Jelaskan batas aurat laki-laki dan perempuan ketika melaksanakan shalat

Dalam Islam batas aurat laki-laki dan perempuan jauh berbeda. Aurat adalah bagian dari tubuh yang tidak boleh dilihat orang lain. Aurat hanya boleh dilihat oleh mahram. Mahram sendiri adalah orang yang haram dinikahi karena keturuan, persusuan, atau masih dalam hubungan pernikahan. Selain itu, aurat juga hanya boleh diperlihatkan ke pasangan resmi (suami atau istri) dan anak. Lalu seperti apa batasan aurat laki-laki dan perempuan ? Apa saja bedanya ?

Jelaskan batas aurat laki-laki dan perempuan ketika melaksanakan shalat

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada semua hambanya untuk menutup aurat kecuali ke keluarga sendiri seperti suami atau istri. Dalilnya adalah surat dalam Al Quran, yaitu:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ . إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِين

(Orang beriman) adalah orang yang menjaga kemaluan mereka. Kecuali kepada istri-istri mereka atau budak-budak wanita mereka, jika demikian maka mereka tidak tercela. (QS. Al Mu’minun: 5-6)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pun memerintahkan kepada semua umat muslim untuk menutup dan menjaga auratnya agar tidak dilihat oleh orang lain yang tidak hak. Bahkan untuk sesama jenis pun tidak diperbolehkan saling melihat aurat satu sama lain. Dalilnya adalah:

لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَا حِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ
Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain. (HR. Muslim. No. 338)

Di hadits yang lain, Rasulullah juga menyampaikan haditsnya. Diriwayatkan oleh Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’anhu, yaitu:

يا رسولَ اللَّهِ عوراتُنا ما نأتي منها وما نذَرُ قالَ احفَظْ عورتَكَ إلَّا من زوجتِكَ أو ما ملكت يمينُكَ قلتُ يا رسولَ اللَّهِ أرأيتَ إن كانَ القومُ بعضَهم في بعضٍ قالَ فإنِ استطعتَ أن لا تُريَها أحدًا فلا تُرينَّها قلتُ يا رسولَ اللَّهِ فإن كانَ أحدُنا خالِيًا قالَ فاللَّهُ أحقُّ أن يُستحيا منهُ منَ النَّاسِ

Wahai Rasulullah, mengenai aurat kami, kepada siapa boleh kami tampakkan dan kepada siapa tidak boleh ditampakkan? Rasulullah menjawab: “tutuplah auratmu kecuali kepada istrimu atau budak wanitamu.” Mu’awiyah berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana jika seseorang berada di tengah orang banyak yang saling melihat? Rasulullah menjawab: “Jika engkau mampu untuk menjaga auratmu agar tidak terlihat, maka hendaknya lalukanlah. Yaitu engkau tidak melihat aurat orang lain, dan orang lain tidak melihat auratmu.” Mu’awiyah berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana jika seseorang sedang sendirian? Rasulullah menjawab: “Allah lebih berhak untuk malu kepada-Nya daripada kepada manusia.” (HR. Tirmidzi, No. 2794)

Batas Aurat Laki-Laki Dalam Islam

Batas aurat untuk laki-laki atau pria adalah mulai dari pusar hingga lutut. Jadi bagian tubuh laki-laki yang tidak boleh terlihat oleh orang lain selain mahram adalah mulai dari pinggang, area kemaluan, bokong, paha, hingga lutut. Selain itu, aurat tersebut juga tidak boleh terbuka saat shalat. Dalil batas aurat laki-laki adalah:

أسفلِ السُّرَّةِ وفوقَ الركبتينِ من العورةِ

Yang dibawah pusar dan di atas kedua lutut adalah aurat. (HR. Al Baihaqi, 3362)

Namun mengenai batas aurat laki-laki, kebanyakan ulama berpendapat bahwa pusar dan lutut bukan termasuk aurat laki-laki yang harus ditutup. Oleh karena itu, banyak yang membolehkan kedua bagian tubuh ini terlihat. Lalu bagaimana dengan batasan aurat kepada istri ? Dalam hadistnya, Rasulullah menjelaskan bahwa suami boleh melihat seluruh anggota tubuh pasangannya, begitu juga sebaliknya. Ini artinya, suami dan istri boleh saling melihat anggota tubuh yang seharusnya ditutupi. Dalinya adalah:

احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ

Jagalah (tutuplah) auratmu kecuali pada istri atau budak yang engkau miliki. (HR. Abu Daud, No. 4017)

Batas Aurat Perempuan Dalam Islam

Aurat perempuan atau wanita berbeda dengan laki-laki. Bagi perempuan, semua anggota tubuhnya adalah aurat yang tidak boleh diperlihatkan. Dalam Al Quran, Allah Ta’ala memerintahkan semua umat islam untuk mengulurkan jilbab dan menutupi seluruh tubuhnya. Sebagaimana firman Allah berikut ini:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab: 59)

Jelaskan batas aurat laki-laki dan perempuan ketika melaksanakan shalat

Berdasarkan firman Allah di atas, beberapa ulama berbeda pendapat tentang batasan aurat bagi wanita. Ulama Hanafi, Maliki, dan Syafi’i berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan adalah aurat yang harus ditutup. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiallahu’anha berikut ini:

أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, “wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Daud, No. 4140)

Sedangkan, menurut ulama Hambali berpendapat bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuh, dan termasuk wajah dan telapak tangan. Hal ini yang menjadi dasar hukum kenapa sebagian umat muslim perempuan (terutama yang bermahzab Hambali) menambahkan cadar untuk menutupi sebagian mukanya. Batas aurat laki-laki dan perempuan berbeda. Oleh karena itu, sangat penting untuk kamu mengetahui apa saja batasan aurat. Sebagaimana dijelaskan pada hadits di atas, bagi siapapun yang sudah baligh wajib hukumnya untuk menutup semua aurat.

BACA JUGA  Doa dan Niat Zakat Fitrah Sesuai Sunnah Nabi Muhammad

Jelaskan batas aurat laki-laki dan perempuan ketika melaksanakan shalat

Salah satu syarat sah shalat adalah menutup aurat. Seseorang yang hendak melaksanakan shalat, baik fardhu ataupun sunnah, perlu mengetahui dengan detail batasan tubuh bagian mana saja yang merupakan aurat yang harus ditutupi.

(Baca:  Perbedaan Syarat Wajib dan Syarat Sah dalam Shalat)

Sebelum membahas batasan aurat, kita simak terlebih dahulu penjelasan Syekh Said bin Muhammad Ba’ali al-Hadrami dalam kitab Busyra al-Karîm (Jeddah: Dar al-Minhâj, 2004), hal. 262, tentang apa itu aurat:

و (العورة) لغة: النقص، والشيء المستقبح، وسمي المقدار الآتي بها؛ لقبح ظهوره. وتطلق شرعاً: على ما يحرم نظره،

“Secara etimologis, aurat berarti kurang, sesuatu yang menjijikan, dan terkadang sesuatu yang dianggap jijik akan dinamai dengan “aurat” karena dianggap jelek untuk diperlihatkan. Dalam terminologi syara’, aurat berarti sesuatu yang haram untuk dilihat.”

Dalam bab shalat, batasan aurat secara syara’ bisa kita lihat penjelasannya pada penuturan Syekh Muhammad bin Qasim dalam Fathul Qarîb (Surabaya: Kharisma, tt), hal. 12:

وعورة الذكر ما بين سرته وركبته، …؛ وعورة الحُرَّة في الصلاة ما سوى وجهها وكفيها ظهرا وبطنا إلى الكوعين؛

“Aurat lelaki (yang wajib ditutupi) ialah anggota tubuh antara pusar hingga lutut,.. dan aurat perempuan dalam shalat ialah seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangannya baik luar maupun dalam hingga batas pergelangan.”

Dari penuturan di atas bisa dipahami bahwa ketika shalat, seorang lelaki harus menutupi area tubuh dari pusar hingga lutut. Demikian ini menurut kepatutan syariat. Namun demikian, ada kepatutan yang lain yang mesti diperhatikan, yakni kepatutan adab atau kesopanan. Maka bagi lelaki seyogianya menggunakan pakaian yang memenuhi standar syariat dan kesopanan. Adapun perempuan, ketika shalat harus menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.

Sudut pandang ketertutupan aurat ini ialah ketika tak terlihat dari sisi atas dan seputarnya (kanan, kiri, depan dan belakang), bukan dari sisi bawah. Sehingga, bila aurat terlihat dari bawah seperti terlihat dari bawah saat sujud atau yang lainnya, hal tersebut tidak menjadi masalah, sebagaimana dijelaskan Syekh Abu Bakar Syatha al-Dimyathi dalam kitab I’anah al-Thalibin (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), juz I, hal. 113:

قوله لا من الأسفل - أي فلو رؤيت من ذيله كأن كان بعلو والرائي بسفل لم يضر أو رؤيت حال سجوده فكذلك لا يضر 

“(Pernyataan ‘bukan dari bawah’) maksudnya apabila terlihat dari bawah seperti ketika shalat di tempat tinggi dan terlihat dari bawah, maka tidak masalah sebagaimana jika terlihat saat sujud.”

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.

Kumpulan Khutbah Menyambut Hari Kemerdekaan