Jelaskan diksi pada puisi yang berjudul Aku karya Chairil Anwar di atas sertakan kutipannya

Oleh : Windi Vadiana

DOA

Kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh

Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk
Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.

(13 November 1943)

Chairil Anwar lahir dan dibesarkan di Kota Medan, Sumatera Utara, sebelum pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dengan ibunya pada tahun 1940, dimana dia mulai menggeluti dunia sastra.

Setelah mempublikasikan puisi pertamanya pada tahun 1942, Chairil terus menulis. Puisinya menyangkut berbagai tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, eksistensialisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.

Beberapa karya beliau diantaranya, Deru Campur Debu (1949) yang diterbitkan oleh Penerbit Pembangunan, Opbuow, Jakarta, kemudian Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus (1949) diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, Jakarta, dan Aku Ini Binatang Jalang (1986) yang diterbitkan oleh PT Gramedia, Jakarta.

Puisi yang berjudul `Doa` memiliki makna yang sangat dalam tentang bagaimana seseorang meminta permohonan kepada penciptanya. Dimana seseorang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan orang-orang di sekitar. Saat berdoa, seseorang harus membuka hati, pikiran, dan jiwa kepada Tuhan.

Seperti yang tersirat dalam kalimat kepada pemeluk teguh, yang menggambarkan seseorang memiliki keyakinan bahwa Tuhan selalu bersamanya.

Tuhanku _Dalam termangu _

Aku masih menyebut namamu

Di dalam bait tersebut menggambarkan suasana seseorang yang termenung atau rindu serta tetap mengingat Tuhan dalam keadaan apapun.

Biar susah sungguh
Mengingat kau penuh seluruh

Sementara di bait ini menggambarkan seseorang sangat sulit dalam doa untuk berkomunikasi dengan Tuhan secara total. Namun dalam kegoncangan iman, ia akan mengingat Tuhan dengan jiwa dan raganya.

Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Cahaya lilin ini merupakan cahaya yang sangat penting untuk menerangi kegelapan malam, atau gambar cahaya yang rapuh dalam kegelapan malam. Untuk menyatakannya sebagai terang iman dari Tuhan yang tinggal di lubuk hati penyair yang siap padam (karena kegoncangan iman).

Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk

Seseorang memiliki kesadaran akibat dosanya itu, ia merasa sudah hilang bentuk dan remuk. Ia tak kalah lagi.

Aku mengembara di negeri asing. Di baik ini mengenang perbuatannya itu. Asing, karena apa yang dikerjakannya itu bertentangan dengan apa yang sudah ditetapkan Tuhannya.

Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling.

Seperti kita tahu selama hidup, Chairil Anwar dikenal sebagai seorang sastrawan yang bohemian. Artinya, hidup terkesan hura-hura. Dari kehidupannya itu ia merasa sedang melakukan kesalahan yang membuatnya jauh dari Tuhannya.

Puisi ini seakan-akan memberikan pesan bahwa sejauh apapun kita pergi dan sebanyak apapun dosa yang telah diperbuat oleh seorang hamba, maka hamba tersebut akan datang kepada Tuhan-Nya dan memohon ampun serta meminta pertolongan pertolongan.

Penulis adalah Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang.

Chairil Anwar adalah penyair legendaris yang sering disalah pahami, tidak sedikit orang yang menjulukinya sebagai penyair religius, antara lain karena sajak doa yang memang amat religius. Chairil juga dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” dan dikenal sebagai pelopor Angkatan’45 dan puisi modern Indonesia.

Salah satu puisi karya Chairil Anwar yang terkenal adalah puisi yang berjudul “Aku”. Puisi ini dibuat oleh Chairil pada bulan Maret 1943.

Aku

Oleh: Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang kan merayu

Tidak juga kau...

Tak perlu sedu sedan itu…

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang…

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang…

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri…

Dan aku akan lebih tidak perduli…

Aku mau hidup seribu tahun lagi…

Bisa dikatakan bahwa puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif secara berbeda dan lebih kontemplatif. Puisi mewakili pikiran dan perasaan penulis yang diungkapkan melalui balutan kuasa bahasa terbentuk struktur fisik dan batin penulis lewat bahasa tertentu.

Menurut Somad (2010: 13) bahwa puisi merupakan media ekspresi penyair dalam menuangkan gagasan atau ide. Lebih dalam lagi, puisi menjadi ungkapan terdalam kegelisahan hati penyair dalam menyikapi suatu peristiwa. Seperti peristiwa yang dialami atau peristiwa yang terjadi di dalam kehidupannya. Dresden (dalam Padi 2013: 21) puisi adalah sebuah dunia dalam kata. Isi yang terkandung dalam puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair yang membentuk sebuah dunia bernama puisi.

Puisi “Aku” karya Chairil Anwar ini menceritakan tentang perjuangan seseorang yang mempunyai semangat yang tinggi yang tidak mengenal kata lelah, sakit, walaupun ia terluka. Dengan tekadnya yang kuat, ia terus berusaha untuk mencapai tujuannya tanpa memperdulikan banyaknya rintangan yang menghampiri.

Didalam puisi “Aku” karya Chairil Anwar ini terdapat unsur intrinsic yaitu sebagai berikut:

Tema

Puisi ini menggambarkan tentang ketekunan dan kemauan seseorang yang selalu ingin memperjuangkan hak dirinya tanpa merugikan banyak orang, walaupun banyak halangan yang datang menghampiri. Arti dari judul puisi ini menceritakan kisah “Aku” yang sedang menelusuri perjalanan arah hidupnya.

Diksi

Ketetapan dalam memilih kata sering kali menggantikan kata yang digunakan berkali-kali karena merasa kata-katanya belum tepat. Seperti baris kedua “kalau sampai waktuku” dapat berarti kalau aku mati, “tak perlu sedu sedan” artinya taka da gunanya kesedihan itu.

Rasa

Dalam puisi ini terdapat sebuah ekspresi seseorang yang menginginkan kebebasan dari ikatan, penyair tidak ingin meniru atau menampakkan keadaannya, tetapi ia bereaksi dan mempunyai semangat besar dan tekad yang kuat.

Nada

Dalam puisi “Aku” karya Chairil Anwar menggambarkan suasana yang mengandung kewibawaan, dan jelas dalam penyampaian puisi. Karena dalam setiap baris puisi ini ada kata perjuangan, dan suasana yang syahdu dan terlihat sendu.

Suasana

Puisi ini menggambarkan keadaan seseorang yang penuh dengan perjuangan, untuk mencapai sebuah tujuan, tetapi terdapat suasana yang menjadi haru tentang perjalanan hidup yang penuh pengorbanan.

Majas

Terdapat majas hiperbola pada kalimat “aku tetap meradang menerjang”.

Amanat

Amanat yang terdapat pada puisi ini adalah kita sebagai manusia harus kuat, mempunyai tekad, tidak mudah menyerah walaupun banyak halangan harus tetap dihadapi, harus mempunyai semangat untuk maju dan berkarya agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan semangatnya itu akan hidup selamanya.

Ikuti tulisan menarik Elva Marliah . lainnya di sini.

Ingin copas? Ijin dulu yak!!^^*ingat ada Tuhan yang mengawasi hehehe jangan lupa tulis sumber(^v^)thanks
Oleh: - Ersa Rahma Febriana - Martha Ilmi Nadhifa - Shofia Febri X MIPA A/ SMAN 1 KEDIRI-2016/2017

DOA

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh

Mengigat Kau penuh seluruh

CayaMu panas suci

Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk

Remuk

Tuhanku aku mengembara di negara asing

Tuhanku

Di pintu-Mu aku mengetuk

Aku tidak bisa berpaling

STRUKTUR FISIK PUISI DOA

1.  Diksi

       Pada puisi Doa karya Chairil Anwar diceritakan bahwa penyair tengah mengalami krisis iman, sehingga diksi yang digunakan oleh penyair adalah diksi yang menggambarkan perasaan yang ragu, bimbang, dan lemah. Pada puisi tersebut terdapat beberapa diksi seperti “Penuh seluruh” memang dua kata tersebut mempunyai makna yang sama namun penulis menuliskannya sedemikian rupa untuk menyatakan bahwa Tuhan ada dan berada dimana-mana.

       Lalu, ada pula kata “Lilin”. Dari kondisi penulis yang krisis iman penulis memunculkan kata lilin. Lalu menyandingkannya dengan kalimat “Kerlip lilin di kelam sunyi”. Pada kutipan tersebut kata lilin berarti penerangan dan dalam kehidupan kita bisa diartikan sebagai petunjuk.

       Lalu pada larik ke-9 terdapat kata “Hilang bentuk”. Kata hilang bentuk menggambarkan bahwa penulis tengah mengalami keadaan yang luar bisa, tidak seperti kondisi pada umumnya. Penulis telah hancur atau sudah terjerumus terlalu dalam pada kesesatan yang akhirnya mengakibatkan dirinya hancur.


Baca juga: Download Buku Belajar Bahasa Korea PDF Gratis

2.  Kata Konkret

       Di dalam puisi tersebut terdapat beberapa kata konkret meliputi, “Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi.” Kata lilin yang disandingkan dengan kata tinggal kerlip menggambarkan petunjuk dalam kehidupan yang hanya tinggal secercah dalam kesesatan. Kesesatan disini digambarkan dengan kalimat kelam sunyi.

       Lalu pada kutipan puisi “Di pintu-Mu aku mengetuk”. Kata pintu disini menggambarkan jalan. Lalu diiringi dengan kata aku mengetuk menggambarkan keadaan yang ingin kembali. Jadi pada kutipan tersebut dimaksudkan bahwa penulis sadar dengan krisis iman yang tengah ia alami dan ia ingin kembali ke jalan-Nya (jalan yang benar).


Baca Juga : Analisis Puisi Sajak Matahari

3.  Imaji

       Penyair mengajak pembaca untuk membayangkan dirinya sendiri yang mengalami luntur iman, kemudian meyakini bahwa tidak ada jalan lain baginya kecuali kembali ke jalan Tuhan. Terdapat imaji cita rasa yang membuat pembaca seakan ikut mengelus dada, dan menyadari dosa-dosanya. Kemudian pembaca merasa yakin bahwa hanya dengan mengikuti jalan Tuhanlah akan selamat.

      Imaji penglihatan terdapat pada kata “tinggal kerdip lilin di kelam sunyi” dengan pengkajian tersebut penyair mengajak pembaca melihat seberkas cahaya kecil walau hanya sebuah perumpamaan. Pembaca diajak seolah-plah mendengar ucapan tokoh aku dalam menyebut nama Tuhan  “aku masih menyebut namaMu”.  Penyair menyampaikan kepada pembaca nikmatnya sinar suci Tuhan sehingga pembaca seolah merasakannya “cahaya-mu panas suci.”

      Dalam puisi “Doa” penyair memanfaatkan citraan untuk menghidupkan imaji pembaca melalui ungkapan yang tidak langsung. Pada bait 1 penyair memanfaatkan citraan visual dengan memanfaatkan bahasa kias berupa majas metafora untuk melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhan, sehingga timbul keakraban, kekhusukan ketika merenung menyebut nama Tuhannya.

      Penyair juga menggunakan citraan visual untuk melukiskan sesuatu secara berlebihan. Hiperbola dimanfaatkan untuk menyangatkan arti guna menciptakan efek makna khusus. Yaitu melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhannya. Yang dilukiskan pada baris ketiga, disini penyair melebih-lebihkan kedekatannya, ketulusan, dan kepasrahannya kepada Tuhan “Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi”. Disini kedekatan antara penyair dan Tuhan, didalam sebuah kesunyian ketika merenung berdoa, hanya cahaya lilin yang redup dalam kesunyian malam.

      “Mengingat Kau penuh seluruh / Caya-Mu panas suci / Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi” menggunakan citraan visual memanfaatkan majas hiperbola pada baris kedua “Aku hilang bentuk remuk” yaitu melukiskan sesuatu yang berlebihan sehingga menimbulkan efek makna khusus. Disini dalam keheningan malam, berdoa menyebut nama Tuhannya dengan sepenuh hati hingga badannya bagaikan hilang dan remuk, rela badanya remuk tak tersisa demi Tuhannya.

      “Tuhanku / Aku hilang bentuk / Remuk” pada kutipan ini menggunakan pencitraan visual yang melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhannya.

      “Tuhanku / Di Pintu-Mu aku mengetuk / Aku tidak bisa berpaling”. Pemanfaatan pencitraan dalam puisi tersebut mampu menghidupkan imaji pembaca dalam merasakan apa yang diasakan oleh penyair, dengan menghayati pengalaman religi penyair.

4.  Tipografi

       Penulis menggunakan huruf kapital di setiap awal larik. Penulisan huruf kapital di setiap awal larik menggambarkan sesuatu yang tegas. Maksudnya, penulis mengungkapkan dengan tegas dan terang-terangan bahwa ia mengalami krisis iman

       Ada bait yang menjorok ada yang tidak. Menggambarkan keadaan penulis yang kacau dan tidak teratur saat dirinya mengalami krisis iman.

       Pada puisi Doa tidak digunakan tanda baca titik (.). Hal ini menggambarkan bahwa masalah krisis iman yang dialami tokoh terus berlanjut dan berhubungan antara satu dan lainnya sehingga tidak diberikan tanda baca titik untuk memperjelas bahwa masalah yang tengah dialami tokoh bersifat kronologis dan sebab akibat yang tidak dapat dipisahkan.

5.  Susunan Rima

       Pada bait I susunan rima ( u-u-u-u-u-i-i). Merupakan rima acak. Didominasi oleh vokal u yang merupakan vokal berat. Hal itu menggambarkan bahwa masalah krisis iman yang dialami penulis merupakan masalah yang berat.

       Pada bait II susunan rima (u-u-u-u-i-u-i). Merupakan rima acak. Didominasi oleh vokal u yang merupakan vokal berat. Hal itu menggambarkan bahwa masalah krisis iman yang dialami penulis merupakan masalah yang berat.

Baca juga : Resensi Buku Biografi Andy Noya

6.  Majas

      “Aku mengembara di negeri asing” merupakan majas metafora, membandingkan sesuatu tanpa menggunakan perbandingan. Membandingkan keseriusannya dan kekhusukannya dalam berdoa, dengan pengembaraannya ke negeri asing. Majas hiperbola juga dimanfaatkanuntuk melukiskan sesuatu secara berlebihan. Dalam hal ini hiperbola menyatakan kedekatannya antara penyair dengan Tuhan, rela mengembara ke sebuah negeri asing yang sangat jauh demi mendekatkan diri pada Tuhannya yang dilukiskan dengan “Aku mengembara di negeri asing”. Disini keseriusan dalam berdoa diibaratkan mengembara ke negeri asing. Dimanapun berada tetap ingat dan patuh dengan menyebut nama Tuhannya, karena kita hidup hanyalah sebagai sebuah pengembaraan.

       Lalu pada kutipan “Aku hilang bentuk / Remuk” mengandung majas hiperbola yang

STRUKTUR BATIN

       Dari penjelasan struktur fisik di atas, dapat diketahui struktur batin dari puisi tersebut.

1.  Tema

       Pada puisi Doa karya Chairil Anwar tema yang diambil adalah Ketuhanan. Khususnya hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan puisi “Tuhanku / Dalam termangu / Aku masih menyebut nama-Mu”. Dalam kutipan tersebut menggambarkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Kata “masih” menggambarkan keadaan seorang hamba yang akan selalu mengingat Tuhannya dalam keadaan apapun.

       Lalu dapat dibuktikan pula melalui kutipan “ Tuhanku / Di pintu-Mu aku mengetuk”. Hal ini menggambarkan hubungan hamba dengan Tuhannya dimana hamba tersebut ingin kembali di jalan Tuhannya (di jalan yang benar).

2.  Suasana

Suasana dalam puisi tersebut adalah menyedihkan dan mengharukan. Hal ini dibuktikan dalam kutpan “dalam termangu aku masih menyebut nama-Mu” hal ini menunjukkan bahwa penulis termenung memikirkan perbuatan salahnya dan benar benar menyesal atas apa yang ia telah perbuat. Suasana yang mengharukan dibuktikan dalam kutipan “Di pintu-Mu aku mengetuk” yang menunjukkan penyesalan penulis dan rasa ingin bertaubat dengan sungguh-sungguh.

3.  Nada

Nada yang digunakan dalam puisi tersebut adalah sedih karena pada puisi tersebut bercerita tentang seseorang yang sangat menyesal atas apa yang ia perbuat.

4. Amanat

Sebagai seorang manusia memang tidak luput dari kesalahan namun, walaupun begitu kita harus menyadari kesalahan kita dan segera bertaubat.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA