jumat, 15 April 2022 - 11:45:00 WIB
JAKARTA, iNews.id – Apabila di rumah ada lansia, Anda tentu sering bertanya-tanya bagaimana hukum puasa bagi orang yang sudah sangat tua? Pertanyaan tersebut selalu muncul kala bulan Ramadan tiba, mengingat berpuasa di bulan Ramadan adalah kewajiban setiap umat Islam yang telah baligh dan berakal. Namun harus disadari bahwa kondisi fisik lansia tentu saja mengalami penurunan sehingga organ dalam tubuhnya kemungkinan besar sudah tidak mampu menahan haus dan lapar selama satu hari penuh. BACA JUGA: Untuk menemukan solusi dari permasalahan tersebut, Anda perlu mengetahui hukum berpuasa bagi orang yang sudah sangat tua sesuai dengan syariat Islam berikut ini. Bagaimana hukum puasa bagi orang yang sudah sangat tua?Lansia atau orang yang sudah sangat tua ternyata diperbolehkan untuk tidak melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Namun ketentuan tersebut hanya berlaku untuk lansia yang telah memenuhi kriteria. BACA JUGA: Dalam Islam, lansia yang diperbolehkan meninggalkan puasa Ramadhan adalah orang Islam yang sudah berumur lebih dari 40 tahun dan akan mengalami tekanan fisik yang amat berat atau tekanan fisik yang tidak dapat ditanggung apabila dipaksakan berpuasa. Syekh Khatib asy-Syirbini dalam kitab Al-Iqna’ fi Hilli Alfadzi Abi Syuja’ berkata, “orang tua renta—yakni orang yang usianya melebihi 40 tahun, wanita tua renta dan orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya—jika mereka tak mampu berpuasa, sekiranya akan mengalami kesulitan yang berat, maka ia boleh tidak berpuasa dan wajib bagi mereka memberi makan untuk tiap hari yang ditinggalkan sebanyak satu mud.” Dalam kitab I’anatut Thalibin juga dijelaskan, “Puasa Ramadan itu wajib bagi setiap mukallaf yang baligh dan berakal, yang mampu melaksanakan puasa secara fisik maupun syara’. Maka puasa tidak wajib bagi anak-anak serta orang dengan gangguan jiwa. Serta tidak wajib bagi orang yang tidak mampu melakukannya disebabkan lanjut usia, atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan wajib mengeluarkan (fidyah) setiap hari satu mud.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang sudah sangat tua renta dan benar-benar tidak mampu secara fisik diperbolehkan untuk meninggalkan ibadah puasa Ramadan. BACA JUGA: Sebagai gantinya, para lansia tersebut harus membayar fidyah sebesar 1 mud atau sekitar 7 ons untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Fidyah harus berupa bahan makanan pokok di daerah atau wilayah tersebut yang nantinya diberikan kepada fakir miskin. Kesimpulannya, jawaban dari pertanyaan seputar bagaimana hukum puasa bagi orang yang sudah sangat tua adalah boleh ditinggalkan atau tidak wajib dilaksanakan. Mereka akan menggantinya dengan membayar fidyah. Editor : Komaruddin Bagja TAG : ramadan tausiah tausiah ramadan
Lihat Foto KOMPAS.com - Pemerintah telah menetapkan awal Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada Minggu (03/04/2022). Penentuan awal Ramadhan tersebut dilakukan dengan Sidang Isbat yang dipimpin langsung oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Jumat (1/4/2022). Kementerian Agama (Kemenag) menggunakan dua metode untuk menentukan awal Ramadhan 1443 H, yakni metode hisab dan metode rukhyat hilal. "Secara mufakat 1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh hari Ahad 3 April 2022 Masehi," ujar Yaqut dalam pengumuman sidang isbat yang disiarkan secara live, Jumat (01/04/2022). Baca juga: Alasan Mengapa Umat Islam Diwajibkan Berpuasa Saat Ramadhan Lantas, siapa saja yang diwajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan? Orang yang diwajibkan puasaBaca juga: Shalat Tarawih, Pilih 11 atau 23 Rakaat? Simak Penjelasannya Dilansir dari Instagram Ditjen Bimbngan Masyarakat Islam Kemenag @bimasislam, terdapat lima syarat orang wajib puasa Ramadhan. Hal tersebut dituliskan dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Al-Zuhaili. Berikut ini adalah orang-orang yang wajib puasa Ramadhan: 1. Orang IslamPerintah puasa Ramadhan hanya tertuju pada orang-orang Islam, sementara orang-orang yang beragama selain Islam tidak terkena aturan wajib melaksanakan puasa Ramadhan. 2. Orang yang sudah baligAnak kecil meskipun beragama Islam tidak wajib melakukan puasa Ramadhan karena ia masih belum balig. Dalam kitab-kitab fikih, balig biasanya diartikan sebagai batasan seseorang mulai dibebani kewajiban-kewajiban syariat, seperti shalat, puasa dan lainnya. Secara umum batasan balig bagi laki-laki adalah jika sudah mengalami mimpi basah. Sedangkan bagi perempuan adalah jika ia telah mengeluarkan darah haid. Namun, jika laki-laki dan perempuan tersebut belum mengalami mimpi basah atau haid, maka batas balignya adalah umur lima belas tahun. Baca juga: Penjelasan dari Sisi Agama dan Kesehatan soal Puasa Ramadhan bagi Ibu Menyusui 3. Orang yang berakal
Lihat Foto Orang yang tidak memiliki akal dan kesadaran penuh, seperti orang gila, orang mabuk dan orang ayan selama seharian penuh tidak wajib melakukan puasa Ramadhan.
Orang-orang Yang Wajib Puasa Ramadan Dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Al-Zuhaili menyebutkan lima syarat orang wajib puasa Ramadan. Pertama, orang Islam. Perintah puasa Ramadan hanya tertuju pada orang-orang Islam, sementara orang-orang yang beragama selain Islam tidak terkena aturan wajib melaksanakan puasa Ramadan. Kedua, orang yang sudah baligh. Karena itu, anak kecil meskipun beragama Islam tidak wajib melakukan puasa Ramadan karena ia masih belum baligh. Dalam kitab-kitab fikih, baligh biasanya diartikan sebagai batasan seseorang mulai dibebani kewajiban-kewajiban syariat, seperti salat, puasa dan lainnya. Secara umum, batasan baligh bagi laki-laki adalah jika sudah mengalami mimpi basah. Sedangkan bagi perempuan adalah jika ia telah mengeluarkan darah haid. Namun, jika laki-laki dan perempuan tersebut belum mengalami mimpi basah atau haid, maka batas balighnya adalah umur lima belas tahun. Ketiga, orang yang berakal. Karena itu, orang yang tidak memiliki akal dan kesadaran penuh, seperti orang gila, orang mabuk dna orang ayan selama seharian penuh tidak wajib melakukan puasa Ramadan. Hanya saja, orang mabuk dan orang ayan tidak wajib puasa Ramadan, namun mereka memiliki kewajiban mengqada puasa yang ditinggalkan selama mereka mengalami ayan dan mabuk. Keempat, orang yang menetap atau ikamah. Orang yang menetap atau tidak sedang berpergian dengan jarak bisa qasar salat, dia wajib puasa Ramadan. Sebaliknya, orang yang berpergian dengan jarak sampai bisa qasar salat, maka dia tidak wajib puasa Ramadan. Sebaliknya, orang yang berpergian dengan jarak sampai bisa qasar salat, maka dia tidak wajib puasa Ramadan. Meski orang yang sedang berpergian tidak wajib puasa, namun jika dia berpuasa maka puasanya dinilai sah. Sebaliknya, jika dia tidak berpuasa, maka dia tidak berdosa hanya saja dia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkannya. Kelima, orang yang mampu berpuasa atau sehat. Orang yang sehat dan mampu diwajibkan puasa Ramadan. Sedangkan orang yang sakit dan tidak mampu berpuasa tidak wajib berpuasa. Orang yang sakit atau tidak mampu karena sudah tua, mereka tidak wajib puasa namun mereka wajib mengqadanya atau membayar fidiah. https://www.instagram.com/p/CN3oWfrMADp/?igshid=q01vg1nhff38 Dilakukan setiap satu tahun sekali, bagaimana hukum puasa Ramadan? Hukum puasa Ramadan tentu harus diketahui oleh umat Muslim Dalam Islam, puasa termasuk dalah salah satu rukun Islam. Bukan hanya berlaku selama bulan Ramadan, tapi juga ada beberapa puasa sunnah lainnya. Sebagai sebuah penegasan, Islam juga telah menjatuhkan hukum puasa Ramadan. Puasa yang disebut dengan shaum dalam Islam merupakan salah satu ibadah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Shaum atau puasa adalah menahan diri dari dua syahwat yaitu perut dan kemaluan, serta dari segala yang memasuki tenggorokan mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Baca Juga: Manfaat Power Nap Saat Puasa Ramadan dan Tips Melakukannya Allah SWT menjelaskan: “Bulan ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). "Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" "Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." "Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al Baqarah: 185). Bukan hanya mendapatkan pahala saat menjalankan puasa seseorang juga akan mendapatkan manfaat kesehatan. Mengenai hal ini, Journal Academy of Nutrition and Dietetics mencatat, puasa Ramadan dikaitkan dengan perubahan signifikan dalam komposisi tubuh, asupan makanan, dan pola tidur yang merupakan indikasi positif dari segi kesehatan. Yuk, simak ulasan hukum puasa Ramadan selengkapnya di bawah ini. Baca Juga: Kapan Waktu Tepat Mengajarkan Anak Berpuasa? Hukum Puasa RamadanFoto: Religionworld.in Dalam menjalankan aturan, tentunya ada hukum yang mendasari semua ibadah yang dilakukan dalam Islam. Ditinjau dari hukumnya, secara umum puasa dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
Khusus untuk hukum puasa Ramadan, dalam Alquran Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al Baqarah : 183). Hal ini dapat dilihat pula pada pertanyaan seorang Arab Badui kepada Nabi SAW. Orang Badui ini datang menemui Nabi SAW dalam keadaan berambut kusut kemudian dia berkata kepada beliau: “Beritahukan aku mengenai puasa yang Allah wajibkan padaku.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “(Puasa yang wajib bagimu adalah) puasa Ramadan. Jika engkau menghendaki untuk melakukan puasa sunnah (maka lakukanlah).” (HR Bukhari). Hukum puasa Ramadan ini tidak gugur bagi orang yang telah dibebani syariat, kecuali jika ada ‘udzur (halangan). Di antara ‘udzur ini adalah orang yang sedang bepergian jauh (safar), sedang sakit, orang yang sudah berumur lanjut (tua renta) dan khusus bagi perempuan apabila sedang dalam keadaan haid, nifas, hamil atau menyusui. Baca Juga: Beda Karakter Anak, Beda Pula Cara Mengajarkan Puasa Syarat dan Ketentuan PuasaFoto: Fridaymagazine.ae Selain hukum puasa Ramadan, ada juga syarat wajibnya puasa. Dikutip NU Online syarat wajib puasa adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum melaksanakan ibadah puasa. Seseorang yang tidak memenuhi syarat ini, maka tidak ada kewajiban baginya untuk menjalankan ibadah puasa. Adapun syarat seseorang diwajibkan menjalankan ibadah puasa, khususnya puasa Ramadan, adalah: 1. Muslim atau MuslimahHukum puasa Ramadan adalah wajib untuk muslim dan muslimah. Karena puasa adalah ibadah yang menjadi keharusan atau rukun keislamannya, hanya orang muslim yang akan dicatatkan pahala jika menjalankannya dan diberi dosa jika ditinggalkan. Karena hukum puasa Ramadan adalah wajib, maka semua orang Islam wajib menjalankannya kecuali ada udzur tertentu. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Imam Muslim: “Dari Abi Abdurrahman, yaitu Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab r.a, berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW: ‘Islam didirikan dengan lima hal, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya shalat, dikeluarkannya zakat dikerjakannya hajji di Baitullah (Ka’bah), dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadan’.” (HR Bukhari Muslim). Baca Juga:Doa untuk Kelancaran Operasi, agar Tidak ada Hambatan dan Diberikan Kesembuhan Setelah Menjalaninya 2. Sudah BalighHukum puasa Ramadan adalah wajib untuk yang sudah baligh. Ini menjadi syarat kedua seseorang berkewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadan. Ketentuan baligh adalah pernah keluar mani dari kemaluannya baik dalam keadaan sedang tidur atau terjaga, dan khusus bagi perempuan sudah keluar haid. Dan syarat keluar mani dan haid pada batas usia minimal 9 tahun. Dan bagi yang belum keluar mani dan haid, maka batas minimal seseorang dikatakan baligh adalah pada seseorang berusia 15 tahun. Syarat ketentuan baligh ini menegaskan bahwa ibadah puasa Ramadan tidak diwajibkan bagi seorang anak yang belum memenuhi ciri-ciri baligh yang telah disebutkan tersebut. 3. Memiliki Akal yang SempurnaHukum puasa Ramadan adalah wajib untuk yang memiliki akal yang sempurna. Syarat yang ketiga ini maksudnya adalah keadaan seseorang yang normal, memiliki akal yang sempurna atau tidak gila, baik gila karena cacat mental atau kehilangan akal karena mabuk. Seseorang yang dalam keadaan tidak sadar karena mabuk atau cacat mental, maka tidak wajib menjalankan puasa. Kecuali bagi orang yang mabuk dengan sengaja, maka orang tersebut wajib menjalankan ibadah puasa di kemudian hari atau mengganti di hari selain bulan Ramadan atau qadha dan tentunya dicatatkan sebagai dosa. Penjelasan tentang mabuk juga didapatkan dari salah satu hadist Rasulullah SAW: “Tiga golongan yang tidak terkena hukum syar’i: orang yang tidur sapai ia bangun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh.” (Hadits Shahih, riwayat Abu Daud: 3822, dan Ahmad: 910). Baca Juga: 8 Ciri-Ciri Anak Saleh serta Doa yang Bisa Dipanjatkan agar Anak Lebih Taat Agama 4. Kuat Menjalankan Ibadah PuasaHukum puasa Ramadan adalah wajib untuk yang kuat menjalankan ibadah puasa. Selain Islam, baligh, dan berakal, sebagai syarat puasa Ramadan lainnya adalah seseorang harus mampu dan kuat untuk menjalankan puasa. Apabila tidak mampu, maka diwajibkan mengganti di bulan berikutnya atau membayar fidyah. Misalnya seperti perempuan yang sedang hamil, perempuan yang sedang haid perempuan yang sedang nifas, orang tua yang sakit hingga tidak bisa berpuasa, dan sebagainya. Sebab, Islam itu mudah dan memudahkan, sehingga jika seseorang tidak mampu untuk menjalankan puasa, akan ada keringanan hingga seseorang mampu melakukannya. Baca Juga: Keutamaan Surat Al Hajj untuk Jodoh dan Doa untuk Memilih Jodoh, Masya Allah! 5. Mengetahui Awal Bulan RamadanHukum puasa Ramadan adalah wajib untuk untuk yang mengetahui awal bulan Ramadan. Mengetahui awal bulan Ramadan dimaksudkan agar Ibadah puasa Ramadan diterima karena sudah memasuki waktunya. Caranya, apabila ada salah satu orang terpercaya (adil) yang mengetahui awal bulan Ramadan dengan cara melihat hilal secara langsung dengan mata biasa tanpa peralatan alat-alat bantu. Dan kesaksian orang tersebut dapat dipercaya dengan terlebih dahulu diambil sumpah, maka muslim yang berada dalam satu wilayah dengannya wajib menjalankan ibadah puasa. Dan apabila hilal tidak dapat dilihat karena tebalnya awan misalnya, maka untuk menentukan awal bulan Ramadan bisa dilakukan dengan cara lain. Yakni dengan menyempurnakan hitungan tanggal bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Berpuasa dan berbukalah karena melihat hilal, dan apabila hilal tertutup awan maka sempurnakanlah hitungannya bulan menjadi 30 hari.” (HR Imam Bukhari). Ada juga hadist lain dari dari ‘Ikrimah, yang didapatkan dari Ibnu Abbas. Dia berkata: “Datanglah orang Arab Badui menghadap Nabi SAW dan ia berkata: ‘Sesungguhnya aku telah melihat hilal,’. Nabi menjawab: ‘Apakah kamu akan bersaksi (bersumpah) ‘Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah?’." "Orang Arab Badui menjawab; ‘Iya’. Lalu Nabi bertanya lagi: ‘Apakah kamu akan bersaksi (bersumpah) ‘Sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah?’. Dan orang Arab Badui menjawab, ‘iya’. " Lalu Nabi bersabda: ‘Wahai Bilal, perdengarkanlah adzan di tengah-tengah kerumunan manusia dan perintahkanlah mereka untuk mengerjakan puasa pada esok hari.” (HR lima Imam, kecuali Ahmad). Baca Juga: Tips Berolahraga Walau Sedang Berpuasa Rukun PuasaFoto: Learnreligions.com Selain hukum puasa Ramadan, ada juga rukun puasa yang jika rukun ini tidak ada, maka puasa tersebut tidak sah. Rukun puasa Ramadan adalah: 1. NiatHukum puasa Ramadan yang wajib tentu tidak lengkap jika tidak diikuti dengan niat. Niat merupakan syarat puasa karena puasa adalah ibadah, sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW dari Umar bin Khaththab RA: “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Mengenai niat ini, ada beberapa perbedaan dari para ulama. Menurut mahdzab Syafe’i, Hanafi, dan Hambali, niat pelaksanaan puasa Ramadan wajib dilakukan di setiap malam pada bulan-bulan tersebut, yaitu mulai dari terbenamnya matahari hingga sebelum sang fajar terbit. Adapun lafadz niat puasa Ramadan adalah: “Nawaitu shouma ghodin ‘an adaa-i fardhi syahri romadhoona haadzihis sanati lillaahi ta ‘aala,” Artinya: “Aku berniat puasa esok hari menunaikan kewajiban Ramadan tahun ini karena Allah Ta’ala.” Namun, mahdzab Maliki menyatakan niat berpuasa Ramadan dilakukan sekali saja, yaitu pada malam pertama yang diniatkan selama sebulan penuh. Adapun lafadz niatnya adalah: "Nawaitu sauma syahri ramadana kullihi lillaahi ta’aalaa.” Artinya: “Aku berniat berpuasa sebulan Ramadan ini karena Allah ta’ala,”. Baca Juga: Tata Cara Iktidal Lengkap dengan Doa dan Bacaannya 2. Menahan DiriHukum puasa Ramadan yang wajib tentu harus dilaksanakan dengan menahan diri. Ini bisa meliputi aktivitas seperti makan, minum, melakukan hubungan seksual maupun hal-hal lainnya yang dapat membatalkan puasa. Dalam menjelaskan hal ini, Allah SWT berfirman dalam Alquran: “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri kamu." "Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu, karena itu Allah mengampuni dan memaafkan kamu." "Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar." Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 187). Selain itu, seseorang harus menahan diri dari muntah yang disengaja. Sebab, muntah yang disengaja dapat mengakibatkan batalnya puasa. Namun muntah yang tidak sengaja karena sakit tidak membuat puasanya batal. Dengan catatan, muntah tidak ditelan kembali. Karena hukum puasa Ramadan adalah wajib, maka bagi kaum Muslim harus mengerjakannya sesuai waktu dan telah memenuhi rukun dan syarat puasa agar bisa menjalankannya dengan lancar.
|