Jelaskan dampak kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang politik

Home / PPKN / Sejarah / Soal

Dampak kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang politik adalah ….

  A.   pemerintah menjalin kerjasama dengan negara lain

  B.    pemerintah cenderung bersifat otoriter

  C.    pemerintah menerapkan pancausaha tani

  D.   adanya kerja sama dengan negara tetangga dalam bidang keamanan

  E.    adanya kerjasama dengan negara tetangga dalam bidang kemiliteran

Dampak kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang politik adalah pemerintah cenderung bersifat otoriter.

Jawaban: B



------------#------------

Jangan lupa komentar & sarannya

Email:
WA/Line 081669 2375
masdayat.net

Newer Posts Older Posts

Home » Kelas XII » Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Orde Baru

Orde Baru adalah masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia yang menggantikan Orde Lama pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga tahun 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela. Pendekatan keamanan yang diterapkan Orde Baru dalam menegakkan stabilisasi nasional secara umum memang berhasil menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan ekonomi pun berjalan baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik.

Pada masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah.

Selain keberhasilan yang dapat dicapai oleh Orde baru, di sisi lain kebijakan politik dan ekonomi pemerintah Orde Baru juga memberi beberapa dampak yang lain, baik di bidang ekonomi dan politik. Berikut ini dampak positif dan negatif bidang ekonomi dan politik pada masa orde baru.

No.BidangDampak PositifDampak Negatif
1.Politik
  1. Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekuasaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran Negara dalam masyarakat. 
  2. Situasi keamanan pada masa ORBA relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. 
  3. Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
  4. Keamanan dalam negeri lebih terjamin.
  1. Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. 
  2. Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. 
  3. Terbentuk pemerintahan yang bersifat otoriter, dominative dan sentralistis.
  4. Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN. 
  5. Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan bebangsa dan benegara.
2.Ekonomi
  1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya pun dapat terlihat secara konkrit.
  2. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
  3. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
  4. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
  5. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
  6. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
  7. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
  1. Perbedaan ekonomi antardaerah, dalam masyarakat terasa semakin tajam.
  2. —Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
  3. —Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
  4. —Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial.
  5. —Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
  6. —Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
  7. —Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah.

Selain masalah-masalah diatas, pemerintahan Orde Baru juga telah melakukan tindakan antidemokrasi dan diindikasikan telah melanggar HAM. Amnesty International misalnya dalam laporannya pada 10 Juli 1991 menyebut Indonesia  sebagai pelanggar HAM. meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tetapi secara fundamental pembangunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang terbesar devisa negara seperti di Riau, Kalimantan Timur dan Irian Barat/Papua. Faktor inilah yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab terpuruknya perekenomian Indonesia menjelang akhir tahun 1997.

Posted by Nanang_Ajim

Mikirbae.com Updated at: 2:30 PM

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Berikut ini akan kita bahas mengenai kebijakan pemerintah orde baru, kebijakan orde baru, kebijakan pada masa orde baru, dampak kebijakan politik dan ekonomi masa orde baru, dampak positif orde baru, dampak pemerintahan orde baru, kebijakan politik pada masa orde baru, kebijakan pemerintah orde baru dalam bidang ekonomi.


Pendekatan keamanan yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru dalam menegakkan stabilisasi nasional secara umum memang berhasil menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. 

Pembangunan ekonomi pun berjalan baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya dapat terlihat secara kongkret. 

Indonesia berhasil mengubah status dari negara pengimpor beras menjadi bangsa yang bisa memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras). 

Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat, penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang meningkat.

Namun, di sisi lain kebijakan politik dan ekonomi pemerintah Orde Baru juga memberi beberapa dampak yang lain, baik di bidang ekonomi dan politik. 

Dalam bidang politik, pemerintah Orde Baru cenderung bersifat otoriter, Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam mengatur jalannya pemerintahan. 

Peran negara menjadi semakin kuat yang menyebabkan timbulnya pemerintahan yang sentralistis. Pemerintahan sentralistis ditandai dengan adanya pemusatan penentuan kebijakan publik pada pemerintah pusat. 

Pemerintah daerah diberi peluang yang sangat kecil untuk mengatur pemerintahan dan mengelola anggaran daerahnya sendiri. 

Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik.

Pemerintah Orde Baru dinilai gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik, Golkar dianggap menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara dua partai lainnya hanya sebagai alat pendamping agar tercipta citra sebagai negara demokrasi. 

Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. 

Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya. 

Meskipun pembangunan ekonomi Orde Baru menunjukan perkembangan yang menggembirakan, namun dampak negatifnya juga cukup banyak. 

Dampak negatif ini disebabkan kebijakan Orde Baru yang terlalu memfokuskan/mengejar pada pertumbuhan ekonomi, yang berdampak buruk bagi terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi para pejabat di Indonesia. 

Distribusi hasil pembangunan dan pemanfaatan dana untuk pembangunan tidak dibarengi kontrol yang efektif dari pemerintah terhadap aliran dana tersebut sangat rawan untuk disalahgunakan. 

Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan terbukanya akses dan distribusi yang merata sumber-sumber ekonomi kepada masyarakat. 

Hal ini berdampak pada munculnya kesenjangan sosial dalam masyarakat Indonesia, kesenjangan kota dan desa, kesenjangan kaya dan miskin, serta kesenjangan sektor industri dan sektor pertanian. 

Selain masalah–masalah diatas, tidak sedikit pengamat hak asasi manusia (HAM) dalam dan luar negeri yang menilai bahwa pemerintahan Orde Baru telah melakukan tindakan antidemokrasi dan diindikasikan telah melanggar HAM. 

Amnesty International misalnya dalam laporannya pada 10 Juli 1991 menyebut Indonesia dan beberapa negara Timur Tengah, Asia Pasifik, Amerika Latin, dan Eropa Timur, sebagai pelanggar HAM. 

Human Development Report 1991 yang disusun oleh United Nations Development Program (UNDP) juga menempatkan Indonesia kepada urutan ke 77 dari 88 pelanggar HAM (Anhar Gonggong ed, 2005:190).

Sekalipun Indonesia menolak laporan kedua lembaga internasional tadi dengan alasan tidak “fair”dan kriterianya tidak jelas, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam negeri sendiri pemerintah Orde Baru dinilai telah melakukan beberapa tindakan yang berindikasi pelanggaran HAM. 

Dalam kurun waktu 1969-1983 misalnya, dapat disebut peristiwa Pulau Buru (Tempat penjara bagi orang-orang yang diindikasikan terlibat PKI) (1969-1979), peristiwa Malari (Januari 1974) yang berujung pada depolitisasi kampus. 

Kemudian pencekalan terhadap Petisi 50 (5 Mei 1980). Pada kurun waktu berikutnya, (1983-1988), terdapat dua peristiwa, yaitu peristiwa Penembak Misterius – Petrus (Juli 1983), Peristiwa Tanjung Priok (September 1984). 

Pada kurun 1988-1993, terdapat peristiwa Warsidi (Februari 1989), Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh (1989-1998), Santa Cruz (November 1991), Marsinah (Mei 1993), Haur Koneng (Juli 1993), dan Peristiwa Nipah (September 1993).

Sedangkan dalam kurun 1993-1998 antara lain terjadi peristiwa Jenggawah (Januari 1996), Padang Bulan (Februari 1996), Freeport (Maret 1996), Abepura (Maret 1996), Kerusuhan Situbondo (Oktober 1996), Dukun Santet Banyuwangi (1998), Tragedi Trisakti (12 Mei 1998).

Dengan situasi politik dan ekonomi seperti diatas, keberhasilan pembangunan nasional yang menjadi kebanggaan Orde Baru yang berhasil meningkatkan GNP Indonesia ke tingkat US$ 600 di awal tahun 1980-an, kemudian meningkat lagi sampai US$ 1300 perkapita diawal dekade 1990-an, serta menobatkan Presiden Soeharto sebagai “ Bapak Pembangunan” menjadi seolah tidak bermakna. 

Sebab meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tetapi secara fundamental pembangunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang terbesar devisa negara seperti di Riau, Kalimantan Timur dan Irian Barat/Papua. 

Faktor inilah yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab terpuruknya perekenomian Indonesia menjelang akhir tahun 1997. 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA