Indikator yang tidak menunjukkan terjadinya pencemaran air adalah

Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat atau komponen lain ke dalam perairan.[1] Pencemaran air merupakan masalah global utama yang membutuhkan evaluasi dan revisi kebijakan sumber daya air pada semua tingkat (dari tingkat internasional hingga sumber air pribadi dan sumur). Telah dikatakan bahwa polusi air adalah penyebab terkemuka di dunia untuk kematian dan penyakit,[2][3] dan tercatat atas kematian lebih dari 14.000 orang setiap harinya.[3] Diperkirakan 700 juta orang India tidak memiliki akses ke toilet, dan 1.000 anak-anak India meninggal karena penyakit diare setiap hari.[4] Sekitar 90% dari kota-kota Cina menderita polusi air hingga tingkatan tertentu,[5] dan hampir 500 juta orang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman.[6] Ditambah lagi selain polusi air merupakan masalah akut di negara berkembang, negara-negara industri/maju masih berjuang dengan masalah polusi juga. Dalam laporan nasional yang terbaru, kualitas air di Amerika Serikat, 45% dari mil sungai dinilai, 47% dari danau hektare dinilai, dan 32% dari teluk dinilai dan muara mil persegi diklasifikasikan sebagai tercemar.[7]

Jutaan orang bergantung pada Sungai Gangga yang tercemar.

Air biasanya disebut tercemar ketika terganggu oleh kontaminan antropogenik dan ketika tidak bisa mendukung kehidupan manusia, seperti air minum, dan/atau mengalami pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk mendukung komunitas penyusun biotik, seperti ikan. Fenomena alam seperti gunung berapi, ledakan alga, kebinasaan ikan, badai, dan gempa bumi juga menyebabkan perubahan besar dalam kualitas air dan status ekologi air.

Tanda bahwa air telah tercemar dapat diamati melalui indikator berikut:[8]

  1. Perubahan pada temperatur air
  2. Perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen
  3. Perubahan warna, bau, dan rasa
  4. Mikroorganisme yang berlebih atau kurang
  5. Muncul endapan, bahan terlarut, koloidal
  6. Peningkatan radioaktivitas pada air lingkungan

Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

  • Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.
  • Sampah organik seperti air comberan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem.
  • Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.
  • Seperti limbah pabrik yang mengalir ke sungai seperti di Sungai Citarum.
  • Pencemaran air oleh sampah.
  • Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan.
  • Kandang hewan peliharaan yang berdekatan dengan sungai membuat air tercemar karena kotoran hewan dibuang ke sungai.
  • Dapat menyebabkan banjir
  • Erosi
  • Kekurangan sumber air
  • Dapat membuat sumber penyakit
  • Tanah Longsor
  • Dapat merusak Ekosistem sungai
  • Merusak tanaman yang disiram.
  • Kerugian untuk Nelayan, Petani sayuran dan masyarakat yang tinggal dekat pesisir sungai.

Pengolahan limbah

  1. ^ Ari Welianto. "Pencemaran Lingkungan: Macam, Penyebabnya, dan Dampaknya". Diakses tanggal 12 November 2020. 
  2. ^ Pink, Daniel H. (April 19, 2006). "Investing in Tomorrow's Liquid Gold". Yahoo. 
  3. ^ a b West, Larry (March 26, 2006). "World Water Day: A Billion People Worldwide Lack Safe Drinking Water". About. 
  4. ^ "A special report on India: Creaking, groaning: Infrastructure is India's biggest handicap". The Economist. 11 December 2008. 
  5. ^ "China says water pollution so severe that cities could lack safe supplies". Chinadaily.com.cn. 2005-06-07.
  6. ^ "As China Roars, Pollution Reaches Deadly Extremes". The New York Times. August 26, 2007.
  7. ^ United States Environmental Protection Agency (EPA). Washington, DC. "The National Water Quality Inventory: Report to Congress for the 2002 Reporting Cycle – A Profile." October 2007. Fact Sheet No. EPA 841-F-07-003.
  8. ^ Wardhana, Wisnu Arya (1995). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pencemaran_air&oldid=20853904"

Oleh: Hasan Sitorus. Perkembangan jum­lah penduduk yang dibarengi de­ngan pertumbuhan industri yang pesat dewasa ini telah me­nyebabkan meningkatkan volume limbah domestik dan limbah indutsri yang mema­suki lingkungan perairan.  Tercemarnya lingkungan perairan dapat dilihat dari indikator fisik, kimia mau­pun biologi yang sangat di­perlukan dalam upaya pe­ngendalian pencemaran per­airan.

Tidak dapat dipungki bah­wa lingkungan perairan ada­lah tem­pat yang paling ba­nyak menerima buangan dari aktivitas manusia maupun industri.  Di negara berkem­bang seperti Indonesia, pen­cemaran lingkungan perairan seperti sungai, danau dan laut dominan disebabkan limbah domestik, sedangkan di ne­ga­ra maju dominan dise­bab­kan limbah industri.

Oleh sebab itu pada ling­kungan perairan di negara berkem­bang, jenis limbah yang memasuki lingkungan perairan dominan mengan­dung limbah organik yang si­fatnya dapat terurai secara biologis di alam (biodegradable matter), namun menim­bulkan dampak negatif terha­dap kualitas air dan sistem kehidupan akuatik serta pe­menuhan kebutuhan air bagi manusia.

Terj­adinya pencemaran air tentunya dapat diamati atau diukur dari perubahan kuali­tas air secara fisik, kimiawi dan biologi.  Oleh sebab itu, indikator fisik, kimia dan biologi dapat digunakan un­tuk memperkirakan atau memberikan gambaran ting­kat pen­cemaran perairan, dan langkah-langkah yang diper­lu­kan dalam pengendalian pencemaran.

• Indikator Fisik

Perairan yang meng­alami pencemaran, beberapa parameter fisik yang dapat di­gunakan secara praktis untuk mengetahui tingkat pence­maran perairan adalah parameter kekeruhan (turbi­dity), bau (odors) dan warna (colours).

Perubahan sifat fisik air menjadi keruh atau sangat keruh dipas­tikan sudah terja­di pencemaran air akibat par­tikel tersuspensi atau terlarut dalam air. Perubahan keke­ruh­an air sangat mudah di­a­mati pada perairan sungai aki­bat aktivitas manusia di se­panjang daerah aliran su­ngai ataupun faktor hidro­me­teorologi.  Kekeruhan air yang tinggi jelas berpenga­ruh negatif terhadap kehi­dup­an biota perairan, dan ter­ganggunya penggunaan air untuk kebutuhan manusia.

Demikian juga timbulnya bau dari air khususnya bau telur busuk (belerang) meru­pakan indikator sudah terja­dinya pengu­raian bahan or­ga­nik dalam air dalam kon­disi anaerobik, karena sudah dihasilkan gas hidrogen sul­fida (H2S). 

Oleh sebab itu, bila kita me­lintas di sekitar lingkung­an perairan dan tercium bau belerang, sudah dapat dipas­ti­kan bahwa perairan ter­sebut telah mengalami pencemaran berat dan sudah ber­kembang mikroba pengurai tanpa ok­si­gen.

Parameter fisik lainnya yak­ni warna air juga dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan.  Bila air berubah warna­nya menja­di merah, hijau atau kuning, sudah dapat dipastikan bah­­wa perairan sudah meng­alami pencemaran akibat lim­bah in­dustri yang mengan­dung zat warana atau akibat limbah domestik dan limbah pertanian yang mengandung limbah organik yang menye­babkan penyuburan yang berlebihan (Eutrophication), sehi­ngga terjadi ledakan po­pulasi fitoplankton jenis ter­tentu (blooming algae) yang menyebabkan perubahan war­na air.

Bila yang mengalami le­dak­an populasi (blooming) adalah jenis alga hijau (Chlo­rophyceae) maka warna air akan berubah men­jadi hijau, dan bila yang blooming ada­lah alga merah (Rhodophy­ceae) maka warna air menja­di merah seperti darah, dan bi­la yang blooming adalah alga keemasan (Chrysophy­ceae) maka warna air menja­di kuning.

Perubahan warna air aki­bat zat warna tidak berlang­sung laama ha­nya hitungan jam karena zat warna tersebut segera hanyut ke daerah hilir.  Berbeda dengan perubahan warna air akibat blooming al­gae, akan terjadi dalam be­berapa hari hingga populasi fitoplankton mati sesuai siklus hidupnya. 

• Indikator Kimia

Berbeda dengan indikator fisik dan biologi yang dapat diamati secara visual, maka indikator kimia harus  dila­ku­kan pengukuran. Para­me­ter kimia yang praktis digu­nakan untuk menentukan ter­cemar tidaknya atau berat ti­daknya tingkat pencemaran per­airan adalah tingkat ke­asaman air (pH), kadar oksi­gen terlarut (DO), dan beban bahan organik (BOD).

Tingkat keasaman (pH) air yang normal atau air ber­sih adalah sekitar 7, sehingga bila hasil pengukuran pH me­ter dibawah 7 (kondisi asam) atau di atas nilai 7 (kon­disi basa) berarti sudah terjadi pencemaran air akibat bahan-bahan kimia atau ga­ram yang merubah pH air. 

Perlu diperhatikan, air ta­war seperti massa air sungai dan danau lebih sensitif meng­alami perubahan pH di­banding air laut, karena mas­sa air tawar memiliki kapasi­tas penyangga yang ren­dah terhadap asam dan basa.  Bila pH sangat rendah misalnya 3 – 5 atau sangat besar 10 – 12 maka dapat dipastikan per­airan terse­but sudah meng­alami pencemaran berat aki­bat limbah kimia, dan perlu segera dilaporkan ke instansi terkait untuk pengendali­an­nya.

Demikian juga parameter kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) juga sering digunakan untuk me­nentukan apakah per­airan su­dah tercemar berat atau tidak.  Bila kadar DO peraian su­dah lebih kecil dari  3 mg/l, maka dapat dipastikan perairan itu sudah tercemar berat oleh lim­bah organik.  Kadar DO < 3 mg/l merupakan kadar kritis terjadinya kematian massal ikan atau biota dalam perairan.  Kadar DO normal pa­da suhu 25 – 27 oC adalah 5 – 7 mg/l.

Parameter BOD (Biological Oxygen Demand) yang mengin­dikasikan beban ba­han organik dalam perairan juga dapat diguna­kan untuk menentukan level pencemar­an perairan.  Air bersih atau air tawar normal mempunyai BOD sebesar 0 – 7 mg/l, dan bi­la perairan mengalami pen­cemaran sedang maka kadar BOD berkisar 7 – 15 mg/l, dan pencemaran berat bila kadar BOD sudah lebih dari 15 mg/l. Nilai BOD dapat di­peroleh dengan mengguna­kan BOD meter dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Air.

• Indikator Biologi

Kehadiran beberapa jenis  hewan makro dan mikro da­lam air dapat digunakan se­bagai bioindikator pencemar­an air.  Dite­mu­kannya Ca­cing Sutera (Tubifex), dan lin­tah di suatu perairan su­dah dapat dipastikan terjadi­nya pencemaran perairan dari limbah organik. 

Hewan makro air jenis Cacing Sutera menunjukkan perairan sudah tercemar berat limbah organik, sedangkan kehadiran Lintah dalam air menunjukkan terjadinya pen­cemaran air dalam level se­dang. Oleh sebab itu, dite­mu­kannya lintah di perairan Danau Toba sudah dapat di­pastikan bahwa Danau Toba sudah meng­alami pencemar­an limbah organik pada ting­kat sedang, yang kemung­kin­an besar berasal dari limbah domestik, limbah kegiatan per­ikanan, peternakan dan in­dustri pariwisata sekitar Danau Toba.

Oleh sebab itu, perlu per­hatian serius dari seluruh pe­mangku kepentingan (stakeholders) pengembangan ka­wasan Danau Toba sebagai destinasi wisata internasional untuk mengendalikan sum­ber limbah organik ke per­airan danau tersebut.

Selain hewan makro, jenis organisme mikro khususnya Coli­form juga dapat diguna­kan sebagai bioindikator pen­cemaran air akibat kotoran manusia dan hewan. Keha­dir­an bakteri Eschericia coli dalam air memastikan bahwa perairan itu sudah dimasuki tinja atau fekal manusia dan hewan.

Kehadiran mikroba ini se­lain dapat menimbulkan ber­bagai penyakit yang berhu­bungan dengan air, juga dapat memicu ber­kembangnya je­nis patogen lain dalam air yang berbahaya bagi manu­­sia. Oleh sebab itu, perlu ke­waspadaan bagi setiap ang­go­ta ma­syarakat bila sudah mengetahui adanya informa­si bioindikator ini dalam penggunaan air baik untuk kebutuhan MCK maupun untuk rekreasi.

(Penulis dosen tetap di Uni­versitas HKBP Nommen­sen Medan dan pemerhati masalah lingkungan).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA