Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia

Hasil interaksi aksara dan bahasa di Nusantara – Menurut sejarah, dikenalnya aksara oleh penduduk Nusantara merupakan hasil proses asimilasi. Sebelum pengaruh Hindu masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia belum mengenal aksara atau tulisan.

Orang-orang India yang masuk ke Indonesia membawa serta budaya tulis, dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dengan mengenal tulisan, bangsa Indonesia memasuki zaman aksara atau zaman sejarah.

Selanjutnya huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta menjadi huruf dan bahasa utama dalam banyak prasasti di Indonesia. Yang paling tua adalah Prasasti Kutai atau Prasasti Mulawarman di Kalimantan Timur.   Prasasti-prasasti lain yang menggunakan huruf dan bahasa yang sama ditemukan pada prasasti-prasasti dari masa:

  • Kerajaan Tarumanegara
  • Kerajaan Sriwijaya

Bahasa Sansekerta kemudian banyak mempengaruhi bahasa Kawi (Bahasa Jawa Kuno) dan bahasa Melayu Kuno yang muncul kemudian. Bahasa Kawi banyak menyerap kosakata dari bahasa Sansekerta, namun tidak meniru tata bahasanya, karena tata bahasa Sansekerta sangat rumit.

Istilah kawi sendiri bermakna “penyair” dan karya sastra yang dihasilkan oleh Sang Kawi disebut kakawin. Sedangkan sebutan Jawa Kuno menunjukkan kedudukannya sebagai bahasa Jawa yang paling kuno atau tua.

Menurut Prof. Dr. P.J. Zoetmulder, bahasa Jawa Kuno merupakan bahasa umum yang digunakan selama periode Hindu Jawa sampai runtuhnya Kerajaan Majapahit. Orang-orang Majapahit yang tidak mau menganut agama Islam kemudian menyingkir ke daerah pedalaman dan menuju ke arah timur, bahkan sampai ke Bali.

Mereka pergi dengan membawa naskah keagamaan dan karya-karya sastra, sehingga terjadi percampuran antara bahasa Kawi dan bahasa Bali, yang kemudian melahirkan bahasa Kawi-Bali (Bahasa Jawa Tengahan atau Bali Tengahan). Di Bali, bahasa ini digunakan dalam naskah tutur, usada, babad, dan kidung.

Sejak kedatangan agama dan kebudayaan Islam bahasa Jawa Kuno berkembang dalam dua arah yang berlainan, yaitu bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Jawa modern. Bahasa Jawa Tengahan memperlihatkan ciri yang erat antara budaya Hindu-Jawa Bali di mana pengaruh India masih tetap terasa.

Sebagai contoh karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa Tengahan adalah Tantu Pagelaran, Calonarang, Tantri Kamandaka, Korawasrama, Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, dan Babad Tanah Jawi. Sedangkan bahasa Jawa modern ditandai dengan lebih banyaknya penggunaan bahasa Arab, yang menggeser kedudukan bahasa Sansekerta.

Sementara itu, bahasa Melayu Kuno, anggota rumpun bahasa Austronesia dianggap sebagai salah satu bentuk awal bahasa Melayu, Bahasa Melayu Kuno berdasarkan catatan-catatan tertulis pernah dipakai pada sekitar abad ke-7 hingga abad ke-13, yaitu pada zaman Wangsa Syailendra di Jawa Tengah dan di Kerajaan Sriwijaya.

Keberadaan bahasa ini diketahui dari sejumlah prasasti dan keping logam baik berupa emas maupun tembaga di Sumatra, Jawa, dan Pulau Luzon di Filipina. Kosakata bahasa ini banyak dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta, dan menunjukkan banyak terserapnya pengaruh budaya India terhadap kehidupan seharai-hari zaman itu.

Baca juga: Interaksi antara tradisi lokal dan kebudayaan Hindu Budha

Naskah kuno Pati (Foto: lektur.kemenag.go.id)

Awal kemunculan tulisan di Indonesia diketahui berasal dari wilayah India Selatan, tepatnya pada prasasti raja-raja dinasti Palawa abad ke-4. Selain di Indonesia, tulisan Palawa juga dipakai di beberapa wilayah Asia Tenggara yang mendapat pengaruh dari agama Hindu, seperti Semenanjung Malaya, Muangthai Selatan, Kamboja, dan Vietnam Selatan.

Tulisan Palawa yang tersebar menggunakan bahasa Sansekerta. Di Indonesia sendiri huruf Palawa dibedakan menjadi dua masa, yaitu huruf Palawa awal, dan huruf Palawa lanjutan. Huruf Palawa awal berkaitan dengan penyebaran huruf yang terjadi di wilayah India Selatan dan Sri Langka pada prasasti abad ke-3 sampai abad ke-5. Beberapa prasasti yang ada di Indonesia ditulis menggunakan huruf Palawa awal, seperti prasasti Kutai di Kalimantan Timur, dan prasasti Purnawarman di Jawa Barat.

Huruf Palawa lanjutan dipakai pada prasasti abad ke-7 dan abad ke-8. Di Indonesia prasasti yang menggunakan huruf Palawa lanjutan tersebar di wilayah Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, seperti prasasti Kedukan Bukit, prasasti Karang Tuwo, prasasti Karang Brahi, prasasti Kota Kapur, dan prasasti Canggal, yang diketahui sebagai prasasti tertua di Jawa. Prasasti Canggal menjadi prasasti terakhir yang di tulis menggunakan huruf Palawa di Indonesia.

Tulisan Pra-Nagari yang berasal dari India Utara dipakai untuk menulis prasasti di kerajaan yang dipengaruhi oleh agama Budha. Tulisan tersebut ditemukan pada abad ke-8 dan ke-9 di Jawa Tengah. Prasasti yang ditemukan diantaranya, prasasti Kalasan, prasasti Ratubaka, prasasti Kelurak, dan prasasti Plaosan. Tulisan Pra-Nagari ditulis menggunakan bahasa Sansekerta.

Huruf Arab yang pertama ditemukan di Indonesia berasal dari Pasai abad ke-13 pada prasasti batu nisan Sultan Maliku Saleh yang menggunakan bentuk Parsi. Kemudian ditemukan huruf Arab dengan bahasa Melayu Lama pada prasasti Trengganu abad ke-14. Terdapat perbedaan pada huruf Arab prasasti Trengganu dengan batu-batu nisan dari Pasai yang menggunakan bentuk Parsi, yaitu prasasti Trengganu memiliki tulisan yang lugas, jelas, dan fungsional, karena memuat undang-undang dan peraturan-peraturan yang harus dibaca jelas. Sedangkan pada nisan bentuk Parsi memuat teks-teks yang berfungsi sebagai hiasan sehingga tulisannya tidak lugas. Perkembangan tulisan Arab paling pesat pada naskah-naskah Nusantara terjadi sesudah abad ke-15.

Tidak adanya prasasti di beberapa daerah di Indonesia tidak mengartikan daerah tersebut belum mengenal huruf. Akan tetapi lebih kepada tradisi menggoreskan tulisan pada sebuah media batu, atau logam, yang belum berkembang di daerah tersebut. Tidak menutup kemungkinan bahwa di beberapa daerah di Indonesia lebih memilih untuk menggunakan media yang cepat rusak seperti kayu, daun, bambu, atau kulit binatang.

Di beberapa daerah di Sumatera, seperti Bengkulu, Lampung, Sumatera Utara, memakai tulisan yang diperkirakan berasal dari tulisan Malaya zaman Raja Adityawarman. Tulisan Makasar dan Bugis di Sulawesi Selatan pun memiliki kemiripan dengan tulisan dari Sumatera.

Sumber : Siti Baroroh Baried, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Bahasa Indonesia memang sudah menjadi bahasa resmi negara Indonesia dan menjadi bahasa kesatuan negara kita. Bagaimana tidak, Indonesia terdiri dari kurang lebih 18 ribu pulau yang dihuni oleh 350 kelompok etnis dan berbicara dengan 750 bahasa lokal dan dialek. Maka, diperlukan bahasa yang berfungsi untuk menyatukan penduduk Indonesia.

Namun, sebelum bahasa Indonesia resmi digunakan di Indonesia, masyarakat di nusantara menggunakan bahasa yang berbeda, begitu pula dengan cara penulisannya. Jadi klaim bahwa dulunya orang Indonesia itu buta huruf tentu tidak sepenuhnya benar. Mereka hanya memiliki bahasa dan tulisan yang berbeda dengan yang dikenal para penjajah.

1. Bahasa Melayu Kuno

Dari rekaman paling awal yang tercatat, bahasa Melayu adalah bahasa asli yang digunakan oleh kedua sisi daerah yang terpisahkan Selat Malaka yaitu wilayah Sumatra dan semenanjung Melayu. Bahasa Melayu Purba merupakan bahasa awal yang digunakan sebelum pedagang dari India datang ke nusantara. Setelah mendapat pengaruh dari India, maka bahasa yang dipakai kemudian dinamakan menjadi bahasa Melayu Kuno.

Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Huruf Palawa dalam bahasa Sanskrit [Image Source]Pada abad ke-7 hingga ke-13, bahasa Melayu Kuno menjadi bahasa yang dipakai secara meluas di wilayah semenanjung Malaysia, Sumatera, hingga Riau. Bahasa Melayu kuno bersifat sederhana, mudah menerima pengaruh luar serta tidak memiliki perbedaan penggunaan berdasarkan struktur strata masyarakat. Hal ini menjadikan bahasa Melayu lebih cepat berkembang.

Bahasa Melayu Kuno selanjutnya banyak mendapatkan pengaruh dari bahasa Sanskrit karena banyaknya masyarakat yang menganut agama Hindu. Bahasa Sanskrit sendiri sebenarnya juga sudah digunakan namun oleh kalangan bangsawan dan mereka yang memiliki hierarki tinggi dalam masyarakat. Pengaruh Hindu dalam bahasa ini akhirnya juga membentuk sistem huruf atau penulisan menggunakan huruf Pallawa atau Dewanagari yang berasal dari India, serta huruf Kawi yang merupakan modifikasi huruf Pallawa.

Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Prasasti Kedukan Bukit [Image Source]

Pengaruh-pengaruh tersebut menjelaskan mengapat banyak ditemukan prasasti yang menggunakan bahasa Melayu dengan huruf Palawa atau Nagari di wilayah Sumatera dan Jawa. Misalnya prasasti Kedukan Bukit di Palembang (683M), prasasti Talang Ruwo di Palembang (684M), prasasti Kota Kampur di Pulau Bangka (686M), prasasti Karang Brahi di Jambi (692), dan prasasti Gandasuli di Jawa Tengah (832) yang menggunakan huruf Nagari.

2. Bahasa Melayu Klasik

Selanjutnya, bahasa Melayu Kuno beralih menjadi bahasa Melayu Klasik. Peralihan ini terjadi karena semakin kuatnya pengaruh agama Islam di Asia Tenggara pada abad ke-13. Bahasa ini kemudian digunakan oleh Kesultanan Melaka, Kesultanan Aceh, dan beberapa tokoh politik lainnya sejak abad ke-14 hingga abad ke-18.

Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jejak kebudayaan Persia tergambar dari kompleks makam abad 15 di Aceh [Image Source]Transisi bahasa Melayu Klasik ditandai dengan adanya berbagai kata serapan dari bahasa Arab, bahasa Parsi, serta bahasa Portugis. Catatan-catatan tertulis seperti naskah hikayat, peraturan perundangan, dan surat-surat antara penguasa nusantara yang ditemukan tercatat menggunakan bahasa Melayu Klasik. Tulisan yang digunakan juga mulai mendapatkan pengaruh dari huruf Arab yang kemudian dikenal sebagai huruf Jawi.

Tiga prasasti penting yang menjadi bukti transisi menjadi Melayu Klasik adalah prasasti Pagar Ruyung di Minangkabau (1356), Prasasti Minyetujoh di Aceh (1380), dan Prasasti Kuala Berang di Trengganu, Malaysia (1303-1387). Prasasti Pagar Ruyun ditulis dalam huruf India dengan prosa Melayu Kuno dan beberapa baris sajak Sanskerta. Namun, bahasa yang digunakan sedikit berbeda dengan bahasa Melayu pada abad ke-7. Prasasti Minyetujoh merupakan prasasti pertama yang mencatat penggunaan kata-kata Arab seperti “Allah”, “nabi”, dan “rahmat”. Selanjutnya prasasti Kuala Berang, ditulis dengan menggunakan huruf Arab Melayu yang membuktikan bahwa tulisan Arab sudah digunakan dalam bahasa Melayu.

Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Prasasti Trengganu yang menggunakan aksara Jawi [Image Source]Pengaruh Islam terasa kental dalam bahasa Melayu Klasik seperti penggunaan kalimat yang panjang dan berulang, banyak kalimat pasif, menggunakan bahasa istana, terdapat kosa kata klasik (contoh: edan kesmaran, sahaya, masyghul), banyak menggunakan perdu kata di awal kalimat (contoh: sebermula, alkisah, hatta, adapun), banyak partikel pun dan lah, menggunakan aksara Jawi atau aksara yang dipinjam dari bahasa Arab dengan beberapa huruf tambahan, serta adanya beragam kosa kata Arab dan frasa yang bernuansa Arab.

3. Bahasa Indonesia

Di Indonesia, bahasa Melayu kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa pergaulan atau bahasa sehari-hari. Meski begitu, di awal pemakaiannya, belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu karena bahasa daerah dengan jumlah yang begitu banyak masih menjadi bahasa utama yang digunakan sehari-hari.

Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Balai Poestaka [Image Source]Tahun 1901, didirikanlah Balai Poestaka sebagai percetakan buku-buku pelajaran dan sastra. Adanya percetakan ini membuat bahasa Melayu semakin populer dan memunculkan varian bahasa yang mulai berbeda dengan bahasa induk Melayu Riau. Peneliti sejarah bahasa Indonesia menyebutnya sebagai bahasa Melayu Balai Pustaka atau bahasa Melayu van Ophuijsen.

Van Ophuijsen adalah seorang pria Belanda yang menyusun ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin untuk penggunaan Hindia-Belanda. Ia juga yang menjadi penyuting buku terbitan Balai Pustaka. Sehingga akhirnya bahasa yang digunakan menjadi lekat dengan identitas kebangsaan Indonesia dan puncaknya pada Sumpah Pemuda.

Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Foto Sumpah Pemuda [Image Source]Bahasa Indonesia dicetuskan pertama kali sebagai bahasa persatuan pada 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Muhammad Yamin yang seorang politikus, sastrawan dan ahli sejarah berkata, “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.”

Selanjutnya, bahasa Melayu Riau dijadikan sebagai bahasa persatuan dengan beberapa pertimbangan yakni Bahasa Jawa lebih sulit dipelajari daripada bahasa Melayu karena ada tingkatan bahasa yang mengharuskan si pembicara memahami budaya Jawa agar bisa menyampaikan kalimat dengan baik dan sopan. Bahasa Melayu Riau dipilih karena paling sedikit terpengaruh bahasa lain seperti Cina Hokkien ataupun Tio Ciu Ke.

Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Prof. Muhammad Yamin [Image Source]Pengguna bahasa Melayu juga tidak di Indonesia saja. Tahun 1945, penutur berbahasa Melayu di negara lain seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura masih dijajah Inggris. Dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan negara rumpun Melayu lainnya semakin kuat jiwa nasionalisme sehingga bisa segera melepaskan diri dari penjajahan.

4. Ejaan Republik

Ejaan Republik atau edjaan Soewandi digunakan untuk menentukan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini digunakan untuk mengganti ejaan yang sebelumnya yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sejak tahun 1901.

Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Perubahan ejaan dalam bahasa Indonesia [Image Source]Beberapa perbedaan dalam ejaan ini antara lain perubahan huruf ‘oe’ menjadi ‘u’ (contoh: doeloe menjadi dulu), bunyi sentak yang sebelumnya ditulis dengan tanda (‘) ditulis dengan huruf ‘k’ (contoh: tak, pak, maklum), kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 (contoh: ubur2, ber-main2, ke-barat2-an). Selain itu, pada ejaan Republik, awalan ‘di’ dan kata depan ‘di’ keduanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya seperti dirumah, disawah, dibeli, dimakan.

5. Ejaan Baru atau Ejaan LBK dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan Baru dipergunakan sejak tahun 1967 sebelum kemudian disempurnakan dengan munculnya EYD pada tahun 1972. Perubahan yang terdapat pada Ejaan LBK antara lain ‘tj’ menjadi ‘c’ (tjutji ke cuci), ‘dj’ menjadi ‘j’ (djarak ke jarak), ‘j’ menjadi ‘y’ (sajang ke sayang), ‘nj’ menjadi ‘ny’ (njamuk ke nyamuk), ‘sj’ menjadi ‘sy’ (sjarat ke syarat), ‘ch’ menjadi ‘kh’ (achir ke akhir).

Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Jelaskan bahasa dan huruf utama yang digunakan pada banyak prasasti di Indonesia
Konferensi pers mengenai ejaan yang diperbaharui [Image Source]Sementara itu, penyempurnaan yang ada pada EYD meliputi pemakaian huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan asing, huruf q dan x tetap digunakan dalam ilmu pengetahuan (furqan, xenon), awalan ‘di’ dan kata depan ‘di’ dibedakan pemakaiannya, serta kata ulang harus ditulis penuh unsurnya dan tidak menggunakan angka 2 sebagai tanda perulangan.

Selain itu, EYD juga mengatur penulisan huruf termasuk kapital dan miring, penulisan kata, tanda baca, singkatan dan akronim, angka dan lambang bilangan, serta unsur serapan.

Nah, itulah tadi sejarah tentang perkembangan bahasa Indonesia sejak awal jaman kerajaan. Jadi, sekarang kita sudah tahu bagaimana sebenarnya bangsa Indonesia bisa menggunakan bahasa Indonesia seperti sekarang ini.