Jelaskan apa yang disebut hadits shahih Hasan dan dhaif

Hadits Shahih

Pengertian hadits shahih adalah sebuah hadits yang sanadnya bersambung dan diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah (Terpercaya) . Serta tidak ada cacat atau kekurangan dalam hadits tersebut.

Contoh Hadits Shahih

Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam:

Artinya :

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467) .

Dicantumkan Al-Imam An-Nawawi dalam Riyadhush Sholihin hadits no.280

Hadits Hasan

Hadits Hasan adalah hadits yang memenuhi syarat sebagai hadits shahih , hanya saja kualitas dhabth salah seorang atau beberapa orang rawinya berada di bawah kualitas rawi hadits shahih (kurang sempurna kedhabitannya).

Contoh hadits hasan :

Hadits yang diriwayatkan oleh al-timidzi, ibn majjah, dan ibn hibban dari al-hasan bin urfah al-maharibi dari muhammad bin amr dari abu salamah dari abi hurairah, bahwa nabi SAW bersabda:

Artinya :

 “Usia umatku sekitar antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi yang demikian itu”.

Para perawi hadits di atas tsiqqah semua kecuali ,Muhammad bin Amr dia adalah shaduq (sangat benar). Oleh para ulama hadits nilai ta’dil shaduq tidak mencapai dhabith tamm sekalipun telah mencapai keadilan, kedhabithannya kurang sedikit jika dibandingkan dengan kedhabithannya hadits shahih sepertitsiqqatun (terpercaya) dan sesamanya.

Hadits Dhoif (Lemah)

Menurut al-Nawawi dan juga mayoritas ulama ahli hadits, hadits dloifa dalah hadits yang tidak memenuhi syarat shohih dan hasan.

Contoh hadits dhai’if tentang akal :

Artinya :

” Agama adalah akal . Siapa yang tidak memiliki agama, tidak ada akal baginya “

Diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i dari Abi Malik Basyir bin Ghalib dan Az-Zuhri dari Majma’ bin Jariyah dari pamannya . Hadits ini adalah lemah yang batil. Karena seorang sanadnya yang bernama Bisyir bin Ghalib. Dia ini majhul (asing/tidak dikenal). Inilah yang dinyatakan oleh Mizanul-I’tidal dan al-Asqalani dalam kitab Lisanul-Mizan.

Hadits Maudu’ (Palsu)

Adalah hadits kontroversial yang di buat seseorang dengan tidak mempunyai dasar sama sekali. Sedangkan menurut Subhi Sholih adalah khabar yang di buat oleh pembohong kemudian dinisbatkan kepada Nabi.karena disebabkan oleh faktor kepentingan.

Tanda-tanda sebuah hadits itu dapat dikatakan maudu’ dapat dilihat sanadnya yaitu:

  • Rawi hadits terkenal sebagi pembohong.
  • Perawi merupakan perawi tunggal.
  • Perawi mengaku sendiri bahwa hadits itu adalah hadits maudu’.
  • Mengetahui sikap dan perilaku perawi.

Sedangkan tanda-tanda dari aspek matan antara lain:

  • Arti hadits itu kontra dengan hadits yang lain yang lebih tinggi.
  • Bertentangn dengan al-Quran, sunnah mutawatir atau ijmak.
  • Tidak sesuai dengan fakta sejarah.

Contohnya adalah hadits tentang Anak yatim :

Artinya :

“Siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari ‘Asyura (10 Muharram), maka akan diangkat kedudukannya satu derajat di surga dari tiap satu helai rambut yang diusapnya” (Kitab Tanbiihul Ghaafiliin – Abu Al-Laits As-Samarqandhi)

– Imam Ibnul Jawzi dalam kitabnya: “Al-Mawdhuu’aat” mengatakan, “Hadits ini mawdhuu’ (palsu)” Sebab dalam sanadnya ada perawi yang bernama Habiib bin Abi Habiib, ia dikenal pendusta dan suka memalsukan hadits. Sehingga riwayat tersebut tidak bisa menjadi dalil anjuran menyantuni anak yatim pada hari ‘Asyura.

Yang menjadi masalah jika menganggap afdhalnya (lebih utama) menyantuni anak yatim pada tanggal 10 Muharram. Apalagi sampai merayakan hari tersebut sebagai lebarannya anak yatim. Hal itu tentu tidak benar, karena menyantuni anak yatim bisa kapan saja, tidak harus mengkhususkannya pada tgl 10 Muharram, apalagi dengan merayakannya sebagai “Lebaran Anak Yatim” dalam islam, dikenal cuma ada 2 hari raya, yaitu Iedul Fitri dan Iedul Adha

Hadits adalah setiap perkataan, perbuataan, atau ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam bahasa lain, hadits ialah setiap informasi yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Misalnya, ketika kita mengatakan “Rasulullah SAW pernah berkata” atau “Rasulullah SAW pernah melakukan..”, secara tidak langsung pernyataan tersebut sudah bisa dikatakan hadits.

Dalam memelajari hadits, yang sering menjadi persoalan adalah tentang kebenaran isi serta sumbernya. Benarkah Rasul pernah melakukan atau mengucapkannya? Sebab itu, mengetahui kebenaran sebuah informasi yang mengatasnamakan Rasulullah (hadits) sangatlah penting. Para ulama hadits membagi hadits berdasarkan kualitasnya dalam tiga kategori, yaitu hadits shahih, hadits hasan, hadits dhaif.

Hadits Shahih

Hadits shahih ialah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang berkualitas dan tidak lemah hafalannya, di dalam sanad dan matannya tidak ada syadz dan illat. Mahmud Thahan dalam Taisir Musthalahil Hadits menjelaskan hadits shahih adalah:

ما اتصل سنده بنقل العدل الظابط عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة

Setiap hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat di dalamnya syadz dan ‘illah.

Hadits Hasan

Hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih, yaitu hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit, tidak terdapat syadz dan ‘illah. Perbedaan dari kedua jenis hadits ini adalah kualitas hafalan perawi hadits hasan tidak sekuat hadits shahih. Ulama hadits sebenarnya berbeda-beda dalam mendefenisikan hadits hasan. Menurut Mahmud Thahhan, defenisi yang mendekati kebenaran adalah definisi yang dibuat Ibnu Hajar. Menurut beliau hadits hasan ialah:

هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة

Hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi adil, namun kualitas hafalannya tidak seperti hadits shahih, tidak terdapat syadz dan ‘illah.

Hadits Dhaif

Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih dan hadits hasan. Dalam Mandzumah Bayquni disebutkan hadits hasan adalah:

وكل ما عن رتبة الحسن قصر  #  فهو الضعيف وهو اقسام كثر

Setiap hadits yang kualitasnya lebih rendah dari hadits hasan adalah dhaif dan hadits dhaif memiliki banyak ragam.

Dilihat dari definisinya, dapat dipahami bahwa hadits shahih adalah hadits yang kualitasnya paling tinggi, kemudian di bawahnya adalah hadits hasan. Para ulama sepakat bahwa hadits shahih dan hasan dapat dijadikan sebagai sumber hukum. Sementara hadits dhaif ialah hadits yang lemah dan tidak bisa dijadikan sebagai sumber hukum. Namun dalam beberapa kasus, menurut ulama hadits, hadits dhaif boleh diamalkan selama tidak terlalu lemah dan untuk fadhail amal.

Pembagian Hadits Sesuai dengan Perbedaan Derajat ada tiga yaitu hadits sahih, hasan dan dhaif 1. Hadits Shahih a) Pengertian Hadits Shahih Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatan artiya sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. Sedangkan secara istilah yaitu :

مَا اِتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ العَدْلِ الضَابِطِ عَنْ مِثْلِهِ إِلىَ مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ.

" Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak pula cacat" Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu: pertama, apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat), kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi. b) Syarat-syarat Hadits Shahih 1. Sanadnya Bersambung setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu hadits. 2. Perawinya Adil Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya. 3. Perwainya Dhabith Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya. 4. Tidak Syadz Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya. 5. Tidak Ber’illat Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih. Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut;

حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ "(رواه البخاري)

" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan). Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan sebagai berikut: 1) Shahih Al-Bukhari (w.250 H). 2) Shahih Muslim (w. 261 H). 3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H). 4) Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H). 5) Mustadrok Al-hakim (w. 405). 6) Shahih Ibn As-Sakan.

2. Hadits Hasan

a) Pengertian Hadits Hasan Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani yaitu:

مَا اِتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ الْعَدَلِ الَّذِيْ خَفَّ ضَبْطُهُ عَنْ مِثْلِهِ إِلَى مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ ".

“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat” Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama. Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:

حدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِي عَنْ أَبِيْ عِمْرَانِ الْجَوْنِي عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوْسَي الْأَشْعَرِيْ قَالَ : سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ العَدُوِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ ..... الحديث "

“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi). b) Klasifikasi Hadits Hasan 1) Hadits Hasan li-Dzatih Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits. 2) Hadits Hasan li-Ghairih Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu benyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya. c) Kehujahan Hadits Hasan Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadits hasan.

3. Hadits Dhoif

a) Pengertian Hadits Dhoif Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan secara istilah yaitu;

مَا لَمْ يَجْمَعْ صِفَةُ الْحَسَنِ، بِفَقْدِ شَرْطِ مِنْ شُرُوْطِهِ

“ Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan” Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhai’if yang sangat lemah. Karena kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum. Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;

مَاأَخْرَجَهُ التِّرْمِيْذِيْ مِنْ طَرِيْقِ "حَكِيْمِ الأَثْرَمِ"عَنْ أَبِي تَمِيْمَةِ الهُجَيْمِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص م قَالَ : " مَنْ أَتَي حَائِضاً أَوْ اِمْرَأةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهُنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمِّدٍ "

Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw” Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits” Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat: 1) Level Kedhaifannya Tidak Parah Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan. 2) Berada di bawah Nash Lain yang Shahih Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih. 3) Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.

Sumber


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA